BPJS

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraandirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia.Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke 58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal HealthCoverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan

Transcript of BPJS

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraandirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia.Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke 58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal HealthCoverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-negara anggota untukmengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage.

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 2pasal 28H dan pasal34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yangkemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumberdaya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melaluiJaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagikesehatan perorangan.Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan,diantaranya adalah melalui PTAskes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian,skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali.Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akandiselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam PeraturanPemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap JaminanKesehatan Nasional).Sesungguhnya keinginan untuk mendirikan BPJS baru telah dibahas dalamproses penyusunan UU SJSN. Perdebatannya berlangsung sangat alot. Berbagaipertimbangan tentang cost-benefit, Nasionalisme, keadilan antar daerah dan antargolongan pekerjaan, serta pertimbangan kondisi geografis serta ekonomis yangberbeda-beda telah pula dibahas mendalam. Apa yang dirumuskan dalam UUSJSN, UU no 40/04, merupakan kompromi optimal. Konsekuensi logis darisebuahnegara demokrasi adalah bahwa rumusan suatu UU yang telah diundangkanharus dilaksanakan, baik yang tadinya promaupun yang tadinya kontra terhadapsuatu isi atau pengaturan. Setelah disetujui DPR, wakil rakyat, maka rumusansuatu UU mengikat semua pihak. Sangatlah tidak layak dantidak matang, apabilaUU tersebut sudah divonis tidak mengakomodir kepentingan kita, sebelum UU itudilaksanakan. Kita harus belajar konsekuen dan berani menjalankan sebuahkeputusan UU, meskipun ada aspirasi atau keinginan kita yang berbeda denganyang dirumuskan UU SJSN. Boleh saja kita tidak setuju dengan isi suatu UU dantidak ada satupun UU yang isinya 100% disetujui dan didukung oleh seluruhrakyat. Atau, jika seseorang atau sekelompok orang yakin bahwa UU SJSN itumerugikan kepentingan lebih banyak rakyat, maka ia atau mereka dapatmengajukan alternatif ke DPR untuk merevisi atau membuat UU baru. Inilahhakikat negara demokrasi.

BAB II PEMBAHASAN2.1 Sejarah Singkat BPJSAdanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup padaumumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit,obat-obatan, operasi, dan lain-lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga munculah istilah SADIKIN, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak adaorang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yangdimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang tidakkita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapatmenyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian karenanyakita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen.Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasadatang semakin bertambah. Pada tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia adalah 270 juta orang. 70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2030 terdapat 25%penduduk Indonesiaadalah lansia. Lansia ini sendiri rentanmengalami berbagai penyakit degenerative yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai dampak lainnya. Apabila tidak adaya yang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini mungkin dapat menjadi masalah yang besar.Seperti menemukan air di gurun,ketika Presiden Megawati mensahkan UUNo. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak pihak berharap tudingan Indonesia sebagai negara tanpa jaminan sosial akan segera luntur dan menjawab permasalahan di atas.Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannyaTahun 2002 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1),ayat (2) dan ayat(3), serta Pasal 34 ayat(1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk mengembangkanSistem Jaminan Sosial Nasional. Hingga disahkandan diundangkan UU SJSN telahmelalui proses yang panjang, dari tahun 2000 hingga tanggal 19 Oktober 2004.Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana PresidenAbdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN.Pernyataan Presiden tersebut direalisasikan melalui upaya penyusunan konseptentang Undang-Undang Jaminan Sosial (UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep.Menko Kesra dan Taskin No. 25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3Agustus 2000, tentangPembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan SosialNasional).Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA RI melalui PertimbanganDPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan perlu segeradibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangkamewujudkan masyarakat sejahtera.Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negarapada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RITahun 2001 butir 5.E.2) dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yangmenugaskan Presiden RI Membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalamrangka memberikan perlindungan sosial yanglebih menyeluruh dan terpadu.Pada tahun 2001, Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengarahkanSekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan SosialNasional (Pokja SJSN - Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo.Kepseswapres, No. 8 Tahun 2001, 11 Juli 2001) yang diketuai Prof. Dr. Yaumil C.Agoes Achir dan pada Desember 2001 telah menghasilkan naskah awal dariNaskah Akademik SJSN (NA SJSN). Kemudian pada perkembangannya Presiden RIyang pada saat itu Megawati Soekarnoputri meningkatkan status Pokja SJSNmenjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN - Keppres No. 20 Tahun2002, 10 April 2002).

8Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang bahkan semestinya telah dapatdioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak selesaisampai disahkannya BPJS menjadi UU formal, jalan terjal nan berliku menanti didepan. Segudang pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan demiterpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial.Sebuah kajian menyebutkan bahwasaat ini, berdasarkan data yang dihimpun olehDPR RI dari keempat Badan UsahaMilik Negara (BUMN) yang berstatus badan hukumnya adalah Persero tersebut,hanya terdapat sekitar 50 juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan Sosialyang diselenggarakan oleh 4 BUMNpenyelenggara jaminan sosial.Pasca Sah UU BPJSPerubahan dari 4 PT (Persero) yang selama ini menyelenggarakanprogram jaminan sosial menjadi 2BPJS sudah menjadi perintahUndang-Undang,karena itu harus dilaksanakan. Perubahan yang multi dimensi tersebut harusdipersiapkan dengan sebaik-baiknya agar berjalan sesuai dengan ketentuan UUBPJS. Pasal 60 ayat (1) UU BPJS menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasimenyelenggarakan program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014.Kemudian Pasal 62 ayat (1) UU BPJS menentukan PT Jamsostek (Persero)berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 BPJSKetenagakerjaan dan menurut Pasal 64 UU BPJS mulai beroperasi paling lambattanggal 1 Juli 2015.Pada saat mulai berlakunya UU BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi PTAskes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) ditugasi oleh UU BPJS untukmenyiapkan berbagai hal yang diperlukan untuk berjalannya prosestranformasiatau perubahan dari Persero menjadi BPJS dengan status badan hukum publik.Perubahan tersebut mencakup struktur, mekanisme kerja dan juga kulturkelembagaan. Mengubah struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaanyang lama, yang sudahmengakar dan dirasakan nyaman, sering menjadi kendalabagi penerimaan struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang baru,meskipun hal tersebut ditentukan dalamUndang-Undang.9Untuk itu diperlukan komitmen yang kuat dari kedua BUMN ini, BUMN yangdipercaya mengemban tugas menyiapkan perubahan tersebut. Sebagaiprofessional tentu mereka paham bagaimana caranya mengatasi berbagaipersoalan yang timbul dalam proses perubahan tersebut, dan bagaimana harusbertindak pada waktu yang tepat untuk membuat perubahan berjalan tertibefektif, efisien dan lancar sesuai dengan rencana.Tahun 2012 merupakan tahun untuk mempersiapkan perubahan yangditentukan dalam UU BPJS. Perubahan yang dipersiapkan dengan cermat, fokuspada hasil dan berorientasi pada proses implementasi Peraturan Perundang-undangan secara taat asas dan didukung oleh pemangku kepentingan, akanmembuat perubahan BPJS memberi harapan yang lebih baik untuk pemenuhanhak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial.2.2 PengertianBadan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJSadalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminansosial (UU No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJSKetenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untukmenyelenggarakan program jaminan kesehatan.Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agarpeserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalammemenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepadasetiap orang yangtelah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.2.3 Dasar Hukum1.Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 TentangSistem Jaminan Sosial Kesehatan;2.Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 TentangBadan Penyelenggara Jaminan Sosial;103.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;4.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 TentangJaminan Kesehatan.2.4 Hak danKewajiban Peserta BPJS Kesehatan2.4.1Hak Peserta1.Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperolehpelayanan kesehatan;2.Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban sertaprosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;3.Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yangbekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan4.Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atautertulis ke KantorBPJS Kesehatan.2.4.2Kewajiban Peserta1.Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yangbesarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;2.Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,kematian, kelahiran, pindah alamat ataupindah fasilitas kesehatan tingkatI;3.Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan olehorang yang tidak berhak.4.Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.2.5 Manfaat Jaminan Kesehatan NasionalAda 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanankesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulanshanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisitertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

12f.Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencanag.Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan UntukMenyiksa Diri Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba2.5 Pembiayaan2.5.1 PengertianIuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secarateratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk programJaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimukaoleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkanjumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatankepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.TarifIndonesian - Case Based Groupsyang selanjutnya disebut Tarif INA-CBGsadalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada FasilitasKesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepadapengelompokan diagnosis penyakit.2.5.2 Pembayar Iuran1.Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.2.Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah,Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerjadan Pekerja.3.Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerjaiuran dibayar oleh Peserta yangbersangkutan.4.Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui PeraturanPresiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangansosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.132.5.3 Pembayaran IuranSetiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkanberdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatujumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerjawajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yangmenjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulankepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan).Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan padahari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan dendaadministratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari totaliuran yang tertunggakdan dibayar oleh Pemberi Kerja.Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajibmembayar iuran JKN pada setiap bulanyang dibayarkan paling lambat tanggal 10(sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapatdilakukan diawal.BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuaidengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekuranganpembayaran iuran, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepadaPemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejakditerimanya iuran. Kelebihan ataukekurangan pembayaran iuran diperhitungkandengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.Iuran premi kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)Kesehatan pekerja informal. Besaran iuran bagi pekerja bukan penerima upah ituadalah Rp25.500 per bulan untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untukkelas II dan Rp59.500 untuk kelas I.Untuk standar tarif pelayanan kesehatan pada Fasilitas kesehatan tingkatpertama ada di lampiran 1.142.5.4 Cara Pembayaran Fasilitas KesehatanBPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkatpertama denganKapitasi.Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan,BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paketINA CBGs.Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatandapat dijangkau dengan mudah. Maka, jikadi suatu daerah tidak memungkinkanpembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untukmelakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebihberhasil guna.Semua Fasilitas Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJSKesehatan wajib melayani pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaangawat daruratnya teratasi dan pasien dapat dipindahkan, maka fasilitaskesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerjasamadengan BPJS Kesehatan.BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan yang tidakmenjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara dengantarif yang berlaku di wilayah tersebut.2.6 KepesertaanBeberapa pengertian:Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja palingsingkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah,atau imbalan dalam bentuk lain.Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, ataubadan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negarayang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalandalam bentuk lainnya.Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukanPBI JKN dengan rincian sebagaiberikut:

213) Dewan Pengawas berwenanguntuk:a.menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS;b.mendapatkan dan/atau meminta laporan dari Direksi;c.mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS;d.melakukan penelaahan terhadap data dan informasi mengenaipenyelenggaraan BPJS; dane.memberikan saran dan rekomendasi kepada Presiden mengenai kinerjaDireksi.2.8.1.2 Fungsi, Tugas, dan Wewenang DireksiDalam menyelenggarakan JKN, Direksi BPJS mempunyai fungsi, tugas, danwewenang sebagai berikut:1.Direksi berfungsimelaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasionalBPJS yang menjamin Peserta untuk mendapatkan Manfaat sesuai denganhaknya.2.Direksi bertugas untuk: melaksanakan pengelolaan BPJS yang meliputiperencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; mewakili BPJS didalam dan di luar pengadilan; dan menjamin tersedianya fasilitas danakses bagi Dewan Pengawas untuk melaksanakanfungsinya.3) Direksi berwenanguntuk:a.melaksanakan wewenang BPJS;b.menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok danfungsi, tata kerjaorganisasi, dan sistem kepegawaian;c.menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS termasuk mengangkat,memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkanpenghasilan pegawai BPJS;d.mengusulkan kepada Presiden penghasilan bagi Dewan Pengawas danDireksi;22e.menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalamrangka penyelenggaraan tugas BPJS dengan memperhatikan prinsiptransparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas;f.melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyakRp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) dengan persetujuan DewanPengawas;g.melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dariRp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah) sampai denganRp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) dengan persetujuanPresiden; danh.melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dariRp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) denganpersetujuan DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia.Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangDireksi diatur dengan Peraturan Direksi.Persyaratan untuk menjadi Dewan Pengawas dan Dewan Direksi diaturdalam UU Nomor 24 tahun 2011.2.9.2 Hubungan Antar LembagaBPJS melakukan kerja sama dengan lembaga pemerintah, lembaga lain didalam negeri atau di luar negeri dalam rangka meningkatkan kualitaspenyelenggaraan program Jaminan Sosial (JKN).2.9.3 Monitoring dan EvaluasiMonitoringdan evaluasi penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasionalmerupakan bagian dari sistem kendali mutu dan biaya. Kegiatan ini merupakantanggung jawab Menteri Kesehatan yang dalam pelaksanaannya berkoordinasidengan Dewan Jaminan Kesehatan Nasional.232.9.4 PengawasanPengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal.Pengawasan internaloleh organisasi BPJS meliputi: a. Dewan pengawas; dan b.Satuan pengawas internal. Sedangkan Pengawasan eksternal dilakukan oleh: a.DJSN; dan b. Lembaga pengawas independen.2.9.5 Tempat dan kedudukan BPJSKantor Pusat BPJS berada di ibu kota Negara, dengan jaringannya diseluruh kabupaten/kota.

24BAB III PENUTUP3.1 Kesimpulan1.Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJSadalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan programjaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJSKetenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentukuntuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.2.BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkatpertama denganKapitasi.Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkatlanjutan, BPJS Kesehatan membayar dengan sistem paketINA CBGs.3.BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan ataspelayanan yangdiberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejakdokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada FasilitasKesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatandan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu padastandar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.3.2Saran1.Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan sosial harusberkelanjutan selama negara ini ada, oleh karena itu harus dikelola secaraprudent, efisien dengan tetap mengacu pada budaya pengelolaankorporasi.2.Kenyataannya 80% penyakit yang ditangani rumah sakit rujukan diProvinsi adalah penyakit yang seharusnya ditangani di Puskesmas.Tingkat okupansi tempat tidur yang tinggi di RS Rujukan Provinsi bukanindikator kesuksesan suatu Jaminan Kesehatan. Hal ini berdampak padabeban fiskal daerah yang terlalu tinggi. Oleh karenanya PelaksanaanJaminan Kesehatan membutuhkan sistem rujukan berjenjang dan25terstruktur maka setiap Provinsi harap segera menyusun peraturanterkait sistem rujukan.

DAFTAR PUSTAKAChriswardani S. 2012.Kesiapansumberdayamanusiadlm mewujudkanuniversalhealth coverage di indonesia: Jogjakarta.Keputusan menteri kesehatan republik indonesia Nomor 326 Tahun 2013Tentang Penyiapan kegiatan penyelenggaraan Jaminan kesehatannasional.Kementerian kesehatan republik indonesia. 2013.Buku pegangan sosialisasiJaminankesehatannasional(JKN)Dalamsistemjaminansosialnasional:Jakarta.Mukti, Ali Gufron.Rencana Kebijakan Implementasi Sistem Jaminan SosialNasional. Kemenkes RI : Surabaya.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang JaminanKesehatan.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2013 TentangStandar Tarif Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Kesehatan TingkatPertama Dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan DalamPenyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 TentangPenerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.Putri p, novana. 2013.Konsep pelayanan primer di era JKN. Direktoratbinaupayakesehatan dasar Ditjen bina upaya kesehatan Kemenkes RI : Jakarta.Tridarwati, Sri Endang.BPJS Kesehatan. PT. ASKES : Jawa Tengah.Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara JaminanSosial (BPJS).Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SistemJaminan Sosial Nasional.

Dia pun menilai, pasca-beralihnya Jamkesmas ke BPJS, pelayanan di rumah sakit justru semakin ribet. Apalagi selama ini belum ada sosialisasi terkait dengan pelayanan kesehatan ke BPJS tersebut. "Dulu Jamkesmas tidak sulit seperti ini, Mas. Kalau ada yang sakit, mereka bisa dibawa ke rumah sakit dan langsung dilayani," ucapnya.

APA ITU JKN DAN BPJS KESEHATAN? YUK, KITA BAHAS BERSAMA3 Januari 2014 pukul 16:41Mulai 1 Januari 2014 sistem Jaminan Sosial terbaru atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) resmi diberlakukan. Namun masih banyak warga yang belum tahu apa itu BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dan JKN.Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan dari warga yang masih bingung soal JKN dan BPJS seperti dikutip dari liputan6.com.1. Apa itu JKN dan BPJS Kesehatan dan apa bedanya?JKN merupakan program pelayanan kesehatan terbaru yang merupakan kepanjangan dari Jaminan Kesehatan Nasional yang sistemnya menggunakan sistem asuransi. Artinya, seluruh warga Indonesia nantinya wajib menyisihkan sebagian kecil uangnya untuk jaminan kesehatan di masa depan.Bagaimana dengan rakyat miskin? Tidak perlu khawatir, semua rakyat miskin atau PBI (Penerima Bantuan Iuran) ditanggung kesehatannya oleh pemerintah. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi rakyat miskin untuk memeriksakan penyakitnya ke fasilitas kesehatan.Sementara BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ini adalah perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes. Begitupun juga BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja).Antara JKN dan BPJS tentu berbeda. JKN merupakan nama programnya, sedangkan BPJS merupakan badan penyelenggaranya yang kinerjanya nanti diawasi oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional).2. Siapa saja saja peserta JKN?Sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dengan adanya JKN, maka seluruh masyarakat Indonesia akan dijamin kesehatannya. Dan juga kepesertaanya bersifat wajib tidak terkecuali juga masyarakat tidak mampu karena metode pembiayaan kesehatan individu yang ditanggung pemerintah.3. Berapa iuran untuk Karyawan, PNS, TNI/POLRI, pedagang, investor, pemilik usaha atau perusahaan atau pihak yang bukan Penerima Bantuan Iuran ?Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 jenis Iuran dibagi menjadi:- Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan tidak mampu).- Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai negeri dan pegawai swasta) dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong langsung dari gaji bulanan yang diterimanya.- Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri) dan Peserta bukan Pekerja (investor, perusahaan, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.Untuk jumlah iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri akan dipotong sebesar 5 persen dari gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2 persen dibayar oleh peserta.Tapi iuran tidak dipotong sebesar demikian secara sekaligus. Karena secara bertahap akan dilakukan mulai 1 Januari 2014 hingga 30 Juni 2015 adalah pemotongan 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh Peserta.Namun mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen oleh Peserta.Sementara bagi peserta perorangan akan membayar iuran sebesar kemampuan dan kebutuhannya. Untuk saat ini sudah ditetapkan bahwa:- Untuk mendapat fasilitas kelas I dikenai iuran Rp 59.500 per orang per bulan- Untuk mendapat fasilitas kelas II dikenai iuran Rp 42.500 per orang per bulan- Untuk mendapat fasilitas kelas III dikenai iuran Rp 25.500 per orang per bulanPembayaran iuran ini dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan dan apabila ada keterlambatan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan. Dan besaran iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama dua tahun sekali yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.4. Fasilitas apa saja yang didapat jika ikut JKN?A. Untuk peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran)- Pekerja penerima upah ( PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta, akan mendapatkan pelayanan kelas I dan II- Pekerja bukan penerima upah (Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, karyawan swasta) akan mendapatkan pelayanan kelas I, II dan III sesuai dengan premi dan kelas perawatan yang dipilih.- Bukan pekerja (investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan serta janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan. Termasuk juga wirausahawan, petani, nelayan, pembantu rumah tangga, pedagang keliling dan sebagainya) bisa mendapatkan kelas layanan kesehatan I, II, dan III sesuai dengan premi dan kelas perawatan yang dipilih.B. Penerima Bantuan Iuran (PBI)Orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu yang dibayarkan preminya oleh pemerintah mendapatkan layanan kesehatan kelas III5. Apakah sistem pelayanan BPJS misalnya mengurus obat bisa lama dan dilempar sana-sini?Direktur Kepersertaan BPJS, Sri Endang Tidarwati mengatakan bahwa sistem pelayanan BPJS akan lebih baik karena didukung oleh SDM yang banyak dan terlatih. Sementara bila semua data lengkap dan seluruh isian dalam formulir sudah terisi dengan baik, pihak BPJS (Badan penyelenggara Jaminan Sosial) mengklaim prosedur pendaftaran menjadi peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) cukup 15 menit.6. Apakah tenaga kesehatan akan bersikap ramah terhadap peserta JKN?Menteri Kesehatan menyampaikan, bila ada satu RS yang dokternya galak, maka pasien ini boleh pindah ke RS yang memiliki dokter yang ramah dan melayani dengan baik. Menkes mengatakan, lama-lama jumlah pasien di dokter galak tersebut akan berkurang. Sementara dokter yang melayani dengan baik dan gembira, jumlah pasien dan pendapatannya meningkat.7. Manfaat dan layanan apa saja yang didapat peserta JKN?Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Seperti misalnya untuk pelayanan pencegahan (promotif dan preventif), peserta JKN akan mendapatkan pelayanan:- Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.- Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak.- Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi- Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.- Jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).8. Alur pembuatan kartu BPJS Kesehatan seperti apa?Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur mengatakan bahwa Anda bisa datang ke kantor BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kemudian melakukan hal berikut:1. Mengisi formulir pendaftaran2. Pembayaran premiAnda akan diberikan virtual account atau kode bank untuk pembayaran premi pertama yang bisa dilakukan melalui ATM atau bank terdekat yang saat ini sudah bekerjasama yaitu bank BRI, BNI dan Mandiri.Untuk biaya premi peserta mandiri dengan perawatan kelas 3, sebulan hanya Rp 25.500 per orang, untuk perawatan kelas II sebulan Rp 42.500 per orang dan perawatan kelas I sebesar Rp 50.000 per orang.Adapun besaran premi pada kelompok pekerja sebesar 5 persen dari gaji pokoknya, 2 persen dibayarkan oleh yang bersangkutan dan 3 persen dibayarkan oleh perusahaan tempat pekerja bekerja.3. Mendapat kartu BPJS Kesehatan yang berlaku di seluruh IndonesiaSetelah membayar premi, nantinya Anda akan mendapat kartu BPJS Kesehatan yang menjadi bukti bahwa Anda merupakan peserta JKN. Saat ini fasilitas kesehatan yang dimiliki pemerintah otomatis melayani JKN. Sementara fasilitas kesehatan milik swasta yang dapat melayani JKN jumlahnya terus bertambah. Hanya tinggal sekitar 30 persen saja yang belum bergabung.9. Bagaimana dengan fasilitas kesehatan swasta?Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan serta memenuhi ketersediaan fasilitas kesehatan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.10. Bagaimana alur pelayanan kesehatan, katanya tidak boleh langsung ke rumah sakit?- Untuk pertama kali setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.- Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta berhak memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.- Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar, kecuali berada di luar wilayah fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar atau dalam keadaan kegawatdaruratan medis.Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur menambahkan, bila sudah aktif menjadi peserta, alur pelayanan menggunakan pola rujukan berjenjang yang dimulai dari sistem layanan primer hingga tersier.Ia mengatakan, layanan primer terdiri atas Puskemas, klinik dokter pribadi serta klinik pratama (klinik swasta). Jadi nanti setiap orang mulai berobat dari sistem layanan primer dulu sehingga menghindari penumpukkan di satu rumah sakit. Khusus untuk keadaan darurat seperti kecelakaan atau penyakit yang tidak bisa ditangani di layanan primer, bisa langsung ke rumah sakit.11. Siapa yang menjamin program JKN akan berlangsung baik tanpa korupsi?Pengawasan terhadap BPJS dilakukan secara eksternal dan internal. Secara eksternal, pengawasan akan dilakukan oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) dan Lembaga pengawas independen. Dan secara internal, BPJS akan diawasi oleh dewan pengawas satuan pengawas internal.12. Bagaimana jika terjadi kelebihan atau kekurangan iuran?- BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran jaminan kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta.- Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud, BPJS Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterimanya iuran.- Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.13. Bila peserta tidak puas dengan pelayanan yang diberikan, kemana harus mengadu?Bila peserta tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.(KF-Vey)

Meski sosialisasi tukar baju Askes menjadi BPJS Kesehatan tidak begitu gencar, tetapi BPJS sesumbar akan jauh lebih baik dari Askes. Setidaknya itu yangdijanjikan oleh Dirut BPJS Kesehatan kepada Wapres, akhir desember 2013 lalu. Tapi dari segi pengguna Askes/BPJS ada satu perbedaan yang menyolok yang saya rasakan. BPJS malah merepotkan. Di awal tahun 2014 saya sudah merasakan kerepotan perubahan kebijakan BPJS. Ceritanya begini.Setiap bulan, saya harus kontrol ke rumah sakit, untuk memeriksakan kondisi pembuluh darah jantung saya yang menyempit. Setiap bulan pula saya harus mengkonsumsi beberapa jenis obat yang diperlukan agar kondisi jantung dan pembuluh darah saya tidak bermasalah. Pemberian obat-obatan itu tentu harus atas kontrol dan perintah dokter spesialis jantung. Selama tahun 2013, setiap bulan saya diberi obat untuk selama sebulan. Obat bulanan saya itu antara lain Clopidogrel untuk pengencer darah, Bisoplorol, Isosorbide Dinitrate dan Asetosal Aspilet untuk penguat jantung, serta Simvastatin/Atorvastatin untuk mengontrol Cholesterol. Dokter spesialis jantung memberi resep obat-obatan itu untuk selama sebulan. Saya mendapatkan obat-obatan itu dari Apotik Askes, kecuali Statin, yang pada 2013 lalu tidak ditanggung oleh Askes.Tanggal 2 Januari 2014, seperti biasa saya ke rumah sakit PAD untuk kontrol sekaligus minta obat tambahan, karena obat saya sudah habis. Sebagaimana biasa, proses rawat jalan di RS Pemerintah dimulai dengan pendaftaran di Askes alias BPJS Kesehatan untuk mendapatkan Surat Jaminan Perawatan (SJP). Ruangan pendaftaran SJP berpindah dari loket lama ke loket baru seperti foto diatas. Loket yang disediakan hanya ada 3 unit untuk melayani pengantri yang jumlahnya ratusan. Loket pendaftaran melayani mulai jam 07.00 pagi, kalau ada pasien yang datang sekitar jam 7 pagi, rata-rata pasien sudah mendapat antrian pada nomor diatas 300. Dengan loket yang hanya 3, dipastikan bahwa jumlah pengantri yang menunggu menjadi sangat banyak.Saya sudah mengambil nomor antrian pada sekitar jam 06.30 sewaktu akan ke kantor, pada jam itu nomor antrian sudah 196. Ketika saya datang kembali ke loket jam 08.30, loket baru melayani nomor 120 an. Saya harus sabar menunggu sampai sekitar jam 09.10 untuk mendapatkan SJP. Idealnya dengan jumlah pengantri yang demikian besar, loket BPJS Kesehatan di rumah sakit ini setidaknya berjumlah 10 buah, agar antrian tidak terlalu lama. Apalagi nantinya BPJS akan melayani tidak hanya peserta Askes, tapi juga dari eks Jamkesmas dan juga eks ASABRI. Jadi loket BPJS di RSPAD mestinya ditambah, agar masyarakat dapat dilayani dengan lebih baik.Dengan membawa SJP, saya mendaftar ke Poli Jantung, disini harus menunggu lagi. Petugas harus mencari berkas Rekam Medik, baru kemudian akan dilayani oleh perawat . Pencarian dokumen rekam medik masih sangat sederhana, seorang petugas pergi ke gudang dokumen rekam medik untuk mencari berkas pasien yang membutuhkan pelayanan hari itu. Karena begitu banyaknya pasien yang menjalani perawatan jalan, pencarian dokumen rekam medik bisa mencapai 2 jam. Sekitar jam 11.00 siang, nama saya baru dipanggil suster untuk diperiksa tekanan darah dan pencatatan rekam jantung alias EKG.Selesai perekaman EKG, masih harus menunggu konsultasi dengan dokter spesialis jantung. Penantian dokter bisa lama bisa agak lebih cepat, karena kadang-kadang dokter jaga yang bertugas hanya 1 orang. Setelah mengantri, akhirnya perawat mempersilahka saya masuk ke ruang dokter untuk diperiksa dan konsultasi. Saya menyampaikan beberapa hal sehubungan dengan kondisi jantung yang saya rasakan, dari konsultasi sekitar 7-10 menit itu, dokter memberi resep untuk 30 hari.Tahap berikutnya adalah membawa resep ke apotik untuk mendapatkan obat. Disini proses antri dimulai lagi, karena apotik melayani pasien rawat inap dan rawat jalan. Berdasarkan pengalaman, saya meninggalkan resep di apotik untuk saya ambil obatnya di sore hari sepulang dari kantor. Sore itu saya mengambil obat, tapi petugas apotik hanya memberi obat untuk 10 hari, si petugas menjelaskan bahwa menurut ketentuan BPJS yang baru, jumlah obat maksimal diberi kepada pasien rawat jalan hanya untuk 10 hari. Saya tidak bisa mendapatkan penjelasan kenapa peraturan itu berubah demikian, karena si petugas apotik mengatakan dia juga tidak tau kenapa terjadi perubahan itu.Kebijakan baru BPJS itu akan sangat merepotkan pasien rawat jalan yang biasanya mendapatkan obat untuk selama 30 hari. Selain harus ke rumah sakit menjadi 3 kali sebulan, yang tentu menambah biaya transportasi dan penantian antri yang lama, tetapi juga akan merepotkan rumah sakit sendiri. Ketentuan baru BPJS tersebut harus sejalan dengan manajemen rumah sakit secara keseluruhan. Kalau pasien rawat jalan semakin sering ke rumah sakit, mestinya harus diimbangi oleh kesiapan dokter, paramedis dan sarana yang lebih banyak agar tidak terjadi antrian yang lebih panjang. Hal ini nampaknya belum dipertimbangkan secara matang oleh BPJS. Mestinya BPJS harus mempertimbangkan secara komprihensif sebelum merubah ketentuan pelayanan kepada masyarakat. Saya pikir membatasi jumlah obat maksimal untuk 10 hari bagi pasien rawat jalan justru akan merepotkan rumah sakit dan pada akhirnya merepotkan BPJS sendiri. ini yang saya lihat bahwa BPJS Kesehatan semakin merepotkan masyarakat, terutama pasien rawat jalan.