Briefing Paper No. 5: Perencanaan Zonasi Taman Nasional...

4
Forests and Climate Change Briefing Paper No. 5: Perencanaan Zonasi Taman Nasional Kayan Mentarang Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas ±1,36 juta ha dan berada dalam 11 wilayah adat di Kabupaten Nunukan dan Malinau, Kalimantan Timur. Untuk menciptakan pengelolaan hutan yang lestari dengan wilayah yang cukup luas, maka TNKM memerlukan sistem pengelolaan secara zonasi. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Permenhut. P.56/Menhut-II/2006). Penataan zonasi TNKM didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut. Proses zonasi sudah dimulai dari sejak penunjukan kawasan Kayan Mentarang sebagai Cagar Alam sampai statusnya berubah fungsi menjadi TN. Kayan Mentarang, dan sampai saat ini proses zonasi masih berlangsung. Dari proses zonasi yang panjang tersebut dihasilkan 3 jenis Kriteria dan Indikator yang berasal dari DP3K (Dewan Pembina, Pengendali dan Pengelola Kolaboratif), FoMMA (Forum Musawarah Masyarakat Adat) dan Kementerian Kehutanan (sesuai Permenhut. P.56/Menhut-II/2006). Ketiga kriteria dan indikator tersebut selanjutnya dipadukan sehingga menghasilkan sistem zonasi TNKM yang utuh dan dapat diterima oleh semua pihak. Kegiatan ini merupakan bagain dari program FORCLIME-GTZ (Kerjasama Indonesia-Jerman, komponen 3, sub-komponen Taman Nasional Kayan Mentarang), yang diimplementasikan oleh WWF Indonesia. dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona dalam taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain (zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi-sejarah-budaya, dan zona khusus). Di lain pihak, masyarakat adat di TNKM sebenarnya sudah memiliki konsep zonasi berkaitan dengan fungsi-fungsi dan peruntukan lahan di wilayah adat. Peruntukan ruang atau penggunaan lahan wilayah adat telah dialokasikan sesuai fungsi lahan yaitu untuk perlindungan, pertanian/budidaya dan produksi dengan mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan perencanaan pembangunan ke depan. Kawasan TNKM dan Kawasan Masyarakat Adat Pada tanggal 7 Oktober 1996, Menteri Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996 merubah fungsi status Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM). TNKM termasuk salah satu taman nasional yang melakukan inovasi dalam proses penyusunan zonasi. Inovasi yang dimaksud adalah memadukan kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat adat dalam perencanaan zonasi TNKM. Kawasan TNKM berada dalam 11 wilayah adat (Krayan Hulu, Krayan Tengah, Krayan Hilir, Krayan Darat, Pujungan, Hulu Bahau, Mentarang Hulu, Lumbis Hulu, Tubu, Apau Kayan-Kayan Hilir dan Kayan Hulu). Mereka masih memiliki ketergantungan erat terhadap kawasan hutan dan secara turun temurun telah memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan dalam hutan adat.. Kawasan ini dihuni oleh sekitar 34.500 warga suku Dayak dari 6 sub-suku Dayak yaitu suku Kenyah, Lundayeh, Abai/Tagel, Sa’ban, Punan dan Kayan sejak 350 tahun yang lalu. Memadukan Kepentingan Konservasi dan Kepentingan Masyarakat Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, yang dimaksud dengan zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian Gambar 1. Wilayah adat di Taman Nasional Kayan Mentarang

Transcript of Briefing Paper No. 5: Perencanaan Zonasi Taman Nasional...

Forests and Climate Change

Briefing Paper No. 5: Perencanaan Zonasi Taman Nasional Kayan Mentarang

Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas ±1,36 juta ha dan berada dalam 11 wilayah adat di Kabupaten Nunukan dan Malinau, Kalimantan Timur. Untuk menciptakan pengelolaan hutan yang lestari dengan wilayah yang cukup luas, maka TNKM memerlukan sistem pengelolaan secara zonasi. Zona taman nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (Permenhut. P.56/Menhut-II/2006). Penataan zonasi TNKM didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut. Proses zonasi sudah dimulai dari sejak penunjukan kawasan Kayan Mentarang sebagai Cagar Alam sampai statusnya berubah fungsi menjadi TN. Kayan Mentarang, dan sampai saat ini proses zonasi masih berlangsung. Dari proses zonasi yang panjang tersebut dihasilkan 3 jenis Kriteria dan Indikator yang berasal dari DP3K (Dewan Pembina, Pengendali dan Pengelola Kolaboratif), FoMMA (Forum Musawarah Masyarakat Adat) dan Kementerian Kehutanan (sesuai Permenhut. P.56/Menhut-II/2006). Ketiga kriteria dan indikator tersebut selanjutnya dipadukan sehingga menghasilkan sistem zonasi TNKM yang utuh dan dapat diterima oleh semua pihak. Kegiatan ini merupakan bagain dari program FORCLIME-GTZ (Kerjasama Indonesia-Jerman, komponen 3, sub-komponen Taman Nasional Kayan Mentarang), yang diimplementasikan oleh WWF Indonesia.

dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Zona dalam taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain (zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi-sejarah-budaya, dan zona khusus).

Di lain pihak, masyarakat adat di TNKM sebenarnya sudah memiliki konsep zonasi berkaitan dengan fungsi-fungsi dan peruntukan lahan di wilayah adat. Peruntukan ruang atau penggunaan lahan wilayah adat telah dialokasikan sesuai fungsi lahan yaitu untuk perlindungan, pertanian/budidaya dan produksi dengan mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan perencanaan pembangunan ke depan.

Kawasan TNKM dan Kawasan Masyarakat Adat

Pada tanggal 7 Oktober 1996, Menteri Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996 merubah fungsi status Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM). TNKM termasuk salah satu taman nasional yang melakukan inovasi dalam proses penyusunan zonasi. Inovasi yang dimaksud adalah memadukan kepentingan konservasi dengan kepentingan masyarakat adat dalam perencanaan zonasi TNKM.

Kawasan TNKM berada dalam 11 wilayah adat (Krayan Hulu, Krayan Tengah, Krayan Hilir, Krayan Darat, Pujungan, Hulu Bahau, Mentarang Hulu, Lumbis Hulu, Tubu, Apau Kayan-Kayan Hilir dan Kayan Hulu). Mereka masih memiliki ketergantungan erat terhadap kawasan hutan dan secara turun temurun telah memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan dalam hutan adat.. Kawasan ini dihuni oleh sekitar 34.500 warga suku Dayak dari 6 sub-suku Dayak yaitu suku Kenyah, Lundayeh, Abai/Tagel, Sa’ban, Punan dan Kayan sejak 350 tahun yang lalu.

Memadukan K epent ingan K onser vas i dan Kepentingan Masyarakat

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional, yang dimaksud dengan zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian

Gambar 1. Wilayah adat di Taman Nasional Kayan Mentarang

Untuk menampung semua aspirasi masyarakat adat maka pada Oktober tahun 2000 dibentuklah FoMMA (Forum Musyawarah Masyarakat Adat) sebagai wadah perwakilan masyarakat adat.

Usulan batas luar kawasan dan rekomendasi zonasi TNKM (inti dan pemanfaatan tradisional) telah tertuang dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Kayan Mentarang 2001 – 2025 yang disahkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK. Menhut No.1213/Kpts-II/2002. Di dalam RPTN-TNKM tersebut juga sudah ada uraian mengenai usulan peraturan adat dalam pengelolaan TNKM. (zonasi, batas luar, peraturan, bentuk pengelolaan (Dewan Penentu Kebijakan, Badan pengelola, dll).

Sebagai tindak lanjut disahkannya RPTN Kayan Mentarang, Pada bulan Agusus 2005 sampai Oktober 2006, FoMMA difasilitasi oleh WWF Indonesia melalui Kerjasama Pemerintah Indonesia - Jerman Program Taman Nasional Kayan Mentarang, menyusun pedoman dan proses perencanaan tata ruang wilayah adat di beberapa wilayah adat. Konsultasi tentang tata ruang atau zonasi di kawasan TNKM terus dilakukan dengan para

pihak hingga pada tanggal 25 November 2008, DP3K (Dewan Pembina dan Pengendali Pengelolaan Kolaboratif) TNKM sebagai lembaga kolaboratif TNKM mengusulkan Dokumen Kriteria dan Indikator Zonasi TNKM.

Sebagai bentuk keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan kolaboratif TNKM, pada bulan S e p t e m b e r 2 0 0 9 Fo M M A b e r ko n t r i b u s i menyampaikan usulan zonasi yang berbasiskan pemahaman dan kearifan masyarakat adat dalam pengelolaan taman nasional kepada Balai TNKM.

Sebagai jawaban dari usulan tersebut, Kementerian Kehutanan dalam hal ini Balai TNKM dan Ditjen PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) berkesimpulan bahwa penetapan zonasi di kawasan TNKM sebaiknya berdasarkan rekomendasi masyarakat adat tersebut dengan mensinergiskan dengan aturan yang ada berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Oleh karena itu dibentuk tim kecil untuk mengintegrasikan konsep penyusunan Kriteria dan Indikator zonasi TNKM.

Dengan mempertimbangkan pola pendekatan sistim zonasi dan kondisi istimewa TNKM, maka tim kecil menghasilkan kriteria dan indikator zonasi dengan usulan 3 (tiga) area dalam kawasan TNKM sebaai berikut:

1. Areal “publik” yakni zona inti;2. Areal “adat” yakni zona rimba, zona

pemanfaatan dan zona tradisional;3. Areal “multi-stakeholders” yakni zona

khusus.

Gambar 2. Proses zonasi TNKM

Gambar 3. Perencanaan zonasi TNKM

Tabel 1. Hasil kesepakatan zonasi antara FoMMA dengan Kemenhut (Ditjen PHKA), Balai TNKM dan DP3K

BALAI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANGKantor (sementara):Jl. Pusat Pemerintahan Komplek Perumahan DPRDTj. Belimbing, Malinau - Kalimantan TimurTelp/Fax : (0553) 20 22 757Telp : (0553) 20 22 758Email : [email protected]

FOREST AND CLIMATE CHANGE PROGRAMME (FORCLIME)Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbHManggala Wanabakti Building, Block VII, 6th FloorJln. Jenderal Gatot SubrotoJakarta 10270, IndonesiaEmail : [email protected]

WWF Indonesia, Kayan Mentarang National Park ProgramJln. Raja Pandhita No. 89 RT. 07Tj. Belimbing, Malinau KotaKalimantan Timur - 77554Telp : 0553 - 215 23Email: [email protected]

Rencana Tindak Lanjut

Sampai saat ini, penyusunan kriteria dan indikator zonasi TNKM masih dalam tahap pembahasan analisis final oleh pihak Kemenhut (PHKA), Balai TNKM, WWF Indonesia dan tim expert dengan dukungan kerjasama FORCLIME-GTZ Kerjasama Indonesia-Jerman, komponen 3 sub-komponen Taman Nasional Kayan Mentarang). Pelaksanaan Sosialisasi zonasi di 11 wilayah adat akan selesai di akhir tahun 2010. Hasil zonasi TNKM diharapkan juga dapat mendorong penyelesaian proses tatabatas TNKM dan bufferzone TNKM. Seluruh kegiatan ini merupakan target yang akan dicapai untuk menciptakan pengelolaan taman nasional yang efektif dan efisien dan secara kolaboratif yang melibatkan banyak pihak.

Gambar 4. Draft peta zonasi TNKM