BLOK 22 - (1)

10
TUGAS INDIVIDU BLOK 22 AKUATIK DAN SATWA LIAR UNIT PEMBELAJARAN 1 FURUNCULOSIS PADA IKAN AIR TAWAR DISUSUN OLEH: LUTHFI NUR AMALINA 09/283854/KH/6257 KELOMPOK 16 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

description

kedokteran hewan

Transcript of BLOK 22 - (1)

Page 1: BLOK 22 - (1)

TUGAS INDIVIDU

BLOK 22

AKUATIK DAN SATWA LIAR

UNIT PEMBELAJARAN 1

FURUNCULOSIS PADA IKAN AIR TAWAR

DISUSUN OLEH:

LUTHFI NUR AMALINA

09/283854/KH/6257

KELOMPOK 16

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: BLOK 22 - (1)

Learning Objectives:Mengetahui penyakit ikan air tawar yang disebabkan oleh bakteri, meliputi etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, penanganan dan pencegahan.

MOTILE AEROMONAS SEPTICAEMIA (MAS)

Etiologi Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) disebabkan oleh Aeromonas hydrophilla. Aeromonas motil sering menyerang ikan budidaya yang hidup di air dengan suhu hangat seperti gurameh atau lele. Bakteri ini merupakan flora normal di intestinum ikan. Faktor predisposisi infeksi A. hydrophilla ini antara lain polusi air, pakan yang terkontaminasi dan infeksi bakteri lain (Cipriano dan Austin, 2011). Motil aeromonad juga menyebabkan penyakit pada vertebrata berdarah panas. Pada manusia yang menderita gangguan sistem imun, A. hydrophilla menyebabkan septik arthritis, diare, ulser kornea, meningitis dan septikemia. Bakteri ini ditemukan pada ikan, seafood, susu mentah dan daging (Sunarto dkk., 2005).

Patogenesis Outbreak aeromonad septikemia biasanya terjadi ketika temperatur air meningkat yang menyebabkan peningkatan metabolisme dan stres pada ikan. Produksi kortikosteroid saat stres menyebabkan ikan rentan terkena infeksi. Resistensi terhadap penyakit ini juga dapat menurun akibat ikan kekurangan nutrisi sehingga mengalami anemia dan penurunan serum protein. A. hydrophilla menginfeksi organ-organ internal melalui saluran pencernaan atau kontak kulit pada populasi ikan yang padat (13,1 g ikan/l) dan temperatur tinggi (≥ 24oC) (Cipriano dan Austin, 2011).

Gejala Klinis Gejala klinis yang tampak antara lain ulserasi dermal, pembusukan area ekor dan sirip, ulserasi okuler, erithrodermatitis, septikemia hemoragik, penonjolan sisik, exoftalmia, kulit kemerah-merahan dan terdapat akumulasi cairan di kantung sisik. Abdomen mengalami distensi akibat odema. Insang mengalami hemoragi. Pada penyakit bentuk akut terjadi septikemia fatal secara cepat sehingga ikan mati sebelum terjadi gejala klinik yang jelas (Cipriano dan Austin, 2011).

Diagnosis Tryptic soy agar (TSA) atau brain-heart infusion agar (BHIA) merupakan media yang cocok untuk isolasi primer aeromonad motil dari ikan sakit. Infeksi bakterial campuran sering terjadi pada ikan yang menderita hemoragik septikemia, sehingga sulit untuk mendapatkan biakan murni. Isolat bersifat Gram negatif, motil, berbentuk batang, sitokrom oksidase positif, memfermentasi glukosa dan sensitif terhadap agen vibriostatik 0/129 (2,4-diamino, 6,7-di-isopropyl pteridine). Bakteri memproduksi 2,3-butanediol dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Beberapa strain A. hydrophilla memproduksi gas selama proses fermentasi glukosa (Cipriano dan Austin, 2011). Pada agar darah domba 5%, koloni Aeromonas lebar, bulat, menonjol dan buram. Sebagian besar koloni bersifat -hemolitik. Prosedur aglutinasi, uji antibodi fluoresens dan ELISA sering digunakan danβ paling efektif (Gillespie, 2006).

Perubahan Patologis Secara histopatologikal, ikan menunjukkan hiperplasia epitel di saluran pencernaan depan, kongesti leptomeningeal di otak, thrombosis dan peradangan di area perisklerotik dan epitel

2

Page 3: BLOK 22 - (1)

kornea. Juga terjadi brankhitis parah yang ditandai dengan infiltrasi leukosit dan dilatasi sinus vena sentral. Nukleus di epitel brankhial mengalami pembesaran. Lesi juga terdapat di sirip, hepar dan pankreas. Infeksi sistemik ditandai dengan nekrosis difus pada beberapa organ internal dan ada makrofag yang mengandung melanin di darah. Hati menjadi pucat atau berwarna kehijauan. Ginjal bengkak dan rapuh. Hemoragi petekial terjadi di peritoneum dan otot-otot. Epitel insang mengalami spongiosis. Epitelium brankhial mengalami pembesaran. Infeksi kronis ditandai dengan penyakit bentuk ulser yaitu adanya lesi dermal dengan hemoragi dan peradangan fokal. Dermis dan epidermis mengalami erosi, otot-otot di bawahnya mengalami nekrosis (Cipriano dan Austin, 2011).

Penanganan Ozonasi dan filtrasi dikombinasi dengan iradiasi ultraviolet efektif untuk terapi A. hydrophilla. Oxygen demand spesifik digunakan selama ozonasi sehingga menyebabkan kematian lebih dari 99% bakteri dalam waktu 60 detik. Dosis ozon yaitu 0,1 – 1,0 mg ozon/l diberikan pada air mengalir. Oxytetracycline merupakan drug of choice untuk terapi MAS ikan di kolam, ikan lele atau ikan salmon. Dosis yang diberikan yaitu 50 – 75 mg/kg ikan selama 10 hari. Terapi dihentikan 21 hari sebelum ikan dipanen (Cipriano dan Austin, 2011).

Pencegahan Manajemen yang efektif merupakan pendekatan terbaik untuk menghindari infeksi oleh semua anggota genus Aeromonas. Secara umum, MAS dimediasi oleh stres. Peningkatan suhu air, penurunan konsentrasi oksigen terlarut atau peningkatan kadar amonia dan karbon dioksida merupakan penyebab stres ikan. Oleh karena itu monitoring variabel lingkungan sangat perlu dilakukan.

FURUNCULOSIS

Etiologi Aeromonas salmonicida merupakan penyebab umum dari furunkulosis dan septikemia yang berakibat pada kematian, khususnya pada ikan-ikan yang hidup di air dengan suhu dingin. A. salmonicida merupakan patogen obligat (Cipriano dan Austin, 2011).

Patogenesis Skarifikasi kulit akibat ektoparasit atau handling dapat menjadi rute masuknya A. salmonicida. Beberapa kutu air, Lepeophtheirius salmonis yang diisolasi dari air laut, Argulus corregoni dan Tetrahymena pyriformis dari air tawar dianggap dapat menjadi vekor penyebaran furunkulosis. Ektoparasit ini menyebabkan kerusakan kulit dan insang. Infestasi trematoda Diplostomum spathaceum juga meningkatkan infeksi A. salmonicida pada jantung ikan. Terdapat bintik-bintik di epidermis yang menebal kemudian melebar (diameter 0,5 – 1,0 mm). lesi ini berkembang hingga dermis di bawahnya terkelupas dan nampak ulser berwarna merah gelap atau abu-abu. Bakteri multiplikasi dalam debris nekrotik pada jaringan ikat subepitelial tetapi tidak menyebabkan nekrosis atau penetrasi ke otot yang lebih dalam. Rute infeksi dapat melalui translokasi sepanjang saluran pencernaan depan akibat lepasnya enterosit yang disebabkan pemaparan terhadap A. salmonicida (Gambar 1). Selain itu juga terdapat bukti histopatologi yang menunjukkan rute infeksi perbrankhial dan perkutaneus (Cipriano dan Austin, 2011).

3

Page 4: BLOK 22 - (1)

Gambar 1. Translokasi A. salmonicida melewati epitel intestinal. (1) Penempelan A. salmonicida, eksotoksin yang diproduksi mengganggu sirkulasi ion transepitelial; (2) Transportasi transeluler; (3) Pelepasan enterosit menyebabkan epitel berlubang; (4) Bakteri masuk melalui epitelium yang rusak; (5) Bakteri memiliki mekanisme perlawanan terhadap sistem imun; (6) Lipopolisakarida dan substansi bakteri lainnya dideteksi sel-sel mukosa yang kemudian melepaskan sitokin sehingga fungsi barrier menurun. Eksotoksin menyebabkan kerusakan jaringan; (7) Sitokin menyebabkan inflamasi, meningkatan translokasi bakteri dan menginduksi apoptosis; (8) Masuknya bakteri ke sistem vaskuler intestinal. Toksin ekstraseluler menyebabkan timbulnya gejala klinik serta kematian (Jutfelt, 2011).

Gejala Klinis Gejala klinis yang nampak yaitu adanya lesi-lesi furunkel di dermis dan ulser yang dapat meluas hingga otot-otot. Lesi furunkel ini tidak selalu ditemukan dan sering dikaitkan dengan infeksi kronik. Ulser lainnya ditemukan di sirip, rahang dan ronggal oral. Jaringan lunak yang melapisi atap rongga mulut mengelupas (Cipriano dan Austin, 2011)

Diagnosis Beberapa strain A. salmonicida dapat diisolasi secara langsung dari jaringan ginjal ikan menggunakan media TSA atau BHIA. Untuk mendiagnosis Aeromonas dapat menggunakan media RS agar. Media ini terdiri dari l-lysine hydrochloride (5,0 g), l-ornithine hydrochloride (6,5 g), l-cystine hydrochloride (0,3 g), maltose (3,5 g), sodium thiosulfate (6,8 g), bromothymol blue 0,03 g, ferric ammonium citrate 0,8 g, sodium chloride (5,0 g) dan agar (13,5 g) dilarutkan dalam 1 l akuades. Larutan tersebut dididihkan selama 1 menit dan dibawa pada pH 7,0. A. salmonicida akan memproduksi koloni berwarna kuning, tetapi tidak seperti aeromonad motil, pertumbuhan bakteri akan terhambat pada suhu 37oC (Cipriano dan Austin, 2011).

Perubahan Patologis Pada penyakit akut perubahan patologi yang terjadi yaitu perubahan warna menjadi lebih gelap dan hemoragi di pangkal sirip dan rongga oral. Hemoragi internal terjadi di dinding abdominal, organ visera lain dan jantung. Limpa membengkak dan hati mengalami hemoragi subkapsular. Jaringan parenkimatous mengalami nekrosis fokal. Sel epitel lumen usus berlubang, terdapat mukus dan darah. Organ-organ reproduksi mengalami hemoragi. Infeksi kronik ditandai dengan kongesti organ-organ viseral dan peritonitis. Hemoragi terjadi di area pilorik dan hati. Ginjal menjadi lunak dan rapuh. Lesi furunkel terjadi di dermis dan ulser dapat meluas ke dalam hingga otot-otot. Lesi tersebut terdiri atas cairan eksudat, jaringan nekrotik dan makrofag. Myofibril mengalami degenerasi, fragmentasi serat otot dan hemoragi pada seluruh jaringan otot ditemukan pada lesi yang membengkak (Cipriano dan Austin, 2011).

4

Page 5: BLOK 22 - (1)

Penanganan Sulfamerazin digunakan untuk terapi furunculosis dengan dosis 200 mg/kg ikan/ hari selama 14 hari. Terapi harus dihentikan minimal 3 minggu sebelum ikan dipanen. Oxytetracycline digunakan untuk berbagai spesies ikan salmon dengan dosis 50 – 80 mg/kg ikan/hari selama 10 hari. Terapi dihentikan minimal 3 minggu sebelum ikan dipanen (Cipriano dan Austin, 2011).

Pencegahan Iradiasi ultraviolet atau ozonisasi air yang akan digunakan untuk budidaya dapat mencegah timbulnya furunculosis. Sebaiknya telur atau stok ikan yang telah disertifikasi bebas A. salmonicida yang digunakan untuk budidaya. Iodin povidon digunakan untuk disinfeksi telur ikan dengan dosis 50 mg/l selama 30 menit. Selain itu pemaparan 1000 mg acriflavine selama 30 menit juga efektif untuk disinfeksi telur ikan. Jika telur akan dipindah untuk inkubasi, disinfeksi sekunder perlu dilakukan yaitu dengan 100 mg iodin/l selama 10 menit. Disinfeksi sebaiknya dilakukan pada suhu 10 – 15oC dan pH 7,0 (6 – 8) dalam air yang patogen-free. Setelah didisinfeksi, telur segera dibilas atau tidak perlu pembilasan jika diletakkan pada inkubator dengan air mengalir (Cipriano dan Austin, 2011).

MYCOBACTERIOSIS

Etiologi Secara morfologikal, Mycobacterium merupakan bakteri pleomorfik, acid-fast, non-motil, tidak berspora, Gram positif, batang tidak bercabang, diameter 0,2 – 0,6 µm, panjang 1,5 – 3,0 µm. sering terlihat membentuk filamen panjangnya 10 µm. Spesies Mycobacterium yang sering diisolasi dari ikan adalah M. marinum dan M. fortuitum (Lewis dan Chinabut, 2011).

Patogenesis M. marinum merupakan patogen intraseluler yang hidup dan bereplikasi dalam makrofag hospes, sehingga maturasi fagosomal hospes menjadi terhambat. Semua mycobacteria patogenik tetap berada dalam vakuola makrofag hospes dan tidak fusi dengan lisosom. Mekanisme ini menghambat kerja makrofag yaitu pemrosesan dan penyajian antigen. Infeksi dapat terjadi secara transovarian, melalui air dan transmisi peroral. Penyakit ini dapat menular pada manusia, khususnya yang sering kontak langsung dengan ikan. Selain itu penularan juga dapat melalui pemberian pakan hidup (Lewis dan Chinabut, 2011).

Gejala Klinis Mycobacteriosis pada ikan berkembang sangat lambat menyebabkan penyakit kronik. Perlu waktu 2 tahun atau lebih hingga pertumbuhan organisme tersebut dapat terdeteksi. Sebagian besar ikan hanya sedikit atau bahkan tidak menunjukkan gejala eksternal. Namun pada tingkat lebih lanjut, ikan mengalami emasiasi, cachexia, eksoftalmia, lordosis, lesi ulseratif, hemoragik dermal dan kehilangan sisik. Gejala lain dapat terlihat di insang, warnanya lebih pucat dan terdapat area yang menebal pada beberapa filamen. Lesi-lesi kecil terlihat di sekitar mulut dan anus. Selain itu juga terjadi perubahan pigmentasi. Ikan menunjukkan gejala umum seperti letargi, mengambang di permukaan air dan anoreksia (Lewis dan Chinabut, 2011).

Diagnosis Diagnosis mycobacteriosis berdasarkan pada gejala klinik, perubahan patologis dan identifikasi bakteri patogen. Mycobacteriosis di ikan terlokalisasi di kulit dan organ internal, nampak sebagai struktur noduler dengan pola tipikal granulomatous. Smear dari kerokan potongan permukaan

5

Page 6: BLOK 22 - (1)

limpa dan ginjal dikeringkan dan diwarnai dengan Ziehl-Neelsen stain. Slide yang telah diwarnai dilihat dengan mikroskop cahaya akan terlihat bakteri batang kokoid atau basiler (1 – 3 µm). Selain itu diagnosis juga bisa dengan ELISA, PCR dan metode immunocytochemical menggunakan avidin-biotin complex (ABC) (Lewis dan Chinabut, 2011).

Perubahan Patologis Perubahan patologi yang terjadi antar lain pembesaran dan pelunakan limpa, ginjal dan hati. Kadang terdapat nodul-nodul berwarna putih keabu-abuan pada organ-organ tersebut. Pada kasus yang parah, sebagian besar organ viseral membengak dan menyatu dengan membran berwarna putih di sekitar mesenteri serta terdapat akumulasi cairan di rongga peritoneal. Lesi mycobacteriosis pada kulit terbentuk oleh struktur noduler dan granuloma fokal yang terdiri atas oleh sel-sel epiteloid dan makrofag. Ukuran granuloma 80 – 500 µm. Mycobacteriosis terbagi menjadi bentuk subakut dan kronik. Pada bentuk subakut, ada distribusi difus sel-sel retikuloendotelial dan makrofag dengan area nekrotik kaseus yang lebar. Bakteri dapat ditemukan di sekitar sel-sel retikuloendotelial dan dalam sitoplasma makrofag fagositik. Bentuk kronik proliferatif ditandai dengan produksi granuloma lunak dan keras. Granuloma lunak terdiri dari 4 lapisan. Pusat lapisan merupakan area nekrosis kaseus, dengan atau tanpa debris nuklear, dikelilingi lapisan sel-sel epitel berbentuk kumparan. Lapisan berikutnya yaitu sel-sel epiteloid eosinofilik pipih. Lapisan terluar yaitu jaringan ikat fibrous halus membentuk kapsul tipis. Granuloma keras terdiri dari sel-sel epiteloid yang dibungkus oleh jaringan ikat fibrous. Kalsifikasi dalam pusat nekrotik kaseus terjadi pada infeksi yang lebih kronik. Melanisasi dan vakuolasi ditemukan disekitar granuloma kutaneus (Lewis dan Chinabut, 2011).

Penanganan Khloramin B atau T dengan dosis 10 mg/l selama 24 jam direkomendasikan untuk terapi rendaman (bath treatment). Untuk terapi penyakit stadium akut, dapat digunakan tetracycline ke air dengan dosis 30 mg/l (Lewis dan Chinabut, 2011).

Pencegahan Untuk mencegah kontaminasi Mycobacterium spp., terutama untuk ikan-ikan akuarium, perlu dilakukan beberapa hal berikut: (a) menghindari pemberian pakan hidup (pinjal air, larva nyamuk, tubifex); (b) menghindari pakan hidup yang diambil dari lingkungan alami; (c) menggunakan pakan hidup yang dibudidayakan melalui proses produksi yang bebas Mycobacterium. Untuk membudidayakan pinjal air dan larva nyamuk yang bebas Mycobacterium, dapat dilakukan beberapa hal berikut: (a) menghindari kotoran hewan sebagai substrat pertumbuhan alga; (b) menggunakan klorin atau disinfektan lain untuk disinfeksi air; (c) menguji stok alga yang digunakan untuk pakan apakah bebas Mycobacterium spp. atau tidak (Somsiri dkk., 2005). Karkas ikan yang digunakan sebagai pakan sumber protein sebaiknya dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 76oC untuk membunuh bakteri (Lewis dan Chinabut, 2011).

Karantina Ikan Memindah ikan yang tampak sehat dari area yang terkena penyakit ke area yang bersih untuk menghindari outbreak digunakan untuk mengontrol penyakit. Namun, cara ini memiliki dampak negatif yaitu handling dan transportasi ikan menyebabkan stres dan kematian masal. Selain itu juga meningkatkan risiko penyebaran penyakit dari area outbreak. Penyebaran penyakit akibat pemindahan ikan dapat lebih cepat terjadi dibandingkan penyebaran melalui aliran air atau rute lain (Sunarto dkk., 2005).

6

Page 7: BLOK 22 - (1)

DAFTAR PUSTAKA

Cipriano, R.C. dan Austin, B. 2011. Furunculosis and Other Aeromonad Diseases. Dalam: Woo, P.T.K dan Bruno, D.W. (eds). Fish Diseases and Disorders, Volume 3: Viral, Bacterial and Fungal Infections. 2nd ed. CAB International, UK.

Jutfelt, F. 2011. Barrier Function of the Gut. Dalam: Farrel, A.P (ed). Encyclopedia of Fish Physiology: From Genome to Environment. Elsevier Inc, Oxford.

Lewis, S. dan Chinabut, S. 2011. Mycobacteriosis and Nocardiosis. Dalam: Woo, P.T.K dan Bruno, D.W. (eds). Fish Diseases and Disorders, Volume 3: Viral, Bacterial and Fungal Infections. 2nd ed. CAB International, UK.

Somsiri, T., Puttinaowarat, S., Soontornwit, S. dan Lacharoje, S. 2005. Contamination of Mycobacterium spp. in Live Feeds. Dalam: Walker, P.J., Lester, R.G., dan Bondad-Reantaso, M.G. (eds). Diseases in Asian Aquaculture V. Proceedings of the 5th Symposium on Diseases in Asian Aquaculture, Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila. 227 – 235.

Sunarto, A., Taukhid, Rukyani, A., Koesharyani, I., Supriyadi, H., Gardenia, L., Huminto, H., Agungpriyono, D.R., Pasaribu, F.H., Herdikiawan, D., Rukmono, D., dan Prayitno, B. 2005. Field Investigations on a Serious Disease Outbreak among Koi and 125 Common Carp (Cyprinus carpio) in Indonesia. Dalam: Walker, P.J., Lester, R.G., dan Bondad-Reantaso, M.G. (eds). Diseases in Asian Aquaculture V. Proceedings of the 5th Symposium on Diseases in Asian Aquaculture, Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila. 125 – 135.

7