bt

12
Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen bagi serangga. Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, memilki flagella, membentuk spora secara aerob dan selama sporulasi membentuk kristal protein paraspora yang dapat berfungsi sebagai insektisida. Kristal protein ini dikenal dengan nama N-endotoksin. Menurut Gill et al. (1992) spora yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis berbentuk oval dan berwarna terang, rata-rata memiliki dimensi 1,0 - 1,3 µm. Jika ditumbuhkan pada medium padat, koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 mm, berwarna putih, elevasi timbul pada permukaan koloni kasar. Gill, S. S., E. A. Cowles and P. V. Pietrantonio. 1992. The Mode of Action of Bacillus thuringiensis. Endotoxin. Annu, Rev. Entomol. 37:615-636. Bacillus thuringiensis pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1901 dari penyakit pada jentik ulat sutera. Ishiwata adalah orang yang pertama kali mengisolasikan Bacillus thuringiensis dari larva ulat sutera yang mati (Dulmage et al., 1990). Pada saat itu, belum dikenal sebagai Bacillus thuringiensis. Tahun 1911, Berliner menemukan sejenis bakteri yang sama dengan yang ditemukan oleh Ishiwata dari kumbang tepung Mediteranian (Mediterranean flour moth), Anagasta kuehniella yang mati (Dulmage et al., 1990). Bakteri ini kemudian dinamakan dengan Bacillus thuringiensis. Dulmage, H. T. and R. A. Rhodes. 1971. Production of Pathogens in Artificial Media. 507-540. In Burges, H. D. and N. W. Hussey (eds). Microbial Control of Insect and Mite. London, New York: Academis Press.

description

bt

Transcript of bt

Bacillus thuringiensis Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen bagi serangga. Bakteri ini bersifat gram positif, berbentuk batang, memilki flagella, membentuk spora secara aerob dan selama sporulasi membentuk kristal protein paraspora yang dapat berfungsi sebagai insektisida. Kristal protein ini dikenal dengan nama N-endotoksin. Menurut Gill et al. (1992) spora yang dihasilkan oleh Bacillus thuringiensis berbentuk oval dan berwarna terang, rata-rata memiliki dimensi 1,0 - 1,3 m. Jika ditumbuhkan pada medium padat, koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat dengan tepian berkerut, memiliki diameter 5-10 mm, berwarna putih, elevasi timbul pada permukaan koloni kasar. Gill, S. S., E. A. Cowlesand P. V. Pietrantonio. 1992. The Mode of Action ofBacillus thuringiensis. Endotoxin. Annu, Rev. Entomol.37:615-636.Bacillus thuringiensis pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1901 dari penyakit pada jentik ulat sutera. Ishiwata adalah orang yang pertama kali mengisolasikan Bacillus thuringiensis dari larva ulat sutera yang mati (Dulmage et al., 1990). Pada saat itu, belum dikenal sebagai Bacillus thuringiensis. Tahun 1911, Berliner menemukan sejenis bakteri yang sama dengan yang ditemukan oleh Ishiwata dari kumbang tepung Mediteranian (Mediterranean flour moth), Anagasta kuehniella yang mati (Dulmage et al., 1990). Bakteri ini kemudian dinamakan dengan Bacillus thuringiensis.

Dulmage, H. T. and R. A.Rhodes. 1971. Production of Pathogens in ArtificialMedia. 507-540. In Burges, H. D. and N. W. Hussey (eds). Microbial Controlof Insect and Mite. London, New York: Academis Press.1. Ciri-ciri Morfologi Bacillus thuringiesis

Bacillus thuringiensis merupakan salah satu anggota B. cereus grup bersama dengan B. anthraxis. B. thuringiensis mempunyai ciri khusus yaitu kemampuannya untuk menghasilkan protein kristal protoksin intraseluler dari kelompok -endotoksin sehingga dapat dibedakan dengan B. Cereus. Endospora berbentuk oval hingga silindris, terletak parasentral atau terminal. Bakteri tersebut dapat nonmotil atau motil dengan adanya flagela tipe peritrik. Pewarnaan Gram dan spora dapat dilakukan dalam uji sifat sitologi suatu bakteri. Prinsip pewarnaan Gram adalah kemampuan dinding sel terhadap zat warna dasar (Kristal violet) setelah pencucian alkohol 96%. Bakteri Gram positif terlihat berwarna ungu karena dinding selnya mengikat Kristal violet lebih kuat, sedangkan sel Gram negatif mengandung lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan Kristal violet mudah larut saat pencucian alkohol.

Bacillus thuringiensis merupakan bakteri Gram positif. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang mengandung peptidoglikan dan juga asam teikoat dan asam teikuronat. Oleh sebab itu dinding sel bakteri Gram positif sebagian adalah polisakarida. Pada beberapa bakteri, asam teikoat merupakan antigen permukaan (antigen dinding sel) dan ada yang merupakan selaput pada selnya. Asam teikoat ini pada umumnya terdiri dari gula netral seperti galaktosa, manosa, ramnosa, arabinosa dan glukosamin. Lapisan yang demikian itu akan menyelimuti seluruh sel bakteri sehingga menyerupai selubung yang kuat dan dinamakan murein.

2. Klasifikasi Bacillus thuringiensis

Klasifikasi menurut Tarumingkeng (2001) :

Kingdom : Eubacteria

Division : Bakteria

Class : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Family : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Spesies : Bacillus thuringiensis

Tarumingkeng R C 2001. Biologi dan Pengendalian Rayap Hama Bangunan di Indonesia. http://tumoutou.net/5 termite biology and control.htm (diakses 4 Mei 2015)Gambar 1. Bacillus thuringiensis (science photo library)

Sedikitnya terdapat 34 subspesies dari Bacillus thuringiensis yang disebut serotype atau varietas dari Bacillus thuringiensis dan lebih dari 800 keturunan atau benih Bacillus thuringiensis telah diisolasi. Pada beberapa subspesies dari bakteri Bacillus thuringiensis yaitu kurstaki, aizawai, sotto entomocidus, berliner, san diego, tenebroid, morrisoni dan israelensis, dijumpai beberapa jenis strain, seperti HD-1, HD-5 dan sebagainya dalam satu subspesies (Bahagiawati, 2002).

Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Buletin AgroBio 5(1):21-28.3. Fisiologi Bacillus thuringiensis

Ciri khas yang terdapat pada Bacillus thuringiesis adalah kemampuannya membentuk kristal (tubuh paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami sporulasi. Kristal protein Bacillus thuringiensis mempunyai beberapa bentuk, diantaranya bentuk bulat pada subsp. israelensis yang toksik terhadap Diptera, bentuk kubus yang toksik terhadap Diptera tertentu dan Lepidoptera, bentuk pipih empat persegi panjang (flat rectangular) pada subsp. tenebriosis yang toksik terhadap Coleoptera, bentuk piramida pada subsp. kurstaki yang toksik terhadap Lepidoptera, sedangkan kristal protein memiliki beberapa bentuk bedasarkan adanya hubungan nyata antara bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya.

Varietas yang memiliki daya bunuh terhadap serangga ordo Lepidoptera memiliki kristal protein yang berbentuk bipiramida dan jumlahnya hanya satu tiap sel, sedangkan yang berbentuk kubus, oval, dan amorf umumnya bersifat toksik terhadap serangga ordo Diptera dan jumlahnya dapat lebih dari satu tiap sel. Kristal yang memiliki daya bunuh terhadap serangga ordo Coleoptera berbentuk empat persegi panjang dan datar batu pipih. Spora Bacillus thuringiensis merupakan suatu usaha perlindungan diri dari pengaruh lingkungan luar yang buruk, hal ini terjadi karena dinding bakteri yang bersifat impermeabel. Pembentukan spora juga bersamaan dengan terbentuknya kristal protein yaitu ketika sel mengalami lisis sesuda sporulasi sempurna. Kristal protein yang bersifat insektisida ini sebenarnya hanya protoksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-147 kDa).

Pada umumnya, kristal protein di alam bersifat protoksin karena adanya aktivitas proteolisis dalam sistem pencernaan serangga yang mengubah Bacillus thuringiensis protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epitelium di usus tengah serangga sehingga menyebabkan terbentuknya pori-pori di sel membran saluran pencernaan serangga (Bahagiawati, 2002). Efektifitas dari toksin tertentu juga dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas tehadap reseptor yang ada serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja kristal protein sebagai toksin dari Bacillus thuringiensis dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari serangga sasaran (Milne et al. 1990).

Milne, R., A. Z. Ge, D. Rivers and D. H. Dean. 1990. Specificity of InsecticidalCrystal Proteins: Implications for Industrial Standarization . In Hickle,L. A. dan w. l.Fitch. 1990. Analytical Chemistry of Bacillus thuringiensis.Washington D.C.: American Chemical Society.Faktor lain seperti umur dari serangga juga merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas dari Bacillus thuringiensis jentik serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih tua. Gen yang mengkode kristal protein yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus thuringiensis telah diisolasi dan dikarakterisasi, dikenal dengan sebutan gen Cry yang berasal dari kata Crystal (Bahagiawati, 2002). Gen Cry adalah paraspora yang mengandung kristal protein dari Bacillus thuringiensis yang menghasilkan toksik terhadap organisme sasaran.

Mekanisme daya kerja dari endotoksin pada masing-masing gen Cry penting untuk diketahui sebagai penentuan proses kunci yang bertanggung jawab terhadap kespesifikan dari sebuah kristal protein. Faktor utama yang menentukan kerja kristal protein adalah perbedaan pada larva yang mempengaruhi proses kelarutan, proses kristal dari yang tidak aktif menjadi aktif, dan keberadaan dari spesifik protoksin di dalam usus dari spesies- spesies serangga (Bahagiawati, 2002). Bangsa Baccilus memiliki arti yang sangat penting dibeberapa bidang dalam ilmu pertanian. Sebagai contoh dlam bidang mikrobiologi pangan, bacteri ini merupakan ancaman dalam proses sterilisasi bahan pangan, karena baccillus ini dikenal memiliki sifat yang tahan panas dan mampu membentuk spora, seperti halnya bakteri dari golongan Clostridium. Didalam bidang perlindungan tanaman bacteri ini dapat untuk mengendalikan OPT dari bangsa Lepidoptera ( Ulat ). Sebagai contoh penggunaanBaccllus thuringiensisefektif digunakan untuk mengendalikan ulat daun (Plutella xylostella) pada kubis.

Jenis-jenis BiopestisidaJenis-jenis biopestisida, antara lain :

1. Insektisida biologi (Bioinsektisida)Berasal dari mikroba yang digunakan sebagai insektisida. Mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga tidak dapat menimbulkan gangguan terhadap hewan-hewan lainnya maupun tumbuhan. Jenis mikroba yang akan digunakan sebagai insektisida harus mempunyai sifat yang spesifik artinya harus menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak pada jenis-jenis lainnya.

Pada saat ini hanya beberapa insektisida biologi yang sudah digunakan dan diperdagangkan secara luas. Mikroba patogen yang telah sukses dan berpotensi sebagai insektisida biologi salah satunya adalahBacillus thuringiensis(Khetan, 2001).Bacillus thuringiensis var. kurstakitelah diproduksi sebagai insektisida biologi dan diperdagangkan dalam berbagai nama seperti Dipel, Sok-Bt, Thuricide, Certan dan Bactospeine.Bacillus thuringiensis var. Israelensisdiperdagangkan dengan nama Bactimos, BMC, Teknar dan Vektobak. Jenis insektisida ini efektif untuk membasmi larva nyamuk dan lalat (Sastroutomo, 1992).Jenis insektisida biologi yang lainnya adalah yang berasal dari protozoa,Nosema locustae,yang telah dikembangkan untuk membasmi belalang dan jengkerik. Nama dagangnya ialah NOLOC, Hopper Stopper. Cacing yang pertama kali didaftarkan sebagai insektisida ialahNeoplectana carpocapsae, yang diperdagangkan dengan nama Spear, Saf-T-Shield. Insektisida ini digunakan untuk membunuh semua bentuk rayap (Sastroutomo, 1992).

2. Herbisida biologi (Bioherbisida)

Termasuk dalam golongan herbisida ini ialah pengendalian gulma dengan menggunakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, jamur dan virus. Bioherbisida yang pertama kali digunakan ialah DeVine yang berasal dariPhytophthora palmivorayang digunakan untuk mengendalikanMorrenia odorata, gulma pada tanaman jeruk. Bioherbisida yang kedua dengan menggunakanColletotrichum gloeosporioidesyang diperdagangkan dengan nama Collego dan digunakan pada tanaman padi dan kedelai di Amerika (Sastroutomo, 1992).

3. Fungisida biologi (Biofungisida)Biofungisida menyediakan alternatif yang dipakai untuk mengendalikan penyakit jamur. Beberapa biofungisida yang telah digunakan adalah sporaTrichoderma sp. digunakan untuk mengendalikan penyakit akar putih pada tanaman karet dan layu fusarium pada cabai. Merek dagangnya ialah Saco P dan Biotri P (Novizan, 2002).Biofungisida lainnya menurut Novizan (2002), yaituGliocladiumspesiesG.roseumdanG. virens. Produk komersialnya sudah dapat dijumpai di Indonesia dengan merek dagang Ganodium P yang direkomendasikan untuk mengendalikan busuk akar pada cabai akibat serangan jamurSclerotium Rolfsii.

Bacillus subtilisyang merupakan bakteri saprofit mampu mengendalikan serangan jamurFusarium sp. pada tanaman tomat. Bakteri ini telah diproduksi secara masal dengan merek dagang Emva dan Harmoni BS (Novizan, 2002).

Keuntungan biopestisida: Menjaga kesehatan tanah dan mempertahankan hidupnya dengan meningkatkan bahan organik tanah.

Spesies tertentu yang digunakan aman baik sebagai musuh alami dan organisme non target.

Biopestisida tidak terlalu beracun seperti pestisida kimia sehingga aman untuk lingkungan.

Pestisida mikroba mengandalkan senyawa biokimia potensial yang disintesis oleh mikroba, hanya dibutuhkan dalam jumlah terbatas.

Mudah membusuk sehingga dapat mengurangi pencemaran

b. DeskripsiB. thuringiensisdibagi menjadi 67 subspesies (hingga tahun 1998) berdasarkan serotipe dari flagela (H). Ciri khas dari bakteri ini yang membedakannya dengan spesiesBacilluslainnya adalah kemampuan membentuk kristal paraspora yang berdekatan dengan endospora selama fase sporulasi III dan IV. Selama pertumbuhan vegetatif terjadi, berbagai galurB. thuringiensismenghasilkan bermacam-macam antibiotik, enzim, metabolit, dan toksin, yang dapat merugikan organisme lain. Selain endotoksin (ICP), sebagian subspesiesB. thuringiensisdapat membentuk beta-eksotoksi yang toksik terhadap sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia dan insekta.

Bacillus thuringiensisadalah bakteri gram-positif, berbentuk batang, yang tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari proteinCryyang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin delta. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.

Berbagai macam spesiesB. thuringiensistelah diisolasi dari serangga golongan koleoptera, diptera, dan lepidoptera, baik yang sudah mati ataupun dalam kondisi sekarat. Bangkai serangga sering mengandung spora dan ICPB. thuringiensisdalam jumlah besar. Sebagian subspesies juga didapatkan dari tanah, permukaan daun, dan habitat lainnya. Pada lingkungan dengan kondisi yang baik dan nutrisi yang cukup, spora bakteri ini dapat terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya.B. thuringiensisdapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, kapas, tembakau, dan tanaman hutan.

c.Substansi aktifIstilah substansi aktif yaitu bahan-bahan yang mempunyai aktivitas tertentu yang dihasilkan oleh makhluk hidup, dan bahan aktif ini biasanya dapat bersifat positif pada makhluknya sendiri akan tetapi dapat bersifat negatif atau positif pada makhluk hidup lain.

Substansi aktif yang dihasilkan oleh mikroorganisme umumnya digolongkan menjadi dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Substansi aktif primer biasanya bersifat intraseluler atau terdapat didalam sel. Biasanya metabolit primer dihasilakn dalam jumlah yang relatif kecil. Substansi sekunder adalah hasil dari metabolisme didalam sel yang disekresikan keluar dari sel atau dikumpulkan dalam kantong-kantong khusus diantara sel atau jaringan didalam tubuhnya.

Bacillus thuringiensismembentuk spora yang membentuk kristal protein-toksin. Kristal tersebut bersifat toksik terhadap serangga. Penelitian Heimpel (1967) diketahui bahwaB. thuringiensismenghasilkan beberapa jenis toksin, seperti (alfa), (beta), (gamma)-eksotoksin, dan (delta)-endotoksin, serta faktor louse. Peneliti lain menginformasikan bahwa yang berperan penting sebagai insektisida adalah protein -eksotoksin dan -endotoksin.

Berbagai macamB. thuringiensis:

1. Bacillus thuringiensisvarietas tenebrionismenyerang kumbang kentang colorado dan larva kumbang daun.

2. Bacillus thuringiensisvarietas kurstakimenyerang berbagai jenis ulat tanaman pertanian.

3. Bacillus thuringiensisvarietas israelensismenyerang nyamuk dan lalat hitam.

4. Bacillus thuringiensisvarietas aizawaimenyerang larva ngengat dan berbagai ulat, terutama ulat ngengat diamondback.

Bio-insektisida berbahan aktifBacillus thuringiensis

BakteriBacillus thuringiensismerupakan bakteri yang dapat mengendalikan hama ulat daun, kumbang daun, dan kutu daun pada tanaman holtikultura. BakteriB. thuringiensiscukup efektif untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari golongan lepidoptera, coleoptera, dan hemiptera.

Senyawa toksin penting dalam upaya pengembangan produk bioinsektisida secara komersial. Karaterisasi kimia -eksotoksin pertama kali diaporkan oleh Mc. Connel dan Richard (1959). Peneliti tersebut mengatakan bahwa -eksotoksin terdiri dari komposisi senyawa asam nukleat, seperti adenine, ribose, glucose, dan asam alarik dengan ikatan kelompok fosfat. Selain itu, -eksotoksin diketahui bersifat termostabil, artinya bahwa senyawa tersebut tahan atau tidak rusak jika terkena suhu tinggi, maka digolongkan sebagaithermostabel eksotoksin, larut didalam air dan sangat beracun terhadap beberapa jenis ulat. Sementara -eksotoksin bersifat sebaliknya, tidak stabil jika terkena panas. Senyawa tersebut diketahui beracun bagi mencit dan ulat (Plutella xylostella).

Reaksi toksisitas terhadap serangga dari -endotoksin dan strainB. thuringiensisterhadap serangga tampaknya juga sangat bervariasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heimpel dan rekannya (1959 dan 1967) terhadap serangga Lepidoptera menunjukkan adanya respon yang berbeda terhadap -endotoksin.

Fenomena lain mekanisme kerja dari toksin bakteriB. thuringiensisyaitu, terjadinya mekanis intraseluler dari -eksotoksin, sebagai substansi protein aktif yang bersifat racun, senyawa ini akan menghambat sintesa asam ribonukleat, dengan cara menghentikan proses katalisa polimerasi oleh DNA-dependen RNA-polymersae.

Mekanisme Patogenisitas

HYPERLINK "https://aguskrisnoblog.files.wordpress.com/2011/12/fig37.jpg"

Kristal protein yang termakan oleh serangga akan larut dalam lingkungan basa pada usus serangga. Pada serangga target, protein tersebut akan teraktifkan oleh enzim pencerna protein serangga. Protein yang teraktifkan akan menempel pada protein receptor yang berada pada permukaan sel epitel usus. Penempelan tersebut mengakibatkan terbentuknya pori atau lubang pada sel sehingga sel mengalami lysis. Pada akhirnya serangga akan mengalami gangguan pencernaan dan mati.

Cara IsolasiIsolatBacillus thuringiensisdapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misalLB) yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan sporaB. thuringiensismenjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut dipanaskan pada suhu 80C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasiB. thuringiensis. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolatB. thuringiensis.

Penapisan Isolat yang ToksikTidak semua isolatBtberacun terhadap serangga. Untuk itu perlu dilakukan penapisan daya racun dari isolat-isolat yang telah diisolasi. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk hal ini. Pertama dengan pendekatan molekular dan kedua dengan bioasai.

Pendekatan molekular dilakukan denganPCRmenggunakan primer-primer yang dapat menggandakan bagian-bagian tertentu dari gen-gen penyandi protein kristal (gencry). HasilPCRini dapat dipakai untuk memprediksi potensi racun dari suatu isolat tanpa terlebih dulu melakukan bioasai terhadap serangga target. Dengan demikian penapisan banyak isolat untuk kandungan gen-gencrytertentu dapat dilakukan dengan cepat.

Untuk menguji lebih lanjut daya beracun dari suatu isolat maka perlu dilakukan bioasai dengan mengumpankan isolat atau kristal protein dari isolat tersebut kepada serangga target. Dari bioasai ini dapat dibandingkan daya racun antar isolat. Dengan pendekatan seperti ini BB-Biogen telah mengidentifikasi beberapa isolatB. thuringiensislokal yang mengandung gencry1 dan beracun terhadap beberapa serangga.

Cara PerbanyakanPerbanyakan bakteriB. thuringiensisdalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang mudah dan sederhana. Karena yang kita perlukan sebagai bioinsektisida adalah protein kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media yang mengandungtryptosetelah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasiB. thuringiensis. Dalam 25 hariB. thuringiensisakan bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada suhu 30C. PerbanyakanB. thuringiensisini dapat pula dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan fermentor.