Pendahuluan Alt Bhn
description
Transcript of Pendahuluan Alt Bhn
LAPORAN AKHIR BIOANALISIS
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR OBAT DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN
Disusun Oleh :
AYU WIKHA NOVIYANA G1F011026
RIRI FAUZIYYA G1F011028
GARNISHA UTAMAS N G1F011030
ERNA TUGIARTI B G1F011034
Asisten : Kak Dina
Kak Yurissa
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KESEHATAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2014
LAPORAN AKHIR BIOANALISIS
PERCOBAAN I
PENETAPAN KADAR OBAT DAN JUMLAH METABOLITNYA DALAM URIN
A. Tujuan
Melakukan penetapan kadar obat dalam urin dan menentukan jumlah metabolitnya dalam
urin.
B. Pendahuluan
Bioanalisis adalah analisis secara kualitatif maupun kuantitatif suatu bahan obat
maupun sediaan obat dalam sampel biologis. Bioanalisis dapat dibedakan menjadi 4 :
1. Bioanalisis kualitatif
2. Bioanalisis kuantitatif
3. Bioanalisis in-vivo
4. Bioanalisis in-vitro
Pada metode bioanalisis ada 2 komponen utama yang harus dilakukan yaitu
1. Preparasi sampel yaitu ekstraksi analit/obat atau metabolitnya dari matriks biologi
termasuk pemekatan sampel utnuk meningkatkan sensitivitas metode.
2. Analisis senyawa obat atau metabolitnya biasanya dilakukan pemisahan dari komponen
lain yang ada dalam matriks biologi.
(Evans G, 2004; Chamberlain J, 2000; Connors K.A, 1982)
Metabolisme obat di hepar adalah tahapan yang dilalui obat sebelum obat
diekskresikan. Perubahan metabolik molekul obat terjadi melaui dua jenis reaksi biokimia,
yang sering juga terjadi secara berturut-turut, yaitu reaksi fase I dan reaksi fase II. Rekasi fase
I terdiri dari reaksi oksidasi, resuksi, dan hidrolisi, produk yangdihasilkan kadang-kadang
bersifat lebih aktif dan kadang-kadang lebih toksik daripada obat semula. Reaksi fase II adlah
reaksi konjugasi yang selalu menghasilkan seyawa yang tidak aktif (Staf pengajar
farmakologi, 2004).
Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik serta obat anti-
inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu kelompok yang heterogen. Obat ini termasuk
dalam derifat-asetanilida, ini merupakan metabolit dari fenasetin yang dulu banyak
digunakan sebagai analgetik (Katzung, 2004).
Parasetamol di dalam hati, 60% dikonjugasikan dengan asam glukuronat, 35% asam
sulfat, dan 3% sistein; yang akhirnya menghasilkan konjugat yang larut dalam air serta
diekskresi bersama urin. Jalur konjugasi pertama (terutama glukuronidasi dan sulfasi) tidak
dapat digunakan lagi ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan sebagian kecil
akan beralih ke jalur sitokrom P450 (CYP2E1) (Defendi dan Tucker, 2009; Goodman dan
Gilman, 2008). Metabolisme melalui sitokrom P450 membuat parasetamol mengalami N-
hidroksilasi membentuk senyawa antara, N-acetyl-para-benzoquinoneimine (NAPQI), yang
sangat elektrofilik dan reaktif. Pada keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui
konjugasi dengan glutathione (GSH) yang berikatan dengan gugus sulfhidril dan kemudian
dimetabolisme lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat yang selanjutnya diekskresi ke
dalam urin (Goodman dan Gilman, 2008).
C. Prinsip Analisis
Penetapan kadar obat dan jumlah metabolitnya dalam urin pada praktikum kali ini
menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis dan Kromatografi Lapis Tipis. Penetapan
kadar paracetamol dalam urin, pada praktikum ini adalah menggunakan elisa reader.
Prinsip kerja elisa reader hampir sama dengan spektrofotometer. Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Benda
bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan spektrum yang lebar terdiri atas
panjang gelombang. Panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu
mempengaruhi selaput pelangi mata manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif
akan ketampakan (vision). Dalam analisis secara spektrofotometri terdapat tiga daerah
panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV (200 – 380 nm),
daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 – 3000 nm) (Khopkar 1990).
Dasar analisis kuantitatif secara spektrofotomteri adalah hukum Lambert-Beer
absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat
diabaikan dan ε merupakan suatu tetapan. Artinya konsentrasi makin tinggi maka absorbansi
yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi
yang dihasilkan makin rendah. Berikut rumus yang diturunkan dari Hukum Lambert-Beer:
Keterangan :
A = absorbansi
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).
b atau l = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm
c = konsentrasi larutan yang diukur
(Gandjar & Rohman, 2007)
Kromatografi merupakan metode yang digunakan secara luas yang memungkinkan
dilakukannya pemisahan, identifikasi dan determinasi dari senyawa kimia dalam campuran
yang kompleks. Metode kromatografi menggunakan fase stasioner (diam) dan fase gerak.
Komponen sebuah campuran dibawa melalui fase stasioner oleh aliran fase gerak, dan
pemisahan didasarkan pada perbedaan kecepatan migrasi diantara komponen-komponen fase
gerak (Skoog et al.,1996).
Proses kromatografi lapis tipis dilakukan pada plat gelas yang dilapisi dengan lapisan
yang tipis dan adheren. Lapisan ini berfungsi sebagai fase stasioner. Fase stasioner berupa
silika memiliki permukaan yang bersifat polar, karena permukaannya memiliki gugus
hidroksida. Keberadaan gugus hidroksida ini menyebabkan plat silika dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang bersesuaian (bersifat polar) contohnya air.
Pelarut yang digunakan berfungsi sebagai fase gerak. Campuran yang akan dipisahkan
diletakkan pada fase stasioner.Fase stasioner diletakkan dalam bejana yang berisi fase gerak.
Fase gerak akan bergerak melalui fase stasioner berdasarkan pada prinsip kapilaritas.
Komponen-komponen campuran akan dibawa melalui fase stasioner oleh fase gerak. Setelah
proses kromatografi selesai, fase stasioner dipindahkan dari bejana berisi pelarut dan
dikeringkan. Letak komponen-komponen dapat ditentukan dengan berbagai macam cara.
Proses menganalisa hasil kromatografi pada plat tipisini disebut visualisasi (Skoog et al.,
1996). KLT digunakan secara luas untik analisis solut-solut organik terutama dalam bidang
biokimia, farmasi, klinik, forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan
nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis kualitatif (Gandjar, 2007).
D. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass, labu ukur, pipet ukur,
pipet tetes, gelas ukur, tabung reaksi, tabung sentrifuse, rak tabung reaksi, plat KLT silika
GF, Detektor UV 366 nm, chamber kromatografi, elisa reader. Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah urin probandus (manusia), aquades, TCA 10%, asam klorida 6 N,
Natrium Nitrit 10%, Asam sulfamat 15%, dan NaOH 10%. Fase gerak 1 = etil asetat-
methanol-air-asam asetat (60:30:9:1), Fase gerak 2 = n-butanol-asam asetat-air (4:1:1).
Metode
Penetapan kadar parasetamol
-Diambil sebanyak 0,1 mL
-Dimasukkan dalam tabung reaksi
-Diadd sampai 10 mL
-Disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 200
rpm
-Dipindahkan ke tabung reaksi yang lain
-Ditambahkan sebanyak 0,5 mL
-Ditambahkan sebanyak 1 mL
Sampel urin
supernatan
HCl 6N
NaNO3 10%
campuran
-Divortex selama 5 menit
-ditambahkan sebanyak 1 mL
- ditambahkan sebanyak 2,5 mL
- diamkan selama 3 menit
-diukur serapannya
Pembuatan kurva baku
-dibuat seri konsentrasi
- dilakukan preparasi sampel seperti pada
penetapan kadar parasetamol
-dibuat kuva baku hubungan antara konsentrasi
dengan absorbansi
Penetapan jumlah metabolit dalam sampel urin
- Diambil
- Diuji KLT dua arah dengan kondisi percobaan
Fase diam : silika gel
Fase gerak 1 : etil asetat:metanol:air:asam asetat =
60 : 30: 9 : 1
Fase gerak II : n-butanol:asam asetat:air = 4 : 1 : 1
- Dilihat pada detektor UV
- Diamati dan diukur puncaknya setelah proses elusi
Asam sulfamat 15%
NaOH 10%
Hasil
Larutan baku parasetamol
Hasil
Beningan urin yang diberi parasetamol dan disentrifugasi
Hasil
Chamberlain J., 2000, Analysis of Drugs in Biological Fluids, CRC Press, Boca Raton,
Florida.
Connors, K.A, 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis 3rd ed., John Willey and Sons,
New York.
Defendi G. L., Tucker J. L., 2009, Toxicity, Acetaminophen,
http://emedicine.medscape.com/article/1008683-overview, diakses pada tanggal 9
April 2014
Evans, G, 2004, A Handbook of Bioanalysis and Drug Metabolism, CRS Press, New York,
Washington DC.
Gandjar, I. G., Rohman A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Goodman L. S., Gilman A, Dasar Farmakologi Terapi, Hardman K. G., Limbird L. E., Aisyah
C. (eds), Edisi X, Jakarta, EGC.
Katzung. Bertram G, 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Surabaya.
Skoog, DA, West, DM, Holler, FJ, Crouch, SR, 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry
7th edition, New York, Saunders College Publishing.
Staf Pengajar, 2004, Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2, Jakarta, Penerbit EGC.