Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

27
UPAYA MENCEGAH DENTIN HIPERSENSITIF AKIBAT ASAM DENGAN SEMEN DASAR GLASS IONOMER MAKALAH OLEH : MILLY ARMILIA, drg. Sp.KG NIP : 130779423 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006

description

cegah dentin hipersensitif

Transcript of Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

Page 1: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

UPAYA MENCEGAH DENTIN HIPERSENSITIF

AKIBAT ASAM DENGAN

SEMEN DASAR GLASS IONOMER

MAKALAH

OLEH :

MILLY ARMILIA, drg. Sp.KG

NIP : 130779423

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2006

Page 2: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

Mengetahui :

Ketua Jurusan Konservasi Gigi

FKG Unpad Bandung

Hj. Endang Sukartini, drg. Sp.KG(k)

Nip : 130 809 282

Page 3: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

ABSTRAK

Email merupakan jaringan yang tidak mampu beregenerasi, sehinnga

kerusakan yang terjadi pada email dapat meluas ke dentin. Jika dentin terbuka,

rangsangan dari luar meninbulkan sensitivitas dentin. Bila rangsangan berlebihan

dapat menyebabkan reaksi dentin hipersensitif.

Resin komposit diakui sebagai bahan restorasi gigi yang mengutamakan

estetik. Prosedur etsa asam pada restorasi resin komposit merupakan upaya untuk

meningkatkan perlekatan antara bahan restorasi resin komposit adalah dentin

hipersensitif karena aplikasi asam atsa. Pada ketebalan dentin yang tipis, asametsa

dapat berpenetrasi ke dalam tubuli dentin, sehingga memungkinkan peningkatan

permeabilitas dentin serta denaturasi kolagen.

Glass ionomer sebagai semen dasar dapat mencegah penetrasi dari asam etsa.

Semen ini memiliki wetting ability yang baik sehingga mampu melapisi tubuli dentin,

serta kemampuan perlekatan yang baik dengan dentin, email maupun resin komposit.

Kata kunci : etsa asam, dentin hipersensitif, semen dasar glass ionomer.

Page 4: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

ABSTRACT

The enamel decay can spread into dentin, because enamel tissues are unable

to regenerate. Stimuli causes sensitive reaction to the opened dentin. If stimuli is over,

the opened dentine will react to dentine hypersensitivity.

Composite resin filling material has been suggected as the most aesthetic

restorative material. The acid etch prosedures of the composite resin restoration are

effective in ibcreasing the attachment area between the material and tooth. A problem

in composite resin restoration is the dentine hypersensitivity caused by acid etch. The

acid etch will penetrate the dentine tubules if the dentine thick is too smooth. Further

more, the dentine permeability and cillagen denaturetion may increase.

Glass ionomer base is recommended to prevent acid penetration. The wetting

ability of glass ionomer protect the dentine tubules from acid and improved adhesion

to dentine, enamel and composite resin.

Key word : acid etch, dentine hypersensitivity, sement base galss ionomer.

Page 5: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala

rahmat dan karuniaNya, sehingga penulit dapat menyelesaikan makalah ini dengan

harapan setelah membacanya akan menambah sedikit gambaran dan pengetahuan

tentang Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif Dentin akibat Etsa Asam dengan

Semen Dasar Glass Ionomer.

Selama menyusun makalah ini, penulis telah banyak memperoleh bimbingan,

pengarahan dan bantuan, baik berupa ilmu pengetahuan maupun dukungan moril.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Eky S. Soeria Soemantri, drg., Sp.Ort. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.

2. Ny. Hj. Endang Sukartini, drg., Sp.KG (K) sebagai Ketua Jurusan Konservasi

Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran Bandung.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak

kekurangannya, namun mudah-mudahan ini ada manfaatnya.

Bandung, Desember 2006

Penulis

Page 6: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ………………………………………………………. I

ABSTRACT …………………………………………………….. ii

PRAKATA ……………………………………………………… iii

DAFTAR ISI …………………………………………………… iv

DAFTAR TABEL ……………………………………………… vi

BAB I : PENDAHULUAN …………………………………… 1

BAB II : TINJAUAN UMUM SEMEN GLASS IONOMER … 4

2.1 Komposisi Semen Glass Ionomer ……………………………….. 4

2.1.1 Bubuk …………………………………………………. 5

2.1.2 Cairan …………………………………………………. 6

2.2 Sifat-sifat Semen Glass Ionomer ……………………………….. 6

2.3 Manipulasi Semen Glass Ionomer ……………………………… 9

BAB III : TEKNIK ETSA ASAM ………………………………………... 11

3.1 Kegunaan Etsa Asam pada Restorasi Komposit ……………….. 11

3.2 Reaksi Dentin terhadap Asam Etsa …………………………….. 12

3.3 Prosedur Etsa Asam ……………………………………………. 14

BAB 1V : PENGGUNAAN SEMEN DASAR GLASS IONOMER

UNTUK MENVEGAH HIPERSENSITIF

AKIBAT ETSA ASAM …………………………..…… 16

4.1 Keunggulan Semen Dasar Glass Ionomer ………………… 16

Page 7: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

4.2 Pengaruh Semen Dasar Glass Ionomer setelah Etsa Asam .. 17

4.3 Pengaruh Semen Glass Ionomer terhadap Jaringan Pulpa … 18

BAB V : KESIMPULAN ………………………..……………………. 20

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………..……….. 21

Page 8: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Komposisi Semen Glass Ionomer ……………………………… 5

Page 9: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

BAB I

PENDAHULUAN

Gigi terdiri dari email, dentin, jaringan pulpa dan sementum yang merupakan

jaringan yang sangat keras pada tubuh manusia. Email yang rusak tidak mampu

beregenarasi, karena email terdiri dari bahan anorganik yang tidak mengandung sel-

sel hidup.

Kerusakan email dapat berlanjut hingga dentin, sehingga timbul reaksi

sensititas. Reaksi ini ditandai dengan timbulnya rasa sakit yang disebabkan oleh

rangsangan pada dentin. Jika rangsangan berlebihan dapat menyebabkan reaksi

hipersensitivitas dentin, diikuti dengan inflamasi pulpa dan akhirnya terjadi kematian

jaringan pulpa (Seltzer, 1990).

Proses kerusakan jaringan gigi lebih lanjut dapat dicegah dengan malakukan

restorasi pada gigi. Bahan restorasi resin komposit telah diakui merupakan bahan

restorasi modern yang sekarang banyak digunakan. Hal ini didasari oleh sifat resin

komposit yang mempunyai kelebihan, yaitu kekuatan terhadap daya kunyah, daya

tahan terhadap abrasi dan adaptasi yang baik pada dinding kavitas karena teknik etsa

asam yang diterapkan pada bahan resin komposit (Philips, 1991).

Salah satu masalah yang sering ditemui pada restorasi resin komposit adalah

sensitivitas pulpa yang dapat terjadi karena penggunaan etsa asam. Etsa asam akan

membuka tumbuli dentin sangat besar, jika tidak tertutup dengan baik ketika proses

dentin bonding akan menimbulkan gejala dentin yaitu suatu gejala normal apabila

dentin terbuka. Berdasarkan teori hidrodinamik, dentin yang terbuka akan

mempengaruhi tekanan pada permukaan tubuli dentin dan menyebabkan cairan dalam

Page 10: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

tubuli bergerak merangsang saraf pulpa dan menghasilkan respon sakit. Rasa nyeri ini

dapat meningkat menjadi dentin hipersensitif bila proses berlanjut ke penyakit pulpa.

(Branstrom et all, 1967).

Perdigao (2001) menyatakan bahwa aplikasi asam etsa tidak boleh dilakukan

pada ketebalan dentin kurang dari 0,5 mm. Pada kavitas yang dalam, asam etsa yang

berkontak dengan dentin dapat berpenetrasi ke dalam tubuli dentin, sehingga

memungkinkan peningkatan permeabilitas dentin serta denaturasi kolagen. Hal ini

menyebabkan terbukanya jalan masuk bagi bakteri dan produknya berpenetrasi ke

dalam pulpa dan secara tidak langsung asam dapat membuat dentin menjadi rapuh

karena proses demineralisasi (Pashley, dkk, 1992).

Aplikasi semen pelapis sebagai semen dasar sebelum penempatan bahan

restorasi resin komposit diharapkan dapat melindungi pulpa terhadap iritasi kimia dari

asametsa. Aplikasi semen glass ionomer dianjurkan sebagai semen dasar sebelum

aplikasi asam etsa pada restorasi resin komposit (Davidson, 1999). Hal ini dilakukan

karena glass ionomer dapat melapisi tubuli dentin sehingga mencegah sensitivitas gigi

(Katsuyama, 1993; Crispin, 1994). Semen glass ionomer memiliki kemampuan

perlekatan yang baik antara resin komposit dengan email ataupun dentin, serta wetting

ability yang akan membuat penutupan hermetis pada restorasi (Davidson, 1990).

Selain itu semen glass ionomer mempunyai sifat antikariogenik karena mampu

melepaskan fluorida (Wilson & McLean, 1988).

Page 11: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

BAB II

TINJAUAN UMUM SEMEN GLASS IONOMER

Semen glass ionomer dikembangkan dengan karakteristik antara lain

radioopak, cepat mengeras, lebih sedikit mengiritasi pulpa. Semen ini juga memiliki

kekuatan yang baik meskipun dalam bentuk lapisan yang tipis. Semen glass ionomer

biasanya digunakan sebagai semen dasar pada restorasi komposit. Teknik ini pertama

kali diperkenalkan oleh McLean dan Wilson, tahun 1977, dikenal dengan teknik

sandwich atau double laminated (Wilson & Mclean, 1988; Katsuyama, 1993; Crispin,

1994).

Semen glass ionomer digunakan karena semen ini dapat berikatan secara

fisikokomiawi baik pada email maupun pada dentin. Ikatan ini terjadi karena ikatan

yang mula-mula diduga ikatan kimia antara jaringan email dengan semen glass

ionomer ternyata ditemukan adanya gerakan molekul-molekul. Sifat semen glass

ionomer yang hidrofilik mampu berikatan dengan dentin yang selalu dalam keadaan

sedikit basah. Semen glass ionomer melepaskan ion fluor dalam jangka cukup lama

sehingga dapat menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies sekunder

(Sidharta, 1991). Semen glass ionomer mampu menutupi tubuli dentin guna

mencegah reaksi pulpa terhadap asam fosfat (Andreaus, 1987).

2.1 Komposisi Semen Dasar Glass Ionomer

Semen glass ionomer merupakan salah satu bahan restorasi yang dapat digunakan

sebagai bahan perekat, bahan pengisi untuk restorasi gigi anterior maupun posterior,

bahan pelapis kavitas, penutup pit dan fisur, bonding agent pada resin komposit, serta

Page 12: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

sebagai semen adhesif pada pearawatan ortodontik. Penggunaan yang luas dari semen

glass ionomer didapatkan dengan mengubah komposisi semen. Perubahan ini meliputi

perubahan perbandingan bubuk dengan cairan pembentuknya atau mengubah

komposisi bubuk dan cairan (Davidson, 1999).

Tabel 2.1 Komposisi Semen Glass Ionomer (Katsuyama, 1993)

Komponen Komposisi Bubuk Beberapa Tipe Semen Glass Ionomer

A B G200 Cairan Pengeras Semen SiO2 41.9 35.2 29.0

Al2O3 28.6 20.1 16.5 CaF2 15.7 20.1 34.3 FlF2 1.6 2.4 7.3

AlPO4 3.8 12.0 9.9 NaF 9.3 3.6 3.0

5 Bagian glass dari beberapa komponen

1 bagian dari kopolimer high moleculer acid

0.1 bagian asam tartar

Komposisi baku semen glass ionomer konvensional terdiri dari bubuk dan cairan.

2.1.1 Bubuk

Bubuk yang digunakan pada dasarnya bubuk gelas kalsium aluminosilikat

yang mengandung fluor. Ukuran partikel gelas bervariasi antara 19 mm untuk luting

cement maupun semen dasar sampai 45 jam untuk restorasi. Semakin halus partikel

gelas maka reaksi pengerasan akan semakin cepat, kekuatan semakin besar dan

permukaan semen akan lebih halus.

Bila kandungan lebih banyak silikat, semen terlihat lebih translusen, tetapi bila

lebih banyak kalsium fluorida atau alumina, semen terlihat radioopak. Kandungan

fluor dalam semen glass ionomer merupakan keuntungan dalam menurunkan

temperatur fusi dan dapat mencegah terjadinya karies sekunder, Namun penambahan

bahan ini dapat menurunkan kekuatan semen (Wilson & McLean, 1988).

Page 13: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

2.1.2 Cairan

Cairan dalam semen glass ionomer adalah larutan poliakrilik yang merupakan

polimer asam karboksilat tidak jenuh yang dikenal sebagai asam polialkenoat. Semen

glass ionomer yang menggunakan asam poliakrilik memiliki setting time yang

panjang, ditambahkan asam tartar yang juga dapat mengakibatkan translusensi semen

menjadi lebih baik. Gel yang terjadi dapat dicegah dengan menggunakan larutan yang

mengandung kopolimer asam akrilat dan asam itakonat (Wilson & McLean, 1988;

Katsuyama, 1993).

Air merupakan unsur yang berfungsi sebagai media terjadinya reaksi

pengerasan dan melembabkan hasil reaksi. Kandungan air yang terlalu banyak

melemahkan semen, namun bila terlalu sedikit akan mengurangi reaksi pengerasan

(Wilson & McLean, 1988; Phillips, !991).

2.2 Sifat-sifat Semen Glass Ionomer

Semen glass ionomer mempunyai sifat-sifat (Wilson & McLean, 1988:

Katsuyama, 1993):

1. Koefisien ekspansi termal

Kestabilan dimensi semen glass ionomer sangat baik karena bahan ini

mempunyai koefisien termal sebesar 14 ppm/oC yang mendekati koefisien

ekspansi termal struktur gigi.

2 Kekuatan regang (tensile strength)

Kekuatan regang semen glass ionomer adalah 17Mpa. Nilai ini paling rendah

diantara bahan restorasi. Hal tersebut menunjukan bahwa bahan ini kurang

mampu menahan tegangan.

Page 14: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

3. Kekuatan Kompresif (compressive strength)

Kekuatan kompresif semen glass ionomer adalah 188 Mpa. Nilai ini menunjukan

bahwa glass ionomer cukup mampu menahan tekanan.

4. Pengerutan pada saat pengerasan (shrinkage)

Semua jenis semen mengerut pada saat pengerasan. Pengerutan semen glass

ionomer sangat kecil, sehingga bahan ini baik digunakan di dalam mulut.

5. Kelarutan (solubility)

Semen glass ionomer mempunyai tingkat kelarutan lebih rendah dibandingkan

semen silikat dan semen polikarboksilat. Hal yang menyebabkan kelarutan dalam

rongga mulut adalah lepasnya unsur-unsur semen yang bukan merupakan elemen

dalam pembentuk matriks dan prosedur serta teknik merestorasi yang kurang tepat

(Craig, 2002).

6. Hidrasi dan dehidrasi

Selama reaksi pengerasan tahap awal, semen glass ionomer sangat mudah

mengalami dehidrasi. Penyerapan air oleh semen pada awalnya lebih besar

daripada semen silikat dan semen polikarboksilat, namun lama kelamaan menurun

menjadi paling rendah (Craig, 2002).

7. Waktu pengerasan (setting time)

Waktu pengerasan semen glass ionomer konvensional kira-kira 2-5 menit.

Lama pengadukan dengan teknik dengan tangan adalah 30 detik. Bila semen

dalam bentuk kapsul diaduk dengan alat khusus, mulai saat pengaktifan kapsul

sampai semen dimasukkan ke dalam semprit berlangsung selama 10 detik.

Pengisian ke dalam kavitas harus selesai dalam 2 menit sejak dimulai pengadukan.

Sebelum pengulasan fernis, matriks dapat dilepas 5 menit setelah pengisian.

Page 15: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

8. Adhesif

Sifat adhesif semen glass ionomer mengakibatkan ikatan yang terjadi antara

semen dengan jaringan gigi adalah ikatan kimia. Retensi dan adaptasi semen glass

ionomer didapatkan secara kimia yaitu suatu ikatan yang menyangkut interaksi

elektrostatik antara gugus karboksilat pada asam poliakrilik dan ion kalsium pada

permukaan gigi (Katsuyama, 1993).

9. Wetting ability

Semen glass ionomer memiliki wetting ability yang baik pada permukaan

dentin, sehingga memberikan kemudahan sementasi dan adaptasi marginal yang

lebih baik dan hermetis. Daya alir semen glass ionomer lebih tinggi dibandingkan

semen polikarboksilat dan semen polikarboksilat dan semen fosfat (Katsuyama,

1993).

Page 16: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

2.3 Manipulasi Semen Dasar Glass Ionomer

Pengadukan bubuk cairan semen glass ionomer untuk restorasi kavitas ada dua

cara, yaitu pengadukan dilakukan dengan tangan di atas glass slab atau paper slab

atau bubuk dan cairan disimpan dalam kapsul, diaduk dengan alat khusus.

Pengadukan semen glass ionomer untuk pelapis dilakukan dengan tangan. Tempat

bubuk diketuk-ketuk supaya padat dan merata. Konsistensi campuran ini dapat

dengan mencampurkan satu takaran khusus dengan satu tetes cairan. Bubuk dan

cairan diaduk diatas paper slab atau glass slab. Pengadukan dilakukan dengan

menggunakan spatula yang terbuat dari plastik atau spatula agate. Untuk pengadukan

yang cepat, bubuk dibagi dalam 2-3 bagian, pengadukan berlangsung 20-30- detik.

Masalah yang dihadapi pada pengadukan dengan tangan adalah kesulitan

dalam menentukan proporsi bahan yang tepat. Untuk cairan, ukuran yang tepat dapat

dicapai dengan menggunakan alat semprit yang dilengkapi kalibrasi. Ukuran bubuk

yang tepat diperoleh dengan menggunakan sendok khusus yang disediakan pabrik.

Bubuk harus mengisi penuh sendok tersebut. Kelebihan bubuk pada sendok pengukur

dibuang dengan menyamakan tinggi permukaan bubuk dan tepi sendok.

Pengadukan dilakukan diatas glass slab dingin karena dapat memperlambat

waktu pengerasan sehingga waktu kerja menjadi lebih panjang. Penggunaan glass

slab yang tebal juga dianjurkan karena efek panas yang timbul dapat diserap dan juga

mudah mengamati kelembaban yang terjadi pada kondensasi semen. Untuk

menghindari adanya udara terperangkap, cara pengadukan dengan permukaan seluas

mungkin. Bentuk adukan pasta yang ideal untuk pelapis adalah cair seperti susu

kental (Wilson & McLean, 1988; Katsuyama, 1993).

Page 17: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

BAB III

TEKNIK ETSA ASAM

Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi dewasa ini makin

meningkat. Resin komposit mempunyai sifat koefisien ekspansi termal yang tinggi

dibandingkan email dan dentin, sehingga ikatan antara komposit dengan jaringan gigi

lemah. Sifat pengerutan saat polimerirasi menyebabkan kontraksi, sehingga timbul

interface dan terjadi kebocoran mikro. Agar terjadi perlekatan yang baik antara resin

komposit dengan jaringan gigi, caranya dengan menggunakan teknik etsa asam.

Penutupan tepi restorasi resin komposit akan stabil bila dilakukan etsa pada

permukaan email dan dentin (Phillips, 1991; Noerdin, 1997).

3.1 Kegunaan Etsa Asam pada Restorasi Resin Komposit

Kegunaan melakukan etsa asam pada jaringan gigi yang akan direstorasi

dengan resin komposit adalah untuk mendapatkan retensi tanpa perlu membuang

jaringan sehat gigi lebih banyak. Asam fosfat dengan konsentrasi 30-50 % adalah

bahan yang paling banyak digunakan di klinik, karena sifat larutannya stabil, mudah

didapat serta iritasi terhadap jaringan yang rendah (Phillips, 1991; Gwinnett, 1992).

Chow dan Brown (1973) melaporkan bahwa aplikasi larutan asam fosfat dengan

konsentrasi lebih dari 27 % menyebabkan email mudah larut, sedangkan aplikasi

dengan konsentrasi kurang dari 27 % email kurang larut (Retief, 1992).

Cairan etsa secara mikroskopis akan mengetsa permukaan email dan

membentuk celah-celah email. Pada pengetsaan email tampak daerah yang mengalami

demineralisasi. Bahan bonding akan berpolimersasi dan masuk ke dalam celah-celah

Page 18: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

ini merupakan suatu bahan pengikat yang menghasilkan ikatan yang kuat. Diatasnya

diberi resin komposit yang akan mengadakan ikatan kimia dengan bahan pengikat tadi

(Phillips, 1991).

Pengetsaan pada dentin mulai dikembangkan di Jepang sejak tahun 1970.

Teknik pengetsaan dilakukan pada email dan dentin yang disebut total ecth tchnique

dengan menggunakan asam fosfat 37 %. Asam ini berpenetrasi sangat sedikit ke

dentin sehingga tidak menyebabkan inflamasi pulpa.

3.2 Reaksi Dentin terhadap Asam Etsa

Berkontaknya asam dengan dentin dapat menimbulkan perubahan-perubahan

histologi, baik pada permukaan dentin maupun pada bagian dentin terdalam. Tubuli

dentin yang terpotong pada saat preparasi kavitas dan larutnya smear layer oleh asam

akan membuka jalan bagi asam berpenetrasi ke dalam pulpa (Cohen dan Burn, 1994).

Perubahan-perubahan yang terjadi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :

1. Demineralisasi superfisialis

Asam pertama kali akan melarutkan smear layer yang terdapat pada bagian

dentin terluar yang telah dipreparasi. Bagian smear layer yang paling mudah larut

adalah komponen mineral yang merupakan debris preparasi (Merbeek, 1992).

Smear layer terdiri dari dua fasa, yaitu fasa padat yang merupakan debris

preparasi dan fasa cair yang berasal dari cairan tubuli dentin dan bercampur

dengan kolagen terdenaturasi. Komponen smear layer tersebut membuat

kepadatan smear layer lebih rendah daripada matriks dentin, sehingga

menyebabkan koefisien difusi suatu zat akan lebih besar jika berdifusi ke dalam

smear layer daripada matriks dentin. Waktu yang diperlukan asam untuk

Page 19: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

melarutkan smear layer jauh lebih kecil daripada waktu yang digunakan untuk

mengetsa (Pashley, 1992).

2. Demineralisasi Kompleks tubuli dentin

Asam etsa yang telah melarutkan smear layer kemudian berkontak dengan

matriks dentin dan menyebabkan demineralisasi yang akan menghasilkan

porositas pada dentin. Porositas pada matriks dentin dihasilkan oleh larutnya

kristal mineral hidroksiapatit yang berasal dari komopnen kolagen pada matriks

dentin. Kristal hidrosiapatit bertugas memelihara dan menstabilkan kolagen serta

mencegah denaturasi. Demineralisasi dentin menyebabkan denaturasi kolagen

sehingga kolagen dentin menjadi lemah (Pashley, 1992).

3. Perubahan perfusi cairan dentin akibat meningkatnya permeabilitas dentin

Pelarutan komponen smear layer sebagai akibat berkontaknya asam dengan

dentin dapat meningkatkan permeabilitas dentin. Smear layer berfungsi dalam

membatasi difusi molekul-molekul besar ataupun kecil berpenetrasi ke dalam

pulpa melalui tubuli dentin. Smear layer juga berfungsi mengatur koveksi cairan

tubuli dentin yang berperan dalam mekanisme sensitivitas dentin sesuai dengan

teori hidrodinamik. Smear layer bertanggung jawab terhadap perubahan

permeabilitas dentin (Pashley, 1992; Craig, 1993).

Menurut penelitian Pashley dan Michelich (1981) menunjukan bahwa dentin

yang dietsa dengan asam sitrat 6 % dalam waktu 5 detik dapat melarutkan smear

layer sekaligus membuka orifis tubuli dentin. Membsarnya rongga orifis dapat

memperbanyak kemungkinan difusi bagi molekul besar dan kecil serta bakteri

berpenetrasi ke dalam pulpa.

Page 20: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

3.3 Prosedur Etsa Asam

Sebelum asam diaplikasikan, gigi diisolasi dengan cotton roll atau rubber

dam. Asam fosfat 37 % diaplikasikan pada email dan dentin dengan menggunakan

sikat halus atau kuas, selama 15 detik. Email dan dentin dicuci dengan menggunakan

air bertekanan agar jaringan mineral gigi yang larut dan sisa asam hanyut bersama air.

Waktu pencucian efektif yang dianjurkan adalah 15 detik (Phillips, 1991). Email dan

dentin dikeringkan dengan semprot angin selama 15 detik (Baum, 1985).

Mengeringkan dengan menggunakan kapas atau cotton pellet dapat menyebabkan

serat kapas tertinggal dan akan menyumbat porus hasil pengetsaan. Permukaan email

yang telah dietsa terlihat kusam dan terlihat seperti kapur (Ibsen dan Neville, 1974).

Email dan dentin yang telah dietsa harus tetap dijaga kekeringannya sebelum

resin diaplikasikan, apabila terkontaminasi saliva mikroporositas akan terisi oleh

cairan saliva sehingga meng halangi penetrasi resin ke dalamnya. Email dan dentin

yang dietsa apabila diberikan terbuka di dalam mulut akan mengalami remineralisasi

karena pengendapan bahan mineral dan bahan organik saliva, bila hal ini terjadi etsa

sebaiknya diulang kembali (Retief, 1992).

Page 21: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

BAB IV

PENGGUNAAN SEMEN DASAR GLASS IONOMER UNTUK MENCEGAH DENTIN HIPERSENSITIF

AKIBAT ETSA ASAM Dentin hipersensitif sering ditemukan setelah dilakukan restorasi dengan resin

komposit. Salah satu penyebabnya adalah dilakukannya etsa asam yang akan

membuka tubuli dentin. Jika tubuli ini tidak tertutup baik dengan bahan bonding,

beberapa hal akan mempengaruhi tekanan cairan dalam tubuli dentin yang akan

menyebabkan rasa sakit. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya dentin

hiperseneitif adalah menutup permukaan dentin yang terbuka akibat etsa asam, agar

cairan dalam tubuli dentin tidak terangsang. Salah satu upaya dalam menanggulangi

hal tersebut adalah dengan mengaplikasikan semen glass ionomer sebagai semen

dasar sebelum aplikasi resin komposit (Katsuyama, 1993).

4.1 Keunggulan Semen Dasar Glass Ionomer

Semen glass ionomer telah terbukti dapat digunakan sebagai bahan perekat,

semen dasar serta penutuo pit dan fisur. Semen glass ionomer mempunyai daya

biokompabilitas yang baik terhadap struktur gigi dan merupakan bahan yang dapat

mencegah proses demineralisasi dan merangsang proses remineralisasi pada email

dan dentin (Davidson, 1999).

Semen glass ionomer sebagai semen dasar mempunyai kelebihan antara lain

radioopak, reaksi pengerasannya cepat, tidak mengiritasi jaringan pulpa, daya adhesi

yang baik terhadap dentin maupun bahan restorasi lain, serta mempunyai sifat

antikariogenik karena mampu melepaskan fluorida. Semen ini biasa digunakan

Page 22: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

sebagai semen dasar pada restorasi resin komposit karena memiliki sifat wetting

ability yang baik sehingga mampu menutup tubuli dentin, berikatan secara kimiawi

dengan dentin dan sifatnya yang tahan terhadap asam sehingga dapat mencegah

dentin sensitif karena etsa asam pada penambalan dengan resin komposit (Katsuyama,

1993).

4.2 Pengaruh Semen Dasar Glass Ionomer setelah Etsa Asam

dianjurkan pemakaian semen glass ionomer sebagai semen dasar pada

restorasi resin komposit (Davidson, 1993). Resin komposit dapat berikatan secara

mekanis dengan semen glass ionomer yang terlebih dahulu dietsa. Ikatan yang

dihasilkan bergantung pada kekerasan yang dihasilkan etsa asam pada permukaan

semen glass ionomer (Sidharta, 1991). Cara pengetsaan glass ionomer tidak berbeda

dengan pengetsaan pada email (Andreaus, 1987).

Aplikasi asam fosfat 37 % selama 60 detik akan menyebabkan erosi pada

permukaan semen glass ionomer dengan lepasnya kalsium, aluminium dan silika,

sedangkan patikel gelas tetap tertanam dan menonjol dari matriksnya mengakibatkan

permukaan semen menjadi kasar. Dengan scanning electron microscope permukaan

semen glass ionomer yang kasar akibat etsa menunjukan adanya lubang sedalam 50

jam dan tonjolan-tonjolan. Keadaan ini yang memungkinkan terjadinya ikatan antara

semen glass ionomer dengan bahan restorasi resin komposit secara mekanik (Sidharta,

1991; Noerdin, 1997). Untuk mencegah penetrasi asam fosfat dibutuhkan 0,5 mm

ketebalan lapisan glass ionomer (Woolford, 1993).

Andreaus (1987) meneliti bahwa tidak ada perbedaan mikrostruktur

permukaan glass ionomer yang dietsa asam fosfat cair 37 % maupun gel 35 %. Ke dua

jenis asam ini menghasilkan kemampuan rekat yang lebih kuat. Hasil penelitian Tyas

Page 23: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

dkk (1989) menunjukan setelah dua tahun terjadi kerusakan 35 % dan tanpa

kebocoran tepi 64 % pada kelompok komposit dengan etsa email, sedangkan pada

kelompok komposit dengan etsa glass ionomer terjadi kerusakan 43 % dan tanpa

kebocoran tepi 46 %. Pada kelompok komposit dengan etsa email dan etsa semen

dasar glass ionomer, diperoleh kerusakan restorasi paling rendah yakni 10 % dan

tanpa kebocoran tepi 93 % (Noerdin, 1997).

Tyas (1988) mengatakan bahwa kelemahan glass ionomer lebih besar pada

pengetsaan semen yang belum mengeras. Hal ini didukung oleh penelitian Taggar dan

Pearson (1988) yang menggunakan mikroskop elektron menunjukan tingkat

kerusakan yang dalam pada pengetsaan glass ionomer yang belum mengeras. Pada

semen yang telah mengeras ternyata pelepasan kalsium lebih sedikit (Woolford,

1993).

4.3 Pengaruh Semen Glass Ionomer terhadap Jaringan Pulpa

Laporan penelitian tentang pengaruh semen glass ionomer terhadap jaringan

pulpa sangat banyak dan hasilnya seringkali kontroversial. Dahl dan Tronstad (1976)

melaporkan bahwa semen glass ionomer yang baru diaduk bersifat toksik. Kawahara

dkk (1979) melaporkan, walaupun semen yang baru diaduk menghambat proferasi sel,

tetapi tidak bersifat toksik. Para peneliti melaporkan semen glass ionomer

menyebabkan inflamasi yang lebih berat dibandingkan dengan semen seng oksida

eugenol, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan semen seng fosfat dan semen

silikat (Kawahara, 1979).

Page 24: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

Tsujimura (1983) melaporkan bahwa semen glass ionomer menyebabkan

iritasi pulpa yang ringan pada gigi anjing. Ohashi (1986) melaporkan semen glass

ionomer mengakibatkan iritasi pulpa apabila diaplikasikan langsung mengenai

jaringan pulpa. Penelitian ini mendukung kesimpulan yang mengatakan bahwa jika

semen glass ionomer diaplikasikan secara tidak langsung mengenai jaringan pulpa,

maka tidak ada iritasi terhadap jaringan pulpa walaupun bahan yang digunakan

sebagai perekat, semen dasar atau bahan restorasi.

Asam poliakrilat dan jenis-jenis poliasid semen glass ionomer merupakan

asam lemah dibandingkan dengan asam pada semen seng fosfat, sehingga

kemungkinan mengiritasi jaringan pulpa lebih kecil. Asam-asam tersebut memiliki

molekul berukuran besar, sehingga sulit berdifusi ke dalam tubuli dentin (Katsuyama,

1993).

Page 25: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

BAB V

KESIMPULAN

Dari tulisan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Teknik etsa asam merupakan bagian dari prosedur restorasi resin komposit yang

dapat meningkatkan retensi dan penutupan tepi yang stabil pada email.

2. 2.Tubuli dentin yang terbuka akibat etsa asam bila tidak tertutup dengan baik

dapat menyebabkan dentin hipersensitif.

3. Semen glass ionomer mempunyai sifat tidak mengiritasi pulpa, mempunyai daya

adhesif yang baik, memiliki wetting ability yang baik sehingga dapat menutup

tubuli dentin.

4. Aplikasi semen glass ionomer sebagai semen dasar sebelum restorasi resin

komposit dapat mencegah terjadinya dentin hipersensitif.

Page 26: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

DAFTAR PUSTAKA

Andreaus, S.B. 1987. Liquid Versus Gel Etchants on Glass Ionomer : Their Effects on Surface Morphology and Shear Bond Strengths to Composite Resins, JADA, 114, 157-158. Baum, L.;Phillips, R.W. and Lund, M.R. 1985. Text Book of Dentistry. 2 nd ed. Philadelphia : W.B. Saunders Co. Brannstrom, M. 1982. Dentin and Pulp in Restorative Dentistry. London : Wolfe Medikal Publ. Ltd. Cohen,S. and Burn, R. 1994. Pathway of The Pulp. 7 th ed. St.Louis : Mosby Co. Cox, C.F. 1992. Effect of Adhesive Resin and Various Dental Cements on The Pulp. Operative Dentistry. 5, 165-173. Craig, R.G., O’Brien, W.J. and Powers, J.M. 1996. Dental Meterials. 6 th ed. St.Louis : Mosby Co. Crispin, B.J., Hewlett E.R. and Jo, Y.H. 1994. Ontermporery Esthetic Dentistry : Practice Fundamentas. Tokyo : Quintessence Publ. Co. Dahl, B.L. and Tronstad, L. 1976. Biological Test of an Experimental Glass Ionomer Cement. Journal of Oral Rehabilitation. 3, 19-24. Davidson, D.F. and Suzuki, M. 1999. A Prescription for the Succesful Use of Heavy Filled Composit in the Posterior Dentition. Journal Canada Dentistry Assosiation, 65, 256-260. Gwinnett and John, 1992. Structure and Composition of Enamel. Operative Dentistry, 5, 10-17. Ibsen, R.L., Neville and Kris. 1976. Adhesive Restorative Dentistry. Philadelphia : W.B. Saunders Co. Katsuyama, S., Ishikawa, T. and Fuji, B. 1993. Glass Ionomer Dental Cement : The Material ang Their Clinical Use. St.Louis : Ishiyaku EuroAmerica, Inc. Publishers. Kawahara, H. et al. 1979. Biological Evaluation of Glass Ionomer Cement. Journal Dental Restoration, 58, 1080-1086.

Page 27: Upaya Mencegah Dentin Hipersensitif

Merbeek, Van B. 1992. Factor Affecting Adhesion to Mineralized Tissues. Operative Dentistry, 5, 111-124. Noerdin, A. 1997. Kemampuan Rekat antara Resin Komposit dengan Semewn Glass Ionomer yang Dietsa pada Teknik Sandwch. Edisi Khusus KPPIKG XI. Jurnal Kedokteran Gigi UI. Jakarta :FKG UI. Pashley, D.H. and Michelich, V. 1981. Dentin Permeability : Effect of Smear Layer Removal. The Journal of Prosthetic Dentistry,46, 531-537. Perdigao, J. 2001. The effect of Etching Time on Dentine Demineralization. Quintessence International, 32, 19-26. Phillips, R.W. 1991. Skinner’s Science of Dental Material. 9 th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Co. 215-245. Tyas, M.J. and Plant, C.G. 1970. Lining Materials with Special Reference to Dropsin : A Comparative Study. British Dental Journal, 128, 486-491. Retief, D.H. 1992. Clinical Application of Enamel Adhesive. Operative Dentistry, 5, 44-49. Seltzer, S. and Bender, I.B. 1990. The Dental Pulp Biologic : Consederation in Dental Procedure. 3 rd ed. St.Louis : Ishiyaku EuroAmerica, Inc. Publishers, 41-60. Sidharta, W. 1991. Pengaruh Etsa dan Gerinda pada Semen Glass Ionomer Terhadap Ikatannya dengan Resin Komposit. Buku Naskah Ilmiah KPPIKG IX FKG UI, 105-164. Wilson, A.D. and McLean, J.W. 1988. Glass Ionomer Cement. Chicago : Quintessence Publishing. Woolford, M. 1993. Composite Resin Attached to Glass Polyalkenoate (Ionomer) Cement- The Laminate Techique. Journal Dentistry, 21, 31-38.