Budidaya (on farm) Ubi Kayu

download Budidaya (on farm) Ubi Kayu

of 16

description

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar dan beragam. Namun, sampai saat ini sektor pertanian belum handal dalam mensejahterakan petani, memenuhi kebutuhan sendiri, menghasilkan devisa, dan menarik investasi (Karama, 2004). Menurut Hilman, dkk.(2004), khusus untuk ubikayu, perannya dalam perekonomian nasional terus menurun karena d

Transcript of Budidaya (on farm) Ubi Kayu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar dan beragam. Namun, sampai saat ini sektor pertanian belum handal dalam mensejahterakan petani, memenuhi kebutuhan sendiri, menghasilkan devisa, dan menarik investasi (Karama, 2004). Menurut Hilman, dkk.(2004), khusus untuk ubikayu, perannya dalam perekonomian nasional terus menurun karena dianggap bukan komoditas prioritas sehingga kurang mendapat dukungan investasi baik dari sisi penelitian dan pengembangan, penyuluhan, pengadaan sarana dan prasarana, serta dalam pengaturan dan pelayanan. Akibatnya luas areal panen terus berkurang dan produktivitas tidak meningkat secara nyata. Salah satunya penyebabnya adalah belum tepatnya teknologi untuk meningkatkan pendapatan petani ubikayu. Hal ini dikarenakan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia belum dimanfaatkan secara maksimal dalam pengelolaan usahatani ubi kayu baik di lahan kering maupun lahan sawah, sehingga produktivitas hasil pertanian masih sangat beragam. Selain itu juga disebabkan oleh kemampuan masyarakat yang masih beragam dalam

menyesuaikan pola yang sudah dimiliki dengan sumberdaya lahan yang tersedia (Dahlan, 1995).

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa paham dan mengerti mengenai teknik dan budidaya (on farm) dari tanaman ubi kayu.

1.3 Metoda Penulisan Metode penelitian yang kami gunakan adalah dengan studi literatur melalui media elektronik yang kemudian kami bahas bersama dalam kelompok belajar.

1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Ubi Kayu Singkong, yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Ubi kayu merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.

Gambar deskriptif singkong dari Koehlers Medizinischepflanzen

2

Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Plantae Divisi: Kelas: Ordo: Famili: Bangsa: Genus: Spesies: Magnoliophyta Magnoliopsida Malpighiales Euphorbiaceae Manihoteae Manihot M. esculenta

Upafamili: Crotonoideae

Nama binomial : Manihot esculenta Crantz

2.2 Syarat TumbuhUbi kayu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berproduksi pada lingkungan dimana tanaman pangan yang lain seperti padi dan jagung tidak dapat. Meskipun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan menghasilkan umbi dengan baik, ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan tertentu, baik kondisi lingkungan di atas permukaan tanah (iklim) maupun di bawah permukaan tanah.

Iklim

Ubi kayu merupakan tanaman tropis. Wilayah pengembangan ubi kayu berada pada 30o LU dan 30o LS. Namun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi, tanaman ubi kayu menghendaki persyaratan iklim tertentu. a. Suhu Tanaman ubi kayu menghendaki suhu antara 18o-35oC. Pada suhu di bawah 10oC pertumbuhan tanaman ubi kayu akan terhambat. Kelembaban udara yang dibutuhkan ubi kayu adalah 65% (Suharno et al., 1999). Namun demikian, untuk berproduksi secara maksimum tanaman ubi kayu membutuhkan kondisi tertentu, yaitu pada dataran rendah tropis, dengan ketinggian 150 m di atas permukaan laut (dpl), dengan suhu rata-rata antara 25-27oC, tetapi

3

beberapa varietas dapat tumbuh pada ketinggian di atas 1500 m dpl (Anonim, 2003). b. Curah hujan Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan cukup, tetapi tanaman ini juga dapat tumbuh pada curah hujan rendah (< 500 mm), ataupun tinggi (5000 mm). Curah hujan optimum untuk ubi kayu berkisar antara 760- 1015 mm per tahun. Curah hujan terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya serangan jamur dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase kurang baik (Anonim, 2003, Suharno et al., 1999). Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berproduksi pada lingkungan dimana tanaman pangan yang lain seperti padi dan jagung tidak dapat. Meskipun demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan menghasilkan umbi dengan baik, ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan tertentu, baik kondisi lingkungan di atas permukaan tanah (iklim) maupun di bawah permukaan tanah. Tanah Ubi kayu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah. Pada daerah di mana

jagung dan padi tumbuh kurang baik, ubi kayu masih dapat tumbuh dengan baik dan mampu berproduksi tinggi apabila ditanam dan dipupuk tepat pada waktunya. Sebagian besar pertanaman ubi kayu terdapat di daerah dengan jenis tanah Aluvial, Latosol, Podsolik dan sebagian kecil terdapat di daerah dengan jenis tanah Mediteran, Grumusol dan Andosol. Tingkat kemasaman tanah (pH) untuk tanaman ubi kayu minimum 5. Tanaman ubi kayu memerlukan struktur tanah yang gembur untuk pembentukan dan perkembangan umbi. Pada tanah yang berat, perlu ditambahkan pupuk organik (Wargijono, 1979). Pengolahan Tanah Tujuan utama pengolahan tanah adalah untuk : 1. Memperbaiki struktur tanah. 2. Menekan pertumbuhan gulma.

4

3.

Menerapkan konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi.

Pengolahan tanah berdasarkan jenis tanah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Tanah ringan atau gembur : tanah cukup dibajak atau dicangkul satu kali, kemudian diratakan dan dapat langsung ditanami. 2. Tanah agak berat : tanah dibajak atau dicangkul 1-2 kali, kemudian diratakan dan dibuat bedengan atau guludan, untuk selanjutnya ditanami. 3. Tanah berat dan berair: tanah dibajak atau dicangkul sebanyak dua kali atau lebih,kemudian dibuat bedengan atau guludan sekaligus sebagai saluran drainase. Penanaman dilakukan di atas guludan (Wargiono, 1979). Pada lahan miring atau peka terhadap erosi, penolahan tanah harus dikelola dengan sistem konservasi, yaitu: 1. Tanpa olah tanah. 2. Pengolahan tanah minimal adalah pengolahan tanah secara larik atau individual. Pengolahan tanah ini efektif untuk mengendalikan erosi, tetapi hasil ubi kayu pada umumnya rendah. 3. Pengolahan tanah sempurna dengan sistem guludan kontur. Pengolahan tanah sempurna didasarkan pada pencapaian hasil yang tinggi, biaya pengolahan tanah dan pengendalian gulma rendah serta tingkat erosi minimal. Dalam hal ini tanah dibajak dengan traktor 3-7 singkal piring atau secara tradisional (dengan ternak) sebanyak 2 kali atau satu kali yang diikuti dengan pembuatan guludan. Untuk lahan peka erosi, guludan juga berperan sebagai pengendali erosi, sehingga guludan dibuat searah kontur

(Wargiono et al., 2006).

2.3 Varietas Unggul Gunakan varietas unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi, disukai konsumen, dan sesuai untuk daerah penanaman. Sebaiknya varietas unggul yang

5

dibudidayakan memiliki sifat toleran kekeringan, toleran lahan pH rendah dan/atau tinggi, toleran keracunan Al, dan efektif memanfaatkan hara P yang terikat oleh Al dan Ca, seperti: varietas Adira-4, Malang-6, UJ3, dan UJ5. Jika produksi ubikayu ubikayu ditujukan untuk bahan baku industri tapioka atau tepung/serbuk ubikayu atau dikonsumsi langsung dalam bentuk ubikayu goreng atau rebus, disarankan menggunakan varietas unggul yang dilepas tahun 1978 yang memiliki rasa enak dan kualitas rebus yang baik, seperti: Adira-1, Malang-1, dan Darul Hidayah. Sisanya, termasuk Adira-4 yang dilepas tahun 1987 dan sampai sekarang masih cukup luas ditanam petani namun memiliki rasa pahit. Selain itu, yang dilepas terakhir yaitu: Malang-4 dan Malang-6. Juga varietas UJ-3 dan UJ-5 yang dilepas kemudian. Jika produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, harus memenuhi kriteria, yaitu: (1) berkadar pati tinggi; (2) Potensi hasil tinggi; (3) Tahan cekaman biotik dan abiotik; dan (4) Fleksibel dalam usahatani dan umur panen. Dari 16 varietas unggul ubikayu yang telah dilepas Departemen Pertanian hingga saat ini, Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting dari keempat varietas ini adalah: (1) Daun tidak cepat gugur; (2) Adaptif pada tanah ber-pH tinggi dan rendah; (3) Adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma; dan (4) Dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono, dkk., 2006).

2.4 Teknologi Budaya a) Penyiapan Bibit Hasil yang tinggi dapat diperoleh bila tanaman tumbuh optimal dan seragam dengan populasi yang penuh. Kondisi tersebut dapat dicapai bila bibit yang digunakan memenuhi kriteria tujuh tepat, yaitu: waktu, kuantitas, kualitas, harga, tempat, dan kontiniutas. Faktor penghambat penyediaan bibit dengan kriteria tersebut adalah: Varietas unggul ubikayu sulit berkembang karena mahalnya biaya transportasi bibit; Tingkat penggandaan bibit rendah sehingga insentif bagi penangkar juga rendah;

6

Daya tumbuh bibit cepat turun bila penyimpanan lama; dan Sebagian besar petani belum memerlukan bibit berlabel dari penangkar benih. Untuk mengatasai masalah tersebut diperlukan sistem penangkaran benih secara insitu baik yang dikelola kelompok tani maupun petani secara individu. Sumber bibit ubikayu berasal dari pembibitan tradisional berupa stek yang diambil dari tanaman yang berumur lebih dari 8 bulan dengan kebutuhan bibit untuk sistem budidaya ubikayu monokultur adalah 10.000-15.000 stek/ha (Tim Prima Tani, 2006). Untuk satu batang ubikayu hanya diperoleh 10-20 stek sehingga luas areal pembibitan minimal 20% dari luas areal yang akan ditanami ubikayu. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap daya tumbuh dan hasil ubikayu (Tabel 3). Bibit yang dianjurkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian tengah dengan diameter batang 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan. b) Penyiapan Lahan Penyiapan lahan berupa pengolahan tanah bertujuan untuk: Memperbaiki struktur tanah; Menekan pertumbuhan gulma; dan Menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Tanah yang baik untuk budidaya ubikayu adalah memiliki struktur gembur atau remah yang dapat dipertahankan sejak fase awal pertumbuhan sampai panen. Kondisi tersebut dapat menjamin sirkulasi O2 dan CO2 di dalam tanah terutama pada lapisan olah sehingga aktivitas jasad renik dan fungsi akar optimal dalam penyerapan hara. Menurut Tim Prima Tani (2006), tanah sebaiknya diolah dengan kedalaman sekitar 25 cm, kemudian dibuat bedengan dengan lebar bedengan dan jarak antar bedengan disesuaikan dengan jarak tanam ubikayu, yaitu 80-130 cm x 60-100 cm. Pada lahan miring atau peka erosi, tanah perlu dikelola dengan sistem konservasi, yaitu: (1) tanpa olah tanah;7

(2) olah tanah minimal; dan (3) olah tanah sempurna sistem guludan kontur. Pengolahan minimal (secara larik atau individual) efektif mengendalikan erosi tetapi hasil ubikayu seringkali rendah dan biaya pengendalian gulma relatif tinggi. Dalam hal ini tanah dibajak (dengan traktor 3-7 singkal piring atau hewan tradisional) dua kali atau satu kali yang diikuti dengan pembuatan guludan (ridging). Untuk lahan peka erosi, guludan juga berperan sebagai pengendali erosi sehingga guludan dibuat searah kontur. c) Penanaman Stek ditanam di guludan dengan jarak antar barisan tanaman 80-130 cm dan dalam barisan tanaman 60-100 cm untuk sistem monokultur (Tim Prima Tani, 2006). Sedangkan jarak tanam ubikayu untuk sistem tumpangsari dengan kacang tanah, kedelai, atau kacang hijau adalah 200x100 cm (Hilman, dkk., 2004), dan jarak tanam tanaman sela yang efektif mengendalikan erosi dan produktivitasnya tinggi adalah 40 cm antara barisan dan 10-15 cm dalam barisan. Penanaman stek ubikayu disarankan pada saat tanah dalam kondisi gembur dan lembab atau ketersediaan air pada lapisan olah sekitar 80% dari kapasitas lapang. Tanah dengan kondisi tersebut akan dapat menjamin kelancaran sirkulasi O2 dan CO2 serta meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan daun untuk menghasilkan fotosintat secara maksimal dan ditranslokasikan ke dalam umbi secara maksimal pula. Posisi stek di tanah dan kedalaman tanam dapat mempengaruhi hasil ubikayu. Stek yang ditanam dengan posisi vertikal (tegak) dengan kedalaman sekitar 15 cm memberikan hasil tertinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Penanam stek dengan posisi vertikal juga dapat memacu pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam dengan posisi miring atau horizontal (mendatar), akarnya tidak terdistribusi secara merata seperti stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatannya rendah. d) Pola Tanam

8

Ubi kayu dapat ditanam secara monokultur maupun tumpangsari. Pola monokultur umumnya dikembangkan dalam usaha tani komersial atau usahatani alternatif pada lahan marjinal, di mana komoditas lain tidak produktif atau usahatani dengan input minimal bagi petani yang modalnya terbatas. Pola tumpangsari diusahakan oleh petani berlahan sempit, baik secara komersial maupun subsisten. Pola monokultur Jarak tanam yang digunakan dalam pola monokultur ada beberapa macam, diantaranya adalah : 1 m x 1 m (10.000 tanaman/ha), 1 m x 0,8 m (12.500 tanaman/ha), 1 m x 0,75 m (13.333 tanaman/ha), 1 m x 0,5 m (20.000 tanaman/ha), 0,8 m x 0,7 m (17.850 tanaman/ha), dan 1 m x 0,7 m (14.285 tanaman/ha). Pemilihan jarak tanam ini tergantung dari jenis varietas yang digunakan dan tingkat kesuburan tanah. Untuk tanah-tanah yang subur digunakan jarak tanam 1 m x 1m; 1 m x 0,8 m; 1 m x 0,75 m maupun 1 m x 0,7 m. Sedangkan untuk tanah-tanah miskin digunakan jarak tanam rapat yaitu 1 m x 0,5 m, 0,8 m x 0,7 m. Pola tumpangsari Pola tumpangsari dilakukan dengan mengatur jarak tanam ubi kayu sedemikian rupa sehingga ruang diantara barisan ubi kayu dapat ditanami dengan tanaman lain (kacang-kacangan, jagung maupun padi gogo). Pengaturan jarak tanam ubi kayu diistilahkan dengan double row (baris ganda). Ada beberapa pengaturan baris ganda pada ubi kayu, diantaranya adalah : 1. Jarak tanam baris ganda 2,6 m Pada baris ganda 2,6 m ini, tanaman ubi kayu ditanam dengan jarak tanam 0,6 m x 0,7 m x 2,6 m. Dimana 0,6 m merupakan jarak

9

antar barisan dan 0,7 m merupakan jarak di dalam barisan, sedangkan 2,6 m merupakan jarak antar baris ganda ubi kayu. Pada jarak antar baris ganda ubi kayu ini dapat ditanami dengan tanaman jagung, padi gogo, kedelai, kacang tanah maupun kacang hijau.

2. Jarak tanam baris ganda 0,5 m x 1 m x 2 m Diantara baris tanaman ubi kayu yang berjarak 2 m dapat ditanami dengan tanaman jagung, padi gogo, kedelai, kacang tanah maupun kacang hijau.

3. Jarak tanam baris ganda 0,5 m x 0,5 m x 4 m. Diantara baris tanaman ubi kayu yang berjarak 4 m tersebut dapat ditanami dengan tanaman jagung, padi gogo, kedelai, kacang tanah maupun kacang hijau.

10

e) Pemupukan Pemupukan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan produksi ubi kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hara yang hilang terbawa panen untuk setiap ton umbi segar adalah 6,54 kg N; 2,24 kg P2O5; dan 9,32 K2O/ha/musim, dimana 25% N, 30% P2O5, dan 26% K2O terdapat di dalam umbi (Wichmann, 1992). Berdasarkan perhitungan tersebut, hara yang terbawa panen ubikayu pada tingkat hasil 30 t/ha adalah 147,6 kg N; 47,4 kg P2O5; dan 179,4 kg K2O/ha. Untuk mendapatkan hasil tinggi tanpa menurunkan tingkat kesuburan tanah, hara yang terbawa panen tersebut harus diganti mel alui pemupukan setiap musim. Tanpa pemupukan akan terjadi pengurasan hara sehingga tingkat kesuburan tanah menurun. Pemupukan yang tidak rasional dan tidak berimbang juga dapat merusak kesuburan tanah. Pemupukan harus dilakukan secara efisien sehingga didapatkan produksi tanaman dan pendapatan yang diharapkan. Umbi ubi kayu adalah tempat menyimpan sementara hasil fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Dengan demikian, pertumbuhan vegetatif yang berlebihan akibat dosis pemupukan yang tinggi dapat menurunkan hasil panen. Efisiensi pemupukan dipengaruhi oleh jenis pupuk, varietas, jenis tanah, pola tanam, dan keberadaan unsur lainnya di dalam tanah.

11

Untuk pertanaman ubikayu sistem monokultur, disarankan pemberian pupuk anorganik sebanyak 200 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar yang diberikan sebanyak tiga tahap. Tahap I umur 7-10 hari diberikan 50 kg Urea, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, dan tahap II umur 2-3 bulan diberikan 75 kg Urea dan 50 kg KCl/ha, serta tahap III umur 5 bulan diberikan lagi 75 kg Urea/ha. Pupuk organik (kotoran ternak) dapat digunakan sebanyak 1-2 t/ha pada saat tanam. Sedangkan untuk pertanaman ubikayu sistem tumpangsari, pada tanaman ubikayu diberikan pupuk anorganik sebanyak 100 kg ZA, 150 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar yang diberikan sebanyak tiga tahap. Tahap I umur 7 hari diberikan 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, dan tahap II umur 2 bulan diberikan 75 kg Urea, serta tahap III umur 4 bulan diberikan lagi 75 kg Urea dan 50 kg KCl/ha. Untuk tanaman kacangankacangan, diberikan pupuk pada saat tanam sebanyak 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha (pada daerah beriklim kering) atau 300 kg kapur tohor, 50 kg Urea, 100 kg SP36, 100 kg KCl/ha (pada daerah beriklim basah dan masam). f) PemeliharaanUntuk mendapatkan pertanaman ubi kayu yang sehat, baik, seragam dan berproduksi tinggi, harus dilakukan pemeliharaan, meliputi penyulaman, penyiangan, pembumbuhan dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyulaman Penyulaman dilakukan segera setelah diketahui adanya tanaman yang tidak tumbuh, paling lambat 1 minggu setelah tanam. Penyiangan Kelemahan ubukayu adalah pada fase pertumbuhan awal tidak mampu berkompetisi dengan gulma. Periode kritis atau periode tanaman harus bebas gangguan gulma adalah antara 5-10 minggu setelah tanam. Bila pengendalian gulma tidak dilakukan selama periode kritis tersebut, produktivitas dapat turun sampai 75% dibandingkan kondisi bebas gulma (Wargiono, 2007). Oleh karena itu, pengendalian gulma dilakukan pada 2 tahap, yaitu pada umur 4-5 minggu setelah tanam dan 8 minggu setelah tanam (Anonim, 2007) Pembumbunan

12

Pembumbunan dilakukan untuk menggemburkan tanah. Pembumbunan dilakukan pada umur 2-4 bulan (De Silva, 2007). Pada umur ini tanaman ubi kayu mulai melakukan pembentukan umbi, sehingga dibutuhkan tekstur tanah yang gembur untuk untuk perkembangan umbinya.

2.5 Hama dan Penyakit Tanaman Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan apabila terjadi serangan. Hama yang biasa dijumpai pada tanaman ubi kayu adalah hama tungau merah yang muncul pada musim kemarau. Sementara itu, bila di lapangan diperlukan pengendalian hama penyakit, maka tindakan yang dilakukan yaitu: Tungau/kutu merah (Tetranychus bimaculatus) dikendalikan secara mekanik dengan memetik daun sakit pada pagi hari dan kemudian dibakar. Pengendalian secara kimiawi menggunakan akarisida. Kutu sisik hitam (Parasaissetia nigra) dan kutu sisik putih (Anoidomytilus albus) dikendalikan secara mekanis dengan mencabut dan membatasi tanaman sakit menggunakan bibit sehat. Pengendalian secara kimiawi menggunakan perlakuan stek insektisida sepeeti tiodicarb dan oxydemeton methil. Penyakit bakteri B. manihotis dan X. manihotis menyerang daun muda dan P.solanacearum menyerang bagian akar tanaman sehingga tanaman layu dan mati. Pengendalian dapat dilakukan menggunakan varietas tahan/agak tahan. Penyakit lain adalah cendawan karat daun (Cercospora sp.), perusak batang(Glomerell sp.), dan perusak umbi (Fusarium sp.). Pengendalian dianjurkan menggunakan larutan belerang 5%. Penyakit virus mosaik (daun mengerting) belum ada rekomendasi pengendaliannya 2.6 Panen Waktu panen yang paling baik adalah pada saat kadar karbohidrat mencapai tingkat maksimal. Bobot umbi meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini menunjukan bahwa umur panen ubikayu fleksibel. Tim Prima Tani (2006)

13

menganjurkan panen pada saat tanaman berumur 8-10 bulan dan dapat ditunda hingga berumur 12 bulan. Fleksibelitas umur panen tersebut memberi peluang petani melakukan pemanenan pada saat harga jual tinggi. Dalam kurun waktu 5 bulan tersebut (panen 8-12 bulan) dapat dilakukan pemanenan bila harga jual ubikayu naik karena tidak mungkin melakukan penyimpanan ubikayu di gudang penyimpanan seperti halnya tanaman pangan lainnya. Selain itu, pembeli biasanya akan membeli ubikayu dalam bentuk segar yang umurnya tidak lebih dari 2x24 jam dari saat panen.

14

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

15

DAFTAR PUSTAKA Wargiono, J. Hasanudin. Suyanto. 2006. Teknologi Produksi Ubi kayu Mendukung Industri Bioetanol. Jakarta: Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Wargiono, 2007. Teknologi Produksi Ubi kayu untuk Menjaga Kuantitas Pasokan Bahan Baku Industri Bioethanol. Tabloid Sinar Tani, 8 Agustus 2007. Suharno et al., 1999. Suharno. Djasmin. Rubiyo. Dasiran. 1999. Budi Daya Ubi Kayu. Kendari: Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian

16