Budidaya Tembakau Virginia

48
I. PEMILIHAN LOKASI LAHAN Di Jawa Timur telah tersedia koleksi varietas yang potensial (produksi dan mutu tinggi) untuk bahan pengembangan tembakau virginia. Oleh karena kebutuhan tembakau virginia fc masih cukup tinggi, yang selama ini diperoleh dari impor maka pengembangan varietas melalui perakitan varietas unggul tembakau virginia yang sesuai kebutuhan kosumen sangat diperlukan. Pada dasarnya Jawa Timur memiliki lokasi pengembangan yang potensial seperti wilayah Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Bondowoso, Jember dan Blitar dan lain-lain. Tembakau Virginia FC di Jawa Timur dibudidayakan dengan tingkat teknologi yang relatif beragam. Keragaman teknologi ini selain karena keterbatasan (modal dan pengetahuan) petani, juga karena karakteristik lahan dan agroklimatnya wilayah yang sangat heterogen, sehingga banyak dikenal kekhasan nama hasil produksi tembakaunya. Tipe dan mutu tembakau yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, terutama sekali tekstur permukaan (top-soils) dan bawah permukaan tanah (sub-soils). Tanah ringan cenderung untuk menghasilkan suatu daun tipis dan besar, bobot ringan dan warna cerah, rasa lembut dan aroma harum, sedangkan daun yang diproduksi pada tanah berat, tebal dan berat, berwarna gelap, berbau kuat dan aromatik. Sebagai hasil interaksi varietas dengan faktor lingkungan yang kompleks, maka pemilihan lokasi untuk produksi tembakau Virginia di Jawa Timur telah dipusatkan pada zona pengembangan tertentu, seperti tersebut diatas. Tembakau tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai dari tanah pasiran sampai lempung berpasir (sandy loams), tanah lempungan (Loam), liat hitam (heavy black clay). Tanah tembakau tersebut memiliki perbedaan yang luas pada produktivitas alaminya terutama pada kesuburan tanah dan tingkat pengelolaan yang dibutuhkan. Sifat tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pilihan tipe kualitas krosok fc yang dihasilkan. Disamping itu tanah memainkan peranan dalam keputusan mutu dan nilai komersial produk tembakau. Pada kondisi terbuka, di tanah bertekstur ringan (pasiran) perakaran tembakau dapat mencapai

Transcript of Budidaya Tembakau Virginia

Page 1: Budidaya Tembakau Virginia

I. PEMILIHAN LOKASI LAHAN

Di Jawa Timur telah tersedia koleksi varietas yang potensial (produksi dan mutu tinggi) untuk bahan pengembangan tembakau virginia. Oleh karena kebutuhan tembakau virginia fc masih cukup tinggi, yang selama ini diperoleh dari impor maka pengembangan varietas melalui perakitan varietas unggul tembakau virginia yang sesuai kebutuhan kosumen sangat diperlukan. Pada dasarnya Jawa Timur memiliki lokasi pengembangan yang potensial seperti wilayah Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Bondowoso, Jember dan Blitar dan lain-lain. Tembakau Virginia FC di Jawa Timur dibudidayakan dengan tingkat teknologi yang relatif beragam. Keragaman teknologi ini selain karena keterbatasan (modal dan pengetahuan) petani, juga karena karakteristik lahan dan agroklimatnya wilayah yang sangat heterogen, sehingga banyak dikenal kekhasan nama hasil produksi tembakaunya.

Tipe dan mutu tembakau yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, terutama sekali tekstur permukaan (top-soils) dan bawah permukaan tanah (sub-soils). Tanah ringan cenderung untuk menghasilkan suatu daun tipis dan besar, bobot ringan dan warna cerah, rasa lembut dan aroma harum, sedangkan daun yang diproduksi pada tanah berat, tebal dan berat, berwarna gelap, berbau kuat dan aromatik. Sebagai hasil interaksi varietas dengan faktor lingkungan yang kompleks, maka pemilihan lokasi untuk produksi tembakau Virginia di Jawa Timur telah dipusatkan pada zona pengembangan tertentu, seperti tersebut diatas.

Tembakau tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai dari tanah pasiran sampai lempung berpasir (sandy loams), tanah lempungan (Loam), liat hitam (heavy black clay). Tanah tembakau tersebut memiliki perbedaan yang luas pada produktivitas alaminya terutama pada kesuburan tanah dan tingkat pengelolaan yang dibutuhkan. Sifat tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pilihan tipe kualitas krosok fc yang dihasilkan. Disamping itu tanah memainkan peranan dalam keputusan mutu dan nilai komersial produk tembakau. Pada kondisi terbuka, di tanah bertekstur ringan (pasiran) perakaran tembakau dapat mencapai kedalaman 120 cm untuk mendapatkan air dan hara pada lapisan tanah terdalam. Dalam pertumbuhan daun tembakau mencapai maksimum terdapat tiga kunci utama yang harus dipenuhi yaitu kecukupan penyediaan hara tanaman, oksigen dan air.

Persyaratan karakteristik tanah yang sesuai untuk produksi tembakau virginia flue-cured bermutu tinggi adalah :

1. Memiliki tanah permukaan (top-soils) dengan kedalaman 25 sampai 30 cm 2. Reaksi tanah (pH) berkisar 5.5 sampai 6.5 3. Sub-soils bertekstur liat berpasir (sandy clay) sampai kedalaman > 150 cm 4. Simpanan hara tanaman esensial rendah sampai sedang 5. Kadar bahan organik tanah rendah 6. Kadar Chloride (Cl) tanah sangat rendah (< 40 ppm) dan Cl air pengairan < 25 ppm

Kemiringan lereng, letak lapisan padas, kedalaman air tanah, tekstur tanah, permeabilitas

Page 2: Budidaya Tembakau Virginia

tanah dan drainase makro (drainase di luar areal tembakau) merupakan komponen-komponen lahan yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengendalian kadar air tanah. Kemiringan lereng yang besar akan mempercepat drainase air ke samping. Kedalaman air tanah dangkal dan lapisan padas akan menghambat drainase air ke bawah.

Keadaan produksi pada cuaca kering dan kekurangan air menyebabkan penyerapan hara yang terhambat, tanaman berkembang kurang normal dan pada gilirannya akan menurunkan produksi. Kerugian terbesar dari kekeringan tersebut adalah berkurangnya luas daun. Produksi pada musim hujan berlebihan atau berciri basah kualitas krosok yang dihasilkan tipis, lemas dan teksturnya tidak berbutir, karena terjadinya pencucian terus menerus getah, lilin dan garam-garam yang ada di permukaan helaian daun. Hujan yang terlalu banyak tersebut tidak menguntungkan untuk tanah di daerah lowland maupun upland. Untuk mengatasi musim tanam yang tepat maka dibuat prakiraan musim. Prakiraan musim ditujukan untuk memperkirakan permulaan musim dan sifat hujan pada periode musim. Sifat hujan adalah perbandingan curah hujan tiap tahun dengan curah hujan rata-ratanya selama periode musim. Permulaan musim hujan didefinisikan, bila curah hujan selama 10 hari (satu dekade) pada umumnya lebih besar dari 50 mm dan diikuti oleh dekade berikutnya, sedang musim kemarau adalah sebaliknya yaitu lebih kecil dari 50 mm. Dengan demikian waktu dalam satu tahun dibagi menjadi 36 dekade. Kondisi fisik dan kimia tanah merupakan ciri spesifik yang melekat pada setiap karakteristik varietas tembakau, didukung iklim yang terjadi sepanjang musim bertumbuh, dan praktek

budidaya akan menghasilkan kualitas produksi yang spesifik. Tembakau Virginia fc. di daerah Bojonegoro dan sekitarnya yang mempunyai tipe tanah berat (vertisol) hitam dan kelabu, menghasilkan krosok fc berwarna lemon dan tipis tetapi elastis berbeda dengan krosok fc dari tanah-tanah liat berpasir yang berwarna orange atau kuning tua. Untuk saat ini tanah-tanah berat seperti vertisol dan grumusol yang berliat berat kualitas produksinya relatif kurang baik. Hal ini karena seringnya kekurangan air sehingga perakaran tanaman tidak berkembang.

II. MENGENAL VARIETAS TEMBAKAU VIRGINIA

1. Mengenal Varietas Tembakau Virginia

Varietas yang baik seharusnya berasal dari varietas yang produktivitas dan kualitasnya tinggi. Kualitas baik adalah kualitas yang diterima oleh perusahaan calon pembeli. Misalnya untuk diolah menjadi tembakau rajangan saat ini banyak digunakan varietas K326, DB 101 atau T45. Sedangkan untuk diolah menjadi krosok fc dapat digunakan PVH09, C176, NC 95, Coker atau yang lain.

Petani mitra perusahaan umumnya mendapatkan suplai bibit dari perusahaan mitra. Bibit ini dipilih oleh mitra dan disemaikan bersama dalam bedengan untuk akhirnya

Page 3: Budidaya Tembakau Virginia

dibagikan sesuai kebutuhan masing-masing petani. Pemakaian benih murni, unggul dan bersertifikat merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendukung peningkatan mutu dan produksi tembakau. Pengadaan benih di tingkat petani dilakukan dengan tiga cara: a. melakukan pembenihan sendiri dari tanaman sebelumnya b. mendapatkan benih dari perusahaan/pengelola mitra usahanya c. bantuan pemerintah melalui Dinas setempat yang diproduksi oleh Balai Penelitian

Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas).

2. Memilih Benih Yang Akan Disemaikan

Bibit yang ideal antara lain mempunyai karakteristik sebagai berikut : a. Berasal dari varietas yang produktivitas dan mutunya tinggi. Mutu baik adalah mutu

yang diterima oleh perusahaan calon pembeli. b. Berasal dari benih yang daya kecambahnya tinggi dan vigornya pendek. Daya

kecambah 80% atau lebih dan dapat berkecambah setelah 5-7 hari adalah cukup baik.

c. Bibit harus seragam dalam ukuran, terutama diameter batang dan panjang batang serta kemampuan tumbuh

d. Bibit seragam dalam memberikan respon terhadap pupuk maupun kondisi lingkungan pertumbuhan di lapang setelah dipindahkan.

e. Bibit harus sehat, bebas dari bibit penyakit semenjak dicabut dari bedengan.

III. TEKNIK PEMBIBITAN

1. Lokasi Pembibitan

Pemilihan lokasi untuk bedengan tembakau secara umum dan berlaku untuk semua jenis tembakau, hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Pilih lahan dengan top-soil dalam (20 cm atau lebih) dan subur. b. Pilih lahan yang ringan, poreus dengan daya pegang air rendah. c. Pilih sumber air yang bersih untuk siraman. d. Pilih lahan yang bersih atau bebas penyakit. e. Hindari lahan sekitar rumah pemukiman. f. Hindari lahan bekas tanaman satu famili seperti tomat, cabai dan lain-lain. g. Pilih lokasi yang mendapat panas matahari cukup.

2. Pengolahan Tanah Untuk Bedengan

Pengerjaan lahan dimulai dengan membersihkan sisa-sisa tanaman seperti rumput-rumputan, tunggak dan lain-lain, kemudian dicangkul dengan kedalaman 20 cm atau lebih. Sisa-sisa tanaman jangan ditimbun karena akan menjadi sarang rayap atau mendorong berkembangnya bibit-bibit penyakit. Jika masih banyak bongkahan tanah yang besar perlu dipecah ulang, sehingga ukuran tanah tinggal 2 - 3 cm atau kurang.

Page 4: Budidaya Tembakau Virginia

Jika bongkahan tanah terlalu kecil atau terlalu lembut, tanah akan mudah mampat saat disiram air dan aerasi kedalam tanah kurang baik. a. Ukuran Bedengan

Selanjutnya ditetapkan ukuran bedengan 1,2 m x 10 m dan jarak antar guludan 50 cm dengan cara menaikkan tanah dari bagian calon selokan. Gunakan bantuan patok dan tali untuk memisahkan antar bedengan. Setiap 20 bedengan harus dibuatkan saluran atau got drainase untuk membuang air hujan atau air sisa pengairan. Ukuran bedengan 1,2 m x 10 m, memudahkan pengelolaan bedengan terutama pengawasan yang harus dilakukan intensif.

b. Penaburan Benih

Penyebaran benih dilakukan dengan alat penabur benih setelah benih dikecambahkan selama 36 jam dan diikuti penirisan selama delapan jam. Seluruh waktu perendaman dan penirisan memerlukan 48 jam atau sekitar dua hari. Penirisan diperlukan untuk membuang racun yang larut dalam air rendaman benih. Alat penabur benih menggunakan gembor yang di-sambung dengan pipa penabur atau shading-boom. Diameter lubang pada shading-boom sekitar 1-2 mm dengan jarak 1 cm. Untuk setiap gembor volume 10 liter sebaiknya diisi 8-9 liter air, agar tidak mudah tumpah, terutama setelah diisi benih yang sedang berkecambah. Selanjutnya sambil sering digojok tetapi pelan dan disiramkan melalui shading-boom ke permukaan bedengan (Gambar berikut). Penaburan dengan shading-boom harus pelan dan dibagi untuk dua bedengan setiap gembor. Setelah bedengan siap dan semua bahan telah tersedia terutama plastik tutup bedengan, kerangka bambu, tali dan lain-lain penaburan benih dapat dimulai. Sebelum penaburan benih dengan shading-boom seperti tersebut diatas, bedengan ditaburi sekam setebal satu lapis dengan jarak rapat seperti gambar di samping. Sekam berfungsi sebagai mulsa untuk menjaga kelembaban benih selama pertumbuhan. Jerami padi juga dapat digunakan sebagai mulsa, dengan meratakan satu lapis tetapi tidak boleh terlalu rapat dan dilakukan setelah tabur benih. Setelah selesai penaburan dan pemberian mulsa bedengan segera disiram air merata (seperti gambar tersebut). Usahakan menyiram bedengan tidak sampai berlebih agar tidak ada benih yang belum punya pegangan tersebut tergelincir keluar area bedengan.

Penyiraman bibit Benih yang sudah ditabur perlu dijaga kelembabannya selain perlu dikenalkan pada panas matahari langsung secara bertahap. Jadwal penyiraman seperti pada Tabel di bawah dapat digunakan sebagai pedoman. Pada umur 30 hari setelah tabur benih penyiraman dihentikan, tetapi perlu memperhatikan keadaan tanaman. Jika bibit masih nampak dalam keadaan lemah penyiraman masih perlu ditambah. Jadwal penyiraman

Page 5: Budidaya Tembakau Virginia

Umur (HSS = hari setelah tanam) Jumlah kali (-) Jumlah (gembor/bedeng, 1 gembor=10 l/)

0-10 3 kali sehari 5

11-20 2 kali sehari 6

21-25 1 kali sehari 5

25-30 2 hari sekali 5

> 30 dihentikan -

30-cabut, jika layu sebelum jam 10 pagi Siram seperlunya

Atap Bedengan Atap bedengan dari bahan plastik pudar yang diberi kerangka dari bambu yang dilengkungkan paling murah dan bentuk bedengan seperti Gambar di bawah. Tutup dari bahan plastik polypropylene tebal 0,1 - 0,2 mm cukup baik, dibentuk setengah lingkaran dengan kerangka bambu cukup baik. Pemasangan tutup plastik untuk setiap bedengan dimulai dengan mengikat pada bagian pojok dari plastik pada pojok kerangka, kemudian di bagian tengah. Ikatan harus mudah dibuka dan dilipat ke tengah atau digeser kearah punggung kerangka bedengan. Tutup bedengan yang berbentuk bulat memanjang menutup bedengan sampai jarak 10 - 15 cm dari tanah. Pengendalian hama dan penyakit Pada hari ketiga atau keempat benih mulai tumbuh. Mulsa dari jerami harus segera disingkirkan. Bibit yang masih berada pada awal pertumbuhan, perlu diperiksa saksama setiap saat, apakah ada gejala serangan penyakit seperti bibit yang kecil, ”londod” dan berair karena serangan bakteri atau jamur, atau putus dimakan semut dan lain-lain. Bibit terserang penyakit, perlu dicabut dan membuang beserta sebagian tanah dibawahnya dan diikuti penyemprotan fungisida yang sudah disiapkan. Untuk menghindari semut, dipinggir bedengan dapat diberi campuran dedak dicampur gula. Jika sudah terserang semut perlu segera disemprot dengan insektisida. Rumput yang mulai tumbuh segera dicabut, sisa-sisa potongan rumput dan lain-lain segera diambil dan dibuang jauh dari kawasan bedengan. Pengendalian penyakit di bedengan seperti diuraikan diatas dapat menggunakan pestisida dan cara aplikasi sebagaimana tabel dibawah. Pestisida yang digunakan harus sesuai ketentuan GAP (Good Agricultural Practices) yaitu menghindari pestisida yang menyebabkan residu pada daun tembakau, seperti halnya pestisida yang mengandung bahan aktif Carbendazim maupun turunannya. Demikian juga penyemprot harus menggunakan pakaian yang aman terutama masker, agar pernafasan tidak terganggu oleh gas beracun dari pestisida. Sebelum memegang bibit, tangan harus dicuci dengan ditergen.

Page 6: Budidaya Tembakau Virginia

Jenis Bahan aktif Dosis Saat aplikasi

Insektisida, sistemik Imidacloprid 5% 0,5 gr/lt Saat sebar

Fungisida, sistemik Metalaxyl-M 4%, Manozeb 64%

3 gr/lt Saat sebar

Insektisida-kontak Methomyl 2 gr/lt Seminggu setelah sebar

Jika diperlukan bisa diulang setelah 30 hari setelah sebar

Melatih Bibit (Hardening) Buka tutup bedengan terkait dengan usaha melatih bibit terhadap panas matahari. Seperti halnya penyiraman juga harus dibuat bertahap. Waktu buka-tutup bedengan makin lama makin luas bukaannya. Tutup bedengan pada tahap akhir disingkirkan atau tidak dibuka penuh sampai beberapa hari sebelum benih dicabut. Jadwal buka tutup bedengan seperti pada Tabel berikut dapat dijadikan pedoman. Sampai umur 10 hari setelah tabur bedengan tidak dibuka sama sekali. Energi pertumbuhan hanya disediakan dari sinar matahari tidak langsung. Hal ini dimaksudkan agar kecambah benih cepat memanjang karena mencari asal sinar matahari. Jadwal buka tutup bedengan Umur (HSS=Hari setelah sebar) Jam Tutup Luas bukaan (%)

0-10 Siang-malam 0 %

11-15 6-10 100 %

26-20 6-13 100 %

21-35 Siang*) 100%

*) Malam ditutup untuk menghindari embun malam yang merusak daun Kliping Kliping adalah kegiatan memotong sebagian daun bibit tembakau (Gambar di bawah) setelah daun men-capai luasan tertentu. Luas yang dipotong 50 - 75 % dari luas daun. Kliping mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Menyeragamkan ukuran bibit dengan memotong daunnya yang lebar supaya ada peluang tanaman disebelahnya untuk tumbuh menyamai bibit lainnya.

b. Menjadikan lingkungan pertumbuhan bibit tidak terlalu lembab. c. Memperkuat pertumbuhan akar. Akibat pemotongan sebagian daun, akar akan

terangsang untuk lebih aktif lagi. d. Menjadikan batang bibit lebih keras dan lebih kuat dan diameter batang lebih besar.

Bibit yang terserang TMV (tobacco mozaic virus) jangan dikliping. Gunting dan alat lain untuk

Page 7: Budidaya Tembakau Virginia

kliping harus dicuci lebih dahulu dengan larutan formalin encer atau larutan khlorin 50%. Tangan harus dicuci dengan sabun sebelum mulai bekerja. Kliping dimulai saat tanaman mencapai panjang 5 - 7 cm atau bibit mencapai umur 25 - 30 hari setelah tabur benih. Pemotongan benih sekitar 2 - 3 cm diatas ujung tunas bibit Pencabutan dan pengangkutan bibit Pencabutan bibit dimulai dengan mengairi bedengan sampai jenuh sehingga tanah menjadi lembek dan akar dapat dengan mudah dicabut dan tidak terputus. Satu hari sebelum penanaman bibit, bedengan diairi sampai tiga perempat ketinggian selokan. Pencabutan dilakukan pada pagi hari atau sore hari atau saat intensitas matahari tidak tinggi. Pilih bibit yang sehat, kekar, batang agak keputihan kira-kira sebesar pensil. Panjang bibit yang baik umumnya berkisar antara 10 -15 cm. Cabut hati-hati, dengan memegang ujung batang beserta daunnya, sehingga seluruh akar tertarik atau sesedikit mungkin ada akar yang putus. Selanjutnya kumpulkan bibit didalam wadah beralas daun pisang atau daun yang lain dan sebaiknya bibit dicabut saat menjelang tanam. Bibit Yang Memenuhi Syarat

o Ukuran (tinggi) 10 -12,5 cm, jumlah daun 5 lembar o Tidak terlalu subur (sukulen), dan terlalu kurus, o Perakaran baik. o Sehat, bebas hama dan penyakit o Umur antara 40-45 hari.

IV. TEKNIK PENANAMAN

Pengolahan tanah Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau pada dasarnya mempunyai tiga tujuan utama; pertama, melonggarkan tanah atau memperbaiki aerasi tanah serta keleluasaan penetrasi air kedalam tanah; kedua, membuat guludan untuk landasan penanaman tembakau agar daerah perakaran tidak mudah terjang-kau kelebihan air dan ketiga pengendalian gulma. Pada tanah-tanah berat kekurangan air dan kelebihan air yang tinggi akan menghambat pernafasan sehingga tanaman mudah layu. Penanaman tembakau pada tanah-tanah berat harus dimulai dengan mengerjakan tanah dengan baik termasuk didalamnya membuat saluran-saluran drainase di bagian tengah dan sekeliling lahan tanaman tembakau. Pengolahan tanah dilakukan segera setelah padi selesai tanam pada bulan Mei. Pengolahan tanah pada tanah-tanah berat dimulai dengan pembersihan permukaan tanah dari sisa-sisa ta-naman sebelumnya. Selanjutnya pengolahan/ pemba-jakan tanah pada seluruh permukaan tanah dengan membalik tanah sebanyak 2 kali. Pengolahan dapat

Page 8: Budidaya Tembakau Virginia

menggunakan cangkul atau bajak traktor/sapi, dengan bagian pinggir tidak dibajak tetapi dicangkul sehingga tuntas dan semua permukaan tanah dapat terbuka. Tanah dibiarkan mengering dan memperoleh aerasi yang cukup kurang lebih 1 – 2 minggu. Pekerjaan berikutnya adalah pengguludan sebagai tempat tanaman hidup dan tumbuh. Pengguludan dimulai dengan pemasangan ajir, yaitu sebilah bambu, panjang 50 cm dan lebar 1 - 2 cm ujung dilancipkan sehingga dapat ditancap-kan kedalam tanah. Ajir untuk mempermudah pem-buatan guludan agar diperoleh bentuk guludan yang lurus dan rapi. Tancapkan ajir dengan jarak 125 - 140 cm dan 40 cm untuk jarak selokan yaitu kalenan atau saluran antara guludan. Arah guludan yang baik Timur - Barat untuk memberi keleluasan tanaman memperoleh penyinaran yang cukup secara merata. Setelah pengajiran selesai, pasang tali plastik yang kecil dan mulai pengguludan. Cangkul tanah di bagian calon kalenan dan lempar kearah kiri kanan secara merata, bagian yang nanti menjadi calon guludan. Panjang guludan sendiri cukup 12 - 15 m, dan selingi dengan saluran drainase sekunder menuju saluran drainase di sekeliling petakan lahan atau drainase primer. Kedalaman saluran drainase sekunder jangan kurang dari 20 cm dari bibir kalenan dan saluran drainase primer minimal 50 cm. Penanaman Untuk menjamin populasi tanaman yang seragam salah satu cara yang dilakukan adalah memilih bibit yang seragam. Faktor keseragaman yang paling penting adalah varietas, umur bibit, ukuran bibit dan kesuburan bibit. Penanaman pada dasarnya ada dua cara, masing-masing tanam basah atau lahan diairi lebih dahulu dan tanam kering dengan menyiram air sekitar satu liter setiap kowakan. Pada penanaman kering harus diikuti penyiraman setiap hari sampai tanaman cukup kuat dan mampu bertahan hidup terhadap panas matahari. Tanam sistim basah Tanam sistim kering Cara menanam masukkan akar bibit kedalam kowakan dan setelah yakin akar bibit dalam keadaan lurus kemudian ditutup dengan tanah yang ada disekitarnya. Penanaman sebaiknya dilakukan sore hari (14.00-17.00) agar bibit tidak layu karena udara lingkungan yang panas. Jika digunakan sistem tanam basah, tanam dapat dilakukan pagi hari. Bibit yang baik jika minimal sudah berdiameter batang bagian bawah sekitar 0,75 - 1,00 cm dan terasa sangat keras jika dipegang. Bibit yang sudah cukup umur nampak keputihan bagian batangnya. Umur bibit yang tergolong muda, sekitar 40 - 45 hari, sebetulnya yang paling baik. Bibit yang tergolong muda ini akan cepat mengalami pertumbuhan, namun umumnya kurang tahan penyakit. Lebih baik digunakan bibit umur 50-55 hari yang lebih kuat dan tahan terhadap gangguan penyakit serta penderaan (stressing) lingkungan. Pendangiran Mendangir adalah mencangkul kiri-kanan guludan dan menaikkan lahan cangkulan ke atas guludan. Pendangiran dimaksudkan untuk membuka lahan sehingga aerasi kedalam tanah berlangsung baik. Arahkan mata cangkul tegak lurus guludan, pada dasar selokan dan angkat tanah cangkulan keatas. Pendangiran dilakukan 2-3 kali tergantung cuaca. Pertama pada saat tanaman berumur umur 10-14 hari, berikutnya setelah tanaman berumur satu bulan. Pendangiran terakhir dilakukan saat tanaman hampir panen atau berumur 50-60 hari. Pendangiran sebenarnya lebih penting sebagai usaha pembukaan tanah dan mematikan

Page 9: Budidaya Tembakau Virginia

gulma. Pada saat turun hujan, tanah harus segera dibuka kembali dengan pendangiran. Jika tidak, tanah akan mampat dan menghalangi perkembangan perakaran. Pemupukan Pada tanah-tanah berat seperti Bojonegoro dianjurkan untuk memberikan pupuk nitrogen dengan dosis 40-50 kg/Ha. Sumber nitrogen dari ZA cukup baik karena ada tambahan belerang didalamnya. Pupuk dapat diberikan saat tanaman umur 3 - 7 hari setengah dosis dan sisanya pada umur 20 hari. Pada tanah-tanah ringan diberikan pupuk dengan dosis lebih tinggi. Umumnya diperlukan pupuk basal NPK (11:13:17) sebanyak 500-600 kg/Ha yang pada umur pertumbuhan dan pupuk KNO3 200-250 kg/Ha yang diberikan pada umur tiga minggu. Pemupukan nitrat dan juga pupuk yang lain harus memperhatikan prakiraan cuaca pada daerah pertanaman. Pemberian pupuk juga harus dilakukan saksama dengan meletakkan pupuk dibawah tanaman Pengairan Pengembangan tembakau virginia yang diolah menjadi tembakau rajangan berpusat di daerah Kabupaten Bojonegoro dan secara umum adalah daeah kekurangan air. Warna cenderung kuning muda atau lemon, tipis tetapi jika ditanam dengan pupuk dan jumlah air pengairan yang tepat menghasilkan aroma yang baik. Kecukupan air dapat mengakibatkan tembakau lebih tipis, lebih terang, lebih rendah kadar nikotin dan total alkaloid dan nitrogennya tetapi mempunyai kadar gula lebih tinggi. Jika diolah menjadi krosok fc atau rajangan nampak lebih cerah (bright). Daun atas jika kekurangan air, pada daerah-daerah tertentu, akan berwarna kelabu (scalding) yang tidak disukai konsumen. Demikian juga daun-daun bawah sering nampak seperti terbakar (firing) pada iklim kering, jumlahnya dapat ditekan jika lahan mendapat pengairan yang cukup. Daun yang mempunyai kandungan air lebih dari 80% saat dipanen akan dapat diperam atau dikuningkan dengan baik dan mudah. Saat pemberian air dan jumlah air yang diberikan, dalam kaitan dengan pertumbuhan menuju pembentukan mutu optimal, secara garis besar adalah sebagai berikut (Anonymous, 2009) : a. Saat tanam, pelembapan tanah diperlukan untuk segera menempelkan akar jika digunakan bibit cabutan dari bedengan. b. Saat penderaan (stressing). Penderaan dimulai setelah tanam, dengan mem-biarkan tanaman tanpa pengairan. Tahap pendera-an ini berlangsung lebih satu bulan, dan umumnya hanya dihasilkan 10-15 lembar daun. Selanjutnya ditunggu sampai tanaman nampak layu pada pagi hari yaitu pada jam 08.00-09.00 tanaman nampak layu berarti penderaan selesai. Dalam kondisi normal tanaman tembakau baru nampak layu pada jam 11.00-12.00 siang. Tanaman harus segera diairi dan setelah pengairan kedua ini tanaman akan tumbuh cepat. c. Saat tanah tidak kecukupan air. Pengairan hanya diberikan saat tanaman sudah kekurangan air atau saat cuaca sangat kekeringan. Pada tembakau virginia di daerah Bojonegoro yang disiapkan untuk diolah menjadi tembakau rajangan umumnya diairi dengan sistem siraman setiap hari sampai umur 40-50 hari.

Page 10: Budidaya Tembakau Virginia

Pengairan dengan siraman dilakukan dengan cara menuangkan air 0,5-1,0 l/tanam dan dijatuhkan pada pucuk tanaman. Sampai umur 10-20 hari, tergantung kondisi tanaman, penyiraman dilakukan pagi dan sore hari. Setelah umur tersebut tanaman cukup kuat hanya disiram sekali dalam satu hari. Cara mengairi tanaman Pengairan terutama dengan air sungai atau leb harus dilakukan hati-hati. Air sungai, berasal dari sumber air digunung yang mengalir melalui pedesaan atau hasil pengeboran sekalipun akan membawa berbagai macam penyakit akar dan pangkal batang. Jika untuk keperluan pananaman pada guludan belum ada tanaman tem-bakau, pengairan dapat di-lakukan sampai penuh atau setinggi guludan. Jika telah ada tanaman, hanya boleh dilakukan setengah guludan saja dan tidak boleh ada air menggenang. Hal ini untuk menghindari infeksi berbagai macam penyakit pada akar dan pangkal batang tanaman tembakau. Air pengairan dialirkan pada selokan dibawah guludan dan ketinggian air tidak lebih setengah guludan. Selanjutnya tanpa menghentikan aliran air tersebut, air terus masuk ke saluran drainase sekunder yang memotong lahan dan dikeluarkan dari lahan melalui saluran drainase primer di sekeliling lahan. Sehingga pengairan pada dasarnya hanya melewatkan air saja dibawah guludan. Pangkasan (Topping) dan Wiwilan (Suckering) Tanaman tembakau hanya mempunyai satu cabang dan berujung pada kuncup (bud). Memangkas (topping) adalah kegiatan memotong atau membuang ujung tanaman dan dilakukan saat kuncup bunga mulai muncul atau ditunggu beberapa hari setelah sebagian bunga mekar. Mewiwil (suckering) adalah membuang tunas ketiak (axillary-bud) yang tumbuh meningkat akibat tindakan pangkasan. Secara umum pangkasan yang baik adalah dengan membuang daun-daun pucuk yang tidak produktif yang sudah tidak bisa berkembang lagi. Dua sampai tiga lembar daun pucuk dibawah daun bendera atau sampai daun ke lima dibawah karangan bunga umumnya sudah tidak dapat berkembang dengan baik meskipun mendapat nutrisi cukup. Daun-daun ini umumnya hanya sedikit menebal tetapi tidak dapat memanjang atau melebar lagi. Daun-daun demikian umumnya nampak berdiri tegak pada ujung tanaman dan diistilahkan sebagai daun-daun telinga kuda (seperti Gambar). Pemotongan tunas dapat dilakukan secara manual dengan tangan maupun menggunakan bahan kimia. Bahan-kimia yang banyak digunakan adalah:

1. Pengontrol tunas kontak: Larutan fatty-alcohol dengan dosis berkisar antara 1 dibanding 20 (1:20) atau 25 kali bagian air atau sekitar 3-4% larutan. Untuk C10 dapat digunakan perbandingan 1:30 atau larutan 4%. Jika menggunakan larutan lebih pekat dapat bekerja lebih efektif tetapi daun dapat terbakar atau gagang daun akan rapuh sehingga daun mudah patah karena singgungan mekanis atau terpaan angin.

2. Pengontrol tunas ketiak sistemik: yang banyak ber-asal dari turunan atau campuran maleic-hydrazide ini banyak dijual di pasaran dengan berbagai merk. Maleic-hydrazide akan aktif jika tunas ketiak atau panjang tidak lebih dari 3 cm. Jika tunas ketiap lebih dari 3 cm akan kurang efektif dan pada tunas ketiak yang sudah mencapai 10-12 cm tidak efektif sama sekali dan tunas akan berkembang seperti biasa. Penggunaan maleic-hydrazide sebagai pengontrol tunas ketiak harus dibatasi sesuai ketntuan karena dapat menimbulkan residu.

Page 11: Budidaya Tembakau Virginia

3. Pengontrol tunas bekerja kontak dan sistemik atau FST-7: pengontrol tunas ketiak ini umumnya merupakan campuran fatty alcohol terutama dengan C10 dan garam kalium dari maleic-hidrazide. Karena mengandung pengontrol tunas ketiak yang bersifat kontak cara aplikasi harus mengikuti ketentuan yaitu langsung ke sasaran tunas ketiak yang baru tumbuh. Penggunaan senyawa ini tidak boleh lebih dari satu minggu setelah perlakuan dengan pengontrol tunas ketiak yang bersifat kontak. Umumnya campuran pada FST-7 adalah 11% dari sandard maleic hydrazide yang seharusnya.

4. Pengontrol tunas ketiak bekerja lokal dan sistemik. Termasuk kelompok ini adalah butralin, flumetralin, pendimetralin. Pengontrol tunas ketiak ini bersifat sistemik tetapi hanya lokal disekitar tempat aplikasi. Seperti halnya pengontrol tunas ketiak kontak pada kelompok pengontrol tunas ketiak kelompok ini juga harus membasahi seluruh permukaan tunas dan hanya dapat bekerja efektif jika tunas masih muda. Jenis pengontrol ini jika tidak menutup seluruh permukaan tunas, tunas akan terus tumbuh dan

dengan ukuran lebih besar. Tunas tunas yang tidak tertutup sempurna harus dibuang dengan tangan.

Aplikasi bahan kimia untuk pengontrol tunas ketiak, baik bersifat lokal maupun sistemik, yang paling baik adalah dengan membasahi seluruh permukaan tunas. Pembasahan dapat dilakukan dengan penyemprotan atau mengoleskan pada permukaan tunas. Cara mengoles dengan kuas adalah paling baik tetapi akan memerlukan banyak tenaga. Cara lain yang dianggap cukup ekonomis karena tidak terlalu banyak memerlukan tenaga adalah dengan menuangkan dengan penyemprot khusus. Pangkasan dini dan wiwilan intensif mendorong pertumbuhan akar, mengurangi serangan hama pada pucuk, daun lebih seragam, pengolahan daun lebih mudah dan peluang roboh relatif kecil. Secara garis besar, cara melakukan pangkasan pada tembakau virginia dibagi menjadi tiga kelompok :

a. Pangkasan ringan. Dilakukan setelah bunga muncul dan ditunggu 7-10 hari sampai sebagian karangan bunga berkembang. Jumlah daun dibawah bunga

atau batas pemotongan batang 2-3 lembar. Tanaman yang dihasilkan akan lebih tinggi, jumlah daun lebih banyak meskipun lebih tipis. Daun yang tertinggal umumnya 22-24 lembar.

b. Pangkasan berat. Dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang akan ditinggalkan. Pada pangkasan berat ditinggalkan 18-20 lembar daun. Kapan dilakukan pangkasan, caranya adalah dengan menunggu apakah jumlah daun sudah mencukupi. Pangkasan diawali dengan membuang 1-2 lembar daun bawah, atau daun koseran, selanjutnya dihitung 18 belas lembar daun dan kemudian dilakukan pemotongan pucuk. Cara pangkasan berat banyak dipakai oleh petani di Lombok untuk menghasilkan krosok fc sebagai bahan baku rokok kretek.

c. Pangkasan sangat berat. Caranya dengan menyisakan 14-16 lembar daun. Dengan me-mangkas sangat berat akan dihasilkan daun lebih besar, lebih tebal dan dengan kadar nikotin tinggi seperti halnya pangkasan berat (18-20 lembar) yang ditanam di lahan subur dan kecukupan air.

Tingginya pangkasan tembakau virginia varietas DB101 (Dixie Bright 101) yang dulu banyak

Page 12: Budidaya Tembakau Virginia

ditanam di daerah Bojonegoro (mempunyai jumlah daun 25-28 lembar tergantung kesuburan lahan), jika dipangkas 5-8 lembar daun dan ditinggalkan 20 lembar akan menghasilkan mutu cukup baik. Varietas K326 mempunyai jumlah daun lebih banyak, sehingga jumlah daun yang ditinggalkan ditentukan oleh mutu tembakau kering yang diinginkan. Pengendalian Hama Dan Penyakit (Dikutip, diedit dan disesuaikan, dari tulisan : 1. Sri Hadiyani dan I.G.A.A. Indrayani, 2000. 2. Dalmadiyo, et al., 2000). A. Hama Tembakau Hama utama tembakau ada tiga jenis yaitu ulat pupus tembakau, ulat grayak dan kutu tembakau. Sedangkan yang lain tidak selalu muncul setiap tahun dan masih dapat dikendalikan dengan obat-obat kimia yang tersedia. Dibawah disampaikan beberapa jenis hama utama tanaman tembakau.

1. Ulat pupus tembakau, Helicoverpa spp.

Gejala yang ditimbulkan daun tembakau berlubang-lubang karena dimakan pada bagian pupus dan bagian daun atas. Pada saat memakan pupus kerusakan tidak nampak, tetapi setelah daun membesar, lubang daun terlihat jelas karena lubang membesar sesuai perkembangan daun. Selain memakan daun, ulat juga menggerek buah dan memakan biji. Selain tanaman tembakau, tanaman kapas, jagung, tomat, kedelai, buncis, canthel, lobak, asparagus, dan kobis juga menjadi sasaran. Menurut Subiyakto et al., (1990) ada dua jenis Helicoverpa yang menyerang daun tembakau, yaitu H. Assulta Genn, dan H. Armigera (Hubner). H. Assulta sering disebut ulat pupus tembakau, karena sering dijumpai pada pupus dan biasanya meletakkan telurnya secara tunggal di permukaan atas daun muda. Telur menetas 3–5 hari. Ulat muda berbulu, semakin tua bulu semakin jarang. Warna ulat bervariasi, hijau, cokelat, kuning, dan merah jambu. Pada kedua belah sisi badan terdapat garis memanjang berwarna putih atau krem. Ada bintik-bintik hijau di bagian sisi dan punggung. Biasanya pada satu tanaman terdapat satu ulat, karena sifatnya yang kanibal dan lama stadia ulat 2–3 minggu. Pupa berada di dalam tanah, warna cokelat berukuran 14–15 mm dan lama stadia pupa 9–14 hari. Ngengat sering mengisap cairan nektar bunga. Ngengat mempunyai sayap depan berwarna kecoklatan, sedangkan sayap belakang berwarna kuning oker, dan di bagian pinggir berwarna hitam. Pada sayap depan terdapat garis melintang rangkap yang tidak teratur agak berombak dan warnanya lebih gelap dari warna dasar sayap depan. Rentangan sayap 28–30 mm. Lama stadia ngengat 1–2 minggu. Satu betina mampu bertelur 500-2.000 butir. Lama siklus hidup hama ini berkisar antara 33–49 hari. H. armigera biasanya meletakkan telurnya secara tunggal di permukaan daun, telur berwarna krem atau kuning, bentuk oval, panjang berkisar 0,5 mm, dan lebar 0.4 mm. Telur menetas 3–8 hari. Ulat muda berwarna putih kekuningan, kepala berwarna hitam. Ulat yang sudah besar warnanya bervariasi, hitam, hijau kekuningan, hijau, hitam kecokelatan, atau campuran dari warna–warna tersebut. Stadia ulat berlangsung 2–3 minggu. Pupa berada dalam tanah, berwarna coklat kekuningan, coklat kemerahan, selanjutnya berwarna coklat gelap. Ukuran

Page 13: Budidaya Tembakau Virginia

pupa H. Armigera lebih besar dibanding pupa H. Assulta dengan panjang 15–22 mm dan lebar 4–6 mm. Lama stadia pupa 10–14 hari. Ngengat jantan berwarna cerah sampai suram, yang betina coklat cerah. Lama hidup ngengat 2–15 hari dengan panjang 18 mm dan rentangan sayap 30–40 mm. Satu betina mampu ber-telur 200–2.000 butir dengan siklus hidup 29–58 hari. Helicoverpa armigera dan Spodoptera Litura Selanjutnya Subiyakto et al., (1990) menegaskan pengendalian yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Mencabut sisa–sisa tanaman segera setelah panen dan memusnahkannya. b. Pengolahan tanah dengan bajak dan cangkul dapat membunuh pupa yang berada

dalam tanah. c. Pemangkasan dan pewiwilan lebih awal guna menghindari serangan ulat pupus. d. Pengumpulan ulat secara langsung di lapang dan membunuhnya dengan tangan atau

alat.

e. Penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila tercapai ambang kendali, yaitu 10% atau lebih tanaman sebelum berbunga dijumpai ulat pada berbagai ukuran (Southern, 1996)

f. Penyemprotan dengan menggunakan insektisida nabati serbuk biji nimba 2–3 % dan serbuk daun nimba 10 % (Subiyakto et al, 1998)

g. Penyemprotan dengan menggunakan insektisida kimia antara lain dapat menggunakan permetrin (2 g/l), formotion (330 g/l), betasiflurin (25 g/l), atau tiodicarb (75 %).

2. Ulat grayak, Spodopetra litura F

Ulat grayak lebih banyak merusak tanaman saat di pembibitan dan juga di pertanaman. Ulat memakan daun pada malam hari dan umumnya ulat ini bergerombol serta menyebabkan daun berlubang-lubang. Di pembibitan dapat menimbulkan kerusakan 80–100 %. Tanaman inang lainnya cukup banyak seperti jagung, padi, tomat, tebu, buncis, kubis, pisang, jeruk, kacang tanah, lombok, bawang, kentang, bayam, kangkung, dan beberapa jenis gulma. Telur diletakkan berkelompok, satu kelompok telur dapat berisi 25–500 butir. Kelompok telur ditutupi semacam beludru berbulu berwarna coklat kekuningan. Telur diletakkan di permukaan bawah daun dan menetas 2–4 hari. Ulat muda berwarna kehijauan dengan sisi samping hitam kecoklatan, dan mengelompok. Stadia ulat 20–46 hari dengan 5 kali instar. Ulat yang tumbuhnya sudah sempurna berwarna hijau gelap dengan garis pungung berwarna gelap (Gambar diatas). Pupa berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm dan berada dalam tanah. Stadia pupa lamanya 8–11 hari. Sayap depan ngengat berwarna coklat atau keperakan, sedang sayap belakang berwarna keputihan dengan noda hitam. Satu betina mampu bertelur 2.000–3.000 butir dengan periode peletakan 2–6 hari. Lama siklus hidup 30- 61 hari. Pengendalian dapat dilakukan sebagai berikut :

Page 14: Budidaya Tembakau Virginia

a. Sama dengan pengendalian untuk ulat Helicoverpa spp. b. Pengumpulan masa telur dan ulat pada saat masih mengelompok di permukaan daun

sangat mudah dilakukan dan dianjurkan

3. Kutu tembakau, Myzus persicae (Zulser)

Menurut Subiyakto et al., (1999) kutu ini merusak tanaman tembakau karena mengisap cairan daun tembakau, menyerang pembibitan dan pertanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Kutu ini menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun menjadi lengket dan ditumbuhi cendawan berwarna hitam. Menurut Cheng dan Hanlon (1985), kutu daun secara fisik mempengaruhi warna, aroma, dan tekstur yang selanjutnya akan mengurangi mutu dan harga. Secara khemis kutu daun mengurangi kandungan alkaloid dan gula, rasio gula alkaloid dan meningkatkan total nitrogen daun. Kutu daun dapat menyebabkan kerugian sampai 50 %. Kutu tembakau ini mempunyai warna tubuh bervariasi, antara lain hijau keputihan, hijau kuning pucat, hijau abu–abu, merah jingga atau merah. Pada kondisi dingin berwarna merah gelap atau keunguan, berukuran 1,2-2,3 mm, bagian punggung abdomen terdapat bintik hitam. Koloni kutu tembakau biasanya dijumpai pada daun muda dan kadang-kadang juga pada daun tua. Menurut Romoser (1973), kutu tembakau berkembang biak secara partenogenesis. Serangga betina menghasilkan telur yang berkembang menjadi anak tanpa dibuahi. Menurut Kimball (1983), patenogenesis hanya dilakukan pada waktu tertentu, antara lain pada musim semi ketika banyak makanan di sekitarnya. Kutu tembakau mengalami paling tidak empat kali ganti kulit sebelum menjadi dewasa. Lama hidup bervariasi dan dapat mencapai dua bulan. Kutu tembakau, Mizus persicae (Sulzer) Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Tanam lebih awal dapat mengurangi serangan kutu tembakau dibanding tanam akhir (Southern, 1996).

b. Pemberian pupuk nitrogen tidak boleh berlebihan, karena akan memacu perkembangan populasi kutu tembakau. Berdasarkan kajian di laboratorium dosis yang direkomendasikan pada tembakau setara 200 kg per hektar belum meningkatkan populasi kutu tembakau (Harwanto dan Subiyakto, 1994)

c. Penyemprotan insektisida dilakukan apabila tercapai ambang kendali lebih 10 % tanaman sebelum dipangkas dijumpai koloni kutu tembakau (1 koloni sekitar 50 ekor), atau ≥ 20 % tanaman setelah pemangkasan dijumpai kolna kutu tembakau (Southern, 1996).

d. Penyemprotan dengan insektisida imidakloprid 200 g/l dan imidakloprid 5 %.

4. Ulat tanah, Agrotis ipsilon Hufin.

Hama ini menyerang di pembibitan dan pertanaman tembakau. Hama ini memotong batang bibit yang kecil sehingga menjadi serius jika serangan hebat. Batang bibit dan juga tanaman yang terpotong akan rebah dengan daun layu.

Page 15: Budidaya Tembakau Virginia

Telur berbentuk oval, warna putih atau transparan, diletakkan pada rumput atau gulma di bagian pangkal batang atau daun. Telur menetas sekitar 6 hari. Ulat berwarna hitam, kelabu suram atau coklat. Panjang ulat 30–35 mm, mengalami 4–5 instar. Lama stadia ulat se-kitar 18 hari. Ulat pada siang hari berada di dalam tanah, pada malam hari menyerang tanaman. Pupa berwarna cokelat terang atau cokelat gelap berada beberapa inci di bawah permukaan tanah. Stadia pupa lamanya 5–6 hari. Ngengat sayap depan berwarna cokelat dengan garis–garis berombak, rentangan sayap 40–59 mm dan panjangnya mencapai 15 mm. Satu betina dapat bertelur 500–2.000 butir. Total perkembangan sekitar 36 hari. Ulat tanah Agrotis ipsilon, Hufn Pengendalian ulat ini adalah sebagai berikut :

1. Secara mekanis dengan mencari ulat di sekitar tanaman. Caranya dengan menggali tanah di sekitar tanaman, ulat biasanya berada di dekat batang tanaman. Selanjutnya ulat dibunuh.

2. Menaburkan insektisida tanah dazomet 98 % di sekitar tanaman dilakukan pada malam hari. Hindari tanaman terkena insektisida, karena jaringan tanaman dapat rusak. Serangan ulat di pembibitan dikendalikan dengan menaburkan dazomet 98 % di tepi bedengan pembibitan.

5. Semut api merah, Selenopsis geminata (F).

Semut api biasanya merusak benih yang baru ditabur di pembibitan. Selain itu kadang–kadang memin-dahkan benih ke tempat lain. Adanya serangan semut ini menyebabkan terganggunya perkecambahan benih, bahkan benih mungkin tidak dapat berkecambah lagi. Semut dewasa berwarna cokelat kemerah–merahan agak gelap. Semut ratu betina bersayap, ukuran sekitar 5 mm, semut sebagai pekerja ukuran sekitar 3 mm. Semut sebagai pengawal berukuran 5–6 mm. Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Menjaga kebersihan sekeliling lahan pembibitan dengan memusnahkan gulma dan sampah yang menjadi sarangnya.

b. Menaburkan insektisida tanah dazomet 98 % di sekeliling bedengan pembibitan.

6. Ulat penggerek batang, Scrobipalpa heliopa

Serangan di pembibitan menyebabkan pertumbuhan bibit terhambat sehingga menurunkan kualitas bibit. Di India hama ini menyebabkan kerugian 25 % di pembibitan. Selain menyerang di pembibitan hama ini merusak pertanaman, dengan cara menggerek batang dan membentuk formasi kantong, kadang–kadang hama ini merusak urat utama daun. Telur diletakkan pada daun secara tunggal. Ulat yang pertumbuhannya sudah sempurna

Page 16: Budidaya Tembakau Virginia

panjangnya 11 mm, berwarna putih kotor, kepala berwarna hitam, dan dilengkapi perisai sebagai pelindung. Pupa biasanya terdapat di dalam lubang gerekan batang, dan setelah dewasa serangga akan keluar melalui lubang gerekan tersebut. Ulat dewasa aktif pada malam hari, sedangkan ulat betina mampu bertelur 150–200 butir. Ulat penggerek batang, Scrobipalpa heliopa (Low.) Pengendalian yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Bibit yang terserang hama ini supaya dimusnahkan b. Penyemprotan dengan insektisida berupa ovisida dan larvisida di pembibitan umur

30–40 hari dan di pertanaman 10–20 hari setelah tanam. Ovisida dan Larvisida tersebut antara lain adalah tiodicarb 75 %.

c. Secara mekanis yaitu dengan mengambil ulat dalam batang dan membunuhnya.

7. Belalang cina, Oxya chinensis (Thun.)

Hama belalang ini memakan daun, sehingga me-nyebabkan daun menjadi berlubang–lubang. Gejalanya kadang–kadang sulit dibedakan dengan daun yang ber-lubang–lubang karena serangan ulat daun. Terkadang serangan belalang dapat menyebabkan kerusakan yang parah. Belalang menyerang di pembibitan dan per-tanaman. Lubang akibat serangan belalang tepinya ber-gerigi kasar, sedangkan akibat serangan ulat lebih halus. Telur berwarna kecoklatan, diletakkan di atas tanah atau daun secara berkelompok. Satu kelompok telur berisi 20 butir. Telur akan menetas setelah 6 minggu. Penetasan telur dapat ditunda dengan cara ganti kulit sampai 7 kali. Setiap ganti kulit selama 10–16 hari. Telur tertunda menetas sampai 277 hari. Stadia nimfa lamanya 6–10 minggu, berwarna cokelat suram, semi akuatik, dan sering dijumpai pada tanaman air. Dewasanya berukuran 20–30 mm, berwarna coklat pucat, atau hijau dengan garis memanjang dari mata sampai bawah sayap. Paha depan berwarna hitam dan betis depan berwarna kebiru–biruan dengan warna putih hitam pada punggungnya. Satu betina dapat bertelur sampai tiga kelompok. Pengendalian belalang cina yang dilakukan selama ini adalah penyemprotan dengan insektisida seperti tiodicarb 75 % dan tiodicarb 384,83 g/l. Selain menyemprot pertanaman, disarankan juga menyemprot beberapa meter di luar lahan pertanaman, khususnya yang menjadi sarang serangga ini. Belalang cina, Oxya chinensis (Thun.) dan belalang kayu Valanga nigricornis (Burn).

8. Belalang kayu, Valanga nigricornis (Burn).

Gejala serangan belalang kayu sama dengan serangan belalang cina. Telur belalang kayu diletakkan pada lubang tanah dengan kedalaman 5–8 cm dari permukaan tanah. Telur berwarna coklat, berkelompok dan ditutupi oleh lapisan buih. Nimfa muncul pada malam hari

Page 17: Budidaya Tembakau Virginia

dan nimfa muda berwarna kuning kehijauan dengan bintik hitam, sedang nimfa yang sudah dewasa berwarna kelabu dan kuning atau gelap sampai coklat gelap. Betina belalang kayu dewasa berukuran panjang 58–71 mm dan setelah dewasa berwarna kuning coklat atau coklat gelap. Pengendalian yang dilakukan juga sama dengan pengendalian belalang cina seperti tersebut diatas.

9. Kutu putih, Bermisia tabaci (Genn.)

Hama ini biasanya dijumpai di permukaan bawah daun tembakau. Kutu dewasa dan nimfanya menghisap cairan sel daun. Kutu ini sebagai vektor penyakit virus kerupuk. Telur diletakkan dan terikat oleh daun bagian bawah, dan menetas sekitar tujuh hari. Nimfa berwarna keputihan, panjangnya sekitar satu mm, terdapat pada daun permukaan bawah. Nimfa jantan panjangnya sekitar 1,11 mm. Pupa berbentuk oval berukuran 1,16 mm dan 0,80 mm, berwarna suram atau kuning gelap dengan pori–pori pada bagian punggung dan dijumpai bintik–bintik. Bagian ventralnya dilengkapi dengan junbai–jumbai. Dewasa umurnya sekitar enam hari, berwarna kuning keputih–putihan. Rentangan sayap 1–1,5 mm. Betina dapat bertelur sekitar 30 butir dan berkembang setelah 3 minggu secara partenogenesis. Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Membersihkan gulma maupun inang alternatif sekitar pembibitan dan pertanaman tembakau.

b. Mencabut bibit yang terserang hama ini, biasanya daun terlihat keriting. c. Penyemprotan dengan insektisida, antara lain klorpirifos 200 g/l.

Kutu putih, Bermisia tabaci (Genn.) dan kumbang tembakau Lasioderma serricorne (F.)

10. Kumbang tembakau, Lasioderma serricorne (F.)

Larva Lasioderma sp. memakan daun di gudang dengan membuat lubang–lubang kecil pada daun. Serangan yang berat menyebabkan daun tembakau menjadi serbuk. Ulatnya berwarna putih, bengkok, dilengkapi dengan bulu–bulu, berada di antara tumpukan daun–daun kering. Kumbang dewasa berwarna cokelat merah dilengkapi dengan sedikit bulu. Hama ini lama perkembangannya 42–63 hari. Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Sebelum tembakau kering disimpan, gudang supaya dibersihkan, sisa–sisa tembakau supaya dikumpul-kan dan dibakar atau dimusnahkan.

b. Penyemprotan dengan insektisida biologi Bacillus thuringiensis pada tembakau dan area gudang untuk menghindari infestasi ngengat.

c. Fumigasi dengan alumunium fosfida 56 % selama 96 jam dan 72 jam diaerasi.

Page 18: Budidaya Tembakau Virginia

Penyakit Tembakau Penyakit di persemaian

1. Penyakit rebah kecambah

Penyakit pesemaian di lahan sawah menyerang pangkal bibit sehingga berlekuk seperti terjepit, busuk, berwarna cokelat, dan akhirnya bibit roboh. Apabila dicabut kadang–kadang akar tampak putih dan nampak sehat. Serangan pada bibit yang lebih tua atau yang baru dipindah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun menguning, layu, pangkal batang berlekuk, busuk, berwarna coklat, dan akhirnya mati. Penyakit rebah kecambah dan penyakit lanas bibit. Penyebab penyakit rebah kecambah (damping off) adalah jamur Pythium spp. seperti P. Ultium Trow, P. Debaryonum, dan P. Aphanidernatum (Edson) Fitzpatrick (Lucas, 1975). Selain itu jamur Sclerotium sp. dan Rhizoctonia sp. juga dapat menyebabkan penyakit rebah kecambah. Penyakit ini sesuai untuk berkembang baik pada suhu sekitar 240C, kelembaban tinggi, pada daerah yang drainasenya jelek, curah hujan tinggi, serta pH tanah antara 5,2–8,5. Jamur Pythium spp. dapat bertahan di dalam tanah maupun jaringan sisa tanaman karena mempunyai klamidospora dan oospora berdinding tebal (Lucas, 1975). Pengendalian penyakit rebah kecambah dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Pemilihan lahan untuk persemaian sebaiknya dekat dengan sumber air dan sebelumna tidak ditanami tanaman Solonaceae.

b. Pengolahan tanah untuk pembibitan sebanyak 3–4 kali dengan selang waktu 7–15 hari.

c. Penjarangan bibit dan pengaturan atap pembibitan untuk mengurangi kelembaban.

d. Sanitasi, mencabut tanaman sakit kemudian dikumpulkan dan dibakar. e. Mendisinfeksi tanah sebelum penaburan benih dengan : - Larutan terusi (CuSO4) 2 %, 2–3 hari pada kedalaman 20–30 cm. - Kapur tohor dan amonium sulfat ditabur di tanah pembibitan kemudian disiram air (cara

Raciborski). - Fungisida metalaksil (Ridomil 2G 4 g/m2) ditabur di bedengan pada kedalaman 20–30

cm, f. Penyemprotan pembibitan atau pencelupan bibit sebelum tanam dengan fungisida : - Ridomil MZ 58 3g/l air - Dithane M-45, Manzate 200 2 – 3 g/l air - Benomil (2–3 g/l air) - Propamokarb hidroklorida 1– 2 ml/l air

2. Penyakit Lanas

Gejalanya pada bibit yang terkena lanas adalah warna daun hijau kelabu kotor. Jika kelembaban udara sangat tinggi, penyakit berkembang dengan cepat dan bibit segera menjadi

Page 19: Budidaya Tembakau Virginia

busuk. Penyakit ini dapat meluas dengan cepat, sehingga pembibitan tampak seperti disiram air panas. Selain itu pangkal batang bibit busuk, berwarna coklat (Gambar 36). Penyebab penyakit lanas bibit adalah jamur Phytophora nicotianae vBdH var. Nicotianae waterhouse yang sering disebut P. nicotianae (Semangun, 1988). Pengendalian sama seperti pengendalian penyakit rebah kecambah. Penyakit di lapang

1. Penyakit lanas

Pada tanaman di lapangan biasanya gejala pembusukan hanya terbatas pada leher akar berwarna coklat kehitaman dan agak berlekuk. Semua daun dari tanaman yang bersangkutan layu dengan mendadak. Kalau pada pangkal batang dibelah, empulur tampak mengering dan bersekat–sekat membentuk kamar. Kadang–kadang yang “mengamar” hanya sedikit yakni empulur yang paling bawah di antara akar tanaman. Selain itu pada tanaman dewasa di lapangan sering timbul infeksi pada daun sehingga terjadilah ”lanas bercak” atau lanas daun. Bercak-bercak berwarna coklat kehitaman dan agak kebasahan. Bercak ini cukup besar, dengan batas yang kurang jelas, dan mempunyai cincin-cincin yang berwarna gelap dan terang. Bagian yang berwarna gelap di bentuk pada malam hari, sedang yang berwarna terang dibentuk pada siang hari. Dengan memperhatikan banyaknya cincin dapat ditaksir umur bercak tersebut (Semangun, 1988). Kalau daun yang terinfeksi tidak segera dibuang bercak lanas akan menjalar ke batang dan terjadilah lanas batang yang dapat mematikan tanaman. Dengan demikian sering terdapat pembusukan pada batang yang letaknya agak jauh dari tanah. Penyebab penyakit lanas di lapang sama dengan di pesemaian yaitu jamur Phytophthora nicotinae vβdH var.nicotinae Waterhouse yang seringkali di sebut P.nicotianae (Semangun,1988). Menurut Lucas (1975) jamur P. Nicotianae bersifat fakultatif saprofitik sehingga dapat hidup pada sisa tanaman dan dapat bertahan lebih dari lima tahun karena mempunyai klamidospora. Penyakit lanas cocok berkembang di daerah beriklim hangat dan suhu tanah antara 20-300C. Pengendalian penyakit lanas dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Varietas tahan lanas

b. Pengolahan tanah sebanyak 3–4 kali dengan, selang waktu 7–15 hari. c. Pembuatan guludan yang tinggi sehingga drainase lebih baik. d. Penggunaan pupuk kandang yang telah masak atau telah terfermentasi dengan baik.

Penyakit lanas di lapang

e. Sanitasi, mencabut tanaman sakit kemudian dikumpulkan dan dibakar. Apabila hendak menyulam sebaiknya tanah didisinfeksi lebih dahulu dengan cara Raciborski.

f. Mendisinfeksi tanah pembibitan sebelum penaburan benih dengan :

- Larutan terusi (CuSO4) 2 %, 2–3 hari pada kedalaman 10–20 cm. - Kapur tohor dan amonium sulfat dicampur dengan tanah pembibitan kemudian disiram

Page 20: Budidaya Tembakau Virginia

air (cara Raciborski) g. Rotasi dengan tidak menanam tembakau minimal 5 tahun untuk daerah yang

terserang berat atau selama 2 tahun untuk tanah yang dapat ditanami padi. h. Secara kimiawi, penyemprotan pangkal batang dengan fungisida metalaksil (58 3–5

g/l air), mankozeb (2–3 g/l air), benomil 2–3 g/l air, propamokarb hidroklorida, 1–2 ml/l air, dan bubur bordo 1–2 %.

2. Penyakit layu fusarium

Pada tanaman di lapangan gejala yang terlihat adalah daun menguning perlahan–lahan dan mengering pada satu sisi batang. Kelayuan tidak begitu menyolok dan pada tanaman muda berwarna pucat sampai kuning tetapi daun tetap segar. Daun pada sisi yang terinfeksi pertumbuhannya menjadi terhambat, tulang daunnya melengkung karena pertumbuhannya tidak seimbang, dan seringkali pucuk daun tertarik ke sisi yang sakit. Bila kulit batang dikupas maka kayu akan terlihat berwarna coklat (Lucas, 1975; Collins dan Hawks, 1993). Menurut Lucas (1975), penyakit layu fusarium sangat cocok di daerah dengan suhu tanah 28–300C, tanah lempung berpasir, dan dapat terjadi pada tanah asam maupun tanah basa. Oleh karena itu kemungkinan dapat timbul pada pertanaman tembakau di Bojonegoro cukup besar. Usaha pengendalian penyakit layu Fusarium dapat dilakukan dengan cara :

a. Sanitasi dengan mencabut tanaman sakit kemudian dimusnahkan. b. Penggenangan pada tanah yang dapat ditanami padi dapat menekan jamur

Fusarium, c. Rotasi tanaman d. Kimiawi, dengan penyemprotan fungisida atau cara lain seperti pada pengendalian

penyakit lanas.

Untuk pengendalian dengan rotasi tanaman, agar tidak menggunakan tanaman ubi jalar karena tanaman ini juga rentan terhadap strain tertentu dari Fusarium oxysporum (Collins dan Hawks, 1993).

3. Penyakit mozaik tembakau

Tanaman yang mengalami infeksi mempunyai daun muda yang tulang–tulangnya lebih jernih daripada biasa (Vein Clearing). Sering bentuknya melengkung, kalau umur daun bertambah muncul bercak–bercak kuning yang akhirnya menjadi bercak–bercak klorotik yang tidak teratur, sehingga daun mempunyai gambaran mosaik. Bagian yang berwarna hijau mempunyai warna lebih tua daripada biasa. Pertumbuhan daun terhambat. Patogen penyakit mozaik ini adalah virus mosaik tembakau (Mozaik Tobacco Virus = TMV) yang juga dikenal dengan nama Marmor tabaci Holmes (Semangun, 1988). Penyakit mosaik ditularkan secara mekanis oleh manusia, hewan, maupun kontak antara daun tembakau. Para pekerja atau serangga yang kontak dengan daun sakit kemudian pindah ke daun sehat sudah mampu menularkan virus. Demikian juga kontak antara daun sakit dengan daun sehat

Page 21: Budidaya Tembakau Virginia

akan menularkan virus ini. TMV mempunyai inang cukup banyak, baik tanaman budidaya maupun gulma, antara lain : tomat, cabai, terong, ketimun, semangka, dan rumput wedusan. Selain berada pada tumbuhan inang, TMV dapat bertahan selama dua tahun di dalam tanah maupun sisa tanaman tembakau apabila tidak ada pengeringan dan pembusukan yang sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa tanah bekas tumbuhan yang terserang mosaik merupakan sumber inokulum. Tetapi apabila tanah dan potongan akar maupun batang tembakau dikeringkan atau terkena sinar matahari selama 5–6 bulan secara terus menerus akan mengakibatkan TMV menjadi tidak aktif (Lucas, 1975). Pengendalian penyakit mosaik tembakau dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

a. Menggunakan varietas tahan (PVH09, DB101) b. Sanitasi, mencabut tanaman sakit maupun sisa pertanaman dan gulma kemudian

dikumpulkan dan dimusnahkan. c. Mendisinfeksi tangan para pekerja dengan sabun trinatrium fosfat.

Pada waktu akan digunakan, larutan induk tersebut diencerkan dengan menambahkan tiga bagian air. Komn (1985) menyebutkan bahwa detergen fosfat 1 % sudah cukup untuk membasuh tangan pekerja. Bahan lain yang dapat digunakan juga Rinso 0,4 – 0,6 % (Hartana et al., 1987).

4. Penyakit kerupuk

Menurut Semangun (1988), gejala penyakit kerupuk ada tiga tipe, yaitu : 1). Kerupuk biasa, gejalanya daun agak berkerut dengan tepi melengkung ke atas, tulang daun bengkok dan menebal. Penebalan tulang daun ini kadang–kadang berkembang menjadi anak daun (enasi), 2). Kerupuk jernih, gejalanya tepi daun melengkung ke bawah, tulang daun jernih dan tidak menebal, dan 3). Keriting, gejalanya daun sangat berkerut dan kasar, tepi daun melengkung ke atas, tulang daun bengkok dan menebal. Penyebab penyakit ini adalah virus kerupuk tembakau (Tobacco Leaf Curl Virus = TLCV) atau disebut dengan nama Ruga tabaci Holmes (Semangun, 1988). Menurut Lucas (1975), TLCV dapat ditularkan oleh lalat putih (Bemisia tabaci Gen) maupun dengan penyambungan. Penyakit ini jarang timbul di pembibitan dan baru muncul 2–3 minggu setelah pemindahan di lapang. Lalat putih B. tabaci lebih aktif dan banyak pada musim kering seperti yang terjadi pada tembakau virginia. Untuk daerah Bojonegoro yang kadang–kadang pada musim tanam tambakau terjadi kekeringan dan suhu udara pada siang hari lebih dari 300C, penyakit kerupuk dapat timbul cukup banyak. Pengendalian penyakit kerupuk ini dilakukan dengan :

a. Sanitasi, mencabut tanaman sakit maupun sisa – sisa pertanaman dan gulma kemudian dikumpulkan dan dimusnahkan.

b. Pengendalian vektor lalat putih B. Tabaci dengan insektisida profenofos (1–2 ml/l air), dan imidakloprid (0,25–0,50 ml/l air)

Page 22: Budidaya Tembakau Virginia

V. PANEN DAN PENGANGKUTAN A. Panen 1. DSMO = Daun Satu Mutu Olah Keseragaman tingkat kemasakan daun yang akan diolah dalam satu unit perajangan sangat diperlukan agar keseragaman mutu tembakau rajangan yang dihasilkan terjamin. Jika dalam satu widig memuat tembakau rajangan yang berasal dari daun yang beragam, mutunya juga akan beragam. Salah satu faktor yang sangat diperlukan agar hasil rajangan seragam adalah daun harus dalam satu mutu olah (DSMO). DSMO adalah populasi daun hasil panen yang mempunyai tanggapan (response) yang sama terhadap perajangan dan panas matahari (Tirtosastro, 1997). DSMO dapat diperoleh jika dalam penanaman, panen dan persiapan pengolahan memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

a. Daun berasal dari tanaman satu varietas yang disemaikan dengan cara yang sama dan menghasil-kan bibit yang seragam kemampuan tumbuhnya.

b. Daun berasal dari posisi daun yang sama pada batang.

c. Daun dihasilkan dari populasi tanaman yang mendapat pemeliharaan dan teknik budidaya yang seragam sehingga dihasilkan daun yang seragam kesehatan dan kesuburannya.

d. Daun berasal dari tanaman tembakau yang ditanam pada daerah dengan iklim dan jenis tanah yang sama.

e. Cara panen, pengangkutan, sortasi daun, waktu pengovenan dan lain-lain dengan cara yang sama sehingga setelah sampai di emplasemen pengolahan diperoleh daun yang tetap seragam.

f. Daun mempunyai tingkat kemasakan yang sama saat dipetik.

Jika didalam satu partai perajangan terdiri atas daun yang berbeda mutu olahnya maka tanggapan terhadap perajangan dan panas matahari saat penjemuran akan berbeda. Akibat perbedaan tanggapan ini akan menghasilkan perubahan biokimia selama perajangan dan penjemuran yang merupakan proses kiuring akan berbeda pula. Demikan juga perubahan warna daun menjadi beragam. Akibatnya akan diperoleh tembakau rajangan kering yang juga beragam. Makin tinggi keragaman daun yang diolah makin besar keragaman tembakau rajangan yang diperoleh. 2. Kriteria Daun Tepat Masak. Kriteria daun tepat masak secara fisik, jika daun telah berwarna hijau kekuningan atau daun telah menjelang berwarna kuning, pada seluruh permukaan daunnya. Pada daun bawah, seperti daun pasir dan daun kaki daun dipetik saat masih hijau agak kekuningan. Jika daun bawah dipetik sudah dalam keadaan hijau kekuningan, dalam pernjangan akan sulit karena cepat berubah menjadi coklat. Nampaknya untuk daun bawah yang terlalu masak, mempunyai

Page 23: Budidaya Tembakau Virginia

karakteristik fisiologis yang memungkinkan enzim-enzim dapat bekerja dengan cepat. Sehingga dapat mengalami perubahan warna dengan cepat. Berbeda dengan daun atas dan pucuk yang lebih tahan dan tidak mudah mengalami perubahan warna. Perubahan warna juga dipercepat akibat pemotongan sel akibat perajangan yang dapat mempertumukan enzim dan substrat didalam sel. Pada daun tepat masak, untuk tujuan diolah menjadi rajangan sc atau krosok fc, jika seluruh permukaan daun sudah berwarna hijau kekuningan dan kandungan pati paling tinggi. Hasil penelitian di Jepang (Hiroe et al., 1975) pati tertinggi diperoleh jika daun dipetik tepat masak dan selanjutnya akan menurun. Gambar berikut menunjukkan daun kurang masak, tepat masak dan kelewat masak untuk daun tengah. Kriteria masak secara umum dipengaruhi oleh varietas, posisi daun pada batang, jumlah daun yang disisakan pada batang atau dalamnya pangkasan, kesehatan tanaman, iklim dan cuaca saat panen dan lain-lain. Varietas DB101 dan Coker 371 GL, cenderung berwarna kuning mulai dari daun bawah sampai daun atas, berbeda dengan varietas Coker 86 dan hibrida PVH09 yang cenderung lebih hijau. Demikian juga varietas K326 yang saat ini banyak ditanam di daerah Bojonegoro. Pada iklim basah atau banyak turun hujan, kriteria tepat masak menjadi agak hijau, karena hujan akan meningkatkan kandungan khlorofil Perlakuan teknik budidaya dapat merubah bentuk dan ukuran daun pada masing-masing posisi. Jika tanaman tembakau mempunyai 25-27 lembar daun, kemudian dipangkas dan disisakan 18-20 lembar atau kurang, ukuran daun pada masing-masing posisi tidak akan jauh berbeda. a. Kurang masak b. tepat masak c.Kelewat masak Gambar. Daun masak, kurang masak dan kelewat masak Daun kaki yang lebih pendek dapat memanjang dan mendekati ukuran daun tengah. Demikian juga un-tuk daun atas. Perlakuan pupuk yang tepat jumlah dan diberikan tepat waktu, ditunjang iklim yang baik akan menghasilkan komposisi daun seperti yang diinginkan.

3. Kemasakan daun secara buatan

Untuk meningkatkan efisiensi usahatani kadang-kadang diperlukan waktu panen dan waktu pengovenan dapat dipersingkat. Daun tembakau diharapkan segera masak, dengan jumlah daun yang masak bersamaan lebih banyak. Misalnya jika panen normal berlangsung 7-8 kali, diharapkan 4-6 kali sudah selesai. Sehingga bukan 3-4 lembar daun masak seragam yang dapat dipetik, tetapi dapat mencapai 4-6 lembar atau lebih. Alasan lain diperlukannya panen serempak adalah untuk meng-antisipasi akibat turunnya hujan pada musim panen, lebih-lebih jika hujan di perkirakan akan berlanjut lebih lama. Dalam keadaan demikian sebaiknya daun dapat segera dipanen seluruhnya. Pada musim panen 2003, pada bulan September di Lombok Timur turun hujan beberapa kali. Beberapa petani sempat melakukan pemetikan dengan jumlah daun lebih banyak, dengan maksud mengurangi resiko jika hujan terus berlanjut. Untuk maksud tersebut diatas, terutama di negara-negara maju, digunakan bahan kimia penguning (yellowing chemical). Jenis bahan kimia penguning banyak dipakai saat ini adalah

Page 24: Budidaya Tembakau Virginia

ethephon (2-chloroethylphosphonic acid) dan gas etilen yang disemprotkan pada daun saat menjelang panen. Selain itu kedua komponen kimia tersebut juga digunakan untuk mempercepat tahap penguningan didalam oven. Pada dasarnya senyawa kimia untuk mempercepat kemasakan daun dapat membantu mendegradasi khlorofil dengan cepat, sehingga daun tembakau segera nampak kuning atau dalam keadaan sudah ”masak”. 4. Cara Pemetikan Pemetikan daun tembakau dimulai dari bawah keatas sesuai mulainya kemasakan daun pada batang. Cara pemetikan yang benar dengan mematahkan pangkal daun kearah samping, bukan kearah bawah, agar tidak ada bagian kulit terbawa oleh gagang daun. Pemetikan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat kemasakan daun. Pemetikan pertama umumnya dapat dimulai saat tanaman berumur 60-70 hari setelah tanam. Faktor yang mempengaruhi kecepatan masaknya daun antara lain :

a. Varietas. Varietas K326 mempunyai umur panen sedikit lebih panjang dibanding Coker 376GL, T45 atau DB101.

b. Kondisi daerah tumbuh terutama tinggi tempat kemungkinan berkaitan dengan perbedaan intensitas sinar surya dan ketebalan udara lingkungan yang da-pat mempengaruhi kecepatan rekasi-reaksi fisiologis didalam daun. Pada daerah-

daerah lebih dari 500 m dpl panen baru dapat dimulai setelah tanaman berumur 70-80 hari

c. Pemberian air pengairan atau air hujan. Pemberian air sampai dengan batas optimal akan mendorong tanaman tumbuh optimal sehingga lebih lambat panen.

d. Keseimbangan pupuk. Pupuk fosfat yang berlebihan akan mempercepat kemasakan daun. Sedangkan pupuk nitrogen ditambah kecukupan air akan memperlambat kemasakan daun.

e. Pengerjaan tanah yang kurang sempurna, iklim yang basah diawal tanam kemudian mengering dengan cepat akan mendorong timbulnya lekes, yaitu penyakit fisiologis yang berakibat kemasakan daun menjadi sangat cepat dibanding biasanya.

Daun tepat masak yang dapat dipetik dalam satu kali panen umumnya berkisar antara 2-4 lembar dan daun dapat dipetik 4-7 hari sekali. Dalam satu musim panen dapat berlangsung 5-7 minggu. Pemetikan bertahap ternyata menunjukkan hasil dan nilai penjualan krosok fc lebih tinggi (Collins dan Hawks, 1983). Namun demikian kondisi iklim dan cuaca, teknik budidaya yang digunakan dan lain-lain dapat mempengaruhi jumlah daun yang dapat dipetik setiap kali panen. Hujan pada musim panen mendorong petani memetik daun lebih banyak dengan pertimbangan menekan merosotnya mutu lebih besar. Saat pemetikan yang paling baik sebetulnya pada sore hari karena pada saat itu kadar pati setinggi-tinggi-nya, dari hasil asimilasi pembentukan pati pada pagi sampai siang hari. Daun yang telah dipetik dikumpulkan pada ujung barisan tanaman, dibawah tanaman tembakau yang teduh sehingga tidak terkena panas surya langsung. Setelah terkumpul banyak daun segera dibungkus dengan karung goni dengan berat 25-30 kg (Gambar berikut). Daun dapat juga dimasukkan kedalam keran-jang. Cara membungkus daun dengan meratakan pang-kal

Page 25: Budidaya Tembakau Virginia

daun dalam ikatan karung goni. Kemudian ikatan daun tersebut sesegera mungkin diangkut ke tempat teduh dan di atur dengan meletakkan gagang di bagian bawah dan usahakan jangan ditumpuk. Gambar. Pembungkusan daun tembakau saat panen B. Pengangkutan Penumpukan bungkusan daun setelah sampai di tempat pengumpulan sementara sebaiknya tidak lebih dari dua tingkat dan diatur rapi. Jika ada daun pisang atau daun lain seyogyanya ditutupkan untuk mengurangi panas matahari. Tutup bahan berwarna hitam seyogyanya dihindari karena akan meningkatkan suhu daun tembakau. Setelah jam 12.00 sebaiknya daun sudah selesai diangkut ke emplasemen pengolahan atau kalau masih harus menunggu pengangkutan hendaknya tempat pengumpulan sementara harus betul-betul teduh dan tidak terkena sinar surya langsung. Alat pengangkut dapat menggunakan truk, gerobak, dipikul atau angkutan yang lain. Dalam pengangkutan hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Bungkusan daun diatur rapi diatas bak truk atau gerobak. Tumpukan tidak lebih dari 3 lapisan atau setinggi 1,0-1,5 m.

b. Gunakan truk atau gerobak tertutup, antara tutup dan tumpukan daun jika ada ruang kosong makin baik.

c. Jangan dicampur benda lain atau ada pekerja yang duduk diatas tumpukan atau menginjak-injak tumpukan daun tembakau. Kayu, bambu dan lain-lain hendaknya diangkut terpisah, tidak sekaligus diangkut dengan daun tembakau.

d. Jarak ke emplasemen makin dekat makin baik sehingga tidak lebih dari satu jam perjalanan.

Menaikkan dan menurunkan bungkusan daun hendaknya dilakukan hati-hati, tidak dilempar dan hindari cara memegang yang dapat mengakibatkan daun sobek atau memar. Setelah sampai diemplasemen bungkusan daun hendaknya segera dibuka, kemudian diatur berderet gagang dibawah dan tidak ditumpuk. Jika tidak sempat membongkar bungkusan pada hari itu, sebaiknya bungkusan diatur berderet dan sekali lagi jangan ditumpuk. Selanjutnya daun segera disortasi dan diglantang. Untuk sementara glantangan daun dapat digantungkan pada andang dari bangunan emplasemen. Penanaman tembakau tanpa mempertimbangkan jarak lokasi penanaman dan lokasi pengolahan akan merugikan mutu tembakau rajangan yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena daun tembakau terlalu lama dalam perjalanan karena jarak dengan lokasi pengolahan yang jauh. Daun tembakau akan mengalami tekanan akibat tumpukan dalam waktu yang lama, sehingga akan mengalami kenaikkan suhu. Kenaikkan suhu terjadi akibat reaksi fisiologis yang berlangsung dan panas yang keluar tertahan dalam tumpukan daun tembakau. Akibat yang ditimbulkan mulai dari daun menguning lebih cepat, layu karena banyak kehabisan air, memar dan daun sehingga mutu olah menjadi beragam. Sehingga untuk mencapai tujuan DSMO akan cukup sulit.

Page 26: Budidaya Tembakau Virginia

a. Petani di Bojonegoro b. Angkutan dengan pick up

Gambar. Pengangkutan daun tembakau VI. TEKNIK PENGOLAHAN (CURING) HASIL 1. Prinsip Pengolahan Skema pengolahan atau sering disebut pengovenan (curing) daun tembakau virginia seperti pada Gambar a1. Pada prinsipnya daun tembakau dirangkai dahulu di luar oven kemudian diatur di dalam ruang oven dengan cara digantung pada rak (rack) yang ada di dalam oven. Bahan bakar pengovenan digunakan minyak tanah atau kayu bakar. Akhir-akhir ini karena pembatasan minyak tanah bersubsidi dan sulit memperoleh kayu bakar, pemerintah mengalihkan ke bahan bakar batubara. Bahan bakar batubara dan kayu harus dengan pembakaran tidak langsung, karena udara panas yang dihasilkan selain kotor juga rawan kebakaran. Pada oven konvensional pengaturan suhu dilakukan secara manual. Gambar a2. adalah oven konvensional yang banyak ditemui di daerah Bojonegoro, Mojokerto, Lombok, Bali, dan lain-lain. Sampai dengan tahun 2010 diperkirakan jumlah oven tradisional demikian mencapai 15.000 buah. Dinding oven terbuat dari bahan batu bata atau kadang-kadang dari batako dan dalam jumlah kecil ada yang terbuat dari gedeg. Oven dinding gedeg kadang-kadang dilapis kertas karton sebagai isolator panas. Oven gedeg dibuat karena alasan tidak tersedia modal cukup untuk membuat oven dengan dinding batu bata. Sortasi Penyujenan Pengglantangan Naik oven Pengovenan Turun oven Gambar a1. Skema pengovenan daun tembakau virginia menjadi krosok fc (flue-cured)

Page 27: Budidaya Tembakau Virginia

Gambar a2. Skema oven tradisional Setelah daun tembakau kering, atau sering disebut krosok fc (flue-cured) kemudian di sortasi sesuai mutunya. Pekerjaan memilah mutu, sampai bagian terkecil sesuai permintaan konsumen disebut grading. Pemilahan mutu didasarkan pada Standar Nasional Indonesia Tembakau Virginia FC yang telah disyahkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Masing-masing mutu dibungkus dengan tikar glangse dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 90 cm, berat masing-masing bal berkisar antara 40 - 60 kg. Mutu krosok makin baik mempunyai berat makin tinggi untuk setiap ukuran bal tertentu. 2. Persiapan Pengolahan 2. 1. Sortasi dan Glantang Sortasi adalah memisah daun hasil panen Setelah disortasi kemudian daun tembakau diglantang dengan tali (Gambar a3). Cara ini lebih praktis dibanding cara lama dengan disujen lebih dahulu kemudian diikat pada glantang. Satu glantang memuat 120-150 lembar daun. Tali yang digunakan dari benang atau atau tali goni. Pengikatan harus cukup kencang agar daun yang kering dan menyusut setelah kering tidak luruh dan jatuh saat krosok masih berada didalam oven atau saat diturunkan dari oven. Gambar a3. Pengglantangan dengan diikat tali benang 2. 2. Menaikkan Glantangan Daun Setelah pengglantangan selesai, daun segera diatur didalam oven. Jika daun dipanen pada pagi hari diharapkan pada jam 11.00 siang sudah terkumpul di emplasemen pengolahan dan selanjutnya segera di glantang. Pengaturan daun dimulai dari daun kurang masak yang berwarna hijau di rak paling atas, daun masak optimal yang berwarna hijau kekuningan di rak bagian tengah dan daun kelewat masak di rak paling bawah. Pada setiap kali panen, diharapkan dapat diperoleh lebih dari 60% daun tepat masak, masing-

Page 28: Budidaya Tembakau Virginia

masing 20% daun kurang masak dan kelewat masal. Hal ini dimaksudkan agar muatan daun mempunyai komposisi yang baik, terkait dengan sistem distribusi udara panas secara konveksi bebas didalam ruang oven. Daun cacat karena memar, lamina sudah kering, busuk dan lain-lain sebaiknya diglantang tersendiri dan diletakkan pada rak paling bawah. Cara mengatur daun di dalam ruang oven mempunyai pengaruh besar terhadap mutu krosok dan kelancaran pekerjaan pengovenan yang lain. Makin mampat pengisian oven, terutama untuk tujuan meningkatkan kapasitas oven, aliran udara didalam ruang oven akan terhambat sehingga tidak merata. Jika ada keterpaksaan harus mengisi oven lebih mampat di perlukan tindakan khusus. Antara lain membuka ventilasi bawah dan atas lebih luas. 3. Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara 3. 1. Menurut Wanrooy Untuk memenuhi ketentuan suhu dan kelembaban udara pada masing-masing tahap pengovenan, Wanrooy (1951) membuat skema pengaturan suhu dan kelembaban seperti pada Tabel 5. Pada prinsipnya metode Wanrooy mengikuti ketentuan tahap-tahap pengolahan tersebut diatas dengan perubahan warna daun sebagai tolok ukur dalam melakukan perubahan suhu dan kelembaban udara ruang oven. Langkah pertama dalam mengatur tahap tahap pengovenanan adalah dengan menaikkan suhu udara ruang oven dari suhu kamar sampai 32oC. Termometer untuk pengamatan diletakkan di sela-sela gantungan daun rak pertama. Ventilasi bawah dan atas ditutup rapat. Suhu dipertahankan pada posisi tersebut sampai daun nampak berkeringat. Jika daun telah berkeringat suhu dinaikkan sampai 38oC, dengan kenaikkan 1,0-1,5oC tiap jam. Suhu 38oC dipertahankan sampai lamina daun menjadi kuning dan hanya tertinggal bagian urat-urat daun yang berwarna hijau. Suhu kemudian dinaik-kan menjadi 40oC dipertahankan sampai seluruh urat daun menjadi kuning dan tinggal bagian gagang yang masih berwarna hijau. Pada suhu ini ventilasi dapat dibuka separuh untuk mengurangi sebagian kandungan air. Selanjutnya suhu dinaikkan lagi sampai 43oC sampai seluruh permukaan lamina daun dan gagang daun berwarna kuning dan nampak layu. Berikutnya suhu dinaikkan sampai suhu fiksasi 49oC dengan kenaikan 1,0-1,5oC tiap jam. Ventilasi dibuka penuh agar lamina daun cepat kering. Pada tahap fiksasi ini suhu dipertahankan sampai lamina daun mengering, berwarna kelabu dan ujungnya melengkung. Langkah berikut adalah menaikkan suhu ke tahap pengeringan pertama, 60oC dan ventilasi tetap dibuka penuh. Kenaikan suhu yang dilakukan relatif pelan saja yaitu 1oC/jam. Pada tahap pengeringan pertama ini ditunggu sampai seluruh bagian lamina kering sempurna. Kenampakan permukaan daun yang kelabu kekuningan digunakan sebagai tanda bahwa lamina daun telah kering. Selanjutnya masuk ke tahap pengeringan kedua yaitu pengeringan gagang daun dan suhu dinaikkan dari 60oC menjadi 72oC. Pada tahap pengeringan gagang ini ventilasi dapat ditutup penuh untuk menghemat bahan bakar dan umumnya hanya berlangsung 3-4 jam saja. Tambahan lembab selama penutupan ventilasi oven tidak terlalu mengganggu kecepatan pengeringan gagang. Secara garis besar perubahan suhu dan kelembaban udara ruang oven nampak seperti pada Lamp. 3

Page 29: Budidaya Tembakau Virginia

Selanjutnya setelah gagang mengering api dimatikan dan semua ventilasi tetap ditutup agar krosok dingin. Pendinginan harus dilakukan pelan-pelan agar krosok tidak cepat kehilangan kenampakannya yang cerah. Sehingga setelah kering, kompor dimatikan, pintu, ventilasi dan jendela pengintai harus ditutup rapat. Apakah pengeringan sudah cukup dapat diketahui dengan menekuk bagian gagang daun. Jika mudah patah, atau telah kering patah, berarti krosok telah kering sempurna. 3. 2. Menurut Hawks Metode pengovenan dari Hawks yang berusaha menghasilkan krosok berwarna kuning terang dengan kenampakan cerah, serta berusaha menyederhanakan cara pengovenan. Secara sederhana, urut-urutan metode Hawks adalah sebagai berikut (Collins dan Hawks, 1993) :

a. Setelah oven diisi penuh, naikkan suhu ruang oven 2oC/jam sampai suhu 37,8oC. Ventilasi buka secukupnya sehingga daun berwarna kuning rata yang selanjutnya diikuti kelayuan pada daun yang berada pada rak paling bawah. Pada oven tumpukan (bulk curing-barn) diperlukan bantuan kipas untuk membuang lembab di dalam ruang oven karena pengisian yang lebih mampat.

b. Pertahankan suhu 37,8oC sampai seluruh daun berwarna kuning. Untuk menghindari krosok joning, buka ventilasi secukupnya saja, dengan bukaan ventilasi yang memberikan selisih suhu bola kering dan bola basah 2–3oC.

c. Setelah daun kuning dan cukup layu, naikkan suhu sampai 54,5oC dengan kenaikan 2oC/jam. Tambah ventilasi sampai suhu bola basah mencapai 40,6oC. Kondisi suhu bola kering dan bola basah tersebut dipertahankan sampai dua rak daun paling bawah mengering.

d. Naikkan suhu bola kering sampai 71,1oC dengan kenaikan 2oC/jam dan pertahankan sampai bagian

gagang kering. Pada periode ini luas ventilasi dapat dikurangi dan pada akhir kiuring ventilasi ditutup sampai krosok fc kering sempurna. Pada akhir tahap pengeringan ini pertahankan suhu bola basah 43,3oC.

Pada pengovenan metode Hawks perlu sekali memasang thermometer bola kering dan bola basah, sebagai dasar untuk mengetahui apakah perubahan suhu dan kelembaban pada setiap tahap pengovenan sudah diperlukan. Meskipun metode Hawks tidak menjelaskan secara rinci ukuran ventilasi atas atau bawah, yang paling penting adalah tingginya suhu bola kering dan selisihnya dengan suhu bola basah. Tujuan akhir masing-masing tahap yang paling mudah dimengerti adalah tahap pengeringan gagang. Krosok fc yang kering sempurna mudah diketahui dan dipastikan setelah dicoba beberapa lembar telah kering patah. Tetapi dua tahap pertama, masing-masing penguningan dan pengikatan warna, relatif sulit karena banyaknya faktor yang ikut berpengaruh didalamnya. 4. Menurunkan dan Menyimpan Glantangan Krosok

4. 1. Batas selesai pengovenan dan kadar air keseimbangan

Page 30: Budidaya Tembakau Virginia

Setelah daun kering, yang ditandai dengan beberapa gagang dapat dipatahkan terutama daun-daun yang berada pada rak bagian atas, sistem pemanas segera dimatikan dan semua ventilasi, jendela pengintai dan ditutup rapat. Krosok fc kering patah mempunyai kandungan air mendekati 0% dan setelah lemas mempunyai kadar air ideal 14-18%. Krosok fc seperti halnya produk pertanian yang lain mempunyai sifat higroskopis. Hal ini nampak dari kadar air keseimbangan krosok fc yang dapat menyerap air diatas 18% pada suhu 27oC. Sehingga sangat diperlukan untuk menjaga suhu dan kelembaban udara lingkungan agar krosok fc berada pada kadar air ideal. Usaha menutup ventilasi dan pintu oven selama pelemasan adalah menjaga agar krosok fc tidak menyerap lembab berlebihan. Menurunkan krosok fc dari oven harus dilakukan pagi-pagi, saat krosok masih lemas, dan harus dikerjakan cepat dan langsung ditumpuk digudang dan ditutup rapat. Pada Gambar 31 tersebut diatas dapat dimanfaatkan untuk keperluan penyimpanan krosok fc pada kadar air keseimbangan tertentu yang diinginkan. Jika diinginkan kadar air krosok fc sebesar 15% (basis kering) sedangkan suhu udara luar sebesar 27oC, maka krosok harus disimpan didalam ruang dengan kelembaban 65-70%. Danjurkan untuk segera membungkus krosok fc setelah berada pada kadar air yang ideal sangat diperlukan tersebut. Kadar air keseimbangan krosok fc berkisar antara 10-18% basis basah, pada suhu kamar yang berkisar antara 25-30oC. 4. 2. Kadar air dan ketahanan mutu krosok fc Krosok yang banyak menyerap uap air akan mendorong terjadinya pencoklatan sampai pembusukan. Krosok fc pada kadar air 20% atau lebih sangat rawan pembusukan. Kandungan air yang tinggi akan mendorong berkembangnya beberapa jenis mikrobia pembusukan. Selain dihasilkan warna coklat juga terjadi bau busuk yang menjadikan krosok fc tidak dapat dipakai. Kandungan gula dan juga pati menjadi penyebab berkembangnya mikrobia pembusukan. Pemecahan pati dan gula akan mendorong kenaikan suhu, sehingga dalam tumpukan krosok fc, apakah dalam bal atau masih tumpukan biasa perlu segera dibongkar. Sehingga indikasi kenaikan suhu, merupakan pertanda tumpukan krosok harus segera dibongkar dan dibalik. Berbagai jenis mikrobia pembusukan ada di alam, asal kadar air krosok dapat dikendalikan pada angka yang tepat mikrobia tidak akan berkembang. Krosok fc mutu baik mempunyai kadar air keseimbangan lebih tinggi (14-18%) dibanding krosok fc yang tipis atau krosok fc mutu rendah (0-12%). Nampaknya pada krosok fc mutu rendah atau krosok fc yang tipis, mempunyai daya pegang air yang rendah. Krosok fc yang cacat, misalnya berwarna coklat karena terlambat naik ke suhu pengikatan warna saat pengovenan, krosok fc dari daun yang rusak seperti memar dan lain-lain, akan mempunyai kadar air keseimbangan yang rendah. 4. 3. Penyimpanan krosok sementara Untuk menurunkan glantangan krosok dari oven sebelumnya perlu disiapkan ruangan dengan lantai yang kering dan tidak terkena sinar surya langsung. Selain itu, ruang penyimpanan juga harus jauh dari genangan air, seperti sumur, selokan atau kolam dan lain-lain. Kelembaban

Page 31: Budidaya Tembakau Virginia

relatif ruang penyimpanan yang baik, berkisar antara 40-50%. Ruangan hendaknya tertutup rapat untuk menghindari terpaan angin yang membawa lembab atau terlalu kering. Selanjutnya pasang papan palet atau gedeg tebal sebagai alas lantai dan hamparkan tikar atau tikar glangse diatasnya. Jika tidak ada tikar glangse dengan alas gedeg, sudah cukup tetapi jangan menggunakan alas dari plastik. Krosok fc yang masih dalam glantangan yang baru diturunkan dari oven diatur rapi diatasnya dan tutup tikar glangse dengan rapat. Lampu penerangan jika tidak diperlukan sebaiknya dimatikan. 5. Sortasi dan Pengebalan 5. 1. Sortasi krosok fc Sortasi adalah kegiatan memilah-milah krosok fc sesuai dengan mutu atau mutunya. Ada istilah lain yang terkait dengan mutu selain sortasi adalah grading yaitu sortasi yang menggunakan faktor posisi daun pada batang, warna krosok fc dan kemasakan daun, sebagai faktor pemisah. Grade akan menggambarkan karakteris-tik asap dari krosok fc (Voges, 2000). Cara sortasi mengikuti ketentuan pemilahan mutu yang paling seder-hana yaitu warna, ketebalan krosok fc dan bentuk daun. Dari bentuk dan ketebalan krosok dapat diketahui krosok fc berasal dari posisi mana pada batang. Jika di dalam satu oven sudah diisi daun dari satu posisi pada batang yang sudah disiapkan sejak saat panen, pemilahan sebenarnya tinggal dari aspek warna saja. Mengolah daun dalam satu oven dengan daun satu mutu olah sangat penting karena akan memudahkan dalam sortasi. Peluang menghasilkan sortasi yang seksama akan cukup besar jika sejak panen sudah disiapkan untuk keperluan tersebut. Pada Gambar berikut disampaikan skema peluang untuk menekan biaya sortasi dan memperoleh hasil sortasi yang saksama. Daun Satu Mutu Olah Daun beragam Pengovenan Krosok fc Krosok fc Sortasi

4-6 ragam : hanya warna saja 6-10 ragam : warna, ukuran dan bentuk

Page 32: Budidaya Tembakau Virginia

Skema Resiko pengovenan daun beragam terhadap kegiatan sortasi Pembagian warna pada dasarnya berkisar antara kuning muda (lemon), kuning jingga tua (orange), kuning mahoni (mahogany), kuning ada bercak coklat (spoty), kelabu (slick), dan kuning kehijauan (greenish). Namun demikian jika tercampur daun yang berbeda posisinya pada batang, kemungkinan akan diperoleh krosok coklat tetapi tebal dan ada yang tipis. Percampuran akan semakin ruwet jika dalam satu oven dicampur dengan daun dari daerah lain atau teknik budidaya yang berbeda. Pekerjaan sortasi yang terkait dengan sistem grading, akan terkait dengan sistem grading Mutu Krosok dan Sistem Grading. Gambar a4. Untingan dan mengikat untingan krosok Setelah krosok dipilah selanjutnya diunting. Untingan adalah bendel atau ikatan krosok satu mutu dengan diameter pada bagian ikatan 4-5 cm dan terdiri atas 15-20 lembar daun (Gambar a4). Jumlah daun dalam satu unting tergantung ukuran daun, terutama ukuran bagian gagang daun. Untuk daun tengah dan atas yang bergagang besar jumlah lembar setiap unting lebih sedikit dibanding daun bawah. Untuk memudahkan pekerjaan para tenaga sortir, didepannya dipasang alat pembantu (Gambar a5) untuk pemisah tumpukan krosok masing-masing mutu. Pekerjaan sortasi hanya dapat dikerjakan oleh orang yang mempunyai ketekunan dan tidak buta warna. Pekerjaan ini didalam sistem kemitraan diajarkan kepada petani, terutama para pekerja wanita, agar petani mitra dapat menyiapkan krosok dalam keadaan sudah di sortasi dan di bal pada saat penjualan di gudang-gudang perusahaan mitra. Dengan demikian petani mitra dapat melaksanakan secara penuh program agribisnis yaitu sebagai produsen atau penanam tembakau, pengolah atau pengoven dan distribusi atau pemasaran. Gambar a5. Sortasi dan alat pembantu sortasi 5. 2. Pengebalan Hasil krosok pada masing-masing nomor sortasi setelah dipilah dan diunting selanjutnya di bal dengan berat dan ukuran tertentu. Pengebalan adalah memam-patkan krosok pada ukuran tertentu dan berat tertentu menggunakan alat press yang selanjutnya dibungkus dengan tikar glangse. Ukuran dan berat bal lebih banyak mengikuti ketentuan dalam perdagangan.

Page 33: Budidaya Tembakau Virginia

Perusahaan mitra sebagai calon pembeli akan menetapkan ukuran dan berat bal. Umumnya setiap bal mempunyai panjang 70cm, lebar 40 cm dan berat 40-80 kg. Krosok yang berasal dari daun lebih bawah atau daun mutu lebih rendah umumnya hanya mempunyai berat 40-50 kg tiap bal. Posisi daun makin keatas atau krosok makin baik, berat setiap balnya akan makin besar dan umumnya mempunyai berat 70-90 kg tiap bal. Cara pengebalan dimulai dengan mengatur daun tembakau yang telah diunting didalam kotak alat pres (Gambar a6). Selanjutnya gagang pres diputar kekanan sehingga papan pres menekan kebawah, sampai ukuran yang diperlukan diperoleh. Jika ukuran yang diinginkan belum diperoleh, pekerjaan pengepresan diulang kembali dengan menambahkan atau mengurangi untingan krosok yang sudah diatur didalam kotak. Pada pengebalan terakhir jika jumlah krosok tidak memenuhi berat yang diinginkan, ukuran bal boleh lebih kecil dari yang seharusnya. Pada saat ini telah berkembang cara pengebalan tanpa dibungkus (open-bill). Nampaknya cara ini terkait usaha penyederhanaan penangangan krosok, khususnya menjelang penetapan mutu (grading) dalam transaksi penjualan dan proses lanjutan dalam pengeringan ulang (redrying), penghilangan gagang (threshing) dan lain-lain. Gambar a6. Cara pengebalan Pada transaksi digudang pembelian bal krosok harus dibuka bungkusnya, kemudian diperiksa lapis demi lapis oleh grader. . Gambar a7. Bal tertutup tikar glangse dan terbuka (open-bill) Hal ini dimaksudkan agar penetapan mutu krosok lebih saksama. Namun demikian, penyiapan dalam bentuk bal terbuka, terdapat beberapa kelemahan disamping beberapa keuntungan tersebut. Pada Gambar a7 disampaikan bentuk bal tertutup dan bal terbuka dalam transaksi di gudang pembelian

Page 34: Budidaya Tembakau Virginia

Daftar Pustaka Lucas, G. B. 1975. Disease of tobacco. Third edition Biology Consortium Association, Raleygh, North Carolina State University. 621p. Tirtosastro, S. 1985. Pengolahan tembakau rajangan sun-cured. Lembaga Penelitian Tanaman Industri Cabang Wilayah II Malang. Tirtosastro, S. 1998. Sortasi dan grading tembakau virginia. Monograf Balittas No. 3. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Malang. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat Malang. Tirtosastro 1983. Penyelesaian fase penguningan tembakau virgnia yang telah mengalami pemeraman. Thesis S2. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta. Tirtosastro, S., Gatot Kartono dan Suharto. 2004. Pengelolaan tembakau virginia di daerah pengembangan baru Kabupaten Blitar. Kerjasama Penelitian Badan penelitian dan Pengembangan pertanian dan PT. Sadana Arifnusa.