Buletin GINSI Jateng€¦  · Web view“Harga kebutuhan sehari-hari di pasar dunia lagi menurun,...

42
KHUSUS UNTUK ANGGOTA BULETIN JATENG GINSI MEI 2016 NOMOR : 877 TAHUN KE - XXXVIII DAFTAR ISI Salah Tafsir Mengenai penurunan atau Peningkatan Impor ……………………………. ………………….………. 2 Pembatasan Kuota Impor Rawan Praktik Rente ………………………………………………………………………… 7 Rektor IPB : Lahan Luar Biasa Luas, tapi Indonesia Diserbu Buah Impor …………………………………… 8 Tarik Investasi, Pemerintah Fokus Benahi Infrastruktur dan Regulasi ……………………………………… 9 Soal Pemberlakuan SNI, Ini yang Diminta Pelaku Usaha Mainan Anak ………………………………………... 11 Pasokan Bahan Baku Minim, Industri Pengolahan Ikan Minta Pemerintah Buka Impor ……………… 12 Soal Kebijakan Impor Daging dan Ternak, Ini yang Dilakukan Pemerintah ………………………………….. 13 Barang Modal Bekas Boleh Diimpor dengan Persyaratan Tertentu ……………………………………………… 14 Penyederhanaan Perizinan Impor Garam ………………………………………………………………………………….. 15 Empat Kebijakan dalam Paket Ekonomi Jilid Ke-XI ……………………………………………………………………. 17 Impor Gula Kristal Mentah Dibatasi ………………………………………………………………………………………….. 18 PTKP Dinaikkan 50 Persen dari Rp 36 Juta Menjadi Rp 54 Juta Per Tahun Edisi Mei 2016 : 877 TAHU

Transcript of Buletin GINSI Jateng€¦  · Web view“Harga kebutuhan sehari-hari di pasar dunia lagi menurun,...

KHUSUS UNTUK ANGGOTA

BULETINJATENGGINSI

MEI 2016NOMOR : 877 TAHUN KE - XXXVIII

DAFTAR ISI

Salah Tafsir Mengenai penurunan atau Peningkatan Impor …………………………….………………….………. 2 Pembatasan Kuota Impor Rawan Praktik Rente ………………………………………………………………………… 7 Rektor IPB : Lahan Luar Biasa Luas, tapi Indonesia Diserbu Buah Impor …………………………………… 8 Tarik Investasi, Pemerintah Fokus Benahi Infrastruktur dan Regulasi ……………………………………… 9 Soal Pemberlakuan SNI, Ini yang Diminta Pelaku Usaha Mainan Anak ………………………………………... 11 Pasokan Bahan Baku Minim, Industri Pengolahan Ikan Minta Pemerintah Buka Impor ……………… 12 Soal Kebijakan Impor Daging dan Ternak, Ini yang Dilakukan Pemerintah ………………………………….. 13 Barang Modal Bekas Boleh Diimpor dengan Persyaratan Tertentu ……………………………………………… 14 Penyederhanaan Perizinan Impor Garam ………………………………………………………………………………….. 15 Empat Kebijakan dalam Paket Ekonomi Jilid Ke-XI ……………………………………………………………………. 17 Impor Gula Kristal Mentah Dibatasi ………………………………………………………………………………………….. 18 PTKP Dinaikkan 50 Persen dari Rp 36 Juta Menjadi Rp 54 Juta Per Tahun ………………………………….. 20 Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan ……………………………………………………………………………… 21 Antisipasi Impor Tinggi, 3 Sektor Ini Harus Dibangun ………………………………………………………………… 22 Ini Bocoran Paket Kebijakan 13, Kemudahan Memiliki Rumah …………………………………………………... 23 New Priok Terminal I Siap Layani Pelayaran Ekspor-Impor Barang …………………………………………… 25

*** dihimpun dari berbagai sumber

Edisi Mei 2016 : 877 TAHUN KE - XXXVIII

Buletin GINSI Jateng 2

SALAH TAFSIR MENGENAI PENURUAN ATAU PENINGKATAN IMPOR

Dalam paparan berkalanya, Kepala BPS Suryamin menjelaskan (15/3), volume impor barang konsumsi selama Februari meningkat kembali lebih dari 100% dibandingkan dengan Februari 2015 (year on year / yoy). Volume impor barang konsumsi melambung hingga 102,59%. Ia beralasan harga barang-barang konsumsi di pasar global sedang menurun sehingga barang itu banyak diborong masyarakat.

“Harga kebutuhan sehari-hari di pasar dunia lagi menurun, masyarakat jadi belanja lebih banyak,” jelas dia. Juga secara nilai, impor barang konsumsi selama Februari 2016 meningkat 21,9% (yoy). Sementara itu, secara kumulatif Januari-Februari 2016, kenaikannya mencapai 34%. Sedangkan impor barang konsumsi selama Januari lalu meningkat 47%.

Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo ikut menambahkan, mayoritas dari impor barang konsumsi yang membengkak merupakan kebutuhan sehari-hari seperti gula, buah-buahan, hewan, daging sapi, gandum, dan sayuran. Asal barang dari negara yang berbeda-beda, antara lain Australia, Thailand, dan Tiongkok.

“Impor barang konsumsi ini lebih ke makanan setengah jadi. Hewan seperti sapi hidup. Lalu, ada juga makanan kalengan, buah, dan gandum. Kalu barang-barang untuk e-commerce belum kita lihat lagi, tapi tidak banyak,” cetus Sasmito. Senada dengan Suryamin, ia menyebut kondisi harga barang di dunia yang sedang murah dimanfaatkan oleh masyarakart dan pemerintah untuk berbelanja, baik untuk konsumsi maupun produksi. “Indutsri manufaktur misalnya juga memanfaatkan untuk investori (penyimpanan) mungkin.”

Sebelumnya, BPS merilis data penurunan nilai impor bahan baku/penolong dan impor barang modal pada Januari 2016 ketimbang Desember 2015 (16/2). Keduanya turun sebesar 14,05% dan 20,38% menjadi USD 7,5 milyar dan USD 1,79 milyar. Sementara itu, nilai impor barang konsumsi tercatat meningkat sebesar 5,12% menjadi USD 1,16 milyar.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP2KP) Kemendag Tjahya Widayanti mengatakan fenomena tersebut sebenarnya sudah terjadi sejak Desember 2015. Karena itu, nilai impor barang konsumsi naik

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 3

sementara impor bahan modal dan bahan baku yang menurun perlu diwaspadai.

Pada Januari 2016, kata dia, pangsa impor barang konsumsi sudah menjadi sekitar 11% dari total seluruh nilai impor. “Sejak Desember juga pangsanya sudah sekitar 9% dan ini sudah harus diwaspadai,” ujar Tjahya (16/2). Dia menilai penurunan nilai impor bahan baku dan barang modal ditenggarai karena anjloknya harga komoditas, termasuk minyak dunia. Karena itu, banyak industri yang masih wait and see untuk mengimpor bahan baku/penolong untuk industrinya.

SurplusDengan menurunnya nilai impor ini,

menurut BPS posisi neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Menurut laporan BPS, secara keseluruhan neraca perdagangan selama 2015 tercata surplus sebesar USD 7,52 milyar, membaik dibandingkan dengan defisit neraca perdagangan 2014 sebasar USD 1,88 milyar. Sementara itu, posisi neraca perdagangan Januari 2016 masih tetap surplus sekalipun cuma USD 50,6 juta. Surplus neraca perdagangan tersebut dinilai tipis dibandingkan Januari 2015 yang tercatat seniali USD 632,3 juta,.

“Penyebab utamanya karena rendahnya harga-harga komoditas,” jelas Kepala BPS Suryamin (15/2). Surplus neraca perdagangan tercatat senilai USD 50,6 juta, dilatarbelakangi oleh nilai ekspor Indonesia pada bulan lalu tercatat sebesar USD 10,5 milyar, sedangkan nilai impornya sebesar USD 10,45 milyar. Sebagai catatan, selama Januari 2015, nilai ekspor mencapai USD 13,24 milyar, sedangkan nilai impornya hanya USD 12,61 milyar.

Dengan demikian surplus neraca perdagangan di akhir Januari tahun lalu tercatat USD 632,3 juta. Kemudian, secara rinci Suryamin menjelaskan, surplus neraca perdangan Januari 2016 yang tercatat sebesar USD 50,6 juta terdiri dari surplus perdagangan non migas USD 164,5 juta, dan defisit migas sebsar 113,9 juta. “Perdagangan migas mengalami defisit 113,9 juta dollar AS, terdiri dari minyak mentah yang defisit 37,4 juta dollar AS, hasil minyak defisit 599 juta dollar AS, sedang gas surplus 522,5 juta dollar AS,” tambah Suryamin.

Mengenai surplus neraca perdagangan itu, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengemukakan, neraca perdagangan Indonesia 2015 yang surplus tidak seharusnya serta merta dijadikan indikator adanya perbaikan ekonomi.

“Walau surplus cenderung menggembirakan, tapi harus dilihat dulu seperti apa,” ujar Thomas di Kemendag (18/1).

Soalnya, menurut dia, neraca perdagangan Indonesia yang surplus di tahun lalu bukan disebabkan oleh ekspor yang jauh meningkat. Tapi disebabkan oleh penurunan impor yang lebih besar dibanding penurunan ekspor. “Jadi bukan karena peningkatan ekspor, namun karena impor kita yang lebih besar turunnya,” jelas Thomas.

Kondisi seperti ini tidak selalu baik. Sebenarnya, terdapat kondisi dimana penurunan impor bahan tertentu menjadi pertanda lesunya pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor produksi. “Misalnya, kalau kekurangan investasi dan jadi tidak mengimpor mesin untuk produksi juga bisa membuat surplus, tapi kan tidak bagus,” ujar Thomas.

Sebaliknya, neraca perdagangan yang defisit malah bisa menjadi pertanda pertumbuhan ekonomi yang bagus. Dicontohkan Thomas, ketika ekonomi menguat dan daya beli masyarakat meningkat, industri dalam negeri justru akan meningkatkan impor bahan baku atau mesin untuk menggenjot produksi. “Maka, saya tidak terlalu prihatin neraca perdagangan secara umum kita surplus atau minus, selama masih 1 persen dari total GDP,” katanya.

Impor PanganSebelumnya, pada tahun 2015 Wapres Jusuf

Kalla merasa galau karena impor pangan masih tinggi, mulai dari jagung, gula, hingga gandum. Karena gandum termasuk yang paling banyak diimpor, pemerintah berencana memanggil semua produsen terigu untuk mencari cara memproduksi gandum. “Harus ada kombinasinya dari produksi lokal. Karena, kalau tidak salah, gandum diimpor 7 juta ton, jauh lebih besar dari yang lainnya,” ujar Kalla di kantor Kementan (16/9).

Kalla menyatakan, ingin mengurangi impor pangan karena kondisi perekonomian sedang lemah seperti sekarang ini. Pengurangan impor dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan domestik. JK kemudian memperjelas, tak akan serta merta menyetop impor, karena kebutuhan dalam negeri harus terpenuhi. “Karena, nanti Anda tidak makan tiba-tiba, katakanlah restrock sapi, naik harga, inflasi naik, timbul kemiskinan. Namun harus tegas dijalankan.”

Namun demikian, ditegaskan JK, kebijakan impor dapat dilakukan kalau pasokan pasar

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 4

domestik kurang. “Kalau memang kekurangan, kalau kekuarangan sekali lagi, pasti diterbitkan kebijakan impor itu,” ujar Kalla.Impor Gandum Melonjak

Dalam penjelasannya kepada awak media, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mengaku terkejut terkait melonjaknya impor gandum pada Januari 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu. Menurut data yang dirilis BPS, impor gandum pada Januari 2016 (yoy) mengalami pelonjakan tajam yaitu sebesar 86,35%.

Dalam hal itu, Ketua Aptindo Franciscus Welirang menyatakan, pihaknya kaget karena disimpulkan yang melonjak drastis adalah impor gandum untuk konsumsi, terigu untuk makanan. Hal itu perlu diluruskan, karena penyebab melonjaknya impor gandum selama Januari 2016 dibanding Januari 2015 bukan merupakan makanan manusia. Franciscus atau yang akrab disapa Franky menyebutkan, kenaikan konsumsi terigu nasional pada Januari 2016 dibanding 2015 hanya sebesar 3,8% atau sekitar 475.500 metrik ton (MT).

“Jadi mustahil kanaikan impor gandum tersebut untuk konsumsi terigu atau makanan berupa roti dan mi serta makanan lainnya berbasis tepung terigu,” ujarnya dalam suatu siaran pers. Dilanjutkan Franky, impor gandum nasional dari tahun 2014 ke tahun 2015 justru menurun 0,3%. Penurunan yang sama juga terjadi pada konsumsi terigu nasional dari 2014 ke 2015 yaitu 2,2%. Franky mengatakan, berdasarkan data Aptindo, peningkatan impor gandum tersebut adalah untuk kebutuhan industri pakan ternak.

Kesimpulan tersebut diperkuat dengan informasi dari beberapa anggota di bawah naungan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), bahwa lonjakan impor gandum yang dimaksud oleh BPS sebenarnya adalah dampak dari dibatasinya impor jagung oleh pemerintah. “Akibatnya harga jagung semakin mahal dan langka, sehingga industri pakan ternak beralih ke bahan baku yang lebih murah dalam hal ini gandum.”

Inilah yang perlu diluruskan dan diperjelas oleh BPS, agar jangan sampai menyesatkan sehingga muncul imbauan dalam pemberitaan yang lalu agar mengurangi konsumsi mie, roti, dan bahan makanan lainnya berbasis terigu,” ucap dia. Kemudian dia menambahkan, pada periode Oktober, November, dan Desember 2015, ada kenaikan impor gandum oleh industri pakan ternak masing-masing sebesar 616,8%, 659,1% dan 84,8%. Kemudian ternyata, impor gandum lebih

banyak diperuntukkan bagi industri pakan ternak selama 2014-2015, yaitu mengalami kenaikan sebesar 3.080,9% (yoy).Jangan Ceroboh

Dalam hal kebijakan impor bahan baku, termasuk gandum dan kedelai, barangkali perlu kita ingatkan kembali kekacauan yang ditimbulkan oleh Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 241/2010 yang berlaku per 31 Maret 2011. Dalam rangka menekan impor, Menkeu membuat kebijakan melalui KMK tersebut dan membebani 185 pos tarif dengan bea masuk (BM) antara 5% sampai 10%. Umumnya yang termasuk dalam 185 pos tarif adalah barang modal dan bahan baku.

Padahal, selama ini komoditas tersebut dibebaskan dari pengenaan bea masuk, agar industri dapat bekembang lebih cepat. Keputusan Menkeu itu tentu saja sangat menyulitkan dunia usaha, khususnya industri. Pasalnya, barang yang dikenakan bea masuk tersebut adalah barang-barang yang dibutuhkan industri, baik industri besar maupun kecil. Lebih menyulitkan lagi, terutama bagi importir yang sudah membuka L/C pada akhir 2010 dengan perhitungan barang yanga akan diimpor bebas BM. Ketika barang datang di pelabuhan tujuan sesudah 31 Maret, importir kaget karena barang-barang yang datang di pelabuhan tujuan, ternyata dikenakan bea masuk.

Menanggapi kebijakan itu, Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto menegaskan (18/1), KMK tersebut tanpa sosialisasi dan kurang jelas alasannya. Padahal kenaikan bea masuk bahan baku yang ditetapkan dalam PMK itu berdampak pada menurunnya daya saing industri di dalam negeri. Sementara Wakil Ketua Umum Kadin Hariyadi Sukamdi menilai, pemerintah ceroboh data menerbitkan KMK tersbut. Begitu pula Direktur Esksekutif Asosiasi Produsen Tepung Terigu (Aptindo) Ratna Sari Loppies merasa terpukul karena impor gandum yang sebelumnya tidak dikenakan BM (0%), melalui KMK itu dikenakan BM sebsar 5%.

Pengenaan BM atas gandum, jelas berdampak luas. Kenaikan harga terigu dan akan berdampak pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Karena 70% pemakaian terigu atau sebesar 70 juta ton adalah pengusaha UMKM. Selain itu, rekasi negative juga datang dari Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman, produsen TPT kini harus memperhitungkan biaya tambahan untuk menebus mesin-mesin yang akan sampai di pelabuhan tujuan. Mesin tekstil yang kini

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 5

dibebani BM, diantaranya mesin pengolah serat, mesin pemintalan, mesin tenun elektrik.

Lain lagi persoalan yang dihadapi oleh pengusaha industri pupuk. Menurut Direktur Pengelola PT. Antarniaga Nusantara Johan Unggul, industri pupuk tak punya pilihan. Pengenaan bea masuk tetap harus ditanggung, karena bahan baku pupuk seperti NPK harus diimpor. “Pilihannya, membayar BM 5% atau denda 10%, agar tidak melanggar kontrak,” ujarnya.

DirevisiSetelah mendapat reaksi keras dari dunia

usaha umumnya, asosiasi perusahaan khususnya, akhirnya Menteri Keuangan Agus DW Martowidoyo menyetujui untuk merevisi keputusan tersebut, namun revisinya berlangsung lamban karena hambatan birokrasi. Menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Edy Putra, Menkeu sudah menandatangani revisi PMK tersebut pada Januari 2011. “Adapun pengundangan akan dilakukan di Kementerian hukum dan HAM,” jelas dia kepada awak media (25/1).

Kebijakan pengenaan bea masuk atas bahan baku industri tersebut, tampaknya tidak selaras dan kurang terkoordinasi antar instansi pemerintah, sehingga memunculkan aturan kontra produktif bagi industri. Disisi lain, hingga kini berbagai kebijakan yang tumpang tindih, terus membebani sektor bisnis dan industri nasional.

“Kami masih menunggu revisi tahap kedua terhadap PMK No 241/2010. Padahal selama menunggu ini berbagai sektor usaha yang mengimpor bahan baku dan barang modal terkena bea masuk (BM) yang menambah beban produksi itu,” ujar Wakil Sekum Asosiasi Pengusaha Indoensia (Apindo) Franky Sibarani (30/3).

Lebih jauh, Franky menuding terbitnya aturan tersebut sejak awal merupakan cermin kurangnya kepedulian pemerintah terhadap kondisi ekonomi, terutama sektor riil di dalam negeri. Program pemerintah itu seperti diterjemahkan dalam bentuk kebijakan sesuai kepentingan instansi masing-masing yang anehnya sering saling bertentangan,” ujarnya.

Kedelai ImporKomiditi lain yang termasuk sebagai bahan

baku dan sering dipersoalkan adalah kacang kedelai. Sudah cukup lama ada upaya untuk mengembangkan kedelai lokal untuk mengurangi volume impor. Namun, Dirjen Tanaman Pangan

Kementan, Hasil Sembiring, kedelai impor itu lebih digandrungi bentuk dan kualitasnya lebih baik. “Memang tidak bisa dibandingkan petani kita dengan petani Amerika, saya pernah tinggal dan kerja di sana jadi saya tahu, mereka memang menggunakan teknologi tinggi. Namun bukan berarti kita harus mematikan semangat petani lokal untuk menanam kedelai. Nanti kita tergantung terus pada kedelai impor,” ujar Hasil.

Disisi lain, menurut Direktur Eksekutif Akindo Yus’an, jenis kedelai lokal kurang diminati para perajin tempe dan tahu. Namun, sejauh ini tidak ada kedelai lokal yang tidak terserap. Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, kedelai lokal lebih cocok untuk membuat tahu. Untuk tempe, diperlukan kedelai yang lebih besar, berukuran seragam, dan bersih. Karena itu, kedelai impor biasa digunakan untuk membuat tempe. “Karakteristik kedelai lokal lebih disukai untuk membuat tahu karena kedelai lokal kulitnya lebih tipis, harum, legit, dan dimasak lebih cepat daripada kedelai impor,” papar Aip.

Swasembada KedelaiDalam kaitannya dengan swasembada

kedelai, Sekjen Akindo Hidayatullah mengemukakan, Indonesia sebetulnya bisa mencapai swasembada kedelai. Namun, pemerintah harus melakukan berbagai cara, yakni menyediakan lahan baru seluas 500 ribu hektare seperti yang dijanjikan Kementerian Pertanian, memakai bibit unggul, menggunakan pupuk dan pestisida yang tepat, dan pola budi daya yang lebih maju. Ditambahkan Hidayatullah, juga harus ada lahan khusus ditanami kedelai karena bisa panen sepanjang tahun. Salah satu problem saat ini ialah kedelai hanya dijadikan tanaman sela atau bergantian dengan tanaman lain.

“Satu hektare itu hasilnya 1,4 ton. Kalau lahan bertambah 500 hektare, tambahannya bisa mencapai 700 ribu ton. Ditambah produksi sekarang sekitar 900 ribu ton, sudah 1,6 juta ton. Itu sudah memenuhi kebutuhan pengusaha tempe,” jelas dia.

Secara terpisah, Aip Syarifuddin Ketua Gakoptindo memproyeksikan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2,5 juta-2,7 juta ton. Kedelai yang diimpor direncanakan sebanyak 2 juta ton, sisanya akan berasal dari kedelai lokal. “Terus terang saja, kalau mengandalkan kedelai lokal, tidak jelas kapan adanya,” imbuhnya.

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 6

Berbeda pendapat, Yus’an Direktur Ekesekutif Akindo mengatakan, kualitas kedelai lokal tidak bisa bersaing dengan kedelai impor dari Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina. “Habitat kedelai di negara sub tropis, seperti tiga negara itu. Ini perlu perhatian, kedelai bukan tanaman tropis,” tukas Yus’an pada suatu diskusi dengan media di Jakarta (19/2). Selain itu jumlah produksi kedelai lokal jenis Aram II pada tahun lalu hanya 938 ribu ton. Padahal, kebutuhan kedelai para perajin tempe dan tahu mencapai sekitar 1,8 juta ton per tahun. Pada tahun 2015, kata Yus’an, kedelai impor yang masuk mencapai 2,26 juta ton.

TeknologiDilihat dari aspek produktivitas, kalau

dibandingkan dengan negara lain, produktivitas hasil pertanian memang lebih rendah. Contohnya, mengenai kedelai, menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan Achmad Suryana pada tahun 2013 (24/7), produksi kedelai di Indonesia hanya 1,2 juta ton per hektar. Sementara di Brazil yang sama-sama daerah tropis bisa memproduksi sebanyak 2,5 juta ton per hektar. Dua kali lipat dari produksi kita.

Pasalnya, menurut dia, Brazil memiliki teknologi khusus yang mampu meningkatkan produktivitas kedelainya. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Indonesia. Untuk memperbaiki produksi kedelai Indonesia, Kementan kini tengah mencoba meminta kepada pemerintah Brazil untuk transfer teknologi benih kedelai. Selain itu, Brazil telah memiliki lembaga khusus untuk melakukan penelitian kedelai, yaitu Lembaga Penelitian Kedelai Nasional (National Center for Soybean Research) di bawah naungan Brazilian Enterprize of Agricultural Research (EMBRAPA). Lembaga tersebut telah memiliki plasma nutfah (substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh) yang diperoleh dari Amerika Serikat, China, Jepang, dan Korea untuk keperluan mengembangkan varietas-varietas unggulan baru.

Juga diutarakan oleh Dosen Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Setyastuti Purwanti Subroto, petani pun enggan menanam kedelai karena hasil panen mereka terlalu sedikit. Selain itu dari segi harga, petani kedelai tidak menikmati harga beli yang baik. Hal demikian itu terjadi, menurut Setyastuti, karena nihilnya dukungan pemerintah kepada petani. Dilihat dari penghasilan, satu hektar padi

menghasilkan Rp 20 juta, sedangkan kedelai hanya bisa menghasilkan sekitar Rp 5 juta.

Begitu pula mengenai produktivitas tanaman padi. Dijelaskan oleh guru besar Universitas Udayana Prof Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta MSc, rata-rata produksi padi Indonesia hanya 4,5 ton gabah kering giling (GKG) per hektar, sedangkan Australia mencapai 8,6 ton, Jepang 6,53 ton dan China 8,53 ton. Jadi produsi padi di Indonesia tergolong rendah.

Saran saranPertama, seperti sudah banyak dibahas,

pemerintah perlu memastikan data statistik yang tersedia berkualitas. Artinya akurat dan tidak diberi komentar sembarangan oleh BPS. Biarkan para analis dan pengamat yang memberikan komentar. Kalau komentar BPS salah, itu akan berakibat fatal. Contohnya mengenai peningkatan impor bahan baku. Hal itu sudah pernah terjadi pada pemerintahan sebelumnya. Sehingga pemerintah membuat kebijakan yang sangat ceroboh dengan mengenakan bea masuk untuk produk pangan tertentu seperti beras, gandum, kedelai, dan jagung. Untuk tahun ini, hampir saja pemerintah mengulangi kesalahan pemerintah sebelumnya mengenai impor gandum. Dalam hal ini alangkah baiknya kalau kita berdayakan perguruan tinggi dan lembaga riset untuk melakukan riset dan mengembangkan teknologi seperti yang dilakukan di Brazil dan Australia.

Selain itu, kita bisa mengutamakan pengembangan produk-produk pertanian yang memang memungkinkan dan sesuai untuk daerah tropis. Hal itu sebenarnya sudah disarankan oleh Direktur Perdagangan dan Pertanian OECD (Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi) Ken Ash pada tahun 2012. Menurut penilaian OECD, perhatian Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan melalui swasembada, dinilai salah arah.

Indonesia sebaiknya lebih fokus pada komoditas yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan komparatif sehingga mampu bersaing di pasar global dalam produk ekspornya. Lebih lanjut OECD menyarankan, pemerintah Indonesia sebaiknya mulai meninggalkan tujuan swasembada karena dinilai justru membutuhkan dana besar jika dipaksakan pada komoditas yang kurang berdaya saing tinggi.

--- Sumber : ( Warta GINSI Edisi Maret 2016 Nomor 3463/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 7

Pembatasan Kuota Impor Rawan Praktik Rente

Lembaga riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengkritik kebijakan pemerintahan Jokowi-JK soal sistem pembatasan impor melalui kuota terhadap produk jagung dan kedelai pakan ternak. Menurut lembaga ini, kebijakan tersebut sangat rawan dengan terbentuknya praktik rente ekonomi.

"Jika disparitas harga dalam negeri dan di internasional makin lebar, peluang terjadi kartel makin kuat," kata Ketua Departemen Ekonomi CSIS, Yose Rizal Damuri di Jakarta, Jumat (6/5).

Menurut Yose, pemerintah Indonesia kerap kali mengatur urusan kebijakan pangan dengan pendekatan kebijakan perdagangan, salah satunya tercermin melalui pembatasan impor. Padahal, dengan sistem pembatasan, menurut dia, sering kali memunculkan terjadinya perbedaan harga yang tinggi.

"Kita perlu melihat lagi kebijakan pembatasan tersebut, apalagi dengan adanya evaluasi 6 bulan. Rasanya itu tidak responsif terhadap keadaan," katanya.

Akibatnya, muncullah disparitas harga antara dalam dan luar negeri. "Justru inilah yang membuat menjadi tidak efektif dan rawan terhadap rente ekonomi. Di sini bisa saja muncul konsesi-konsesi dan ini pernah terjadi pada kasus sapi 2014," katanya.

Yose juga menilai pembatasan melalui sistem kuota seperti yang dilakukan terhadap beras telah membuat harga beras berisiko naik hingga 25 persen pada tahun 2020.

Apabila pembatasan impor dihilangkan, harga beras pada saat itu berpotensi turun 14,47 persen.

Tidak hanya itu, Yose menilai sentimen pemerintah pada impor juga tidak baik bagi

keadaan ekonomi Indonesia. Sebab, pembatasan impor dalam perjanjian perdagangan internasional juga dilarang. "Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau perjanjian lain pembatasan atau pengaturan impor memang tidak diizinkan," katanya.

Pembatasan atau pengaturan oleh pemerintah, dia anggap tidak holistis dilakukan lantaran dilakukan hanya pada waktu-waktu tertentu dan tidak stabil. "Jadi, pengaturannya ini saya lihat bermasalah," katanya.

Spesialis Kemiskinan Bank Dunia Kantor Jakarta (Poverty Specialist World Bank Office Jakarta), Maria Monica Wihardja mengatakan, bahwa impor bukanlah hal yang haram untuk dilakukan oleh Indonesia.

Menurut Maria, meski selama ini 95 persen kebutuhan pokok beras sudah bisa dipenuhi, sebanyak 5 persen dari kebutuhan nasional harus tetap diperhatikan. Lambannya keputusan impor yang dilakukan oleh pemerintah selama ini, menurut dia, telah mengakibatkan naiknya harga beras seperti yang terjadi awal tahun. Pemerintah bahkan sempat mencari pasokan beras sampai ke India dan Pakistan untuk memenuhi kebutuhan.

"Ini sangat terasa pada beberapa waktu yang lalu. Akibatnya, di awal tahun meski data menunjukkan surplus, harga merangkak naik. Ini dinilai menjadi penyebab signifikan tingginya harga komoditas pangan utama dalam negeri," katanya.

Maria menjelaskan bahwa volume beras di pasar global terbilang kecil sekitar 7 sampai dengan 8 persen dari total produksi dari lima negara produsen utama yang menguasai hingga 80 persen pasar internasional.

--- Sumber : (http://www.merdeka.com) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 8

Rektor IPB : Lahan Luar Biasa Luas, tapi Indonesia

Diserbu Buah Impor

Merdeka.com - Rektor Institute Pertanian Bogor (IPB), Herry Suhardiyanto mengaku prihatin dengan potensi lahan Indonesia yang luas namun tidak sebanding dengan produksinya terutama untuk komoditas buah-buahan. Dampaknya, Indonesia harus impor buah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Ironinya lagi, nilai ekspor buah asal Indonesia lebih kecil dibanding buah yang diimpor.

"Saya punya keprihatinan dengan banyak buah impor, padahal lahan luar biasa luas. Itu karena petani tanam buah tersebar, beli (bibit) pohonnya dari toko buah di mana tidak diketahui, nggak tahu asal-usul bibit," ujar Herry di

Auditorium D Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (9/5).

Ketidaktahuan petani terhadap bibit membuat kualitas produksi mereka menjadi tidak merata. Produktivitas menjadi menurun dan buah di Tanah Air tidak mampu bersaing dengan buah dari negeri orang.

"Karena tidak tahu asal-usul bibit unggul, ditunggu bertahun-tahun ternyata produktivitas dan kualitasnya nggak bagus. Karena kualitas tidak seragam sulit buat penetrasi buat pasar dalam maupun ekspor," kata dia.

--- Sumber : (http://www.merdeka.com) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 9

TARIK INVESTASI, PEMERINTAH FOKUS BENAHI INFRASTRUKTUR DAN REGULASI

Untuk memenangkan persaingan dan menarik investasi, pemerintah saat ini fokus pada dua hal, yakni membangun infrastruktur dan memperbaiki deregulasi, termasuk menaikkan peringkat dalam kemudahan berusaha (ease of doing business). Presiden Jokowi mengemukakan hal itu saat memberikan sambutan pada Peresmian Konsolidasi Perencanaan dan Penanaman Modal Nasional (KP3MN) Tahun 2016 dan Peluncuran Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi di Kawasan Industri, serta Peningkatan Layanan Izin Investasi Tiga Jam untuk Bidang Infrastruktur, di istana Negara.

Presiden memberikan contoh, di bidang infrastruktur, perizinan yang baik akan terbuang percuma bila tidak didukung oleh pelabuhan dan jalan yang baik. “Saat ini kita telah memasuki era kompetisi, persaingan di bidang perdagangan, tapi juga persaingan dalam mendapatkan investasi. Tidaklah heran jika banyak negara berlomba memberikan kemudahan dalam berinvestasi. Kita berkejar-kejaran. Tahun 2015-2030 adalah masa kritis,” paparnya.

Presiden berpendapat, jika perizinan dapat berjalan dengan baik, beriringan dengan pembangunan infrastruktur yang memadai, barulah Indonesia dapat tinggal landas menuju masa depan yang lebih baik. Karen itu, ia sendiri yang mengecek

langsung kesiapan suatu pelabuhan, karena dwelling time merupakan kunci mengingat biaya logistik harus rendah.

Dalam kemudahan dalam berusaha (ease of doing business) Presiden mengatakan di antara negara ASEAN, peringkat Indonesia masih tertinggal. Pada tahun 2016 peringkat Indonesia berada pada posisi 109 dari 189 negara. Sementara Singapura pada posisi 1, Malysia posisi 18, Thailand posisi 49, Brunei Darussalam posisi 84, Vietnam 90, dan Filiphina posisi 103. Pada tahun 2015 peringkat Indonesia bahkan lebih rendah yakni pada posisi 120. Tahun ini, Presiden menargetkan peringkat Indonesia berada pada posisi 40. “Mana masih lelet dan belum bergerak, yang menderita nanti rakyat,” ujar Presiden

Di depan kepala daerah, mulai dari Gubernur, Bupati dan Walikota, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKMPD) Presiden berharap semua pihak optimis agar peringkat tersebut dapat dicapai. Beberapa waktu sebelumnya banyak yang tidak dapat membayangkan proses perizian dapat tuntas dalam waktu tiga jam, tapi saat ini dalam tiga jam bisa mendapatkan delapan izin, dan menurut BKPM investasi di luar Jawa naik lebih dua kali lipat. “Hanya masalah niat dan kemauan. Saya minta semua daerah semua sama. BKPMD, jangan sampai

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 10

orang sudah masuk dan mengingat, karena izin nggak perlu seperti itu,” tegas Presiden.

Pada kesempatan yang sama, Presiden menyaksikasn peresmian KP3MN, yang ditandai dengan pendatanganan dokumen oleh Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, Bupati, Walikota dan Kapolda. Selanjutnya Presiden ingin melihat pelaksanaannya, karena justru pelaksanaannya yang sering tidak berjalan. “Pelaksanaan yang sering kita kedodoran seperti itu. Tandatangan seperti itu banyak, tapi implementasi yang harus kita dorong,” tandas Presiden.

Lebih lanjut, Presiden mengatakan, untuk menunjang kemudahan dalam berinvestasi sangat diperlukan deregulasi, tidak hanya di pusat namun juga di daerah. Karena itu Presiden menginstruksikan kepada pemimpin daerah yang hadir dalam acara tersebut untuk tidak lagi menambah peraturan. “Jangan menambah peraturan, sehingga kita lincah dan cepat mengatasi perubahan global,” tambah Presiden, yang juga memerintahkan kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution, untuk memangkas peraturan, baik di pusat maupun di daerah. Pemangkasan peraturan tersebut ditargetkan selesai pada April. ”Nggak bisa tidak, sekali lagi perubahan ada di depan mata dan persaiangan di depan mata. Jangan sampai keluar lagi izin sampai empat tahun, enam tahun,” tegas Presiden, seraya menyebutkan saat ini ada 42 ribu regulasi dan aturan yang mengahambat. Ada 3.000 Perda masuk ke Kementerian dalam Negeri. Regulasi dan peraturan-peraturan tersebut harus dipangkas. “Sudah nggak usah kaji mengkaji, hapus saja. Kalau mengkaji baik. Kalau mengkaji berapa puluh tahun akan selesai,” tegas Presiden yang akan mengecek sendiri satu persatu pelaksanaannya. “Kalau menterinya lelet, ganti. Sayang saya nggak bisa ganti gubernur, bupati dan walikota,” ucap Presiden yang disambut tawa para undangan yang hadir.

Lebih lanjut Presiden memberikan contoh, akibat ketidak efisienan dwelling time di pelabuhan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 740 triliun. Seperti diketahui, proses bongkar muat di pelabuhan sebelumnya memakan waktu hingga enam hari. Pada Januari proses bongkar muat sudah turun jadi 4,7 hari, sedangkan saat ini sudah

bisa dilakuakn dalam tiga hari. “Saya akan urus sebelum dwelling time betul-betul dalam posisi bersaing,” kata Presiden.

Ivestasi Naik 17,8 PersenSementara itu Kepala BKPM, Franky

Sibarani, dalam sambutannya menyampaikan data-data terkait realisasi investasi 2015. Menurut Franky, pada tahun 2015 terdapat kenaikan investasi sebesar Rp 545,4 triliun atau naik 17,8% dibandingkan realisasi 2014. Peningkatan investasi ini menyerap tenaga kerja sebanayk 1,4 juta orang. Untuk Pulau Jawa, kenaikan investasi pada 2015 mencapai 13% atau sebesar Rp 296,8 triliun. Sedangkan di luar Jawa naik 25% dibanding tahun sebelumnya atau mencapai Rp 248,6 triliun.

KP3MN, lanjut Franky, bertujuan untuk membangun sinergi antara pusat dan daerah dalam percepatan layanan terhadap investor. Untuk itu sebanayk 511 PTSP atau 91% dari total 561 wilayah telah terbentu. Ini meningkat dari 463 pada 2014.

Franky juga menyampaikan, bahwa 14 kawasan industri telah ditetapkan sebagai lokasi implementasi kemudahan investasi langsung konstruksi. Kawasan industri tersebut tersebar di enam provinsi dan sembilan kabupaten/kota. “Ini sebenarnya merupakan bukti antusiasme daerah terhadap implementasi kebijakan kemudahan investasi langsung, sebab awalnya diproyeksi hanya empat provinisi, namun saat diluncurkan menjadi enam provinsi.”

Dalam kaitannya dengan peningkatan layanan izin inevstasi tiga jam untuk bidang infrastruktur, Franky mengatakan 20 perusahaan telah memanfaatkan layanan 123J sejak diperkenalkan pertama kali pada 26 Oktober 2015 hingga 18 Februari 2016. Adapun nilai total komitmen investasi mencapai Rp 521,9 triliun dan akan menyerap 15.939 tenaga kerja Indonesia. Percepatan pelayanan perizinan tersebut tidak hanya di BKPM, tetapi juga di kementerian teknis, seperti Kementerian PUPERA yang sudah mempelopori dengan mempercepat perizinan IMB menjadi 3,30 hari tergantung jenis bangunan.

--- (Sumber : Berita Import Jatim Edisi April 2016 No. 1417/XLVII) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 11

SOAL PEMBERLAKUAN SNI, INI YANG DIMINTA PELAKU USAHA MAINAN ANAK

Pelaku Industri mainan anak mendukung usulan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang ingin mengubah agar Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk mainan anak dapat diterapkan di tataran hulu. Danang Sasongko, ketua Asosiasi Pengrajin Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI) di Jakarta, Kamis (3/3), mengatakan usulan dapat mempermudah perajin mainan anak karena tidak perlu mengurus SNI secara terpisah. Namun demikian, dia juga menyatakan bahwa pemerintah tetap harus bisa mengantisipasi produk-produk impor masuk.

Danang mengakui, peberlakuan SNI Wajib bagi maian anak bisa menekan pelaku industru kecil dan menengah (IKM), dengan meningkatkan ketergantungan IKM terhadao pelaku usaha berskala besar. Dia menjelaskan mayoritas pelaku usaha mainan edukatif yang berskala IKM terpaksa menjual produknya dengan harga rendah ke perusahaan besar yang sudah memiliki SNI. Hal tersebut dilakukan karena IKM tidak bisa mengikuti proyek pengadaan yang mensyaratkan SNI.

Menurut Danang, dengan menurunnya penjualan dari sektor umum pada tahun ini, membuat penjualan dari proyek pengadaan menjadi tumpuan pelaku industri. Hal ini memperkuat ketergantungan IKM terhadap industri besar. Dia menjelaskan bahwa IKM hanya bisa meraih rata-rata 5% keuntungan jika menjual ke perusahaan besar, dari biasanya dijual dengan laba 20% per unit. Hal lain menurut Danang menjadi masalah ialah kurangnya kontrol atas produk yang dibeli perusahaan besar, seperti untuk penggunaan cat dan bahan baku sesuai standart yang sudah ditetapkan.

Untuk mengatasi hal tersebut, menurutnya pemerintah perlu mengawasi perusahaan yang telah mengantongi SNI agar kualitas produk yang dipasarkan memang sesuai dengan yang awal saat pengujian. Selain itu, dia berharap agar pemerintah bisa mempermudah persyaratan pengurusan SNI bagi pelaku IKM, khususnya untuk izin lokasi industri. Menurutnya, SNI dapat diberikan untuk jangka waktu dua tahun.

Selanjutnya, biarkan seleksi alam berlaku untuk ketahanan pelaku industri tersebut. Hal ini dinilai lebih sehat ketimbang harus mematikan pelaku IKM dengan syarat administrasi.

Dampak dari pemberlakuan SNI ini, kata dia, beragam mainan anak tanpa standarisasi tersebut tidak bisa terus beredar. Hanya saja, Danang menganggap upaya pemerintah meingkatkan daya saing indutsri nasional tidak diiringin dengan pengawasan yang ketat. Menurutnya, hingga kini mudah diperoleh prodek mainan nir-SNI yang bereder, baik yang dijual di pasar tradisional maupun modern. Untuk menigkatkan proteksi bagi industri dalam negeri, APMETI mengharapkan pemerintah proaktif dalam memfasilitasi dan mendampingi industri mendapatkan hak patennya. APMETI, lanjut Danang, juga mengharapkan pemerintah meningkatkan fasilitas mendapatkan sertifikasi hak kekayaan intelektual (HKI). Dia mengatakan kekhawatiran muncul pasca pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang memungkinan produk impor menguasai pasar mainan anak di Indonesia. Menurut dia, pemerintah harus hadir untuk memfasilitasi industri lokal dan memperoleh hak paten. Industri mainann anak edukatif maupun tradisional terus berinovasi menyesuaikan pasar. “Jangan sampai keringat kami dinikmati begitu saja oleh pihak lain,” katanya.

Sementara itu, Euis Saedah, Direktur Jenderal IKM Kemenperin, mengatakan usulan agar SNI diterapkan di hulu sudah disampaikan kepada Badan Standarisasi Nasional (BSN). Dia menilai hal tersebut akan mempermudah pelaku IKM untuk mengembangkan kreativitas. Pasalnya, selama ini pelaku usaha masih harus mengurus SNI yang baru jika ingin melakukan pembaruan dari model yang ada. Hal tersebut, imbuhnya, disebabkan karena Indonesia, mengadopsi peraturan internasional yang mensyaratkan pengurusan standar produk harus dinilai per jenis barang. Padahal materialnya tetap berasal dari sumber yang sama.

--- (Sumber : Berita Import Jatim Edisi April 2016 No. 1417/XLVII) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 12

PASOKAN BAHAN BAKU MINIM, INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN MINTA PEMERINTAH BUKA

IMPORPelaku industri pengalengan ikan meminta

pemerintah agar memberikan keleluasaan untuk mengimpor ikan, guna menyiasati kekurangan pasokan bahan baku akibat adanya pengaturan kapal asing dan eks-asing. Namun, impor yang dimaksud hanya dilakukan secara temporer, dan dikhususkan untuk ikan cakalng yang menjadi produk ekspor utama dari wilayah Bitung, Sulawesi Utara.

Data Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menyebutkan di daerah Bitung terdapat tujuh pelaku industri berskala besar yang berasal dari penanaman modal asing. Masing-masing perusahaan tersebut rata-rata membutuhkan 100-150 ton ikan per hari. Belum lagi untuk pelaku industri yang berskala menengah dan kecil. Sementara pasokan bahan baku yang bisa dipenuhi oleh nelayan tradisional hanya sekitar 100 ton per hari.

Thomas Darmawan, Ketua AP5I, di Jakarta, mengatakan kondisi yang dihadapi perusahaan pengalengan di Bitung lebih sulit ketimbang di daerah lain seperti Ambon dan Kendari. Hal tersebut karena Bitung merupakan salah satu sentra industri pengalengan bertujuan ekspor yang cukup besar. Dia berharap pemerintah bisa memahami bahwa kebutuhan bahan baku ini penting. Karena kalau tidak ada, bisa saja terjadi PHK.

Lebih lanjut, dia mengatakan industri pengolahan dan pengalengan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Thomas mencontohkan untuk mengolah 2.000 ton udang itu perlu 1.000 orang tenaga kerja. Hal ini, katanya, juga harus diperhatikan pemerintah, supaya tidak sampai terjadi PHK. Salah satu yang paling dibutuhkan industri, menurut dia, tentunya pasokan bahan baku harus cukup.

Karena menyerap banyak tenaga kerja, AP5I pun mengusulkan agar industri perikanan diklasifikasikan sebagai industri padat karya sehingga pelaku usaha bisa mendaptkan insentif fiskal. Pemerintah, dalam Paket Kebijakan Ekonomi VII yang diluncurkan awal Desember 2015, memberikan insentif berupa pemangkasan pajak

penghasilan pasal 21 (pph 21) sebesar 50% kepada industri padat karya. Insentif mulai diberikan pada 1 Januari 2016 dan berlaku untuk jangka waktu dua tahun.

AP5I juga memita pemerintah untuk menjamin pasokan bahan baku di unit-unit pengolahan ikan (UPI) yang dikelola anggotanya. Saat ini, tambah dia, anggota AP5I tidak dapat memaksimalkan kapasitas mesin karena pasokan produk perikanan dari hulu tidak mencukupi. Tanpa melihat kondisi tersebut, pemerintah pelan-pelan justru mencabut daftar negative investasi (DNI) untuk asing di sektor pengolahan perikanan. Dalam Paket Kbeijakan Ekonomi X, pemain asing dibolehkan menguasai saham hingga 100% untuk usaha gudang pendingin (cold storage).

Sementara itu, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengalokasikan 80,04% anggaran untuk belanja bantuan langsung kepada masyarakat, guna mendorong produksi dan kualitas produksi ikan dengan cara-cara yang berkelanjutan. Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan KKP berkomitmen menjalankan pembangunan perikanan budidaya yang mandiri, berdaya saing, dan bekelanjutan.

DJPB mencatat produksi sementara perikanan budidaya pada 2015 yaitu 17,6 juta ton, dan ditargetkan dapat mencapai 19,4 juta ton pada tahun 2016. Komoditas dengan angka produksi tertinggi yaitu rumput laut, udang windu, dan vaname. Sementara Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari DJPB pada tahun 2015 mencapai Rp 18,9 milyar atau 162% dari target yang telah ditetapkan. Sebagian besar PNBP ini berasal dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJPB.

Dia mencatat beberapa bantuan yang akan dikucurkan oleh DJPB misalnya kebun bibit rumput laut, Karamba Jaring Apung (KJA), benih ikan, dan juga paket bantuan budidaya lainnya. Di samping itu, untuk meningkatkan kemandirian, DJPB mengalokasikan bantuan berupa excavator sebanyak 100 unit, kicir air sebanyak 2.000 unit dan juga bantuan pakan mandiri sebanyak 360 paket.

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 13

--- (Sumber : Berita Import Jatim Edisi April 2016 No. 1417/XLVII) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 14

SOAL KEBIJAKAN IMPOR DAGING DAN TERNAK, INI YANG DILAKUKAN PEMERINTAH

Pemerintah membuka peluang menambah kuota impor daging sapi untuk mengimbangi tingginya permintaan sehingga hargapun terkendali. Kondisi yang terjadi saat ini, kenaikan harga daging sapi bukan hanya disebabkan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap daging sapi impor, tetapi juga minimnya pasokan di pasaran. Oleh karena itu, pemerintah berniat menambah kuota impor jika memang diperlukan untuk menambal kebutuhan konsumsi masyarakat. Tak pelak, jumlah penduduk yang bertambah dan tingkat penghasilan yang terus naik menyebabkan masyarakat lebih banyak mengonsumsi daging.

Sebelumnya, pemerintah telah resmi membatalkan aturan pengenaan PPN bagi seluruh ternak impor dan dalam negeri, selain sapi indukan. Alasannya, karena kebijakan ini berdampak besar terhadap harga pangan strategis di dalam negeri. Menurut Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wandi, di Jakarta, pada kondisi ekonomi normal, pengenaan PPN terhadap bahan pangan merupakan solusi meningkatkan penerimaan negara. Namun demikian, pada situasi perlambatan ekonomi seperti saat ini, pengenaan pajak pangan cenderung akan menyulitkan masyarakat umum. Terlebih pasokan pangan kini masih belum stabil.

Selain membatalkan PPN, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian juga bakal merombak regulasi impor sapi sistem country based menjadi zone based. Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, menuturkan saat ini pemerintah tengah mematangkan aturan berupa Peraturan Pemerintah terkait hal tersebut. Thomas menjelaskan jika menganut skema zone based tersebut, nantinya juga akan ada prosedur yang cukup seperti terkait dengan perlu adanya wilayah karantina, tingkat higienis, dan juga terkait masalah sanitasi. Dari penentuan zona sampai inspeksi eksportir di negara asal hingga tahapan akhir akan memerlukan kerja sama erat antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

Thomas menjelaskan kebijakan terkait impor sapi tersebut merupakan salah satu poin

yang masuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi IX. Kebijakan tersebut didasari kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana pada 2016 kebutuhan nasional adalah 2,61 per kapita sehingga kebutuhan nasional setahun mencapai 674,690 ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi. Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh peternak dalam negeri, karena produksi sapi hanya mencapai 439,530 ton pertahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Sehingga, ada kekurangan pasokan yang mencapai 253,160 ton dan harus dipenuhi melalui impor.

Sementara itu, menyusul kebijakan pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai perluasan asal daging dan ternak untuk diimpor, Kementerian Pertanian sendri juga akan melakukan review PP tersebut untuk dapat menyusun penerbitan beleid yang lebih spesifik berbentuk Peraturan Menteri. Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Banun Harpini, mengatakan jika kelak pemerintah benar-benar membuka impor daging dan ternak dari negara yang belum bebas dari wabah penyakit kuku dan mulut (PMK), maka dibutuhkan aksi perlindungan terhadap ternak dalam negeri yang seluruhnya telah terbebas dari wabah tersebut.

Banun mengungkapkan sejauh ini pihaknya belum mendapatkan informasi secara spesifik mengenai aturan pemasukan ternak dan daging dari PP tersebut. Dia menegaskan jika kelak impor berdasarkan zona dibuka, maka Kementan akan mempersiapkan tindakan Karanatina pengamanan maksium untuk mencegah meluasnya virus PMK di dalam negeri. Sebelumnya, Indonesia hanya boleh mengimpor sapi baik sapi bakalan (sapi yang digemukkan untuk dipotong) dan sapi indukan (sapi yang dipelihara untuk melahirkan) dari negara-negara yang telah bebas PMK. “Tapi negara asal impor daging diperluas, termasuk dari negara yang belum bebas PMK, sehingga pengamanan maksimum harus diberlakukan,” tegas Banun.

--- (Sumber : Berita Import Jatim Edisi April 2016 No. 1417/XLVII) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 15

BARANG MODAL BEKAS BOLEH DIIMPOR DENGAN PERSYARATAN

TERTENTUMenurut Peraturan Menteri Perindustrian

No 14 Tahun 2016, Kemenperin berwenang menetapkan perusahaan yang boleh mengimpor barang modal bekas. “Dalam Permenperin ini menyebutkan, perusahaan yang diperbolehkan impor barang modal bekas, diantaranya wajib memiliki izin usaha industri profil perusahaan,” jelas Menperin Saleh Husin melalui siaran pers di Jakarta (4/4).

Perusahaan juga harus memiliki rencana dan alasan pemanfataan barang modal bekas fasilitas mesin dan peralatan yang sesuai dengan jenis produksinya, jaminan garansi, serta sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya. Selanjutnya, perusahaan merupakan pemakai langsung yang termasuk dalam kelompok industri permesinan dan sudah berproduksi, juga diwajibkan memiliki laporan produksi dua tahun terakhir.

Sedangkan, perusahaan pemakai langsung yang termasuk dalam kelompok industri maritim, juga diwajibkan memiliki sertifikat pembuatan kapal (builder certificate) dan sertifikat tonase kotor kapal (gross tonnage certificate). “Selanjutnya, salinan bukti syarat-syarat tersebut perlu disampaikan kepada Kementerian Perdagangan pada saat pengajuan permohonan persetujuan impor,” ujar Saleh.

Laporan itu juga wajib dilengkapi pertimbangan teknis dari Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE). Kemudian, saat proses penerbitan persetujuan impornya, syarat-syarat administratif yang diwajibkan disertakan di dalam laporan hasil survey. Dirjen ILMATE akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan impor barang modal bekas ini setiap enam bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Permenperin mulai berlaku sejak tanggal diundangkan pada 25 Februari 2016.

Persyaratan TeknisLebih jauh, dalam siaran tertulis

disampaikan Menperin Saleh Husin (4/4), impor barang modal bekas dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan yang telah dimuat dalam Permenperin Nomor 14 tahun 2016 tentang Kriteria Teknis Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru. Permenperin ini diterbitkan sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Perdagangan No 127 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru.

“Oleh karena itu, impor barang modal bekas dapat dilakukan oleh perusahaan pemakai langsung, perusahaan rekondisi dan perusahaan manufaktur,” ujar Menteri Saleh Husin. Selanjutnya dijelaskan Saleh barang modal yang dimaksud adalah barang sebagai modal usaha atau untuk menghasilkan sesuatu yang masih laik dipakai atau untuk direkondisi, remanufakturing, difungsikan kembali dan bukan skrap. Sementara itu, daftar barang modal bekas yang dapat diimpor meliputi kebutuhan kelompok industri alat transportasi darat, industri maritim, industri elektronika dan telematika, serta industri permesin.

Secara lengkap, daftar barang modal yang ditentukan berdasarkan pos tarif telah dilampirkan dalam Permenperin ini. “Barang modal diantaranya memilki pos tarif atau kode HS : 84, 85, 87, 89, dan 90,” sebut Saleh. Ia menambahkan, khusus barang modal bekas untuk industri alat transportasi darat, dapat diimpor apablia berusia maksimal 15 tahun. “Selain itu, impor generator dan alternator hanya diberikan untuk tujuan ekspor,” tegasnya.

--- (Sumber : Warta Ginsi Edisi April 2016 Nomor 3464/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 16

PENYEDERHANAAN PERIZINAN IMPOR GARAM

Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak 1 April 2016 telah memberikan kemudahan dan penyederhanaan perizinan di bidang perdagangan khususnya impor garam. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.125/M-DAG/PER/12/2015 tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan daya saing nasional. Ketentuan impor garam selama ini berpedoman pada Permendag No.58/M-DAG/PER/2012 tentang Ketentuan Impor Garam sebagaimana diubah dengan Permendag No.88/M-DAG/PER/10/2015 yang dinilai sudah tidak relevan.

Garam yang dapat diimpor adalah garam industri dan garam konsumsi. Pengertian garam adalah senyawa kimia yang komponen utamanya mengandung natrium klorida (Nacl) dan mengandung senyawa air, magnesium, kalsium, sulfat dan bahan tambahan iodium, anti-caking atau free-fowing maupun tidak yang termasuk dalam pos tarif/HS ex.2501.00.10.00 (garam meja), ex.250.00.20.00 (garam batu), ex.2501.00.50.00 (air laut) dan lain-lain. Sedangkan yang dalam pos tarif/HS ex.2501.00.90.10 adalah garam yang mengandung natrium klorida paling sedikit 94,7%

dihitung dari basis kering serta pos tarif/HS ex.2501.00.90.90 adalah lain-lain.

Garam industri adalah garam yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk kebutuhan industri dengan kadar Nacl paling sedikit 97% dihitung dari basis kering, dengan pos tarif/HA ex.2501.00.90.10. Garam konsumsi adalah garam yang dipergunakan untuk konsumsi dengan kadar Nacl paling sediikit 94,7% sampai dengan kurang dari 97% dihitung dari basis kering dengan pos tarif/HS ex.2501.00.90.00. Garam industri hanya dapat diimpor oleh perusahaan pemilik API-P yang telah mendapat persetujuan impor garam industri dari Menteri. Menteri memberikan mandat penerbitan persetujuan impor garam industri kepada Koordinatror Pelaksana UPTP-I.

Hanya Diimpor BUMNUntuk mendapat persetujuan impor

industri, perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Koordinator Pelaksana UPTP I, dengan melampirkan izin usaha industri atau izin usaha lain yang sejenis dan kementerian teknis/lembaga pemerintah non kementerian/instansi yang membidangi usaha

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 17

tersebut. API-P bagi perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang industri yang menggunakan bahan baku atau bahan penolong garam industri dan surat pernyataan bermaterai cukup yang memuat keterangan mengenai rencana impor sesuai kebutuhan riil industri dan menyatakan tidak akan memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri yang diimpor kepada pihak lain.

Impor garam konsumsi hanya dapat dilakukan oleh BUMN yang bergerak di bidang usaha pergaraman. BUMN tersebut juga setelah mendapat penugasan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pembinaan BUMN serta rekomendasi dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kelautan dan perikanan. BUMN yang akan mengimpor garam konsumsi harus mendapat persetujuan impor garam konsumsi dari Menteri. Menteri memberikan mandat penerbitan persetujuan impor garam konsumsi kepada koordinasi pelaksana UPTP I.

Setiap pelaksanaan impor garam harus terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat barang. Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis dilakukan oleh surveyor yang ditetapkan oleh Menteri. Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana verifikasi atau penelusuran teknis impor garam, surveyor harus memenuhi persyaratan. Yaitu, memilki surat izin usaha jasa survey (SIUJS), berpengalaman sebagai surveyor paling sedikit 5 tahun, memilki cabang atau perwakilan atau afiliasi di luar negeri dan memiliki jaringan untuk mendukung efektifitas pelayanan verifikasi atau penelusuran teknis serta mempuyai rekam jejak (track records) yang baik di bidang pengelolaan kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis impor.

Petani Garam ResahKetua Asosiasi Petani Garam Republik

Indonesia (APGRI), Jakfar Sodikin (4/2) menyebutkan bahwa para petani garam dewasa ini resah setelah pemerintah menerbitikan Permendag No.125/2015 mengnenai penyederhanaan perizinan di bidang perdagangan khususnya impor

garam. Karena dengan kebijakan tersebut maka garam impor akan semakin mudah membanjiri pasar dalam negeri. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir ini, para petani garam telah berupaya meningkatkan kualitas produknya agar garam mereka dapat diteirma pasar industri dalam negeri terutama industri makanan, industri peternakan, industri perikanan (pengolahan ikan asin) dan sektor industri lainnya. Prospek tersebut dimungkinkan dengan regulasi Kemendag yang lama , yakni Permendag No.88/2015.

Pada Permendag terdahulu, kata Jakfar, terdapat peluang bagi para petani garam untuk masuk pasar industri, sehingga kalangan industri tidak perlu mengimpor garam. Sebaliknya, dengan kebijakan yang baru, importir garam dalam BUMN, dimana SDM dan sistem pemasaran mereka tentunya sudah lebih mapan, dibandingkan kemampuan para petani. Total produksi garam petani secara nasional sekarang ini sebanyak 1,8 juta ton per tahun dengan lahan seluas 26 ribu hektar. Daya serap industri per tahun sekitar 750 ribu ton dan sisanya untuk garam konsumsi. Namun dengan adanya Permendag No.125/2015 yang diberlakukan 1 April 2016 dinilai berpotensi menggilir pangsa pasar garam lokal. Karena, industri yang sebelumnya membeli garam dari petani, akan beralih dan lebih memilih garam impor, tegas Jakfar.

Jakfar juga mengakui ada sisi positif dari Permendag No.125/2015 yang mendorong petani garam untuk meningkatkan kualitas produksinya. Tapi, upaya menjadikan garam petani memiliki daya saing, tidak didukung oleh infrastruktur di sekitar area tambak petani, seperti rusaknya irigasi primer dan tersier yang mengganggu proses budidaya garam. Akses jalan dari dan ke kewasan petani garam kondisinya sempit dan rusak yang berakibat pada biaya angkutan lebih mahal. Kemudian penerapan teknologi tepat guna yang kurang rasional, karena keterbatasan modal para petani yang semuanya membutuhkan banyak pihak.

--- Sumber : ( Warta GINSI Edisi April 2016 Nomor 3464/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 18

EMPAT KEBIJAKAN DALAM PAKET EKONOMI JILID KE-XI

Akhir bulan Maret lalu, pemerintah kembali merilis empat paket kebijakan ekonomi tahap ke-XI (29/3). Menurut Menko Perekonomian Darmin Nasution, sama dengan yang sebelumnya, paket kebijakan ke-XI ini bertujuan meningkatkan daya saing di dunia usaha. Kebijakan pertama, yakni pemberian kredit usaha rakyat (KUR) terutama berorientasi pada ekspor. Kemudian ditambahkan Darmin, pemerintah akan menyediakan fasilitas pembiayaan ekspor yang lengkap dan terpadu untuk modal kerja dan investasi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.

“UMKM itu kan susah ekspor sendiri, biasanya dia jual ke perusahaan besar untuk diekspor. Kalau dia sudah bisa mengekspor sendiri, maka dia sudah bisa mendapatkan KUR ini. Jadi dia bisa ekspor sendiri,” ujar Darmin. Selanjutnya, pada kebijakan kedua, pemerintah menerbitkan ketentuan mengenai Dana Investasi Real Estate (DIRE) dengan biaya yang rendah. Darmin menjelaskan, paket ini demi menunjang percepatan pembangunan infrastruktur dan perumahan sesuai Program Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019.

Dwelling TimeKebijakan berikutnya, yaitu kebijakan

ketiga, pemerintah akan mempercepat pelayanan kegiatan impor-ekspor dengan menerapkan single risk management di pelabuhan. Melalui kebijakan ini, Darmin merasa yakin akan menciptakan kemampuan dan kepastian di kalangan dunia usaha, efisiensi waktu dan biaya perizinan yang

rendah serta mempercepat waktu bongkar muat barang di pelabuhan (dwelling time). Pada dasarnya, poin kebijakan ini menyasar penyederhanaan prosedur keluar-masuk barang di pelabuhan. “Anda tahu di pelabuhan, barang yang masuk jalur hijau sehingga bisa dengan cepat keluar, ada yang masuk jalur merah. Persoalannya, terdapat 18 kementerian dan lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memberikan status jalur itu hijau atau merah,” ujar Darmin.

Dengan kemudahan itu, dwelling time akan lebih cepat (khususnya untuk ekspor), dari saat ini yang masih memakan waktu 4,7 hari. Diharapkan melalui paket ini, dapat turun menjadi 3,7 hari saja. Bentuk konkretnya adalah menerbitkan Instruksi Presiden kepada menteri dan kepala lembaga terkait untuk mempercepat kemandirian dan daya saing industri obat dan alat kesehatan di dalam negeri.

Inpres itu terkait penyusunanan road map dan action plan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan, pengembangan riset farmasi dan alat kesehatan serta penyusunan kebijakan fiskal bagi industri farmasi dan alat kesehatan. “Dari 399 jenis kebutuhana obat, ternyata masih didominasi kebutuhan obat dasar, misalnya vitamin D, Amoxilin, obat penurun panas paracetamol. Pemerintah ingin semua itu ya, bukan hanya produknya, tapi bahan bakunya, alat kesehatannya, dihasilkan di dalam negeri,” jelas Darmin.

--- Sumber : ( Warta GINSI Edisi April 2016 Nomor 3464/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 19

IMPOR GULA KRISTAL MENTAH DIBATASI

Dalam upaya mendorong peningkatan daya saing industri gula nasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak 1 Januari 2016 melakukan pembatasan impor gula. Kebijakan tersebut tertuang melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 117/M-DAG/PER/12/2015 tanggal 23 Desember 2015. Sebelumnya, ketentuan impor gula selama ini diatur oleh Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 527/PPP/Kep/9/2009 tentang Ketentuan Impor Gula, yang merupakan perubahan dari Permendag No. 19/M-DAG/PER/5/2005. Gula yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah gula kristal mentah/gula kasar (raw sugar), gula kristal refinasi (Refined Sugar), dan gula kristal putih (Plantation White Sugar).

Gula yang dibatasi impornya adalah gula kristal mentah/gula kasar dengan pos tarif HS 1701.12.00.00; ex 1701.13.00.00 dan ex 14.00.00 yang memiliki bilangan ICUMSA minimal 100 IU. Bilangan ICUMSA adalah suatu parameter nilai kemurnian yang berkaitan dengan warna gula yang diukur berdasarkan standar internasional, dalam satuan internasional (IU). Kemudian, gula yang dibatasi impornya adalah gula kristal rafinasi

dengan pos tarif HS 1701.99.11.00 dan 1701.99.19.00 yang memiliki bilangan ICUMSA maksimal 45 IU dan gula kristal putih dengan pos tarif HS 1701.91.00.00 dan 1701.99.90.00 yang memiliki bilangan ICUMSA antara 70 IU sampai dengan 200 IU.

Jumlah gula yang diimpor harus sesuai dengan kebutuhan gula dalam negeri yang ditentukan dan disepakati dalam rapat koordinasi antar kementerian. Impor gula kristal putih hanya dapat dilakukan dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga gula kristal putih. Impor gula kristal mentah/gula kasar hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API-P setelah mendapat persetujuan impor dari Menteri. Impor gula kristal hanya dapat dilakukan oleh BUMN pemilik API-U setelah mendapat persetujun impor dari menteri. Menteri memberikan mandat penerbitan persetujuan impor kepada Dirjen.

Rekomendasi Dirjen AgroUntuk mendapatkan persetujuan impor,

perusahaan mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri c/q. Dirjen dengan melampirkan API-P dan rekomendasi dari Dirjen

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 20

Industri Agro, Kementerian Perindustrian yang memuat data atau keterangan sedikitnya mengenai jenis, volume pos tarif HS, negara asal dan pelabuhan tujuan. Untuk mendapatkan persetujuan impor, perusahaa berstatus BUMN, juga harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Menteri c/q dengan melampirkan API-U. Dirjen menerbitkan persetujuan impor paling lama 3 hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Jika permohonan tidak lengkap, Dirjen menolak untuk menerbitkan persetujuan impor.

Masa berlaku persetujuan impor bagi perusahaan pemilik API-P sesuai dengan masa perlaku rekomendasi, terhitung sejak tanggal diterbitkan persetujuan impor. Sedang masa berlaku persetujuan impor bagi BUMN paling lama 1 tahun, terhitung sejak tanggal diterbitkan persetujuan impor. Persetujuan permohonan untuk permohonan impor hanya dapat dilayani dengan sistem elektronik melalui hhtp://inatrade.Kemendag.go.id. Bila terjadi keadaan memaksa (Force Majuere) yang mengakibatkan sistem elektronik tidak berfungsi, pengajuan permohonan disampaikan secara manual.

Gula kristal mentah/gula kasar dan gula kristal rafinasi yang diimpor ole perusahaan pemilik API-P hanya dapat digunakna sebagai bahan baku untuk proses produksi dan industri yang dimiliki perusahaan tersebut dan dilarang untuk diperdagangkan atau dipindah-tangankan kepada pihak lain. Gula kristal rafinasi hasil indutstri yang dimiliki oleh perusahaan API-P yang sumber bahan bakunya berupa gula kristal mentah/gula kasar impor, hanya dapat diperdagangkan atau didistribusikan kepada industri dan dilarang untuk diperdagangkan ke pasar di dalam negeri.

Perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dari Kementerian Keuangan dan perusahaan yang

berada di kawsan berikat dapat melakukan impor gula kristal mentah/gula kasar dan gula kristal refinasi sebagai bahan baku atau bahan penolong proses produksi dari industri yang dimilikinya. Impor gula kristal mentah/gula kasar dan gula kristal refinasi, harus mendapat persetujuan impor dari Menteri tanpa dilengkapi dengan rekomendasi. Menteri memberikan mandat penerbitan persetujuan impor kepada Dirjen.

Impor 400 ribu tonDirektur Eksekutif AGI (Asoisasi Gula

Indonesia), Tito Pranolo, memperkirakan impor gula putih kristal (GKP) sekitar 400 ribu ton untuk memenuhi konsumsi rumah tangga dalam negeri tahun 2017. Jumlah impor sebanyak itu meningkat 100% dibandingkan tahun sebelumya tercatat 200 ribu ton.

Sementara itu produksi dalam negeri tahun ini diperkirakan 2,3 juta ton dibawah produksi tahun 2015 yang mencapai 2,5 juta ton. Penurunan tersebut disebabkan antara lain faktor iklim, pengaruh Elnino pada tahun 2015 yang berdampak pada produksi tahun ini. Agro klimat ekstrim kering membuat tanaman tebu yang ditanam pada tahun 2015 mengalami stagnasi pertumbuhan akibat stetes air, sehngga produktivitas tebu per hektar menurun dari 67,6 ton per hektar menjadi 66 ton per hektar.

Tito menyebutkan, gula tersedia tahun ini sekitar 3,317 juta ton. Dari jumlah itu 2,82 juta ton diantaranya akan terserap tahun 2016 atau rata-rata 235 ton per bulan dan selebihnya 517 ton untuk stok awal tahun 2017 hingga bukan Maret. Sementara musim giling tebu baru mulai Mei 2017, sehingga kekurangan kebutuhan gula untuk konsumsi dalam negeri yang harus diimpor sekitar 400 ribu ton. AGI meminta pemerintah agar melakukan antisipasi sejak dini atas kebutuhan gula dan tidak dadakan, tegas Tito.

--- Sumber : ( Warta GINSI Edisi April 2016 Nomor 3464/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 21

PTKP DINAIKKAN 50 PERSEN DARI RP 36 JUTA MENJADI RP 54 JUTA PER TAHUN

Upaya pemerintah untuk menigkatkan daya beli konsumen, khususnya pekerja/karyawan, abru-baru ini Komisi XI DPR RI telah menyetujui usulan Kementerian Keuangan untuk menaikkan batas minimum Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP) untuk tahun 2016 sebesar 50% dari yang ditetapkan pada tahun 2015.

“Kami menyetujui penyesuaian besaran PTKP yang dikonsultasikan Menteri Keuangan dan mulai berlaku utnuk Tahun Pajak 2016,” ujar Ketua Komisi Keuangan DPR Ahmadi Noor Supit pada Raker di Gedung DPR Jakarta (11/4).

Kenaikan batas PTKP adalah sebsar 50% dari semula Rp 36 juta setahun atau Rp 3 juta per bulan menjadi Rp 54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan. Penyesuaian batasan gaji bebas pajak ini akan diumumkan pada Juni mendatang dan mulai berlaku pada tahun pajak 2016.

Adapun batas PTKP yang akan ditetapkan secara resmi pada Juni mendatang adalah sebagai berikut :1. Tidak kawin, batas PTKP Rp 54 juta setahun2. Kawin tanpa tanggungan (anak) Rp 58,50 juta

setahun3. Kawin dengan tanggungan 1 orang Rp 63 jta

setahun4. Kawin dengan tanggungan 2 orang anak Rp

67,50 juta setahun5. Kawin dengan tanggungan 3 orang anak Rp 72

juta setahun6. Kawin, penghasilan istri digabung, tanpa

tanggungan Rp 112,5 juta setahun

7. Kawin, penghasilan istri digabung, tanggungan 1 anak Rp 117 juta setahun

8. Kawin, penghasilan istri digabung, tanggungan 2 anak Rp 121,5 juta per tahun

9. Kawin, penghasilan istri digabung, tanggungan 3 anak Rp 126 juta per tahun

Kehilangan penerimaanMenurut Ahmadi, sekalipun kenaikan batas

PTKP ini diikuti dengan adanya potensi kehilangan pendapatan negara sebesar Rp 18,9 triliun, dampaknya justru akan terasa lebih menguntungkan pada masyarakat. “Efeknya untuk pertumbuhan sangat bagus, berarti konsumsi rumah tangga bisa semakin besar, berarti konsumsi rumah tangga bisa semakin besar, investasi juga besar, daya beli masyarakat juga semakin besar. Efek berganda atau Multiplayer Effect-nya lebih besar ketimbang harus memikirkan kecilnya penerimaan negara,” kata Ahmadi.

Sementara itu, menurut Menkeu Bambang Brodjonegoro kenaikan PTKP ini berdasarkan pertimbangan besaran upah minimum provinsi (UMP) tahun 2016.

“Oleh karena itu, kenaikannya sama dengan kenaikan PTKP 2015, sama-sama naik sebesar 50% dari Rp 2 juta sebulan menjadi Rp 3 juta sebulan,” jelas Menkeu.

--- Sumber : ( Warta GINSI Edisi April 2016 Nomor 3464/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 22

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUPAHAN

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang Pengupahan. Bagian terpenting dari kebijakan baru itu adala formula baku upah minimum yakni didasarkan pada laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Formula tersebut menjadi dasar bagi gubernur untuk menetapkan besarnya upah minimum buruh setiap tahun di daerah masing-masing.

Diterbitkannya PP ini adalah untuk memayungi formula baru upah minimum buruh dan banyak diapresiasi oleh berbagai kalangan, terutama pengusaha. Sebab hal ini memberi kepastian dalam menyusun rencana bisnis. Formula baku ini, dinilai cukup penting karena mengikat seluruh pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah agar tidak mempolitisasi isu upah minimum buruh ini demi kepentingan politik praktis mereka.

Seperti banyak terjadi selama ini, banyak kepala daerah dan calon kepala daerah yang menjajnjikan kenaikan upah minimum sesuai tuntutan buruh. Mereka berharap langkah itu menuai dukungan politik dari kalangan buruh yang memang jumlahnya sangat siginifikan untuk memenangi kontestasi pemilihan kepala daerah. Kenaikan upah minimum yang dijanjikan kepala daerah ternyata menjadi beban bagi pengusaha.

Pasalnya, besaran kenaikan upah minimum merupakan hasil kompromi politis, tidak didasarkan pada kalkulasi kondisi ekonomi masing-masing daerah dan kondisi keuangan perusahaan setempat. Itulah mengapa, PP Pengupahan ini dinilai cukup melegakan bagi kalangan pengusaha, setidaknya upah minimum tidak lagi menjadi komidtas politik.

Diprotes buruhDi sisi lain, kalangan buruh memprotes dan

menuntut PP tersebut dicabut. Setidaknya ada dua alasan megapa buruh keberatan dengan PP Pengupahan. Pertama, buruh menolak formula penetapan upah minimum yang mendasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Mereka menganggap besaran kenaikan upah lebih kecil

dibandingkan dengan formula yang digunakan selama ini, yang mengikuti indeks kebutuhan hidup layak (KHL).

Kedua, buruh juga merasa keberatan dengan cara penetapan upah minimum yang tidak lagi melalui forum tripartite yang terdiri dari pengusaha, buruh, dan pemerintah. Buruh yang diwakili organisasi buruh, selama ini turut membahas besaran kenaikan upah minimium setiap tahun. Terkait keberatan buruh, ada beberapa hal yang perlu dicermati.

Pertama, kurangnya pemahaman mengenai pengertian upah minimum. PP 78 Tahun 2015 menegaskan, bahwa upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang baru mulai bekerja, atau masa kerjanya di bawah satu tahun. Untuk pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun, besaran upahnya merupakan kesepakatan bipartite antara buruh dengan pengusaha.

Kedua, persoalan upah harus memperhatikan kondisi objektif dua pihak, yakni pengusaha dan buruh. Atas nama penghapusan upah murah, buruh atau siapappun tidak isa memaksakan kehendaknya kepada pengusaha untuk menaikan upah di atas kewajaran.

Sementara itu, atas nama efisiensi seharusnya pengusaha tidak menekan upah buruh serendah mungkin. Formula upah minimum yang dibakukan dalam PP 78/2015 merupakan solusi kepentingan bersama, karena bertujuan untuk menjaga besaran upah minimum pada level yang terukur.

Parameter objektif yang digunakan adalah laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi ini kaum buruh sejatinya diuntungkan dengan adanya PP 78/2015, karena ada kepastian upah minimum naik setiap tahun, meskipun ekonomui mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif. Sebab, masih ada laju inflaisi yang menjadi dasar kenaikan upah.

--- Sumber : ( Warta GINSI Edisi April 2016 Nomor 3464/IV) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 23

Antisipasi Impor Tinggi,3 Sektor Ini Harus Dibangun

Jakarta - Pemerintah yakin bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh tinggi dalam beberapa tahun ke depan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut harus diantisipasi dengan mengembangkan tiga sektor industri. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, dalam jangka panjang perekonomian Indonesia akan terus tumbuh di atas 7 persen. Pertumbuhan yang cukup tinggi tersebut harus diantisipasi.

"Setiap kali masuk ke periode pertumbuhan cukup tinggi atau di atas 7 persen maka ekonomi kita mengalami yang disebut overheating," kata Darmin, saat menghadiri penandatanganan kerja sama Pertamina dengan Rosneft, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (26/5/2016).

Darmin melanjutkan, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut Indonesia perlu mengembangkan sektor-sektor yang kiranya bisa memicu impor yang tinggi. Selama ini memang terdapat sektor yang belum dikembangkan di Indonesia padahal sebenarnya sektor tersebut sangat penting. 

Sumber overheating tersebut adalah pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan segera diikuti pertumbuhan impor. Nah, pertumbuhan impor tersebut jika tidak diantisipasi bisa lebih besar dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri," tutur Darmin.

Ketiga kelompok industri tersebut pertama petrokimia, kedua besi dan baja dan ketiga bahan kimia dasar dengan turunannya termasuk industri farmasi. 

Darmin melanjutkan, kerja sama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero) denga Rosneft Oil Company bisa menjadi langkah antisipasi. kedua perusahaan tersebut menjalin kerja sama untuk membangun kilang dan juga fasilitas Petrokimia.

"Malam ini kita menyaksikan kerja sama antara Pertamina dengan Rosneft untuk menghasilkan petrokimia. Apabila kita mengundang investasi untuk menghasilkan basicatau general chemical maka kita melengkapi sumber kenaikan impor kita apabila pertumbuhan ekonomi meningkat,"tutup Darmin.

--- Sumber : ( www. http://bisnis.liputan6.com) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 24

Ini Bocoran Paket Kebijakan 13, Kemudahan Memiliki Rumah

Jakarta - Pemerintah berencana untuk kembali mengeluarkan paket kebijakan. Salah satu fokus dalam paket kebijakan terbaru ini adalah insentif kepemilikan rumah bagi masyarakat. Paket yang bakal keluar ini merupakan paket kebijakan ekonomi yang ke-13.

Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, paket kebijakan ekonomi jilid 13 masih dalam proses penyelarasan. Ada beberapa aturan yang harus terbit sehingga perlu adanya sinkronisasi dengan aturan lain. Menurut Darmin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan sendiri paket ini. 

Darmin membocorkan isi paket kebijakan ekonomi jilid ke 13 tersebut. Salah satunya adalah pemberian insentif yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Insentif tersebut berupa kemudahan kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 

"Lebih ke perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah," kata Darmin, usai acara penandatanganan kerja sama Pertamina dengan Rosneft, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Kamis (26/5/2016).

Namun, ketika ditanyakan detail insentif yang akan diberikan dalam paket kebijakan ekonomi jilid ke 13 tersebut, Darmin enggan menyebutkan. Pasalnya, hal tersebut akan di umumkan sendiri oleh Presiden Jokowi. "nah, nanti aja tunggu. Tidak mau saya menjelaskan," tegas Darmin.

Untuk diketahui, pada 28 April 2016 lalu pemerintah kembali mengeluarkan paket kebijakan. Dalam paket kebijakan ini, pemerintah ingin mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah dengan memberikan kemudahan memulai usaha.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan, latar belakang dikeluarkan paket kebijakan jilid XII ini adalah mewujudkan nawa cita untuk menciptakan Indonesia yang bisa menjadi bangsa yang mandiri secara ekonomi dan berdaya saing.

"Untuk mencapai amanat nawa cita tersebut pemerintah melakukan upaya untuk mempermudah memulai usaha bagi UKM," jelasnya di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/4/2016).

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah penyederhanaan prosedur, penurunan biaya, dan percepatan waktu penyelesaian atas beberapa aspek diantaranya memulai bisnis, izin mendirikan bangunan, pendaftaran properti, mendapatkan sambungan listrik, mendapatkan akses kredit dan beberapa lainnya.

Jokowi melanjutkan, untuk memberikan dampak yang lebih signifikan, perbaikan kemudahan berusaha ini selanjutnya akan diterapkan oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia. 

Berikut rincian paket kebijakan tersebut:

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 25

1. Memulai usahaDalam poin pertama ini pemerintah

menyederhanakan prosedur memulai usaha dari sebelumnya 13 prosedur menjadi 7 prosedur dan untuk izin juga disederhanakan dari 5 izin menjadi hanya 3 izin.

Dengan adanya penyederhanaan ini waktu yang dibutuhkan untuk mendirikan usaha membutuhkan waktu 47 hari menjadi hanya 10 hari. Sedangkan biaya kepengurusan mampu dipangkas dari Rp 6,8 juta menjadi hanya Rp 2,7 juta

2. Izin mendirikan bangunanDalam poin ini pemerintah memangkas

prosedur dari sebelumnya 17 prosedur yang harus dilalui pengusaha menjadi hanya 14 prosedur. Sedangkan untuk izin disederhanakan dari 4 izin menjadi hanya 3 izin.

Dengan penyederhanaan ini maka waktu yang dibutuhkan untuk menguruskan berkurang menjadi 52 hari dari sebelumnya 210 hari. Sedangkan biaya yang mampu dipangkas dari RP 86 juta hanya menjadi Rp 70 hari.

3. Pendaftaran propertiDalam poin ini pemerintah

menyederhanakan prosedur dari sebelumnya 5 yang harus dilalui menjadi 3 prosedur saja.

Dengan pemangkasan ini waktu yang diperlukan berkurang dari 25 hari menjadi 7 hari saja dan biaya yang terpangkas dari sebelumnya 10,8 persen dari nilai properti menjadi hanya 8,3 persen dari nilai properti.

4. Pembayaran pajakDalam poin ini pemerintah

menyederhanakan cara pembayaran pajak dari sebelumnya setiap pengusaha harus membayar 54 kali pembayaran dalam setahun hanya menjadi 10 kali pembayaran dengan sistem online.

5. Akses perkreditanUntuk poin ini, sebelumnya belum terdapat

Biro kredit swasta sehingga proses verifikasi data dari nasabah memakan waktu cukup lama.

Dengan adanya paket ini diterbitkan izin usaha kepada 2 biro kredit swasta sehingga memudahkan proses verifikasi data nasabah oleh bank.

Selain itu, sebelumnya sistem jaminan fidusia online hanya bisa diakses oleh notaris dan migrasi data dilakukan secara manual. Saat ini

prosedur tersebut telah diperbaiki sehingga sistem jaminan fidusia online bisa diakses oleh notaris dan pihak lain di luar notaris dan migrasi data dilakukan secara online.

6. Penegakan kontrakDalam poin ini sebelumnya penyelesaian

gugatan sederhana belum diatur. Dengan adanya paket ini diatur melalui tata cara penyelesaian gugatan sederhana.

Selain itu waktu penyelesaian perkara tidak diatur namun dengan paket ini waktu penyelesaian diatur menjadi 28 hari dan 38 hari jika ada banding.

7. Penyambungan listrikDalam poin ini prosedur semula yang harus

dilalui pengusaha sebanyak 5 maka disederhanakan menjadi 4 prosedur saja. Sedangkan waktu pengurusan dipercepat dari semula 80 hari menjadi hanya 25 hari.

Untuk biaya, untuk Sertifikat Laik Operasi (SLO) semula Rp 17,4 per volt ampere (VA) dipangkas menjadi Rp 15 per VA dan untuk penyambungan dipangkas dari Rp 969 per VA menjadi hanya Rp 775 per VA.

8. Perdagangan lintas negaraDalam poin ini pemerintah melakukan

percepatan dari sebelumnya prosedurnya dilakukan secara offline menjadi online. Sebetulnya peraturan ini sudah ada sejak lama namun belum disosialisasikan dengan baik. Langkah pemerintah adalah melakukan sosialisasi secara luas dan efektif.

9. Penyelesaian perkara kepailitanDalam poin ini sebelumnya biaya kurator

dihitung berdasarkan nilai harta debitur. Dengan adanya paket ini maka biaya dihitung berdasarkan nilai utang.

10. Perlindungan terhadap investorDalam poin ini telah dikeluarkan aturan

mengenai tata cara penyelesaian gugatan sederhana. Jumlah prosedur yang dilalui cukup 8 prosedur dan 11 prosedur jika ada banding.

Sedangkan waktu penyelesaian perkara sebelumnya tidak diatur. Dengan adanya paket ini waktu penyelesaian hanya 28 hari dan 38 hari jika ada banding.

--- Sumber : ( www. http://bisnis.liputan6.com) ---

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 26

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 27

New Priok Terminal I Siap Layani Pelayaran Ekspor-Impor Barang

JAKARTA - Setelah tiga tahun masa konstruksi, dan telah melakukan uji coba perdana sandar kapal domestik, MV Selat Mas dengan gross ton (GT) 14.000 ton yang membongkar 50 boks peti kemas.

Hari ini (27/5), PT New Priok Container Terminal One (NPCT1) melaksanakan uji coba perdana operasi atau trial operation untuk pelayanan internasional di NPCT1 yang mendatangkan Kapal Sinar Sumba Voy milik Samudera Indonesia Shipping Line dengan GT 18.000 ton.

"Uji coba operasi ini dilakukan untuk memastikan kesiapan operasional petikemas, baik dari sisi infrastruktur, suprastuktur, maupun sistem informasi di sisi dermaga, lapangan dan gate. Uji coba sekaligus dilakukan untuk sinkronisasi proses pelayaran antara terminal dengan instansi-instansi pemerintah lain seperti Bea Cukai dan Karantina, maupun dengan para pelaku usaha logistik dan pemilik barang,"ujar Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha IPC Saptono Irianto, di Terminal Kalibaru Jakarta, Jumat (27/5/2016).

Pelaksanaan uji coba perdana pelayaran internasional, rencananya dihadiri oleh mitra kerjasama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo) melalui PT IPC Terminal Peti Kemas dalam pengoperasian NPCT1 yang terdiri atas Mitsui & Co, Ltd, Nippon Yusen Kabushiki Kaisha, dan PSA International Pte Ltd.

Turut hadir pula Plt Walikota Jakarta Utara Wahyu Haryadi, Komisaris Pelindo II Montty Girianna, Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok, Kepala Kantor Bea Cukai Pelayanan Kelas Utama Pelabuhan Tanjung Priok, wakil dari instansi-instansi pemerintah, asosiasi pengguna jasa dan stakeholders ke pelabuhan di lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok pada uji coba operasi kedua ini.

PCTl ini memiliki luas lahan kurang lebih 32 Ha dan kapasitas sebesar 1,5 juta TEUs per tahun. Dengan total panjang dermaga 450 meter saat ini (850 meter pada akhir 2016) dan kedalaman -14 meter LWS dan akan dikeruk secara bertahap hingga -20 meter. Terminal baru ini diproyeksikan untuk dapat melayani kapal peti kemas dengan

Edisi Mei 2016

Buletin GINSI Jateng 28

kapasitas 13 ribu - 15 ribu TEUs dengan bobot di atas 150 ribu DWT.

Terminal baru ini akan dikembangkan dan dioperasikan oleh salah satu perusahaan lPC Group yaitu PT New Priok Container Terminal One. NPCTl merupakan terminal peti kemas pertama dalam pembangunan Fase 1 Terminal New Priok yang terdiri atas tiga terminal peti kemas dan dua terminal produk. Pembangunan Fase 2 Terminal New Priok akan dilaksanakan setelah pengoperasian Fase 1 New Priok. Ketika proyek New Priok telah selesai. akan ada total tujuh terminal peti kemas dan dua terminal produk dengan area pendukungnya yang memiliki total area 411 Ha.

Terminal peti kemas New Priok Container Terminal One (NPCT1) mulai melayani pelayaran ekspor-impor barang. Diharapkan, keberadaan terminal peti kemas ini mengoptimalkan rantai pasok kepada masyrakat dan pelaku usaha bisa memanfaatkan terminal ini untuk melakukan kegiatan ekspor dan impor.

"Kami ucapkan banyak terima kasih terhadap support kepada kami. Walaupaun masih banyak fasilitas di terminal yang masih perlu dibenahi, kami sudah mendapatkan izin menyangkut penumpukan barang-barang yang sifatnya ekspor dan impor," tutur Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha IPC Saptono

Irianto menuturkan di NPCT1, Terminal Peti Kemas Kalibaru, Jakarta, Jumat (27/5/2016).

Saptono menambahkan, untuk mempercepat keluar masuknya barang ekspor-impor, tentunya masalah dokumen kapal harus sesuai dengan aturan yang ada. Untuk itu, perlu dilakukan sinkronisasi proses pelayanan antara terminal dengan instansi-instansi pemerintah lain seperti Bea Cukai dan Karantina, maupun dengan para pelaku usaha logsitik dan pemilik barang.

"Untuk masalah ini kami juga mengharapkan support dari Kepala OP Tanjung Priok, Kepala Bea Cukai Tanjung Priok, Pimpinan Karantina, dan imigrasi serta instansi terkait, untuk mendukung ini. Kami juga ucapkan terima kasih kepada semuanya," tuturnya.

Untuk diketahui, terminal baru ini akan dikembangkan dan dioperasikan oleh salah satu perusahaan lPC Group yaitu PT New Priok Container Terminal One. NPCTl merupakan terminal peti kemas pertama dalam pembangunan Fase 1 Terminal New Priok yang terdiri atas tiga terminal peti kemas dan dua terminal produk. Pembangunan Fase 2 Terminal New Priok akan dilaksanakan setelah pengoperasian Fase 1 New Priok. Ketika proyek New Priok telah selesai. akan ada total tujuh terminal peti kemas dan dua terminal produk dengan area pendukungnya yang memiliki total area 411 Ha.

Sesuai rencana, Perusahaan melaksanakan pembangunan proyek New Priok secara bertahap. Trial Operation dilaksanakan untuk memastikan bahwa terminal betul-betul siap untuk melayani para pengguna jasa. Trial Operation pertama telah dilaksanakan dengan mendatangkan kapal domestik pada bulan Januari 2016. Hari ini trial operation dilakukan untuk melayani kapal internasional. Direncanakan pelaksanaan full commercial operation sekitar akhir Juli 2016.

--- Sumber : ( www. http://economy.okezone.com) ---

Edisi Mei 2016