Berhenti Follow

2
7/23/2019 Berhenti Follow http://slidepdf.com/reader/full/berhenti-follow 1/2 Berhenti follow 23Maret 2015pukul 1:23 Kalian kenal istilah "The mediumis message"? Mungkin tidak. Sayajuga tidak mengenal istilah ini dengan baik, kalau istilah"going concern", "substanceover form" saya tahu. Kenapa sy menulis soal ini, karena saya sedang memikirkan istilah ini dengan lamat-lamat, "The mediumis message". Istilah ini diperkenalkanolehMcLuhan, dalam bukunya, UnderstandingMedia: TheExtensionof Man. Saya tidak akan membahas definisinyasesuai buku itu, ada hal lain yangsedangsayapikirkan. Dalam hingar-bingar media sosial hariini, maka mungkin relevan membahas soal ini. Karena boleh  jadi, sejatinya, "medium" atau "wadah" itu sendiri adalah pesan sebenarnya. Kita tidak bicara soal pesan, berita, kabar, karenaitu hanyalahpesan saja. Siapapunbisamenyampaikannya, dengan cara apapun. Contoh misalnya,ada kasus pembunuhan, maka pesannya akan sama saja mau diberitakandengan cara apapun: kasus pembunuhan. Tapi medium, wadahpenyampai pesanitu, bisa menjadi berbedasekali, menurut versi masing-masing. Belummengerti? Baik, saya berikan contoh: pemilihan presiden, makadisinilahterjadi perbedaan, "themedium is message", siapa danapa yangmenjadiwadahpenyampai berita tersebut. Bagaimana berita itu disampaikan, perbedaan signifikan akan terlihat sekali. Juga berita-berita lainnya, pesan-pesan lainnya. Hariini, hampir semuaorang tersambungdenganmedia sosial. Apayang terjadi? Wadahsebuah pesan menjadi berubahmassif. Dulu, pesan hanya danhanyaberupa "pesan", tertulis dalam buku, tertulis dalamkoran, sekarang, tidak hanya lewat televisi, tapi juga merangsek hingga kamar tidur, toilet, bus, kelas, kantor, ruangan sempit, hutan, gunung, lewat media sosial. Barangsiapa punya gagdet denganperangkat internet, makatersambunglahdia dengandunia. Adasebuah kejadian, "SiAsedang menguap", makapesanatas berita ini berubahmenjadi banyak sekaliversinya. Tergantung "medium" yang mengeksekusinya, menyampaikan. SiAsedang bekerja keras, hingga kelelahan, capek. Atau Si Ayang pemalas, tertangkap kamera, direkam, jadi tontonan video semuaorang. Gaungpesannya akan semakin panjang, jika pembacanya kemudianikutan share, menambahi komen, berdebat, dsbgnya. Bukankahbegitu? Maka, kita tidak bisa mengabaikanfakta, adabanyak "medium" yang sangat kebablasan. Website berita abal-abal misalnya, yang isinyahanyakompilasi kebencian, ituuu semua isinya. Page facebook, akun twitter, instagram, dsbgnya, itu juga "medium", yang juga bisabablas, isinya setiap hari sama. Maka ingatlah selalu, "themediumis message". Wadahnyabolehjadi dengansendiri telahmenunjukkanpesannya. Hari ini, diakui atau tidak, kadar empati, kematangan, kedewasaan penggunadunia mayamasih memprihatinkan(dan mungkin akansemakin menyedihkan). Kita bisa memaki orang lewat media sosial, kita bisamenghina, menjelek2kan, pun sebaliknya, menyanjung, memuji, mengangkat habis2an. Apakah semuayang berserakan di sekitar kita adalahberita terpercaya? Kabar yang valid?Pesanyang persisi? Adalahpara pembacayang dituntut pintar menyeleksinya. Karena eh karena, jangan berharapdengan"medium"-nya. Merekalebih sibuk memikirkansoal berapa jumlah hit, klik, berapa jumlah iklan, berapa pemasukan. Pun termasuk akun2 media sosial. Merekalebih fokus pada berapajumlahfollower, like, share, komen, dsbgnya. Tidak semuabegitu memang, tapi mencari yang tidak, bagai mencarijarum di tumpukanjerami.

Transcript of Berhenti Follow

Page 1: Berhenti Follow

7/23/2019 Berhenti Follow

http://slidepdf.com/reader/full/berhenti-follow 1/2

Berhenti follow23 Maret 2015 pukul 1:23

Kalian kenal istilah "The medium is message"? Mungkin tidak. Saya juga tidak mengenal istilah ini

dengan baik, kalau istilah "going concern", "substance over form" saya tahu. Kenapa sy menulis soal

ini, karena saya sedang memikirkan istilah ini dengan lamat-lamat, "The medium is message". Istilahini diperkenalkan oleh McLuhan, dalam bukunya, Understanding Media: The Extension of Man. Saya

tidak akan membahas definisinya sesuai buku itu, ada hal lain yang sedang saya pikirkan.

Dalam hingar-bingar media sosial hari ini, maka mungkin relevan membahas soal ini. Karena boleh

 jadi, sejatinya, "medium" atau "wadah" itu sendiri adalah pesan sebenarnya. Kita tidak bicara soal

pesan, berita, kabar, karena itu hanyalah pesan saja. Siapapun bisa menyampaikannya, dengan

cara apapun. Contoh misalnya, ada kasus pembunuhan, maka pesannya akan sama saja mau

diberitakan dengan cara apapun: kasus pembunuhan. Tapi medium, wadah penyampai pesan itu,

bisa menjadi berbeda sekali, menurut versi masing-masing.

Belum mengerti? Baik, saya berikan contoh: pemilihan presiden, maka disinilah terjadi perbedaan,

"the medium is message", siapa dan apa yang menjadi wadah penyampai berita tersebut.Bagaimana berita itu disampaikan, perbedaan signifikan akan terlihat sekali. Juga berita-berita

lainnya, pesan-pesan lainnya.

Hari ini, hampir semua orang tersambung dengan media sosial. Apa yang terjadi? Wadah sebuah

pesan menjadi berubah massif. Dulu, pesan hanya dan hanya berupa "pesan", tertulis dalam buku,

tertulis dalam koran, sekarang, tidak hanya lewat televisi, tapi juga merangsek hingga kamar tidur,

toilet, bus, kelas, kantor, ruangan sempit, hutan, gunung, lewat media sosial. Barangsiapa punya

gagdet dengan perangkat internet, maka tersambunglah dia dengan dunia.

Ada sebuah kejadian, "Si A sedang menguap", maka pesan atas berita ini berubah menjadi banyak

sekali versinya. Tergantung "medium" yang mengeksekusinya, menyampaikan. Si A sedang bekerja

keras, hingga kelelahan, capek. Atau Si A yang pemalas, tertangkap kamera, direkam, jadi tontonan

video semua orang. Gaung pesannya akan semakin panjang, jika pembacanya kemudian ikutan

share, menambahi komen, berdebat, dsbgnya.

Bukankah begitu?

Maka, kita tidak bisa mengabaikan fakta, ada banyak "medium" yang sangat kebablasan. Website

berita abal-abal misalnya, yang isinya hanya kompilasi kebencian, ituuu semua isinya. Page

facebook, akun twitter, instagram, dsbgnya, itu juga "medium", yang juga bisa bablas, isinya setiap

hari sama. Maka ingatlah selalu, "the medium is message". Wadahnya boleh jadi dengan sendiri

telah menunjukkan pesannya.

Hari ini, diakui atau tidak, kadar empati, kematangan, kedewasaan pengguna dunia maya masih

memprihatinkan (dan mungkin akan semakin menyedihkan). Kita bisa memaki orang lewat media

sosial, kita bisa menghina, menjelek2kan, pun sebaliknya, menyanjung, memuji, mengangkat

habis2an. Apakah semua yang berserakan di sekitar kita adalah berita terpercaya? Kabar yang

valid? Pesan yang persisi? Adalah para pembaca yang dituntut pintar menyeleksinya. Karena eh

karena, jangan berharap dengan "medium"-nya. Mereka lebih sibuk memikirkan soal berapa jumlah

hit, klik, berapa jumlah iklan, berapa pemasukan. Pun termasuk akun2 media sosial. Mereka lebih

fokus pada berapa jumlah follower, like, share, komen, dsbgnya. Tidak semua begitu memang, tapi

mencari yang tidak, bagai mencari jarum di tumpukan jerami.

Page 2: Berhenti Follow

7/23/2019 Berhenti Follow

http://slidepdf.com/reader/full/berhenti-follow 2/2

Jadi, dalam setiap kesempatan, selalu ingatlah "The medium is message". Jangan terlalu naif

menanggapi sebuah "pesan". Tidak usah buru-buru share, bagikan, apalagi hingga bertengkar.

Selalulah menjadi orang yang terbuka, "open minded", menghargai banyak pendapat,

mendengarkan banyak pihak. Tapi juga tegas dan disiplin sekali menghadapi "medium" yang

memang hobi sekali, ituuuu saja yang dia bahas, terlihat sekali polanya. Tendang, buang, berhenti

follow, kalian punya hak tersebut. Jangan habiskan waktu sia-sia.

*Tere Liye