bhn cross

22
BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Rancangan penelitian cross sectional (potong lintang) adalah suatu penelitian dimana factor resiko/penyebab dan efeknya diambil pada saat bersamaan. Penelitian cross sectional ini sering disebut juga penelitian transversal, dan sering digunakan dalam penelitian-penelitian epidemiologi. Cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta

description

Penelitian Cross

Transcript of bhn cross

BAB IIPEMBAHASAN

A. DEFINISIRancangan penelitian cross sectional (potong lintang) adalah suatu penelitian dimana factor resiko/penyebab dan efeknya diambil pada saat bersamaan. Penelitian cross sectional ini sering disebut juga penelitian transversal, dan sering digunakan dalam penelitian-penelitian epidemiologi.Cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002).

Penelitian cross sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006).

Penelitian cross sectional dapat bersifat deskriptif, seperti survey deskriptif, juga dapat berupa studi analitik. Cross sectional bisa digunakan dalam penelitian deskriptif maupun analitik walaupun ada juga yang mengatakan hanya untuk penelitian analitik.Salah satu rancangan penelitian potong lintang adalah survei. Survei berasal dari bahasa inggris survey, to survey adalah bertanya pada seseorang dan jawabannya direkam (Cooper dan Emory, 1995). Survey adalah suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi dan hubungan antar variable yang mewakili populasi di wilayah tertentu melalui kuesioner. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang perlu diperhatikan dalam survey adalah:Responden untuk menyang mewakili populasi di wilayah tertentu melalui kuesioner. Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang perlu diperhatikan dalam survey adalah:1. Responden untuk menyimpulkan keadaan tertentu masyarakat2. Data individu yang akan dikumpulkan3. Kuesioner untuk wawancara responden atau kuesioner angketContoh: Survei penderita hipertensi di Kota Depok.Dalam studi cross sectional, variable bebas (factor resiko) dan variable tidak bebas (efek) dinilai pada satu saat menurut keadaan pada waktu observasi, sehingga tidak ada follow up pada studi cross sectional. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain, metode penelitian ini merupakan yang paling lemah karena penelitian ini paling mudah dilakukan dan sangat sederhana. Pengertian-pengertian yang perlu dipahami dalam penelitian cross sectional, dan juga untuk jenis penelitian analitik yang lain dalam bidang kesehatan masyarakat, diantaranya:a) Penyakit atau masalah kesehatan, atau efekb) Faktor risiko untuk terjadinya penyakit tersebut, yakni faktor penyebab terjadinya penyakit atau masalah kesehatanc) Agen penyakit (penyebab penyakit)

Faktor risiko ialah faktor-faktor atau keadaan-keadaan yang mempengaruhi perkembangan suatu penyakit atau status kesehatan tertentu.Ada dua macam factor resiko, yaitu:1. Faktor resiko yang berasal dari organisme itu sendiri (factor resiko intrinsik). Faktor resiko intrinsik ini dibedakan menjadi:a. Faktor jenis kelamin dan usiaBeberapa penyakit tertentu berkaitan atau cenderung diderita oleh seseorang dengan jenis kelamin atau usia tertentu. Misalnya gastritis, cenderung diderita oleh kaum pria daripada wanta. Kardiovaskuler cenderung diderita oleh orang yang berumur lebih dari 40 tahun.b. Faktor-faktor anatomi atau konstitusi tertentuAda bagian-bagian tubuh tertentu yang peka terhadap suatu penyakit. Misalnya virus herpes yang menyerang pada bagian syaraf.c. Faktor nutrisiSeseorang yang menderita kurang gizi (malnutrisi) akan rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi, terutama TB paru dan diare.2. Faktor resiko yang berasal dari lingkungan (factor resiko ekstrinsik) yang memudahkan seseorang terjangkit suatu penyakit tertentu. Berdasarkan jenisnya, factor ekstrinsik ini dapat berupa: keadaan fisik, kimiawi, biologis, psikologis, social budaya, dan perilaku. Misalnya: keadaan perkampungan yang padat penduduk merupakan factor risiko untuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Orang-orang yang bekerja di perusahaan yang menggunakan bahan-bahan kimia tertentu mempunyai risiko untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia tersebut. Keadaan yang gaduh, penuh pertentangan, permusuhan, dan sebagainya, merupakan factor risiko untuk penderita stress.Faktor risiko adalah berbeda dengan agen (penyebab penyakit). Agen penyakit adalah mikro organisme atau kondisi lingkungan yang bereaksi secara langsung pada individu sehingga individu tersebut menjadi sakit. Agen merupakan suatu factor yang harus ada untuk terjadinya penyakit. Sedangkan factor risiko ialah suatu kondisi yang memungkinkan adanya mekanisme hubungan antara agen penyakit dengan induk semang (host) dan penjamu yaitu manusia, sehingga terjadi efek (sakit). Contoh, baksil micobacterium merupakan agen dari penyakit TBC.Skema 1Hubungan Antara Agen, Factor Risiko, dan Efek (Penyakit)

Sakit Manusia (Sebagai host) Agen Penyakit Eksternal SituationBackgroundAssessmentRecommendation SBAR adalah alat komunikasi yang menyediakan metode jelas mengkomunikasikan informasi terkait dengan temuan klinis. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. KEUNTUNGAN SBAR : 1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif 2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan kondisi pasien 3. Memperbaiki komunikasi = memperbaiki keamanan pasienInternalSituationBackgroundAssessmentRecommendation SBAR adalah alat komunikasi yang menyediakan metode jelas mengkomunikasikan informasi terkait dengan temuan klinis. Melibatkan semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya. KEUNTUNGAN SBAR : 1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif 2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham akan kondisi pasien 3. Memperbaiki komunikasi = memperbaiki keamanan pasienFaktor risiko

Sedangkan kondisi lingkungan jelek, rumah yang padat penghuni, tanpa ventilasi dan lembab, merupakan factor risiko terjadinya kontak antara mycobacterium tersebut dengan orang, sehingga terjadi efek (sakit). Seperti telah disebutkan di depan, bahwa penelitian survey potong silang atau cross sectional adalah suatu penelitian di mana variebel-variabel yang termasuk factor risiko dan variable-variabel yang termasuk diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Oleh sebab itu rancangan (desain) penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:Skema 2Rancangan penelitian cross sectional

Populasi(sampel)

Factor risiko + Factor risiko +

Efek + Efek - Efek + Efek

B. TUJUAN PENELITIAN CROSS SECTIONAL

Tujuan penelitian crossesctional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai berikut : Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu yang terdapat di masyarakat. Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit tertentu dengan perubahan yang jelas. Menghitung besarnya resiko tiap kelompok, resiko relatif, dan resiko atribut.

C. CIRI-CIRI PENELITIAN

Ciri-ciri penelitian cross sesctional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai berikut : Pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian. Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok yang terpajan atau tidak. Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan kriteria subjek studi. Misalnya hubungan antara Cerebral Blood Flow pada perokok, bekas perokok dan bukan perokok. Tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak terdapat hipotesis spesifik. Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan sebagai hipotesis dalam penelitian analitik atau eksperimental.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

Kelebihan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009) adalah sebagai berikut: Relatif cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa. Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh Membangun hipotesis dari hasil analisis. Memungkinkan populasi masyarakat umum, tidak terbatas pada pasien yang menderita penyakit tertentu. Dapat merupakan studi pendahuluan pada penelitian kohort atau penelitian yang lebih komprehensif. Mudah dilaksanakan karena pengukuran variabel-variabel hanya dilakuakn satu kali, pada satu saat (tidak ada follow-up). Dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi penyakit dan masalah kesehatan lainnya pada masyarakat. Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus Jarang terancam loss to follow-up (drop out) Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat lebih konklusif

Kekurangan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009) adalah sebagai berikut:

Kadang-kadang sulit menentukan penyebab dan akibat, karena pengumpulan data factor resiko dan efek dilakukan pada saat bersamaan. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena inidividu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel yang dipelajari banyak Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosis Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang Subyek yang mempunyai masa sakit relative pendek sering tidak terjaring. Jika variable yang diteliti relative banyak, maka dibutuhkan subyek yang banyak. Berpeluang menjadi bias prevelensi yang diakibatkan oleh efek suatu factor resiko selama interval tertentu dpat ditafsirkan sebagai efek penyakit. Subyek penelitian besar bila variabelnya banyak. Kesimpulan korelasi faktor risiko dengan efek lemah. Hubungan waktu tidak bisa ditentukan sehingga peran logika dan teori penting. Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat. Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan (nilai prognostiknya lemah). Tidak tepat untuk meneliti penyakit yang durasinya pendek Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas)

E. LANGKAH DAN CONTOH PENELITIAN

Langkah-langkah penelitian cross sectional adalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002):

Skema 3Rancangan penelitian cross sectional

Populasi(sampel)

Factor risiko + Factor risiko +

Efek + Efek - Efek + Efek

Skema desain cross sectional:

Penelitian dilakukan satu waktu

Faktor resiko (+)

Sehat/ tidak mengalami masalah kesehatan dan keperawatanDan keperawatanKasus/sakit/masalah kesehatanDan keperawatanEfek (+) Efek (-)

Faktor resiko (-)

Sehat/ tidak mengalami masalah kesehatan dan keperawatanDan keperawatanKasus/sakit/masalah kesehatanDan keperawatan

Penelitian terhadap faktor resiko (variable independen) dan efeknya (variable dependen) dilakukan pada satu waktu, peneliti tidak melihat hubungan sebab akibat berdasarkan perjalanan waktu.

Dari skema rancangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:a. Mengidentifikasi variable-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor risiko dan faktor efek.b. Menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampel.c. Melakukan observasi atau pengukuran variable-variabel yang merupakan factor risiko dan efek sekaligus berdasarkan status keadaaan variable pada saat itu (pengumpulan data)d. Melakukan analisis korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran)

Contoh sederhana: ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan berat badan bayi lahir (BBL), dengan menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2002).

Tahap pertama: Mengidentifikasi variable-variabel yang akan diteliti dan kedudukannya masing-masing. Variable dependen (efek): BBL Variable independen (risiko): anemia besi Variable independen (risiko) yang dikendalikan: paritas, umur ibu, perawatan kehamilan, dan sebagainya, dikelompokkan sebagai variable pengganggu (confounding variables).

Tahap kedua: Menetapkan subjek penelitian atau populasi dan sampelnya. Subjek penelitian di sini jelas adalah ibu-ibu yang baru melahirkan, namun perlu dibatasi dari daerah mana mereka ini akan diambil, apakah lingkup di rumah sakit umum, rumah sakit bersalin, atau rumah bersalin, atau di masyarakat dalam lingkup desa, kelurahan atau kecamatan. Demikian pula batas waktunya juga ditentukan. Kemudian bagaimana cara pengambilan sampelnya, apakah berdasarkan teknik random atau nonrandom.

Tahap ketiga: Melakukan pengumpulan data, observasi atau pengukuran terhadap variable dependen, independen, dan variable-variabel yang dikendalikan secara bersamaan (dalam waktu yang sama). Caranya, mengukur berat badan bayi yang dilahirkan, memeriksa Hb darah ibu, menanyakan umur, paritas, dan variable-variabel kendali yang lain.

Tahap keempat: mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan antara BBL dan Hb darah ibu. Dari analisis ini akan diperoleh bukti ada atau tidak adanya hubungan antara anemia dengan BBL.Contoh lain penelitian cross sectional:Hubungan Jajan Sembarangan dan Tidak Mencuci Tangan Sebelum makan dengan Kejadian Thypoid.Pada kasus thypoid, dalam studi ini populasi dikelompokan lagi dengan cara random,kemudian dibagi lagi menjadi empat kelompok yaitu jajan sembarangan dan tidak cuci tangan (E+D+), jajan sembarangan dan cuci tangan sebelum makan (E+D-), tidak jajan sembarangan dan tidak cuci tangan (E-D+), dan tidak jajan sembarangan dan cuci tangan sebelum makan (E-D-). Maka dapat diketahui bahwa sakit thypoid ditunjukan dengan E+D+ dan E-D+. Untuk yang tidak sakit thypoid ditunjukan dengan E+D- dan E-D-. Prevalence kelompok terpapar (Po) dapat dicari dari = (E+D+) / (E+D+) + (E+D-) Prevalence kelompok tidak terpapar (P1) dapat dicari dari = (E-D+) / (E-D+) + (E-D-) Rasio Prevalence = Po / P1

Contoh kasus 1: Hubungan Antara Kebiasaan Memakai Obat Nyamuk Semprot Dengan Kejadian BKB (Batuk Kronik Berulang) Pada Anak Balita

1. Menetapkan pertanyaan penelitian: Apakah ada hubungan antara kebiasaan memakai obat nyamuk semprot dengan kejadian BKB (Batuk Kronik Berulang) pada anak balita.Hipotesisnya yang sesuai tentunya terdapat hubungan antara pemakaian obat nyamuk semprot dan angka kejadian BKB pada anak balita.

2. Identifikasi VariabelFaktor resiko yang diteliti: penggunaan obat nyamuk semprotEfek: BKB pada balitaFaktor resiko yang tidak diteliti: riwayat asma dalam keluarga, tingkat sosial ekonomi, jumlah anak, kebiasaan orang tua merokokSemua istilah tersebut harus dibuat definisi yang jelas sehingga tidak bermakna ganda.3. Penetapan subyek penelitianPopulasi terjangkau: Balita pengunjung poliklinik yang tidak mempunyai riwayat asma dalam keluarga, kebiasaan orang tua merokok, tingkat social ekonomi keluarga tertentu, tingkat pendidikan orang tua, jumlah anak dalam keluarga dan lain-lain.Sampel: dipilih sejumlah anak balita sesuai dengan estimasi besar sampel, bisa menggunakan random sampling.

4. PengukuranFaktor resiko: ditanyakan apakah dirumah biasa digunakan obat nyamuk semprot dan lain-lain.Efek dengan kriteria tertentu ditetapkan apakah subyek menderita BKB.

5. AnalisisAnalisis yang digunakan bisa menggunakan table 2 x 2, regresi multiple atau regresi logistic.BKB

Obat NyamukYaTidakJumlah

Ya203050

Tidak53035

Contoh 2 mengenai satu satuan waktu seperti apa:

Peneliti tertarik meneliti Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Terhadap Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS Di Rumah Sakit XPertanyaan penelitian: Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS di rumah sakit X. Hipotesisnya berdasarkan teori yang ada, diketahui bahwa kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap individu terhadap kesehatan. Maka tentunya terdapat hubungan pengetahuan dan sikap perawat terhadap perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS di rumah sakit X. Variabel independen adalah pengetahuan dan sikap perawat tentang pencegahan penularan HIV/AIDS, variabel dependen adalah perilaku pencegahan HIV/AIDS. Peneliti kemudian menilai pengetahuan dan sikap perawat tentang pencegahan HIV/AIDS serta mengobservasi perilaku perawat dalam pencegahan penularan HIV/AIDS di rumah sakit dalam satu satuan waktu. Satu satuan waktu dalam hal ini tidak harus dalam satu waktu, karena hampir tidak mungkin meneliti kedua variabel bersamaan. Namun satu satuan waktu mengandung makna peneliti tidak melihat hubungan kedua variabel berdasarkan perjalanan waktu. Pada peneliti cross sectional peneliti tidak mengikuti responden sampai kurun waktu tertentu, karena variabel diteliti diukur dalam satu satuan waktu. Setelah kedua variabel diukur dan diperoleh data, peneliti kemudian menganalisa hubungan kedua variabel berdasarkan uji statistik yang sesuai. Kesimpulan penelitian berupa menerima atau menolak hipotesis dibuat berdasarkan hasil uji statistik.