bt dan mot

50
TEORI MOLEKUL ORBITAL TUGAS KIMIA FISIK STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL N 2 MENURUT TEORI MOLEKUL ORBITAL Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata kuliah Kimia Fisika Lanjut Dosen Mata Kuliah: DR. Iis Siti Jahro, M.Si OLEH WARDATUL HUSNA IRHAM 809142037

Transcript of bt dan mot

Page 1: bt dan mot

TEORI MOLEKUL ORBITAL

TUGAS KIMIA FISIK

STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL

N2

MENURUT TEORI MOLEKUL

ORBITAL

Diajukan  Untuk Memenuhi  Tugas

Pada Mata kuliah  Kimia Fisika Lanjut

Dosen Mata Kuliah:

DR. Iis Siti Jahro, M.Si

OLEH

WARDATUL HUSNA IRHAM

809142037

                       

Page 2: bt dan mot

PRODI PENDIDIKAN KIMIA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

 APRIL 2011

STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL N2

MENURUT TEORI MOLEKUL ORBITAL

A.  Pendahuluan

Page 3: bt dan mot

 

Penyusunan tabel periodik dan konsep konfigurasi elektron telah

membantu para ahli kimia menjelaskan  proses pembentukan molekul dan ikatan

yang terdapat dalam suatu molekul. Gilbert Lewis, seorang kimiawan

berkebangsaan Amerika, mengajukan teori bahwa atom akan bergabung dengan

sesama atom lainnya membentuk molekul dengan tujuan untuk mencapai

konfigurasi elektron yang lebih stabil. Kestabilan dicapai saat atom-atom

memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia (semua kulit dan subkulit terisi

penuh oleh elektron serta memiliki 8 elektron valensi).

Saat atom-atom berinteraksi, hanya elektron valensi yang terlibat dalam

proses pembentukan ikatan kimia. Untuk menunjukkan elektron valensi yang

terlibat dalam pembentukan ikatan, para ahli kimia menggunakan simbol Lewis

dot, yaitu simbol suatu unsur dan satu dot untuk mewakili tiap elektron valensi

unsur bersangkutan. Jumlah elektron valensi suatu unsur sama dengan golongan

unsur bersangkutan. Sebagai contoh, unsur Mg terletak pada golongan IIA,

sehingga memiliki 2 elektron valensi (2 dot). Sementara, unsur S yang terletak

pada golongan VIA, akan memiliki 6 elektron valensi (6 dot). Unsur yang terletak

pada golongan yang sama akan memiliki struktur Lewis dot yang serupa.

Natrium termasuk unsur logam yang cukup umum. Unsur ini berkilau,

lunak, dan merupakan konduktor yang baik, selain itu juga sangat reaktif.

Umumnya, natrium disimpan di dalam minyak untuk mencegahnya bereaksi

dengan air yang berasal dari udara. Jika kita melelehkan sepotong logam natrium

dan meletakannya ke dalam beaker glass yang terisi penuh oleh gas klorin yang

berwarna kuning kehijauan, sesuatu yang sangat menakjubkan akan terjadi.

Page 4: bt dan mot

Natrium mulai memancarkan cahaya putih yang semakin terang dan gas klorin

mulai bercampur, yang disertai dengan hilangnya warna. Beberapa saat kemudian,

reaksi selesai, dan kita akan mendapatkan garam meja atau NaCl yang

terendapkan di dasar beaker glass.

Natrium adalah logam alkali, golongan IA pada tabel periodik. Natrium

memiliki 1 elektron valensi. Sebaliknya, klorin adalah unsur nonlogam, unsur

golongan halogen (VIIA) pada tabel periodik. Unsur ini memiliki 7 elektron

valensi.  Unsur-unsur di golongan A pada tabel periodik akan mendapatkan,

kehilangan, atau berbagi elektron valensi untuk mengisi tingkat energi valensinya

dan menjadi sempurna (meniru konfigurasi gas mulia). Pada umumnya, proses ini

melibatkan pengisian orbital s dan p terluar yang disebut sebagai aturan oktet,

yaitu unsur akan mendapatkan atau kehilangan elektron untuk mencapai keadaan

penuh delapan elektron valensi.

Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini

akan bersifat stabil ketika memiliki 8 elektron valensi. Dengan demikian, natrium

akan kehilangan elektron 3s-nya. Dengan demikian, atom natrium akan berubah

menjadi ion natrium dengan muatan positif satu (Na+). Ion tersebut isoelektronik

dengan neon (gas mulia) sehingga ion Na+ bersifat stabil.

Sementara, untuk memenuhi aturan oktet, unsur klorin membutuhkan satu

elektron untuk melengkapi pengisian elektron pada 3p. Setelah menerima satu

elektron tambahan, unsur ini berubah menjadi ion dengan muatan negatif satu

(Cl-). Ion Cl- isoelektronik dengan argon (gas mulia) sehingga bersifat stabil. Jika

natrium dicampurkan dengan klorin, jumlah elektron natrium yang hilang akan

sama dengan jumlah elektron yang diperoleh klorin. Satu elektron 3s pada natrium

akan dipindahkan ke orbital 3p pada klorin. Peristiwa serah-terima elektron

terjadi dalam proses pembentukan senyawa NaCl. Ini merupakan contoh dari

ikatan ionik, yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik yang kuat yang tetap

menyatukan dua unsur kimia) yang berasal dari gaya tarik elektrostatik (gaya

tarik-menarik dari muatan-muatan yang berlawanan) antara ion positif (kation)

dan ion negatif (anion). Ikatan ionik terbentuk saat unsur logam bereaksi dengan

unsur nonlogam.

Page 5: bt dan mot

Di sisi lain, tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanisme serah-

terima elektron. Atom-atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme

pemakaian bersama pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan

istilah ikatan kovelen. Senyawa kovelen adalah senyawa yang hanya memiliki

ikatan kovelen. Sebagai contoh, atom hidrogen memiliki satu elektron valensi.

Untuk mencapai kestabilan (isoelektronik dengan helium), atom hidrogen

membutuhkan satu elektron tambahan. Saat dua atom hidrogen membentuk ikatan

kimia, tidak terjadi peristiwa serah-terima elektron. Yang akan terjadi adalah

kedua atom akan menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua elektron

(satu dari masing-masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan

demikian, molekul H2 terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu

ikatan kimia yang berasal dari penggunaan bersama satu atau lebih pasangan

elektron antara dua atom. Ikatan ini terjadi di antara dua unsur nonlogam.

Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan

tunggal terjadi saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan

rangkap dua (ganda) terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua

pasangan elektron bersama. Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom

menggunakan tiga pasangan elektron bersama. Senyawa ionik memiliki sifat yang

berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik, pada suhu kamar, umumnya

berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta bersifat elektrolit.

Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk padat, cair,

maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh yang

relatif rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat

nonelektrolit.

Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya,

pasangan elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron

yang mengandung ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom.

Setiap atom menarik kedua elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini

dikenal dengan istilah ikatan kovalen nonpolar.

Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam

ikatan kimia tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai

gaya tarik berbeda akan menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan)

Page 6: bt dan mot

yang berbeda. Hasilnya adalah pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser

ke salah satu atom yang lebih elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan

istilah ikatan kovalen polar.

Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan

ikatan kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu

kekuatan (kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang

berikatan. Semakin besar nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan

atom untuk menarik pasangan elektron pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada

satu periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke kanan. Sebaliknya, dalam

satu golongan, akan turun dari atas ke bawah.

Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam

ikatan adalah sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang

terlibat pada ikatan sangat kecil. Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom

yang menarik pasangan elektron pengikat dengan lebih kuat akan sedikit lebih

bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan menjadi sedikit lebih bermuatan

positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat dalam ikatan adalah

berbeda. Semakin besar beda elektronegativitas, semakin polar pula ikatan yang

bersangkutan. Sebagai tambahan, apabila beda elektronegativitas atom-atom

sangat besar, maka yang akan terbentuk justru adalah ikatan ionik. Dengan

demikian, beda elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan

jenis ikatan yang akan terbentuk di antara dua unsur yang berikatan.

Teori Ikatan Modern

Dua metode pendekatan untuk menjelaskan ikatan antar atom:

–        Metode ikatan Valensi:

Ikatan terbentuk karena adanya overlaping orbital atom

–        Metode Orbital Molekul:

Bila atom atom membentuk molekul/senyawa, orbital-orbitalnya bergabung dan

membentuk orbital baru – (orbital molekul)

Page 7: bt dan mot

B.  Teori Ikatan Valensi ( Valence Bond Theory, Vbt )

Valence bond theory (VBT): pendekatan kuantum mekanik terlokalisasi

untuk menjelaskan ikatan dalam molekul. VBT memberikan perhitungan

matematis bagi penggambaran Lewis dari pasangan elekton membentuk ikatan

antara atom-atom. VBT menyatakan bahwa ps. elektron menempati orbital yg

diarahkan terlokalisasi pada atom tertentu. Arah dari orbital ditentukan oleh

geometri di sekitar atom yang diperoleh dari perkiraan dengan teori VSEPR. Pada

VBT, ikatan akan terbentuk bila terjadi tumpangsuh (overlap) dari orbital yg

cocok dari dua atom, dan orbital-orbital tsb ditempati oleh 2 elektron secara

maximum.

 

Teori ikatan valensi secara sederhana merupakan teori ikatan yang

menjelaskan bahwa atom-atom saling berikatan melalui tumpang tindih orbital

terluar. Untuk memahami teori ikatan valensi maka dibutuhkan pemahaman

mengenai orbital dan bilangan kuantum.

   Dalam teori ikatan valensi, kita akan mengenal istilah orbital atom dan

orbital hibrida. Orbital hibrida terbentuk dari proses hibridisasi yaitu pembentukan

orbital-orbital dengan tingkat energi yang sama (orbital hibrid) dari orbital-orbital

dengan tingkat energi berbeda. Dengan menggunakan konsep hibridisasi maka

dapat ditentukan geometri molekul dilihat dari susunan dalam ruang orbital hibrid

yang terbentuk. Teori ini bukanlah teori ikatan dalam ilmu kimia.

  Teori Ikatan Valensi mampu secara kualitatif menjelaskan kestabilan

ikatan kovalen sebagai akibat tumpang-tindih orbital-orbital atom. Dengan konsep

hibridisasi pun dapat dijelaskan geometri molekul sebagaimana yang diramalkan

dalam teori VSEPR, tetapi sayangnya dalam beberapa kasus, teori ikatan valensi

tidak dapat menjelaskan sifat-sifat molekul yang tramati secara memuaskan.

Contohnya adalah molekul oksigen, yang struktur Lewisnya sebagai berikut.

Page 8: bt dan mot

            Menurut gambaran struktur Lewis Oksigen di atas, semua elektron pada

O2 berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat diamagnetik, namun

kenyataanya, menurut hasil percobaan diketahui bahwa Oksigen bersifat

paramagnetik dengan dua elektron tidak berpasangan. Temuan ini membuktikan

adanya kekurangan mendasar dalam teori ikatan valensi.

Teori ikatan valensi mengasumsikan bahwa “ sebuah ikatan kimia

terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama

oleh karena efek penurunan energi system ”, teori ini berlaku dengan baik pada

molekul diatomik. Pada teori ikatan valensi ini, elektron-elektron dalam molekul

menempati orbital-orbital atom dari masing-masing atom.

Konsep elektron valensi dapat diterapkan dalam molekul diatomik,

misalnya HF, dengan teori ini dapat dijelaskan bahwa molekul HF terbentuk

sebagai akibat dari tumpang tindih orbital 1s dalam atom H dengan orbital 2p

dalam atom F. Dalam setiap kasus, teori ikatan valensi menjelaskan perubahan

energi potensial ketika jarak antar atom yang bereaksi berubah. Karena orbital-

orbital yang terlibat tidak selalu sama dalam setiap kasus, maka dapat dijelaskan

mengapa energi ikatan dan panjang ikatan dalam beberapa molekul diatomik

dapat berbeda, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Lewis.

Pada teori ikatan valensi lebih lanjut Pauling mengidentifikasi adanya    

inner orbital complex, yaitu kompleks yang membentuk orbital hibrida dengan

menggunakan orbital d sebelah dalam relatif terhadap orbital kosong s (yaitu

hibridisasi d2  sp3), dan outer orbital complex jika hibridisasi menggunakan orbital

d sebelah luar (yaitu sp3 d3).  Pauling juga mengidentifikasi bahwa pada kompleks

high-spin outer-orbital interaksi antara metal-atom donor atau metal- ligan bersifat

ionic karena tidak melibatkan adanya perubahan konfigurasi elektronik 3dn bagi

ion pusat dalam senyawa kompleks maupun dalam garam normalnya, misalnya

seperti pada kompleks [CoF6]-3 garam normal CoCl3.

  Teori VSEPR memprediksi bentuk molekul dilihat dari tolakan antar

pasangan elektron. Jika kita menggunakan teori ini untuk menjelaskan ikatan

kimia, maka akan ada hal-hal yang tidak konsisten seperti tolakan antar pasangan

Page 9: bt dan mot

elektron dalam VSEPR menentukan bentuk geometri molekul tapi mengapa

elektron-elektron ikatan yang jaraknya lebih dekat dibanding pasangan elektron

ikatan tidak saling tolak-menolak, teori ini tidak bisa menjelaskan. Jadi, yang akan

menjelaskan bentuk molekul adalah teori ikatan valensi yang pada ujungnya

adalah konsep hibridisasi sedangkan untuk memprediksi bentuk molekul kita bisa

menggunakan teori VSEPR.

Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion: tolakan pasangan

elektron kelopak valensi) adalah suatu model kimia yang digunakan untuk

menjelaskan bentuk-bentuk molekul kimiawi berdasarkan gaya tolakan

elektrostatik antar pasangan elektron. Teori ini juga dinamakan teori Gillespie-

Nyholm, dinamai atas dua orang pengembang teori ini. Akronim "VSEPR"

diucapkan sebagai "vesper" untuk kemudahan pengucapan.

Teori VSEPR utamanya melibatkan prediksi susunan pasangan elektron di

sekitar satu atau lebih atom pusat pada suatu molekul. Jumlah pasangan elektron

pada kelopak valensi atom pusat ditentukan dengan menggambarkan struktur

Lewis molekul tersebut. Ketika terdapat dua atau lebih struktur resonansi yang

dapat mewakili suatu molekul, model VSEPR dapat diterapkan pada semua

struktur resonansi tersebut. Pada teori VSEPR, pasangan elektron berganda pada

ikatan berganda diperlakukan sebagai "satu pasang" elektron.

Pasangan elektron diasumsikan berada pada permukaan bola yang

berpusat pada atom pusat. Oleh karena pasangan elektron tersebut bermuatan

negatif, kesemuaan pasangan elektron akan menduduki posisi yang

meminimalisasi gaya tolak menolak antar sesamanya dengan memaksimalkan

jarak antar pasangan elektron. Jumlah pasangan elektron oleh karenanya akan

menentukan keseluruhan geometri molekul.

Teori VSEPR (Valence Shell Electron-Pair Repulsion) atau Tolakan

Pasangan Elektron Kulit Valensi memungkinkan para ahli kimia untuk

meramalkan geometri molekul dari molekul-molekul. Teori ini mengasumsikan

bahwa pasangan elektron di sekitar atom, baik itu bonding pair maupun lone pair

(nonbonding pair), akan berada dalam jarak sejauh mungkin untuk meminimalkan

gaya tolakan di antara elektron tersebut.  Geometri pasangan elektron (domain

elektron) adalah susunan pasangan elektron, baik bonding pair maupun lone pair

Page 10: bt dan mot

di sekitar atom pusat. Berdasarkan jumlah domain elektron, kita dapat

meramalkan bentuk molekul.

Untuk menentukan geometri molekul atau bentuk molekul dengan

menggunakan teori VSEPR, kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Tentukan struktur Lewis molekul tersebut

2. Tentukan jumlah keseluruhan pasangan elektron total (domain elektron)

yang berada di sekitar atom pusat (ikatan rangkap dua dan rangkap tiga

masing-masing dianggap satu domain)

3. Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukanlah geometri pasangan

elektron (domain elektron)

Selain menggunakan teori  VSEPR, bentuk molekul juga dapat

diramalkan melalui pembentukan orbital hibrida, yaitu orbital-orbital suatu atom

yang diperoleh saat dua atau lebih orbital atom bersangkutan yang memiliki

tingkat energi yang berbeda, bergabung membentuk orbital-orbital baru dengan

tingkat energi sama (terjadi pada proses pembentukan ikatan kovalen).

Hibridisasi adalah proses penggabungan orbital-orbital atom (biasanya pada atom

pusat) untuk mendapatkan orbital hibrida.

Hubungan antara jumlah dan jenis orbital atom pusat yang digunakan pada

proses hibridisasi terhadap geometri molekul senyawa bersangkutan dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Pure Atomic

Orbitals of

the Central

Atom

Hybridization

of the Central

Atom

Number of

Hybrid

Orbitals

Shape of Hybrid

Orbitals

(Geometry

Arrangement)

Examples

s,p sp 2 Linear BeCl2

s, p, p sp2 3 Trigonal Planar BF3

s, p, p, p sp3 4 Tetrahedral CH4

s, p, p, p, d sp3d 5 Trigonal

Bipyramidal

PCl5

Page 11: bt dan mot

s, p, p, p, d, d sp3d2 6 Octahedral SF6

Dengan mengetahui jenis dan jumlah orbital atom pusat yang terlibat

dalam proses pembentukan ikatan, kita hanya dapat menentukan bentuk geometri

(domain elektron) molekul bersangkutan. Sementara untuk menentukan bentuk

molekul, kita dapat menggunakan teori VSEPR. Dengan demikian, teori

hibridisasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari teori VSEPR. Melalui

kombinasi kedua teori tersebut, kita dapat mempelajari jenis dan jumlah orbital

yang terlibat dalam pembentukan ikatan sekaligus meramalkan bentuk

molekulnya.

Page 12: bt dan mot

C.   Teori Orbital MolekulIkatan pada Orbital Molekular

• Untuk membentuk molekul yang stabil maka elektron di dalam orbital ikatan

harus lebih banyak dibandingkan di dalam orbital anti-ikatan

• Ikatan yang terbentuk akan berada pada energi yang lebih rendah, sehingga

menjadi lebih stabil

• Orbital ikatan dan anti-ikatan untuk ikatan-s dan ikatan-p harus dipertimbangkan

• Perhatikan diagram MO untuk Ne2 berikut ini:

Page 13: bt dan mot

Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom. Karena

kebolehjadian menemukan elektron dalam orbital molekul sebanding dengan

kuadrat fungsi gelombang, peta elektron nampak seperti fungsi gelombang. Suatu

fungsi gelombang mempunyai daerah

beramplitudo positif dan negatif yang disebut cuping (lobes). Tumpang tindih

cuping positif dengan positif atau negatif dengan negatif dalam molekul akan

memperkuat satu sama lain membentuk ikatan, tetapi cuping positif dengan

negatif akan meniadakan satu sama lain tidak membentuk ikatan. Besarnya efek

interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang tindih dalam kimia

kuantum.

Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih

menghasilkan orbital molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul.

Jumlah orbital molekul adalah jumlah atom dan orbital molekul ini

diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, non-ikatan, atau antiikatan sesuai

dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom. Kondisi

pembentukan orbital molekul ikatan adalah sebagai berikut.

Setiap baris dalam diagram orbital molekul menggambarkan sebuah

orbital molekul yang terisi oleh elektron. Orbital molekul ini mencakup seluruh

molekul. Diasumsikan bahwa elektron akan terisi pada orbital molekul sama

seperti elektron terisi pada orbital atom dengan mengikuti aturan aufbau, kaidah

Hund, serta larangan Pauli. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk

menggambarkan diagram orbital molekul untuk molekul diatomk adalah Linear

Combination of Atomic Orbitals approach (LCAO/Pendekatan Kombinasi Linear

Orbital Atom). Pendekatan diatas memuat hal-hal sebagai berikut,

1. Orbital molekul terbentuk dari overlap atau tumpang tindih orbital atom

2. Hanya orbital-orbital atom dengan energi yang sama yang dapat

berinteraksi pada tingkat enegi yang signifikan

3. Ketika 2 orbital saling tumpang tindih keduanya berinteraksi membentuk 2

orbital molekul, yaitu Bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Ikatan)

dan Anti-bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Anti-ikatan)

Page 14: bt dan mot

Pendekatan yang digunakan berasumsi bahwa 2 orbital atom 1s dapat

saling tumpang tindih dengan 2 cara untuk membentuk 2 orbital molekul. Cara

yang pertama adalah adalah berinteraksi secara In-Phase. Ketika orbital atom

saling tumpang tindih, interaksi secara In-Phase menyebabkan peningkatan

intensitas muatan negatif pada area dimana kedua orbital atom tersebut saling

tumpang tindih. Hal ini menimbulkan gaya tarik yang lebih besar antara elektron

dan inti atom. Gaya tarik yang lebih besar mengarah kepada energi potensial yang

lebih rendah.

Karena elektron pada orbital molekul memiliki energi potensial yang lebih

rendah daripada elektron pada orbital atom, maka tentunya untuk memisahkan

kembali elektron pada orbital 1s masing-masing atom diperlukan sejumlah energi

(tidak akan terjadi secara spontan) yang menyebabkan ikatan yang terbentuk akan

stabil. Hal ini menjaga agar atom-atom tetap stabil pada molekul.Orbital molekul

yang terbentuk ini disebut Bonding Molecular Orbital (Orbital molekul Ikatan).

Orbital ini akan simetris terhadap sumbu ikatan. Orbital molekul jenis ini disebut

Sigma Molecular Orbital (Orbital Molekul Sigma), σ. Simbol σ1s digunakan

untuk menggambarkan orbital molekul ikatan yang terbentuk dari 2 orbital atom

1s.

Cara yang kedua, yaitu berinteraksi secara Out-of-Phase. Ketika orbital

atom saling tumpang tindih, interaksi secara Out-of-Phase menyebabkan

penurunan intensitas muatan negatif. Hal ini menimbulkan gaya tarik yang lebih

lemah antara elektron dan inti atom. Gaya tarik yang lebih lemah mengarah

kepada energi potensial yang lebih tinggi. Elektron akan lebih stabil jika berada

pada orbital 1s masing-masing atom, sehingga elektron dalam orbital molekul ini

akan melemahkan ikatan antar atom. Orbital molekul kenis ini disebut Anti-

bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Anti-ikatan). Orbital molekul ini

juga akan simetris terhadap sumbu ikatan, sehingga orbital ini adalah orbital

molekul sigma namun dengan simbol σ*1s. Tanda * mengindikasikan orbital

molekul anti-ikatan.

      Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari orbital

atom A dan B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan dibentuk antara

A dan B bila syarat-syarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda salah satu orbital

Page 15: bt dan mot

atom dibalik, syarat ke-2 tidak dipenuhi dan orbital molekul anti ikatan yang

memiliki cuping yang bertumpang tindih dengan tanda berlawanan yang akan

dihasilkan (Gambar 2.15). Tingkat energi orbital molekul ikatan lebih rendah,

sementara tingkat energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi dari tingkat

energi orbital atom penyusunnya.

Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin kuat

ikatan. Bila tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan B, orbital

molekul yang dihasilkan adalah orbital non ikatan. Elektron menempati orbital

molekul dari energi terendah ke energi yang tertinggi. Orbital molekul terisi dan

berenergi tertinggi disebut HOMO (highest occupied molecular orbital) dan

orbital molekul kosong berenergi terendah disebut LUMO (lowest unoccupied

molecular orbital). Ken’ichi Fukui (pemenang Nobel 1981) menamakan orbital-

orbital ini orbital-orbital terdepan (frontier).

Dua atau lebih orbital molekul yang berenergi sama disebut orbital

terdegenerasi (degenerate). Simbol orbital yang tidak terdegenerasi adalah a atau

b, yang terdegenerasi ganda e, dan yang terdegenerasi rangkap tiga t. Simbol g

(gerade) ditambahkan sebagai akhiran pada orbital yang sentrosimetrik dan u

(ungerade) pada orbital yang berubah tanda dengan inversi di titik pusat inversi.

Bilangan sebelum simbol simetri digunakan dalam urutan energi untuk

membedakan orbital yang sama degenarasinya.

Selain itu, orbital-orbital itu dinamakan sigma (σ) atau pi(π) sesuai dengan

karakter orbitalnya. Suatu orbital sigma mempunyai simetri rotasi sekeliling

sumbu ikatan, dan orbital pi memiliki bidang simpul. Oleh karena itu, ikatan

sigma dibentuk oleh tumpang tindih orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d, dan ikatan

pi dibentuk oleh tumpang tindih orbital p-p, p-d, dan d-d. Bila dua fungsi

gelombang dari dua atom dinyatakan dengan φA dan φB, orbital molekul adalah

kombinasi linear orbital atom (linear combination of the atomic orbitals (LCAO))

diungkapkan sebagai :hanya orbital-orbital atom kulit elektron valensi yang

digunakan dalam metoda orbital molekul sederhana. Pembentukan orbital molekul

diilustrasikan di bawah ini untuk kasus sederhana molekul dua atom. Semua

tingkat di bawah HOMO terisi dan semua tingkat di atas LUMO kosong.

Dalam molekul hidrogen, H2, tumpang tindih orbital 1s masing-masing atom

Page 16: bt dan mot

hidrogen membentuk orbital ikatan σg bila cupingnya mempunyai tanda yang

sama dan antiikatan σu bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital

ikatan σg.

Ketika atom-atom yang lebih besar akan begabung membentuk molekul diatomik (seperti O2, F2, atau Cl2) maka akan lebih banyak orbital atom yang berinteraksi. Menurut pendekatan dengan LCAO, diasumsikan bahwa hanya orbital atom dengan energi yang sama yang dapat berinteraksi. Orbital 2s hanya berinteraksi dengan orbital 2s dari atom lainnya, orbital 2p hanya berinteraksi dengan orbital 2p dari atom lainnya, begitu seterusnya. Seperti hal nya hidrogen, orbital 1s dari satu atom saling tumpang tindih dengan orbital 1s dari atom yang lain untuk membentuk satu orbital σ1s dan satu orbital σ*1s. Bentuknya akan sama seperti yang dibentuk oleh orbital 1s hidrogen. Orbital 2s sari satu atom akan saling tumpang tindih dengan orbital 2s dari atom lain untuk membentuk satu orbital σ2s dan satu orbital σ*2s. Bentuk dar kedua orbital molekul ini akan sama dengan orbital σ1s dan orbital σ*2s, namun memiliki tingkat energi yang lebih tinggi.

Orbital atom p dari 2 atom dapat berinteraksi melalui 2 cara berbeda, yaitu

Parallel dan end-on.Orbital molekul yang terbentuk pun akan berbeda tergantung

pada cara interaksinya. Interaksi end-on antara 2 orbital atom 2px menghasilkan

orbital σ2p dan orbital σ*2p yang simetris terhadap sumbu ikatan.

2 orbital atom 2py saling tumpang tindih secara parallrl dan membentuk

2 molekul orbital π (pi). Orbital molekul π asimetris terhadap sumbu ikatan.

Page 17: bt dan mot

Orbital 2pz-2pz saling tumpang tindih menghasilkan satu pasang orbital

molekul π2p dan π*2p sama dengan tumpang tindih nya orbital 2py-2py. Orbital

molekul yang terbentuk memiliki energi potensial yang sama dengan orbital

molekul yang terbentuk dari utmpang tindih orbital 2py-2py.

Diagram orbital molekul yang diharapkan dari tumpang tindih orbital atom

1s, 2s, dan 2p adalah sebagai berikut.

Orbital molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan

tumpang tindih orbital atom yang tingkat energinya berbeda. Tingkat energi atom

yang lebih elektronegatif umumnya lebih rendah, dan orbital molekul lebih dekat

sifatnya pada orbital atom yang tingkat energinya lebih dekat. Oleh karena itu,

orbital ikatan mempunyai karakter atom dengan ke-elektronegativan lebih besar,

dan orbital anti ikatan mempunyai karakter atom dengan ke-elektronegativan lebih

kecil.

Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari orbital

1s hidrogen dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar

2.21. Orbital ikatan 1σ mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3σ anti ikatan

memiliki karakter 1s hidrogen. Karena hidrogen hanya memiliki satu orbital 1s,

tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan karakter π tidak efektif, dan orbital

2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF memiliki delapan elektron valensi,

orbital nonikatan ini menjadi HOMO.

Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki orbital 2s dan 2p

yang menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan ikatan rangkap tiga dibentuk

antar atomnya. Walaupun 8 orbital molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif

sama dengan yang dimiliki molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron

menempati orbital sampai 3σ, tingkat energi setiap orbital berbeda dari tingkat

energi molekul nitrogen. Orbital ikatan 1σ memiliki karakter 2s oksigen sebab

oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih besar. Orbital antiikatan 2π dan 4σ

memiliki karakter 2p karbon.

Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di

orbital ikatan dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Misalnya,

Page 18: bt dan mot

dalam N2 atau CO, orde ikatannya adalah (8 – 2)/2= 3 dan nilai ini konsisten

dengan struktur Lewisnya.

Berikut ini adalah aturan-aturan yang digunakan dalam menggambarkan diagram

orbital molekul

1. Tentukan jumlah elektron dalam molekul. Jumlah elektron per atom

diperoleh dari nomor atom pada tabel periodik (Jumlah total elektron

buakn hanya elektron valensi)

2. Isi orbital molekul dari bawah hingga ke atas sampai semua elektron terisi

3. Orbital harus terisi dengan spin yang sejajar sebelum elektron nya mulai

berpasangan (Kaidah Hund)

Kemudain stabil tidak nya suatu molekul ditentukan melalui orde ikatan (Bond

Order)

Bond Order = 1/2 (#e- in bonding MO's - #e- in antibonding MO's)

Bond order digunakan untuk meramalkan kestabilan molekul

1. Jika bond order suatu molekul sama dengan nol (0) maka molekul tersebut

tidak stabil

2. Jika bond order lebih dari nol (0) maka molekul tersebut stabil

3. Semakin besar nilai dari bond order, semakin stabi ikatan dalam molekul

Kita juga dapat menentukan molekul tersebut bersifat paramagnetic atau

diamagnetic. Jika semua elektron telah berpasangan maka molekul tersebut

bersifat diamagnetic. Jika salah satu atau lebih elektron belum berpasangan maka

molekul tersebut bersiafat paramagnetic.

EXAMPLES

1. Diagram molekul H2

Page 19: bt dan mot

H2

Bond Order = 1/2 (2-0) = 1

Bond Order lebih besar dari pada nol (0) berarti molekul H2 stabil

Karena semua elektron dalam molekul H2 telah berpasangan berarti H2 bersifat

diamagnetic

2. Diagram molekul O2

O2

Bond Order = 1/2 (10-6) = 2

Bond Order > 0, maka molekul O2 stabil

Page 20: bt dan mot

Karena terdapat 2 elektron yang belum berpasangan maka O2 besifat

paramagnetic

3. Diagram molekul He2

Bond Order = 1/2 (2-2) = 0

Bond Order = 0, maka molekul He2 tidak stabl

D.   Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori

orbital molekul

Jika kita mengambil struktur ikatan valensi yang sederhana dan

menggabungkan semua struktur kovalen dan ion yang dimungkinkan pada

sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut sebagai fungsi

gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil deskripsi orbital

molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan fungsi tersebut

dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan kemungkinan keadaan

tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok orbital atom yang

sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh.

Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu

menitikberatkan pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori valensi ikatan

yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan pada struktur ion.

Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital

molekul. Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan

valensi, bahkan dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana,

memberikan pendekatan energi ikatan yang lebih dekat dan representasi yang

lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika ikatan kimia terbentuk dan terputus.

Sebaliknya, teori orbital molekul memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan

berdisosiasi menjadi superposisi linear dari hidrogen atom dan ion hidrogen

positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara

Page 21: bt dan mot

sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap jarak antar atom pada

metode ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan metode orbital

molekul. Situasi ini terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan tampak

dengan jelas pada F2 ketika energi minimum pada kurva yang menggunakan teori

orbital molekul masih lebih tinggi dari energi dua atom F.

Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di

kebanyakan senyawa organik sangatlah rendah. Namun, hasil kerja Friedrich

Hund, Robert Mulliken, dan Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital

molekul memberikan deskripsi yang lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan

sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori ikatan valensi menjadi lebih jelas

pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5) ketika molekul ini dijelaskan

tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial dalam hibridisasi ikatan

yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang elektron

(seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital molekul,

walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.

Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi,

masing-masing memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah

pada ikatan kimia. Perhitungan modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari

(namun pada akhirnya menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan

ikatan valensi. Ini bukanlah karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari

pendekatan teori ikatan valensi, melainkan karena pendekatan orbital molekul

lebih memudahkan untuk diubah menjadi perhitungan numeris. Namun program

ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.

E.    Struktur Orbital Molekul N2

Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di

orbital ikatan dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Dalam N2,

orde ikatannya = (8 – 2)/2= 3 dan nilai ini konsisten dengan struktur Lewisnya

Page 22: bt dan mot

                                                               

                                                          Hibridisasi N2   =

                        σ1s2

, σ*1s2

, σ2s2

, σ*2s2, σ2p

2, π2py

2, π2pz

2

                                                                  = sp3

Hibridisasi orbital

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Empat orbital sp3.

Page 23: bt dan mot

Tiga orbital sp2.

Dalam kimia, hibridisasi adalah sebuah konsep bersatunya orbital-orbital atom membentuk orbital hibrid yang baru yang sesuai dengan penjelasan kualitatif sifat ikatan atom. Konsep orbital-orbital yang terhibridisasi sangatlah berguna dalam menjelaskan bentuk orbital molekul dari sebuah molekul. Konsep ini adalah bagian tak terpisahkan dari teori ikatan valensi. Walaupun kadang-kadang diajarkan bersamaan dengan teori VSEPR, teori ikatan valensi dan hibridisasi sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan teori VSEPR.[1]

Daftar isi

1 Sejarah perkembangan 2 Hibrid sp 3 3 Hibrid sp 2 4 Hibrid sp 5 Hibridisasi dan bentuk molekul 6 Teori hibridisasi vs. Teori orbital molekul 7 Referensi 8 Lihat pula 9 Pranala luar

Sejarah perkembangan

Teori hibridisasi dipromosikan oleh kimiawan Linus Pauling [2] dalam menjelaskan struktur molekul seperti metana (CH4). Secara historis, konsep ini dikembangkan untuk sistem-sistem kimia yang sederhana, namun pendekatan ini selanjutnya diaplikasikan lebih luas, dan sekarang ini dianggap sebagai sebuah heuristik yang efektif untuk merasionalkan struktur senyawa organik.

Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan kuantitatif. Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia organologam. Walaupun skema hibridisasi pada logam transisi dapat digunakan, ia umumnya tidak akurat.

Sangatlah penting untuk dicatat bahwa orbital adalah sebuah model representasi dari tingkah laku elektron-elektron dalam molekul. Dalam kasus hibridisasi yang

Page 24: bt dan mot

sederhana, pendekatan ini didasarkan pada orbital-orbital atom hidrogen. Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya dengan proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai dasar skema hibridisasi karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yang persamaan Schrödingernya memiliki penyelesaian analitis yang diketahui. Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi sedikit untuk atom-atom yang lebih berat seperti karbon, nitrogen, dan oksigen. Dengan asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan. Perlu dicatat bahwa kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul, namun untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen, dan oksigen, teori hibridisasi menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.

Teori hibridisasi sering digunakan dalam kimia organik, biasanya digunakan untuk menjelaskan molekul yang terdiri dari atom C, N, dan O (kadang kala juga P dan S). Penjelasannya dimulai dari bagaimana sebuah ikatan terorganisasikan dalam metana.

Hibrid sp3

Hibridisasi menjelaskan atom-atom yang berikatan dari sudut pandang sebuah atom. Untuk sebuah karbon yang berkoordinasi secara tetrahedal (seperti metana, CH4), maka karbon haruslah memiliki orbital-orbital yang memiliki simetri yang tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi keadaan dasar karbon adalah 1s2 2s2 2px

1 2py1 atau lebih mudah dilihat:

(Perhatikan bahwa orbital 1s memiliki energi lebih rendah dari orbital 2s, dan orbital 2s berenergi sedikit lebih rendah dari orbital-orbital 2p)

Teori ikatan valensi memprediksikan, berdasarkan pada keberadaan dua orbital p yang terisi setengah, bahwa C akan membentuk dua ikatan kovalen, yaitu CH2. Namun, metilena adalah molekul yang sangat reaktif (lihat pula: karbena), sehingga teori ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan keberadaan CH4.

Lebih lanjut lagi, orbital-orbital keadaan dasar tidak bisa digunakan untuk berikatan dalam CH4. Walaupun eksitasi elektron 2s ke orbital 2p secara teori mengijinkan empat ikatan dan sesuai dengan teori ikatan valensi (adalah benar untuk O2), hal ini berarti akan ada beberapa ikatan CH4 yang memiliki energi ikat yang berbeda oleh karena perbedaan aras tumpang tindih orbital. Gagasan ini telah dibuktikan salah secara eksperimen, setiap hidrogen pada CH4 dapat dilepaskan dari karbon dengan energi yang sama.

Untuk menjelaskan keberadaan molekul CH4 ini, maka teori hibridisasi digunakan. Langkah awal hibridisasi adalah eksitasi dari satu (atau lebih) elektron:

Page 25: bt dan mot

Proton yang membentuk inti atom hidrogen akan menarik salah satu elektron valensi karbon. Hal ini menyebabkan eksitasi, memindahkan elektron 2s ke orbital 2p. Hal ini meningkatkan pengaruh inti atom terhadap elektron-elektron valensi dengan meningkatkan potensial inti efektif.

Kombinasi gaya-gaya ini membentuk fungsi-fungsi matematika yang baru yang dikenal sebagai orbital hibrid. Dalam kasus atom karbon yang berikatan dengan empat hidrogen, orbital 2s (orbital inti hampir tidak pernah terlibat dalam ikatan) "bergabung" dengan tiga orbital 2p membentuk hibrid sp3 (dibaca s-p-tiga) menjadi

Pada CH4, empat orbital hibrid sp3 bertumpang tindih dengan orbital 1s hidrogen, menghasilkan empat ikatan sigma. Empat ikatan ini memiliki panjang dan kuat ikat yang sama, sehingga sesuai dengan pengamatan.

sama dengan

Sebuah pandangan alternatifnya adalah dengan memandang karbon sebagai anion C4−. Dalam kasus ini, semua orbital karbon terisi:

Jika kita menrekombinasi orbital-orbital ini dengan orbital-s 4 hidrogen (4 proton, H+) dan mengijinkan pemisahan maksimum antara 4 hidrogen (yakni tetrahedal), maka kita bisa melihat bahwa pada setiap orientasi orbital-orbital p, sebuah hidrogen tunggal akan bertumpang tindih sebesar 25% dengan orbital-s C dan 75% dengan tiga orbital-p C. HaL ini sama dengan persentase relatif antara s dan p dari orbital hibrid sp3 (25% s dan 75% p).

Menurut teori hibridisasi orbital, elektron-elektron valensi metana seharusnya memiliki tingkat energi yang sama, namun spektrum fotoelekronnya [3]

Page 26: bt dan mot

menunjukkan bahwa terdapat dua pita, satu pada 12,7 eV (satu pasangan elektron) dan saty pada 23 eV (tiga pasangan elektron). Ketidakkonsistenan ini dapat dijelaskan apabila kita menganggap adanya penggabungan orbital tambahan yang terjadi ketika orbital-orbital sp3 bergabung dengan 4 orbital hidrogen.

Hibrid sp2

Senyawa karbon ataupun molekul lainnya dapat dijelaskan seperti yang dijelaskan pada metana. Misalnya etilena (C2H4) yang memiliki ikatan rangkap dua di antara karbon-karbonnya. Struktur Kekule metilena akan tampak seperti:

Ethene Lewis Structure. Each C bonded to two hydrogens and one double bond

between them.

Karbon akan melakukan hibridisasi sp2 karena orbtial-orbital hibrid hanya akan membentuk ikatan sigma dan satu ikatan pi seperti yang disyaratkan untuk ikatan rangkap dua di antara karbon-karbon. Ikatan hidrogen-karbon memiliki panjang dan kuat ikat yang sama. Hal ini sesuai dengan data percobaan.

Dalam hibridisasi sp2, orbital 2s hanya bergabung dengan dua orbital 2p:

membentuk 3 orbital sp2 dengan satu orbital p tersisa. Dalam etilena, dua atom karbon membentuk sebuah ikatan sigma dengan bertumpang tindih dengan dua orbital sp2 karbon lainnya dan setiap karbon membentuk dua ikatan kovalen dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp2 yang bersudut 120°. Ikatan pi antara atom karbon tegak lurus dengan bidang molekul dan dibentuk oleh tumpang tindih 2p-2p (namun, ikatan pi boleh terjadi maupun tidak).

Jumlah huruf p tidaklah seperlunya terbatas pada bilangan bulat, yakni hibridisasi seperti sp2.5 juga dapat terjadi. Dalam kasus ini, geometri orbital terdistorsi dari

Page 27: bt dan mot

yang seharusnya. Sebagai contoh, seperti yang dinyatakan dalam kaidah Bent, sebuah ikatan cenderung untuk memiliki huruf-p yang lebih banyak ketika ditujukan ke substituen yang lebih elektronegatif.

Hibrid sp

Ikatan kimia dalam senyawa seperti alkuna dengan ikatan rangkap tiga dijelaskan dengan hibridisasi sp.

Dalam model ini, orbital 2s hanya bergabung dengan satu orbital-p, menghasilkan dua orbital sp dan menyisakan dua orbital p. Ikatan kimia dalam asetilena (etuna) terdiri dari tumpang tindih sp-sp antara dua atom karbon membentuk ikatan sigma, dan dua ikatan pi tambahan yang dibentuk oleh tumpang tindih p-p. Setiap karbon juga berikatan dengan hidrogen dengan tumpang tindih s-sp bersudut 180°.

Hibridisasi dan bentuk molekul

Hibridisasi membantuk kita dalam menjelaskan bentuk molekul:

Jenis

molekulUtama kelompok Logam transisi[4]

AX2

Linear (180°) hibridisasi sp E.g., CO2

Tekuk (90°) hibridisasi sd E.g., VO2

+

AX3

Datar trigonal (120°) hibridisasi sp2

E.g., BCl3

Piramida trigonal (90°) hibridisasi sd2

E.g., CrO3

AX4

Tetrahedral (109.5°)

hibridisasi sp3

E.g., CCl4

hibridisasi sd3

E.g., MnO4−

AX5 -

Piramida persegi (66°, 114°)[5]

hibridisasi sd4

E.g., Ta(CH3)5

AX6 - Prisma trigonal (63°, 117°)[5]

hibridisasi sd5

Page 28: bt dan mot

E.g., W(CH3)6

molekul hipervalen[6] (Resonansi)

Jeni

s

mole

kul

Utama kelompok Logam transisi

AX2 -

Linear (180°)

AX3 -

Datar trigonal (120°)

AX4 -

Datar persegi (90°)

AX5 Bipiramida trigonal (90°, 120°) Bipiramida trigonal (90°, 120°)

Page 29: bt dan mot

hibridisasi pecahan (orbital s dan d)

E.g., Fe(CO)5

AX6

Oktahedral (90°) Oktahedral (90°)

AX7

Bipiramida pentagonal (90°, 72°) Bipiramida pentagonal (90°, 72°)

hibridisasi pecahan (orbital s dan tiga d)

E.g., V(CN)74−

AX8

Antiprisma persegi Antiprisma persegi

hibridisasi pecahan (orbital s dan tiga p)

E.g., IF8−

hibridisasi pecahan (orbital s dan empat d)

E.g., Re(CN)83−

Secara umum, untuk sebuah atom dengan orbital s dan p yang membentuk hibrid hi dengan sudut , maka berlaku: 1 + i j cos( ) = 0. Rasio p/s untuk hibrid i adalah i

2, dan untuk hibrid j j2. Dalam kasus khusus hibrdid dengan atom yang

sama, dengan sudut , persamaan tersebut akan tereduksi menjadi 1 + 2 cos( ) = 0. Sebagai contoh, BH3 memiliki geometri datar trigonal, sudut ikat 120o, dan tiga hibrid yang setara. Maka 1 + 2 cos( ) = 0 menjadi 1 + 2 cos(120o) = 0, berlaku juga 2 = 2 untuk rasio p/s. Dengan kata lain terdapat hibrid sp2 seperti yang diperkirakan dari daftar di atas.

Teori hibridisasi vs. Teori orbital molekul

Page 30: bt dan mot

Teori hibridisasi adalah bagian yang tak terpisahkan dari kimia organik dan secara umum didiskusikan bersama dengan teori orbital molekul dalam buku pelajaran kimia organik tingkat lanjut. Walaupun teori ini masih digunakan secara luas dalam kimia organik, teori hibridisasi secara luas telah ditinggalkan pada kebanyakan cabang kimia lainnya. Masalah dengan teori hibridisasi ini adalah kegagalan teori ini dalam memprediksikan spektra fotoelektron dari kebanyakan molekul, meliputi senyawa yang paling dasar seperti air dan metana. Dari sudut pandang pedagogi, pendekatan hibridisasi ini cenderung terlalu menekankan lokalisasi elektron-elektron ikatan dan tidak secara efektif mencakup simetri molekul seperti yang ada pada teori orbital molekul.

Teori ikatan valensi (Valence Bond Theory, VBT) dikembangkan dari teori mekanika kuantum yang berguna untuk menerangkan proses pembentukan ikatan kovalen secara lebih baik dibandingkan model rumus titik-elektron Lewis.

Dalam kimia, teori ikatan valensi atau teori ikatan valens [1] menjelaskan sifat ikatan kimia dalam suatu molekul dari sudut valensi atom [2]. Teori ini menyimpulkan suatu aturan bahwa atom pusat dalam suatu molekul cenderung untuk membentuk ikatan elektron ganda sesuai dengan batasan geometris seperti kurang lebih ditentukan oleh aturan oktet.

Sejarah

Berdasarkan teori Bohr, diketahui bahwa teori Lewis-Langmuir tentang ikatan kovalen gagal menjawab pertanyaan mendasar mengenai alasan mengapa atom membentuk ikatan, atau mengapa molekul lebih stabil jika ada minimal dua atom yang membentuknya.

Dengan menggunakan mekanika kuantum, dua fisikawan Jerman Walter Heitler dan Fritz London (1927) akhirnya berhasil menjelaskan pembentukan molekul hidrogen dengan penyelesaian persamaan gelombang sistem yang terdiri atas dua atom hidrogen melalui pendekatan valensi atom.

Sistem yang digunakan yaitu proton dan elektron dari setiap atom yang berikatan. Mereka kemudian menghitung energi sistem sebagai fungsi jarak antar atom dengan asumsi bahwa dua sistem harus menyumbang sama besar pada pembentukan ikatan. Dari percobaan ini, mereka berhasil menjelaskan dengan kuantitatif terjadinya ikatan kovalen. Sehingga metode ini memiliki potensi untuk menjelaskan ikatan kimia secara umum. Berikut gambar hasil percobaan Heitler-London.

Page 32: bt dan mot

Teori Ikatan Valensi

Teori ikatan valensi merupakan teori mekanika kuantum pertama yang muncul pada masa awal penelitian ikatan kimia yang didasarkan pada percobaan W. Heitler dan F. London pada tahun 1927 mengenai pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen. Selanjutnya, teori ini kembali diteliti dan dikembangkan oleh Linus Pauling pada tahun 1931 sehingga dipublikasikan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “On the Nature of the Chemical Bond”. Dalam jurnal ini dikupas hasil kerja Lewis dan teori ikatan valensi oleh Heitler dan London sehingga menghasilkan teori ikatan valensi yang lebih sempurna dengan beberapa postulat dasarnya, sebagai berikut:

1. Ikatan valensi terjadi karena adanya gaya tarik pada elektron-elektron yang tidak berpasangan pada atom-atom.

2. Elektron - elektron yang berpasangan memiliki arah spin yang berlawanan.3. Elektron-elektron yang telah berpasangan tidak dapat membentuk ikatan

lagi dengan elektron-elektron yang lain.4. Kombinasi elektron dalam ikatan hanya dapat diwakili oleh satu

persamaan gelombang untuk setiap atomnya.5. Elektron-elektron yang berada pada tingkat energi paling rendah akan

membuat pasangan ikatan-ikatan yang paling kuat.6. Pada dua orbital dari sebuah atom, orbital dengan kemampuan bertumpang

tindih paling banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat dan cenderung berada pada orbital yang terkonsentrasi itu.

Ke enam postulat dasar di atas disimpulkan dari sejumlah penelitian terhadap pembentukkan ikatan pada molekul hidrogen berdasarkan persamaan fungsi gelombang elektron pada masing-masing orbital yang berikatan. Pembahasan selanjutnya diadaptasi dari buku Inorganic Chemistry karangan Shriver dan Atkins mengenai ikatan valensi dalam molekul hidrogen, sebagai berikut:

Ikatan valensi pada molekul HidrogenDalam teori ikatan valensi, yang menjadi titik tekannya yaitu fungsi gelombang elektron-elektron yang berpasangan dibentuk dari tumpang tindih fungsi gelombang pada masing-masing orbital dari atom-atom yang berkontribusi dan saling terpisah.Jika terdapat satu elektron pada masing-masing dua atom H yang berlainan maka kemungkinan fungsi gelombang pada tiap sistem adalah sebagai berikut:Ψ = χA(1)χB(2)...Ψ = χA(2)χB(1)...

keterangan: χA dan χB adalah orbital-orbital 1s pada atom A dan B. Sementara angka 1 dan 2 merepresentasikan elektron yang berikatan dengan proton pada masing-masing atom A dan B.

Ketika kedua atom H berada pada keadaan yang sangat dekat, kita tidak dapat

Page 33: bt dan mot

mengetahui apakah elektron 1 terikat pada atom A dan elektron 2 terikat pada atom B atau justru sebaliknya, sehingga deskripsi yang paling mungkin adalah membuat dua fungsi gelombang pada kedua sistem yang mungkin terjadi. Saat kedua kemungkinan ini disatukan dalam gelombang superposisi maka penjelasan yang lebih baik adalah kombinasi linear dari keduanya.Ψ = χA(1)χB(2) + χA(2)χB(1)...

Fungsi di atas merupakan fungsi gelombang untuk ikatan H-H. Kedua fungsi ini berinterferensi konstruktif sehingga terjadi kenaikkan amplitudo di daerah fungsi gelombang dalam nukleus (inti). Untuk menjelaskan lebih rinci digunakan prinsip Pauli yang menyatakan bahwa hanya elektron-elektron dengan spin berpasangan yang dapat dideskripsikan oleh fungsi gelombang di atas. Dari penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pada teori ikatan valensi, fungsi gelombang dibentuk oleh pasangan spin dari elektron-elektron pada kedua orbital atom-atom yang berikatan. Ikatan yang terjadi dari tumpang tindih ini adalah ikatan sigma (б).Berikut merupakan contoh formasi ikatan sigma dari orbital s dan p yang saling tumpang tindih:

Penerapan Teori Ikatan Valensi

Page 34: bt dan mot

A. Penerapan Teori Ikatan Valensi pada Molekul DiatomikTeori ikatan valensi mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama. Oleh karena efek penurunan energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Menurut teori ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masing-masing atom.

Penerapan teori ikatan valensi pada molekul diatomik dapat dilihat pada pembentukan molekul H2 dari atom H seperti yang telah dijabarkan di atas.

B. Penerapan Teori Ikatan Valensi pada Molekul PoliatomikTeori ikatan valensi dapat juga diterapkan dalam molekul poliatomik beriringan dengan teori hibridisasi molekul[3]. Dalam contoh ini disajikan penerapan teori ikatan valensi untuk menjelaskan mengenai hibridisasi sp3 pada molekul metana (CH4).

Metana memiliki atom pusat sebuah karbon yang berkoordinasi secara terahedral. Oleh karena itu, atom karbon pusat haruslah memiliki orbital-orbital yang simetri tepat dengan 4 atom hidrogen. Konfigurasi dasar dari karbon adalah :

Dengan teori ikatan valensi, maka dapat diprediksi bahwa berdasarkan pada keberadaan dua orbital yang terisi setengah, atom C akan membentuk dua buah ikatan kovalen membentuk CH2. Namun CH2 merupakan molekul yang sangat reaktif sehingga teori ikatan valensi saja tidak cukup untuk menjelaskan terbentuknya molekul CH4. Untuk itu, digunakan teori hibridisasi, dimana langkah awal adalah eksitasi satu atau lebih elektron valensi C.

Proton yang membentuk inti hidrogen akan akan menarik salah satu elektron valensi karbon sehingga menyebabkan eksitasi (pemindahan elektron 2s ke orbital 2p) dan terbentuklah ikatan berhibrid sp3.

Page 35: bt dan mot

Persamaan dan Perbedaan VBT dengan MOT

Berikut adalah gambaran singkat VBT jika dibandingkan dengan teori MOT dalam menjelaskan ikatan kovalen.

Persamaan

Teori ikatan valensi dan teori orbital molekul memiliki beberapa konsep dasar yang sama, diantaranya adalah:

Keduanya sama-sama melibatkan pembagian elektron-elektron yang ada dalam sebuah atom ataupun molekul sehingga memiliki paling banyak dua elektron pada setiap pasangnya.

Kedua teori ini menjadikan kombinasi dari elektron-elektron yang ada oleh inti masing-masing atom atau molekul sebagai konsep pembentukkan ikatan

Berdasarkan pada kedua teori ini, energi dari orbital-orbital yang saling tumpang tindih merupakan bentuk perbandingan dan memiliki kesamaan pada bentuk simetrinya.

Perbedaan

No. Perbedaan VBT MOT

1. Ikatan

Ikatan hanya dibebankan

pada kedua atom, tidak

pada molekul

Ikatan dibebankan pada

kedua atom dan juga molekul

2. Tokoh pengusung

Pertama kali diusulkan

oleh W. Heitler dan F.

London pada tahun 1927

Pertama kali diusulkan oleh

F. Hund dan R.S. Mulliken

pada tahun 1932

3. Penerapan

Menggunakan konsep

hibridisasi dan resonansi

dalam penerapannya

Tidak ada ruang bagi

penerapan resonansi dalam

teori ini

Page 36: bt dan mot

4.

Hubungan dengan

sifat paramagnetik

Oksigen

Tidak dapat menjelaskan

sifat paramagnetik pada

Oksigen

Dapat menjelaskan sifat

paramagnetik pada Oksigen

5.Pendekatan

kuantitatif

Pendekatan dalam

perhitungan memiliki

langkah yang cukup

sederhana

Pendekatan dalam

perhitungan cukup rumit dan

membutuhkan ketelitian lebih

tinggi