Tugas Kasus Stase Paru.docx

33
Tugas Kasus Stase Paru Seorang Laki – Laki 83 Tahun dengan Diagnosis TB Paru BTA (+) Lesi Minimal Kasus Baru Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing: dr. Niwan Tristanto, Sp.P Oleh: Ayu Ardilla Andromeda, S.Ked J51014024

Transcript of Tugas Kasus Stase Paru.docx

Tugas Kasus Stase ParuSeorang Laki Laki 83 Tahun dengan Diagnosis TB Paru BTA (+) Lesi Minimal Kasus Baru

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit ParuFakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing:dr. Niwan Tristanto, Sp.P

Oleh:Ayu Ardilla Andromeda, S.KedJ51014024

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA2015Tugas Kasus Stase ParuSeorang Laki Laki 83 Tahun deengan Diagnosis TB Paru BTA (+) Lesi Minimal Kasus Baru

Tugas ini dibuat untuk memenuhi persyaratan Program Profesi DokterPada Senin, 29 Juni 2015

Diajukan Oleh:Ayu Ardilla Andromeda, S.KedJ510145024

Pembimbing:dr. Niwan Tristanto, Sp.P(...........................)

Kabag. Profesi Dokter

dr.Dona Dewi Nirlawati(...........................)

BAB ILAPORAN KASUS

I.IDENTITAS PASIENNama: Tn. MJenis kelamin: Laki - LakiUmur: 83 tahunAgama: IslamStatus: MenikahPendidikan: SDAlamat: SragenPekerjaan: Tidak BekerjaNo. RM: 090663Tanggal Periksa: 24 Juni 2015

II.ANAMNESIS (Auto anamnesis)a. Keluhan Utama: Batuk berdahakb. Keluhan Tambahan: Sesak nafas, demam, suara serakc. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dengan keluhan batuk berdahak sejak satu lima bulan yang lalu, terus menerus yang tidak pernah hilang hingga saat ini sehingga suara serak. Batuk disertai dengan dahak berwana putih kental dengan jumlah 1 sendok teh sekali batuk. Batuk terjadi sepanjang hari, mengangu aktifitas, dan kadang disertai dengan sesak nafas. Sesak nafas juga seing dikeluhkan terutama jika banyak melakukan aktifitas. Sesak nafas dirasakan memberat 3 hari ini, terutama pada malam hari dan berkurang jika pasien beristirahat. Sesak tidak disertai bunyi ngik dan sesak tidak dipengaruhi oleh suhu, cuaca, maupun debu. Pasien juga mengeluh badan meriang, serta demam yang hilang timbul, keringat dingin pada malam hari serta adanya penurunan nafsu makan. Pasien merasa adanya penurunan berat badan yang ditandai dengan longgarnya baju yang sering dipakai sehari hari. Riwayat batuk darah (-) dan riwayat nyeri dada (-). Pasien sudah berobat ke puskesmas yang ada di daerahnya, namun tidak memberikan perbaikan.

d. Riwayat penyakit dahulu Penyakit serupa : Disangkal Riwayat atopi: Disangkal Riwayat OAT: Disangkal Riwayat hipertensi: Disangkal Riwayat DM: Disangkal Riwayat asma: Disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga Penyakit serupa: Disangkal Riwayat batuk lama: Disangkal Riwayat atopi: Disangkal Riwayat asma: Diakui Riwayat hipertensi: Disangkal Riwayat DM: Disangkal Riwayat TB: Disangkal

f. Riwayat Pribadi dan Sosial Pasien sudah tidak lagi bekerja Pasien memiliki kebiasaan rokok sejak muda, namun satu tahun terakhir pasien berhenti merokok. Jika merokok pasien bisa menghabiskan 1 bungkus dan jenis rokok yang digunakan rokok kretek.

III.PEMERIKSAAN FISIKStatus generalisKeadaan umum: CukupKesadaran: Compos mentisStatus gizi: KurangTanda vital: TD: 132/80 mmHg N: 91 x/menit R: 34 BB: 36 kg Kepala: NormocephalMata: CA (-/-) , SI (-/-)Telinga: Bentuk normal, serumen (-/-)Hidung: Septum deviasi (-), sekret (-), darah (-) Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-) ThoraxJantungInspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi: Iktus kordis tidak terabaPerkusi: Batas kanan jantung di sela iga V sternalis dekstra Batas kiri jantung di sela iga VI midclavicula sinistra Batas atas jantung di sela iga III parasternalis sinistraAuskultasi: BJ I / BJ II, murmur (-), gallop (-)Paru-paru Inspeksi : Retraksi intercostae (-), tidak ada pelebaran sela igaPalpasi: Fremitus taktil kanan = kiri Perkusi: sonor pada kedua lapang paruAuskultasi: SDV (+/+) , wheezing (-/-) , Rhonki (+/+)

AbdomenInspeksi: Cekung, vena kolateral (-)Auskultasi: Peristaltik (+) normal 12x/menitPalpasi: Nyeri tekan (-) hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit baikPerkusi: Timpani diseluruh kuadran abdomen, shifting dullness (-)

EkstremitasSuperior: Edema (-/-), akral hangat (+/+)Inferior: Edema (-/-), akral hangat (+/+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. RadiologiFoto Thorax PAGambaran thorak 28/5/2015 cor : dbn, pulmo : infiltrat di apek paru kanan

B. Pemeriksaan Spesimen dahak17 Juni 2015 A.SewaktuNegatif

24 Juni 2015 B. Pagi+++

24 Juni 2015 C. Sewaktu++

C. Pemeriksaan LaboratoriumJenis PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Hb13.914.0 17,5 g/dl

Leukosit85004.000 10.000/L

Trombosit276150 450/L

Eritrosit5.183.50 5.50/L

LED53/970 15 mm/jam

SGOT31< 35/L

SGPT32< 45/L

GDS10176 115 mg/dL

V.RESUMEPasien Tn.S, laki laki usia 83 tahun dengan keluhan batuk berdahak sejak satu bulan yang lalu, terus menerus disertai dengan dahak berwana putih kental, mengangu aktifitas, dan kadang disertai dengan sesak nafas. Pasien juga mengeluh badan meriang, serta demam yang hilang timbul, keringat dingin pada malam hari serta adanya penurunan nafsu makan. Pasien merasa adanya penurunan berat badan. Riwayat batuk darah (-) dan riwayat nyeri dada (-).Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak compos mentis, pada inspeksi tidak didapatkan retraksi intercosta, palpasi fremitus kanan da kiri sama, perkusi sonor pada kedua lapang paru, dan didapatkan rhonki pada kedua basal paru.

VI. POMRAsassmentP.DiagnosisP.TerapiP.monitoring

TB Paru BTA (+) lesi minimal kasus baru

1. BTA sputum2. Kultur BTA3. Foto Thorax

1.Rifampisin 1x 300 mg2. Isoniazid1x 300 mg3. Pirazinamid1,5 x 500 mg4. Etambutol 1,5 x 500 mg5. Ranitidin 2x 15 mg1.Monitoring KU2.Moonitoring klinis3.Monitoring gizi4. Monitoring tanda - tanda sekunder infeksi

VII.DIAGNOSISTB Paru BTA (+) Lesi minimal Kasus Baru

VIII.DIAGNOSIS BANDINGBronkitis kronikAsmaKeganasan Paru

VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam: dubia ad bonam Quo ad sanam: dubia ad bonam Quo ad fungsionam: dubia ad bonam

BAB IIPEMBAHASAN

I. Definisi TB ParuTuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

II. Epidemiologi TB ParuWHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000 penduduk. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk.

III. Penyebab TB Paru Kuman Mycobacterium Tuberculosis, berbentuk batang dengan ukuran 2-4 x 0,2-0,5m, uniform, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid, sehingga perlu pewarnaan khusus untuk penetrasi zat warna. Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika. M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh dari oksidasi senyawa pertumbuhan karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang. Dapat tumbuh dengan suhu 30- 40 C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 CIV. Perjalanan Penyakit TBCara penularan1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

Risiko penularan1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif

Risiko menjadi sakit TB Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (giziburuk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: 50% meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

V. Patogenesis TB ParuParu merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. VI. Gejala KlinisGejala klinis TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal (respiratorik) dan gejala sistemik.Gejala RespiratorikGejala Sistemik

Batuk 3 minggu Batuk darah Sesak Napas Nyeri dada Demam Malaise Keringat malam Anoreksia Berat badan menurun

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, mulai tidak ada gejala sampai gejala cukup brat tergantung luas lesi. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya diperlukan untuk membuang dahak keluar.VII. Diagnosis TB ParuApabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.* Pemeriksaan fisik.* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).* Rontgen dada (thorax photo).* Uji tuberkulinDiagnosis TB ParuGejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Diagnosis Tb dewasa dengan ditemukan adanya kuman TB (BTA)Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan (kulutur) dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Indikasi Pemeriksaan Foto ToraksPada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).

VIII. Klasifikasi TB ParuPenentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal , yaitu:1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;2. Bakteriologi BTApositif atau BTA negatif;3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat/lesi minimal atau luas4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:1) Tuberkulosis paru BTA positifa) Sekurangnya2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis.c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan kultur (+)d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.2) Tuberkulosis paru BTA negatifKasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatifb) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosisc) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.d) Ditentukan oleh dokter untuk diberi pengobatan

Klasifikasi Berdasarkan Luas Lesi Paru pada Foto Thorax1. Lesi minimal (Minimal Lesion) Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrasternal junction dari iga kedua dan prosessus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.2. Lesi luas (Far Adcanced)Kelainan lebih luas dari lesi minimal.

Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya1. Kasus baru : Pasien yang belum pernah mendapatkan OAT atau telah menelan OAT selama satu bulan ( 4 minggu).2. Kasus kambuh (relaps) : pasien yang pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau selesai pengobatan, didiagnosis kembali dengan BA positif (apusan atau kultur).3. Kasus Putus Obat (Drop Out) : Pasien TB yang telah berobat dan putus obat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.4. Kasus gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan kelima atau lebih setelah pengobatan.5. Kasus Pindahan : Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatan.IX. Pengobatan TB ParuTujuan pengobatan Tb paru adalah menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan, dan mencegah resistensi kuman terhadap OAT. Jenis, sifat dan dosis yang digunakan pada pengobatan TB paru (Tabel 1)Jenis OATSifatDosis (mg/kbb) harianDosis (mg/kgbb)3x seminggu

Rifampisin (R)Bakterisid10(8-12)10(8-12)

Isoniazid (H)Bakterisid5(4-6)10(8-12)

Pirazinamid (Z)Bakterisid25(20-30)35(30-40)

Etambutol (E)Bakteriostatik15(15 20)30(20-35)

Streptomycin (S)Bakterisid15(12-18)

Pengobatan TB banyak menimbulkan efek samping, baik efek samping ringan maupun berat. Tabel 2 menjelaskan efek samping pengobatan OAT dari ringan sampai berat berdasarkan gejala.

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping gatal dan kemerahan kulit dilakukan dengan menyingkirkan penyebab lain. Sementara dapat diberikan antihistamin dan meneruskan OAT. Efek samping hepatotoksik bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Paduan Pengobatan OATPengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2 bulan) dan fase lanjutan (4 6bulan). Pada umumnya lama pengobatan 6 8 bulan.1. TB paru (kasus baru), BTA (+), atau lesi luasPaduan obat diberikan 2RHZE/4RHAlternatif 2RHZE/4R3H3 atau 2RHZE/6HE (program P2TB)

Paduan ini dianjurkan untuka. TB paru BTA (+) kasus barub. TB paru BTA (-), dengan gambar radiologik lesi luasc. TB di luar paru kasus beratPengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE/ 7RH dan alternatif 2RHZE 7R3H3, pada keadaan : TB paru lesi luas, dengan komorbid dan TB paru kasus berat (miliier)2. TB paru (kasus baru) BTA (-) dengan gambaran radiologi lesi minimal atau TB diluar paru kasus ringanPaduan obat 2RHZ/4RHAlternatif 2RHZ/4R3H3 atau 6RHE3. TB paru kasus kambuhPada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi) lama pengobatan fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya. Sehingga padian obat yang diberikan : 3RHZE/ 6RHBila tidak ada/ tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif yang diberikan paduan obat 2RHZES/RHZE/5RHE atau 2RHZE/RHZE/5R3H3E3 (progran P2TB)

Dosis paduan OAT KDT /FDC kategori 1 berdasarkan berat badanBerat BadanTahap Intensif tiap hari selama 56 hariRHZE (150/75/400/275)Tahap Lanjutan 3 x seminggu selama 16 mgguRH (150/150)

30 37 kg2 tablet KDT2 tablet KDT

38 54 kg3 tablet KDT3 tablet KDT

55 70 kg4 tablet KDT4 tablet KDT

71 kg5 tablet KDT5 tablet KDT

X. Evaluasi PengobatanEvaluasi pada pasien TB Paru harus dilakukan secara rutin dan berkala. Evaliasi dilakukan setiap 2 minggu pada bulan pertama dan dilanjutkan setiap satu bulan. Evaluasi meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, efek samping serta evaluasi keteraturan berobat. EvahdjEvaluasi klinisEvaluasi BakteriologiEvaluasi Radiolgi

Evaluasi terhadap respon pengobatan, efek samping, komplikasi, BB, pemeriksaan fisik.Mendeteksi ada tidaknya konversi dahak evaluasi pada bulan 0-2-5-6/ akhir pengobatanMenilai perbaikan/ perburukan evaluasi pada bulan 0-2-5-6/akhir pengobatan

Evaluasi pasien yang telah sembuhPasien TB yang dinyatakan telah sembuh sebaiknya dievaluasi selama 2 tahun pertama setelah sembuh. Hal ini dimaksudkan untuk megetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto thoraks. Hasil Definisi

Sembuh Pasien dengan hasil BTA atau kultur (+) sebelum pengobatan dan hasil BTA dan kultur (-) pada akhir pengobatan serta sedikitnya satu kali pemeriksaan BTA sebelumnya (-) Pada foto thoraks , gambar radiologi serial (minimal 2 bulan) tetap sama/ perbaikan Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.

Pengobatan Lengkap Pasien yang telah menyelesaikan pengobatan tetapi tidak memiliki hasil pemeriksaan sputum atau kultur pada akhir pengobatan

Gagal Pengobatan Pasien dengan hasil sputum/ kultur (+) pada bulan kelima atau lebih dalam pengobatan

Meninggal Pasien yang meninggal apapun penyebabnya selama dalam pengobatan

Lalai Berobat Pasien dengan pengobatan terputus dalam waktu dua bulan atau lebih

Pindah Pasien yang pindah ke UPK bebeda dan hasil akhir pengobatan belum diketahui

Pengobatan sukses/ berhasil Jumlah pasien yang sembuh ditambah dengan pengobatan lengkap

DAFTAR PUSTAKAAditama, T.Y. (2000). Sepuluh masalah tuberculosis dan penanggulangannya dalam Jurnal Respiratory Indonesia.American Thoracic Society. (2002). Quality of Life resource. Dibuka pada website http://www.Atsqol.org diperoleh tanggal 15 Juni 2015.Depkes. (2007). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta.Depkes. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.Depkes. (2009). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). Tuberculosis : Pedoman dan penatalaksanaan di indonesia, Jakarta: PDPI.

23