Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

21
1. Perbedaan OT dan obat kimia? Kelebihan dan Kekurangan Obat Herba Tradisional Kelebihan Obat Herba Tradisional 1. Efek sampingnya relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat. 2. Ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung. 3. Pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit- penyakitmetabolik dan degeneratif. Kelemahan Obat Herba Tradisional 1. Efek farmakologisnya yang lemah. 2. Pada obat tradisional tertentu bahan bakunya belum terstandar. 3. Belum dilakukan uji klinik (pada jamu dan obat herbal terstandar). 4. Untuk bahan yang belum distandardisasi mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. 2. Apa saja macam dan contoh dari OT? 1. Jamu (Empirical-based herbal medicine) Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur . Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun. Di berbagai kota terdapat profesi penjual jamu gendong yang berkeliling menjajakan jamu sebagai minuman yang sehat dan menyegarkan. Selain itu jamu juga diproduksi di pabrik-pabrik

description

Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Transcript of Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Page 1: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

1. Perbedaan OT dan obat kimia?

Kelebihan dan Kekurangan Obat Herba Tradisional

Kelebihan Obat Herba Tradisional1. Efek sampingnya relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat.2. Ramuan dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung.3. Pada satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakitmetabolik dan degeneratif.

Kelemahan Obat Herba Tradisional1. Efek farmakologisnya yang lemah.2. Pada obat tradisional tertentu bahan bakunya belum terstandar.3. Belum dilakukan uji klinik (pada jamu dan obat herbal terstandar).

4. Untuk bahan yang belum distandardisasi mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme. 

2. Apa saja macam dan contoh dari OT?

1. Jamu (Empirical-based herbal medicine) 

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur . Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris turun temurun. 

Di berbagai kota terdapat profesi penjual jamu gendong yang berkeliling menjajakan jamu sebagai minuman yang sehat dan menyegarkan. Selain itu jamu juga diproduksi di pabrik-pabrik jamu oleh perusahaan besardan dijual di berbagai toko obat dalam kemasan sachet. Jamu seperti ini harus dilarutkan dalam air panas terlebih dahulu sebelum diminum. Pada perkembangan selanjutnya jamu juga dijual dalam bentuk tablet, kaplet dan kapsul.

2. Obat Herbal Terstandar (Scientific-based herbal medicine)

Page 2: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengant enaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan klinik (uji pada hewan) dengan mengikutis tandar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akutmaupun kronis. 

3.Fitofarmaka (Clinical-based herbal medicine)

Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarati lmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah. 

 

FITOFARMAKA, klasifikasi tertinggi dalam produk herbal harus sudah melalui uji klinis. Jadi, fitofarmaka terdiri dari satu atau dua herbal yang tidak boleh lebih dari lima, yang telah melalui syarat keamanan. Yaitu melaui uji toksisitas, uji klinis dan terstandarisasi serta terjamin mutunya sesuai aturan yang berlaku. Pengembangan fitofarmaka terus dilakukan, karena fitofarmaka potensial untuk pengobatan, juga dapat dieksport sebagai obat yang berasal dari Indonesia.

Lama uji klinis tergantung dari penyakitnya. Untuk produk immunomodulator, diuji untuk penyakit TBC. Yaitu bagaimana penambahan immunomodulator pada standar terapi itu mengurangi angka keparahan pasien atau mengurangi kemungkinan pasien menularkan kuman TB ke orang yang sehat.

Produksi Fitofarmaka harus mengikuti kaidah Good Agricultural Practice (GAP) . Artinya, cara-cara produksi mulai dari penanaman, pemeliharaan panen tanaman, proses setelah panen, semuanya harus mengikuti standar internasional. Cara pembuatan produk obat herbal tradisional ini pun harus mengikuti kaidah Good Manufacturing Practice (GMP) . 

Sebagai contoh adalah produk keluaran PT. Dexa Medica yang telah menerima sertifikat fitofarmaka dari BPOM untuk produk imunomodulator

Page 3: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

yaitu STIMUNO. Produk ini merupakan jenis fitofarmaka imunomodulator berbahan ekstrak Phyllanhus niruri atau meniran. Imunomodulator diperlukan ketika seseorang sedang dalam kondisi kelelahan, kurang istirahat, stres, bepergian jauh, kontak dengan penderita atau berada di tempat yang sedang terserang wabah.

Jika ada beberapa ekstraksi Phyllanthus yang ditanam di tempat berbeda dan proses penanamannya juga berbeda, belum tentu klaim imunomodulator-nya sama. Itulah sebabnya, fitofarmaka harus bersumber pada tanaman yang proses penanamannya baik , ditanam di tempat yang sudah terstandarisasi dan diproses secara GAP dan GMP, sehingga hasilnya pun baik bagi pengobatan penyakit.

Pemerintah sedang mengusahakan agar fitofarmaka bisa diresepkan dokter. Sehingga saat ini sedang berlangsung sosialisasi pada dokter-dokter dan masyarakat tentang fitofarmaka. Yang perlu diketahui masyarakat adalah jika produk herbal sudah terstandarisasi dan keamanan serta mutunya terjamin dan sudah diuji klini maka obat herbal ini disebut fitofarmaka.

3. Bagaimana penandaan macam OT?

4. Bagaimana regulasi dari OT?5. Apa saja tingkat pembuktian khasiat OT?

Tahap-Tahap Pengembangan dan Penilaian Obat1. Meniliti dan skrining bahan obat.2. Mensintesis dan meneliti zat/senyawa analog dari obat yang sudah ada dan diketahui efek farmakologinya3. Meneliti dan mensintesis dan membuat variasi struktur4. Dikembangkan obat alami dengan serangkaian pengujian

Pengembangan dan penilaian obat ini meliputi 2 tahap uji :

1. Uji Praklinik

Suatu senyawa yang baru ditemukan (hasil isolasi maupun sintesis) terlebih dahulu

diuji dengan serangkaian uji farmakologi pada hewan. Sebelum calon obat baru ini

dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti

sifat farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan

Page 4: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

uji. Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antaralain :

(http://jendelafarmasi.blogspot.com)

a)    Uji Farmakodinamika

Untuk mengetahui apakah bahan obat menimbulkan efek farmakologik seperti yang

diharapkan atau tidak, titik tangkap, dan mekanisme kerjanya. Dapat dilakukan

secara in vivo dan in vitro.

b)   Uji Farmakokinetik

- Untuk mengetahui ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Eliminasi)

- Merancang dosis dan aturan pakai

c)  Uji Toksikologi

- Mengetahui keamanannya

d) Uji Farmasetika

- Memperoleh data farmasetikanya, tentang formulasi, standarisasi, stabilitas, bentuk

sediaan yang paling sesuai dan cara penggunaannya.

2.  Uji Klinik

Uji Klinik Yaitu suatu pengujian khasiat obat baru pada manusia, dimana

sebelumnya diawali oleh pengujian pada binatang atau pra klinik (Katzung, 1989)

UJI KLINIK: Pada dasarnya uji klinik memastikan efektivitas, keamanan dan

gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia akibat pemberian suatu

obat. Uji klinik ini terdiri dari uji fase I sampai fase IV (Ganiswara, 1995).

a)    Uji Klinik Fase I

Fase ini merupakan pengujian suatu obat baru untuk pertama kalinya pada

manusia. Yang diteliti disini ialah keamanan dan tolerabilitas obat, bukan efikasinya,

maka dilakukan pada sukarelawan sehat, kecuali untuk obat yang toksik (misalnya

sitostatik), dilakukan pada pasien karena alasan etik Tujuan fase ini adalah

menentukan besarnya dosis maksimal yang dapat toleransi (maximally tolerated

dose = MTD), yakni dosis sebelum timbul efek toksik yang tidak dapat diterima.

Pada fase ini, diteliti juga sifat farmakodinamik dan farmakokinetiknya pada

manusia. Hasil penelitian farmakokinetik ini digunakan untuk meningkatkan

ketepatan pemilihan dosis pada penelitian selanjutnya. Uji klinik fase I dilaksanakan

secara terbuka, artinya tanpa pembanding dan tidak tersamar, dengan jumlah

subyek bervariasi antara 20-50orang (http://jendelafarmasi.blogspot.com)

Pada fase ini obat dicobakan untuk pertama kalinya pada sekelompok kecil

penderita yang kelak akan diobati dengan calon obat. Tujuannya ialah melihat

Page 5: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

apakah efek farmakologik yang tampak pada fase I berguna atau tidak untuk

pengobatan. Fase II ini dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli dalam masing-

masing bidang yang terlibat. Mereka harus ikut berperan dalam membuat protocol

penelitian yang harus dinilai terlebih dulu oleh panitia kode etik lokal. Protokol

penelitian harus diikuti dengan dengan ketat, seleksi penderita harus cermat, dan

setiap penderita harus dimonitor dengan intensif (Ganiswara, 1995).

Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan secara terbuka

karena masih merupakan penelitian eksploratif. Pada tahap biasanya belum dapat

diambil kesimpulan yang mantap mengenai efek obat yang bersangkutan karena

terdapat berbagai factor yang mempengaruhi hasil pengobatan, misalnya perjalanan

klinik penyakit, keparahannya, efek placebo (Ganiswara, 1995).

Untuk membuktikan bahwa suatu obat berkhasiat, perlu dilakukan uji klinik

komparatif yang membandingkannya dengan placebo; atau bila penggunaan

placebo tidak memenuhi syarat etik, obat dibandingkan dengan obat standard yang

telah dikenal. Ini dilakukan pada akhir fase II atau awal fase III, tergantung dari siapa

yang melakukan, seleksi penderita, dan monitoring penderitanya. Untuk menjamin

validitas uji klinik komparatif ini, alokasi penderita harus acak dan pemberian obat

dilakukan secara tersamar ganda. Ini dsebut uji klinik acak tersamar ganda

berpembanding.

Pada fase II ini tercakup juga penelitian dosis-efek untuk menentukan dosis optimal

yang akan digunakan selanjutnya, serta penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi

obat, terutama metabolismenya. Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase

ini antara 100-200 penderita (Ganiswara, 1995).

b )   Uji Klinik Fase II

Pada fase ini dicobakan pada pasien sakit. Tujuannya adalah melihat apakah

obat ini memiliki efek terapi. Pada fase II awal, pengujian efek terapi obat dikerjakan

secara terbuka karena masih merupakan penelitian eksploratif, karena itu belum

dapat diambil kesimpulan yang mantap mengenai efikasi obat yang bersangkutan.

Untuk menunjukkan bahwa suatu obat memiliki efek terapi, perlu dilakukan uji klinik

komparatif (dengan pembading) yang membandingkannya dengan plasebo; atau jika

penggunaan plasebo tidak memenuhi persyaratan etik, obat dibandingkan dengan

obat standar (pengobatan terbaik yang ada). Ini dilakukan pada fase II akhir atau

awal, tergantung dari siapa yang melakukan, seleksi pasien, dan monitoring

pasiennya. Untuk menjamin validasi uji klinik komparatif ini , alokasi pasien harus

acak dan pemberian obat dilakukan secara tersamar ganda. Ini disebut uji klinik

Page 6: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

berpembanding, acak, tersamar ganda. Fase ini terjakup juga studi kisaran dosis

untuk menetapkan dosis optimal yang akan digunakan selanjutnya(Ganiswara,

1995).  

c )  Uji Klinik Fase III

-Pada manusia sakit, ada kelompok kontrol dan kelompok pembanding

- Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien maupun keragaman (misal : intra

ras

- Setelah terbukti efektif dan aman obat siap untuk dipasarkan

(http://jendelafarmasi.blogspot.com)

Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obat-baru benar-

benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II) dan untuk mengetahui

kedudukannya dibandingkan dengan obat standard. Penelitian ini sekaligus akan

menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang (1) efeknya bila digunakan secara luas

dan diberikan oleh para dokter yang ‘kurang ahli’; (2) efek samping lain yang belum

terlihat pada fase II; (3) dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak

diseleksi secara ketat (Ganiswara, 1995).

Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang tidak

terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu ahli, sehingga

menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari-hari dimasyarakat.

Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan dilakukan dengan placebo, obat

yang sama tapi dosis berbeda, obat standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain

yang indikasinya sama dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara

acak dan tersamar ganda.

Bila hasil uji klinik fase III menunjukan bahwa obat baru ini cukup aman dan efektif,

maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan. Jumlah penderita yang diikut sertakan

pada fase III ini paling sedikit 500 orang (Ganiswara, 1995).

d)   Uji Klinik Fase IV

- Uji terhadap obat yang telah dipasarkan (post marketing surveilance)

- Mamantau efek samping yang belum terlihat pada uji-uji sebelumnya

- Dug safety : drug mortality atau drug morbidity

- MESO : Monitoring Efek Samping Obat

Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena merupakan

pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini bertujuan menentukan

pola penggunaan obat di masyarakat serta pola efektifitas dan keamanannya pada

penggunaan yang sebenarnya. Survei ini tidak tidak terikat pada protocol penelitian;

Page 7: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

tidak ada ketentuan tentang pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya

pemberian obat. Pada fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan

masalah.Penelitian fase IV merupakan survey epidemiologic menyangkut efek

samping maupun efektif obat. Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang

frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-tahun

lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau berpenyakit

ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah penggunaan berulangkali dalam

jangka panjang, dan (3) masalah penggunaan berlebihan, penyalah-gunaan, dan

lain-lain. Studi fase IV dapat juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar

untuk menentukan efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga datanya

menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi.

Dewasa ini waktu yang diperluka untuk pengembangan suatu obat baru,

mulai dari sintetis bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai waktu 10 tahun

atau lebih.

6. Syarat mutu dari membuat jamu?7. Apa saja kriteria yg harus dipenuhi suatu OT yg dapat di resepkan oleh dokter?8. Cara penulisan resep OT?9. Apa saja uji praklinik OT?10. Jelaskan permenkes yg mengatur OT?

 Obat TradisionalObat tradisiional sudah dikenal masyarakat sejak jaman dahulu.

Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional juga merupakan salah satu alternatif dalam bidang pengobatan.

Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan untuk melindungi masyarakat  dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat, baik persyaratan kesehatan maupun persyaratan standar. Dalam hal ini pemerintah, mewujudkan tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran obat-obatan tradisional dengan membuat peraturan yang mengatur tentang izin Usaha Industri obat Tradisional dan pendaftaran obat tradisional yaitu Permenkes RI No. 246/Menkes/Per/V/1990.

Pengertian1. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa  bahan tumbuhan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan-tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Page 8: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

2. Industri Obat Tradisional (IOT) adalah industri yang memproduksi obat tradisional dengan total aset diatas Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

3. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah industri obat tradisional dengan total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah), tidak termasuk harga tanah dan bangunan.

4. Usaha jamuj Racikan adalah suatu usaha peracikan pencampuran dan atau pengolahan obat tradisional dalam bentuk rajangan, serbuk, cairan, pilis, tapel atau  parem dengan skala kecil, dijual di suatu tempat tanpa penandaan dan atau merek dagang.

5. Usaha jamu gendong adalah usaha peracikan, pencampuran, pengolahan dan pengedaran obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel, tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung digunakan.

6. Memproduksi adalah membuat, mencampur, mengolah, mengubah bentuk, mengisi membungkus dan atau memberi penandaan obat tradisional untuk diedarkan.

7. Mengedarkan adalah menyajikan, menyerahkan, memiliki atau menguasai persesiaan di tempat penjualan dalam Industri obat tradisional atau ditempat lain, termasuk dikendaraan dengan tujuan untuk dijual kecuali jika persediaan  di tempat tersebut patut  diduga untuk dipergunakan sendiri.

8. Obat Tradisional Lisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi oleh suatu Industri obat tradisional atas persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan  dengan memakai merk dan nama dagang perusahaan tersebut.

9. Penandaan adalah tulisan atau gambar yang dicantumkan pada pembungkus, wadah atau etiket dan brosur yang disertakan pada obat tradisional yang memberikan informasi tentang obat tradisional yang memberikan informasi tentang obat tradisional tersebut.

10. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.

11. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau bubur yang digunakan dengan cera melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain.

12. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat pasta atau bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.

13. Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.

14. Bahan tambahan adalah at yang tidak berkhasiat sebagai obat yang ditambahkan pada obat tradisional untuk meningkatkan mutu, termasuk mengawetkan, memberi warna, mengedapkan rasa dan bau serta memantapkan warna, rasa, bau ataupun konsistensi.

PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

Page 9: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Untuk mendirikan Usaha Industri Obat Tradisional diperlukan izin dari Menteri Kesehatan (sekarang Kepala Badan Pengawas dan Makanan republik Indonesia  disingkat Badan POM). Sedangkan untuk mendirikan usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong tidak diperlukan izin. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin usaha Industri Obat Tradisional dan Usaha Industri Kecil Obat Tradisional sebagai berikut:

Jenis PersyaratanUsaha Industri Obat

TradisionalUsaha Industri kecil Obat

TradisionalA.     Lokasi Didirikan ditempat yang

bebas pencemaran dan mencemari lingkungan

Didirikan ditempat yang bebas pencemaran dan tidak mencemari lingkungan

B.     Bentuk Perusahaan Dilakukan oleh badan hukum PT. Atau Koperasi harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

Dilakukan oleh perorangan badan hukum PT atau koperasi harus memiliki Nomor Pokok Wajib pajak

C.     Penanggng Jawab Teknis Apoteker warga negara Indonesia

Boleh  bukan apoteker jika hanya memproduksi obat tradisional rajangan, pilis, tapel dan parem.

D.     Pedoman Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)

Wajib mengikuti CPOTB dan pemenuhan persyaratan telah mengikuti CPOTB dinyatakan oleh petugas yang berwenang melalui pemeriksaan setempat dan pemberian Sertifikat CPOTB

Wajib mengikuti CPOTB dan pemenuhan persyaratan telah mengikuti CPOTB dinyatakan oleh petugas yang berwenang melalui pemeriksaan setempat dan pemberian sertifikat CPOTB

Untuk mendapatkan izin usaha Industri obat btradisional dan Industri kecil OT harus melalui 2 (dua) tahap yaitui :

1. Izin Prinsip, berlaku selama 3 (tiga) tahun

2. Izin Usaha Industri OT, berlaku selamanya

Adapun pengajuan permohonan persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Industri Obat

Page 10: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional sebagai berikut :Industri Obat Tradisional Industri Kecil Obat Tradisional

1. Persetujuan Prinsip

Diajukan ke Dirjen POM (sekarang Kepala Badan POM)

Diajukan ke Kanwil Depkes wilayah setempat (sekarang Dinas Kesehatan) dengan tembusan Dirjen POM (sekarang Badan POM)

2. Izin Usaha Diajukan ke Dirjen POM (Sekarang Kepala Badan POM) dengan tembusan ke Kanwi DepKes (sekarang Dinas Kesehatan) wilayah setempat

Diajukan ke Kanwil Dep Kes (sekarang Dinas Kesehatan) wilayah setempat

Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Industri Kecil Obat Tradisional dapat dicabut jika terjadi  hal-hal sebagai berikut :

1.      Pabrik dipindah tangankan atau lokasi pabrik dipindahkan tanpa persetujuan pemberi iizin.

2.      Tidak menyampaikan informasi Industri atau dengan senagaj menyampaikan informasi Industri yang tidak benar  3 (tiga) kali berturut-turu

3.      Tidak mendaftarkan obat tradisisional yang diproduksi yang diedarkan di wilayah Indonesia maupun yang diekspor, kecuali bagi Obat Tradisional yang dibebaskan wajib daftar.

4.      Memproduksi Obat Tradisional yang dilarang5.      melakukan promosi yang dilarang untuk obat tradisional6.      Melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Dalam memproduksi Obat Tradisional setiap IOT dan IKOT wajib melaksanakan cara Produksi Obat Tradisional yang baik (CPOTB) yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 659/Menkes/SK/X/1991POTB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.

Aspek-aspek dalam CPOTB antara lain meliputi :1. Ketentuan umum2. Personalia3. Bangunan4. Peralatan5. Sanitasi dan hygiene6. Pengolahan dan pengemasan7. Pengawasan mutu8. Inspeksi diri9. Dokumentasi10. Penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran

Larangan Bagi Industri Obat Tradisional1.      Industri Obat Tradisional atau Industri Kecil Obat Tradisional dilarang

memproduksi:a.       segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi

atau sintetik yang berkhasiat obat.

Page 11: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

b.      obat tradisional dalam bentuk supositoria, intravaginal, tetes mata atau sediaan parenteral.

c.       obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1%.

2.      Industri Kecil Obat Tradisional dilarang memproduksi Obat Tradisional LisensiPasal 40

3.      Obat Tradisional tidak boleh mengandung bahan lain yang tidak tercantum dalam komposisi sebagaimana yang dilaporkan dalam permohonan pendaftaran.

4.      Dilarang mempromosikan obat tradisional:a.       Dengan cara atau keterangan yang menyesatkanb.      Dengan informasi yang menyimpang dari informasi yang disetujui, dalam

pendaftaran.5.      Dilarang memproduksi dan mengedarkan obat tradisional yang digaunakan

sebagai pelancar haid dan sejenisnya yang mengandung simplisia Angelicae Sinesis Radix dan Linguistici Rhizoma sesuai SK Menkes RI No. 1147/D/SK/IV/1981

B.     FitofarmakaPengertian

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai penelitian yang telah dilakukan, banyak ditemukan obat tradisional yang dapat digunakan sebagai obat alternatid selain obat-obat yang dibuat dengan bahan obat sintetis dengan khasiat yang sama dan telah dibuktikan dengan berbagai pengujian klinis.

Obat tradisional yang dikelompokan dan dikembangkan disebut sebagai fitofarmaka. Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan mengenai Fitofarmaka dengan Permenkes RI nomor 760/Menkes/Per/IX/1992.

Selain itu juga ditetapkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI, nomor HK. 00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004 tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia.

1. Obat Bahan Alam Indonensia adalah obat bahan alam yang diproduksi di Indonesia

2. Berdasarkan cara pembuatan jenis klaim pengguna dan tingkat pembuktian khasiat maka obat bahan alam Indonesia dikelompokan menjadi :

a.       Jamub.      Obat Herbal Tertstandarc.       Fitofarmaka

3. a.    Jamu adalah obat tradisional Indonesia

b.      Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan secara ilmiah dengan praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi

c.       Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi

4. Logo

Page 12: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

a.        Kelompok Jamu harus mencantumkan logoo dan tulisan “Jamu” yang ditempatkan dibagian atas sebelah kiri  dari wadah/ pembungkus / brosur  logo berupa ranting daun terletak dalam lingkaran.

b.       Kelompok obat herbal terstandar harus dicantumkan logo dan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” yang ditempatkan  dibagian atas sebelah kiri dari wadah / pembungkus / brosur. Logo berupa jari-jari daun (tiga pasang) terletak dalam lingkaran

c.        Kelompok Fitofarmaka harus dicantumkan logo dan tulisan “FITOFARMAKA” yang ditempatkan dibagian atas sebelkah kiri dari wadah / pembungkus/ brosur. Logo berupa jari jari daun (yang kemudian membentuk bintang) terletak dalam lingkaran.

5. Pengertian lainnya

a.       Uji Fitofarmaka adalah uji toksisitas, uji farmakologik eksperimental dan klinik fitofarmaka

b.      Uji farmakologik eksperimental adalah pengujian pada hewan coba untuk emmastikan khasiat fitofarmaka

c.       Uji Klinik adalah pengujian pada manusia untuk mengetahui atau memastikan adanya efek farmakologik, tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau gejala penyakit.

6. Prioritas pemilihan fitofarmaka

Didalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 761/ Menkes / SK/ IX/ 1992 tentang pedoman Fitofarmaka dijelaskan bahwa prioritas pemilihan fitorfarmaka

1.      Bahan bakunya relatif mudah diperoleh2.      didasarkan pada pola penyakit di Indonensia3.      Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar4.      Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita5.      Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan

Bahan baku fitofarmaka dapat ebrupa simplisia atau sediaan gelenik. Bahan baku fitofarmaka harus memnuhi persyaratan yang tertera pada farmakope Indonesia Ekstra farmakope Indoensia, materia medika Indonesia, ketentuan atau persyaratan lain yang berlaku. Penggunaan ketentuan atau persyaratan lain diluar ketentuan yang telah ditetapkan harus mendapatkan persetujuan pada waktu pendaftaran fitofarmaka .

Penggunaan bahan tambahan harus memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku yang ditetapkan oleh Badan POM.

Bentuk sediaan fitofarmaka harus dipilih sesuai dengan sifat bahan baku dan tujuan penggunaan, sehingga bentuk sediaan tersebut dapat memberikan keamanan khasiat dan mutu yang paling tinggi, bahan baku sebelum

Page 13: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

digunakan harus dilakukan pengujian melalui analisis kualitatif dan kuantitatif.

Secara bertahap Industri harus meningkatkan persyaratan tentang rentang kadar alkaloid total, kadar minyak atsiri dan lainnya.

7. Ramuan Fitofarmaka

Persyaratan Ramuan FitofarmakaRamuan (Komposisi) fitofarmaka hedakanya terdiri dari 1 (satu)

simplisia atau sediaan galenik, namun bila hal tersebut tidak mungkin, ramuan dapat terdiri dari beberapa simplisia/ sediaan galenik dengan syarat tidak boleh melebihi 5 (lima) simplisia/ sediaan galenik.

Simplias tersebut sekurang-kurangnya telah diketahui khasiat dan kemanannya berdasarkan pengalaman

Penggunaan zat kimia berkhasiat (tunggalmurni) tidak diperbolehkan / dilarang dalam fitofarmaka

Bentuk-bentuk sediaan fitofarmaka antara lain6.      Sediaaan oral terdiri dari serbuk, rajangan, kapsul (ekstrak) tablet

(ekstrak) Pil (ekstrak) sirup dan sediaan terdispersi7.      sediaan topikal dari salep/ krim (ekstrak) suppossitoria (ekstrak)

Linimenta (ekstrak) dan bedak8. Jenis jenis obat tradisional yang dikembangkan menjadi Fitofarmaka

a.       Antelmintikb.      Anti ansietas (anti cemas)c.       Anti asmad.      Anti diabetes  (Hipoglikemik)e.       Anti diaref.        Anti hepatitis kronikg.       Anti herpes  genitalish.       Anti hiperlipidemiai.         Anti hipertensij.        Anti hiperitirodismak.      Anti histaminl.         Anti Inflamasi (anti rematik)m.     Anti kankern.       Anti malariao.      Anti TBCp.      Antitusif/ ekspektoran siaq.      Disentrir.        Disentris.       Dispepsia (gastritis)t.        Diuleretik

9. Contoh Produk Obat terstandar

8.      Diapet capsul, nomor pendaftaran : POM TR ..............9.      lelap kaplet10.  Kiranti sehat datang bulan (cairan obat dalam)  

10. Contoh Produk Fitofarmaka

1.      Nodiar tablet, dengan kode pendaftaran POM FF..........2.      Stimuno capsul dan sirup

Page 14: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

KONTRANASMenteri Kesehatan dalam keputusan Nomor 381/ Menkes/ SK/III/2007 tanggal 27 Maret 2007 menetapkan kebijakan Obat Tradisional IndonesiaKontranas adalah dokumen resmi yang berisi pernyataan komitmen semua pihak yang menetapkan tujuan dan sasaran nasional di bidang tradisional beserta priorotas strategi dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen-komponen pokok kebijakan untuk pencapaian tujuan pembangunan  nasional khususnya di bidang kesehatan.

LAMPIRANPERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NO. 243 /Menkes/Per/V/1990

DAFTAR BAHAN OBAT TRADISIONAL YANG DIBEBASKAN DARI KETENTUAN WAJIB DAFTAR

NO Bana Indonesia Nama LatinBagian yang digunakan

Adas Foeniculum vulgare BuhaAdas Manis Pimpinela aninus BuahAkar Wangi Vetiveriae zizanioideas (Andropogon

zizanioideae)Akar

Asam Tamaridus Indica BuahhBangle Zingiber purpureum RimpangBawang Merah Allium cepa UmbiBayam duri Amarantus spinosus DaunBaligo Benincasa hispida BuahBelimbing Manis Averhoa carambola BungaBeluntas Pluchea indica DaunBelustru Liffa cylincrica DaunCabe Jawa Piper retrofractum BuahCendana Santalum album KayuCengkeh Syzygium aromaticum BungaCincao Cyclea barbata DaunDaun Jintan Plectranthus amboinucus DaunGambir Uncaria gambir Sari daunGanyong Canna edulis PatiGarut/ Irut Marantha arundinaceae PatiJahe Zingiber officinale RimpangJambu biji Psidium guajava DaunJeruk manis Citrus aurantium Kulit buahJeruk nipis Citrus aurantifoli BuahKepulaga Amomum compactum BuahKatuk Sauropus androgynus DaunKayu manis Cinnamomum gurmai Kulit batangKecombrang Nicolaia speciea BungaKedawung Parkia roxburghii BijiKepala Cocos nucifera AirKemenyan Styrox benzoin Damar

Page 15: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Kemiri Aleurites moluccana BijiKencur Kaemferia galanga RimpangKetumbar Coriandrum sativum Biji/ buahKunyit Curcuma domestika RimpangLabu Legenaria Leucantha BuahLabu merah Cucurbitamoschata BijiLada Piper nigrum BuahLampas Ocimum sanctum DaunLengkuas Languas galanga Rimpang Roi(lempuyeng emprit Zingiber americana RimpangLampuyang gajah Zingiber zerumber RimpangLempuyang wangi Zingiber aromaticus RimpangPepaya Carica papaya DaunPulosari Alyxia reinwardtii Kulit batangSaga Abrus precatorius DaunSecang Caesalpinnia sappen KayuSelasih Ocium basilicum HerbaSereh Cymbopogon nardus DaunSirih Piper bettle DaunTemu giring Curcuma aeroginusa RimpangTemu hitam Bosaenbergia pandurata RimpangTemu kunci Curcuma xanthorriza RimpangTemu luwak Rimpang

Page 16: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Contoh label kemasan Obat tradisional Indonesia dan LisensiBerat Bersih :

Nama Obat TradisionalNama dagang

TR. 000000000000Nama dan Alamat pabrik Jamu

Jamu

 Dan Nama& Alamat PabrikPemberi Lisensi

 

Berat Bersih :

Nama Obat TradisionalNama dagang

TR. 000000000000Nama dan Alamat pabrik Jamu

Jamu 

Obat tradisional Indonesia bagian depan       Obat Tradisional Lisensi

Page 17: Billy Sgd 5_lbm 1 Herbal

Pada bagian lain label kemasan dicantumkan : Komposisi, Indikasi aturan pakai kode produksi dan tanggal kadaluarsa

Berat Bersih :

Nama Obat TradisionalNama dagang

TR. 000000000000Nama dan Alamat pabrik Jamu

Jamu

 Dan Nama& Alamat PabrikPemberi Lisensi

 

Berat Bersih :

Nama Obat TradisionalNama dagang

TR. 000000000000Nama dan Alamat pabrik Jamu

Jamu 

Berikut contoh label kemasan untuk obat Tradisional Fitofarmaka

Diposkan oleh dadalikapiuhan   di 18.00 

11. Apa saja OT yg boleh diresepkan oleh dokter?12. Aturan kemasan OT?