Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

67

description

Pola Konsumsi masyarakat terhadap kedelai, cabai, nanas, kelapa sawit, dan daging sapi

Transcript of Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Page 1: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014
Page 2: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi pertanian, Pusat Data dan

Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2014 menerbitkan Buletin Konsumsi Pangan yang

terbit setiap triwulan. Buletin konsumsi pangan ini merupakan terbitan tahun kelima, berisi

informasi gambaran umum konsumsi pangan di Indonesia, konsumsi rumah tangga dan

ketersediaan konsumsi per kapita serta ketersediaan di negara-negara dunia terutama untuk

komoditas yang banyak di konsumsi masyarakat. Pada edisi volume 5 nomor 2 tahun 2014 ini

disajikan perkembangan konsumsi Kedelai, Cabe, Nanas, Kelapa Sawit dan Daging Sapi

sampai dengan data tahun 2013 serta prediksi tahun 2014 sampai 2016 untuk Susenas,

sedangkan NBM Prediksi tahun 2013 sampai 2016. Data yang disajikan dalam buletin ini

diolah oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian bersumber dari

publikasi hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, Neraca Bahan Makanan (NBM)

– Badan Ketahanan Pangan, website FAO (Food Agriculture Organization) dan website USDA

(United States Departement of Agriculture).

Besar harapan kami bahwa buletin ini dapat bermanfaat bagi para pengguna baik di

lingkup Kementerian Pertanian maupun para pengguna lainnya. Kritik dan saran yang

membangun sangat kami harapkan guna penyempurnaan di masa mendatang.

Jakarta, Juni 2014

Kepala Pusat Data dan Sistem

Informasi Pertanian,

Ir. M. Tassim Billah, MSc

Page 3: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Page 4: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

BAB I. PENJELASAN UMUM

angan merupakan salah satu

kebutuhan dasar manusia, karena

itu pemenuhan atas pangan yang

cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi

setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan

sumberdaya manusia yang berkualitas

untuk melaksanakan pembangunan

nasional.

Kebutuhan pangan merupakan

penjumlahan dari kebutuhan pangan untuk

konsumsi langsung, kebutuhan industri dan

permintaan lainnya. Konsumsi langsung

adalah jumlah pangan yang dikonsumsi

langsung oleh masyarakat.

Seiring dengan peningkatan jumlah

penduduk dan kesejahteraan masyarakat,

maka kebutuhan terhadap jenis dan

kualitas produk makanan juga semakin

meningkat dan beragam. Oleh karena itu

salah satu target Kementerian Pertanian

tahun 2010 - 2014 adalah peningkatan

diversifikasi pangan, terutama untuk

mengurangi konsumsi beras dan terigu.

Selama tahun 2010-2014, konsumsi beras

ditargetkan turun 1,5% per tahun yang

diimbangi dengan peningkatan konsumsi

umbi-umbian, pangan hewani, buah-

buahan dan sayuran. Selain itu juga

diupayakan tercapainya pola konsumsi

pangan beragam, bergizi, seimbang dan

aman yang tercermin oleh meningkatnya

skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4

pada tahun 2010 menjadi 93,3 pada tahun

2014 (Renstra Kementerian Pertanian,

2010).

Tabel 1.1. Sasaran Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

2010 2011 2012 2013 2014

Padi-padian 54,9 53,9 52,9 51,9 51,0

Umbi-umbian 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8

Pangan Hewani 9,6 10,1 10,6 11,1 11,5

Minyak dan Lemak 10,1 10,1 10,1 10,0 10,0

Buah/Biji Berminyak 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0

Kacangan-kacangan 4,3 4,4 4,6 4,7 4,9

Gula 4,9 4,9 5,0 5,0 5,0

Sayur dan Buah 5,2 5,4 5,5 5,7 5,8

Lain-lain 2,9 2,9 2,9 2,9 3,0

SKOR PPH 86,4 88,1 89,8 91,5 93,3

MAKANANTAHUN

Sumber : Renstra Kementerian Pertanian, 2010

P

Page 5: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1.1. Sumber Data

Data yang digunakan dalam buletin

ini adalah publikasi dari hasil Survei Sosial

Ekonomi Nasional, BPS (Data Susenas yang

digunakan terbitan bulan Maret), Neraca

Bahan Makanan (NBM-BKP), website FAO

(Food Agriculture Organization) dan

website USDA (United States Departement

of Agriculture).

Sejak tahun 2011, BPS melaksana-

kan Susenas setiap triwulan, namun dalam

publikasi buletin ini digunakan data hasil

Susenas Bulan Maret, dengan meng-

gunakan kuesioner modul konsumsi/

pengeluaran rumah tangga. Pengumpulan

data dalam Susenas dilakukan melalui

wawancara dengan kepala rumah tangga

dengan cara mengingat kembali (recall)

seminggu yang lalu pengeluaran untuk

makanan dan sebulan untuk konsumsi

bukan makanan. Data konsumsi/

pengeluaran yang dikumpulkan dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu (1) pengeluaran

makanan (215 komoditas yang dikumpulkan

kuantitas dan nilai rupiahnya) dan (2)

pengeluaran konsumsi bukan makanan

(yang dikumpulkan nilai rupiahnya, kecuali

listrik, gas, air dan BBM dengan

kuantitasnya).

Data konsumsi rumah tangga yang

bersumber dari Susenas (BPS) disajikan per

kapita per minggu. Selanjutnya dalam

penyajian publikasi ini untuk menjadi per

kapita per tahun dikalikan dengan 365/7.

Neraca Bahan Makanan (NBM)

memberikan informasi tentang situasi

pengadaan/penyediaan pangan, baik yang

berasal dari produksi dalam negeri, impor-

ekspor dan stok serta penggunaan pangan

untuk kebutuhan pakan, bibit, penggunaan

untuk industri, serta informasi ketersediaan

pangan untuk konsumsi penduduk suatu

negara/wilayah dalam kurun waktu

tertentu. Cara perhitungan NBM adalah

sebagai berikut :

1. Penyediaan (supply) : Ps = P- ΔSt + I – E

dimana : Ps = total penyediaan dalam negeri P = produksi

ΔSt = stok akhir – stok awal I = Impor

E = ekspor

2. Penggunaan (utilization)

Pg = Pk + Bt + Id + Tc + K dimana :

Pg = total penggunaan Pk = pakan Bt = bibit

Id = industri Tc = tercecer K = ketersediaan bahan makanan.

Untuk komponen pakan, bibit dan

tercecer dapat digunakan besaran

konversi persentase terhadap

penyedian dalam negeri, seperti pada

Tabel 1.2.

3. Ketersediaan pangan per kapita,

diperoleh dari ketersediaan dibagi

dengan jumlah penduduk. Jumlah

Page 6: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

penduduk tahun 2010 sebesar 237.641

ribu jiwa (Sensus Penduduk 2010,

BPS). Selanjutnya jumlah penduduk

tahun 2011 sampai tahun 2016 hasil

proyeksi Bappenas, seperti tersaji pada

Tabel 1.3.

Tabel 1.2. Besaran konversi komponen penggunaan (persentase terhadap penyediaan dalam negeri)

Pakan 0,34

Tercecer 5,00

Bibit 0,71

Tercecer 5,27

Nanas Tercecer 5,20

Minyak Sawit Tercecer 2,39

Minyak Goreng Sawit Tercecer 1,55

Daging Sapi Tercecer 5,00

Komoditas KomponenAngka Konversi

(%)

Kedelai

Cabe

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan

Tabel 1.3. Proyeksi Jumlah Penduduk, 2011 – 2016

Tahun Jumlah Penduduk

(000 jiwa)Tahun

Jumlah Penduduk

(000 jiwa)

2011 241.991 2014 252.165

2012 245.425 2015 255.462

2013 248.818 2016 258.705

Sumber : Proyeksi Bappenas dan BPS

1.2. Ruang Lingkup Publikasi

Pada edisi volume 5 no. 2 tahun

2014 disajikan informasi perkembangan

pola konsumsi masyarakat Indonesia,

konsumsi rumah tangga per kapita per

tahun, ketersediaan konsumsi per kapita

per tahun dan prediksi 3 tahun ke depan

tahun 2014, 2015 dan 2016 serta konsumsi

di negara-negara di dunia untuk komoditas

yang di bahas. Komoditas yang dianalisis

antara lain kedelai, cabe, nenas, kelapa

sawit dan daging sapi. Model terpilih dalam

melakukan prediksi data konsumsi per

kapita disajikan pada Tabel 1.4 dan 1.5.

Page 7: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 1.4. Model terpilih dalam prediksi konsumsi per kapita per minggu beberapa komoditas pangan berdasarkan data Susenas

Uraian Kedelai Tahu TempeCabe

Merah

Cabe

Hijau

Cabe

RawitNanas

Minyak

lainnya

(sawit)

Daging

Sapi

Model terpilihTrend

KuadratikDES DES

Trend

LiniarDES

Trend

Liniar

Trend

EksponentialDES

Trend

Kuadratik

MAPE 15,4408 5,2299 3,9666 7,52394 7,81597 6,43348 13,866 3,6408 14,2870

MAD 0,0002 0,0071 0,0055 0,01736 0,00339 0,01457 0,001 0,0047 0,0973

MSD 0,0000 0,0001 0,0001 0,00047 0,00002 0,00035 0,000 0,0001 0,0164

Keterangan : ARIMA : Autoregressive Integrated Moving Avarage MAD : Mean Absolute Deviation

SES : Single Exponential Smoothing MSD : Mean Square Deviation

DES : Double Exponential Smoothing MA : Moving Avarage

MAPE : Mean Absolute Percentage Error

Tabel 1.5. Model terpilih prediksi penyediaan dan penggunaan beberapa komoditas pangan

berdasarkan data Neraca Bahan Makanan

Kedelai Cabe Nanas Minyak sawit Minyak Goreng Sawit Daging Sapi

KeluaranModel

Trend

Kuadratik DES

MAPE 15,20 26,70

MAD 140,60 205,80

MSD 40381,50 89055,30

ImporModel DES

Trend

Kuadratik Winter Method Trend Linear

MAPE 27 39,95 458,23 39,95

MAD 257 19,91 23,36 19,91

MSD 119.804 810,96 721,51 810,96

EksporModel Trend Linear

Trend

Eksponential

Trend

Kuadratik

MAPE 45,96 17,82 17

MAD 2,41 26,51 679

MSD 9,06 1188,57 742030

StokModel

Trend

EksponentialMAPE 33

MAD 60

MSD 15463

Pakan Persentase 0,34% dr total

penyediaan

TercecerPersentase

5,00% dr total

penyediaan

5,27% dr total

penyediaan

5,20% dr total

penyediaan

2,39% dr total

penyediaan

1,55% dr total

penyediaan

5,00% dr total

penyediaan

Bibit Model

MAPE

MAD

MSD

Persentase

MAPE

MAD

MSD

ModelDES DES Trend S-Curve

MAPE 96,5 263,69 40

MAD 92,2 48,66 6

MSD 24.568 3.976 58Model

MAPE

MAD

MSD

Angka Proyeksi

Bidang Data

Komoditas

1,23% dr total

penyediaan

Angka

Proyeksi

Bidang Data

Komoditas

Asumsi tidak

terjadi

perubahan

ekspor selama

2013-2016

Bahan Makanan

Diolah untuk

Bukan Makanan

95,00% dr total

penyediaan

0,71% dr total

penyediaan

Diolah untuk

Makanan

68,28% dari masukan,

masukan mrpkn data

diolah untuk makanan

dr neraca minyak sawit

74,93% dari

masukan

Uraian

Page 8: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

BAB II. POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA

2.1. Perkembangan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia

Sesuai hukum ekonomi yang

dinyatakan oleh Ernst Engel (1857), yaitu

bila selera tidak berbeda maka persentase

pengeluaran untuk makanan menurun

dengan semakin meningkatnya pendapatan.

Hal ini dapat digunakan dalam meng-

gambarkan kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan data Susenas,

pengeluaran penduduk Indonesia untuk

makanan dan non makanan selama tahun

2002 - 2013 menunjukkan pergeseran,

pada awalnya persentase pengeluaran

untuk makanan lebih besar dibandingkan

pengeluaran untuk non makanan, namun

mulai tahun 2007 menunjukkan pergeseran,

dimana persentase pengeluaran non

makanan seimbang dengan pengeluaran

makanan terhadap total pengeluaran

penduduk Indonesia per kapita per tahun.

Persentase untuk makanan pada tahun

2002 sebesar 58,47% dan non makanan

sebesar 41,53% sedangkan pada tahun

2013 persentase untuk makanan menjadi

50,66% dan non makanan sebesar 49,34%,

seperti tersaji pada Gambar 2.1.

Besarnya rata-rata pengeluaran per kapita

per bulan tahun 2013 untuk bahan

makanan sebesar Rp. 356.435,- dan non

makanan sebesar Rp. 347.126,-.

Gambar 2.1. Perkembangan persentase pengeluaran penduduk Indonesia untuk makanan dan non makanan, tahun 2002 – 2013

Persentase pengeluaran penduduk

Indonesia untuk makanan tahun 2013

terbesar adalah pengeluaran untuk

makanan dan minuman jadi yaitu sebesar

25,88%, disusul padi-padian sebesar

16,26%, tembakau dan sirih sebesar

Page 9: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

16,26

0,88

7,96

3,72

6,04

8,742,65

4,603,243,76

1,90

2,05

25,88

12,32

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih

20,61%

1,14%

7,94%

3,96%

6,03%

7,87%2,99%5,20%

3,42%4,48%

2,24%

2,72%

21,28%

10,10%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi Tembakau dan sirih

12,32%, sayur-sayuran sebesar 8,74%,

ikan sebesar 7,96%, telur dan susu sebesar

6,04%, sementara kelompok makanan

lainnya kurang dari 5% (Gambar 2.2).

Tahun 2007 Tahun 2013

Gambar 2.2. Persentase pengeluaran kelompok pangan terhadap total pengeluaran pangan

Tahun 2007 dan 2013

Perkembangan pengeluran nominal

bahan makanan per kapita per bulan tahun

2008 sampai tahun 2013 mengalami rata-

rata pertumbuhan sebesar 12,99%,

meskipun secara riil hanya meningkat

sebesar 4,78%. Pengeluaran per kapita per

bulan untuk kelompok padi-padian, umbi-

umbian dan bumbu-bumbuan secara

nominal mengalami peningkatan namun

secara riil mengalami penurunan. Hal ini

menunjukkan terjadinnya penurunan

kuantitas konsumsi pada kelompok bahan

makanan tersebut. Indikasi penurunan

kuantitas konsumsi juga terjadi pada

kelompok bahan makanan lainnya

mengingat peningkatan pengeluaran riil

yang lebih lambat dibandingkan

peningkatan pengeluaran nominal

(Tabel 2.1).

Page 10: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

Tabel 2.1. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil kelompok bahan makanan per kapita per bulan, 2008 – 2013

Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal IHK Riil Nominal Riil

1 Padi-padian 36.970 110 33.621 38.122 114 33.405 44.004 134 32.824 44.427 154 28.881 57.908 171 33.898 57.956 178 32.488 9,99 (0,24)

2 Umbi-Umbian 2.040 110 1.855 2.180 114 1.910 2.422 134 1.807 3.008 154 1.955 2.785 171 1.630 3.151 178 1.766 9,58 (0,50)

3 Ikan 15.315 123 12.441 18.454 132 13.994 21.467 133 16.184 25.369 143 17.690 26.600 152 17.474 28.356 167 17.015 13,29 6,72

4 Daging 7.104 125 5.694 8.114 129 6.286 10.370 137 7.585 10.972 142 7.716 13.075 152 8.599 13.252 172 7.720 13,67 6,80

5 Telur dan susu 12.048 124 9.699 14.056 124 11.314 15.834 127 12.481 17.106 133 12.830 19.024 140 13.571 21.540 149 14.420 12,36 8,36

6 Sayur-sayuran 15.539 120 12.949 16.813 129 13.069 18.995 144 13.170 25.563 157 16.332 23.949 166 14.445 31.158 194 16.090 15,91 5,11

7 Kacang-kacangan 5.978 153 3.896 6.759 155 4.361 7.387 159 4.647 7.500 170 4.404 8.443 183 4.606 9.444 204 4.620 9,66 3,63

8 Buah-buahan 8.779 115 7.651 8.821 126 7.015 12.335 137 9.005 12.759 149 8.558 15.443 159 9.712 16.379 190 8.623 14,17 3,47

9 Minyak dan lemak 8.336 131 6.344 8.416 122 6.884 9.486 122 7.759 11.342 138 8.215 12.344 141 8.766 11.545 140 8.257 7,12 5,60

10 Bahan minuman 8.221 108 7.598 8.691 126 6.895 11.195 130 8.629 10.681 133 8.015 10.934 141 7.760 13.385 147 9.110 10,94 4,60

11 Bumbu-bumbuan 4.312 117 3.691 4.643 125 3.707 5.390 164 3.280 6.268 165 3.796 6.440 151 4.274 6.783 224 3.031 9,62 (2,37)

12 Konsumsi lainnya 5.356 107 5.000 5.720 112 5.093 6.368 116 5.483 6.381 123 5.176 6.962 132 5.284 7.302 138 5.294 6,46 1,24

13 Makanan & minuman jadi 44.193 118 37.518 54.326 124 43.674 63.286 130 48.693 81.536 136 59.861 80.532 142 56.697 92.254 151 61.063 16,32 10,65

14 Tembakau dan sirih 19.636 113 17.408 22.604 121 18.618 25.982 127 20.523 30.647 137 22.378 39.038 150 26.090 43.930 161 27.221 17,58 9,43

Jumlah Makanan 193.827 121 160.706 217.719 125 173.994 254.521 137 185.890 293.556 149 197.521 323.478 157 205.618 356.435 176 202.370 12,99 4,78

Rata-rata

Pertumbuhan 2008-

2013 (%)No. Kelompok Barang

2008 2009 2010

Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran

2011 2012 2013

Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran

Sumber: BPS, diolah Pusdatin

2.2. Perkembangan Konsumsi Kalori & Protein Masyarakat Indonesia

Berdasarkan data Susenas,

konsumsi kalori dan protein penduduk

Indonesia memperlihatkan adanya

perubahan dari tahun 2007 dan 2013. Pada

Tabel 2.2 menunjukan adanya penurunan

konsumsi kalori dan protein per hari pada

tahun 2013 dibandingkan tahun 2007.

Pada tahun 2007 rata-rata konsumsi kalori

penduduk Indonesia sebesar 2.014,91 kkal,

sedangkan pada tahun 2013 menjadi

1.842,75 kkal atau turun sebesar 172,16

kkal. Penurunan kalori tertinggi terjadi

pada kelompok padi-padian sebesar 76,58

kkal, bahan minuman sebesar 25,59 kkal,

kacang-kacangan sebesar 21,49 kkal dan

umbi-umbian sebesar 21,40. Sementara

konsumsi kalori makanan dan minuman

jadi meningkat sebesar 45,86 kkal.

Tabel. 2.2. Rata-rata Konsumsi Kalori (kkal) dan Protein (gram) per kapita sehari menurut kelompok makanan, Maret 2007 dan Maret 2013

2007 2013 Perubahan 2007 2013 Perubahan

1 Padi-padian 953,16 876,58 -76,58 22,43 20,57 -1,86

2 Umbi-Umbian 52,49 31,09 -21,40 0,40 0,27 -0,13

3 Ikan 46,71 44,09 -2,62 7,77 7,34 -0,43

4 Daging 41,89 39,96 -1,93 2,62 2,47 -0,15

5 Telur dan susu 56,96 53,50 -3,46 3,23 3,08 -0,15

6 Sayur-sayuran 46,39 34,96 -11,43 3,02 2,27 -0,75

7 Kacang-kacangan 73,02 51,53 -21,49 6,51 4,93 -1,58

8 Buah-buahan 49,08 35,65 -13,43 0,57 0,40 -0,17

9 Minyak dan lemak 246,34 227,99 -18,35 0,46 0,25 -0,21

10 Bahan minuman 113,94 88,35 -25,59 1,13 1,04 -0,09

11 Bumbu-bumbuan 17,96 14,32 -3,64 0,76 0,62 -0,14

12 Konsumsi lainnya 70,93 52,83 -18,10 1,43 1,09 -0,34

13 Makanan dan minuman jadi 246,04 291,90 45,86 7,33 8,75 1,42

Jumlah 2.014,91 1.842,75 -172,16 57,66 53,08 -4,58

No. Kelompok BarangKalori (kkal) Protein (gram)

Sumber: Susenas, BPS

Page 11: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47.57%

1.69%

2.39%

2.17%

2.90%

1.90%

2.80%1.93%

12.37%4.79%0.78%

2.87%

15.84%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

47.31%

2.61%

2.32%

2.08%

2.83%

2.30%

3.62%

2.44%12.23%5.65%

0.89%

3.52%

12.21%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

38.75 0.51

13.83

4.65

5.80

4.289.290.750.471.96

1.17

2.05

16.48

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

38.90%0.69%

13.48%

4.54%

5.60%

5.24%

11.29%0.99%0.80%1.96%

1.32%

2.48%

12.71%

Padi-padian Umbi-Umbian Ikan

Daging Telur dan susu Sayur-sayuran

Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak

Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan dan minuman jadi

Pada tahun 2013 rata-rata

konsumsi protein penduduk Indonesia

sebesar 53,08 gram/hari atau turun 4,58

gram/hari dari tahun 2007 yang sebesar

57,66 gram/hari (Tabel 2.2). Penurunan

konsumsi protein tertinggi per hari terjadi

pada kelompok padi-padian sebesar 1,86

gram dan kacang-kacangan sebesar 1,58

gram, diikuti penurunan konsumsi protein

pada kelompok sayur-sayuran 0,75 gram,

serta kelompok lainnya masing-masing

dibawah 0,45 gram, sedangkan konsumsi

protein makanan dan minuman jadi

mengalami peningkatn sebesar 1,42 gram.

Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2.3

dan Gambar 2.4.

Tahun 2007 Tahun 2013

Gambar 2.3. Persentase konsumsi kalori penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2013

Tahun 2007 Tahun 2013

Gambar 2.4. Persentase konsumsi protein penduduk Indonesia Tahun 2007 dan 2013

Page 12: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

BAB III. KEDELAI

edelai (Glycine max) adalah salah

satu tanaman polong-polongan

yang menjadi bahan dasar

banyak makanan dari Asia timur seperti

kecap, tahu, dan tempe. Kedelai

merupakan sumber utama protein nabati

dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai

utama dunia adalah Amerika Serikat

meskipun kedelai praktis baru

dibudidayakan masyarakat di luar Asia

setelah 1910 http://id.wikipedia.org/

wiki/Kedelai.

Kacang kedelai bagi industri

pengolahan pangan di Indonesia banyak

digunakan sebagai bahan baku pembuatan

tahu, tempe, kecap, tauco dll. Jenis industri

yang tergolong skala kecil - menengah

namun dalam jumlah sangat banyak

menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan

konsumsi kedelai nasional. Pada tahun

2012, total kebutuhan kedelai nasional

diperkirakan mencapai 2,2 juta ton. Jumlah

tersebut akan diserap untuk

pangan/pengrajin tahu dan tempe sebesar

83,7% (1.849.843 ton); Industri kecap,

tauco, dan lainnya sebesar 14,7%

(325.220 ton); benih sebesar 1,2%

(25.843 ton); dan untuk pakan 0,4%

(8.319 ton) http://www.infobanknews.com.

Kapasitas produksi nasional tahun 2013

hanya mampu menghasilkan 780 ribu ton

dari areal panen kedelai seluas 551 ribu

hektar, sehingga kekurangan kebutuhan

kedelai nasional dipasok dari impor sebesar

1,11 juta ton. Lonjakan importasi kedelai

disebabkan peningkatan konsumsi produk

industri rumahan (tahu, tempe), yang jenis

makanan ini semakin banyak atau populer

digunakan sebagai substitusi untuk produk

hewani pada beberapa kondisi.

3.1. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Kedelai dalam Rumah

Tangga di Indonesia

Pemanfaatan utama kedelai adalah

dari biji. Biji kedelai kaya protein dan

lemak serta beberapa bahan gizi penting

lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan

lesitin. Olahan biji kedelai dapat dibuat

menjadi tahu, kecap, tempe, susu kedelai,

tepung kedelai, minyak, taosi dan tauco.

Pada analisis ini akan membahas konsumsi

kedelai segar dan kedelai olahan (tahu,

tempe, tauco, oncom, dan kecap).

Konsumsi wujud kedelai olahan dikompilasi

menjadi ekuivalen kedelai segar dengan

faktor konversi tersaji pada Tabel 3.1.

K

Page 13: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 3.1. Faktor konversi konsumsi Bahan Makanan yang

Mengandung Kedelai

1 Kedelai segar kg 1000 1,00

2 Tahu kg 1000 0,35

3 Tempe kg 1000 0,50

4 Tauco ons 100 0,20

5 Oncom ons 100 8,00

6 Kecap 140ml 140 1,00

Sumber: PSKPG, IPB

No Janis Pangan SatuanKonversi

(Gram)

Konversi ke

bentuk asal

Besarnya konsumsi kedelai segar di

tingkat rumah tangga di Indonesia selama

tahun 2002-2013 sangat rendah dan relatif

stabil. Rata-rata konsumsi kedelai segar

tahun 2002-2013 adalah sebesar 0,06

kg/kapita/th. Peningkatan terbesar

konsumsi kedelai segar terjadi pada tahun

2007 mencapai 100%.

Tahu dan tempe adalah pangan

utama dengan bahan baku dari kedelai.

Besarnya konsumsi tahu dan tempe ini

jauh berada di atas konsumsi kedelai segar

pada periode yang sama. Tahun 2002-

2013 rata-rata konsumsi tahu sebesar 7,26

kg/kapita/th walaupun terjadi laju

penurunan rata-rata 0,48% per tahun.

Demikian pula dengan rata-rata konsumsi

tempe yang tidak jauh berbeda dengan

tahu yaitu mencapai 7,57 kg/kapita/th

walaupun terjadi laju penurunan rata-rata

1,16% per tahun (Tabel 3.2).

Pangan lainnya dengan bahan baku

kedelai adalah tauco, oncom, dan kecap.

Konsumsi per kapita ketiga pangan olahan

kedelai ini jauh berada di bawah konsumsi

tahu dan tempe. Selama periode tahun

2002 – 2013, rata-rata konsumsi tauco

sebesar 0,032 kg/kapita/tahun, oncom

sebesar 0,08 kg/kapita/tahun, dan kecap

sebesar 0,63 kg/kapita/tahun.

Pada publikasi ini dilakukan prediksi

besaran konsumsi kedelai segar dan wujud

olahan tahun 2014 hingga 2016,

menggunakan metode analisis data deret

waktu. Pada periode tahun 2014 - 2016

konsumsi kedelai segar diperkirakan tidak

akan mengalami peningkatan yang cukup

signifikan yakni dengan rata-rata

peningkatan sebesar 1,65%. Pada tahun

2014, konsumsi kedelai segar diprediksikan

sebesar 0,054 kg/kapita dan naik menjadi

0,055 kg/kapita pada tahun 2016.

Berdasarkan hasil prediksi, konsumsi tahu

akan meningkat di tahun 2014 – 2016

dengan rata-rata peningkatan sebesar

1,21%. Konsumsi tahu diprediksikan

sebesar 7,14 kg/kapita pada tahun 2014

menjadi sebesar 7,30 kg/kapita pada tahun

2016. Konsumsi tempe juga diprediksikan

akan sedikit mengalami peningkatan di

tahun 2014 - 2016. Pada tahun 2014

konsumsi tempe naik 4,98% atau menjadi

sebesar 7,44 kg/kapita dibanding tahun

2013, dan di tahun 2016 menjadi sebesar

7,79 kg/kapita atau naik 2,28%. Konsumsi

tauco, oncom dan kecap diprediksikan

akan mengalami peningkatan pada tahun

2014 – 2016 dengan rata-rata peningkatan

Page 14: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

masing-masing sebesar 0,34%, 3,38%,

dan 0,02%.

Apabila konsumsi pangan berbahan

baku kedelai dikonversikan ke wujud

ekuivalen kedelai dengan faktor konversi

seperti tercantum pada Tabel 3.1, maka

diperoleh konsumsi kedelai total di

Indonesia. Pada tahun 2002 – 2013,

konsumsi total kedelai relatif berfluktuasi

namun cenderung mengalami penurunan

sebesar 1,23%. Pada tahun 2002,

konsumsi total kedelai mencapai 8,40

kg/kapita dan menjadi 7,15 kg/kapita pada

tahun 2013. Pada tahun 2014, konsumsi

total kedelai diprediksikan akan mengalami

peningkatan 4,32% menjadi sebesar 7,45

kg/kapita dan pada tahun 2016 menjadi

sebesar 7,66 kg/kapita (Tabel 3.2 dan

Gambar 3.1).

Tabel 3.2. Perkembangan konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai di

rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 – 2016

Page 15: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Gambar 3.1. Perkembangan konsumsi total kedelai dalam rumah tangga di

Indonesia 2002 – 2013, serta prediksi 2014 - 2016

Apabila ditinjau dari besaran

pengeluaran untuk konsumsi kedelai segar

dan olahannya bagi penduduk Indonesia

tahun 2008 – 2013 secara nominal

menunjukkan peningkatan sebesar

12,71%, yakni dari Rp. 68.776,43/kapita

pada tahun 2008 menjadi Rp.

124.047,86/kapita pada tahun 2013.

Namun demikian setelah dikoreksi dengan

faktor inflasi, pengeluaran untuk konsumsi

kedelai segar dan olahannya secara riil

sejatinya hanya mengalami peningkatan

sebesar yakni 6,61%. Hal ini menunjukkan

bahwa secara kuantitas, konsumsi per

kapita kedelai segar dan olahannya tidak

terjadi peningkatan yang signifikan.

Perkembangan pengeluaran untuk

konsumsi kedelai segar dan olahannya

secara nominal dan rill dalam rumah

tangga di Indonesia tahun 2007 – 2013

secara rinci tersaji pada Tabel 3.3 dan

Gambar 3.2.

Tabel 3.3. Perkembangan pengeluaran nominal dan rill rumah tangga untuk konsumsi kedelai

segar dan olahannya di Indonesia, 2008 – 2013

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Pengeluaran Nominal 68.776,43 86.087,86 94.326,43 99.853,57 109.760,71 124.047,86 12,71

2 IHK *) 153,45 154,97 158,95 170,29 183,29 204,42 5,97

3 Pengeluaran Riil 44.821,34 55.550,41 59.345,33 58.637,08 59.882,55 60.684,07 6,61

Sumber : BPS, diolah Pusdatin

Keterangan : *) IHK Kelompok kacang-kacangan

Pertumbuhan

(%)No. Kelompok Barang

Page 16: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

0

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rp/kapita)

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 3.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan rill dalam rumah tangga

untuk konsumsi kedelai segar dan olahannya, 2008 – 2013

3.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan

ketersediaan Kedelai di Indonesia

Penyediaan komoditas kedelai

diperoleh dari produksi ditambah impor,

dikurangi ekspor dan dikurangi perubahan

stok. Komponen penggunaan kedelai

adalah untuk bibit, pakan, diolah untuk

industri bukan makanan, tercecer dan

sebagai bahan makanan. Ketersediaan

data keluaran pada neraca kedelai adalah

hingga tahun 2013 (ASEM), dan untuk

indikator lainnya juga sudah tersedia data

hingga tahun 2013, kemudian dilakukan

prediksi untuk tahun 2014 dan 2016.

Penyediaan dan penggunaan

kedelai tahun 2010 – 2016 secara rinci

tersaji pada Tabel 3.4. Pada periode

tersebut, rata-rata lebih dari 60% total

penyediaan kedelai berasal impor dan

sisanya merupakan produksi dalam negeri.

Pada tahun 2010, total penyediaan kedelai

mencapai 2.652 ribu ton dan berfluktuasi

namun cenderung menurun hingga

menjadi 1.887 ribu ton pada tahun 2013

atau turun 6,71%.

Pada tahun berikutnya, yakni tahun

2014, total penyediaan kedelai diprediksi

akan mengalami peningkatan sebagai

kontribusi meningkatnya produksi dan

impor. Pada tahun 2014, total penyediaan

kedelai diprediksikan meningkat menjadi

2.241 ribu ton, kemudian pada tahun-

tahun berikutnya juga diprediksikan

mengalami peningkatan sehingga menjadi

2.295 ribu ton pada tahun 2016.

Komponen penggunaan kedelai

adalah untuk pakan, bibit, industri bukan

makanan, tercecer serta penyediaan untuk

bahan makanan. Pada perhitungan Neraca

Bahan Makanan (NBM), penggunaan

Page 17: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

kedelai untuk pakan diasumsikan sebesar

0,34%, dan tercecer sebesar 5% dari total

penyediaan kedelai. Sementara,

penggunaan kedelai untuk bibit didekati

dari kebutuhan bibit per hektar hasil Survei

Struktur Ongkos Usaha tani (BPS),

dikalikan dengan luas tanam kedelai pada

tahun yang bersangkutan. Penggunaan

kedelai untuk industri bukan makanan

diperoleh dari hasil survei industri besar

dan sedang (BPS). Penggunaan kedelai

untuk pakan, tercecer, bibit dan yang

terserap ke industri bukan makanan dari

tahun ke tahun dalam kuantitas yang

relatif kecil, sehingga kuantitas yang cukup

besar digunakan untuk bahan makanan.

Pada tahun 2010, penggunaan

kedelai untuk bahan makanan mencapai

2.358 ribu ton, kemudian relatif

berfluktuasi namun cenderung mengalami

penurunan dengan rata-rata sebesar

6,866% hingga tahun 2013 menjadi

sebesar 1.663 ribu ton. Pada tahun 2013

hingga 2016, penggunaan kedelai untuk

bahan makanan ini diprediksikan akan

terus mengalami peningkatan dengan rata-

rata sebesar 6,54% sehingga menjadi

sebesar 1.996 ribu ton pada tahun 2016

(Tabel 3.4).

Tabel 3.4. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan kedelai tahun 2010 - 2013 serta prediksi tahun 2014 – 2016

Page 18: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(kg/kapita/th)

Gambar 3.3. Perkembangan ketersediaan kedelai per kapita pertahun di Indonesia 2010 – 2013, serta prediksi tahun 2014- 2016

Ketersediaan per kapita merupakan

rasio dari jumlah kedelai yang tersedia dan

siap dikonsumsi sebagai bahan makanan

dengan jumlah penduduk. Perkembangan

ketersediaan kedelai perkapita tahun 2010

– 2013 dan prediksi tahun 2014 – 2016

tersaji pada Gambar 3.3. Perkembangan

ketersediaan per kapita kedelai pada tahun

2010 hingga 2013 mengalami fluktuasi,

namun cenderung mengalami penurunan

dengan rata-rata sebesar 7,78%.

Ketersediaan per kapita kedelai pada tahun

2010 sebesar 9,89 kg/kapita dan turun

menjadi 6,70 kg/kapita pada tahun 2013.

Pada tahun 2014 ketersediaan

kedelai per kapita diprediksikan mengalami

sedikit peningkatan sebesar 15,42%

dibandingkan dengan tahun 2013 sehingga

menjadi 7,73 kg/kapita. Kemudian, pada

tahun 2016 sedikit turun menjadi 7,72

kg/kapita (Gambar 3.3).

3.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan per kapita (NBM) Kedelai di

Indonesia

Hasil Susenas menghasilkan angka

konsumsi per kapita, sementara hasil

perhitungan pada Neraca Bahan Makanan

(NBM) menghasilkan angka penyediaan per

kapita. Perhitungan perbedaan kedua

angka tersebut untuk komoditas kedelai

pada tahun 2010 – 2016 disajikan pada

Tabel 3.5. Angka konsumsi total kedelai

berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2010

hingga 2016 berfluktuasi namun cenderung

sedikit naik sebesar 1,38%, yakni dari 7,01

kg/kapita pada tahun 2010 menjadi 7,56

kg/kapita pada tahun 2016. Namun

demikian, angka ketersediaan per kapita

Page 19: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

kedelai pada tahun 2010 – 2016 juga

berflutuasi dan namun cenderung turun

yakni dari 9,89 kg/kapita pada tahun 2010

menjadi 7,72 kg/kapita pada tahun 2016

yang dominan disebabkan turunnya

besaran penyediaan kedelai nasional. Pada

periode tahun 2010 – 2016, besaran

konsumsi per kapita total kedelai rata-rata

diatas 70% dari angka ketersediaannya,

kecuali pada tahun 2013. Sisa dari

ketersediaan kedelai yang tidak dikonsumsi

tersebut adalah akan terserap ke industri

pengolahan makanan lain yang berbahan

dasar kedelai seperti: susu kedelai, tepung

kedelai, minyak, taosi, dll yang belum

tercakup pada Susenas.

Tabel 3.5. Perbandingan konsumsi per kapita rumah tangga (Susenas) dengan Ketersediaan per kapita (NBM) kedelai di Indonesia, 2010 – 2016

3.4. Penyediaan Total Domestik Kedelai di beberapa negara di

Dunia

Pada periode tahun 2007 – 2011,

total penyediaan kedelai dunia cukup

berfluktuasi namun cenderung mengalami

peningkatan dengan rata-rata sebesar

3,39%. Selama periode tersebut, rata-rata

total penyediaan kedelai dunia mencapai

11,54 juta ton. Sepuluh negara dengan

total penyediaan kedelai terbesar di dunia

adalah Cina, Indonesia, Jepang, Brazil,

Korea Selatan, Nigeria, Vietnam,

Bangladesh, Thailand dan Turki. Kumulatif

penyediaan kedelai kesepuluh negara

tersebut mencapai 91,65% dari total

penyediaan dunia.

Negara dengan rata-rata total

penyediaan kedelai terbesar selama

periode 2007-2011 adalah Cina yang

mencapai 5,51 juta ton yang berkontribusi

terhadap total penyediaan dunia sebesar

47,78%. Urutan kedua adalah Indonesia

dengan kontribusi terhadap total

penyediaan dunia sebesar 17,93%.

Sementara delapan negara lainnya memiliki

kontribusi terhadap total penyediaan dunia

dibawah 10%. Persentase kontribusi total

penyediaan kedelai ke-10 negara terbesar

di dunia termasuk Indonesia tersaji pada

Tabel 3.6 dan Gambar 3.4

Page 20: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

Tabel 3.6. Negara dengan penyediaan kedelai terbesar di dunia, 2007 – 2011

2007 2008 2009 2010 2011

1 China 5.298.593 5.394.248 5.592.321 5.788.143 5.488.237 5.512.308 47,78 47,78

2 Indonesia 1.599.000 1.729.000 2.019.000 2.358.400 2.640.000 2.069.080 17,93 89,27

3 Jepang 1.042.354 1.031.335 989.021 971.615 944.775 995.820 8,63 62,19

4 Brasil 624.156 645.042 608.162 710.007 745.291 666.532 5,78 53,55

5 Korea Selatan 358.987 367.061 368.014 325.215 382.063 360.268 3,12 65,31

6 Nigeria 417.676 431.316 309.053 180.034 404.111 348.438 3,02 68,33

7 Viet Nam 160.193 166.729 168.625 266.530 254.229 203.261 1,76 70,09

8 Bangladesh 185.814 140.161 232.264 114.133 182.764 171.027 1,48 90,75

9 Thailand 143.161 143.376 142.611 142.163 145.891 143.440 1,24 71,33

10 Turki 110.203 113.492 108.851 101.399 83.741 103.537 0,90 91,65

11 Negara Lainnya 785.901 984.554 995.234 1.072.042 981.463 963.839 8,35 100,00

Dunia 10.726.038 11.146.314 11.533.156 12.029.681 12.252.565 11.537.551 100,00

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin

Share

kumulatif

(%)

Share

(%)No Negara

Ketersediaan (Ton) Rata-rata

2007 - 2011

47,78

17,93

8,63

5,783,123,02

1,76

1,48

1,24

0,90

8,35

China Indonesia Jepang Brasil

Korea Selatan Nigeria Viet Nam Bangladesh

Thailand Turki Negara Lainnya

Gambar 3.4. Negara dengan penyediaan kedelai terbesar di dunia,

share terhadap rata-rata 2007 - 2011

3.5. Penyediaan Kedelai per Kapita

per Tahun di Dunia

Besarnya ketersediaan per kapita

bergantung pada banyaknya jumlah

penduduk dalam suatu negara.

Perkembangan ketersediaan per kapita

negara terbesar dunia tersaji secara rinci

pada Tabel 3.7. Berdasarkan data dari

FAO, sepuluh negara dengan peringkat

ketersediaan perkapita terbesar di dunia

pada periode 2007 - 2011 adalah

Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Kuba,

Rwanda, Rep. Siria, Cina, Zambia, Korea

Utara dan Brasil. Indonesia menempati

posisi pertama sebagai negara dengan

ketersediaan per kapita kedelai terbesar di

Page 21: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dunia, yakni dengan rata-rata sebesar 8,84

kg/kapita/tahun. Jepang menempati urutan

ke-2 dengan rata-rata ketersediaan per

kapita sebesar 7,82 kg/kapita/tahun,

disusul kemudian Korea Selatan dengan

rata-rata per kapita sebesar 7,48

kg/kapita/tahun. Jika dilihat pada Tabel

3.7, maka negara-negara berikutnya hanya

mempunyai ketersediaan kedelai per kapita

rata-rata dibawah 5 kg/kapita/tahun

(Gambar 3.5).

Tabel 3.7. Penyediaan kedelai per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2007 – 2011

2007 2008 2009 2010 2011

1 Indonesia 7,09 7,56 8,73 9,89 10,91 8,84

2 Jepang 8,20 8,10 7,80 7,60 7,40 7,82

3 Korea Selatan 7,60 7,70 7,60 6,70 7,80 7,48

4 Kuba 1,20 6,30 5,80 4,90 5,60 4,76

5 Rwanda 3,70 4,60 4,80 5,00 3,20 4,26

6 Rep. Siria 1,80 7,10 5,20 3,80 2,10 4,00

7 China 3,90 3,90 4,10 4,20 3,90 4,00

8 Zambia 0,60 3,80 3,50 5,20 5,30 3,68

9 Korea Utara 4,10 3,90 3,30 3,30 3,30 3,58

10 Brasil 3,30 3,40 3,10 3,60 3,80 3,44

Rata-rata dunia 1,05 1,24 1,33 1,27 1,26 1,23

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin

No NegaraKetersediaan (kg/kapita/tahun) Rata-rata

2007 - 2011

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

Indonesia

Jepang

Korea

Selatan

Kuba

Rw

anda

Rep. Siria

China

Zambia

Korea

Utara

Brasil

(kg/kapita/th)

Gambar 3.5. Perkembangan penyediaan kedelai per kapita di beberapa

negara di dunia, rata-rata 2007 - 2011

Page 22: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

BAB IV. C A B E

abe merupakan salah satu

komoditas strategis sub sektor

hortikultura, dikarenakan

peranannya yang cukup penting. Hampir

semua rumah tangga di Indonesia

mengkonsumsi cabe setiap hari sebagai

bumbu utama masakannya, yang

menyebabkan cabe menjadi salah satu

komponen bumbu-bumbuan yang mem-

punyai andil besar dalam mempengaruhi

inflasi. Cabe untuk bumbu masakan

dibedakan cabe merah, cabe hijau dan

cabe rawit. Di dalam cabe merah terdapat

kandungan kapsaisin, dihidrokapsaisin,

vitamin A dan C, damar, zat warna

kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin,

kriptosantin, lutein, dan mineral. Berdasar-

kan penelitian, bahan-bahan yang

dikandung oleh cabe merah memiliki

manfaat untuk membantu mengatasi

gejala sakit perut, sakit gigi dan tangan

lemah, influenza, serta meningkatkan nafsu

makan. Demikian pula cabe rawit

diketahui banyak mengandung kapsaisin,

kapsantin, karotenoid, alkaloid, resin,

minyak asiri, serta vitamin A dan C.

Dengan kandungan-nya tersebut, cabe

rawit berkhasiat untuk membantu

menambah nafsu makan, menormalkan

kembali kaki dan tangan yang lemas,

meredakan batuk berdahak, melegakan

hidung tersumbat pada sinusitis & migrain

(http://khasiatbuah.com/cabai-rawit.htm).

Konsumsi cabe di Indonesia

menunjukkan pola yang terus meningkat

seiring dengan peningkatan pendapatan

dan atau jumlah penduduk. Berdasarkan

hasil SUSENAS - BPS, konsumsi cabe

dibedakan dalam wujud cabe merah, cabe

hijau dan cabe rawit.

4.1. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Cabe dalam Rumah Tangga di Indonesia

Konsumsi cabe selama periode

tahun 2002 – 2016 relatif berfluktuasi

namun cenderung mengalami peningkatan

dari tahun ke tahun. Dari ketiga jenis cabe

yang dikonsumsi rumah tangga di

Indonesia, dominan adalah konsumsi cabe

merah, disusul kemudian cabe rawit dan

cabe hijau. Konsumsi cabe merah pada

tahun 2002 mencapai 1,429 kg/kapita

kemudian berfluktuatif dan menjadi 1,424

kg/kapita pada tahun 2013 atau rata-rata

meningkat sebesar 0,32% per tahun.

Selama periode tahun 2002 – 2013,

konsumsi cabe merah terbesar terjadi pada

tahun 2012 yang mencapai 1,653

kg/kapita, sedangkan konsumsi terendah

terjadi pada tahun 2003 hanya sebesar

1,351 kg/kapita. Pada tahun 2014,

konsumsi cabe merah diprediksikan masih

akan sedikit meningkat menjadi sebesar

C

Page 23: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

1,622 kg/kapita atau naik sebesar 13,97%

dan 1,646 kg/kapita pada tahun 2015 atau

naik sebesar 1,44% dibandingkan tahun

sebelumnya. Peningkatan konsumsi cabe

merah ini diprediksikan masih akan terus

terjadi hingga tahun 2016 menjadi sebesar

1,668 kg/kapita atau naik 1,37%

dibandingkan dengan tahun 2015. Pada

urutan kedua besarnya konsumsi rumah

tangga adalah cabe rawit. Pada tahun

2002, konsumsi rumah tangga cabe rawit

mencapai 1,126 kg/kapita kemudian

berfluktuasi namun cenderung meningkat

menjadi sebesar 1,272 kg/kapita pada

tahun 2013 atau rata-rata naik sebesar

1,80% per tahun. Peningkatan konsumsi

cabe rawit diprediksikan masih akan terjadi

pada tahun 2014 dan 2015 sehingga

menjadi sebesar 1,395 kg/kapita atau naik

9,64% dibandingkan tahun 2013 dan 1,416

kg/kapita atau naik 1,49% dibandingkan

tahun sebelumnya, kemudian diprediksikan

kembali menjadi 1,437 kg/kapita pada

tahun 2016 atau naik 1,47%. Konsumsi

cabe hijau per kapita rumah tangga di

Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan

kedua jenis cabe sebelumnya. Konsumsi

cabe hijau pada tahun 2002 hanya sebesar

0,219 kg/kapita, kemudian berfluktuatif

namun menunjukkan pola peningkatan,

tetapi tahun 2013 mengalami penurunan

hingga sebesar 0,198 kg/kapita atau turun

rata-rata sebesar 0,12% per tahun. Pada

tahun 2014 dan 2015, besarnya konsumsi

cabe hijau diprediksikan akan sedikit

mengalami peningkatan menjadi sebesar

0,207 kg/kapita atau naik 4,56% dan

sebesar 0,211 kg/kapita atau naik 1,81%

dibandingkan tahun 2014. Kemudian

diprediksikan kembali menjadi 0,215

kg/kapita atau naik 1,78% pada tahun

2016. Perkembangan konsumsi cabe per

kapita dari tahun 2002 – 2013 serta

prediksinya tahun 2014 – 2016 disajikan

pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.

Page 24: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

Tabel 4.1. Perkembangan konsumsi cabe dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi tahun 2014-2016

(Kg/Kapita/th)Pertumbuhan

(%)(Kg/Kapita/th)

Pertumbuhan

(%)(Kg/Kapita/th)

Pertumbuhan

(%)(Kg/Kapita/th)

Pertumbuhan

(%)

2002 1,429 0,219 1,126 2,774

2003 1,351 -5,47 0,229 4,76 1,199 6,48 2,779 0,19

2004 1,361 0,77 0,240 4,55 1,147 -4,35 2,748 -1,13

2005 1,564 14,94 0,261 8,70 1,272 10,91 3,097 12,71

2006 1,382 -11,67 0,235 -10,00 1,168 -8,20 2,784 -10,10

2007 1,470 6,42 0,302 28,89 1,517 29,91 3,290 18,16

2008 1,549 5,32 0,266 -12,07 1,444 -4,81 3,259 -0,95

2009 1,523 -1,68 0,235 -11,76 1,288 -10,83 3,045 -6,56

2010 1,528 0,34 0,256 8,89 1,298 0,81 3,082 1,20

2011 1,497 -2,05 0,261 2,04 1,210 -6,83 2,967 -3,72

2012 1,653 10,45 0,214 -18,00 1,403 15,95 3,269 10,19

2013 1,424 -13,88 0,198 -7,32 1,272 -9,29 2,894 -11,48

Rata-rata 1,737 0,32 0,245 -0,12 1,293 1,80 3,020 0,77

2014 *) 1,622 13,97 0,207 4,56 1,395 9,64 3,224 11,42

2015 *) 1,646 1,44 0,211 1,81 1,416 1,49 3,272 1,49

2016 *) 1,668 1,37 0,215 1,78 1,437 1,47 3,320 1,44

Total

Tahun

Cabe Merah Cabe Hijau Cabe Rawit

Sumber : Susenas, BPS diolah Pusdatin

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

-

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)

(Kg/Kapita)

Cabe Merah Cabe Hijau Cabe Rawit Total

Gambar 4.1. Perkembangan konsumsi cabe dalam rumah tangga di Indonesia, 2007 – 2013 serta prediksi 2014 - 2016

Page 25: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Apabila dilihat dari besaran

pengeluaran untuk konsumsi cabe dalam

rumah tangga bagi penduduk Indonesia

lima tahun terakhir menunjukkan

peningkatan yang positif baik untuk cabe

merah, cabe rawit maupun cabe hijau.

Pertumbuhan rata-rata pengeluaran

nominal penduduk Indonesia untuk

konsumsi cabe merah dan rawit pada

periode 2008 - 2013 sebesar 24,13%,

yakni dari Rp.29,36 ribu/kapita pada

tahun 2008 menjadi Rp.71,96 ribu/kapita

pada tahun 2013. Sementara untuk

pengeluaran nominal penduduk Indonesia

untuk konsumsi cabe hijau pada periode

yang sama meningkat 14,08%, yakni dari

Rp.3,23 ribu/kapita pada tahun 2008

menjadi Rp.4,43 ribu/kapita pada tahun

2013. Namun setelah dikoreksi dengan

faktor inflasi, pengeluaran riil untuk

konsumsi cabe merah dan cabe rawit

meningkat lebih lambat menjadi 11,24%,

demikian pula pengeluaran riil per kapita

cabe hijau meningkat 3,28%. Hal ini

menunjukkan penduduk Indonesia lebih

banyak mengkonsumsi cabe merah dan

rawit dibandingkan dengan cabe hijau dan

secara kuantitas berfluktuatif.

Perkembangan pengeluaran untuk

konsumsi cabe nominal dan riil dalam

rumah tangga di Indonedia tahun 2008 –

2013 secara rinci tersaji pada Tabel 4.2

dan Gambar 4.2.

Tabel 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi cabe, 2008 - 2013

Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

1 Nominal 29.356,43 44.165,00 43.956,43 76.285,00 62.362,86 71.957,14 24,13

2 IHK 116,84 125,24 164,31 165,13 150,69 223,77 15,73

3 Riil 25.126,25 35.265,70 26.752,54 46.196,47 41.385,55 32.157,10 11,24

Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

1 Nominal 3.232,86 2.763,57 3.389,29 6.152,86 3.650,00 4.432,14 14,08

2 IHK 120,00 128,65 144,23 156,52 165,79 193,65 10,11

3 Riil 2.694,02 2.148,10 2.349,94 3.930,99 2.201,62 2.288,80 3,28

No. Cabe HijauPengeluaran (Rupiah/kapita)

No.Cabe Merah dan

Cabe Rawit

Pengeluaran (Rupiah/kapita/tahun)

Sumber: BPS, diolah Pusdatin Keterangan: Indeks Harga Konsumen (IHK) yang digunakan IHK Kelompok sayur-sayuran untuk cabe hijau dan

IHK bumbu-bumbuan untuk cabe merah dan cabe rawit

Page 26: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

0

7.500

15.000

22.500

30.000

37.500

45.000

52.500

60.000

67.500

75.000

82.500

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rp/Kapita)

Pengeluaran Nominal (Cabe Merah dan Rawit) Pengeluaran Riil (Cabe Merah dan Rawit)

Pengeluaran Nominal (Cabe Hijau) Pengeluaran Riil (Cabe Hijau)

Gambar 4.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk

konsumsi cabe, 2008 - 2013

4.2. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Cabe di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan

Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen

penyediaan untuk komoditas cabe terdiri

dari produksi ditambah impor dan

dikurangi ekspor, sementara komponen

penggunaan adalah untuk bibit, diolah

sebagai bahan makanan, dan tercecer.

Penyediaan total cabe di Indonesia

dominan dipasok dari produksi dalam

negeri, walaupun ada realisasi impor

namun dalam kuantitas yang kecil,

sementara yang diekspor juga dalam

kuantitas jauh lebih kecil.

Produksi cabe segar Indonesia dari

tahun 2010 hingga 2013 menunjukkan pola

cenderung meningkat dengan rata-rata

sebesar 5,66% per tahun. Produksi cabe

pada tahun 2010 mencapai 1,33 juta ton

dan meningkat menjadi 1,48 juta ton pada

tahun 2011, 1,66 juta ton pada tahun

2012, kemudian terus meningkat menjadi

sebesar 1,72 juta ton pada tahun 2013.

Pada tahun 2014 - 2016, produksi cabe

diprediksikan akan mengalami peningkatan

dengan rata-rata sebesar 7,39% per tahun,

sehingga pada tahun 2016, produksi cabe

diprediksikan mencapai 2,15 juta ton.

Selama periode tahun 2010 – 2013

tersebut terdapat realisasi impor cabe yang

dilakukan oleh Indonesia dalam kuantitas

yang relatif kecil yakni berkisar antara 23 -

165 ribu ton. Pada tahun berikutnya yakni

tahun 2014 - 2016, impor cabe Indonesia

diprediksikan akan menurun menjadi

sebesar 89 – 100 ribu ton. Sementara,

ekspor cabe dari Indonesia pada tahun

2010 – 2013 masing-masing berkisar

Page 27: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

antara 2 – 6 ribu ton. Pada tahun

berikutnya, yakni 2014 – 2016

diprediksikan hanya sebesar 4 – 5 ribu ton.

Prediksi penyediaaan dan penggunaan

cabe secara lengkap dapat dilihat pada

Tabel Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan cabe tahun 2010-2013 serta prediksi tahun 2014 - 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 Ton) 1.454 1.644 1.786 1.740 1.956 2.090 2.231

1. Produksi

- Masukan - - - - - - -

- Keluaran 1.329 1.483 1.657 1.719 1.861 1.999 2.146

2. Impor 131 165 133 23 100 95 89

3. Ekspor 6 5 3 2 5 4 4

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 Ton) 1.454 1.644 1.786 1.740 1.956 2.090 2.231

1. Pakan (ton) - - - - - - -

2. Bibit (ton) 10 12 13 12 14 15 16

3. Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan - - - - - - -

4. Tercecer 77 87 94 92 103 110 118

5. Bahan Makanan 1.367 1.545 1.679 1.636 1.839 1.965 2.098

Ketersediaan per kapita 5,66 6,39 6,84 6,58 7,29 7,69 8,11

(Kg/kapita/tahun)

No. UraianTahun

C.

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Berdasarkan keragaan data

komponen penyediaan cabe tersebut maka

penyediaan dalam negeri komoditas cabe

pada tahun 2010 hingga 2013 berfluktuasi

namun cenderung meningkat sebesar

7,89%. Pada tahun 2010, penyediaan

dalam negeri cabe mencapai 1,45 juta ton

dan naik menjadi sebesar 1,64 juta ton

pada tahun 2011, kemudian meningkat

menjadi 1,79 juta ton pada tahun 2012,

meskipun kemudian menurun menjadi 1,74

juta ton pada tahun 2013, secara dominan

kontribusi terbesar berasal dari produksi

cabe dalam negeri. Pada tahun

berikutnya, penyediaan dalam negeri cabe

diprediksikan akan mengalami peningkatan

menjadi sebesar 1,96 juta ton pada tahun

2014, kemudian menjadi 2,09 juta ton

tahun 2015 dan kembali naik menjadi

sebesar 2,23 juta ton pada tahun 2016

atau naik 6,79% per tahun.

Pada periode tahun 2010 – 2013,

dari jumlah penyediaan cabe tersebut

sekitar 0,72% digunakan untuk bibit serta

5,56% merupakan cabe yang tercecer,

sehingga sekitar 93,72% siap dikonsumsi

sebagai bahan makanan. Berdasarkan

konversi angka penggunaan untuk bibit

dan tercecer tersebut di atas, maka pada

tahun 2010, total cabe yang tersedia untuk

bahan makanan mencapai 1,37 juta ton,

selanjutnya sedikit mengalami peningkatan

Page 28: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

menjadi 1,54 juta ton pada tahun 2011,

kemudian terus mengalami kenaikan pada

tahun 2012 menjadi 1,68 juta ton, namun

pada tahun 2013 mengalami penurunan

menjadi sebesar 1,64 juta ton. Dengan

menggunakan angka konversi yang sama

untuk penggunaan bibit dan tercecer,

maka pada tahun 2014, penggunaan cabe

untuk bahan makanan diprediksikan

menjadi sebesar 1,84 juta ton atau naik

12,39% dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada tahun 2015, penggunaan cabe untuk

bahan makanan diprediksikan kembali naik

menjadi 1,96 juta ton atau naik 6,83%,

kemudian pada tahun 2016 terus

mengalami kenaikan menjadi sebesar 2,10

juta ton atau naik sebesar 6,76%

dibandingkan tahun 2015 (Tabel 4.3).

Angka penyediaan untuk bahan makanan

kemudian dibagi dengan jumlah penduduk

maka bisa diketahui total penyedian per

kapita. Pada tahun 2010, total penyediaan

per kapita cabe hanya sebesar 5,66

kg/kapita, kemudian sedikit mengalami

peningkatan pada tahun 2011 menjadi

6,39 kg/kapita, kemudian mengalami

peningkatan kembali pada tahun 2012

menjadi sebesar 6,84 kg/kapita namun

pada tahun 2013 mengalami penurunan

menjadi sebesar 6,58 kg/kapita. Pada

tahun 2014 hingga 2016, penyediaan cabe

per kapita diprediksikan masih mengalami

peningkatan dibandingkan tahun

sebelumnya yakni masing-masing menjadi

sebesar 7,29 kg/kapita, pada tahun 2014,

7,69 kg/kapita pada tahun 2015, dan 8,11

kg/kapita pada tahun 2016.

4,05

4,55

5,05

5,55

6,05

6,55

7,05

7,55

8,05

2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

(Kg/Kapita/Thn)

Gambar 4.3. Perkembangan ketersediaan cabe per kapita tahun 2010 –2013

serta prediksi tahun 2014 - 2016

Page 29: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

4.3. Perbandingan Konsumsi

(Susenas) dan Ketersediaan

per kapita (NBM) Cabe di

Indonesia

Pada periode 2010 – 2016,

konsumsi per kapita cabe berdasarkan hasil

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

menunjukkan angka yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan ketersediaan dari

Necara Bahan Makanan (NBM), ini berarti

ketersediaan cabe dapat memenuhi

kebutuhan konsumsi masyarakat di

Indonesia. Angka konsumsi cabe

berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2010

hingga 2016 cenderung meningkat, yakni

dari 3,08 kg/kapita pada tahun 2010

menjadi 3,32 kg/kapita pada tahun 2016.

Begitu juga angka ketersediaan per kapita

cabe pada tahun 2010 – 2016 cenderung

meningkat dari 5,66 kg/kapita pada tahun

2010 menjadi 8,11 kg/kapita. Selisih atau

beda dari ketersediaan cabe dari tahun

2010 hingga 2016 terlihat cukup besar,

perbedaan tersebut diduga terserap pada

industri makanan seperti industri saos dan

mi instan. Perbandingan konsumsi per

kapita rumah rnagga (SUSENAS) dengan

ketersediaan (NBM) komoditas cabe dapat

dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perbandingan konsumsi cabe per kapita rumah tangga (Susenas) dengan

ketersediaan (NBM), tahun 2010 – 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

Susenas (kg/kapita/tahun) 3,08 2,97 3,27 2,89 3,22 3,27 3,32

NBM (kg/kapita/tahun) 5,66 6,39 6,84 6,58 7,29 7,69 8,11

Selisih 2,58 3,42 3,57 3,68 4,07 4,42 4,79

VariabelTahun

Sumber: Susenas, BPS dan Neraca Bahan Makanan, BKP Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Page 30: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

BAB V. NANAS

anas adalah sejenis tumbuhan

tropis yang berasal dari Brasil,

Bolivia dan Paraguay. Buah

nanas yang mempunyai rasa manis dan

agak asam ini banyak mengandung vitamin

A dan C sebagai antioksidan. Buah nanas

juga mengandung kalsium, fosfor,

magnesium, besi, natrium, kalium,

dekstrosa, sukrosa, dan enzim bromelain.

Selain itu, nanas juga kaya akan serat.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Nanas).

Buah nanas adalah buah yang

rendah kalori dan tidak mengandung lemak

jenuh atau kolesterol, tetapi merupakan

sumber yang kaya serat larut dan tidak

larut seperti pektin. Selain itu, buah ini

kaya vitamin B-kompleks seperti folates,

thiamin, piridoksin, riboflavin dan mineral

seperti tembaga, mangan dan kalium.

Tingkat konsumsi buah nanas di

Indonesia masih sangat rendah padahal

buah nanas ini mudah dijumpai di pasar

buah tradisioal dengan harga yang relatif

murah. Selain dikonsumsi dalam wujud

segar, nanas juga banyak digunakan

sebagai bahan baku industri pertanian

dengan berbagai hasil produk olahan

nanas. Produksi nanas di Indonesia yang

bersumber dari Direktorat Jenderal

Hortikultura tahun 2013 sebesar 1,84 juta

ton.

Manfaat buah nanas untuk tubuh antara

lain membantu melunakkan makanan di

dalam lambung, menurunkan berat badan,

menjaga kesehatan gigi, meningkatkan

gula darah, mengatasi sembelit, mengatasi

kembung, mengatasi peradangan kulit dan

menguatkan kekebalan tubuh.

5.1. Perkembangan serta Prediksi

Konsumsi Nanas dalam Rumah Tangga di Indonesia

Perkembangan konsumsi nanas di

tingkat rumah tangga di Indonesia selama

tahun 2002-2013 berfluktuasi namun rata-

rata mengalami peningkatan sebesar

1,82% per tahun. Peningkatan terbesar

untuk nanas terjadi di tahun 2011 dimana

konsumsi dalam rumah tangga naik

sebesar 133,33% dibandingkan tahun

sebelumnya. Penurunan konsumsi nanas

rumah tangga terbesar terjadi di tahun

2012 yaitu 57,14%. Selama periode 2002-

2013, konsumsi nanas terbesar terjadi

pada tahun 2005 yang mencapai 0,574

kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi

terendah terjadi pada tahun 2010 dan

2012 sebesar 0,156 kg/kapita/tahun. Pada

tahun 2013, konsumsi nanas yaitu sebesar

0,209 kg/kapita/tahun. Prediksi konsumsi

nanas untuk tahun 2014 hingga 2016 akan

terus mengalami penurunan. Konsumsi

nanas tahun 2014, 2015 dan 2016

N

Page 31: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

diprediksi masing-masing sebesar 0,173

kg/kapita/tahun, 0,158 kg/kapita/tahun

dan 0,145 kg/kapita/tahun. Perkembangan

konsumsi nanas dari tahun 2002-2013

serta prediksinya tahun 2014 – 2016

disajikan pada Tabel 5.1 dan Gambar 5.1.

Tabel 5.1. Perkembangan konsumsi nanas dalam rumah tangga

di Indonesia, Tahun 2002 – 2013, serta prediksi tahun 2014 -2016

(kg/kapita/minggu) (kg/kapita/tahun)

2002 0,0090 0,4693

2003 0,0090 0,4693 0,00

2004 0,0100 0,5214 11,11

2005 0,0110 0,5736 10,00

2006 0,0080 0,4171 -27,27

2007 0,0060 0,3129 -25,00

2008 0,0060 0,3129 0,00

2009 0,0040 0,2086 -33,33

2010 0,0030 0,1564 -25,00

2011 0,0070 0,3650 133,33

2012 0,0030 0,1564 -57,14

2013 0,0040 0,2086 33,33

rata-rata 0,0067 0,3476 1,82

2014*) 0,0033 0,1735 -16,84

2015*) 0,0030 0,1583 -8,71

2016*) 0,0028 0,1445 -8,72

TahunKonsumsi Pertumbuhan

(%)

Sumber: Susenas, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

0.00

0.20

0.40

0.60

0.47 0.47

0.52

0.57

0.42

0.31 0.31

0.21

0.16

0.37

0.16

0.210.17

0.16 0.14

kg/k

apit

a/th

n

Gambar 5.1. Perkembangan konsumsi nanas dalam rumah tangga

di Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 – 2016

Page 32: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

Apabila dilihat dari besarnya

pengeluaran untuk konsumsi nanas bagi

penduduk Indonesia tahun 2008 – 2013

secara nominal menunjukkan peningkatan

sebesar 20,63%, yakni dari Rp. 886 per

kapita pada tahun 2008 menjadi Rp. 1.095

per kapita pada tahun 2013. Pada tahun

2011, secara nominal pengeluaran

konsumsi nanas meningkat cukup tinggi

yaitu sebesar Rp. 1.773 per kapita. Setelah

dikoreksi dengan faktor inflasi,

pengeluaran untuk konsumsi nanas secara

riil sejatinya mengalami peningkatan

sebesar 9,12%. Hal ini menunjukan bahwa

secara kuantitas, konsumsi per kapita

nanas segar penduduk Indonesia terjadi

penurunan karena dimungkinkan penduduk

Indonesia sekarang ini cenderung

mengkonsumsi nanas olahan.

Tabel 5.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi nanas, 2008 - 2013

Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

1 Nominal 886,43 730,00 677,86 1.772,86 990,71 1.095,00 20,63

2 IHK 114,75 125,74 136,98 149,09 159,01 189,94 10,69

3 Riil 772,47 580,55 494,88 1.189,12 623,07 576,51 9,12

No. UraianPengeluaran (rupiah/kapita/th)

Sumber : BPS, diolah Pusdatin Keterangan: IHK (indeks Harga Konsumen) yang digunakan IHK Kelompok buah-buahan

-

200,00

400,00

600,00

800,00

1.000,00

1.200,00

1.400,00

1.600,00

1.800,00

2.000,00

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rupiah/kapita)

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 5.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil dalam rumah tangga untuk

konsumsi nanas di Indonesia, 2008 – 2013

Page 33: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

30 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5.2. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan

Ketersediaan per Kapita Nanas di Indonesia

Penyediaan nanas Indonesia berasal

dari produksi dalam negeri ditambah impor

kemudian dikurangi ekspor dan perubahan

stok. Untuk komponen impor nanas sangat

rendah dan komponen perubahan stok

juga tidak ada, dikarenakan kualitas nanas

yang mudah rusak.

Produksi nanas periode tahun 2010 –

2013 cenderung mengalami peningkatan.

Produksi nanas pada tahun 2010 yaitu

sebesar 1,41 juta ton dan terus mengalami

peningkatan menjadi 1,84 juta ton pada

tahun 2013. Ini menyebabkan penyediaan

nanas pada tahun 2013 juga meningkat

sehingga lebih besar dibandingkan

penyediaan tahun sebelumnya. Pada tahun

berikutnya, yakni tahun 2014 hingga tahun

2016, produksi nanas diprediksi akan terus

mengalami peningkatan diikuti dengan

peningkatan penyediaan nanas. Produksi

nanas tahun 2014 diprediksi mencapai 1,93

juta ton dengan penyediaan sebesar 1,77

juta ton. Prediksi ekspor nanas tahun 2014

yaitu 162 ribu ton, jumlah ini lebih besar di

bandingkan tahun 2013. Demikian pula

pada tahun berikutnya ekspor nanas

diprediksikan terus meningkat menjadi 164

ribu ton pada tahun 2015 dan 165 ribu ton

pada tahun 2016. Sementara untuk impor

nanas sangat kecil.

Penggunaan nanas di Indonesia

terutama adalah digunakan sebagai bahan

makanan atau langsung dikonsumsi

sebagai bahan makanan dengan

persentase kurang lebih 94,8% dari total

penyediaan dalam negeri dan yang

tercecer mempunyai persentase sebesar

5,2%, sementara untuk penggunaan nanas

olahan baik untuk makanan maupun bukan

makanan datanya belum tersedia. Dari

perhitungan tersebut, maka nanas yang

tercecer pada tahun 2010 hingga tahun

2013 mengalami peningkatan dari 73 ribu

ton pada tahun 2010 hingga 88 ribu ton

pada tahun 2013 seiring dengan pola

peningkatan produksinya. Pada tahun 2014

nanas yang tercecer diprediksikan juga

terus meningkat sebesar 92 ribu ton pada

tahun 2014 hingga tahun 2016 menjadi

101 ribu ton. Nanas yang digunakan untuk

bahan makanan mencapai 1,33 juta ton

pada tahun 2010 dan mengalami

peningkatan hingga menjadi 1,59 juta ton

pada tahun 2013. Prediksi tahun 2014

hingga tahun 2016 memperlihatkan adanya

peningkatan dalam penggunaan nanas

sebagai bahan makanan sebesar 1,85 juta

ton pada tahun 2016. Secara rinci

penyediaan dan penggunaan nanas tahun

2010 – 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Ketersediaan per kapita adalah

jumlah suatu produk atau komoditas yang

digunakan sebagai bahan makanan dibagi

dengan jumlah penduduk. Pada tahun

2010 ketersediaan nanas per kapita

sebesar 5,52 kg/kapita/tahun dan terus

meningkat pada tahun 2013 menjadi

Page 34: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

sebesar 6,41 kg/kapita/tahun. Pada tahun

2014 ketersediaan nanas diprediksikan

meningkat begitu juga tahun berikutnya

hingga 2016 ketersediaan nanas per kapita

diprediksikan meningkat menjadi sebesar

7,14 kg/kapita/tahun (Gambar 5.3)

Tabel 5.3. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan nanas tahun 2010 – 2013 serta

prediksi tahun 2014 - 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 ton) 1.406 1.541 1.620 1.683 1.768 1.859 1.949

1. Produksi

- Masukan

- Keluaran 1.406 1.541 1.782 1.837 1.930 2.022 2.114

2. Impor

3. Ekspor - - 162 154 162 164 165

4. Perubahan Stok

B. Penggunaan (000 ton) 1406 1.541 1.620 1.683 1.768 1.859 1.949

1. Pakan - - - - - - -

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan - - - - - - -

4. Tercecer 73 80 84 88 92 97 101

5. Bahan Makanan 1.333 1.461 1.536 1.595 1.676 1.762 1.848

C. Ketersediaan (kg/kap/tahun) 5,52 6,04 6,26 6,41 6,65 6,90 7,14

No. UraianTahun

Sumber : Neraca Bahan Makanan, BKP Kementan

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

5,526,04 6,26 6,41

6,65 6,907,14

kg/k

apit

a/th

n

Gambar 5.3. Perkembangan ketersediaan nanas per kapita, tahun 2010 –2013 serta prediksi tahun 2014 – 2016

Page 35: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

32 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5.3. Perbandingan Konsumsi (Susenas) dan Ketersediaan

Per Kapita (NBM) Komoditas Nanas

Pada periode 2010 – 2016, konsumsi

per kapita nanas berdasarkan hasil

Susenas, BPS menunjukkan angka yang

lebih kecil jika dibandingkan angka

ketersediaan (NBM), ini berarti

ketersediaan nanas dapat memenuhi

kebutuhan konsumsi masyarakat di

Indonesia. Angka konsumsi nanas

berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2010

hingga 2016 berfluktuasi namun cenderung

menurun, yakni dari 0,16 kg/kapita pada

tahun 2010 menjadi 0,14 kg/kapita pada

tahun 2016. Sementara angka ketersediaan

per kapita nanas pada tahun 2010 – 2016

terus meningkat dari 5,52 kg/kapita pada

tahun 2010 menjadi 7,14 kg/kapita pada

tahun 2016. Selisih atau beda dari

ketersediaan nanas dari tahun 2010 hingga

2016 terlihat cukup tinggi, perbedaan

tersebut diduga terserap pada sektor

industri makanan dan minuman serta

restoran. Hasil produk olahan nanas antara

lain selai, manisan, sirop, dodol, keripik,

buah kaleng dan lain-lain.

Perbandingan konsumsi per kapita

rumah tangga (SUSENAS) dengan

ketersediaan (NBM) komoditas nanas dapat

di lihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Perbandingan konsumsi nanas perkapita dalam rumah tangga (SUSENAS)

dengan ketersediaan (NBM), 2010- 2016

2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 0,16 0,37 0,16 0,21 0,17 0,16 0,14

Ketersediaan, NBM 5,52 6,04 6,26 6,41 6,65 6,90 7,14

Selisih 5,36 5,68 6,10 6,20 6,47 6,74 7,00

VariabelTahun (kg/kapita/tahun)

Sumber: Susenas, BPS dan Ketersediaan NBM, BKP-Kementan

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

5.4. Penyediaan Nanas di Beberapa

Negara di Dunia

Berdasarkan data dari FAO, rata –

rata penyediaan nanas dunia selama lima

tahun (2007 – 2011) sebesar 18,12 juta

ton. Pada periode ini total penyediaan

nanas dunia terlihat meningkat dari tahun

ke tahun. Kumulatif penyediaan nanas ke-

10 negara ini mencapai 68,91% dari total

penyediaan dunia. Amerika merupakan

negara terbesar dalam penyediaan nanas

pada periode tersebut. Lima negara

dengan total penyediaan terbesar di dunia

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Lima negara tersebut adalah Amerika,

Brazil, Indonesia, India dan Cina. Rata-rata

total penyediaan nanas di Amerika pada

periode tahun 2007 - 2011 mencapai 1,99

juta ton per tahun atau 11,00% dari total

penyedian nanas dunia.

Page 36: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

Negara berikutnya adalah Brazil

dengan penyediaan mencapai 1,87 juta ton

dengan kontribusi terhadap total

penyediaan dunia sebesar 10,33%. Rata-

rata total penyediaan Indonesia yang

diperoleh dari data NBM, BKP yaitu sebesar

1,64 juta ton dengan kontribusi sebesar

9,03%. Negara India memiliki kontribusi

terhadap total penyediaan dunia sebesar

7,45%. Sementara negara lainnya

menyumbang kurang dari 7%. Persentase

kontribusi total penyediaan nanas di 10

negara terbesar di dunia dapat dilihat pada

Gambar 5.4.

Tabel 5.5. Negara dengan penyediaan nanas terbesar di dunia, 2007 – 2011

2007 2008 2009 2010 2011

1 USA 1.815.521 2.083.188 2.142.345 1.931.341 1.993.584 1.993.196 11,00 11,00

2 Brazil 2.055.223 1.983.153 1.699.882 1.735.126 1.881.953 1.871.067 10,33 21,33

3 Indonesia *) 2.238.000 1.433.000 1.558.000 1.406.000 1.541.000 1.635.200 9,03 30,36

4 India 1.358.047 1.241.341 1.341.946 1.386.917 1.416.103 1.348.871 7,45 37,80

5 Cina 1.197.768 1.215.920 1.317.628 1.263.704 1.265.143 1.252.033 6,91 44,72

6 Thailand 1.654.758 1.203.001 1.009.138 1.100.586 965.879 1.186.672 6,55 51,27

7 Philiphina 929.103 1.159.292 1.183.296 1.185.786 1.086.935 1.108.882 6,12 57,39

8 Nigeria 814.328 818.540 901.657 1.341.228 1.266.805 1.028.512 5,68 63,07

9 Meksiko 606.455 637.235 639.923 607.939 668.454 632.001 3,49 66,55

10 Viet Nam 409.360 405.589 425.254 451.006 444.461 427.134 2,36 68,91

Negara lain 4.703.096 5.424.321 5.603.820 6.010.275 6.416.723 5.631.647 31,09 100,00

Total Dunia 17.781.659 17.604.580 17.822.889 18.419.908 18.947.040 18.115.215

No NegaraTahun (Ton)

Rata2Share

(%)

Kumulatif

(%)

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin Keterangan : *) Data NBM, BKP

11,00%

10,33%

9,03%

7,45%

6,91%6,55%

6,12%

5,68%

3,49%

2,36%

31,09%

USA Brazil Indonesia India Cina Thailand

Philiphina Nigeria Meksiko Viet Nam Lainnya

Gambar 5.4. Negara dengan penyediaan nanas terbesar di dunia, rata-rata 2007 – 2011

Page 37: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

34 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5.5 Ketersediaan Nanas per Kapita

di Beberapa Negara di Dunia

Pada periode tahun 2007-2011 lima

negara dengan peringkat ketersediaan per

kapita terbesar dunia untuk komoditas

nanas adalah Costa Rica, Benin, Samoa,

Thailand dan Swaziland. Rata-rata

ketersediaan per kapita dunia sebesar 3,35

kg/kapita/tahun sedangkan kelima negara

terbesar tersebut jauh lebih tinggi di atas

rata-rata dunia. Perkembangan

ketersediaan nanas per kapita di dunia

tahun 2007 -2011 dapat dilihat pada Tabel

5.6 di bawah ini.

Selama periode 2007-2011 terlihat

negara Costa Rica merupakan negara

dengan rata-rata ketersediaan nanas per

kapita terbesar di dunia yakni 25,90

kg/kapita/tahun. Negara selanjutnya

adalah Benin, Samoa, Thailand dan

Swaziland dengan rata-rata ketersediaan

perkapita masing-masing sebesar 19,24

kg/kapita/tahun, 18,84 kg/kapita/tahun,

17,90 kg/kapita/tahun dan 17,06

kg/kapita/tahun.

Jika dilihat untuk negara Asia, yaitu

Malaysia, India dan Cina masing- masing

menempati urutan ke-9, 94 dan 104.

Malaysia dengan rata-rata ketersediaan

perkapita 10,74 kg/kapita/tahun dan India

1,16 kg/kapita/tahun, sementara Cina

memiliki rata-rata kurang dari 1

kg/kapita/tahun. Ketersedian nanas di

Indonesia pada periode 2007 – 2011

terlihat masih di atas rata-rata dunia yaitu

sebesar 6,66 kg/kapita/tahun.

Perkembangan ketersediaan nanas per

kapita negara-negara di dunia tahun 2007-

2011 tersaji secara lengkap pada Gambar

5.5.

Tabel 5.6. Ketersediaan nanas per kapita per tahun beberapa negara di dunia, 2007 – 2011

2007 2008 2009 2010 2011

1 Costa Rica 13,90 15,70 15,70 36,10 48,10 25,90

2 Benin 13,40 13,40 21,60 25,30 22,50 19,24

3 Samoa 20,40 19,70 16,90 18,60 18,60 18,84

4 Thailand 25,00 18,20 15,20 16,60 14,50 17,90

5 Swaziland 15,30 15,60 15,90 17,30 21,20 17,06

… …

9 Malaysia 9,90 12,70 11,50 10,10 9,50 10,74

Indonesia *) 9,40 5,95 6,38 5,52 6,04 6,66

94 India 1,20 1,10 1,10 1,20 1,20 1,16

104 Cina 0,90 0,90 1,00 0,90 0,90 0,92

Rata-rata Dunia 3,19 3,17 3,25 3,47 3,68 3,35

No NegaraKetersediaan (Kg/kapita/tahun)

Rata -rata

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin Keterangan : *) Data NBM, BKP

Page 38: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

30,00

25,90

19,24 18,84 17,9017,06

10,74

6,66

1,160,92

3,35

kg/k

apit

a/th

n

Gambar 5.5. Ketersediaan nanas per kapita per tahun beberapa negara di dunia,

rata-rata 2007 – 2011

Page 39: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

36 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

BAB VI. KELAPA SAWIT

elapa sawit (Elaeis guineensis)

berasal dari Afrika Barat,

merupakan tanaman

penghasil utama minyak nabati yang

mempunyai produktivitas lebih tinggi

dibandingkan tanaman penghasil minyak

nabati lainnya. Luas perkebunan kelapa

sawit terus berkembang dan kini Indonesia

menjadi salah satu negara terbesar di

dunia penghasil minyak kelapa sawit.

Industri kelapa sawit memberikan

kontribusi yang cukup signifikan bagi

perekonomian nasional. Selain merupakan

penyumbang devisa ekspor non migas

terbesar, industri kelapa sawit Indonesia

dilakukan dengan sistem tata kelola

lingkungan yang baik menuju industri

kelapa sawit Indonesia yang lestari atau

sustainable palm oil.

Bagian yang paling utama untuk

diolah dari kelapa sawit adalah buahnya,

bagian daging buah menghasilkan minyak

kelapa sawit mentah yang diolah menjadi

bahan baku minyak goreng. Kelebihan

minyak nabati dari sawit adalah harga yang

murah, rendah kolesterol, dan memiliki

kandungan karoten tinggi. Minyak sawit

juga dapat diolah menjadi bahan baku

minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri

kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit

sangat potensial menjadi bahan campuran

makanan ternak dan difermentasikan

menjadi kompos. Tandan kosong dapat

dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa

sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp

dan pelarut organik, dan tempurung kelapa

sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan

bakar dan pembuatan arang aktif.

Buah kelapa sawit merupakan buah

yang kaya dengan minyak. Dalam tandan

buah sawit yang dipanen terdiri dari kulit

dan tandan (29%), biji atau inti sawit

(11%) dan daging buah (60%). Hal ini

merupakan karakteristik unik dan unggul

dari buah kelapa sawit jika dibandingkan

dengan jenis tanaman penghasil minyak

lainnya, karena kelapa sawit bisa

menghasilkan dua jenis minyak dari buah

yang sama. Proses pengepresan daging

buah sawit akan menghasilkan minyak

sawit kasar (crude palm oil, CPO) dan inti

sawit akan menghasilkan minyak inti sawit

kasar (crude palm kernel oil, CPKO). Kedua

jenis minyak ini (CPO dan CPKO)

mempunyai karakteristik kimia, fisik, dan

gizi yang berbeda. CPO kaya dengan asam

palmitat sedangkan CPKO kaya dengan

asam laurat dan asam miristat

(http://www.gapki.or.id).

Kelapa sawit mempunyai

produktivitas lebih tinggi dibandingkan

tanaman penghasil minyak nabati lainnya

(seperti kacang kedelai, kacang tanah dan

lain-lain), sehingga harga produksi menjadi

K

Page 40: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit

yang cukup panjang (22 tahun) juga akan

turut mempengaruhi ringannya biaya

produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha

kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan

tanaman yang paling tahan hama dan

penyakit dibandingkan tanaman penghasil

minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari

konsumsi per kapita minyak nabati dunia

mencapai angka rata-rata 25 kg/th setiap

orangnya, kebutuhan ini akan terus

meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk dan meningkatnya konsumsi per

kapita (http://www.ideelok.com/budidaya-

tanaman/kelapa-sawit).

6.1. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Minyak Goreng

Lainnya (Sawit) dalam Rumah Tangga di Indonesia

Konsumsi minyak goreng lainnya

yang dimaksud dalam Susenas-BPS adalah

konsumsi minyak goreng sawit.

Perkembangan konsumsi minyak goreng

sawit di tingkat rumah tangga di Indonesia

selama tahun 2002-2013 pada umumnya

mengalami peningkatan dengan rata-rata

peningkatan 4,80% per tahun. Peningkatan

terbesar terjadi di tahun 2007 dimana

konsumsi dalam rumah tangga naik

sebesar 23,48% dibandingkan tahun

sebelumnya. Sebaliknya penurunan

konsumsi minyak goreng sawit dalam

rumah tangga terjadi di tahun 2003, 2010

dan 2013 dengan penurunan konsumsi

terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu

4,47%. Pada tahun 2013, konsumsi

minyak goreng sawit sebesar 8,92

liter/kapita/tahun. Prediksi konsumsi

minyak goreng sawit di tingkat rumah

tangga untuk tahun 2014 yaitu sebesar

9,21 liter/kapita/tahun, konsumsi ini

mengalami peningkatan dibandingkan

tahun 2013, begitu juga tahun 2015 dan

2016 memperlihatkan bahwa konsumsi

minyak goreng sawit mengalami sedikit

peningkatan. Konsumsi minyak goreng

sawit tahun 2015 dan 2016 diprediksi

masing-masing sebesar 9,44 liter/kapita/

tahun dan 9,66 liter/kapita/tahun tersaji

secara lengkap pada Tabel 6.1 dan

Gambar 6.1.

Page 41: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

38 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 6.1. Perkembangan konsumsi minyak goreng lainnya (sawit) dalam rumah tangga di Indonesia tahun 2002-2013 serta prediksi tahun 2014 - 2016

Seminggu

(Liter/kapita/minggu)

Setahun

(Liter/kapita/tahun)

2002 0.105 5.475

2003 0.104 5.423 -0.95

2004 0.112 5.840 7.69

2005 0.115 5.996 2.68

2006 0.115 5.996 0.00

2007 0.142 7.404 23.48

2008 0.153 7.978 7.75

2009 0.157 8.186 2.61

2010 0.154 8.030 -1.91

2011 0.158 8.239 2.60

2012 0.179 9.334 13.29

2013 0.171 8.916 -4.47

Rata-rata 0.139 7.235 4.80

2014*) 0.177 9.212 3.31

2015*) 0.181 9.436 2.43

2016*) 0.185 9.660 2.38

Tahun

KonsumsiPertumbuhan

(%)

Sumber : SUSENAS, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

0.000

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

9.000

10.000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)

(Liter/Kapita/tahun)

Gambar 6.1. Perkembangan konsumsi minyak goreng lainnya (sawit) dalam rumah

tangga di Indonesia, 2002 – 2016

Apabila dilihat dari besarnya

pengeluaran untuk konsumsi minyak

goreng lainnya (minyak sawit) bagi

penduduk Indonesia tahun 2008 – 2013

secara nominal menunjukkan peningkatan

sebesar 14,68%, yakni dari Rp.

55.010/kapita pada tahun 2008 menjadi

Rp. 105.015/kapita pada tahun 2013. Pada

Page 42: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

tahun 2011, secara nominal pengeluaran

konsumsi minyak sawit meningkat cukup

tinggi yaitu sebesar Rp. 99.697,-/kapita.

Setelah dikoreksi dengan faktor inflasi,

pengeluaran untuk konsumsi minyak

goreng lainnya (minyak sawit) pada tahun

2008 – 2013 secara riil sejatinya

mengalami peningkatan sebesar 13,41%.

Hal ini menunjukan bahwa secara

kuantitas, konsumsi per kapita minyak

goreng sawit penduduk Indonesia terjadi

penurunan karena disamping

mengkonsumsi minyak goreng sawit juga

menggunakan minyak goreng kelapa/kopra

dan juga margarin (blue band) yang juga

terbuat dari lemak nabati.

Tabel 6.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil rumah tangga untuk konsumsi minyak

sawit, 2008 - 2013

Pertumb.

2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

1 Nominal 55.010,71 71.852,86 78.631,43 99.697,14 114.453,57 105.015,71 14,68

2 IHK 131,40 122,25 122,26 138,07 140,82 139,82 1,45

3 Riil 41.865,08 58.773,74 64.314,93 72.210,29 81.275,06 75.106,45 13,41

No. UraianPengeluaran (Rupiah/kapita/th)

20.000,00

40.000,00

60.000,00

80.000,00

100.000,00

120.000,00

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Sumber : BPS, diolah Pusdatin

Keterangan: IHK (indeks Harga Konsumen) yang digunakan IHK Kelompok lemak dan minyak

20,000.00

40,000.00

60,000.00

80,000.00

100,000.00

120,000.00

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 6.2. Perkembangan pengeluaran nominal dan riil dalam rumah tangga untuk

konsumsi minyak sawit di Indonesia, 2008 – 2013

5.2. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan dan Penggunaan Minyak Sawit di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan

Neraca Bahan Makanan (NBM), komponen

penyediaan minyak sawit terdiri dari

produksi ditambah impor dikurangi ekspor

dan perubahan stok, sementara komponen

penggunaan minyak sawit adalah untuk

diolah sebagai makanan dan bukan

makanan serta tercecer. Penyediaan

minyak sawit di Indonesia seluruhnya

Page 43: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

40 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

dipasok dari produksi dalam negeri,

walaupun ada realisasi impor namun dalam

kuantitas yang sangat kecil.

Produksi minyak sawit dari tahun

2010 hingga 2013 menunjukkan pola

berfluktuatif namun cenderung mengalami

peningkatan dengan rata-rata sebesar

8,16% per tahun. Produksi minyak sawit

pada tahun 2010 mencapai 21,96 juta ton

dan meningkat menjadi 23,10 juta ton

pada tahun 2011, yang kemudian

meningkat secara signifikan menjadi 26,02

juta ton pada tahun 2012, serta pada

tahun 2013 (angka sementara) meningkat

menjadi sebesar 27,75 juta ton.

Produksi minyak sawit dari tahun

2014 hingga 2016 diprediksi akan

mengalami peningkatan rata-rata sebesar

6,28% per tahun. Produksi minyak sawit

pada tahun 2014 mencapai 29,51 juta ton

dan meningkat menjadi 31,54 juta ton

pada tahun 2015, yang kemudian

meningkat lagi menjadi 33,31 juta ton

pada tahun 2016 (Tabel 6.3).

Tabel 6.3. Penyediaan dan penggunaan minyak sawit tahun 2010 - 2013 serta prediksi

tahun 2014 – 2016

2010 2011 2012*) 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 ton) 5.613 6.102 6.937 6.484 6.167 6.298 6.054

1. Produksi

- Masukan - - - - - - -

- Keluaran 21.958 23.097 26.016 27.746 29.513 31.540 33.311

2. Impor 47 23 1 47 25 45 30

3. Ekspor 16.292 16.436 18.845 21.030 23.041 24.897 26.825

4. Perubahan Stok 100 582 235 279 330 390 462

B. Penggunaan (000 ton) 5.613 6.102 6.937 6.484 6.167 6.298 6.054

1. Pakan - - - - - - -

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk : - - - - - - -

- makanan 5.255 5.722 6.516 6.055 5.725 5.835 5.577

- bukan makanan 224 234 255 274 294 313 332

4. Tercecer 134 146 166 155 147 151 145

5. Bahan Makanan - - - - - - -

C. Ketersediaan

kapita/tahun (kg) - - - - - - -

No. UraianTahun

Sumber : NBM, BKP Kementan diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Penggunaan minyak sawit menurut

data Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah

sebagian besar diolah dalam industri

makanan menjadi minyak goreng sawit,

dan juga digunakan dalam industri non

makanan dan tercecer. Pada tahun 2010,

penggunaan minyak sawit untuk diolah

dalam industri makanan sebesar 5,26 juta

ton dan diolah bukan makanan sebesar

224 ribu ton, serta tercecer 134 ribu ton.

pada tahun 2012 untuk diolah dalam

industri makanan sebesar 6,52 juta ton dan

Page 44: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

diolah bukan makanan sebesar 255 ribu

ton, serta tercecer 166 ribu ton,

selanjutnya pada tahun 2013 untuk diolah

dalam industri makanan sebesar 6,06 juta

ton dan diolah bukan makanan sebesar

274 ribu ton, serta tercecer 155 ribu ton.

Pada tahun 2014 – 2016, peng-

gunaan minyak sawit diperkirakan untuk

keperluan industri bukan makanan

diprediksikan akan mengalami peningkatan

dengan rata-rata sebesar 6,61%.

Sedangkan tercecer diprediksikan

mengalami penurunan dengan rata-rata

sebesar 2,21% per tahun. Demikian juga,

penggunaan untuk bahan makanan

diprediksikan cenderung mengalami

penurunan dengan rata-rata sebesar

2,65% per tahun. Pada periode tahun

2010 – 2013, dari jumlah penyediaan

minyak sawit domestik tersebut sekitar

3,93% digunakan untuk industri non

makanan dan sebesar 2,39% tercecer,

sehingga 93,68% digunakan untuk diolah

industri makanan yang nantinya sebagai

masukan dalam neraca minyak goreng

sawit (Tabel 6.3).

6.3. Perkembangan serta Prediksi

Penyediaan, Penggunaan dan Ketersediaan Minyak Goreng

Sawit di Indonesia

Berdasarkan hasil perhitungan Neraca

Bahan Makanan (NBM) minyak sawit di atas,

selanjutnya komponen penggunaan diolah

untuk industri makanan inilah yang akan

menjadi masukan (produksi) dalam neraca

minyak goreng sawit. Selanjutnya dari

masukan minyak sawit tersebut dengan

menggunakan angka konversi sebesar 68,28

persen menjadi minyak goreng sawit.

Komponen penyediaan minyak goreng sawit

terdiri dari produksi, sementara impor,

ekspor dan data perubahan stok tidak

tersedia. Penyediaan minyak goreng sawit

di Indonesia seluruhnya bisa dipasok dari

produksi dalam negeri. Produksi minyak

goreng sawit dari tahun 2010 hingga 2013

menunjukkan pola berfluktuatif namun

cenderung mengalami peningkatan dengan

rata-rata sebesar 5,23% per tahun. Produksi

minyak goreng pada tahun 2010 mencapai

3,59 juta ton dan meningkat menjadi 3,91

juta ton pada tahun 2011, yang kemudian

meningkat menjadi 4,45 juta ton pada tahun

2012 serta 4,13 juta ton pada tahun 2013.

Penggunaan minyak goreng sawit

menurut data Neraca Bahan Makanan (NBM)

adalah diolah dalam industri bukan

makanan, tercecer dan sisanya merupakan

bahan yang tersedia untuk dikonsumsi

menjadi bahan makanan. Pada tahun 2010,

penggunaan minyak goreng sawit diolah

untuk industri bukan makanan sebesar 22

ribu ton, tercecer sebesar 56 ribu ton,

sehingga ketersediaan yang digunakan

sebagai bahan makanan sebesar 3,51 juta

ton. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan

produksi minyak sawit secara signifikan,

yang berakibat produksi minyak goreng

sawit meningkat, sementara penggunaan

Page 45: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

diolah industri bukan makanan relatif tetap

sehingga penggunaan minyak goreng sawit

untuk bahan makanan mengalami

peningkatan.

Selanjutnya pada tahun 2014 – 2016,

penggunaan minyak goreng sawit untuk

keperluan industri bukan makanan

diprediksikan akan mengalami sedikit

peningkatan dengan rata-rata sebesar

7,72%. Sedangkan penggunaan minyak

goreng sawit yang tercecer mengalami

penurunan dengan rata-rata sebesar 2,65%,

demikian juga penggunaan minyak goreng

sawit untuk bahan makanan diprediksikan

mengalami penurunan dengan rata-rata

sebesar 2,72% per tahun. Dengan membagi

angka penggunaan minyak goreng sawit

yang siap digunakan sebagai bahan

makanan dengan jumlah penduduk maka

diperoleh angka ketersediaan per kapita

minyak goreng sawit (Tabel 6.4).

Tabel 6.4. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan minyak goreng sawit, tahun 2010 –

2013 dan prediksi tahun 2014 - 2016

2010 2011 2012*) 2013*) 2014**) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 ton) 3.588 3.907 4.449 4.134 3.909 3.984 3.808

1. Produksi

- Masukan 5.255 5.722 6.516 6.055 5.725 5.835 5.577

- Keluaran 3.588 3.907 4.449 4.134 3.909 3.984 3.808

2. Impor - - - - - - -

3. Ekspor - - - - - - -

4. Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 ton) 3.588 3.907 4.449 4.134 3.909 3.984 3.808

1. Pakan - - - - - - -

2. Bibit - - - - - - -

3. Diolah untuk : - - - - - - -

- makanan

- bukan makanan 22 17 19 24 26 28 30

4. Tercecer 56 61 69 64 61 62 59

5. Bahan Makanan 3.510 3.829 4.361 4.046 3.823 3.894 3.719

C. Ketersediaan

kapita/tahun (kg) 14,72 15,82 17,77 16,26 15,16 15,24 14,38

No. UraianTahun

Sumber : NBM, BKP Kementan diolah Pusdatin Keterangan: *) Angka sementara **) Angka Prediksi Pusdatin

Pada tahun 2010 ketersediaan

minyak goreng sawit mencapai 14,72

kg/kapita/tahun yang kemudian meningkat

menjadi 15,82 kg/kapita/tahun pada tahun

2011 serta mengalami peningkatan secara

signifikan pada tahun 2012 menjadi

sebesar 17,77 kg/kapita/tahun, kemudian

pada tahun 2013 mengalami penurunan

menjadi sebesar 16,26 kg/kapita/tahun.

Ketersediaan minyak goreng sawit pada

periode 2014 – 2016 diprediksikan

mengalami penurunan dengan rata-rata

sebesar 3,97%. Pada tahun 2014,

ketersediaan per kapita minyak goreng

Page 46: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

sawit diprediksikan sebesar 15,16

kg/kapita/tahun, kemudian turun menjadi

15,24 kg/kapita/tahun pada tahun 2015

dan diprediksi mengalami penurunan

kembali pada tahun 2016 menjadi sebesar

14,38 kg/kapita/tahun, secara lengkap

disajikan pada Gambar 6.3.

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

18,00

2010 2011 2012* 2013** 2014** 2015** 2016**

(kg/kap/tahun)

Gambar 6.3. Ketersediaan konsumsi minyak goreng sawit perkapita pertahun di Indonesia, tahun 2010–2013 dan prediksi 2014-2016

6.3. Perbandingan Konsumsi

Perkapita (Susenas) dengan Ketersediaan Perkapita (NBM) Minyak Goreng Sawit

Pada periode 2010 – 2016, konsumsi

per kapita minyak goreng sawit

berdasarkan hasil susenas, BPS

menunjukkan angka yang lebih kecil jika

dibandingkan angka ketersediaan (NBM),

ini berarti ketersediaan minyak goreng

sawit dapat memenuhi kebutuhan

konsumsi masyarakat di Indonesia. Angka

konsumsi minyak goreng sawit

berdasarkan hasil Susenas dari tahun 2010

hingga 2016 cenderung meningkat, yakni

dari 8,03 kg/kapita pada tahun 2010

menjadi 9,44 kg/kapita pada tahun 2016.

Sementara angka ketersediaan per kapita

minyak goreng sawit pada tahun 2010 –

2016 berfluktuasi namun cenderung

meningkat dari 14,72 kg/kapita pada tahun

2010 menjadi 15,54 kg/kapita pada tahun

2016. Selisih atau beda dari ketersediaan

minyak goreng sawit dari tahun 2010

hingga 2016 terlihat cukup tinggi,

perbedaan tersebut diduga terserap pada

sektor industri makanan, non makanan dan

restoran.

Perbandingan konsumsi per kapita

rumah tangga (SUSENAS) dengan

ketersediaan (NBM) komoditas minyak

goreng sawit tahun 2010-2016 dapat di

lihat pada Tabel 6.5.

Page 47: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 6.5. Perbandingan konsumsi perkapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan

per kapita (NBM) minyak goring sawit, 2010 – 2016

2010 2011 2012 2013 2014* 2015* 2016*

Konsumsi Rumah Tangga, Susenas 8,03 8,24 9,33 8,92 9,21 9,44 9,66

Ketersediaan, NBM 14,72 15,82 17,77 16,26 15,16 15,24 14,38

Selisih 6,69 7,58 8,44 7,35 5,95 5,81 4,72

VariabelTahun (kg/kapita/tahun)

Sumber : Susenas (BPS) dan NBM (BKP) Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

6.4. Penyediaan Minyak Sawit di

beberapa negara di Dunia

Rata-rata penyediaan minyak sawit

dunia berdasarkan sumber USDA, periode

tahun 2009 – 2013 sebesar 50,74 juta ton.

Pada periode ini total penyediaan minyak

sawit dunia terlihat meningkat dari tahun

ke tahun. Kumulatif penyediaan minyak

sawit ke-10 negara terbesar mencapai

62,43% dari total penyediaan dunia. India

merupakan negara terbesar dalam

penyediaan minyak sawit pada periode

tersebut. Lima negara dengan total

penyediaan terbesar di dunia secara rinci

dapat dilihat pada Tabel 6.6. Lima negara

tersebut adalah India, Indonesia, Cina,

Malaysia dan Pakistan. Rata-rata total

penyediaan minyak sawit di India pada

periode tahun 2009 - 2013 mencapai 7,55

juta ton per tahun atau 14,89% dari total

penyedian minyak sawit dunia.

Dua negara berikutnya adalah

Indonesia dan Cina masing-masing sebesar

7,33 juta ton dan 6,07 juta ton dengan

kontribusi terhadap total penyediaan dunia

masing-masing sebesar 14,46% dan

11,96%. Negara terbesar keempat dan

kelima adalah Malaysia dan Pakistan

dengan kontribusi masing-masing sebesar

4,59% dan 4,25%. Negara lainnya memiliki

kontribusi terhadap total penyediaan dunia

dibawah 3%. Persentase kontribusi total

penyediaan minyak sawit di 10 negara

terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel

6.6 dan Gambar 6.4.

Page 48: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

Tabel 6.6. Negara dengan penyediaan minyak sawit terbesar di dunia, 2009 – 2013

Rata-rata Share Kumulatif

2009 2010 2011 2012 2013 2009-2013 (%) (%)

1 India 6.440 7.080 7.425 8.225 8.600 7.554 14,89 14,89

2 Indonesia 5.494 6.414 7.129 7.852 9.780 7.334 14,46 29,34

3 China 5.930 5.797 5.841 6.389 6.379 6.067 11,96 41,30

4 Malaysia 2.301 2.204 2.150 2.451 2.530 2.327 4,59 45,89

5 Pakistan 1.957 2.077 2.110 2.235 2.405 2.157 4,25 50,14

6 Thailand 1.255 1.457 1.518 1.605 1.675 1.502 2,96 53,10

7 Nigeria 1.252 1.267 1.285 1.375 1.405 1.317 2,60 55,70

8 Mesir 1.171 1.380 1.355 1.260 1.295 1.292 2,55 58,24

9 Amerika Serikat 957 957 1.043 1.230 1.364 1.110 2,19 60,43

10 Bangladesh 921 980 1.030 1.030 1.100 1.012 2,00 62,43

Negara Lainnya 16.843 17.615 19.128 20.992 20.733 19.062 37,57 100,00

Dunia 44.521 47.228 50.014 54.644 57.266 50.735 100,00

No NegaraTotal Ketersediaan (000 Ton)

Sumber : http://apps.fas.usda.gov/psdonline, diolah pusdatin

14,89%

14,46%

11,96%

4,59%4,25%2,96%2,60%2,55%

2,19%

2,00%

37,57%

India Indonesia China Malaysia

Pakistan Thailand Nigeria Mesir

Amerika Serikat Bangladesh Negara Lainnya

Gambar 6.4. Negara dengan penyediaan minyak sawit terbesar di dunia, share terhadap rata-rata 2009 - 2013

6.5. Ketersediaan Minyak Sawit per

Kapita per Tahun di Dunia

Menurut data FAO, pada periode

tahun 2007 - 2011 lima negara dengan

peringkat ketersediaan per kapita terbesar

dunia untuk komoditas minyak sawit

adalah Liberia, Indonesia, Hoduras, Pantai

Gading dan Sierra Leone. Rata-rata

ketersediaan per kapita dunia sebesar 3,08

kg/kapita/tahun sedangkan kelima negara

terbesar tersebut jauh lebih tinggi di atas

rata-rata dunia.

Selama periode 2007 - 2011 terlihat

negara Liberia merupakan negara dengan

Page 49: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

rata-rata ketersediaan minyak sawit per

kapita terbesar di dunia yakni 14,14

kg/kapita/tahun. Indonesia dengan

menggunakan data ketersediaan per kapita

per tahun yang bersumber dari Neraca

Bahan Makanan, BKP menempati urutan ke

2 (dua) dengan rata-rata ketersediaan

minyak sawit per kapita sebesar 13,00

kg/kapita/tahun. Negara berikutnya adalah

Hoduras, Pantai Gading dan Sierra Leone

dengan rata-rata ketersediaan per kapita

masing-masing sebesar 9,34 kg/kapita/

tahun, 9,26 kg/kapita/tahun dan 9,26 kg/

kapita/tahun. Perkembangan ketersediaan

minyak sawit per kapita negara-negara di

dunia tahun 2007 - 2011 tersaji secara

lengkap pada Tabel 6.7 dan Gambar 6.5.

Tabel 6.7. Ketersediaan minyak sawit per kapita per tahun di beberapa negara di dunia,

2007 – 2011

Rata-rata

2007 2008 2009 2010 2011 2007-2011

1 Liberia 13,60 13,70 14,00 14,60 14,80 14,14

2 Indonesia *) 15,17 13,20 6,08 14,72 15,82 13,00

3 Honduras 9,30 9,30 9,40 9,30 9,40 9,34

4 Pantai Gading 10,20 9,50 8,70 9,00 8,90 9,26

5 Sierra Leone 8,70 9,30 9,20 9,60 9,50 9,26

6 Ekuador 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00 9,00

7 Djibouti 7,70 8,00 8,00 8,30 8,30 8,06

8 Saudi Arabia 7,20 8,10 8,60 8,10 7,90 7,98

9 Gambia 7,60 7,00 8,10 7,30 8,60 7,72

10 Kolombia 5,80 6,00 6,00 9,50 9,70 7,40

: : : : : : :

14 Brunei Darussalam 6,60 6,70 6,70 6,70 6,80 6,70

15 Malaysia 5,90 6,70 6,60 6,60 6,60 6,48

Dunia 2,92 3,15 3,15 3,33 3,38 3,08

No NegaraKetersediaan (Kg/kapita/tahun)

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin Keterangan : *) Data NBM, BKP

14%

13%

10%

10%9%

9%

8%

8%

8%

8% 3%

Liberia Indonesia *) Honduras Pantai Gading

Sierra Leone Ekuador Djibouti Saudi Arabia

Gambia Kolombia Dunia

Gambar 6.5. Perkembangan ketersediaan minyak sawit per kapita beberapa negara di dunia, rata-rata 2007 – 2011

Page 50: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

BAB VII. DAGING SAPI

aging sapi merupakan salah satu

komoditas yang selama ini

memberi andil pada perbaikan

gizi masyarakat, khususnya kebutuhan

protein hewani. Protein hewani sangat

dibutuhkan dalam pembangunan manusia

Indonesia karena erat hubungannya

dengan kesehatan fisik dan perkembangan

kecerdasan manusia. Selama ini kebutuhan

daging sapi di Indonesia dipenuhi dari tiga

sumber yaitu: sapi lokal, sapi impor, dan

daging impor (Hadi dan Ilham, 2000).

Manfaat daging sapi bagi tubuh

manusia Setiap 100 gram daging sapi

mengandung protein 18,8 gram. Protein

dari daging sapi ini disebut protein hewani

yang mempunyai struktur asam amino

yang mirip dengan manusia, tidak dapat

dibuat oleh tubuh (essensial), susunan

asam aminonya relatif lebih lengkap dan

seimbang. Daya cerna protein hewani

lebih baik dibanding dengan protein nabati

(dari tumbuh-tumbuhan). Pada tubuh

makluk hidup seperti manusia, protein

merupakan penyusun bagian besar organ

tubuh, seperti: otot, kulit, rambut, jantung,

paru-paru, otak, dan lain-lain. Adapun

fungsi protein yang penting bagi tubuh

manusia, antara lain untuk: 1)

pertumbuhan; 2) memperbaiki sel-sel yang

rusak, 3) sebagai bahan pembentuk

plasma kelenjar, hormon dan enzim; 4)

sebagian sebagai cadangan energi, jika

karbohidrat sebagai sumber energi utama

tidak mencukupi; dan 5) menjaga

keseimbangan asam basa darah.

Anak-anak yang sering memakan

bahan pangan yang mengandung protein

hewani akan terlihat tumbuh cepat,

mempunyai daya tahan tubuh kuat, dan

cerdas dibanding dengan anak yang jarang

makan makanan berprotein tinggi. Tumbuh

cepat ditandai dengan badannya berisi,

segar dan lebih gemuk serta tinggi.

Sedangkan mempunyai daya tahan tubuh

kuat biasanya ditandai dengan jarang

sakit-sakitan dan aktif atau banyak

beraktifitas/lincah. Kemudian cerdas

ditandai dengan pandai di sekolah dan

cepat tanggap terhadap pertanyaan.

Selain protein tersebut, lemak juga

bermanfaat bagi tubuh manusia, yaitu

sebagai simpanan energi/tenaga. Lemak

yang terdapat dalam daging sapi berfungsi

sebagai sumber energi yang padat bagi

tubuh manusia, setiap gram lemak

menghasilkan energi sebanyak 9 kkal.

Selain itu lemak juga berfungsi bagi tubuh

manusia untuk menghemat protein dan

thiamin, serta membuat rasa kenyang yang

lebih lama. Konsumsi daging sapi

langsung dapat dihitung dengan

mengalikan konsumsi daging sapi per

kapita dengan jumlah penduduk, dimana

D

Page 51: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

untuk data konsumsi per kapita

menggunakan data Susenas BPS. Daging

sapi juga merupakan salah satu komoditas

yang menjadi andalan sub sektor

Peternakan. Berdasarkan program yang

disusun oleh Ditjen Peternakan, tahun

2014 diharapkan Indonesia dapat

mencapai swasembada daging sapi. Upaya

untuk merealisasikan program tersebut

sebenarnya sudah direncanakan sejak

tahun 2008, namun sampai saat ini masih

belum tercapai, sehingga diharapkan pada

tahun 2014 swasembada daging sapi dapat

terealisasi.

Pendekatan pada kajian konsumsi

daging sapi ini adalah dengan pendekatan

pengeluaran konsumsi di perkotaan dan

perdesaan serta konsumsi perkapita di

perdesaan dan perkotaan untuk

menggambarkan konsumsi daging sapi di

Indonesia.

Selain konsumsi dalam wujud

daging sapi segar, data Susenas juga

mencakup konsumsi daging sapi dalam

bentuk yang diawetkan dan makanan jadi.

Menurut konsep definisi Permentan

No.50/Permentan/OT.140/9/2011 dijelas-

kan bahwa yang dimaksud dengan daging

adalah bagian dari otot skeletal karkas

yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi

oleh manusia, terdiri atas potongan daging

bertulang, daging tanpa tulang, dan daging

variasi, berupa daging segar, daging beku,

atau daging olahan. Dengan demikian

dapat dikategorkan menjadi tiga kategori

yaitu (a) daging sapi segar; (b) daging sapi

awetan dan (c) daging sapi dari makanan

jadi. Daging sapi segar terdiri dari daging

sapi tanpa tulang, tetelan dan tulang,

sementara daging sapi awetan terdiri dari

dendeng, abon, daging dalam kaleng, dan

lainnya (daging awetan). Daging sapi dari

makanan jadi seperti soto/gule/sop/rawon,

sate, daging bakar dan lain-lain. Perlu

dijelaskan khusus untuk konsumsi hati dan

jeroan dalam analisis ini tidak dihitung

sebagai konsumsi daging sapi karena

wujudnya sudah bukan daging sapi tapi

sudah masuk edibel oval. Dengan demikian

konsumsi daging sapi dapat

diakumulasikan antara konsumsi daging

sapi segar ditambah konsumsi daging sapi

awetan dan daging sapi dari makanan jadi.

Dari Tabel 7.1 terlihat angka konversi

terbesar adalah abon yaitu mencapai 2%.

Selain abon konsumsi olahan daging sapi

yang memiliki konversi 2% juga adalah

dendeng, namun sayang data untuk

konsumsi dendeng tidak tersedia dalam

Susenas sehingga tidak dapat kami

cantumkan. Konversi daging sapi lainnya

secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.1.

Page 52: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

Tabel 7.1. Besaran konversi wujud daging sapi segar, awetan dan makanan jadi

Bentuk Konversi ke

Konversi Bentuk asal

1 Abon Daging 2,00

2 Daging dalam kaleng Daging 1,00

3 Lainnya (daging awetan) Daging 0,50

4 Tetelan Daging 0,20

5 Tulang Daging 0,05

6 Soto/gule/sop/rawon Daging 0,20

7 Sate/tongseng Daging 1,00

8 Mie bakso/rebus/goreng Daging 0,13

9 Ayam/Daging (goreng, bakar, dll)/2 Daging 1,00

No Janis Pangan

7.1. Perkembangan dan Prediksi Konsumsi Total Daging Sapi

dalam Rumah Tangga di Perdesaaan Indonesia

Berdasarkan keragaan data hasil

Susenas - BPS, total konsumsi daging sapi

selama periode tahun 2002–2013

cenderung fluktuatif dengan rata-rata

peningkatan sebesar 1,07 kg/kapita/tahun.

Fluktuasi tersebut dipengaruhi juga oleh

ketersediaan dalam negeri yang belum

mencapai wasembada, sehingga masih

terus bergantung kepada impor.

Rendahnya total konsumsi daging sapi di

perdesaan memang sangat difahami

karena harga daging sapi yang terus

meningkat terutama pada hari-hari besar

seperti lebaran, hari natal dan tahun baru.

Tingginya harga daging sapi juga

dipengaruhi oleh ketersediaan daging sapi

dalam negeri. Konsumsi daging sapi di

perdesaan sangat berkaitan dengan rata-

rata tingkat pendapatan penduduk di

perdesaan. Hal ini karena sebagian besar

pendapatan penduduk di perdesaan masih

bergantung kepada sektor pertanian.

Sementara lahan pertanian semakin sempit

dari tahun ke tahun, dengan upah buruh

yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan upah buruh industri di perkotaan.

Hal ini dimungkinkan sebagai salah satu

penyebab terbatasnya daya jangkau

masyarakat perdesaan dalam

mengkonsumsi daging sapi.

Selama periode tersebut total

konsumsi daging sapi perkapita paling tingi

tercatat di tahun 2011 yaitu mencapai 1,35

kg/kapita/tahun. Pada tahun 2013

konsumsi total daging sapi mengalami

penunurunan hanya 1,11 kg/kapita/tahun

atau turun sekitar 3,52%. Namun demikian

diperkirakan pada tahun 2014-2016 akan

mengalami peningkatan. Peningkatan pada

tahun 2014 diperkirakan menjadi sebesar

1,26 kg/kapita/tahun atau sekitar 12,98%.

Sementara pada tahun 2016, konsumsi

daging sapi diperkirakan akan meningkat

menjadi sebesar 1,32 kg/kapita/tahun atau

naik sekitar 2,43% (Tabel 7.2 dan Gambar

7.1).

Page 53: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 7.2. Perkembangan konsumsi total daging sapi**) dalam rumah tangga di perdesaan Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 - 2016

Konsumsi Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan

Kg/kap/mgg (%) Kg/kap/thn (%)

2002 0,20 0,89

2003 0,19 (3,03) 0,95 7,10

2004 0,23 18,75 1,15 20,51

2005 0,22 (4,82) 0,91 (20,75)

2006 0,20 (6,68) 0,84 (8,02)

2007 0,24 18,02 1,04 24,46

2008 0,25 5,44 1,10 5,52

2009 0,25 (1,39) 1,12 2,29

2010 0,26 3,22 1,18 5,49

2011 0,28 7,60 1,35 14,29

2012 0,25 (10,69) 1,15 (14,71)

2013 0,24 (1,83) 1,11 (3,52)

Rata-rata 0,23 2,24 1,07 2,97

2014*) 0,27 10,76 1,26 12,98

2015*) 0,27 1,57 1,29 2,44

2016*) 0,28 1,45 1,32 2,43

Tahun

Sumber : Susenas, BPS

Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin **) Total konsumsi: penjumlahan konsumsi daging sapi segar, olahan dan awetan

-

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

0,89 0,95

1,15

0,91 0,84

1,04 1,10 1,12

1,18

1,35

1,15 1,11

1,26 1,29

1,32

(Kg/Kap/Thn)

Gambar 7.1. Perkembangan konsumsi daging sapi dalam rumah tangga di Perdesaan Indonesia, 2002 – 2013 dan prediksi tahun 2014 - 2016

7.2. Perkembangan dan Prediksi

Konsumsi Total Daging Sapi dalam Rumah Tangga di Perkotaan Indonesia

Pola konsumsi daging sapi di

perkotaan berbeda dengan perdesaan.

Hal ini sangat dimungkinkan oleh karena

fakor harga daging sapi relatif mahal,

sementara masyarakat perdesaan

sebagian besar sumber penghasilannya

adalah petani atau buruh tani. Hal

tersebut membatasi masyarakat

Page 54: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

perdesaan terhadap keterjangkauan

dalam mengkonsumsi daging sapi. Selain

itu juga dimungkinkan kesadaran akan

pemenuhan nutrisi (gizi) penduduk di

perkotaan lebih baik ketimbang penduduk

di perdesaan. Dari Tabel 7.3 total

konsumsi daging sapi di perkotaan selama

periode tahun 2002 – 2013 cenderung

terus meningkat dengan rata-rata sebesar

2,89 kg/kapita/tahun. Hal ini

dimungkinkan sangat berkaitan dengan

rata-rata tingkat pendapatan penduduk di

perkotaan, sehingga besaran konsumsi di

perkotaan hampir tiga kalinya konsumsi

daging sapi di perdesaan.

Selama periode tersebut total

konsumsi daging sapi perkapita paling

tinggi tercatat di tahun 2011 yaitu

mencapai 3,48 kg/kapita/tahun. Selama

periode tahun 2002-2013 rata-rata total

konsumsi perkapita penduduk Indonesia di

perkotaan meningkat sebesar 8,31%.

Pada tahun 2014 konsumsi daging sapi

diprediksi meningkat menjadi 3,13

kg/kapita/tahun atau naik sekitar 0,88%

dari tahun sebelumnya. Namun demikian

pada tahun 2016 diprediksi sedikit

menurun yaitu hanya sebesar 3,11

kg/kapita/tahun, atau turun sebesar

3,92%.

Tabel 7.3. Perkembangan konsumsi total daging sapi**) dalam rumah tangga di perkotaan Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 - 2016

Konsumsi Pertumbuhan Konsumsi Pertumbuhan

Kg/kap/mgg (%) Kg/kap/thn (%)

2002 0,21 1,51

2003 0,50 136,43 2,54 67,84

2004 0,50 (0,20) 2,84 11,96

2005 0,53 7,77 2,56 (10,16)

2006 0,50 (6,27) 2,68 4,71

2007 0,57 14,19 3,12 16,46

2008 0,61 7,00 3,14 0,92

2009 0,60 (1,23) 3,24 3,11

2010 0,62 2,32 3,43 5,64

2011 0,59 (4,05) 3,48 1,66

2012 0,54 (8,77) 3,06 (12,26)

2013 0,56 4,25 3,10 1,55

Rata-rata 0,53 13,77 2,89 8,31

2014*) 0,56 0,11 3,13 0,88

2015*) 0,57 0,14 3,24 3,38

2016*) 0,56 (1,61) 3,11 (3,92)

Tahun

Sumber : Susenas Tw. 1/Maret, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin

**) Total konsumsi: penjumlahan konsumsi daging sapi segar, olahan dan awetan

Page 55: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

-

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

1,51

2,54

2,84

2,56 2,68

3,12 3,14 3,24

3,43 3,48

3,06 3,10 3,13 3,24

3,11

(Kg/Kap/Thn)

Gambar 7.2. Perkembangan konsumsi daging sapi dalam rumah tangga di Perkotaan Indonesia, 2002 – 2013 dan prediksi tahun 2014 - 2016

7.3. Perkembangan dan Prediksi Total Konsumsi Daging Sapi

dalam Rumah Tangga (di Perdesaan dan Perkotaan)

Dari Tabel 7.4 dan Gambar 7.3,

Konsumsi total daging sapi di Indonesia

merupakan angka konsumsi nasional

(perkotaan dan perdesaan, BPS). Tampak

bahwa total konsumsi daging sapi

nasional berkisar antara 1,67-2,63

kg/kapita/tahun. Bila dicermati

perkembangan konsumsi daging sapi

selama periode 2002-2013 diperoleh

rata-rata sebesar 2,01 kg/kapita/tahun

dengan rata-rata pertumbuhan perkapita

total konsumsi daging sapi selama

periode tersebut sebesar 2,98%. Total

konsumsi daging sapi paling tinggi

selama periode tersebut terjadi pada

tahun 2012 mencapai 2,63

kg/kapita/tahun dengan pertumbuhan

sebesar 8,32%. Pada tahun 2014 total

konsumsi daging sapi diprediksi

meningkat menjadi 2,34 kg/kapita/tahun

atau naik sekitar 9,17%. Sementara

pada tahun 2016 diprediksi sebesar 2,27

kg/kapita/tahun atau turun sebesar

1,60%.

Page 56: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

Tabel 7.4. Perkembangan total konsumsi daging sapi**) dalam rumah tangga di Indonesia, 2002–2013 serta prediksi 2014 – 2016

Sumber : Susenas, BPS Keterangan: *) Angka Prediksi Pusdatin **) Total konsumsi: penjumlahan konsumsi daging sapi segar, olahan dan awetan

-

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

(kg/

kapi

ta/t

ahun

)

Perkotaan Perdesaan Nasional

Gambar 7.3. Perkembangan total konsumsi daging sapi dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2016

Dari gambar 7.3 terlihat bahwa

peningkatan total konsumsi nasional

merupakan akumulasi dari daging sapi

(segar+olahan+awetan) menunjukkan

bahwa perkembangan konsumsi daging

sapi di perdesaan cenderung konstan

diangka sekitar 1 kg/kapita/tahun.

Sementara kosumsi daging sapi di

perkotaan terlihat 2-3 kali lebih besar

dibandingkan konsumsi daging sapi di

Page 57: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

perdesaan. Sementara untuk total daging

sapi nasional sekitar 1-2 kg/kapita/tahun.

Perkembangan rata-rata konsumsi

daging sapi segar antar wilayah

diperdesaan dan perkotaaan tercatat

bahwa rata-rata konsumsi daging sapi

segar di perdesaan selama periode 2002-

2013 hanya 0,20 kg/kapita/tahun.

Sementara rata-rata konsumsi daging sapi

segar diperkotaan pada periode yang sama

mencapai sekitar 0,65 kg/kapita/tahun.

Untuk rata-rata konsumsi daging sapi segar

nasional yaitu sebesar 0,41 kg/kapita/

tahun.

Apabila dibandingkan antara rata-

rata konsumsi daging sapi segar nasional

dengan rata-rata total konsumsi daging

sapi nasional (segar+olahan+awetan,

maka tampak bahwa ada selisih sekitar

1,60 kg/kapita/tahun. Besaran tersebut

dapat diasumsikan merupakan konsumsi

dalam bentuk daging sapi olahan dan

awetan (Tabel 7.5).

Tabel 7.5. Perkembangan konsumsi daging sapi segar dalam rumah tangga di perdesaan,

perkotaan dan Indonesia, 2002 – 2013 serta prediksi 2014 – 2016

Konsumsi Perkotaan Pertumbuhan Konsumsi Perdesaan Pertumbuhan Konsumsi Nasional Pertumbuhan

(Kg/kp/Thn) (%) (Kg/kp/Thn) (%) (Kg/kp/Thn) (%)

2002 0,89 0,26 0,52

2003 0,78 -11,76 0,37 40,00 0,57 10,00

2004 0,99 26,67 0,37 0,00 0,63 9,09

2005 0,63 -36,84 0,21 -42,86 0,42 -33,33

2006 0,57 -8,33 0,10 -50,00 0,31 -25,00

2007 0,68 18,18 0,16 50,00 0,42 33,33

2008 0,57 -15,38 0,16 0,00 0,37 -12,50

2009 0,52 -9,09 0,16 0,00 0,31 -14,29

2010 0,57 10,00 0,16 0,00 0,37 16,67

2011 0,63 9,09 0,21 33,33 0,42 14,29

2012 0,57 -8,33 0,16 -25,00 0,37 -12,50

2013 0,42 -27,27 0,10 -33,33 0,26 -28,57

Rata-rata 0,65 -4,83 0,20 -2,53 0,41 -3,89

2014*) 0,53 26,14 0,16 52,28 0,37 42,42

2015*) 0,51 -2,15 0,17 9,18 0,38 2,72

2016*) 0,50 -2,20 0,19 10,99 0,40 3,73

Tahun

Sumber : SUSENAS, BPS

Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

Page 58: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

-

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

0,600

0,700

0,800

0,900

1,000 (k

g/ka

p/t

ahu

n)

Perkotaan Perdesaan Nasional

Gambar 7.4. Perkembangan konsumsi daging sapi segar dalam rumah tangga di Indonesia, 2002 – 2016

Apabila dilihat dari besaran

pengeluaran untuk konsumsi daging sapi

bagi penduduk Indonesia selama lima

tahun terakhir menunjukkan peningkatan

yang positif. Peningkatan pertumbuhan

rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia

untuk konsumsi daging sapi pada periode

2008-2013 sebesar 12,25 %, yakni dari

Rp. 13.088,-/kapita pada tahun 2008

menjadi Rp. 22.474,-/kapita pada tahun

2013. Namun setelah dikoreksi oleh faktor

inflasi, pengeluaran untuk konsumsi daging

sapi hanya meningkat sebesar 51,62%

saja. Meskipun pada tahun 2013 terjadi

penurunan dibandingkan 3 tahun

sebelumnya (Tabel 7.6 dan Gambar 7.5).

Tabel 7.6. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi daging sapi dengan harga nominal

dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2008-2013

Pertumbuhan

2008 2009 2010 2011 2012 2013 (%)

1 Nominal 13.087,86 16.737,86 21.326,43 21.795,71 23.985,71 22.473,57 12,25

2 IHK 124,77 129,09 136,71 142,20 152,06 171,65 6,64

3 Riil 10.489,71 12.965,70 15.599,57 15.328,05 15.774,02 13.092,86 5,62

No. UraianPengeluaran (Rupiah/kapita/tahun)

-

5.000,00

10.000,00

15.000,00

20.000,00

25.000,00

30.000,00

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Page 59: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

8.000

11.000

14.000

17.000

20.000

23.000

26.000

2008 2009 2010 2011 2012 2013

(Rupiah/kapita/th)

Pengeluaran Nominal Pengeluaran Riil

Gambar 7.5. Perkembangan pengeluaran untuk konsumsi daging sapi dengan harga nominal dan riil dalam rumah tangga di Indonesia, 2008 - 2013

7.4. Perkembangan serta Prediksi Penyediaan, Penggunaan dan

Ketersediaan Daging Sapi di Indonesia

Dalam perhitungan NBM, yang

dimaksud dengan penyediaan daging sapi

adalah dalam wujud daging sapi segar.

Berdasarkan hasil perhitungan Neraca

Bahan Makanan (NBM), komponen

penyediaan daging sapi hanya terdiri dari

produksi ditambah impor, hal ini

dikarenakan Indonesia belum mampu

melakukan ekspor bahkan untuk

memenuhi konsumsi dalam negeri saja

masih tergantung kepada impor.

Sementara data perubahan stok tidak

tersedia. Komponen penggunaan daging

sapi adalah untuk bahan makanan dan

tercecer, karena penggunaan untuk diolah

menjadi bahan makanan dan bukan

makanan tidak tersedia datanya.

Penyediaan daging sapi di Indonesia tidak

seluruhnya dapat dipenuhi dari produksi

dalam negeri, sehingga ketergantungan

terhadap impor masih relatif besar.

Penyediaan daging sapi dari tahun

2010 hingga 2013 (angka sementara)

menunjukkan pola yang terus meningkat

dengan rata-rata pertumbuhan sebesar

6,72% per tahun. Penyediaan daging sapi

pada tahun 2010 tercatat sebesar 352 ribu

ton dan meningkat menjadi 356 ribu ton

pada tahun 2011. Selanjutnya meningkat

lagi menjadi 401 ribu ton pada tahun 2012,

sedangkan angka sementara produksi pada

tahun 2013 menjadi 427 ribu ton. Selama

periode tahun 2010 – 2013 tersebut tidak

terdapat realisasi ekspor daging sapi yang

dilakukan oleh Indonesia. Namun

sebaliknya realisasi impor daging sapi terus

Page 60: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam

memenuhi kebutuhan konsumsi dalam

negeri. Selama kurun waktu 2010-2013

realisai impor daging sapi Indonesia

berkisar antara 91 - 46 ribu ton, terlihat

ada kecendrungan menurun. Dengan

kondisi tersebut, rata-rata impor daging

sapi selama kurun waktu 2010-2016

mencapai 12% dari total penyediaan yang

harus disediakan setiap tahunnya. Dengan

prediksi bahwa besarnya impor daging sapi

pada tahun 2015 dan 2016 masing-masing

sebesar 49 ribu ton ribu ton dan tidak ada

stok daging sapi maka prediksi besarnya

penyediaan daging sapi pada tahun 2015 –

2016 adalah masing-masing sebesar 455

ribu ton dan 482 ribu ton (Tabel 7.7).

Penggunaan daging sapi menurut

data Neraca Bahan Makanan (NBM) hanya

terdiri dari komponen bahan makanan dan

tercecer. Pada tahun 2010, penggunaan

daging sapi untuk bahan makanan sebesar

355 ribu ton. Kemudian, pada tahun 2011

– 2013 terus mengalami peningkatan

penggunaan daging sapi untuk bahan

makanan, yaitu antara 338 ribu ton - 405

ribu ton. Pada tahun 2014 – 2016,

penggunaan daging sapi untuk bahan

makanan diprediksikan akan mengalami

peningkatan dengan rata-rata peningkatan

sebesar 3,96% pertahun. Penggunaan

daging sapi sebagai bahan makanan yang

paling tinggi pertumbuhannya selama

periode 2010-2016 tercatat pada tahun

2012 yaitu sebesar 11,34% dari tahun

sebelumnya atau menjadi 381 ribu ton.

Sementara itu, rata-rata komponen

tercecer daging sapi selama periode 2010-

2013 tercatat sebesar 19 ribu ton.

Sementara rata-rata tercecer selama tahun

2013-2014 diprediksi sebesar 23 ribu ton.

Trend tercecer terus meningkat dari tahun

ke tahun seiring dengan peningkatan

penyediaan bahan makanan.

Page 61: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Tabel 7.7. Penyediaan, penggunaan dan ketersediaan daging sapi tahun 2010-2014 serta prediksi tahun 2015 – 2016

2010 2011 2012 2013*) 2014*) 2015**) 2016**)

A. Penyediaan (000 Ton) 352 356 401 427 447 455 482

1 Produksi

- Masukan 349 388 485 509 531 541 578

- Keluaran 262 291 364 381 398 405 433

2 Impor 91 65 38 46 49 49 49

3 Ekspor - - - - - - -

4 Perubahan Stok - - - - - - -

B. Penggunaan (000 Ton) 352 356 401 427 447 455 482

1 Pakan - - - - - - -

2 Bibit - - - - - - -

3 Diolah untuk :

- makanan - - - - - - -

- bukan makanan - - - - - - -

4 Tercecer 18 18 20 21 22 23 24

5 Bahan Makanan 335 338 381 405 425 432 458

C. Ketersediaan per kapita 1,39 1,40 1,55 1,63 1,69 1,69 1,77

(Kg/kapita/tahun)

UraianTahun

No.

Sumber : NBM, Kementerian Pertanian diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka sementara/prognosa **) Angka Prediksi Pusdatin

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

1,60

1,80

2010 2011 2012 2013*) 2014*) 2015**) 2016**)

(kg/kapita/tahun)

Gambar 7.6. Perkembangan ketersediaan daging sapi per kapita per

tahun di Indonesia, tahun 2010 – 2016

7.5. Perbandingan Konsumsi dan

Ketersediaan Per Kapita

Komoditas Daging Sapi a) Perbandingan ketersediaan konsumsi

daging sapi dengan kosumsi daging sapi segar perkapita

Pada tahun 2010 ketersediaan

daging sapi segar (NBM) mencapai 1,39

kg/kapita yang kemudian meningkat

menjadi 1,40 kg/kapita pada tahun 2011.

Ketersediaan daging sapi pada periode

2014 – 2016 diprediksi terus mengalami

peningkatan. Pada tahun 2014,

ketersediaan per kapita daging sapi

diprediksi sebesar 1,69 kg/kapita,

Page 62: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

kemudian naik menjadi 1,77 kg/kapita

pada tahun 2016.

Sementara konsumsi perkapita

daging sapi segar rumah tangga (Susenas)

pada tahun 2010 hanya sebesar 0,37

kg/kapita/tahun kemudian naik menjadi

0,42 kg/kapita/tahun. Konsumsi perkapita

rumah tangga periode 2014-2016

mengalami peningkatan. Pada tahun 2014,

ketersediaan per kapita daging sapi

diprediksi sebesar 0,37 kg/kapita,

kemudian naik menjadi 0,40 kg/kapita

pada tahun 2016.

Tabel 7.8. Perbandingan konsumsi daging sapi segar per kapita rumah tangga (SUSENAS)

dengan ketersediaan daging sapi (NBM), 2010 – 2016

No. Tahun 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)

1 Ketersediaan daging sapi (Kg/kapita/tahun)-NBM 1,39 1,40 1,55 1,63 1,69 1,69 1,77

2Konsumsi daging sapi segar (Kg/kapita/tahun)-Nasional-

Susenas0,37 0,42 0,37 0,26 0,37 0,38 0,40

Selisih 1,03 0,98 1,19 1,37 1,31 1,31 1,37

Sumber : Susenas, BPS dan NBM, BKP Kementan

Keterangan : *) Angka Prediksi Pusdatin

Dari Tabel 7.8. terlihat bahwa

ketersediaan konsumsi daging sapi

perkapita (NBM) dibandingkan dengan

konsumsi daging sapi murni perkapita riil

rumah tangga (Susenas), masih mengalami

surplus untuk setiap tahunnya. Surplus

terbesar selama periode 2010-2016

diprediksi akan terjadi pada tahun 2016

yaitu sebesar 1,37 kg/kap/tahun seiring

dengan pertambahan jumlah penduduk.

Namun perlu dicatat bahwa surplus

tersebut belum termasuk konsumsi riil

rumah tangga untuk daging sapi yang

berupa daging sapi olahan dan awetan.

b) Perbandingan ketersediaan konsumsi

daging sapi (NBM) dengan kosumsi daging sapi perkapita (segar+olahan+ awetan) -Susenas

Pada kenyataannya masyarakat

Indonesia tidak hanya mengkonsumsi

daging sapi segar. Seringkali panganan

berupa olahan maupun awetan dari

berbagai macam panganan termasuk

daging sapi sangat diminati oleh sebagian

masyarakat Indonesia. Dengan demikian

terlihat sangat berbeda hasil analisisnya

bila dibandingkan dengan Tabel 7.9.

Konsumsi riil daging sapi masyarakat

Indonesia baik di perkotaan maupun di

perdesaan mengkonsumsi daging sapi,

bukan saja daging sapi segar tetapi

seringkali mengkonsumsi daging sapi

dalam bentuk olahan seperti: bakso, sate,

soto, daging bakar (stik), atau abon,

dendeng dan lainnya. Wujud panganan

yang di konsumsi tersebut perlu

diperhitungkan sesuai dengan masing

Page 63: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

60 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

konverisinya ke bentuk asal (daging segar),

sehingga konsumsi daging sapi masyarakat

Indonesia menjadi lebih besar

dibandingkan dengan hanya konsumsi

dalam bentuk daging sapi segar.

Dari hasil konversi dan

penghitungan total konsumsi daging sapi

(segar+olahan+awetan) pada tahun 2010

tercatat sebesar 2,30 kg/kapita/tahun,

sementara diwaktu yang sama

ketersediaan daging sapi menurut (NBM)

hanya 1,39 kg/kapita/tahun. Selama

periode tahun 2010-2013 konsumsi daging

sapi rumah tangga terlihat mengalami

kecendrungan menurun, walaupun

ketersediaan (NBM) mengalami

peningkatan, namun tetap saja mengalami

defisit yang signifikan bila dibandingkan

dengan total konsumsi rumah tangga. Hal

ini sangat dimungkinkan pada perhitungan

NBM belum di pertimbangkan konsumsi

daging sapi olahan dan awetan sehingga

angka ketersediaan (NBM) menjadi relatif

kecil. Kekurangan ketersediaan pada

periode tersebut yang paling tinggi terjadi

pada tahun 2012, dimana konsumsi riil

rumah tangga/kapita mencapai 2,63

kg/kapita/tahun, sementara ketersediaan

(NBM) hanya 1,55 kg/kapita/tahun, dengan

demikian terjadi defisit sekitar 1,08

kg/kapita/tahun.

Tabel 7.9. Perbandingan konsumsi daging sapi total per kapita rumah tangga (SUSENAS) dengan ketersediaan daging sapi (NBM), 2010 – 2016

No. Tahun 2010 2011 2012 2013 2014*) 2015*) 2016*)

1 Ketersediaan daging sapi (Kg/kapita/tahun)-NBM 1,39 1,40 1,55 1,63 1,69 1,69 1,77

2Konsumsi total daging sapi nasional

(segar+awetan+olahan)-Kg/kapita/tahun-Susenas**) 2,30 2,43 2,63 2,14 2,34 2,31 2,27

Selisih -0,91 -1,03 -1,08 -0,51 -0,65 -0,62 -0,50

Sumber : Susenas, BPS dan NBM, BKP Kementan

Keterangan : *) Angka Prediksi **) Total konsumsi : akumulasi konsumsi daging sapi segar, awetan dan olahan nasional

7.6. Penyediaan Daging Sapi di

beberapa negara di Dunia

Menurut data FAO, negara penyedia

terbesar daging sapi selama periode tahun

2007-2011 adalah negara Amerika Serikat

mencapai 12,23 juta ton per tahun atau

19,18% dari seluruh total penyediaan di

daging sapi dunia. Lima besar negara

berikutnya adalah Brazil, China, Federasi

Rusia, Argentina, dan Meksiko dengan

rata-rata total penyediaan berkisar antara

7,45-2,19 juta ton. Negara-negara

berikutnya adalah India, Prancis, Pakistan,

dan Italia dengan rata-rata total

penyediaan masing-masing di bawah 3%

dari total penyediaan dunia. Sementara

Indonesia dengan jumlah penduduk yang

Page 64: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61

besar menduduki urutan ke 35, dengan

rata-rata penyediaan sebesar 309 ribu ton

atau sekitar 0,48% dari total penyediaan

dunia (Tabel 7.10 dan Gambar 7.7).

Tabel 7.10. Negara dengan penyediaan daging sapi terbesar di dunia, 2007 – 2011

Rata-rata Share Kumulatif

2007 2008 2009 2010 2011 (%) (%) (%)

1 Amerika Serikat 12.727 12.445 12.258 12.071 11.665 12.233 19,18 19,18

2 Brazil 7.066 7.175 7.779 7.553 7.694 7.453 11,68 30,86

3 Cina 6.234 6.275 6.558 6.816 6.725 6.522 10,22 41,08

4 Rusia 2.519 2.714 2.499 2.464 2.330 2.505 3,93 45,01

5 Argentina 2.168 2.170 2.184 2.206 2.238 2.193 3,44 48,45

6 Meksiko 1.959 1.995 1.950 1.922 1.915 1.948 3,05 51,50

7 India 1.939 1.997 1.964 1.790 1.546 1.847 2,90 54,40

8 Francis 1.659 1.616 1.642 1.639 1.612 1.634 2,56 56,96

9 Pakistan 1.347 1.381 1.421 1.463 1.512 1.425 2,23 59,19

10 Italia 1.430 1.372 1.420 1.400 1.308 1.386 2,17 61,36

: - - - - - - -

35 Indonesia 243 281 313 352 356 309 0,48 61,85

Negara Lainnya 24.270 23.945 23.842 24.519 25.121 24.340 38,15 100,00

Total Dunia 63.560 63.365 63.829 64.196 64.022 63.795 100,00

Ketersediaan (000 Ton)No. Negara

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin

19,27%

11,74%

10,27%

3,95%3,45%3,07%2,91%

2,57%2,24%

2,18%

38,34%

Amerika Serikat Brazil Cina Rusia

Argentina Meksiko India Francis

Pakistan Italia negara Lainnya

Gambar 7.7. Negara dengan penyediaan daging sapi terbesar di dunia,

share terhadap rata-rata 2007 - 2011

7.7. Ketersediaan Daging Sapi Per Kapita per Tahun di Dunia

Menurut data dari FAO, ketersediaan

daging sapi perkapita dominan di negara-

negara Amerika. Berdasarkan data rata-

rata selama lima tahun (2007 - 2011),

tercatat bahwa Argentina merupakan

negara dengan penyediaan daging sapi

perkapita terbesar di dunia yakni mencapai

54,8 kg/kapita/tahun. Empat Negara

terbesar berikutnya adalah Amerika

Serikat, Australia, Brazil dan Bermuda

Page 65: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

62 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

masing-masing antara 39,6 kg/kapita/

tahun hingga 36,4 kg/kapita/tahun.

Sementara negara-negara di Asia Tenggara

seperti Malaysia ,Vietnam dan Thailand

berkisar antara 5,7 sampai 2,9

kg/kapita/tahun. Indonesia menduduki

urutan ke-161 sebagai negara dengan

penyediaan daging sapi terbesar di dunia

dengan rata-rata tahun 2007 - 2011

sebesar 3,00 kg/kapita/tahun.

Perkembangan ketersediaan daging sapi

perkapita di negara-negara di dunia selama

tahun 2007 – 2011 secara lengkap

disajikan pada Tabel 7.11 dan Gambar 7.8.

Tabel 7.11. Ketersediaan daging sapi per kapita per tahun di beberapa negara di dunia, 2007 – 2011

Rata-rata

2007 2008 2009 2010 2011 2007-2011

1 Argentina 55,1 54,7 54,6 54,7 54,9 54,8

2 Amerika Serikat 41,9 40,6 39,6 38,7 37 39,6

3 Australia 43,2 37,8 38,5 37,3 40,6 39,5

4 Brazil 37,2 37,4 40,2 38,7 39,1 38,5

5 Bermuda 37 35,8 34,2 26,7 48,2 36,4

6 French Polynesia 40,5 36,5 34,6 32,3 33,9 35,6

: : : : : : : :

116 Malaysia 6 5,3 5,6 5,6 5,9 5,7

122 Viet Nam 4,3 5,1 5,6 5,4 7,2 5,5

157 Thailand 2,7 3 3,1 3,1 2,6 2,9

161 Indonesia 2,8 2,9 2,9 3,1 3,2 3,0

Rata-rata Dunia 11,6 11,4 11,1 11,1 11,3 11,3

No. NegaraKetersediaan (kg/kap/tahun)

Sumber : http://faostat.fao.org diolah Pusdatin

-

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

(kg/kapita/th)

Gambar 7.7. Perkembangan ketersediaan daging sapi per kapita beberapa

negara di dunia, rata-rata 2007 – 2011

Page 66: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014

Buletin Konsumsi Pangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk

Indonesia tahun 1993 sampai dengan tahun 2013. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional, Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk

Indonesia tahun 2007 sampai dengan tahun 2013. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. Kementerian Pertanian. Neraca Bahan Makanan Indonesia Tahun

1993 sampai dengan Tahun 2013. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta.

EKA’S CORNER. Komoditas Cabai di Indonesia. http://ekaagustianingsih.blogspot.com/

2011/11/komoditas-cabai-di-indonesia.html [terhubung berkala]. http://apps.fas.usda.gov/psdonline/psdQuery.aspx [terhubung berkala].

http://faostat.fao.org/site/609/default.aspx#ancor [terhubung berkala].

http://www.gapki.or.id/assets/upload/Buku-Mengenal-Minyak-Sawit-Dengan-Beberapa-Karakter-Unggulnya-GAPKI.pdf [terhubung berkala].

http://www.infobanknews.com [terhubung berkala].

http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kelapa-sawit. [terhubung berkala].

http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/manfaat-daging-sapi-bagi-tubuh-manusia [terhubung

berkala]. http://syahlanbro.blogspot.com/2013/03/analisis-terhadap-melonjaknya-harga.html

[terhubung berkala]. Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010 – 2014. Jakarta.

Khasiat buah dan sayuran untuk kesehatan tubuh. 2010. Khasiat Cabai Rawit.

http://khasiatbuah.com/cabai-rawit.htm [terhubung berkala]. Saliem,H P, M. Ariani, Y.Marisa dan T.B. Purwantini. 2002. Analisis Kerawanan Pangan

Wilayah dalam Perspektif Desentralisasi Pembangunan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Wikipedia. 2014. Kedelai. http://id.wikipedia.org/wiki/Kedelai. [terhubung berkala].

Wikipedia. 2014. Nanas. http://id.wikipedia.org/wiki/nanas. [terhubung berkala].

Wikipedia. 2014. Kelapa Sawit. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit. [terhubung berkala]. Wikipedia. 2014. Minyak Sawit. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_sawit. [terhubung

berkala].

Page 67: Buletin Konsumsi Pangan Vo. 5 No.2, 2014