Borang Portofolio Kasus Etik Aspirasi
-
Upload
muhammaddio929 -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
Transcript of Borang Portofolio Kasus Etik Aspirasi
Borang Portofolio Kasus Etik
No. ID dan Nama Wahana - / RSUD Arosuka
Topik Kasus Etik
Tanggal (kasus) 22 April 2014 pukul 06.00 WIB
Nama Pasien By. Erlinda/ 1 hari No. RM 051403
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Elvira Thaher
Tempat Presentasi Aula RSUD Arosuka
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi Bayi baru lahir dengan BBLSR 900 gram
□ Tujuan Mengetahui dan mampu mengenali kasus Aspirasi Air Susu
Bahan
Bahasan□ Tinjauan Pustaka □ Riset
□ Kasus□ Audit
Cara
Membahas□ Diskusi □ Presentasi
dan Diskusi
□ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : By. Erlinda No. Registrasi : 051403
Nama RS : RSUD Arosuka Telp : Terdaftar sejak : 14 April 2014
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Ruptur uretra et causa kesalahan pemasangan kateterisasi
Riwayat Pengobatan : Pasien telah dirawat di bagian Interne selama 13 hari dengan diagnosis
Ischialgia ec. Spondilosis + spondilistesis + Syndrom dyspepsia + Hipertensi stg II dan diberi terapi:
o IVFD RL: KaEn 3B= 1:1=12 jam/kolf
o Ranitidin Inj. 2x1A
o Ondansetron Inj 3x1 A
o Inpepsa syr 3x1c
o Ambroxol syr 3x1c
o Captopril 2x25 mg
o Calsium laktat 1x1 tab
1
o Mecobalamin 3x1 tab
o Diazepam 1x5 mg tab
o Meloxicam 2x7,5 mg
o Metil prednison 3x4mg
2. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah menerita sakit seperti ini sebelumnya
3. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
4. Riwayat Pekerjaan : Petani
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama istri dan 3 orang anak.
6. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1. Buku ajar Ilmu Bedah Wim D Jong
2. UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
3. Kode Etik Kedokteran Indonesia
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui prosedur pemasangan kateter uretra yang benar
2. Mengetahui komplikasi pemasangan kateter uretra yang tidak sesuai prosedur
3. Mampu mendiagnosis ruptur uretra kemudian merujuk pasien
4. Mengetahui penatalaksanaan awal ruptur uretra sebelum dirujuk
5. Mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi pada ruptur uretra
6. Mengetahui Undang-undang yang berhubungan dengan etika
7. Mengetahui Sanksi yang akan diterima jika melanggar Undang-undang dan Etika kedokteran
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO2
1. SUBJEKTIF :
Seorang pasien bayi baru lahir berjenis kelamin perempuan di bawa ke IGD RSUD
Arosuka pada tanggal 14 April 2014 rujukan dari Puskesmas Tanah Garam dengan :
Keluhan Utama :
Bayi berat badan lahir amat sangat rendah
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Neonatus berat badan lahir amat sangat rendah 900 gram lahir prematur 24
minggu, ditolong dokter, saat lahir langsung menangis lemah
• Kulit badan dan ekstremitas kemerahan
• Sianosis (-)
• Jejas persalinan (-)
• Gerak kurang aktif
Riwayat kehamilan ibu:
• G2P1A0H1
• Pemeriksaan antenatal oleh bidan di posyandu, teratur 1 bulan sekali.
• HPHT 13Oktober 2013, Taksiran Persalinan 21 Juli 2014
• BB sebelum kamil 45 kg, BB saat hamil 55 kg
• Penyakit selama kehamilan : riwayat demam dan menderita penyakit infeksi saat
kehamilan tidak ada
• Komplikasi selama kehamilan tidak ada
• Makan : kualitas dan kuantitas cukup
• Riwayat merokok dan minum alkohol selama kehamilan tidak ada
• Riwayat mendapat penyinaran selama kehamilan tidak ada
• Riwayat memakan obat-obatan selain yang diberikan dokter tidak ada
Riwayat Persalinan :
• Anak I : perempuan, lahir spontan, ditolong bidan, 37 minggu, BBL 2700
gram
• Anak II : sekarang
3
Riwayat Natal :
• Spontan/tidak spontan: Spontan
• Nilai APGAR : tidak tahu (lahir di luar)
• Berat badan lahir : 900 gram
• Panjang badan lahir : 34 cm
• Lingkar kepala : 25 cm
• Penolong : Dokter
Riwayat Neonatal :
• Setelah lahir anak langsung menangis, kulit kemerahan, gerak kurang aktif
Riwayat sosial lingkungan :
• Pasien berasal dari keluarga ekonomi rendah.
2. OBJEKTIF :
• Keadaan Umum : kurang aktif :
• Nadi : 144 kali/ menit
• Nafas : 46kali/ menit
• Suhu : 36,7°C
• Panjang badan : 36 cm
• Berat Badan : 900 gram
• Sianosis : tidak ada
• Ikterus : tidak ada
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga, hidung, mulut : tidak ada kelainan
Leher : tidak ada kelainan
Dada :
Bentuk : normochest, retraksi intercostal dan epigastrium (-)
Paru : bronkovesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : irama teratur, bising (-)
4
Abdomen
• Distensi (-)
• Supel, hepar dan lien tidak teraba
Anggota Gerak : akral hangat, CRT <2 detik
Anus : ada
Diagnosis : NBBLASR 900 gram partus prematurus di luar
Terapi :
- IVFD D10% + Ca Glukonas 8cc + KCl 8cc + NaCl 3% 8cc → 6 tetes/menit
- Inj Ampicilin 2x50 mg IV
- Inj Cefotaxim 2x50 mg IV
- Inj Aminofilin 3x2,5 mg IV
- Vit K 3x2 mg IV
- Ranitidin 2x2 mg IV
- ASI 8x3cc
19 April 2014
Pasien telah dirawat selama 5 hari di bagian Covice dalam dengan diagnosa : NBBLASR
900 gram partus prematurus di luar
Subjectif:
- Sesak (-)
- Muntah (-)
- Demam (-)
- Menyusui (+) SF
Objectif:
KU Nadi Nafas T
Sedang 137x/i 48x/i 36,80C
kulit : sianosis (-)
Abdomen : supel, distensi (-)
5
Extremitas : akral hangat, perfusi baik
Terapi :
- IVFD D10% + Ca Glukonas 8cc + KCl 8cc + NaCl 3% 8cc → 6 tetes/menit
- Inj Ampicilin 2x50 mg IV
- Inj Cefotaxim 2x50 mg IV
- Inj Aminofilin 3x2,5 mg IV
- Vit K 3x2 mg IV
- Ranitidin 2x2 mg IV
- ASI 8x5cc (5cc dijadikan 2x pemberian, setiap pemberian 2,5cc)
22 April 2014
Subjectif:
- Os dilaporkan apneu
- Gerak Reflex (-)
- Sianosis (+)
Objectif:
Pukul 06.20 WIB : Denyut Jantung (-) →RJP 30x : 2 Ventilasi
↓
Denyut Jantung (-)→ RJP 30x : 2 Ventilasi
↓
Denyut Jantung (-)
↓
RJP 30x : 2 Ventilasi
Pukul 06.50 WIB : denyut jantumg (-), pupil midriasis maksimal → os dinyatakan
meninggal dunia dihadapan keluarga.
3. ASSESMENT
6
Pada pasien ini terdapat kesalahan dalam pemberian ASI. Pada Pasien ini, bayi
bisa minum sehingga tidak diperlukan pemasangan NGT. Sewaktu pemberian ASI
dengan sendok ke mulut bayi seharusnya tenaga kesehatan mengawasi dengan seksama,
karena rentan terjadinya aspirasi. Setelah bayi diberikan ASI oleh tenaga kesehatan,
tenaga kesehatan tidak mengobservasi bayi, sehingga terjadinya aspirasi tidak diketahui.
Terdapat pelanggaran etika medik pada pasien ini yaitu kelalaian oleh petugas
kesehatan dalam tindakan medis. Terjadi pelanggaran dalam pasal 54 ayat (1) Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu tenaga kesehatan yang
melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan
tindakan disiplin. Namun, dalam pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP), tenaga kesehatan yang lalai atau kurang hati-hati sehingga menyebabkan orang
lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal dunia dapat diancam hukuman pidana
berupa penjara paling lama lima tahun. Oleh karena itu, perlunya keterampilan petugas
kesehatan yang lebih terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan dan peduli
terhadap kesembuhan pasien yang dirawat.
4. PLAN :
Diagnosis klinis : NBBLASR 900 gram + Aspirasi Air Susu
Pengobatan :
Pada pasien ini, dilakukan Resusitasi Jantung Paru dan kontrol tanda vital.
Pendidikan :
Kepada keluarga sebelumnya telah dijelaskan bahwa kondisi pasien
berat.Keluarga diminta untuk mempersiapkan diri jika terjadi hal yang terburuk.
Konsultasi :
Perlu dilakukan konsultasi kepada Spesialis Anak mengenai penangan
selanjutnya pada kasus aspirasi.
TINJAUAN PUSTAKA
7
Berat Badan Lahir Rendah
I. Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Sumber lain
mendefinisikan sebagai bayi dengan berat badan lahir dibawah persentil 10 dari
perkiraan berat menurut masa gestasi.
Klasifikasi menurut berat lahir dan masa gestasi :
a. Berat badan lahir rendah (BBLR) : bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <2500
gram tanpa memandang usia gestasi
b. Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) : bayi yang dilahirkan dengan berat
lahir <1500 gram
c. Berat badan ekstrem rendah : bayi yang dilahirkan dengan berat lahir <1000 gram
d. Berat badan lahir cukup : bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500-4000
gram
e. Berat badan lahir lebih : bayi yang dilahirkan dengan berat lahir >4000 gram
f. Bayi kurang bulan (BKB): bayi dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu
g. Bayi cukup bulan (BCB) : bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42
minggu
h. Bayi lebih bulan (BLB) : bayi dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu
i. Bayi kecil masa kehamilan atau Small for Gestasional Age (SGA) : bayi
dilahirkan dengan berat lahir atau abdominal circumference (<10 persentil)
menurut grafik Lubchenco. Severe SGA terjadi bila berat badan lahir atau
abdominal circumference < 3 persentil.
j. Bayi besar untuk masa kehamilan atau Large for gestasional age (LGA) : bayi
dilahirkan dengan berat lahir >10 persentil menurut grafik Lubchenco.
II. Epidemiologi
Angka prevalensi dari BBLR secara global adalah 15,5%, yang berarti sekitar
20,6 juta bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, dan 96,5% berada di negara
berkembang. Insidens tertinggi ada di Asia Tengah-Selatan (27,1%) dan insiden
8
terendah ada di Eropa (6,4%). Berat badan lahir rendah berkontribusi sebesar 60-
80% pada seluruh kematian neonatus.
Dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia, morbiditas dan mortalitas bayi
masih tinggi. Jika dilihat dari umur saat bayi meninggal berdasarkan SKRT 2001
sekitar 47% kematian terjadi di masa neonatal dengan penyebab utama kematian
adalah prematuritas dan BBLR (29%).
Berat badan lahir rendah adalah hasil keadaan kelahiran preterm, intrauterine
growth restriction, atau gabungan keduanya. Dalam penelitian Kramer menunjukkan
bahwa BBLR berhubungan erat dengan perawatan antenatal yang tidak memadai, BB
sebelum kelahiran ≤45 kg, tinggi ≤145 cm, riwayat obstetrik yang buruk, merokok,
dan anemia.
III. Etiologi
Etiologi BBLR ada yang berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Berikut akan
dikelompokkan etiologi BBLR berdasarkan 3 faktor di atas.
Faktor Ibu :
Toxemia
Hipertensi dan/atau penyakit ginjal
Hipoksemia (misalnya: menderita penyakit jantung atau paru)
Malnutrisi (mikro dan makro)
Menderita penyakit kronis
Anemia sel sabit
Konsumsi obat-obatan,alkohol, rokok.
Faktor janin :
infeksi fetal kronik
bayi kembar
defisiensi insulin
anomali kongenital
gangguan kromosom
9
faktor plasenta :
berkurangnya berat plasenta
berkurangnya luas plasenta
villous placentits
infark
tumor (korioangioma, hydatidiform mole)
twin transfusion syndrome
Sedangkan faktor resiko untuk terjadinya bayi dengan SGA antara lain:
wanita yang memiliki riwayat melahirkan bayi SGA sebelumnya
kondisi medis ibu seperti riwayat diabetes melitus, gangguan ginjal terutama
yang berhubungan dengan hipertensi, gangguan jantung
usia ibu ≥ 35 tahun
nullipara
BMI < 20 atau BMI > 25
Ibu yang melakukan aktivitas fisik berat
Interval kehamilan < 6 bulan atau > 60 bulan dan mengalami perdarahan
vaginal yang banyak pada saat trimester pertama.
Kenaikan berat badan ibu yang rendah saat kehamilan
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan, merokok, atau meminum alkohol
Ibu yang mengkonsumsi kafein ≥ 300 mg per hari pada trimester 3 dan
intake buah yang sedikit saat sebelum hamil
IV. Patofisiologi
Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR adalah sebagai
berikut :
Faktor Ibu:
Malnutrisi
Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin,
yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil. Ibu
dengan berat badan kurang seringkali melahirkan bayi yang berukuran lebih
10
kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan.
Selama embriogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap
pertumbuhan janin. Hal ini karena kebanyakan wanita memiliki cukup
simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh lambat. Meskipun demikian,
pada fase pertunbuhan trimester ketiga saat hipertrofi seluler janin dimulai,
kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika masukan nutrisi
ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan pemberian
tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk)
menunjukkan bahwa kaloi tambahan lebih berpengaruh terhadap
peningkatan berat janin dibanding pernmbahan protein.
Infeksi
Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin.
Wanita-wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan
bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki
insidensi infeksi perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita
infeksi rubella kongenital dan sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi
gangguan pertumbuhan janin, tidak tergantung pada umur kehamilan saat
mereka dilahirkan.
Faktor genetik
Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan
kontribusi genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki
kecendrungan untuk berulang kali melahirkan bayi dengan berat lahir
rendah atau keil untuk masa kahamilan (tingkat pengulangan 25%-50%),
dan kebanyakan anita tersebut dilahirkan dalam keadaan yang sama.
Hubungan antara berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua ras.
Hipertensi atau menderita penyakit ginjal
Hipoksemia (tinggak didataran tinggi, menderita penyakit jantung atau paru-
paru)
Penyakit kronis
Anemia sel sabit
Penggunaan obat-obatan, alkohol, dan merokok
11
Faktor Janin :
Kelainan kromosom (autosomal trisomi)
Infeksi pada janin (cytomegalic inclusion disease, rubella kongenital,
sifilis)
Anomali kongenital
Radiasi
Kehamilan ganda
Hipoplasi pankreas
Defisiensi insulin
Defisiensi insulin-like growth factor type 1.
dsb.
Faktor plasenta :
Plasenta
Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta dan luas
permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer oksigan juga
transfer oksifen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit
vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat
gangguan pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen
kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran
darah uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular
ibu. Keadaan klinis yang meliputi aliran darah plasenta yang buruk meliputi
kehamilan ganda, penyalah-gunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi
dalam kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH),
insersi plasenta umbilikus yang abnormal, dan tumor vaskular.
Penurunan berat plasenta dan/atau selularitas plasenta
Penurunan luas permukaan plasenta
Villous plaentitis (disebabkan bakteri, virus, parasit)
Infark plasenta
Tumor ( mola hidatidosa, chorioangioma)
Plasenta terpisah
12
V. Diagnosis
Kriteria diagnostik pada BBLR adalah sabagai berikut 3 :
1. Menentukan usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir
(HPHT), ukuran uterus dan USG.
2. Penilaian janin :
Klinis
Pengukuran berat dengan tinggi fundus.
Kadar hormon ibu
Kadar estriol dan human placental lactogen rendah.
USG
Diameter biparietal < optimal
Berkurangnya ukuran lingkaran abdomen menunjukkan
bayi kecil masa kehamilan yang asimetris
Rasio lingkar kepala dan perut > 1 menunjukkan adanya
bayi kecil masa kehamilan yang asimetris
Panjang femur yang rendah menunjukkan adanya bayi kecil
masa kehamilan yang simetris
3. Penilaian bayi baru lahir :
Ukuran berat badan lahir lebih rendah dari masa kehamilan (sesuai
dengan batasan).
Penentuan masa kehamilan berdasarkan HPHT dan atau
berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis. Selain itu bisa juga
menilai usia kelahiran dengan menggunakan skor Ballard, yang
terdiri dari :
13
Figure 91-7 Maturity rating. The physical and neurologic scores are added to calculate gestational age.
(From Ballard JL, Khoury JC, Wedig K, et al: New Ballard score, expanded to include extremely premature infants, J Pediatr 119:417–423, 1991.)
Berikutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang (untuk mengetahui ada
14
tidaknya infeksi, kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu) jika
tidak ada riwayat ibu menderita penyakit atau kelainan yang dapat mengakibatkan
bayi lahir dengan berat lahir rendah.
VII. Komplikasi
Masalah yang sering dijumpai pada BBLR kurang bulan antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan suhu
Gangguan termoregulasi pada bayi bisa berupa hipotermia atau
hipertermia. Hipotermia pada BBL bisa terjadi melalui beberapa
mekanisme :
a. Penurunan produksi panas; hal ini disebabkan kegagalan dalam sistem
endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme, sehingga timbul
proses penurunan produksi panas, misalnya pada disfungsi kelenjar
tiroid, adrenal ataupun pituitari.
b. Peningkatan panas yang hilang; terjadi perpindahan panas dari tubuh
ke lingkungan sekitar melalui proses konduksi, konveksi, radiasi,
maupun evaporasi.
c. Kegagalan termoregulasi; pada keadaan hipoksia intrauterin, defek
neurologik, dan sepsis.
Meskipun hipertermia relatif lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan
hipotermia, tetapi hipertermia dapat menyebabkan kegawatdaruratan pada
BBL. Hipertermia dapat disebabkan oleh suhu lingkungan yang
berlebihan, infeksi, dehidrasi atau perubahan mekanisme pengaturan panas
sentral yang berhubungan dengan trauma lahir pada otak, malformasi dan
obat-obatan.
2. Kesulitan pernapasan
Gangguan napas pada BBL yaitu keadaan meningkatnya kerja pernapasan
yang ditandai dengan:
a. Takipnea : frekuensi napas >60-80 kali/menit
b. Retraksi interkostal dan substernal selama inspirasi
15
c. Napas cuping hidung : kembang kempis lubang hidung selama
inspirasi
d. Merintih atau grunting : terdengar merintih atau menangis saat
inspirasi
e. Sianosis
f. Apnu atau henti napas
3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
a. fungsi gastrointerstinal yang tidak baik (motilitas usus yang tidak baik)
b. Necrotizing Enterocolitis (NEC)
c. Hiperbilirubinemia, baik direk maupun indirek
d. Perforasi gastrointestinal spontan
4. Imaturitas hati
5. Imaturitas ginjal
a. Hiponatremia
b. Hipernatremia
c. Hiperkalemia
d. Renal Tubular Asidosis
e. Renal Glikosuria
f. Edema
6. Imaturitas imunologis
a. infeksi
7. Kelainan neurologis
a. Perdarahan Intraventrikular
b. Kejang
c. Retinopathy of prematurity (ROP)
d. Ketulian
e. hipotonia
8. Kelainan kardiovaskuler
a. Patent ductus arteriosus
b. Hipotensi
c. bradikardia
9. Kelainan hematologis
a. Anemia (onset segera atau onset lama)
16
10. Metabolisme – Endokrin
a. Hipokalsemia
b. Hipoglikemia
c. Hiperglikemia
d. Hipotermia
e. Late Metabolic Acidosis
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada BBLR adalah sebagai berikut :
1. Rawat dalam inkubator untuk mencegah hipotermia
Inkubator dapat digunakan untuk menjaga suhu tubuh bayi. Suhu ruangan
optimal untuk meminimalisir kehilangan panas dan konsumsi oksigen bagi
bayi adalah salah satu yang diperhatian sehingga suhu tubuh bayi berkisar
antara 36,5-37oC. Hal ini bergantung pada besar dan maturitas bayi; bayi
yang lebih kecil dan immatur memerlukan suhu ruangan yang lebih tinggi.
Penggunaan inkubator untuk merawat bayi BBLR memerlukan biaya
tinggi. Akibat terbatasnya fasilitas ditemukan metode kangguru (skin to
skin contact) untuk menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan
rahim sehingga memberi peluang BBLR untuk beradaptasi dengan baik di
lingkungan luar. Metode tersebut terdiri dari :
a. Persiapan
Ibu dilatih selama kurang lebih 3 hari mengenai personal hygiene,
kebersiahn kulit bayi, dan tanda-tanda bahaya pada bayi (merintih,
retraksi dada, apnea, hipotermi, kejang, diare, kuning, sulit minum)
b. Pelaksanaan, perlu diperhatikan 4 komponen :
Posisi bayi letakkan bayi diantara payudara dengan posisi
tegak, dada bayi menempel ke dada ibu. Posisi bayi dijaga
dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi
dipalingkan ke sisi kanan dan kiri, dengan posisi sedikit
tengadah (ekstensi). Ujung pengikat tepat berada dibawah
telinga bayi. Tungkai bayi haruslah dalam posisi “kodok”;
17
tangan harus dalam posisi fleksi. Ikatkan kain dengan kuat agar
saat ibu bangun dari duduk, bayi tidak tergelincir.
Nutrisi dengan pemberian ASI. Bayi pada kehamilan kurang
dari 32 minggu biasanya perlu diberi minum melalui NGT.
Bayi dengan masa gestasi 32-34 minggu dapat diberi minum
melalui gelas kecil. Sedangkan bayi dengan usia kehamilan 34
minggu lebih, sudah dapat mulai menyusu pada ibu.
Dukungan untuk ibu dalam melakukan metode kangguru
berupa dukungan emosional, dukungan fisik, dukungan edukasi
Pemulangan, bila memenuhi kriteria : kesehatan bayi baik dan
tidak apnea atau infeksi, bayi minum dengan baik, berat bayi
bertambah (sekurang-kurangnya 15gr/kg/hr) selama minimal 3
hari berturut-turut, ibu mampu merawat bayi dengan baik.
Monitoring kondisi bayi : tanda vital 3x/hr, BB 1x/hr, PB dan
LK 1x/minggu, predischarge score setiap hari, jejas persalinan,
skrining BBL, tumbuh kembang bayi
Monitoring kondisi ibu : tanda-tanda vital, involusi uteri,
laktasi, perdarahan post partum, luka operasi, luka perineum.
Penanganan pencegahan : imunisasi, cari tanda yang
mengindikasikan adanya penyakit, cari permasalahan bila berat
badan yidak mencukupi.
2. Pemenuhan kebutuhan cairan
Ebutuhan cairan bergantung pada masa gestasi, keadaan lingkungan
sekitar, dan penyakit penyerta. Intake cairan pada bayi cukup bulan
dimulai dari 60-70ml/kg/hari dan dinaikkan sampai 100-120ml/kg/hari
pada hr edua dan ketiga. pada bayi prematur cairan dimulai dari
70-80ml/kg/hari dan ditingkatkan bertahap sampai 150ml/g/hr. Berat
badan, urine, kadar natrium dan BUN sebaiknya dimonitor untuk
mencapai kebutuhan cairan yang seimbang.
3. Nutrisi Total Parenteral
Tujuan nutrisi parenteral adalah memberikan kebutuhan kalori yang cukup
akan glukosa, protein, dan lipid untuk perkembangan optimal. Infus terdiri
dari 2,5-3,5gr/dl asam amino sintetis dan 10-15 gr/dl glukosa, bisa
18
ditambahan elektrolit, vitamin, dan mineral. Jika menggunakan jalur
perifer, sebaiknya kadar glukosa yang disarankan < 12,5gr/dl. Jika
menggunakan jalur sentral, kadar glukosa yang diberikan boleh >25 gr/dl.
Emulsi lemak 20% dapat diberikan dimulai dari 0,5gr/kg/hari dan
dinaikkan sampai 3gr/kg/hari. Setelah mendapatkan jumlah kalori sebesar
>100kcal/kg/hari dengan menggunaan total parenteral nutrisi, bayi
diharapkan bertambah berat badannya sebesar 15 gr/kg/hari, dengan
positive nitrogen balance 150-200mg/g/hari, tanpa disertai sepsis, prosedur
bedah, dan keadaan yang berat lainnya. Keadaan ini biasanya dapat
dicapai dalam 1 minggu dengan menggunakan infus jalur perifer yang
terdiri dari 2,5-3,5 gr/kg/hari asam amino, 10gr/dl glukosa, dan 2-3
gr/kg/hari emulsi lemak 20%.
4. Early feeding jika memungkinkan
Waktu yang tepat untuk mengenalkan pemberian makan melalui oral pada
bayi prematur sakit dan BBLR msh kontroversi. Trophic feeding adalah
suatu pelatihan makan dengan jumlah yang kecil melalui oral untuk
menstimulasi perkembangan sistem gastrointestinal. Keuntungan dari
Trophic feeding antara lain meningkatkan motilitas usus, meningkatkan
pertumbuhan, mengurangi pemebrian nutrisi parenteral, menurunkan
kejadian sepsis, dan mengurangi waktu tinggal di rumah sakit.
Pada bayi <1000 gram, trophic feeding dimulai dari10-20ml/kg/hr selama
5-10 hari. Jika bisa ditoleransi, dapat dinaikkan sampai 20-30ml/kg/hr.
Pada bayi >1500 gram diberikan 20-30ml/kg/hr.
5. Mengatasi komplikasi
6. Memberikan terapi pada yang diduga infeksi
7. Memantau adanya kelainan fisik atau kelainan fungsi intelektual
Pasien diperboleh pulang dari Rumah Sakit bila :
a. Pasien sudah dapat nutrisi hanya dengan ASI
b. Berat badannya meningkat 30 gram/hari
c. Suhu stabil
d. Tidak ada apnea, bradikardi, dan penggunaan obat melalui parenteral
e. Dilakukan pemeriksaan mata untuk mengetahui kejadian Retinophaty of
19
Prematurity (ROP)
f. Tes pendengaran
g. Pemeriksaan Hemoglobin dan hematokrit untuk mengevaluasi anemia
h. Bila berat badan telah mencapai 1800-2100 gram
i. Diberi imunisasi sesuai yang dianjurkan
j. Berikan edukasi kepada orang tua cara merawat bayi dirumah.
IX. Prognosis
Angka kematian pada BBLR berkisar antara 0,2 % - 1 %. Pada
kebanyakan kasus, bayi dengan berat lahir rendah dengan cepat mengejar
ketertinggalan pertumbuhannya dalam tiga bulan pertama, dan mencapai
kurva pertumbuhan normal pada usia satu tahun.
X. Pencegahan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mencegah bayi lahir
dengan berat badan rendah, diantaranya memperbaiki asupan nutrisi pada ibu
hamil dan dengan kontrol antenatal secara teratur.
20
ETIKA MEDIK
Pendahuluan
Maraknya kasus dugaan malpraktik belakangan ini, menjadi peringatan dan
sekaligus sebagai dorongan untuk lebih memperbaiki kualitas pelayanan. Melaksanakan
tugas dengan berpegang pada janji profesi dan tekad untuk selalu meningkatkan kualitas
diri perlu untuk selalu dipelihara. Kerja sama yang melibatkan segenap tim pelayanan
kesehatan perlu dieratkan dengan kejelasan dalam wewenang dan fungsinya. Oleh karena
tanpa mengindahkan hal-hal yang disebutkan tadi, maka konsekuensi hukum akan
muncul tatkala terjadi penyimpangan kewenangan atau karena kelalaian. Sebagai contoh
umpamanya, terlambat memberi pertolongan terhadap pasien yang seharusnya segera
mendapat pertolongan, merupakan salah satu bentuk kelalaian yang tidak boleh terjadi.
Mengenai hal itu jelas dapat diketahui dari Pasal 54 ayat (1) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu: “Tenaga kesehatan yang melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan
21
disiplin.” Selanjutnya dari penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa tindakan
disiplin berupa tindakan administratif, misalnya pencabutan izin untuk jangka waktu
tertentu atau hukuman lain sesuai dengan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan.
Dari sudut hukum, profesi tenaga kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban
berdasarkan hukum perdata, hukum pidana, maupun hukum administrasi. Tanggung
jawab dari segi hukum perdata didasarkan pada ketentuan Pasal 1365 BW (Burgerlijk
Wetboek), atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Apabila tenaga kesehatan dalam
melaksanakan tugasnya melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pada pasien,
maka tenaga kesehatan tersebut dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang merasa
dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, yang bunyinya sebagai berikut:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang disebabkan
kelalaian atau kurang hati-hati.”
Dari segi hukum pidana juga seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman
Pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman pidana tersebut
dikenakan kepada seseorang (termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaian atau
kurang hati-hati menyebabkan orang lain (pasien) cacat atau bahkan sampai meninggal
dunia. Meski untuk mengetahui ada tidaknya unsur kelalaian atau kekurang hati-hatian
dalam tindakan seseorang tersebut perlu dibuktikan menurut prosedur hukum pidana.
Ancaman pidana untuk tindakan semacam itu adalah penjara paling lama lima tahun.
Tentu saja semua ancaman, baik ganti rugi perdata maupun pidana penjara, harus
terlebih dahulu dibuktikan berdasarkan pemeriksaan di depan pengadilan. Oleh karena
yang berwenang memutuskan seseorang itu bersalah atau tidak adalah hakim dalam
sidang pengadilan. Tanggung jawab dari segi hukum administratif, tenaga kesehatan
dapat dikenai sanksi berupa pencabutan surat izin praktik apabila melakukan tindakan
medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya.
Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang tenaga kesehatan :
1. Melalaikan kewajiban;
2. Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang tenaga
kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengingat sumpah
sebagai tenaga kesehatan;
3. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan;
4. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang.
22
Selain oleh aturan hukum, profesi kesehatan juga diatur oleh kode etik profesi (etika
profesi). Namun demikian, menurut Dr. Siswanto Pabidang, masalah etika dan hukum
kadangkala masih dicampur baurkan, sehingga pengertiannya menjadi kabur. Seseorang
yang melanggar etika dapat saja melanggar hukum dan tentu saja seseorang yang
melanggar hukum akan melanggar pula etika.
Kewajiban dan Hak Tenaga Medis
Di dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pada pasal 50
disebutkan adanya hak-hak dokter, yakni:
Memperoleh perlindungan hukum sepanjang sesuai standar profesi dan SOP.
Memberikan layanan medis menurut standar profesi (SP) dan standar operasional
prosedur (SOP).
Memperoleh info yg jujur dan lengkap dari pasien atau keluarga pasien.
Menerima imbalan jasa.
Adanya perlindungan hukum bagi dokter ini mengingat bahwa pekerjaan dokter
dianggap sah sepanjang memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dan bahwa dalam
bekerja seorang dokter harus bebas dari intervensi pihak lain, dan bebas dari kekerasan.
Jika pun terdapat dugaan “malpraktik” harus melalui proses pembuktian hukum terlebih
dahulu, termasuk diantaranya tentu saja seorang dokter bebas memperoleh pembelaan
hukum.
Pada pasal 52 UU yang sama diatur pula mengenai kewajiban dokter, yang meliputi:
Memberi pelayanan medis sesuai SP dan SOP, serta kebutuhan medis pasien.
Merujuk pasien bila tak mampu.
Menjamin kerahasiaan pasien.
Pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain
yg bertugas dan mampu.
Menambah / ikuti perkembangan iptek kedokteran.
Selain dokter, rumah sakit juga memiliki kewajiban dalam melayani pasiennya.
23
Kewajiban itu dituangkan dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Kewajiban
rumah sakit itu sudah tentu mengikat juga pada para tenaga medis. Dalam pasal 29 UU
No.44 menyatakan kewajiban rumah sakit, diantaranya:
Informasi yang benar tentang pelayanan rumah sakit kepada masyarakat.
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, tidak diskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit.
Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya.
Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya.
Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin.
Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan
pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan
gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi
misi kemanusiaan.
Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.
Menyelenggarakan rekam medis.
Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak,
lanjut usia.
Melaksanakan sistem rujukan.
Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
serta peraturan perundang-undangan.
Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban
pasien.
Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
Melaksanakan etika rumah sakit.
Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional.
24
Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws).
Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas.
Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
Menurut Kode Etik Rumah Sakit Indonesia terdapat beberapa kewajiban bagi
tenaga medis. Kewajiban itu meliputi kewajiban umum, kewajiban kepada masyarakat
dan kewajiban terhadap pasien.
Kewajiban umum rumah sakit terdiri dari menaati Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia, mengawasi dan bertanggungjawab terhadap semua kejadian di RS (corporate
liability), memberi pelayanan yang baik (duty of due care), memberi pertolongan darurat
tanpa meminta pembayaran uang muka, memelihara rekam medis pasien, memelihara
peralatan dengan baik dan siap pakai, dan merujuk kepada RS lain bila perlu.
Kewajiban rumah sakit kepada masyarakat terdiri dari berlaku jujur dan terbuka,
peka terhadap saran dan kritik masyarakat, berusaha menjangkau pasien di luar dinding
RS (extramural). Sedangkan Kewajiban rumah sakit kepada pasien adalah mengindahkan
hak-hak asasi pasien, memberikan penjelasan kepada pasien tentang derita pasien dan
tindakan medis atasnya, meminta informed consent, mengindahkan hak pribadi (privacy),
menjaga rahasia pasien.
Kewajiban dan Hak Pasien
Menurut UU no. 29 Tahun 2004 : UU tentang Praktik Kedokteran pasal 50 dan
51 :
Hak Pasien
Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran, mempunyai hak:
1. .Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
25
dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), yaitu :
Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
Alternatif tindakan lain dan resikonya;
Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. Menolak tindakan medis; dan
5. Mendapat isi rekam medis.
Kewajiban Pasien
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
4. Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.
Hak-hak pasien dalam UU No. 36 tahun 2009 itu diantaranya meliputi:
Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin pasien,
kepentingan pasien, kepentingan masyarakat).
Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R., dan Jong WD. Bab 38 Traktus Urinarius, Buku ajar Ilmu
Bedah. Ed 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.
2. Rasad, Sjahriar. Bab XI Traktus Urinarius hal 283-284. Radiologi Diagnostik. Ed
2. Jakarta: FKUI, 2006.
3. Sabiston.Bab 39 Sistem Urogenita,Buku Ajar Bedah bagian2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1994.
4. Purnomo Basuki, B. Anatomi Sistem Urogenitalia hal 6-7, Trauma Traktus
Urinarius hal 96 -100, Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto, 2007.
5. Flint, Lewis. Section 5 Trauma Contemporary Principles and Therapy page 472-
474.USA, 2008.
6. http://emedicine.medscape.com/article/381840-imaging . Diakses tanggal 12 Januari
2013.
7. http://emedicine.medscape.com/article/381840-overview . Diakses tanggal 12 Januari
2013.
27
8. Achadiat, Chrisdiono. M. Pernik-Pernik Hukum Kedokteran , Melindungi Pasien
dan Dokter. Widya Medika , Jakarta.1996.
9. Adji, Umar Seno. “Profesi Dokter Etika Profesional dan Hukum
Pertangungjawaban Pidana Dokter” Erlangga Jakarta. 1991.
10. Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta : Grafikatama
Jaya.1991.
28