Berfikir Kritis dalam Kasus Transplantasi Lobus Paru.docx

23
Berpikir Kritis dalam Kasus Transplantasi Lobus Paru-Paru Kelompok A5: Evalin Aldora Tasane (102012053) Theofilio Leunufna (102012065) Mekar Yulia Putri (102012139) Winaldi Sandimusti (102012207) Garba Prihatining Puri (102012224) Thesa Dewi Angriani Djobo (102012288) Tio Naro (102012331) Nyimas Amelia Pebrina (102012406) Meliantha Agustha Christha Hutubessy (102012472) Muhammad Nur Syaiful Bin Mohidin (102012490) Critical Thinking 1

Transcript of Berfikir Kritis dalam Kasus Transplantasi Lobus Paru.docx

Berpikir Kritis dalam Kasus Transplantasi Lobus Paru-Paru

Kelompok A5:Evalin Aldora Tasane (102012053)Theofilio Leunufna (102012065)Mekar Yulia Putri (102012139)Winaldi Sandimusti (102012207)Garba Prihatining Puri (102012224)Thesa Dewi Angriani Djobo (102012288)Tio Naro (102012331)Nyimas Amelia Pebrina (102012406)Meliantha Agustha Christha Hutubessy (102012472)Muhammad Nur Syaiful Bin Mohidin (102012490)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 115102012

PENDAHULUAN

Manusia adalah individu yang belajar sepanjang hidupnya. Adanya rasa ingin tahu, menyebabkan manusia berusaha untuk menambah pengetahuannya, berpikir secara kritis dan melakukan berbagai penelitian. Hal inilah yang mengakibatnya kehidupan manusia terus berkembang. Salah satu perkembangan yang menonjol adalah perkembangan dalam ilmu kedokteran yang telah memberikan dampak yang besar bagi dunia kesehatan. Kemajuan tersebut dapat meningkatkan tingkat harapan hidup para pasien. Salah satu kemajuan tersebut adalah dalam bidang transplantasi organ tubuh manusia.Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya lebih memuaskan. Namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan dari segi medik maupun nonmedik, yaitu dari segi etika kedokteran, agama, hukum, budaya masyarakat, serta faktor ekonomi.Oleh karena itu, dibuatlah makalah ini untuk membahas lebih jauh tentang berbagai faktor yang mempengaruhi transplantasi tersebut, terutama berkaitan dengan masalah transplantasi lobus paru-paru.

PEMBAHASAN

1. 2. 2.1. Berpikir KritisBerkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat adalah berpikir kritis, istilah yang saat ini sering dibicarakan dalam bidang pendidikan dan psikologi. Meskipun pada masa kini batasan mengenai berpikir kritis ada bermacam-macam, pada umumnya didalamnya terkandung pengertian mengenai menggali, makna suatu masalah secara lebih mendalam, berpikiran terbuka terhadap pendekatan dan pandangan yang berbeda-beda, dan menetapkan untuk diri sendiri hal-hal yang akan diyakini atau dilakukan.12.2 Transplantasi Transplantasi secara etimologi berasal dari bahasa Inggris transplant, yang berarti move from one place to another (bergerak dari satu tempat ke tempat lain). Dalam kamus kedokteran disebutkan, transplantasi ialah pencangkokan jaringan yang diambil dari tubuh pasien itu sendiri atau dari yang lain. Sedangkan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 pada pasal 1 dan pasal 5 menyebutkan, transplantasi ialah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau dari tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan yang tidak berfungsi dengan baik. Dengan kata lain, transplantasi adalah pengangkatan suatu organ atau jaringan dari satu organisme, kemudian diimplantasikan melalui pembedahan ke organisme untuk memberikan struktur dan/atau fungsi.2Jadi dari berbagai definisi di atas, dipahami bahwa yang dimaksud dengantransplantasi ialah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan jaringan dan atau organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat dari satu tempat ke tempat lain yang berasal dari tubuh sendiri atau orang lain atau mayat untuk menggantikan jaringan dan atau organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik dalam rangka pengobatan, estetika atau lainnya.3Hingga saat ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupa sel, jaringan, maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:31. AutograftPemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.2. AllograftPemindahan suatu jaringan atau organ dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.3. IsograftSebuah subset dari allograft, di mana organ atau jaringan yang ditransplantasikan dari donor ke penerima yang identik secara genetis (seperti kembar identik).

4. Xenograft atau XenotransplantationTransplantasi organ atau jaringan dari satu spesies yang berbeda. Contohnya transplantasi katup jantung babi ke manusia yang cukup umum dan sukses.Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah yang baru meninggal (untuk keperluan ini, defenisi meninggal adalah mati batang otak). Organ atau jaringan yang biasanya di ambil dari jenazah adalah organ yang tidak memiliki kemampuan regenerasi seperti jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru dan sel otak. Sementara itu, organ atau jaringan yang di ambil dari donor hidup yaitu bersifat regeneratif seperti kulit, ginjal dan sum-sum tulang.4

2.3 Pertimbangan-Pertimbangan yang Mempengaruhi Transplantasi Organ2.3.1 Berdasarkan Pandangan Agama (Religius World View)1. Islam5Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya dan memelihara serta mengembangkannya. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad Saw. yaitu Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu. Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah. Al-Biqai dalam tafsirnya mengenai surah Al-Fatihah mengemukakan sabda Nabi Muhammad Saw. yaitu Penyakit adalah cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia mendidik hamba-hamba-Nya. Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar berobat saat di timpa penyakit.Pada persoalan transplantasi, baik dari donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia, beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang agama yang berkaitan dengan topik bahasan ini dapat membantu mengemukakan pandangan Islam.Prinsip-prinsip dimaksud antara lain:a. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan dan harta benda umat manusia.b. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjual-belikan.c. Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh umat manusia, tanpa membedakan rasa atau agama.d. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup maupun yang telah wafat.e. Jika bertentangan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah kepentingan orang yang hidup.Dari prinsip-prinsip ini banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa transplantasi dapat dibenarkan selama tidak diperjual-belikan dan selama kehormatan manusia yang hidup maupun yang mati tetap terjaga sepenuhnya. Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dari pihak keluarga. Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang kebanyakan (awam) bahwa setelah si penerima donor sehat, ia mungkin dapat menyalahgunakan kesehatannya, dan ini dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi pemilik organ (jenazah), atau orang yang mengizinkan. Alasan ini, pada hakikatnya tidak sepenuhnya dapat diterima. Kemurahan dan keadilan Tuhan mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggungjawaban dari seseorang terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya. Allah tidak memandang kepada jasad dan rupa kamu, tetapi memandang hati dan perbuatan kamu. Demikianlah sabda Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim. Disamping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata menghilangkan kekhawatiran di atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama manusia dan dia menduga keras bahwa bantuan tersebut tidak akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Dapat ditambahkan bahwa Al-Quran menegaskan bahwa, Barang siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia semuanya (QS Al-M-idah [5]: 32). Menghidupkan disini bukan saja yang berarti memelihara kehidupan, tetapi juga mencakup upaya memperpanjang harapan hidup dengan cara apapun yang tidak melanggar hukum.2. KristenPada umumnya gereja memperkenankan transplantasi organ tubuh. Menurut pandangan iman Kristen, transplantasi organ merupakan salah satu bentuk perbuatan yang terpuji karena dapat membantu orang yang kesehatan tubuhnya terganggu atau sakit dan juga dapat menyelamatkan jiwa seseorang. Apabila donor organ tubuh adalah seorang yang telah meninggal dunia, maka tidak timbul masalah moral. Seorang yang mungkin berkehendak untuk mendonorkan tubuhnya dan memperuntukkannya bagi tujuan-tujuan yang berguna, yang secara moral tidak bercela dan bahkan luhur dan punya keinginan untuk menolong orang yang sakit dan menderita maka keputusan ini tidak dikutuk melainkan dibenarkan.Di Alkitab memang tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh. Namun ada ayat yang berkaitan dengan transplantasi organ yaitu Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.6 Mereka yang berperan sebagai pelayan pastoral pada rumah sakit juga melakukan tindakan mendukung adanya transplantasi seperti yang terjadi pada Rumah Sakit DGI Cikini. Sebagai contohnya, khusus transplantasi ginjal, maka resipien dan donor untuk transplantasi ginjal diberi pelayanan khusus. Sebelum transplantasi ginjal dilakukan resipien dan donor selalu dilayani dengan percakapan pastoral dimana mereka juga disiapkan untuk transplantasi. Percakapan pendampingan juga dilakukan dengan resipien, donor, dan keluarga yang bukan Kristen. Pada hari transplantasi dilakukan, biasanya hari Sabtu dan Rabu, tim dokter selalu meminta pendeta berdoa agar transplantasi yang dilakukan itu berjalan dengan baik.7Jadi, selama niatnya tulus dan tujuannya adalah kebaikan itu boleh-boleh saja terutama untuk membantu kelangsungan hidup suatu nyawa (orang yang membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk mendapatkan imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ.2. 3. Katolik8Pada umumnya, Gereja Katolik memperkenankan transplantasi organ tubuh. Dalam ensiklik Evangelium Vitae (= Injil Kehidupan), Bapa Suci Yohanes Paulus II menyatakan, ada kepahlawanan harian, yang terdiri dari amal perbuatan berbagi sesuatu, besar atau kecil, yang menggalang kebudayaan hidup yang otentik. Teladan amal perbuatan yang secara khas layak dipuji seperti itu ialah pendermaan organ-organ, yang dilaksanakan melalui cara yang dari sudut etika dapat diterima, dengan maksud menawarkan kemungkinan kesehatan dan bahkan hidup sendiri kepada orang sakit, yang kadang sudah tidak mempunyai harapan lain lagi (No. 86). Ajaran ini menggemakan Katekismus Gereja Katolik: Transplantasi sesuai dengan hukum susila dan malahan dapat berjasa sekali, kalau bahaya dan resiko fisik dan psikis, yang dipikul pemberi, sesuai dengan kegunaan yang diharapkan pada penerima (No. 2296). Guna memahami ajaran ini dengan lebih baik, marilah kita bergerak selangkah demi selangkah. Perlu dicatat bahwa masalah ini pertama kali dibahas dengan jelas oleh Paus Pius XII pada tahun 1950-an, dan kemudian disempurnakan sesuai dengan kemajuan-kemajuan yang berhasil dicapai dalam bidang medis.Pertama-tama, dibedakan antara transplantasi organ tubuh (termasuk jaringan) dari seorang yang telah meninggal dunia ke seorang yang hidup, dengan transplantasi organ tubuh (termasuk jaringan) dari seorang yang hidup ke seorang lainnya. Dalam kasus pertama, yaitu apabila donor organ tubuh adalah seorang yang telah meninggal dunia, maka tidak timbul masalah moral. Paus Pius XII mengajarkan, Seorang mungkin berkehendak untuk mendonorkan tubuhnya dan memperuntukkannya bagi tujuan-tujuan yang berguna, yang secara moral tidak tercela dan bahkan luhur, di antaranya adalah keinginan untuk menolong mereka yang sakit dan menderita. Seorang dapat membuat keputusan akan hal ini dengan hormat terhadap tubuhnya sendiri dan dengan sepenuhnya sadar akan penghormatan yang pantas untuk tubuhnya. Keputusan ini hendaknya tidak dikutuk, melainkan sungguh dibenarkan (Amanat kepada Kelompok Spesialis Mata, 14 Mei 1956).Pada dasarnya, apabila organ-organ tubuh dari seorang yang telah meninggal dunia, seperti ginjal, hati, kornea mata, dapat menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup seorang lainnya yang masih hidup, maka transplantasi yang demikian adalah baik secara moral dan bahkan patut dipuji. Patut dicatat bahwa donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas dan penuh kesadaran sebelum wafatnya, atau keluarga terdekat wajib melakukannya pada saat kematiannya: Transplantasi organ tubuh tidak dapat diterima secara moral, kalau pemberi atau yang bertanggung jawab untuk dia tidak memberikan persetujuan dengan penuh kesadaran (No. 2296).Satu peringatan perlu disampaikan di sini: keberhasilan suatu transplantasi organ tubuh sangat bergantung pada kesegaran organ, artinya bahwa prosedur transplantasi harus dilakukan sesegera mungkin begitu donor meninggal dunia. Namun demikian, donor tidak boleh dinyatakan meninggal dunia secara dini atau kematiannya dipercepat hanya agar organ tubuhnya dapat segera dipergunakan. Kriteria moral menuntut bahwa donor sudah harus meninggal dunia sebelum organ-organ tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Demi menghindari konflik antar kepentingan, Uniform Anatomical Gift Act memprasyaratkan, Saat kematian hendaknya ditetapkan oleh dokter yang mendampingi donor pada saat kematiannya, atau, jika tidak ada, dokter yang menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak diperkenankan untuk ikut ambil bagian dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ tubuh (Section 7 (b)). Meski peraturan ini tidak mendatangkan dampak atas moralitas transplantasi organ tubuh itu sendiri, namun martabat orang yang menghadapi ajal wajib dilindungi, dan mempercepat kematian atau mengakhiri hidupnya demi mendapatkan organ-organ tubuhnya untuk kepentingan transplantasi adalah amoral. Di sini, sekali lagi Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, Langsung menyebabkan keadaan cacat atau kematian seseorang, selalu dilarang secara moral, meskipun dipakai untuk menunda kematian orang lain (No. 2296), suatu point yang digarisbawahi oleh Bapa Suci.Transplantasi organ tubuh dari seorang donor hidup ke seorang lainnya jauh lebih rumit. Kemampuan untuk melakukan transplantasi ginjal yang pertama kali pada tahun 1954 menimbulkan suatu debat sengit di antara para teolog. Para teolog ini berargumentasi bahwa seorang tidak dapat dibenarkan mengangkat suatu organ tubuh yang sehat dan mendatangkan resiko masalah kesehatan di masa mendatang apabila hidupnya sendiri tidak berada dalam bahaya, misalnya pada kasus seorang mengorbankan sebuah ginjal yang sehat untuk didonorkan kepada seorang yang membutuhkan. Operasi yang demikian, menurut mereka, mendatangkan pengudungan yang tidak perlu atas tubuh dan karenanya amoral.Sebagian teolog lainnya beragumentasi dari sudut pandang belas kasih persaudaraan, yaitu bahwa seorang yang sehat yang mendonorkan sebuah ginjal kepada seorang yang membutuhkan, melakukan suatu tindakan pengorbanan yang sejati demi menyelamatkan nyawa orang. Kemurahan hati yang demikian sesuai dengan teladan Tuhan Sendiri di salib, dan merefleksikan ajaran-Nya pada saat Perjamuan Malam Terakhir, Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15:12-13). Menurut para teolog ini, korban yang demikian secara moral dapat diterima apabila resiko celaka pada donor, baik akibat operasi itu sendiri maupun akibat kehilangan organ tubuh, proporsional dengan manfaat bagi si penerima.

Bergerak dari alasan ini, para teolog yang pro-transplantasi mempertimbangkan kembali prinsip totalitas. Mereka mengajukan argumentasi bahwa meski transplantasi organ tubuh dari donor hidup tidak melindungi keutuhan anatomis atau fisik (yakni adanya kehilangan suatu organ tubuh yang sehat), namun sungguh memenuhi totalitas fungsional (yakni terpeliharanya fungsi dan sistem tubuh sebagai suatu kesatuan). Sebagai contoh, seorang dapat mengorbankan satu ginjalnya yang sehat (adanya kehilangan dalam keutuhan anatomis) dan masih dapat memelihara kesehatan dan fungsi tubuh yang layak dengan ginjal yang tersisa; donor yang demikian secara moral diperkenankan. Tetapi, dengan alasan yang sama, seseorang tidak dapat mengorbankan satu matanya untuk diberikan kepada seorang yang buta, sebab tindakan yang demikian menganggu fungsi tubuhnya.Paus Pius XII setuju dengan pemahaman belas kasihan ini dan juga tafsiran yang lebih luas dari prinsip totalitas; sebab itu beliau memaklumkan transplantasi organ tubuh dari seorang donor hidup secara moral diperkenankan. Bapa Suci menggarisbawahi point bahwa donor mempersembahkan korban diri demi kebaikan orang lain. Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan point ini, Setiap transplantasi organ tubuh bersumber dari suatu keputusan yang bernilai luhur: yakni keputusan untuk memberi satu bagian dari tubuhnya sendiri tanpa imbalan demi kesehatan dan kebaikan orang lain. Di sinilah tepatnya terletak keluhuran tindakan ini, suatu tindakan yang adalah tindakan kasih sejati. Bukan sekedar memberikan sesuatu yang adalah milik kita, melainkan memberikan sesuatu yang adalah diri kita sendiri. (Amanat kepada Partisipan dalam Kongres Transplantasi Organ, 20 Juni 1991, No. 3).

Namun demikian, transplantasi organ tubuh dari seorang donor hidup kepada seorang yang lain wajib memenuhi empat persyaratan: (1) resiko yang dihadapi donor dalam transplantasi seperti itu harus proporsional dengan manfaat yang didatangkan atas diri penerima; (2) pengangkatan organ tubuh tidak boleh mengganggu secara serius kesehatan donor atau fungsi tubuhnya; (3) perkiraan penerimaan adalah baik bagi si penerima, dan (4) donor wajib membuat keputusan dengan penuh kesadaran dan bebas dengan mengetahui resiko yang mungkin terjadi.

4. 5. BudhaDalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru. Oleh karena itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada kehidupan yang lampau tidak lagi berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah mendonorkan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang lengkap dan normal. Ia yang telah mendonorkan kornea mata misalnya, tetap akan terlahir dengan mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah satu bentuk hal baik, maka ketika seseorang mendonorkan kornea matanya, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini. 5. HinduMenurut ajaran Hindu, transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan organ tubuh manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati naroparani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi Artinya: seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada berguna.Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya untuk melaksanakan transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengorbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama hindu terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna terutama Manusa Yajna.

2.3.2 Berdasarkan Tingkat EkonomiDari aspek ekonomi, transplantasi organ membutuhkan biaya pada tahun pertama (semua termasuk obat, operasi, rawat inap, dan pengujian laboratorium) sekitar US $ 787.700 pada tahun 2008. Jelas bahwa hal tersebut dapat memberatkan kehidupan pasien dalam hal aspek ekonomi setelah melakukan transplantasi. Dan dapat di ketahui untuk melakukan transplantasi organ itu membutuhkan biaya yang sangat besar dan belum tentu juga transplantasi yang di lakukan itu langsung berhasil. Sebelum melakukan transplantasi pendonor harus di cek terlebih dahulu untuk menentukan apakah cocok atau tidak antara tubuh pendonor dan tubuh resipien agar meminimalisasi kegagalan. Setelah menemukan organ pendonor yang cocok , resipen harus mengeluarkan biaya-biaya lagi untuk operasi yaitu untuk biaya dokter, rumah sakit, dan bahkan terkadang untuk pendonor karena belum tentu resipen menemukan pendonor dengan sukarela.Hal ini semua sangat membebani keluarga resipen.2.3.3 Berdasarkan Pandangan Etika

a. Etika Hukum Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dibenarkan.4 Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:4

Pasal 1a) Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.b) Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.c) Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.d) Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.e) Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat e di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/A.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB/A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.4Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:

Pasal 10Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan/ atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 111. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan.2. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

Pasal 12Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh 2 (dua) orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 (dua) huruf a, pasal 14 dan pasal 15 dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 (dua) orang saksi.

Pasal 14Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang terdekat.

Pasal 151. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.2. Dokter sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.

Sebagai penjelasan pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh manusia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong dalam keadaan tertentu.4Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 331. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

Pasal 341. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.4

b. Etika KedokteranTransplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:4

Pasal 2Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 7dSetiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup insani.

Pasal 10Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

c. Etika MasyarakatPersoalan donor organ merupakan hal yang masih tabu bagi kalangan masyarakat umum. selain tidak lazim untuk dilakukan, hal ini juga bertentangan dengan norma dan etika yang berlaku bagi sebagian masyarakat, sehingga mereka menentang proses transplantasi tersebut. Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Oleh karenaitu, kerjasamatim pelaksana dengan para pemuka masyarakat, atau pemuka agama sangat diperlukanuntuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usahatransplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yangdiperlukan atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.2.3.4 Penerimaan Diri terhadap Organ dari Orang LainDisamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan traplantasi diantaranya Adaptasi. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi. Serta reaksi yang biasanya terjadi pada resipien yang menerima organ adalah penolakan dan hipersensitivitas terhadap organ yang baru dipasang, namun keadaan ini sekarang telah mampu diatasi hampir seluruhnya. Melalui prosedur pemeriksaan yang cermat, tissue typing (pengujian kecocokan jaringan) dan obat-obatan golongan imunosupresif yang semakin canggih, praktis reaksi-reaksi pada resipien telah dapat diatasi.9

KESIMPULAN

Pada prinsipnya transplantasi organ merupakan suatu tindakan mulia, dimana seorang donor memberikan sebagian tubuh atau organ tubuhnya untuk menolong pasien yang mengalami kegagalan fungsi organ tertentu. Transplantasi organ dari donor hidup pada prinsipnya hanya boleh dilakukan jika ada informed consent dari donor, dengan memperhatikan resiko donor, efektifitas pendonoran organ, kemungkinan keberhasilan pada penerima dan tidak adanya unsur jual beli atau komersialisasi di dalamnya.

Transplantasi dari cadaverik donor dimungkinkan dilakukan dengan dasar prinsip izin, artinya pengambilan organ dari tubuh jenazah hanya boleh dilakukan jika donor dan keluarganya memberikan persetujuan sebelumnya, setelah mendapatkan informasi yang cukup.

Dalam kaitannya dengan skenario maka dapat disimpulkan bahwa, kegiatan transplantasi paru-paru yang dilakukan sangat bermanfaat bagi pasien karena dapat menyelamatkan nyawa pasien. Walaupun disisi lain kehidupan ekonomi keluarga pasien menjadi menurun akibat mahalnya biaya pengobatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Santrock JW. Adolescence: perkembangan remaja. 6th ed. Jakarta: Erlangga; 2003. hal. 141.2. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. 3th ed. Jakarta: Erlangga; 2006. hal.185.3. Faladi SA. Pewarisan transplan organ tubuh dalam perspektif hukum Islam [skripsi]. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim; 2009. hal. 9.4. Hanafiah MJ, Amir A. Transplantasi organ dan jaringan tubuh. Dalam: Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hal. 123.5. Shihab MQ. Kesehatan. Dalam: Wawasan Al-Quran. Tafsir maudhui atas pelbagai persoalan umat. Jakarta: MIZAN; 2008. hal. 182-87.6. Alkitab dengan Kidung Jemaat. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia; 2009. Kejadian 2:21.7. Kuiper AD. Mulai dari Musa dan segala nabi. Edisi ke-3. Jakarta: Gunung Mulia; 2006. hal. 126.8. Saunders WP. Transplantasi organ tubuh. Diunduh dari www.indocell.net, 2 November 2012.9. Achadiat CM. Aborsi, euthanasia dan transplantasi organ tubuh. Dalam: Dinamika etika dan hukum kedokteran dalam tantangan zaman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal. 201.

Critical Thinking 15