BIKKLIN-2-URINALISIS

14
URINALISIS Agustinus Hadi Prasetyo (G84120080) Galuh Anjar Sari (G84110024) DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

description

ljhkjhkhjkhkjhk

Transcript of BIKKLIN-2-URINALISIS

Page 1: BIKKLIN-2-URINALISIS

URINALISIS

Agustinus Hadi Prasetyo (G84120080)Galuh Anjar Sari (G84110024)

DEPARTEMEN BIOKIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR

2015

Page 2: BIKKLIN-2-URINALISIS
Page 3: BIKKLIN-2-URINALISIS

PENDAHULUAN

Kehidupan seluruh mahkluk hidup bergantung pada sebuah sel. Semua sel tersebut terendam alam sebuah cairan yang membentuk lautan. Cairan tersebut dinamakan cairan tubuh. Melalui cairan tubuh transport makanan ,oksigen dan zat penting lainnya dapat tersalurkan ke dalam sel target. Cairan tersebut dinamakan cairan ekstraselular. Cairan ini selalu bergerak di dalam tubuh melalui sirkulasi darah dengan bercampur pada cairan di dalam jaringan dan menembus dinding kapiler darah secara difusi (Poedjiadi 2009).

Pada hewan dengan sistem pembuluh darah tertutup, cairan ekstraselular terbagi menjadi dua : Cairan interstisial dan plasma darah. Cairan interstisial adalah cairan ekstraselular yang berada di dalam kelenjar tubuh tertentu, misalnya cairan rongga mata dan cairan sereborspinal atau sering disebut cairan transelular (Poedjiadi 2009).

Perbedaan diantara kedua jenis cairan ini adalah komponen yang terdapat dalam cairan ini. Cairan ekstraselular kaya akan ion Natrium, Klorida, dan bikarbonat, ditambah berbagai zat yang penting bagi sel seperti glukosa, asam lemak, oksigen dan asam amino. Cairan ini juga mengandung karbon dioksida yang dialirkan ke dalam sel. Cairan intraselular kaya akan ion Magnesium, ion Kalium dan ion Fosfat (Nelson 2008).

Proses pembentukan urin terjadi di ginjal, plasma darah membawa sejumlah senyawa yang akan digunakan ginjal untuk diserap kembali atau dibuang sepenuhnya dalam bentuk urin. Secara umum ada 3 tahap pembentukan urin yaitu filtrasi, reabsorpsi, serta sekresi, Filtrasi darah dilakukan sel glomerulus yang memiliki membran dasar yang mampu membiarkan air secara bebas namun tidak bisa membebaskan molekul yang besar melalui 3 lapisan. Lapisan tersebut antara lain sebagai lapisan endothelium dari sitoplasma, lapisan membran dasar, dan lapisan akhir proses. Laju filtrasi yang dilakukan oleh glomerulus ini dinyatakan dalam satuan GFR (glomerulas filtration rate). Filtrat hasil dari proses ini murni tanpa adanya protein (Lawrence et al 1996).

Proses kedua adalah proses reabsorpsi yang dilakukan oleh dua saluran yang terhubung oleh lengkung Henle yaitu tubulus Proximal dan Duktus. Reabsorpsi yang dilakukan oleh tubulus Proximal adalah penyerapan 80 % dari air dan garam filtrat glomerulus selain itu glukosa akan terabsorpsi sepenuhnya. Molekul yang berukuran agak besar akan diserap kembali melalui jaringan yang lain. Namun asam asam organik dan basa ,sebagai ion hidorogen dan ammonia akan tersekresikan oleh sel sel tubular. Proses yang terjadi melalui dua cara yaitu reabsorpsi secara aktif oleh energi hasil metabolisme, dan reabsorbsi secara pasif melalui difusi untuk senyawa air serta urea dan ion klorida. Lengkung Henle memiliki dua sisi yaitu sisi turun dan sisi naik. Pada sisi turun lengkung terjadi peningkatan kondisi hipertonik pada lingkungan sekitar di dalam medula sehingga reabsorpsi yang terjadi adalah secara pasif sehingga membiarkan air untuk terabsorbsi kembali dan terjadi peningkatan konsentrasi urin yang tinggi. Pada sisi lengkung yang naik terjadi terjadi reabosorbsi natrium serta klorida namun tidak membiarkan air masuk kembali kedalam sel tubuh. Hal ini menyebabkan

Page 4: BIKKLIN-2-URINALISIS

konsentrasi cairan dalam ruang tubular bersifat hipotonis karena natrium , serta klorida masuk kedalam jaringan interstisial sehingga sel sel dalam jaringan tersebut bersifat hipertonis (Lawrence et al 1996).

Tubulus yang kedua adalah tubulus distal , dimana penyerapan terahkhir terjadi secara hormonal yang dirangsang oleh ADH (Anti Diuretik Hormone). ADH merangsang penyerapan kembali atau sekresi ion seperti Kalium. Keberadaan hormon ini ada di dalam air namun ditemukan dalam jumlah yang kecil. Aldosteron juga merangsangn penyerapan kembali natrium dan sekresi kalium ke dalam tubulus distal. Hidrogen, amonia , asam urat akan disekresikan sedangkan bikarbonat akan diabsorbsi kembali (Lawrence et al 1996).

Jenis jenis urin yang diperiksa adalah syarat urin yang layak untuk dianalisis. Syarat urin yang dianalisis adalah urin baru dan urin yang diambil saat bangun pagi. Alasan dari penggunaan urin baru adalah urin baru masih belum terjadi perubahan seperti keasaman, keton dan lainnya. Alasan penggunaan urin seusai bangun pagi adalah urin pagi masih memiliki BD yang rendah. Selain itu terdapat urin postprandial yaitu urin 3 jam setelah makan siang, urin 24 jam dan urin 2 dan 3 gelas (Lawrence et al 1996).

Secara umum, pemeriksaan urin (urinalisis) dilakukan untuk mengetahui kelainan pada ginjal, kelainan yang terjadi di luar ginjal, diagnostik infeksi saluran kemih, pemeriksaan batu ginjal, pemeriksaan ginjal, skrining kesehatan, evaluasi berbagai penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit ginjal (Rosita 2009).. Selain itu, tes urin sering digunakan untuk diagnosis diabetes dan mendeteksi adanya metabolit obat seperti zat narkoba dan mendeteksi adanya kehamilan. (Satria & Wildan 2013). Urin normal umumnya berwarna kuning jenih karena mengandung pigmen urokrom serta sejumlah kecil urobilin dan uroeritrin (Rosita 2009).

Tujuan praktikum adalah mengenal berbagai macam pengujian terhadap urin dan hubungannya dengan diagnosis suatu penyakit atau kondisi fungsi organ tertentu , memahami prinsip biokimia dalam uji tersebut serta terampil melakukan berbagai macam pengujian tersebut.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 24 Februari 2015 pukul 08.00–11.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia IPB.

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu urinometer, kertas saring, gelas ukur, indikator pH universal, pipet mohr 5 mL, tabung reaksi, penangas air sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah urin, kristal amonium sulfat, pereaksi bang, zn-asetat beralkohol, Natrium nitropirusida 5%, pereaksi Benedict, asam asetat 6%.

Page 5: BIKKLIN-2-URINALISIS

Prosedur Penelitian

Pemeriksaan Visual dan Fisik

Bau dan warna dari sampel urin diuji. Kemudian berat jenis sampel urin diukur dengan menggunakan urinometer. Kadar padatan urin dihitung dan pH sampel urin diukur dengan menggunakan indikator pH Universal.

Proteinuria

Uji Koagulasi. Sampel urin disaring kemudian dipipet sebanyak 5 mL. Sampel urin dipanaskan hingga mendidih. Kemudian sampel urin ditambahkan 1-3 tetes asam asetat 6%. Bila cairan menjadi jernih kembali , maka kekeruhan dsebabkan fosfat , bila seluruhnya menjadi keruh maka kekeruhan tadi disebabkan protein.

Uji Bang. Sebanyak 5 mL urin ditambahkan pereaksi Bang , lalu dicampur baik baik dan dipanaskan. Hasil uji ini dibandingkan dengan uji koagulasi.

Uji Asam Sulfosalisilat. Sebanyak 3 mL urin, dituang kedalam tabung reaksi kemudian dimiringkan. Secara perlahan tabung reaksi ditambahkan 3 mL pereaksi 25% asam sulfosalisilat.

GlikosuriaSebanyak 5 mL pereaksi Beneduct dipipet kedalamm tabung reaksi yang

berisi 8 tetes urin yang telah disaring. Larutan tersebut dipanaskan kemudian didinginkan lalu diamati perubahan yang terjadi.(Jika urin mengandung protein , maka urin diendapkan dengan perekasi bang terlebih dahulu. Jika urin bersifat basa, maka urin harus dinetralkan dengan asam asetat 6%).

KetonuriaSebanyak 5 mL urin , kristal amonium sulfat ditambahkan sampai menjadi

jenuh. Kemudian campuran ditambahkan dengan 23 tetes larutan natrium nitoprusida 5% ,dan 1-2 tetes amonia pekat.

BilirubinSebanyak 1 mL pereaksi Diazo dipipet kedalam tabung reaksi berisi 1 mL

urin beralkohol , lalu larutan dibubuhi setetes amonia pekat.

Urobilinogen dan UrobilinSebanyak 5 mL urin ditambahkan 5 mL suspensi Zn-asetat jenuh

beralkohol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Urin umumnya steril sebelum mencapai uretra dimana sel epitel di dalam uretra dikolonisasi oleh bakteri fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang

Page 6: BIKKLIN-2-URINALISIS

dan kokus (Madigan and Brock 2009). Penelitian terkini menyatakan bahwa urin bahkan tidak steril dari ginjal (Evann et al. 2013). Melalui percobaan ini praktikan bisa melihat kelainan pada urin melalui metode yang dilakukan. Hasil percobaan mengenai uji kualitatif dan kuantitatif urin disediakan pada Tabel 1 .

Tabel 1 Uji kualitatif dan kuantitatif urin

ParameterHasil

Urin Kualitatif Urin 1 Urin 2

Warna

Kuning pekat Kuning

Kuning

Bau Aromatik lemah Aromatik kuat Aromatik kuatVolume (mL) 130.00 140.00 140.00Buih Sedikit buih Sedikit buih Sedikit buih

Berat jenis (g/mL)Terukur 1.000 1.009 1.011Terkoreksi

1.002 1.011 1.013

Suhu 25.5 27.0 27.0Kadar padatan (g/mL) 5.2 28.6 33.8pH 8 6 6

Uji koagulasi

+ - -

Uji Bang

+- -

Uji asam sulfosalisilat

+ --

Uji Benedict

+ - -

Uji Rothera + + +

Page 7: BIKKLIN-2-URINALISIS

Uji bilirubin

- + -

Uji urobilin/urobilinogen

+

Urobilinogen

Urobilin

+

Urobilinogen

Urobilin

+

Keterangan:- tidak terdapat protein/tidak terdapat gula pereduksi/tidak terdapat pigmen+ terdapat protein/terdapat gula pereduksi/terdapat pigmen/terdapat keton

Contoh perhitungan (Urin 1): BJ urin

BJ terukur = 1.009 g/mLSuhu urin = 27⁰CSuhu alat = 20⁰C

Faktor terkoreksi = x 10-3

= x 10-3

= 0.002BJ terkoreksi = BJ terukur + faktor terkoreksi

= 1.009 g/mL + 0.002= 1.011 g/mL

Kadar padatanKadar padatan = dua angka terakhir BJ terkoreksi x koefisien Long

= 11 x 2.6= 28.6 g/L

Proteinuria dibagi kedalam dua tipe. Kasus Glomerular proteinuria , molekul protein berukuran besar dalam jumlah banyak terkandung dalam filtrat

Page 8: BIKKLIN-2-URINALISIS

glomerulus dan sangat banyak ditemukan dalam urin. Proteinuria dalam tingkat yang berat mengekskresikan protein dalam jumlah yang lebih besar dari 2g per hari. Kasus Tubular proteinuria , protein ditemukan dalam urin karena proses reabsorbsi yang tidak sempurna. Kasus ini sering terjadi pada penderita yang mengatur kenaikan postur tubuhnya seperti ibu hamil. Kadar protein yang diekskresikan adalah 1-3 gram per hari (Lawrence et al 1996). Uji asam sulfosalisilat dapat dilakukan untuk menguji adanya protein dalam urin. Uji ini memiliki sensitifitas yang cukup tinggi dalam mendeteksi protein dalam urin, harganya lebih murah, dan dapat dilakukan dengan cepat. Prinsip uji asam sulfosalisilat yaitu penentuan adanya protein secara kualitatif dan cepat. Reaksi yang terjadi pada uji ini yakni protein akan terkoagulasi dengan adanya asam kuat dan pemanasan. Protein yang terdapat dalam urin ditandai dengan adanya lapisan presipitasi berwarna putih (keruh) pada kedua cairan (Bintang 2010). Faktor terpenting dalam uji Bang adalah waktu pemanasan (Bintang 2010).

Hasil percobaan menunjukkan bahwa tidak terdapat protein dalam filtrat urin probandus. Hal ini ditunjukkan dengan tidak keruhnya filtrat urin yang menandakan tidak adanya protein, serupa dengan uji koagulasi. Ketiga uji ini tidak mendeteksi adanya protein dalam filtrat utin probandus yang ditandai dengan tidak keruhnya cairan setelah ditambahkan pereaksi dan dipanaskan. Kecuali urin analisis kualitatif, urin yang lain negatif memiliki kandungan protein. Selain metode tersebut, metode lain yang terkait untuk uji proteinuria adalah Turbidimetrik, Coomasie Briliant Blue , Pyrogallol red, Biuret dengan modifikasi serta indikator pH (Lawrence et al 1996).

Jika glukosa darah meningkat hingga mlampaui kadar yang relatif tinggi , ginjal juga mulai melaksanakan efek regulatorik. Glukosa akan terus meerus difiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi secara sempurna di tubulus melalui transpor aktif. Kapasitas sistem dalam menyerap gluksa dalam tubulus sekita 350 mg/menit, jika seseorang mengalami hiperglikemia maka filtrat glomerulus memiliki glukosa yang banyak dan harus direabsorpsi sehingga terjadi glukosuria. Kadar gula darah vena pada penyakit ini adalah 9.5-10,0 mmol/L (Murray 2012).

Pengujian kandungan karbohidrat pada urin dapat menggunakan uji Benedict. Prinsip uji Benedict, yaitu larutan alkali dari tembaga direduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas, dengan membentuk kupro oksida berwarna. Larutan Benedict mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat. Uji Benedict dilakukan pada suasana basa yang menyebabkan terjadinya trasformasi isomerik. Reduksi dalam suasana basa ion Cu2+ daru CuSO4

oleh gula pereduksi akan berlangsung dengan cepat dan membentuk Cu2O yang akan menghasilkan endapan merah bata (Bintang 2010). Hasil pengujian sampel urin probandus menunjukkan hasil negatif yang ditandai tidak adanya perubahan warna. Artinya kedua sampel tersebut tidak mengandung glukosa. Sedangkan pada urin analisi kualitatif, sampel urin menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan perubahan warna sampel yang kehijauan. Artinya sampel urin tersebut memiliki glukosa.

Uji Rothera merupakan uji spesifik untuk menunjukkan adanya senyawa aseton dalam urin. Prinsip uji tersebut didasarkan pada reaksi antara aseton yang terdapat pada urin dengan natrium nitroprusida. Keberadaan aseton ditandai dengan terbentuknya warna permanganat. Asam diasetat menunjukkan warna jingga merah. Uji ini dapat positif dengan kadar aseton 1:20.000 (Bintang 2010).

Page 9: BIKKLIN-2-URINALISIS

Hasil pengujian probandus (urin 1 dan 2) dan sampel urin analisis kualitatif menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada sampel.

Reaksi diazo umum dilakukan untuk mengekstrak bilirubin tak-terkonjugasi dari serum. Pereaksi diazo yang ditambahkan berfungsi untuk memecah bilirubin terkonjugasi membentuk dipirrolic azopigmen. Reaksi ini sering disebut reaksi langsung Hymans-Van de Berg. Senyawa tambahan seperti urea (amonia), alkohol, dimetil sulfoksida perlu ditambahkan untuk sampel yang mengandung bilirubin tak-terkonjugasi (reaksi tidak langsung). Senyawa tambahan ini akan mengganggu ikatan hidrogen sampel dan menyebabkan gugus sentral -CH2- dapat berikatan dengan pereaksi diazo membentuk warna keunguan dengan panjang gelombang 540 nm (Fevery 2008). Hasil pengamatan pada urin probandus didapatkan bahwa hanya urin 1 terdeteksi mengandung bilirubin dengan terbentuknya warna merah kecokelatan setelah pencampuran. Kadar bilirubin dalam urin normal adalah sebesar 0.2-0.7 mg/dL sehingga pada urin yang sehat bilirubin tidak akan terdeteksi (Murray 2012).

Urobilinogen merupakan produk tak berwarna yang merupakan hasil reduksi oleh flora feses yang merupakan senyawa tetrapitol. Sebagian kecil senyawa ini akan dibawa ke hati untuk direabsorpsi dan diekskresi ulang dalam siklus unribilinogen hepatik. Pada keadaan abnormal siklus ini terganggu jika seseorang mengalami penyakit hati atau produk pigmen berlebihan. Urobilin adalah pigmen kuning sebagai produk akhir dari metabolisme hemoglobin dan dieksreksikan melalui urin dan feses mamalia. Urobilin dihasilkan dari pemecahan bilirubin, katabolisme heme. Urobilin menjadi indikator penyakit seperti kelainan fungsi hati. Deteksi urobilin dalam larutan dapat dilihat dari terbentuknya gugus fosfor dari penggabungan urobilin dan ion zink. Prinsip uji urobilin dengan metode Schlessinger yaitu terbentuknya kompleks senyawa pengkelat urobilinogen-zink yang berwarna hijau fluoresensi ketika disinari oleh sinar biru (UV) (Bixler et al. 2014). Hasil pengamatan didapatkan bahwa urin probandus 1 dan 2 serta urin analisis kualitatif terdeteksi mengandung urobilin, terlihat dari tidak terbentuknya warna hijau fluoresensi.

Kelebihan metode urinalisis adalah untuk mengetahui penyakit yang sedang diderita seseorang uji yang dilakukan sudah bersifat kualitatif sehingga melalui uji tersebut seseorang dapat mendiagnosis gangguan metabolisme pada penderita. Namun kelemahannya adalah uji tidak bersifat kuantitatif sehingga kurang akurat jika ingin dianalisis lebih lanjut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Praktikum yang dilakukan terhadap urin merupakan analisis secara fisik dan kimia. Analisis fisik meliputi pengamatan warna, bau, pH, buih, bobot jenis, serta kadar padatan. Hasil pengamatan didapatkan bahwa urin probandus 1 memiliki warna kuning jernih, berbau amoniak aromatik, memiliki pH basa, dan melalui bobot jenis yang diketahui kadar padatan dapat diukur. Analisis kimia yaitu uji

Page 10: BIKKLIN-2-URINALISIS

proteinuria meliputi uji koagulasi, uji Bang, dan uji asam sulfosalisilat, glukosuria yaitu uji Benedict, ketonuria yaitu uji Rothera, bilirubin dengan metode Hyman-Bergh, serta urobilin dengan metode Schlessinger.

Saran

Kebersihan diri sebaiknya dijaga dengan baik dengan melakukan perlindungan diri seperti memakai sarung tangan dan masker. Bila perlu, setiap praktikan diberikan hak untuk melakukan keseluruhan percobaan secara invidu.

DAFTAR PUSTAKA

Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta (ID): Erlangga Medical Series

Bixler JN, Cone MT, Hokr BH, Mason JD, Figueroa E, Fry ES, Yakovlev VV, Scully MO. 2014. Ultrasensitive detection of waste products in water using fluorescence emission cavity-enhanced spectroscopy. PNAS 111(20): 7208-7211.

Evann EH, McKinley K, Pearce MM, Rosenfeld AB, Zilliox MJ, Mueller ER, Brubaker L, Gai X, Wolfe AJ, Paul C. 2013. Urine is not sterile: use of enhanced urine culture techniques to detect resident bacterial flora in the adult female bladder. Journal of Clinical Microbiology 52(3):871–876.

Fevery J. 2008. Bilirubin in clinical practice: a review. Liver International: 592-605.

Lawrence Kaplan. 1996. Clinical Chemitstry Third Edititon. St Louis (US) : Mosby.

Madigan MT, Brock TD. 2009. Brock Biology of Microorganisms l. New York (US): Pearson/Benjamin Cummings.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2012. Biokimia Harper edisi ke 27. Jakarta (ID): EGC.

Nelson, Cox . 2008. Lehninger Principles of Biochemistry 5th Edition. New York (US) : W.H Freeman and Company

Poedjiaji A. 2009. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UIP.

Rosita L. 2009. Pengaruh penundaan waktu terhadap hasil urinalisis. JurnalKedokteran dan Kesehatan Indonesia. 1(2): 62-69.