b.saraf pak ANT

17
Perbandingan Efek Dosis Equiosmolar Manitol dan Saline Hipertonis pada Aliran Darah dan Metabolisme Cerebral pada Cedera Otak Traumatik Abstrak Potensi keunggulan saline hipertonis (HTS) dibanding manitol (MTL) untuk mengontrol tekanan intracranial (TIK) mengikuti cedera otak traumatic (TBI) masih diperdebatkan. Empat puluh tujuh pasien COT berat dengan peningkatan TIK yang prospektif direktru di dua rumah sakit universitas dan secara acak diterapi dengan infuse equiosmolar baik MTL 20% (4mL/kg, n=25 pasien) atau HTS 7.5% (2mL/kg, n=22 pasien). Natrium serum, hematokrit, TIK, tekanan darah arteri, tekanan perfusi cerebral (CPP), shear rate, indeks umum aliran darah cerebral (CBF) dan metabolism telah diukur sebelumnya, dan 30 dan 120 menit setelah setiap infuse selama perjalanan penyakit. Hasil dinilai pada 6 bulan. Baik HTS dan MTL secara efektif dan sama menurunkan tingkat TIK dengan kenaikan CPP dan CBF selanjutnya, meskipun efek ini secara signifikan lebih kuat dan durasi lebih lama setelah HTS dan berhubungan dengan peningkatan komponen darah secara reologi diinduksi oleh HTS. Selanjutnya, efek HTS pada TIK tampak lebih kuat pada pasien dengan cedera otak difus. Sebaliknya, tidak ada perbedaan signifikan di hasil neurologis antara kedua kelompok. Kesimpulannya, MTL sama efektiknya dengan HTS dalam menurunkan TIK pada pasien TBI meskipun kedua larutan gagal meningkatkan

Transcript of b.saraf pak ANT

Perbandingan Efek Dosis Equiosmolar Manitol dan Saline Hipertonis pada Aliran Darah dan Metabolisme Cerebral pada Cedera Otak Traumatik

Abstrak Potensi keunggulan saline hipertonis (HTS) dibanding manitol (MTL) untuk mengontrol tekanan intracranial (TIK) mengikuti cedera otak traumatic (TBI) masih diperdebatkan. Empat puluh tujuh pasien COT berat dengan peningkatan TIK yang prospektif direktru di dua rumah sakit universitas dan secara acak diterapi dengan infuse equiosmolar baik MTL 20% (4mL/kg, n=25 pasien) atau HTS 7.5% (2mL/kg, n=22 pasien). Natrium serum, hematokrit, TIK, tekanan darah arteri, tekanan perfusi cerebral (CPP), shear rate, indeks umum aliran darah cerebral (CBF) dan metabolism telah diukur sebelumnya, dan 30 dan 120 menit setelah setiap infuse selama perjalanan penyakit. Hasil dinilai pada 6 bulan. Baik HTS dan MTL secara efektif dan sama menurunkan tingkat TIK dengan kenaikan CPP dan CBF selanjutnya, meskipun efek ini secara signifikan lebih kuat dan durasi lebih lama setelah HTS dan berhubungan dengan peningkatan komponen darah secara reologi diinduksi oleh HTS. Selanjutnya, efek HTS pada TIK tampak lebih kuat pada pasien dengan cedera otak difus. Sebaliknya, tidak ada perbedaan signifikan di hasil neurologis antara kedua kelompok. Kesimpulannya, MTL sama efektiknya dengan HTS dalam menurunkan TIK pada pasien TBI meskipun kedua larutan gagal meningkatkan metabolism otak. HTS menunjukkan efek tambahan dan lebih kuat pada perfusi cerebral dari potensi keuntungan dalam adanya iskemia otak. Pemilihan terapi karena itu harus individual berdasarkan pada tingkat natrium dan hemodinamik otak.PendahuluanPeningkatan yang tidak terkontrol dari tekanan intracranial (TIK) sudah lama dikenali sebagai slah satu ancaman paling serius mengikuti cedera otak traumatic (TBI) berat (Miller et al., 1977; Saul and Ducker, 1982). Mengurangi dan mengontrol TIK, oleh karena itu, merupakan landasan dari managemen pasien TBI. Diantara langkah lainnya, penggunaan larutan hipertonis telah dianggap sebagai cara yang sederhana dan efektif menurunkan TIK (Barry and Berman, 1961; Becker and Vries, 1972) dan telah diterima luas (Bratton et al., 2007a). Dalam hal ini, manitol (MTL) merupakan agen osmotic yang paling umum digunakan, dan banyak studi menunjukkan efek menguntungkan baik pada parameter fisiologi dan hasil neurologis (Barry and Berman, 1961; Brown et al., 1979; Mendelow et al., 1985) telah mendukung rekomendasi Level II dalam edisi terbaru Pedoman Managemen TBI Berat (Bratton et al., 2007a). Di dalam spectrum terapi hiperosmolar, namun, saline hipertonis (HTS) telah menarik perhatian lebih dari dua decade terakhir (Battison et al., 2005; Harutjunyan et al., 2005; Horn et al., 1999;Oddo et al., 2009; Rockswold et al., 2009;Vialet et al., 2003), dengan beberapa studi menunjukkan efek yang lebih poten dari HTS daripada MTL (Horn et al., 1999; Kamel et al., 2011; Oddo et al., 2009). Namun, beberapa keterbatasan dalam studi tersebut seperti sejumlah kecil pasien yang terlibat, investigasi efek bolus tunggal, dan ukuran hasil yang terbatas, telah mencegah masuknya HTS dalam rekomendasi modalitas terapi oleh Pedoman Managemen TBI Berat (Bratton et al., 2007a).Lebih lanjut, peningktan TIK dan delivery oksigen compromised berikutnya sebagai konsekuensi gangguan perfusi otak telah dianggap sebagai penyebab utama kegagalan metabolisme oksidatif yang sering diamati pada pasien TBI (Bouma et al., 1991; Glenn et al., 2003; Robertson et al., 1995). Dengan demikian, peningkatan pada metabolisme cerebral harus diantisipasi dalam respon penurunan TIK. Anehnya, respon metablisme terhadap terapi hiperosmolar tidak dimasukkan ke dalam spectrum pengukuran hasil pada studi yang menyelidiki dampak bermacam modalitas terapi hiperosmolar (Qureshi et al., 1999; Soustiel et al., 2006).Pada prospective randomized controlled study ini dilakukan di dua institusi berbeda pada pasien dengan hipertensi intracranial post trauma, kami bertujuan untuk menilai dan membandingkan efek HTS dan MTL, tidak hanya pada TIK dan keluaran neurologis tetapi juga indeks aliran darah cerebral (CBF) dan metabolism.MetodePasienStudi ini menerima persetujuan terlebih dahulu oleh Institutional Review Board dan informed consent didapatkan dari perwakilan hukum pasien di kedua pusat. Lima puluh enam pasien dengan TBI berat, yang dirawat di dua unit perawatan intensif yang berbeda di dua rumah sakit universitas yang berbeda dari dua Negara berbeda, secara prospektif dilibatkan dalam studi ini. Kriteria kelayakan untuk perektrutan didefinisikan sebagai TBI berat cukup untuk membenarkan pemantauan TIK dan ventilasi mekanis dibawah sedasi, dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) (Teasdale and Jennett, 1974) 8 saat masuk. Kriteria eksklusi meliputi usia < 16 tahun, riwayat penyakit vaskuler otak sebelumnya, dilatasi pupil bilateral tetap saat masuk, dan syok hipervolemik. Sebelum dimulainya studi, 30 amplop buram di setiap rumah sakit telah disiapkan dan diberi nomor urut. Tabel nomor acak dari computer digunakan untuk menentukan tiap amplop untuk menerima lembaran mengindikasikan baik kelompok MTL atau HTS. Amplop lalu disegel. Pengacakan didasarkan empat blok. Amplop yang tersegel dibuka secara berurutan selama studi jika pasien memenuhi kriteria inklusi.Protokol ManagemenSemua pasien yang masuk unit perawatan intensif setelah menyelesaikan diagnosis dan pengukuran terapi awal, baik dari ruang gawat darurat atau kamar operasi, untuk yang membutuhkan craniotomy untuk evakuasi perdarahan intrkranial atau penggantian drain ventrikel. Protokol managemen meliputi ventilasi mekanis dan sedasi dengan infuse propofol terus menerus. Opiat dan relaksan otot ditambahkan setiap kali dibutuhkan untuk tujuan ventilasi atau setiap kali kenaikan TIK mungkin berhubungan dengan ventilasi pada pasien yang kurang tenang. Pada semua pasien, regimen cairan ditujukan pada maintenance tekanan perfusi cerebral dipertahankan >60 mmHg dan dijaga hematokrit antara 30% - 35%.CBF dan pengukuran metabolismCBF global dihitung dari rata-rata pengukuran volume aliran darah yang didapatkan dari segmen ekstrakranial kedua a.carotis interna (Soustiel et al., 2002), berdasarkan protocol yang dijelaskan sebelumnya (Soustiel et al., 2003). Perbedaan a.jugularis untuk konten oksigen (AVDO2), glukosa (AVDGlc) and laktat (AVDLct) dihitung pada semua pasien (Soustiel et al., 2005), memnungkinkan penentuan tingkat metabolik cerebral global dari oksigen (CMRO2 = CBF x AVDO2), glukosa (CMRGlc = CBF x AVDGlc) and laktat (CMRLct = CBF x AVDLct).Reologi darahReologi darah ditandai sebagai hematokrit, komponen utama dari viskositas darah, dan shear rate di tingkat a.carotis interna (ACI). Shear rate dihitung menggunakan persamaan : = 4Q/pr3, dimana Q adalah volume aliran darah terukur di ACI dan r adalah diamtere ACI terukur (Soustiel et al., 2002).Peniliaian CT scanStudi CT scan saat masuk dianalisa menggunakan kriteria yang ditentukan oleh Marshall dan berhubungan berdasarkan adanya kompresi cistern basalis, midline shift >5 mm, dan volume lesi >25 cm3 (Marshall et al., 1992). Sebagai tambahan, lesi TBI dikategorikan menjadi dua subgruo: difus (n=21) dan cedera otak fokal (n=26).Desain studiPenilaian pasien dimulasi sebelum induksi terapi hiperosmolar untuk kenaikan TIK diatas 15 mmHg. Meskipun entah bagaimana lebih rendah dari ambang 20 mmHg dikutip dari Pedoman Managemen TBI Berat (Bratton et al., 2007a), ambang ini dipilih sesuai dengan protocol managemen kedua pusat yang berpartisipasi dan konsisten dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa TIK >15 merupakan salah satu dari lima factor independen berhubungan dengan kematian menyertai TBI (Schreiber et al., 2002). Setiap waktu yang tepat, pasien menerima infuse equiosmolar baik MTL 20% (4mL/kg, n=25 pasien) atau HTS 7.5% (2mL/kg, n=22 pasien), diberikan secara intravena dalam waktu 20 menit. Selama TIK tetap meningkat dan dimonitor, semua pasien dievaluasi per hari selama penilaian awal diikuti oleh dua tes tambahan yang dilakukan pada 30 dan 120 menit setelah pemberian MTL atau HTS. Selain pengukuran aliran darah dan indeks metablosme, penilaian pasien, skor GCS dicatat menyertai terhentinya obat sedative, pemantauan fisiologis standar meliputi tekanan intracranial, tekanan arteri sistemik, tekanan vena sentral dan tekanan perfusi cerebral. Semua data dicatat setiap hari untuk tiap pasien. Monitoring dipertahankan hingga sembuh atau stabil secara klinis.Keluaran neurologisKeluaran neurologis dinilai pada 6 bulan selama pemeriksaan follow-up atau menggunakan informasi yang dikumpulkan dari staf rehabilitasi atau keluarga untuk pasien cacat berat. Keluaran dikategorikan menggunakan skor Glasgow Outcome Score (GOS) (Jennet and Bond, 1975).Analisis statistikVariabel kontinyu dengan distribusi normal dibandingkan dengan Studens t test. Variabel kontinyu dengan distribusi abnormal (skor GCS saat masuk) dibandingkan dengan menggunakan Mann-Whitney test. Variabel kategorik (abnormalitas pupil, skor CT scan, keluaran neurologis) dibandingkan dengan menggunakan 2 test.Model berbeda dari pengkuran ANOVA berulang digunakan untuk mengevaluasi efek utama MTL dan HTS atas berbagai parameter fisiologis dan klinis. Prosedur perbandingan multiple Turkey-Kramer digunakan untuk analisis post-hoc dari kemungkinan yang berbeda pada waktu yang tepat. Nilai p 20 mmHg lumayan tinggi pada pasien dalam kelompok HTS (11.1 7.9 jam) dibandingkan dengan kelompok MTL (8.4 5.9 jam) meskipun perbedaan tidak signifikan secara statistic. Pengamatan yang sama dibuat ketika analisis dilakukan sepanjang perjalanan klinis (Gambar 1; pengukuran ANOVA berulang, efek gabungan kelompok infuse dan waktu pengukuran p