bimbingan belajr pak adam..

140
Membimbing Kesulitan Belajar Siswa Posted on 25 Januari 2008 by PENDIDIKAN Oleh : Akhmad Sudrajat A. Kesulitan Belajar. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut. 1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya

Transcript of bimbingan belajr pak adam..

Membimbing Kesulitan Belajar SiswaPosted on 25 Januari 2008 by PENDIDIKAN Oleh : Akhmad Sudrajat A. Kesulitan Belajar. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut. 1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai. 2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah. 4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama. 5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain : 1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya. 2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah 3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan. 4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpurapura, dusta dan sebagainya. 5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya. 6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya. 7. Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila : 8. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh guru (criterion reference). 9. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under achiever. 10. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: (1) tujuan pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian. 1. Tujuan pendidikan Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar. 2. Kedudukan dalam Kelompok Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan. Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki 25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang mendapat prestasi di bawah rata rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

3. Perbandingan antara potensi dan prestasi Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah underachiever. 4. Kepribadian Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya. B. Bimbingan Belajar Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkahlangkah sebagai berikut 1. Identifikasi kasus Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :y

y

Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.

y

y y

Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial material; (b) struktural fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang. 3. Diagnosis Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktorfaktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya. 4. Prognosis Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus kasus yang dihadapi. 5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten. 6. Evaluasi dan Follow Up Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa. Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :y y y

Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas; Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:y y y y y y y

Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance). Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release). Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya

Ciri-ciri Kesulitan BelajarGejala-gejalanya? a. Gangguan Persepsi Visualy y y y y y

Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali. Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi. Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri. Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang. Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lainlain).

b. Gangguan Persepsi Auditoriy y y

Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya. Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus. Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.

c. Gangguan Belajar Bahasay y

Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya. Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.

d. Gangguan Perseptual - Motoriky y

Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.) Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.

e. Hiperaktivitasy y y

Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam) Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya Impulsif

f. Kacau (distractability)y

Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting

y y

Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan (misalnya melamun atau mengkhayal saat belajar disekolah)

BIMBINGAN BELAJAR PADA PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI KESULITAN MEMBACA DI KELAS RENDAHTUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Prasyarat Tugas Akhir Program Diploma II PGKSD UNNES Disusun Oleh : Nama : BUDI KUSBIYANTORO NIM : 1402204442 Kelas : 4H

PENDIDIKAN GURU KELAS SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2006HALAMAN PENGESAHAN Laporan tugas akhir ini mengenai Bimbingan pada anak yang mengalami kesulitan belajar membaca di kelas rendah telah disahkan Kepala Sekolah dan Dosen Pembimbing pada : Hari : Tanggal : Kepala Sekolah Dosen Pembimbing SDN Karang Ayu 02 Sumaryati, A.Ma Drs. Arini Estiastuti, M.Pd NIP. NIP. 131660648 Ketua UPP PGKSD Drs.Jaino, M.Pd NIP. 130875761 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagai persyaratan gelar Ama, Pd. Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, namun berkat bantuan dari beberapa pihak. Akhirnya kesulitankesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu segala bentuk bantuan, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dr. AT Soegito, SH, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas Negeri Semarang 2. Drs. Siswanto, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian 3. Drs. Jaino, M.Pd, Ketua Program Studi PGKSD Universitas Negeri Semarang yang telah memberi arahan, motivasi, dan semangat dengan penuh keramahan dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Dra. Arini Estiastuti, M.Pd, Dosen Pembimbing yang telah memberi bimbingan dengan penuh kesabaran dan keramahan 5. Sumaryati, A.Ma, Kepala SD N Karangayu 02 dan seluruh guru SD N Karangayu 02 yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melaksanakan penelitian di sekolah tersebut dengan senang hati, penuh keramahan dan keikhlasan. 6. Teman-teman PPL PGKSD Universitas Negeri Semarang yang saya banggakan 7. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selesainya Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan. Penulis juga berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi peningkatan kualitas dan kesempatan pendidikan. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penulisan Tugas Akhir ini semoga mendapat imbalan yang banyak dari Tuhan Yang Maha Esa. Semarang, September 2006 Penulis Budi Kusbiyantoro MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO - Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah yang mengajarkan kalam. Dia mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahui manusia. (Al Alaq : 1 3) - Sesungguhnya sesudah kesulitan itu kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari sesudah urusan). Kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (Alam Nasroh : 6 7) KUPERSEMBAHKAN KEPADA : 1. Ibunda tercinta yang selalu memberi doa, semangat, biaya dan perhatian 2. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberi motivasi 3. Teman-teman kost tersayang 4. Teman-temanku PPL yang ada di SDN Karangayu 02. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN .. ii KATA PENGANTAR .. iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .. v DAFTAR ISI . vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .. 1 B. Rumusan Masalah . 2 C. Tujuan ... 3 D. Manfaat .... 3

BAB II LANDASAN TEORI . 5 BAB III Faktor penyebab, Kesulitan yang dihadapi anak dan Bimbingan yang dilakukan di SD . 7 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 20 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca adalah gerbang menuju penguasaan ilmu pengetahuan. Katakata itu menunjukkan bahwa membaca memiliki peranan yang penting untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Dengan membiasakan diri untuk membaca diharapkan siswa memiliki pengetahuan yang luas dan pada gilirannya termotivasi untuk mengemukakan gagasannya sendiri berdasarkan pengalaman yang diperolehnya melalui kegiatan membaca. Dalam hal ini sekolah memilili peranan yang strategis dalam meletakkan kemampuan, minat dan kegemaran membaca. Namun berdasarkan hasil survey diketahuibahwa kemampuan membaca anak-anak Indonesia masih tergolong rendah. Yang terjadi selama ini, berdasarkan temuan guru kelas dalam proses KBM, siswa kelas III SD Karangayu 02 Semarang Barat tahun pelajaran 2006/2007, ada beberapa anak yang masih mengalami kesulitan dalam membaca. Supaya anak tidak mengalami kesulitan membaca, guru harus memperhatikan hal-hal pokok dalam pengajaran membaca yaitu : 1) Pengembangan aspek sosial anak, yakni : kemampuan bekerjasama, percaya diri, pengendalian diri, kestabilan emosi dan rasa tanggung jawab 2) Pengembangan fisik, yakni pengaturan gerak motorik, koordinasi gerak mata dan tangan 3) Perkembangan kognitif, yakni membedakan bunyi, huruf, menghubungkan kata dan makna Sedangkan untuk memacu perkembangan anak dalam membaca, Clay (1966) mengemukakan perlunya penciptaan kondisi yang kondusif bagi kegiatan membaca. Kondisi yang dimaksid adalah sebagai berikut : Kemahiran membaca diperoleh melalui interaksi sosial dan tingkah laku emulatif (kompetitif) Anak menguasai kemahiran membaca sebagai hasil dari pengalaman hidupnya Anak akan menguasai kemahiran membaca jika ia tahu tujuan membaca dan memerlukan proses Kegiatan bermain/memainkan peran penting dalam penguasaan membaca Jika kondisi yang kondusif dapat tercipta, kemampuan membaca siswa akan terlaksana dengan baik dan tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai harapan. B. Rumusan Masalah 1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam membaca 2. Kesulitan apa saja yang dihadapi anak dalam membaca 3. Bimbingan apa saja yang harus dilakukan guru dalam mengatasi

kesulitan-kesulitan yang dialami anak dalam membaca C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum dalam penelitian tindakan kelas ini untuk mengetahui apakah melalui pemilihan bahan ajar membaca dan metode pengajaran membaca yang tepat dapat meningkatkan kemampuan membaca anak. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian tindakan ini sebagai berikut : a) Mengetahui problem umum yang dihadapi anak dalam membaca b) Mengetahui upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan keterampilan membaca anak D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Teoritis Menambah perbendaharaan pengetahuan tentang metode pembelajaran Bahasa Indonesia. 2. Manfaat Praktis a) Guru Penelitian ini bermanfaat sebagai pemacu agar terbiasa melakukan penelitian dalam konteks kelas yang bermanfaat bagi perbaikan pembelajaran dan meningkatkan intelektual guru itu sendiri b) Siswa Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi siswa yang memiliki keterbatasan keterampilan membaca. Selain itu juga bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran Bahasa Indonesia terutama dalam hal peningkatan membaca anak c) Institusi Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai masukan dinas pendidikan nasional untuk memperbaiki pola pembelajaran membaca dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. BAB II LANDASAN TEORI (1) Teori Belajar Lombs (1996) Bahwa kegiatan membaca dipilah menjadi tiga tahap yaitu : a. Tahap Persiapan Anak mulai menyadari tentang fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf, konsep tentang kata b. Tahap Perkembangan Anak muali memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan kata yang lain c. Tahap Transisi Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai dapat melakukan kegiatan membaca dengan santai (tidak tegang). (2) Teori Belajar Clay (1966) Teori ini mengemukakan perlunya penciptaan kondisi yang kondusif bagi perkembangan kegiatan membaca anak. Kondisi yang dimaksud adalah : a. Kemahiran membaca diperoleh melalui interaksi sosial dan tingkah laku emulatif (kompetitif) b. Anak menguasai kemahiran membaca sebagai hasil dari pengalaman hidupnya

c. Anak akan menguasai kemahiran membaca jika ia tahu tujuan membaca dan ini memerlukan proses d. Kegiatan bermain/memainkan peran penting dalam penguasaan membaca BAB III FAKTOR PENYEBAB, KESULITAN YANG DIHADAPI ANAK DAN BIMBINGAN YANG DILAKUKAN DI SD A. Faktor-faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca Membaca merupakan proses memperoleh makna dan barang cetak (Spodek dan Sacacho, 1994). Ada dua cara yang ditempuh pembaca dalam memperoleh makna dari barang cetak; (1) langsung, yakni menghubungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya, dan (2) tidak langsung, yakni mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna. Dalam praktek lapangan, banyak kita jumpai pada anak usia SD terutama di kelas rendah masih terhitung banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar dalam hal membaca bacaan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal (yang berasal dari diri pembaca) maupun faktor eksternal (yang berasal dari luar diri pembaca) Faktor internal antara lain meliputi : minat baca, kepemilikan kompetensi pembaca, motivasi dan kemampuan pembacanya. Sedangkan faktor eksternal antara lain meliputi unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca Faktor Internal 1. Minat baca Minat merupakan kegiatan siswa dengan penuh kesadaran terhadap suatu objek, oleh karena itu minat perlu dikembangkan dilatih dengan pembiasaan-pembiasaan terus menerus. Jika minat baca anak rendah maka tingkat keberhasilan anak dalam membaca akan sulit tercapai. Minat baca anak harus ditumbuhkembangkan sejak dini. Dan untuk membangkitkan minat baca siswa, guru harus memberikan motivasi dan bimbingan pada diri siswa. 2. Motivasi Kegiatan belajar mengajar akan berhasil dan tercapai tujuannya jika dalam diri siswa tertanam motivasi. Motivasi dalam proses belajar mengajar berfungsi (1) fungsi membangkitkan (arousal function) yaitu mengajak siswa belajar, (2) fungsi harapan (expectasi function) yaitu apa yang harus bisa lakukan setelah berakhirnya pengajaran, (3) fungsi intensif (incentive function) yaitu memberikan hadiah pada prestasi yang akan datang, (4) fungsi disiplin (disciplinary function) yaitu menggunakan hadiah dan hukuman untuk mengontrol tingkah laku yang menyimpang (Abd. Rachman, 1993 : 115) 3. Kepemilikan Kompetensi Membaca Keterampilan berbahasa ada empat, yaitu : keterampilan membaca, berbicara, menyimak dan menulis. Ketrampilan dalam membaca diperlukan latihan-latihan tahap demi tahap. Kegiatan membaca terkait dengan (a) pengenal huruf (b) bunyi dan huruf atau rangkaian kata, (c) makna atau maksud dan (d) pemahaman terhadap makna atau maksud.

Jika kegiatan membaca tidak dilakukan secara teratur maka keterampilan membaca yang dimiliki anak akan berkurang dengan sendirinya. Faktor Eksternal Faktor eksternal ini meliputi unsure-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Dalam hal ini sekolah sebagai pusat kebudayaan harus menciptakan siswa yang gemar membaca melalui perpustakaan sekolah. Sekolah harus dapat menciptakan suasana perpustakaan yang menyenangkan dan memberi kenyamanan siswa dalam belajar. Lingkungan baca sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan membaca anak. Lingkungan baca anak yang menyenangkan san memberi kenyamanan bagi si pembaca akan mempermudah anak dalam membaca begitu sebaliknya. B. Kesulitan yang dihadapi anak dalam membaca Dalam pelaksanaan pengajaran membaca, guru seringkali dihadapi pada anak yang mengalami kesulitan belajar membaca khususnya di kelas rendah. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain : 1. Kurang mengenali huruf Ketidakmampuan anak dalam mengenal huruf-huruf alfabetis seringkali dijumpai oleh guru. Akan sulit membedakan huruf besar/kapital dan kecil 2. Membaca kata demi kata Jenis kesulitan ini biasanya berhenti membaca setelah membaca sebuah kata, tidak segera diikuti dengan kata berikutnya. Hal ini disebabkan oleh : (a) gagal menguasai keterampilan pemecahan kode (decoding), (b) gagal memehami : makna kata, (c) kurang lancar membaca 3. Pemparafase yang salah Dalam membaca anak seringkali melakukan pemenggalan (berhenti membaca) pada tempat yang tidak tepat atau tidak memperhatikan tanda baca, khususnya tanda koma 4. Miskin pelafalan Ketidaktepatan pelafalan kata disebabkan anak tidak menguasai bunyi-bunyi bahasa (fonem) 5. Penghilangan Penghilangan yang dimaksud adalah menghilangkan (tidak dibaca) kata atau frasa dari teks yang dibacanya. Biasanya disebabkan ketidakmampuan anak mengucapkan huruf-huurf yang membentuk kata 6. Pengulangan Kebiasaan anak mengulangi kata atau frasa dalam membaca disebabakan oleh faktor tidak mengenali kata, kurang menguasai huruf bunyi, atau rendah keterampilannya 7. Pembalikan Beberapa anak melakukan kegiatan membaca dengan menggunakan orientasi dari kanan ke kiri. Kata nasi dibaca isan. Selain itu, pembalikan juga dapat terjadi dalam membunyikan huruf-huruf, misal huruf b dibaca d, huruf p dibaca g. kesulitan ini biasanya dialami oleh anak-anak kidal yang memiliki kecenderungan menggunakan orientasi dari kanan ke kiri dalam membaca dan menulis.

8. Penyisipan Kebiasaan anak untuk menambahkan kata atau frase dalam kalimat yang dibaca juga dipandang sebagai hambatan dalam membaca, misalnya, anak menambah kata seorang dalam kalimat seorang anak sedang bermain 9. Penggantian Kebiasaan mengganti suatu kata dengan kata lain disebabkan ketidakmampuan anak membaca suatu kata, tetapi dia tahu dari makna kata tersebut. Misalnya, karena anak tidak bisa membaca kata mengunyah maka dia menggantinya dengan kata makan 10. Menggunakan gerak bibir, jari telunjuk dan menggerakkan kepala Kebiasaan anak menggerakkan bibir, menggunakan telunjuk dan menggerakan kepala sewaktu membaca dapat menghambat perkembangan anak dalam membaca 11. Kesulitan konsonan Kesulitan dalam mengucapkan bunyi konsonan tertentu dan huruf yang melambangkan konsonan tersebut. 12. Kesulitan vokal Dalam bahasa Indonesia, beberapa vokal dilambangkan dalam satu huruf, misalnya i selain melambangkan bunyi i juga melambangkan bunyi (dalam kata titik, kancil, dinding, dan sebagainya) huruf-huruf yang melambangkan beberapa bunyi seringkali menjadi sumber kesulitan anak dalam membaca 13. Kesulitan kluster, diftong dan diagraf Dalam bahasa Indonesia dapat dijumpai adanya kluster (gabungan dua konsonan atau lebih), diftong (gabungan dua vokal), diagraf (dua huurf yang melambangkan satu bunyi). Ketiga hal tersebut merupakan sumber kesulitan anak yang sedang belajar membaca 14. Kesulitan menganalisis struktur kata Anak seringkali mengalami kesulitan dalam mengenali suku kata yang membangun suatu kata. Akibatnya anak tidak dapat mengucapkan kata yang dibacanya 15. Tidak mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya Hal ini disebabkan kurangnya penguasaan kosakata kurangnya penguasaan struktur kata dan penguasaan unsur konteks (kalimat dan hubungan antar kalimat) C. Bimbingan yang dilakukan guru dalam mengatasi anak yang mengalami kesulitan membaca Peran guru sebagai fasilitator sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan peningkatan belajar anak. Keberhasilan belajar anak tidak lepas dari cara guru membimbing dan mendidik siswanya. Bimbingan yang harus dilakukan guru dalam menghadapi anak yang mengalami kesulitan membaca antara lain : 1. Bimbingan terhadap anak yang kurang mengenali huruf Langkah yang harus ditempuh guru dalam membantu anak yang mengalami kesulitan kurang mengenali huruf ini dapat berupa : - Huruf dijadikan bahan nyanyian - Menampilkan huurf dan mendiskusikan bentuk (karakteristiknya) khususnya huruf-huruf yang memiliki kemiripan bentuk (misalnya p,

b, dan d) 2. Bimbingan terhadap anak yang membaca kata demi kata Langkah yang dilakuan guru untuk mengatsi anak yang mengalami kesulitan jenis ini adalah : - Gunakanlah bacaan yang tingkat kesulitannya rendah - Anak disuruh menulis kalimat dan membacanya dengan keras - Jika kesulitan ini disebabkan oleh kurangnya penguasaan kosakata, maka perlu pengayaan kosakata - Jika anak tidak menyadari bahwa dia membaca rekaman kata demi kata, rekamlah kegiatan anak membaca dan putarlah hasil rekaman tersebut. 3. Bimbingan terhadap anak yang memparafrasekan salah Langkah yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ini yaitu dengan cara : - Jika kesalahan disebabkan ketidaktahuan anak terhadap makna kelompok kata (frasa), sajikan sejumlah kelompok kata dan latihkan cara membacanya - Jika kesalahan disebabkan oelh ketidaktahuan anak tentang tanda baca, perkenalkan fungsi tanda baca dan cara membacanya - Berikan paragraf tanpa tanda baca, suruhlah anak untuk membacanya. Selanjutnya ajaklah anak-anak untuk menuliskan tanda baca pada paragraf tersebut. 4. Bimbingan terhadap anak yang miskin pelafalan Untuk mengatasi kesulitan pelafalan, guru dapat menggunakan cara berikut : - Bunyi-bunyi yang sulit diucapkan perlu diajarkan secara tersendiri - Bagi anak yang tidak dapat mengcapkan kata secara tepat berikan latihan khusus pengucapan kata-kata tertentu yang dipandang sulit. 5. Bimbingan terhadap anak yang mengalami penghilangan kata Untuk mengatasi hal ini ditempuh cara : - Anak disuruh membaca ulang - Kenali jenis kata atau frasa yang dihilangkan - Berikan latihan membaca kata atau frasa 6. Bimbingan terhadap anak yang sering mengulangi kata Upaya yang dilakukan guru dalam hal ini antara lain : - Anak perlu disadarkan bahwa mengulang kata dalam membaca mnerupakan kebiasaan buruk - Kenali jenis kata yang sering diulang - Siapkan kata atau frasa jenis untuk dialtihkan 7. Bimbingan terhadap anak yang sering melakukan pembalikan kata Upaya mengatasi kesulitan ini dapat dikukuhkan dengan cara sebagai berikut : - Anak perlu disadarkan bahwa membaca (dalam bahan yang menggunakan sistem alfabetis) menggunakan orientasi dari kiri ke kanan - Bagi anak yang kurang menguasai hubungan huruf-bunyi, siapkan kata-kata yang memiliki bentuk serupa untuk dilatihkan - Latihan hendaknya dilakukan dalam bentuk kata yang bermakna, misalnya : huruf p dan b dilatihkan dengan menggunakan kata pagi

dan bagi 8. Bimbingan terhadap anak yang memiliki kebiasaan menyisipkan kata Untuk mengatasi hal ini, bimbinglah anak denghan menyuruh anak membaca dengan pelan-pelan dan mengingatkan bahwa dia telah menambahkan kata dalam membaca 9. Bimbingan terhadap anak yang memiliki kebiasaan mengganti suku kata dengan kata lain Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan cara : - Gunakan bahan bacaan yang teramsuk kategori mudah - Identifikasi kata-kata yang sulit diucapkan oleh anak - Latihankan cara mengucapkan kata-kata tersebut. 10. Bimbingan terhadap anak yang memiliki kebiasaan menggunakan gerak bibir, jari telunjuk dan menggerakan kepala Untuk mengubah kebiasaan anak yang selalu menggerakkan bibir sewaktu membaca dalam hati dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut - Anak disuruh mengumumkan suatu kalimat, selanjutnya suruh anak untuk mengulangi membaca kalimat tersebut tanpa mengunyam - Jelaskan pada anak bahwa membaca mengunyam dapat menghambat keefektifan membaca. Sedangkan untuk menghadapi anak yang menggunakan jari telunjuk dalam membaca, dapat dilakukan kegiatan berikut. - Perhatikan apakah anak mengalami gangguan mata - Gunakan bacaan yang cetakannya besar dan jelas. - Latihkan teknik membaca frosa - Peringkatkan anak untuk tidak menggunakan jari telunjuk dalam membaca 11. Bimbingan terhadap anak yang kesulitan mengucapkan bunyi konsonan Dapat dilakukan bimbingan antara lain : - Kembangkan anak dalam mendengarkan konsonan yang sulit-sulit misalnya konsonan, tuliskan kata-kata yang dimulai dengan konsonan (depan, adat, dapat, diri dan sebagainya) - Suruh anak mencari dan mengumpulkan kata yang didalamnya terkandung konsonan tersebut - Latihkan anak mengucapkan kata-kata yang didalamnya terkandung konsonan tersebut 12. Bimbingan terhadap anak yang mengalami kesulitan vokal Untuk mengatasi anak yang mengalami kesulitan ini dapat dilakukan : - Tanamkan pengertian pada diri anak bahwa huruf-huruf tertentu dalam melambangkan lebih dari satu bunyi misalnya : huruf i dapat melambangkan bunyi i dan , huruf dapat melambangkan bunyi dan - Berikan contoh huruf i yang melambangkan bunyi i dan huruf e yang melambangkan bunyi e, dan dalam kata-kata - Ajaklah anak mengumpulkan kata yang didalamnya terkandung huruf i yang melambangkan bunyi i dan , huruf e yang melambangkan bunyi e, dan e 13. Bimbingan terhadap anak yang mengalami kesulitan kluster, diftong dan diagraf

Untuk mengatasi kesulitan ini lakukan : - Kenalkan kluster (misalnya st, kl, gr, pr, sw), diftong (misalnya ai, oi, ui) dan digraf (misalnya sy, ng, kh, dan ny) dalam kata atau kalimat. - Tuliskan kata atau kalimat yang mengandung kluster, diftong, dan diagraf dipapan tulis. - Mintahlah anak untuk mengumpulkan kata-kata yang di dalamnya terkandung kluster, diftong, dan diagraf - Suruh anak membacakan kata-kata yang telah dikumpulkan 14. Bimbingan terhadap anak yang kesulitan menganalisis struktur kata Untuk mengatasi kesulitan ini lakukanlah : - Catatlah kata-kata yang seringkali dipandang sulit untuk diucapkan oleh anak - Perkenalkan kata-kata yang seringkali dipandang sulit untuk diucapkan oleh anak - Perkenalkan kata-kata tersebut kepada anak dengan memanfaatkan metode SAS - Suruhlah anak mencari kata-kata lain yang sejenis dan membacanya 15. Bimbingan terhadap anak yang sulit mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya Untuk mengatasi anak yang mengalami kesulitan ini lakukan : - Ambil satu kata dan daftarkan kata turunannya (misalnya kata : membaca, membacakan, dibaca, dibacakan, bacaan, dan terbaca) - Ambillah anak mengenali kata baca dan turunannya yang terdapat dalam bacaan tersebut - Alihkan pada kata lain (misalnya kata tulis, gambar, makan, lari dan sebagainya) BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Dari uraian paparan hasil bimbingan pada anak yang mengalami kesulitan membaca di kelas rendah dapat disimpulkan sebagai berikut : Untuk mengatasi salah satu masalah dalam belajar yaitu pada anak yang mengalami kesulitan membaca. Dengan cara yaitu, kita cari dulu faktorfaktor penyebabnya, dicari kesulitan yang dialami anak, kemudian diberikan bimbingan belajar membaca. B. SARAN Bagi calon guru dan para pembaca. Dalam menghadapi anak yang mengalami kesulitan membaca, untuk mengatasinya bisa menggunakan bimbingan belajar (anak diberikan bimbingan belajar secara intensif dan menyenagkan) dan bimbingan belajar sangat diperlukan dalam membantu anak. DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Bimbingan Belajar, Penerbit UNNES 2. Buku Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi, Penerbit UNNES 3. Dari Observasi Dan Pengalaman Menulis

Kesulitan belajar pada anak Dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Gangguan Pemusatan Perhatian/ Hiperaktivitas ) paling sering Kesulitan belajar spesifik (gangguan membaca, menulis, berhitung) Keterlambatan bicara Gangguan perkembangan pervasif ( termasuk autisme) Kurang disiplin (Play station dll.)

In-attensi Tidak memperhatikan Gagal menyelesaikan tugas Tidak rapi Menghindari usaha yang berkepanjangan

In-attensi

Tida

k me

mpe rhati

kan

Gag

al men

yele saik

an

tuga s

Tida

k rapi

Men

ghin dari

usah a

yan g

berk epa

njan gan

Keh

ilan gan,

pelu pa

Perh

atia n

mud

ah

bera lih

Impulsivitas

SAYA guru SD dan sering mengajar kelas I. Dalam perjalanan pengalaman sebagai guru, saya banyak mendapati hal-hal yang agak membingungkan. Misalnya anak yang mengalami kesulitan mengeja dan membaca, anak yang nampak lambat daya tangkapnya, anak yang tidak bisa diam dan hiperaktif maupun gangguan belajar lainnya, setelah diperiksakan orangtuanya ke psikolog ternyata IQ-nya normal, bahkan kebanyakan di atas normal. Ada beberapa kasus yang bisa saya tangani dan berusaha membantunya semaksimal mungkin dan biasanya masalah selesai setelah anak masuk kelas II atau III dan selajutnya sama sekali idak nampak bahwa dulunya dia memiliki masalah dalam kesulitan belajarnya. Namun, ada beberapa yang tidak bisa saya tangani. Bagi saya itu suatu beban. Menurut Ibu apakah hal tersebut termasuk gangguan belajar

atau bagaimana? Saya pernah membaca di suatu majalah tentang cara pembelajaran yang berbeda untuk anak-anak tersebut. Mungkin ibu bisa memberi gambaran dan cara-cara yang mudah diterapkan. Sagung, Denpasar

Wah, alangkah bangga dan bahagianya anak-anak kalau mempunyai ibu guru yang memiliki kepedulian dan perhatian yang tinggi seperti yang ibu tunjukkan. Mengenali kesulitan belajar (learning disability) bagi para orangtua maupun guru-guru kadangkadang tidaklah mudah karena membutuhkan pengamatan perilaku dan cara belajar sehari-hari yang ditunjukkan anak secara cermat. Gambaran mengenai kesulitan belajar sendiri sangat bervariasi dari satu anak ke anak lainnya, baik dari jenis maupun tingkat kesulitan belajar yang mereka alami. Kondisi ini seringkali tampak makin jelas ketika anak-anak memasuki usia sekolah dengan kegiatan akademik yang nyata. Hal yang paling nampak adalah pada perbedaan kemampuan membaca, menulis atau matematika sebagai kemampuan yang paling mendasar, yang pada umumnya berjalan lebih lambat dibanding anak lainnya. Meski demikian, sebenarnya ada beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh para guru dan orangtua untuk mengenali gejala kesulitan belajar ini sejak anak memasuki usia pra-sekolah. Baurnel dan Harvell (2004), memberikan beberapa gambaran.

Perkembangan Bahasa yang Lambat Anak-anak dengan kesulitan belajar pada umumnya memiliki riwayat perkembangan bahasa dan berbicara yang lebih lambat dibanding anak seusianya. Kosa kata yang dimilikinya cenderung terbatas dan lebih sedikit dibanding anak sebayanya, sehingga sering mengalami kesulitan bahkan kurang tepat dalam mengekspresikan apa yang diinginkannya. Tidak jarang mereka juga mengalami kesulitan dalam memahami instruksi yang paling sederhana sekalipun, ataupun memahami beberapa perintah yang diberikan sekaligus.

Rendahnya Koordinasi Motorik Ada beberapa indikasi ketidakterampilan motorik kasar seperti canggung dalam melompat, mudah jatuh ketika berlari maupun tidak bisa memanjat, dll. Juga ketidakterampilan dalam koordinasi motorik halusnya seperti mengalami kesulitan dalam mengikat tali sepatu, memasukkan kancing baju, kurang terampil dalam menggunakan gunting maupun pensil, dll. Demikian pula dalam mengikuti dan mengenali arah.

Gangguan Pemusatan Perhatian Rendahnya pemusatan perhatian anak sering nampak dengan mudahnya anak beralih pada satu kegiatan satu ke kegiatan lainnya, sukar menyelesaikan tugas yang sederhana sekalipun karena rentang perhatiannya yang pendek, membutuhkan banyak perhatian dan dukungan dari lingkungan untuk penyelesaian tugas-tugasnya. Kontrol dan pengorganisasian diri yang buruk sering membuat mereka nampak kurang sabaran (impulsif), mau menangnya sendiri, semau gue dan sulit mengikuti aturan maupun rutinitas, sehingga nampak tidak mampu bertanggung jawab dibanding anak-anak sebayanya.

Usia Sekolah Pada usia sekolah gambaran kesulitan sekolah ini semakin nyata. Gambaran yang tampak dapat dikelompokkan pada beberapa ciri: Kekurangan persepsi visual. Kekurangan pada bagian ini dapat dikenali karena anak nampak bermasalah untuk mempelajari abjad dan sering terbalik melihat huruf-huruf tertentu seperti b/d, p/q, m/w maupun angka seperti 2, 3, 4, 5, 7, 9. Konsep membaca, mengeja, dikte dan menghitung mereka nampak lebih lambat dibading anak lain. Ketika diajar membaca mereka cepat bosan, sering menguap dan mengatakan matanya perih untuk melihat huruf. Kekurangan persepsi visual motor. Lambatnya anak menyalin tulisan dari papan tulis ke bukunya merupakan ciri khas kekurangan pada persepsi visual motor. Akhirnya anak sering ketinggalan dalam mengerjakan tugas dibanding temannya dan prestasi sekolahnya nampak memburuk. Buruknya kualitas tulisan, cenderung tidak rapi dan keluar dari garis, sukar mengikuti garis ketika menggunting merupakan ciri lainnya pada kekurangan bagian ini. Kekurangan persepsi auditor. Sukar untuk membedakan beberapa huruf yang hampir memiliki kesamaan bunyi seperti b/p, d/t, v/f, lambat dalam menangkap pembiacaraan dalam kecepatan yang normal meskipun dapat memahaminya bila diberikan pengulangan dengan kecepatan yang lebih lambat atau sukar mengenali suara yang umum atau bahkan seringkali didengarnya merupakan ciri pada kurangnya persepsi auditori ini. Rendahnya kemampuan mengingat. Mereka biasanya mengalami kesulitan untuk mempertahankan apa yang dilihat dan didengarnya dalam waktu yang cukup lama, rendah ingatan jangka panjangnya, yang seringkali bertahan hanyalah ingatan jangka pendeknya, itu pun sering terlupakan ketika ditanyakan kembali di lain hari. Pada akhirnya pengetahuan yang mereka miliki pada umumnya menjadi sangat terbatas. Ini sering sangat menjengkelkan bagi para guru dan orangtua karena apa yang barusan diterangkan dan mampu dihapalkan sudah dilupakannya, yang kemarin diajarkan hari ini sudah tidak mampu diingatnya. Lambatnya pemahaman konsep. Gambaran tampak pada bagian ini adalah anak tidak mampu

''membaca'' situasi sosial, tidak memahami bahasa tubuh maupun humor. Berhubungan dengan konsep waktu mereka juga biasanya sukar membedakan arti kemarin, tadi, besok, sebelum/sesudah maupun konsep "cepat". Kekurangan hubungan spasial dan kesadaran tubuh. Gerakan anak yang nampak canggung, mudah terantuk dan jatuh, sukar memahami konsep kiri-kanan, atas-bawah, pertama-terakhir, depan-belakang meruapakan ciri yang paling khas pada aspek ini. Mereka juga sering tersesat dan kebingungan dalam lingkungan yang justru mereka kenal seperti rumah atau sekolah. Sangat ceroboh sehingga sering kehilangan barang seperti pensil, buku, dll. serta sangat berantakan dan tidak tertata rapi merupakan ciri lain yang bisa diamati. Pada umumnya anak-anak dengan kesulitan belajar ini memiliki taraf kecerdasan normal, bahkan sering di atas normal. Mereka hanya memerlukan cara pembelajaran yang berbeda (learning difference) sesuai dengan perbedaan fungsi otak dan kekurangan yang dimilikinya. Memeriksakan anak ke seorang ahli perkembangan anak secara multidispliner (dokter anak, psikiater, psikolog, pedagog, dll) merupakan cara untuk melihat kekurangan yang mereka tunjukkan, sehingga dapat mengenali pula gaya belajar anak. Penanganan terhadap anak-anak dengan kesulitan belajar ini sebenarnya bisa dimulai dengan mengenali kelebihan yang mereka miliki untuk mengatasi kekurangannya. Ini bisa dihubungkan dengan konsep multiple intelligence, mereka akan tetap dapat berhasil pada bidang-bidang khusus yang menjadi kekuatan mereka. Pemanfaatan gaya belajar yang menjadi unggulan mereka akan sangat membantu mengoptimalkan potensi dan mengatasi kelemahan yang mereka miliki. Banyak tokoh terkenal yang pada masa kecilnya mengalami kesulitan belajar namun tetap berhasil di kemudian hari seperti Albert Einstein, Roosevelt, Sydney Sheldon.

Saran buat Orangtua dan Guru - Terimalah keunikan anak dengan kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. - Bantu dan beri dukungan anak untuk mengenali kelebihan dan menerima kekurangan mereka. Bantu membuat strategi belajar untuk mengatasi kekurangan mereka, mintalah bantuan pada Remedial Terapist untuk membuat program cara pembelajaran di rumah. Berikan alat-alat bantu dan peraga sehingga anak mampu menyentuh, melihat dan mendengarnya serta menghubungkan dengan konsep yang dipelajari. - Ciptakan suasana belajar sambil bermain dan bermain sambil belajar. Dampingi anak ketika belajar dan mengerjakan PR. Dengan pemahaman akan kekurangan mereka dan mengingat kelebihan yang mereka miliki akan meningkatkan kadar kesabaran para orangtua, demikian pula guru. - Bekerja samalah dengan guru, sehingga ada kesinambungan dalam pengamatan perkembangan anak serta dukungan moral dan emosional buat anak terutama saat di sekolah.

- Bersikap lebih kreatif bagi guru yang bersangkutan dengan menganggap anak sebagai ''ujian'' peningkatan kualitas mengajar yang dimiliki, bukan gangguan dalam proses belajar-mengajar. Berkonsultasi dengan guru lain yang lebih berpengalaman atau ahli lain untuk membuat program pembelajaran khusus atau modifikasi tes sesuai kelebihan dan keterbatasan anak. - Berilah pujian ketika anak berhasil melakukan tugasnya, bantu dan dukung untuk mengembankan kepercayaan diri dan kemandirian dalam belajar. engatasi Kesulitan Belajar Pada Anak Written by Helex Wirawan Monday, 23 February 2009 04:01 Pendahuluan Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar. Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal. Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya ialah, mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua. Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar. Definisi Kesulitan Belajar

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadangkadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap

anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar. Jenis Kesulitan Belajar

Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut :

Dilihat dari jenis kesulitan belajar : ada yang berat ada yang sedang

Dilihat dari bidang studi yang dipelajari : ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi.

Dilihat dari sifat kesulitannya : ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara

Dilihat dari segi factor penyebabnya : ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu : A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:

1). Faktor fisiologi Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya. 2). Faktor psikologis Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anakanak yang tergolong sedang (90 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar. B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ; 1). Faktor-faktor sosial Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak. 2). Faktor-faktor non- sosial Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum. Mengatasi Kesulitan Belajar

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami faktafakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman

hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya. Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak lakilaki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut : Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk. Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks. Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks. Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya. Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti. Mengabaikan tanda baca. Kiat Mengatasi Problem Dysleksia

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka. Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software. Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan

phonic dan membaca: Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca.

Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian. Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari.

Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama.

Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia ragu-ragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan.

Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan katakata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut.

Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya.

Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut.

Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan.

Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah. Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)

Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya. Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis. Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan. Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia

Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam. Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya. Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis). Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat: Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar. Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat : Melakukan tes secara lisan Mengerjakan tes dengan pilihan ganda. Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik. Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah. Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)

Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan : membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya.

kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif.

kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok.

ingatan jangka pendek untuk meningat elemen-elemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan.

kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh. Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah dyscalculia, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu

penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut. Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak yang mengalami problem dyscalculia. Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia

Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas. Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik individualisasi yang dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut. Pendekatan yang kedua, yaitu jalan pintas, sebagaimana Jessica diberikan kalkulator untuk menghitung, maka anak dengan problem dyscalculia ini juga dapat diberikan calculator untuk menghitung. Hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut. Penutup

Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang

guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut. Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.

FATWA CINTA SANG RAJA"Ketika kamu melontarkan sesuatu dalam kemarahan, kata - katamu itu meninggalkan bekas seperti lubang di hati orang lain. Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu. Tetapi, tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu akan tetap ada. Dan, luka karena kata - kata adalah sama buruknya dengan luka berdarah. (Adryan Mulya Hadinata)

MENGATASI KESULITAN BELAJAR PADA ANAKDiposkan oleh Mulya Sasack on Minggu, Juni 14, 2009Pendahuluan

Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini

terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka kesulitan dalam belajar. Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal. Fenomena ini kemudian menjadi perhatian para ilmuan yang tertarik dengan masalah kesulitan belajar. Keuntungannya ialah, mereka mencoba menemukan metode-metode yang dapat digunakan untuk membantu anak-anak yang mengalami kesulitan belajar tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua. Dalam tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, factor apa yang menjadi penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami masalah kesulitan belajar.Definisi Kesulitan Belajar

Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadangkadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.Jenis Kesulitan Belajar

Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut : 1. Dilihat dari jenis kesulitan belajar o ada yang berat o ada yang sedang

2. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari o ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan o ada yang keseluruhan bidang studi.

3. Dilihat dari sifat kesulitannya o ada yang sifatnya permanen / menetap, dan o ada yang sifatnya hanya sementara

4. Dilihat dari segi factor penyebabnya o ada yang Karena factor intelligensi, dan o ada yang karena factor bukan intelligensi

Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu : A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi: 1). Faktor fisiologi Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya. 2). Faktor psikologis Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka

orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar. B. Factor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ; 1). Faktor-faktor sosial Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak. 2). Faktor-faktor non- sosial Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Mengatasi Kesulitan Belajar

Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan, penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya. Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunti-bunyi bahasa (fonem) merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang mewakilinya. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyebutkan keterlambatan membaca adalah disleksia. Istilah ini sebenarnya merupakan nama bagi salh satu jenis keterlambatan membaca saja. Semasa awal kanak-kanak, seorang anak yang menderita disleksia mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa lisan. Selanjutnya ketika tiba masanya untuk sekolah,anak ini mengalami kesulitan dalam

mengenali dan mengeja kata-kata, sehingga pada akhirnya mereka mengalami masalah dalam memahami maknanya. Disleksia mempengaruhi 5 hingga 10 persen dari semua anak yang ada. Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke sembilan belas, dimana ketika itu disebut dengan buta huruf (word blindness). Beberapa peneliti menemukan bahwa disleksia cenderung mempengaruhi anak lakilaki lebih besar disbanding anak perempuan. Tanda-tanda disleksia tidak sulit dikenali, bila seorang guru dan orangtua cermat mengamatinya. Sebagai contoh, bila anda menunjukkan sebuah buku yang asing pada seorang anak penderita disleksia, ia mungkin akan mengarang ngarang cerita berdasarkan gambar yang ia lihat tanpa berdasarkan tulisan isi buku tersebut. Bila anda meminta anak tersebut untuk berfokus pada kata-kata dibuku itu, ia mungkin berusaha untuk mengalihkan permintaan tersebut.. Ketika anda menyuruh anak tersebut untuk memperhatikan kata-kata, maka kesulitan mebaca pada anak tersebut akan terlihat jelas. beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :y y y y y y y y y

Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk. Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks. Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks. Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya. Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti. Mengabaikan tanda baca.

Kiat Mengatasi Problem Dysleksia

Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita dysleksia belajar membaca dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka. Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem dysleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat ssudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software. Bagi anda orang tua, berikut ini merupakan ide-ide yang dapat membantu anak anda dengan phonic dan membaca: 1. Cobalah untuk menyisihkan waktu setiap hari untuk membaca. 2. Tundalah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat memusatkan perhatian.

3. Jangan melakukan sesuatu yang berlebih-lebihan pada saat pertama;mulailah dengan sepuluh atau lima belas menit sehari. 4. Tentukan tujuan yang dapat dicapai : satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonics atau buku bacaan mungkin cukup pada saat pertama. 5. Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika dia membuat kesalahan, bersabarlah dan bantu untuk membenarkan kesalahan. Jika dia raguragu, berikan waktu sebelum anda terburu-buru memberi bantuan. 6. Ketika anda membaca cerita bersama-sama, pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga. Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakterkarakter dalam cerita tersebut. 7. Mulailah dengan membaca beberapa halaman pertama atau paragraph dari cerita dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian mintalah anak membaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. 8. Variasikan aktivitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk melakukan permaianan kata-kata sebagai ganti aktivitas membaca, atau mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia untuk membaca kembali tulisan tersebut. 9. Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan membaca dengan suara keras pada anak anda. Jik anda selalu membacakan cerita waktu tidur, pertahankanlah itu. Ini akan sangat membantunya mengenal buku dengan punuh kegembiraan. 10. Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika anda melihat perubahan yang nyata pada nilai-nilainya di sekolah.

Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)

Dalam sebuah pelatihan menjadi ahli ilmu kesehatan anak, terdapat seorang ahli ilmu kesehatan yang bernama Stephen yang tidka pernah menulis apapun di atas kertas. Ia menggunakan mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable) untuk segala sesuatu laporan pasien, catatan singkat. Kemudian diketahui bahwa Stephen memang tidak dapat menulis secara jelas. seberapapun ia mencoba dengan keras ia tidak dapat menulis apapun dengan jelas, sehingga dia dan orang lain tidak dapat membaca tulisan tangannya. Apa yang dialami Stephen merupakan problem kesulitan menukis (disgraphya). Tentunya disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis. Dalam menulis sesuatu kita membutuhkan penglihatan yang cukup jelas, keterampilan motorik halus, pengetahuan tentang bahasa dan ejaan, dan otak untuk mengkoordinasikan ide dengan

mata dan tangan untuk menghasilkan tulisan. Jika salah satu elemen tersebut mengalami masalah maka menulis akan menjadi suatu pekerjaan yang sulit atau tidak mungkin dilakukan.Kiat Mengatasi Problem Dysgrapia

Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Problem dysgraphia muncul pada Stephen saat sekolah dasar, ia memiliki nilai yang bagus pada masa-masa awal, akan tetapi kemudian nilainya jatuh dan akhirnya guru Stephen di kelas V memanggilnya, dan juga memanggil orang tuanya. Guru tersebut meminta orang tua Stephen untuk mengajari Stephen mengetik pada mesin ketik yang dapat dibawa kemana-mana (portable). Hasilnya nilai dan prestasi Stephen meningkat secara tajam. Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbai untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesmepatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya. Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis). Sebagai ganti menulis dengan tangan, anak-anak dapat:y

y y

Meminta fotokopi dari catatan-catatan guru atau meminta ijin untuk mengkopi catatn anak lain yang memiliki tulisan tangan yang bagus ; mereka dapat mengandalkan teman tersebut danmengandalkan buku teks untuk belajar. Belajar cara mengetik dan menggunakan laptop / note book untuk membuat catatan di rumah dan menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Menggunakan alat perekam untuk menangkap informasi saat pelajaran

Sebagai ganti menulis jawaban tes dengan tangan, mereka dapat :y y y y

Melakukan tes secara lisan Mengerjakan tes dengan pilihan ganda. Mengerjakan tes-tes yang dibawa pulang (take home test) atau tes dalam kelas dengan cara menegtik. Bila strategi-strategi di atas tidak mungkin dilakukan Karena beberapa alasan, maka anak-anak penderita dysgraphia harus diijinkan untuk mendapatkan waktu tambahan untuk tes-tes dan ujian tertulis.

Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini memberikan perbedaan yang segera tampak pada anak. Dari pada mereka harus bersusah payah mengusaia suatu keterampilan yang sangat sulit bagi mereka, dan nantinya mungkin akan jarang butuhkan ketika beranjak dewasa, mereka dapat berkonsentrasi untuk mempelajari keterampilan lain, dan dapat menunjukkan apa yang mereka ketahui. Hal ini membuat mereka merasa lebih baik berkenaan

dengan sekolah dan diri mereka sendiri. tidka ada alasan untuk menyangkal kesempatan bagi seorang anak yang cerdas untuk meraih kesuksesan di sekolah. selain itu, karena pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak, maka tidak sepadan resiko membiarkan anak menjadi semakin lama semakin frustasi dan menjadi putus asa karena pekerjaan sekolah.Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)

Berhitung merupakan kemampuan yang digunakan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik ketika membeli sesuatu, membayar rekening listrik, dan lain sebagainya. Tidak diragukan lagi bahwa berhitung merupakan pekerjaan yang kompleks yang di dalamnya melibatkan : 1. membaca, menulis, dan keterampilan bahasa lainnya. 2. kemampuan untuk membedakan ukuran-ukuran dan kuantitas relatif dan obyektif. 3. kemampuan untuk mengenali urutan, pola, dan kelompok. 4. ingatan jangka pendek untuk meningat elemenelemen dari sebuah soal matematika saat mengerjakan persamaan. 5. kemampuan membedakan ide-ide abstrak, seperti angka-angka negatif, atau system angka yang tidk menggunkan basis sepuluh. Meskipun banyak masalah yang mungkin turut mempengaruhi kemampuan untuk memahami, dan mencapai keberhaislan dalam pelajaran matematika. Istilah dyscalculia, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya. Untuk lebih jelas mengenai gambaran anak yang mengalami problem dyscalculia, perhatikanlah contoh kasus berikut. Seorang anak bersama Jesica (sepuluh tahun, duduk di kelas V) didapati mengalami masalah dengan mata pelajaran matematika. Nilai matematika yang Jessica dapat selalu rendah, walaupun pada mata pelajaran lain, nilainya baik. Lalu seorang guru memanggilnya, dan memberinya lembar kertas dan pensil dan memintanya menyelesaikan soal berikut :Jones seorang petani memiliki 25 pohon apel dan tiap pohon menghasilkan 50 kilogram apel pertahun, berapa kilogram apel yang dihaislkan Jones tiap tahun?. Ia berusaha keras menemukan jawabannya tetapi tetap tidak bisa. Ketika guru bertanya bagaimana cara menyelesaikan, ia menjawab, ia harus mengalikan 25 dengan 50, akan tetapi ia tidak dapat menghitungnya. Kemudian guru memberinya kalkulator, dan kemudian ia dapat menghitungnya. Inilah gambaran seorang anak

yang mengalami problem dyscalculia.Kiat Mengatasi Anak Dengan Dyscalculia

Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas. Pendekatan yang pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik individualisasi yang dibantu tim. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap