BLOK7 SKE2 HIPERSENSITIF

download BLOK7 SKE2 HIPERSENSITIF

of 10

Transcript of BLOK7 SKE2 HIPERSENSITIF

LAPORAN INDIVIDU BLOK VII IMUNOLOGISKENARIO 1

REAKSI HIPERSENSITIVITAS

DISUSUN OLEH:

NUNIK WIJAYANTI WULANTORO G0008144 KELOMPOK XX

TUTOR: dr. Yulia Lanti Retno Dewi, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2009

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Imunitas spesifik merupakan mekanisme yang ampuh untuk menyingkirkan patogen dan antigen asing. Mekanisme efektor sistem imun, seperti komplemen, fagosit, sitokin dan lain-lain tidak spesifik untuk antigen asing. Karena itu respon imun kadang-kadang disertai kerusakan jaringan tubuh sendiri, baik lokal maupun sistemik. Pada umumnya efek samping demikian dapat dikendalikan dan membatasi diri dan berhenti sendiri dengan hilangnya antigen asing. Disamping itu, dalam keadaan normal ada toleransi terhadap antigen self sehingga tidak terjadi respon imun terhadap jaringan tubuh sendiri. Namun ada kalanya respons atau reaksi imun itu berlebihan atau tidak terkontrol dan reaksi demikian disebut reaksi hipersensitivitas. B. KASUS/ SKENARIO Siti, 10 tahun, sering menderita biduren. Biasanya timbul setelah makan udang. Beberapa hari setelah lahir dulu pipinya timbul eczem, yang berwarna merah setelah digaruk. Pada waktu bayi selain mendapat ASI juga mendapat susu formula. Sejak kecil, sehabis makan udang dan kepiting langsung keluar bentol-bentol merah terasa gatal dan juga disertai kolik abdomen, dan diare. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dengan hasil hemoglobin : 13,2 gr/dL; anthal leukosit 7,5x103; AT : 337x103. Hitung jenis leukosit : eosinophilia relative. Dokter memberikan obat dan dianjurkan dilakukan skin prick test. Ibu dari Siti sering pilek, hidung gatal, bersin-bersin dan juga menderita asma, dengan gejala sesak nafas dan mengi. Pada waktu hamil ibunya Siti sudah khawatir kalau asmanya menurun kepada anaknya.

C. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah itu Hipersensitivitas? 2. Bagaimana mekanismenya? 3. Apa kandungan susu formula dan udang yang membuat hipersensitif? 4. Apakah ada hubungan herediter dalam hipersensitivitas? 5. Bagaimana mekanisme asma, biduren? 6. Apa saja Pemeriksaan laboratorium untuk hipersensitivitas? 7. Hubungan kolik abdomen, diare, dengan hipersensitivitas?

8. Manisfestasi lain dari hipersensitivitas? 9. Bagaimana pencegahan dan pengobatan hipersensitivitas?

D. TUJUAN dan MANFAAT PENULISAN 1. Mampu menjelaskan mekanisme hipersensitivitas. 2. Mampu menjelaskan macam-macam reaksi hipersensitivitas. 3. Mampu menjelaskan mekanisme gangguan sistem imun. 4. Mampu menjelaskan cara pencegahan penyakit imunologis.

E. HIPOTESA Siti dan ibunya mengalami Hipersensitivitas tipe I.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA HIPERSENSITIVITAS Hipesensitivitas adalah respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi tersebut oleh Gel dan Coomb dibagi dalam 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi ini dapat terjadi sendiri-sendiri, tetapi dalam klinik dua atau lebih reaksi dalam berlangsung bersamaan. Reaksi Tipe I, II, dan III terjadi karena interaksi antara antigen dengan antibody sehingga termasuk reaksi humoral, sedangkan reaksi tipe IV terjadi karena interaksi antara antigen dengan reseptor yang terdapat pada permukaan limfosit T dan mengaktifkan limfosit T sehingga termasuk reaksi seluler. Manifestasi Hipersensitif beberapa diantaranya adalah: o Kulit : urtikaria, dermatitis atopi o GIT : nyeri abdomen, mua,muntah, diare. o Pernafasan: Asma, Rinitis. o Cardiovascular: Syok anafilaktik.

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1 Salah satu mekanisme efektor yang kuat adalah reaksi yang terjadi akibat stimulasi mastosit jaringan dan basofil yang diperantarai IgE yang sebelumnya telah melekat pada permukaan mastosit atau basofil, maka hal itu akan menyebabkan dilepaskannya berbagai mediator oleh mastosit dan basofil yang secara kolektif mengakibatkan peningkatan

permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos bronkus dan saluran cerna serta inflamasi local. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitivitas tipe segera (immediate) karena terjadi sangat cepat, yaitu hanya beberapa menit setelah paparan. Dalam bentuk sistemik ekterm, yang dikenal sebagai reaksi anafilaksis, mediator yang dihasilkan oleh mastosit dan basofil dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas hingga asfiksi atau menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan berakibat kematian. Individu yang menunjukkan kecenderungan untuk reaksi hipersensitivitas tipe segera disebut individu atopik dan biasanya menunjukkan reaksi alergi segera setelah terpapar pada antigen lingkungan. Penyakit-penakit yang timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen adalah asma bronkial, rinitis, urtikaria, dan dermatitis atopik. Di samping histamin, mediator lain seperti prostalglandin dan leukotrin (SRS-A) yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat, berperan pada fase lambatdari reaksi tipe 1 yang sering timbul beberapa jam setelah kontak dengan alergen. (Baratawidjaya, KG, et Iris Rengganis. 2009.) Reaksi Hipersensitivitas tipe I disebut juga reaksi alergi. Alergi bisa karena bermacam macam alergen misalnya makanan, debu, pollen, dan lain-lain. Karakteristik makanan yang dapat menjadi allergen: o Protein-protein penginduksi sel T o Aktivitas enzyme protease o Molekul dengan BM tinggi o Peptide-peptida yang bisa mengikat MHC. (Prof. Harsono Salimo. 2009) REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE II Penggolongan reaksi hipersensitivitas semula didasarkan atas perbedaan mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkannya. Reaksi hipersensitivitas tipe II melibatkan IgG dan IgM. Antibodi yang ditujukan kepada antigen permukaan sel atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai jenis sel efektor untuk merusak sel sasaran. Setelah antibody melekat pada permukaan sel, antibody akan mengikat dan mengaktivasi komponen C1 komplemen. Konsekuensinya adalah : a) Fragmen komplemen (C3a dan C5a) yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik makrofag dan PMN ke tempat tersebut, sekaligus menstimulasi sel mastosit dan basofil untuk memproduksi molekul yang menarik dan mengaktivasi sel efektor lain. b) Aktivasi jalur klasik komplemen mengakibatkan deposisi C3b, C3bi, dan C3d pada membran sel sasaran.

c) Aktivasi jalur klasik dan jalur litik menghasilkan C5b-9 yang merupakan membrane attack complex (MAC) yang kemudian menancap pada membran sel. d) Sel-sel efektor, yaitu makrofag, neutrofil, eosinofil, dan sel NK, berikatan pada kompleks antibodi melalui reseptor Fc atau berikatan dengan komponen komplemen yang melekat pada permukaan sel tersebut. Pengikatan antiboi pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk memproduksi lebih banyak leukotrien dan prostaglandin, yang merupakan molekul-molekul yang berperan pada respons inflamasi. Sel-sel efektor yang telah terikat kuat pada membran sel sasaran menjadi teraktivasi dan akhirnya dapat menghancurkan sel sasaran. e) Isotip antibodi yang berbeda-beda mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam menginduksi reaksi ini, bergantung pada kemampuan masing-masing untuk mengikat C1q atau kemampuan berinteraksi dengan reseptor Fc pada oermukaan sel sasaran. Fragmen-fragmen komplemen atau IgG dapat bertindak sebagai opsonin yang melapisi permukaan sel pejamu atau mikroorganisme, dan fagosit akan menelan partikel-partikel yang di opsonisasi. Mekanisme sel sasaran oleh sel-sel efektor pada reaksi hipersensitivitas tipe II, merefleksikan cara sel-sel itu menyingkirkan pathogen dalam keadaan normal. Mekanisme sitolisis oleh sel efektor sebenarnya menggambarkan fungsi sel efektor dalam keadaan normal bila menghadapi kuman pathogen. Mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi yang dikenal sebagai ADCC bermanfaat untuk membantu sel sitotoksik menghancurkan sel sasaran yang berukuran terlalu besar untuk difagositosis. Selain itu mekanisme sitolisis dengan bantuan antibodi bermanfaat untuk menghancurkan sel patologis. Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaskis transfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi dan dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbukan melalui mekanisme ini. Anemia hemolitik dapat ditimbulkan oleh obat pinicilin, kinin dan sulfonamid

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE III Terjadi akibat endapan komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi di sini biasanya jenia IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepaskan berbagai mediator terutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke jaringan tersebut akan merusak jaringan

sekitar tempat tersebut. Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrensik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai dengan respon antibodi efektif. Antigen dan antibodi bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun mengaktifkan C yang melepas C3a dan C5a dan merangsang basofil dan trombosit melepas berbagai mediator seperi histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskular. Dalam keadaan normal, kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama dalam hati, limpa, dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran kompleks imun merupakan faktor penting . Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati. Komples yang alrut terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih banyak daripada antibodi yang sulit untuk dimusnahkan dan oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Kompleks imun yang ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu yang lama, biasanya tidak aberbahaya. Permasalahannya akan timbul bila kompleks imun menembus dinding pembuluh darah dan mengendap di jaringan. Gangguan fungsi fagosit diduga dapat merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan. (Baratawidjaya, Karnen Garna. 2006.)

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DTH), juga dikenal sebagai Cell Mediated Immunity atau reaksi imun seluler. Ada golongan reaksi Cell Mediated Immunity yang lain yang dikenal sebagai Cell Mediated Cytotoxicity (CMC). Mekanisme kedua reaksi tersenbut adalah seluler. Pada kedua reaksi tersebut tidak ada peran antibodi. Sel APC yang memproses dan mempresentasikan peptide mikroba melalui jalur eksogen yang MCH-II dependen, sedangkan yang melalui jalur endogen adalah MCH-I dependen. Timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Penyakit yang ditimbulkan dari reaksi ini adalah Diabetes insulin dependen (tipe1), artritis reumatoid, skerosis multiple, neuritis perifer, miokarditis eksperimental autoimun,dan infeksi (Rengganis, 2006).

PEMERIKSAAN LABORATORIUM UNTUK HIPERSENSITIVITAS a. Blood Test b. Skin Test Skin Prick Test : dibuat tusukan dangkal menggunakan lanset di bagian volair

tangan Skin Patch Test : ditempelikan suatu bahan allergen (untuk hipersensitivitas tipe IV) c. Test Provokasi memberikan allergen secara langsung d. Test Bronkial test inhalasi histamin e. Test Nasal test hidung f. Elevated IgE (ELISA) g. RIST Test (radioimmunosorbant test) h. RAST Test (radioallergosorbent test) ( www.childrenallergyclinic.com,2009)

BIDUREN Urtikaria atau biduren, merupakan wujud kelainan kulit yang bermula dengan cepat dan dikarakterisasi oleh eritem dan pembentukkn benjolan. Secara lazim urtikaria sering disebabkan oleh infeksi, makanan, dan obat-obatan. Lesi secara khas cepat hilang, ukuran dan besarnya bervariasi dan gatal. Dari segi klinik urtikaria dibagi sebagai imunologik dan nonimunologik. Pada reaksi imunologik peepasan aminvasoaktif terjadi karena respon IgE, kompleks Ab-Ag atau meknime sitofilik. Mekanisme dasar yang medasari semua urtikaria adalah kenaikan permebilitas vaskuler lokal yang terjadi akibat pelepasan amin vasoaktif, misal histamin. Lesi urtikaria dijelaskan ole respon rangkap tiga lewis: o Vasodilatasi(eritema) lokal o Transudasi jaringan (bentol) o Kemerahan karena refleks akson lokal. (Bellanti, Joseph A. 1993) BAB III PEMBAHASAN Pada skenario ini seorang anak bernama Siti sering menderita biduren, biasanya setelah makan udang. Beberapa hari setelah lahir ada edzem, selain mendapat ASI juga mendapat susu formula. Sejak kecil sehabis makan udang dan kepiting langsung keluar bentol-bentol merah gatal disertai kolik abdomen dan diare. Dari anamnesis singkat tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi sumber masalah adalah udang dan kepiting. Selain itu mungkin juga factor pemberian susu formula semasa bayi. Makanan laut (seafood) seperti ikan, kerang, dan udang sering menjadi alergen. Misalnya udang karena mengandung antigen II dan glikoprotein berupa tropomiosin. Seperti yang telah disebutkan dalam tinjauan pustaka bahwa kriteria makanan

penyebab alergi salah satunya adalah protein yang berberat molekul tinggi,misalnya tropomiosin. Sedangkan protein pada susu formula merupakan protein asing yang pertama kali dikenal oleh bayi. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat merangsang pembentukan antibodi pada manusia. Fraksi protein susu sapi terdiri dari protein casein dan whey. Beberapa protein whey dapat di denaturasi dengan pemanasan yang ekstensif. Akan tetapi pada tindakan pasteurisasi rutin, tidak cukup untuk menimbulkan denaturasi protein ini dan bahkan dapat sifat alergenitas beberapa jenis protein susu sapi seperti beta lacto globulin. Selain beta lacto globulin susu formula juga mengandung alfa lactalbumin dan Ig sapi. Sedangkan pemberian ASI ekslusif dapat mengurangi dan mencegah penyakit atopik serta alergi makanan. Sebagian besar gejala alergi makanan mengenai saluran cerna karena saluran cerna merupakan organ yang pertama kali kontak dengan makanan, seperti yang dialami Siti yaitu kolik abdomen dan diare. Hal itu berkaitan dengan pelepasan Histamin oleh sel mast pada hipersensitivitas Tipe 1. Histamin yang lepas akan berikatan dengan reseptor Histamin. Apabila berikatan dengan reseptor H1 akan menyebabkan kontraksi otot polos,sekresi mucus, dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah. Kontraksi otot polos dalam GIT menyebabkan gerakan peristaltic usus yang cepat sehingga menyebabkan nyeri, muntah, mual, kolik abdomen dan diare. Edzem,bentol-bentol dan eritema dikarenakan efek Histamin yang juga mengakibatkan peningkatan

permeabilitas kapiler ,merusak sel endotel dan peningkatan dilatasi arteriol. Setelah melakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dengan hasil hemoglobin normal: 13,2 gr/dL; anthal leukosit 7,5x103; AT : 337x103. Hitung jenis leukosit : eosinophilia relative, dokter memberikan obat dan menganjurkan dilakukan skin prick test. Pada skenario terjadinya eosinophilia relative karena adanya Faktor kemotaksis eosinofil (eosinophil chemotactic factor), yang secara spesifik menarik eosinofil ke tempat reaksi. Eosinofil mengeluarkan enzim-enzim yang menyebabkan inaktivasi SRS-A (yang menyebabkan kontraksi otot polos kuat dan berkepanjangan) dan juga dapat menghambat histamin, yang berfungsi untuk membatasi respons alergi. Kemudian dokter memberikan obat dan menganjurkan skin prick test yaitu salah satu cara pemeriksaan alergi yaitu dengan dibuat tusukan dangkal menggunakan lanset di bagian volair tangan. Ibu Siti sering pilek, hidung gatal, bersin-bersin, asma, dan pernah mengalami syok karena disuntik obat oleh dokter. Gejala tersebut juga merupakan manifestasi dari

hipersensitivita tipe 1. Karena pecahnya zat vasoaktif dari sel mast menyebabkan gejala tersebut. Misalnya asma terjadi karena dilatasi pembuluh darah intranasal sehingga meningkatkan permeabilitas tekanan kapiler. Sedangkan asma terjadi karena spasme otot polos yang menyebabkan sesak nafas. Ibu Siti khawatir asmanya menurun pada anaknya, dan memang reaksi alergi itu dapat diturunkan kepada anaknya. Apabila Ibu saja yang terkena alergi maka kemungkinan anak terkena alergi adalah 20%-40%, kalau Ibu dan Ayah terkena alergi maka kemungkinan menurun anaknya 50%-80%, apaila kedua orang tua tidak terkena, anak pun dapat mengalam alergi 5-15%. Dengan demikian, maka solusi bagi Siti adalah dengan melakukan skin prick test untuk memastikan alergen, dan berusaha menghindarinya. Obat yang biasa diberikan adalah antihistamin, kortikosteroid, dan adrenalin.

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Hipersensitif dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu reaksi hipersensitivitas tipe 1, tipe 2, tipe 3, dan tipe 4.. Siti dan Ibunya menderita Hipersensitif tipe 1 atau reaksi hipersensitivitas tipe cepat. Siti menderita hipersensitif tipe 1 bisa disebabkan oleh factor genetic yang diturunkan dari ibunya.

B. SARAN Pada skenario, sebaiknya Siti sebisa mungkin menghindari bahan makanan yang berperan sebagai allergen/ pemicu alergi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2009. Alergy test. Dalam http://www.childrenallergyclinic.com Diakses tanggal 22 April 2009 Baratawidjaya, Karnen Garna et Iris Rengganis. 2009. Imunologi Dasar Edisi ke delapan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Bellanti, Joseph A. 1993. Imunologi III. Penerjemah Wahab,A.Samik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta : EGC. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Fisiologi Kedokteran Edisi . Jakarta: EGC Harsono,Salimo. 2009. Peran Nutrisi Terhadap Alergi Makanan pada Anak. Disampaikan dalam Seminar Imunologi LKMI HMI FK UNS April 2009. Judarwanto , Widodo .2008. Kenali Tanda dan Gejala Alergi pada Anak. Dalam

http://alergianak.bravehost.com diakses 22 April 2009 Rengganis, Iris. 2007. Imunologi Dasar. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FK UI