borang portofolio kegawatdaruratan

31
BORANG PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN Topik : Infark Miokard Akut Tanggal MRS : 2 Oktober 2015 Presenter : dr. I Putu Juniartha Tanggal Periksa : 2 Oktober 2015 Tanggal Presentasi : - Pendamping : dr. Auliya Pratama Afandi Tempat Presentasi : - Objektif Presentasi : - □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus Bayi □ Anak Remaja Dewasa Lansia □ Bumil Deskripsi : Perempuan, usia 50 tahun, dengan keluhan: sesak,dada terasa ampeg, dan nyeri dada kanan menjalar ke kiri. □ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas. Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka □ Riset Kasus □ Audit Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos Data Pasien : Nama : Ny. L, Perempuan, 50 tahun No. Registrasi : 05xxxxxx 1

description

borang

Transcript of borang portofolio kegawatdaruratan

BORANG PORTOFOLIO KASUS KEGAWATDARURATAN

Topik : Infark Miokard Akut

Tanggal MRS :2 Oktober 2015Presenter :dr. I Putu Juniartha

Tanggal Periksa :2 Oktober 2015

Tanggal Presentasi :-Pendamping :dr. Auliya Pratama Afandi

Tempat Presentasi :-

Objektif Presentasi :-

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Perempuan, usia 50 tahun, dengan keluhan: sesak,dada terasa ampeg, dan nyeri dada kanan menjalar ke kiri.

Tujuan :Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.

Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi E-mail Pos

Data Pasien :Nama : Ny. L, Perempuan, 50 tahunNo. Registrasi : 05xxxxxx

Nama Rumah Sakit: RSM Ahmad DahlanTelp : Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Pasien perempuan dengan usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak sejam 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit saat pasien sedang berbicara dengan keluarganya. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien merasa dadanya ampeg. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan menjalar ke kiri dengan durasi 1,5 jam, tidak berkurang dengan istirahat. Mual (-) muntah (-) demam (-) riwayat kaki bengkak (+) tidur dengan bantal tinggi (-) sesak saat beraktivitas (-) sesak saat malam hari (-) nyeri ulu hati (-) BAB dan BAK dalam batas normal, intake pasien sebelum MRS baik.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien tidak mengonsumsi obat obatan sebelumnya.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes, dan penyakit lain disangkal.

4. Riwayat Keluarga : Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes maupun penyakit lain.

5. Riwayat Pekerjaan : Pasien berkerja mengurus rumah tangga.

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien tidak memiliki riwayat merokok sebelumnya.

7. Lain-lain : -

Daftar Pustaka : 1. Kusmana D. 2009. Hipertensi : definisi, prevalensi, farmakoterapi danlatihan fisik. Departemen Kardiologi dan KedokteranVaskular FKUI. Cermin Dunia Kedokteran. 161-7.2. Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Essensial. Dalam : Sudoyo WA,et al.3. Buku Ajar ilmu Penyakit dalam Jilid 1. Edisi ke-4. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.Jakarta.4. Basile J. 2012. Hypertension 2012: what will the JNC 8 Guideline look like?. Annual primary care Kiawah conference Carolina.South carolina.5. Chobaniam A.V. et al. 2003. Seventh Report of the Joint National Committee onPrevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High BloodPressure. JAMA 289:2560-2572

Hasil Pembelajaran :

1. Infark Miokard Akut

2. Penegakan diagnosis Infark Miokard Akut

3. Tatalaksana Infark Miokard Akut

1. 17

2. LAPORAN KASUSIdentitas pasien: Nama pasien: Ny. L Usia: 50 tahun Jenis Kelamin: Perempuan No. RM: 05xxxxx Alamat: Mojoroto Agama: Islam Suku: Jawa Warga Negara: Warga Negara Indonesia (WNI) Bahasa Ibu: Jawa, Indonesia Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Status pernikahan: MenikahSubjective: Keluhan Utama: Sesak RPS: Pasien perempuan dengan usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak sejam 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit saat pasien sedang berbicara dengan keluarganya. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan istirahat. Pasien merasa dadanya ampeg. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan menjalar ke kiri dengan durasi 1,5 jam, tidak berkurang dengan istirahat. Mual (-) muntah (-) demam (-) riwayat kaki bengkak (+) tidur dengan bantal tinggi (-) sesak saat beraktivitas (-) sesak saat malam hari (-) nyeri ulu hati (-) BAB dan BAK dalam batas normal, intake pasien sebelum MRS baik. RPD: Riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes, dan penyakit lain disangkal. Riwayat alergi : Bahan injektan: disangkal Bahan kontaktan: disangkal Bahan ingestan: disangkal Bahan inhalan : disangkal Riwayat Pengobatan: Pasien tidak mengonsumsi obat obatan sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga: riwayat Hipertensi, Diabetes, dan penyakit lain pada anggota keluarga lain (-), riwayat asma (-), riwayat alergi ; ibu(-), bapak(-), kakak(-), keluarga lain(-). Riwayat Sosial: Pasien bekerja mengurus rumah tangga. Pasien tidak mempunyai riwayat merokok sebelumnya. Objective:PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum: Sesak, nyeri dada Vital sign Tekanan Darah = 208/140 mmHg Nadi: 99x/menit, reguler RR: 35x/menit Temp: 36,7oC Produksi urin awal: 200 cc Kepala leher: AICD -/-/-/+ NCH (+) Pembesaran KGB (-) Thorax: Pulmo: Inspeksi : simetris, retraksi subcostae (+) Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, fremitus TDE Perkusi : sonor/sonor Auskultasi: ves +/+, rh +/+ basah halus, wh-/- Cor: Inspeksi: hemithorax bulging Palpasi: fremisment Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: S1 S2 tunggal m- g- Abdomen: Inspeksi: Flat Auskultasi: BU (+) normal Palpasi: Soefl, H/L/R TTB, Turgor normal, Nyeri tekan epigastrium (-) Perkusi: tympani, shifting dullness () Ekstrimitas : Akral dingin basah, CRT 25 30 kg/m2 dan obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadara trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin, dan diabetes mellitus tipe II (Ramrakha, 2006).Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas, dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).Resiko terkena miokard infark meningkat pada pasien yang mengonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan bahan polisitemikal. Mengonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

PatologiKejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan pembentukan bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama kelamaan plak ini terus terbentuk ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).Faktor faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel sel tidak dapat lagi memproduksi molekul molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang bekerja sebagai vasodilator, anti trombotik, dan anti proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin 1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel (Ramrakha, 2006).Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri (Price, 2006).Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia, dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalam otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi, dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel ( 20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).Ketika aliran darah menurun tiba tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapa terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005).Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan okulsi menyeluruh lumern arteri koroner (Kalim, 2001).Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat, yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6 8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu yang berbeda beda (Selwyn, 2005).

Gejala klinisNyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher, dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin, dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ekstremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardia dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).Dari auskultasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).

DiagnosisMenurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu:1. Adanya nyeri dadaNyeri dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMi (Cannon, 2005).

Peningkatan pertanda biokimiaPada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).

EKG Sebagai penegakan diagnosis Infark MiokardKompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel ber depolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defeleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut sebagai infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya > 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda tersebut diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, di mana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi (Chou, 1996).Iskemik miokard memperlampat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, menginat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi (Chou, 1996).Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokar dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di tabel 2.1.

Tabel 2.1. Lokasi Infark Miokard Berdasarkan Perubahan Gambaran EKGLokasiPerubahan Gambaran EKG

AnteriorElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V1 V4/V5

AnteroseptalElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V1 V3

AnterolateralElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V1 V6 dan I dan aVL

LateralElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di V5 V6 dan inversi gelombang T/ elevasi ST/ gelombang Q di I dan aVL

InferolateralElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5 V6 (kadang kadang I dan aVL)

InferiorElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di II, III, dan aVF

InferoseptalElevasi segmen ST dan/ atau gelombang Q di II, III, aVF, V1 V3

True PosteriorGelombang R tinggi di V1 V2 dengan segmen ST depresi di V1 V3. Gelombang T tegak di V1 V2

RV InfarctionElevasi segmen ST di precordial lead (V3R V4R) biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

Dikutip dari Ramrakha, 2006

Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia > 40 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1 V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elavasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, atau pseudo normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST 0,5 mm di V1 V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (< 20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada STEMI. Inversi gelombang T yang simetris 2 mm semakin memperkuat dugaan Non STEMI (Tedjasukmana, 2010).

Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark MiokardTroponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Troponin terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa) (Maynard, 2000). Troponin C berikatan dengan ion Ca2+ dan berperan dalam proses pengaturan aktivasi filamen tipis selama kontraksi jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 dalton. Troponin I yang berikatan dengan aktin, berperan menghambat interaksi aktin miosin. Berat molekulnya adalah 24.000 Dalton. Troponin T yang berikatan dengan tropomiosin dan memfasilitasi kontraksi, bekerja meregulasi kontraksi otot. Berat molekulnya adalah 37.000 Dalton. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi imunologis, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik (Tarigan, 2003). Kompleks troponin, tropomiosin, aktin, dan miosin dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Gambar kompleks troponin, tropomiosin, aktin, dan miosinDikutip dari Cooper, 2000.

Cardia troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang merupakan prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT dalam darah diawali dengan keluarnya cTnT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak. Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini membutuhkan waktu lebih lama (Antman, 2002).Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar cTnT pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya lebih besar dibanding pertanda jantung lainnya (Tarigan, 2003).Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel, dan hilangnya intergritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebeas dalam sitosol melalui transport vesikuler. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel ke dalam intersitium yang mungkin disebabkan proses glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh pelepasan dan aktivasi enzim enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktivasi enzim proteolitik menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat. Manifestasinya adalah jiika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaan ini berlangsung terus menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa pelepasan cTnT ini berlangsung 30 90 jam, lalu perlahan lahan kadarnya turun (Tarigan, 2003).Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3 4 jam setelah jejas miokard. Kadar cTnT mencapai puncak 12 24 jam setelah jejas (Samsu, 2007). Peningkatan terus terjadi selama 7 14 hari (Ramrakha, 2006). cTnT tetap meningkat kira 0 kira 4 5 kali lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5 15 hari untuk kembali normal (Samsu, 2007). Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT dalam 12 jam sebesar 0,03 g/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemia atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada (McCann, 2009).

Penatalaksanaan Infark MiokardBerdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, Dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan Sindrom Koroner Akut atau Sindrom Koroner Akut atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/ atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diebrikan semua atau bersamaan.1. Tirah Baring (Kelas I C)2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri < 95% atau yang mengalami distress respirasi (Kelas I C).3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien sindrom koroner akut dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIA C).4. Aspirin 160 320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorbsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I C).5. Penghambat reseptor ADP (Adenosine Diphospate)a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/ hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I B).Ataub. Dosis awal Clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/ hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ASP yang dianjurkan adalah Clopidogrel) (Kelas I C).6. Nitrogliserin (NTG) spray/ tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I C). Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap 5 menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I C). Dalam keadaan tidak tersedia NTG, Isosorbid Dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti.7. Morfin Sulfat 1 5 mg intravena, dapat diulang setiap 10 30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (Kelas IIA B).

Gambar 4. Algoritma Evaluasi dan Tatalaksana Sindrom Koroner Akut

8. FOLLOW UPTanggalSubyektifObyektifAssesmentPlanning

19 Maret 2015Nyeri Kepala & Nyeri Ulu Hati 30 menit setelah diberikan Nifedipin 5 mg Sublingual keluhan nyeri kepala berkurang Keadaan Umum: Tampak sakit ringan Vital sign Tekanan Darah = 200/120 mmHg 30 menit kemudian turun menjadi 180/ 100 mmHg Nadi: 88x/menit, regular RR: 18x/menit Temp: 36,5oC Kepala leher: AICD -/-/-/- NCH (-) Pembesaran KGB (-) Thorax Pulmo Inspeksi : simetris, retraksi subcostae (-) Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, fremitus TDE Perkusi: sonor/sonor Auskultasi: ves +/+, rh -/-, wh-/- Cor: Inspeksi: hemithorax bulging Palpasi:fremisment Perkusi: ukuran jantung normal Auskultasi: S1 S2 tunggal m- g- Abdomen: Inspeksi: Flat Auskultasi: BU (+) normal Palpasi: Soefl, H/L/R TTB, Turgor normal, Nyeri tekan epigastrium (+) Perkusi: tympani, shifting dullness () Ekstrimitas : Hangat Kering Merah, CRT