Berdasarkan Hasil Anamnesis Dan Pemeriksaan Penunjang Didapatkan Bahwa Pasien

3
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien mengalami gangguan mental organik lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik. Hal ini sesuai dengan temuan pada autoanamnesis dan heteroanamnesis pasien yaitu adanya keluhan demam sejak 1 bulan yang lalu. Demam ini dirasakan meningkat mulai sore hingga malam hari disertai sering mengigau dan lama kelamaan membuat pasien menjadi susah tidur dan perubahan perilaku seperti merusak barang-barang dan mengaku melihat dan mendengar suara nenek pasien yang sudah meninggal. Dari pemeriksaan widal didapatkan hasil thypy O = 1/320, thypy H = 1/320, paratyphy o = 1/160. Gangguan mental organik pada pasien ini sesuai dengan keadaan ensefalopati tifoid yang ditandai dengan suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, stupor atau koma). Ensefalopati tifoid adalah gejala yang kompleks, menunjukkan gejala ensefalopati yang terjadi selama periode serangan demam tifoid atau setelah penyakit demam tifoid. Istilah ensefalopati digunakan karena adanya ketiadaan lengkap dari perubahan inflamatorik di otak atau meninges, walaupun ada patologi sistem saraf yang mengindikasikan, misalnya peningkatan tekanan intrakranial, dll. Telah diobservasi bahwa ensefalopati tifoid jarang terjadi pada orang-orang yang sudah bertumbuh dan lebih sering terjadi pada kelompok usia lebih muda terutama usia antara 6-14 tahun. Patogenesis yang jelas mengenai komplikasi ini belum

description

dfdsf

Transcript of Berdasarkan Hasil Anamnesis Dan Pemeriksaan Penunjang Didapatkan Bahwa Pasien

Page 1: Berdasarkan Hasil Anamnesis Dan Pemeriksaan Penunjang Didapatkan Bahwa Pasien

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien  mengalami

gangguan mental organik lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik. Hal ini

sesuai dengan temuan pada autoanamnesis dan heteroanamnesis pasien yaitu adanya keluhan

demam sejak 1 bulan yang lalu. Demam ini dirasakan meningkat mulai sore hingga malam hari

disertai sering mengigau dan lama kelamaan membuat pasien menjadi susah tidur dan perubahan

perilaku seperti merusak barang-barang dan mengaku melihat dan mendengar suara nenek pasien

yang sudah meninggal. Dari pemeriksaan widal didapatkan hasil thypy O = 1/320, thypy H =

1/320, paratyphy o = 1/160.

Gangguan mental organik pada pasien ini sesuai dengan keadaan ensefalopati tifoid yang

ditandai dengan suatu sindrom klinis berupa gangguan atau penurunan kesadaran akut

(kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, stupor atau koma). Ensefalopati tifoid adalah

gejala yang kompleks, menunjukkan gejala ensefalopati yang terjadi selama periode serangan

demam tifoid atau setelah penyakit demam tifoid. Istilah ensefalopati digunakan karena adanya

ketiadaan lengkap dari perubahan inflamatorik di otak atau meninges, walaupun ada patologi

sistem saraf yang mengindikasikan, misalnya peningkatan tekanan intrakranial, dll. Telah

diobservasi bahwa ensefalopati tifoid jarang terjadi pada orang-orang yang sudah bertumbuh dan

lebih sering terjadi pada kelompok usia lebih muda terutama usia antara 6-14 tahun. Patogenesis

yang jelas mengenai komplikasi ini belum diketahui. Gangguan metabolik, toksemia,

hiperpireksia dan perubahan otak non spesifik seperti edema dan perdarahan telah menjadi

hipotesis sebagai mekanisme yang kemungkinan terjadi. Pengobatan utamanya adalah antibiotik,

dimana kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama. Dosis yang diberikan 100

mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10 – 14 hari atau sampai 5 – 7 hari setelah

demam turun. Selain itu, dapat diberikan ampisilin (namun memberikan respons klinis yang

kurang bila dibandingkan dengan kloramfenikol). Dosis yang dianjurkan adalah

200mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian intravena. Amoksisilin juga dapat diberikan

dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per oral. Namun, di beberapa

negara sudah dilaporkan kasus demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol.

Selain itu pengobatan di bagian psikiatrik mengenai gangguan mental organik pada keadaan

ensefalopati tifoid. Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar  yang menyebabkan

delirium pada keadaan ensefalopati tifoid. Tujuan pengobatan yang penting lainnya dalah

Page 2: Berdasarkan Hasil Anamnesis Dan Pemeriksaan Penunjang Didapatkan Bahwa Pasien

memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik adalah diperlukan sehingga

pasien delirium tidak masuk ke dalam situasi dimana mereka mungkin mengalami kecelakaan.

Pasien dengan delirium tidak boleh dalam lingkungan tanpa stimulasi sensorik atau dengan

stimulasi yang berlebihan.

Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah

psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis adalah haloperidol, suatu obat

antipsikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik

pasien, dosis awal dapat terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika

pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral   dapat dimulai. Dua dosis

oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai

efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dari dosis parenteral.

Dosis harian efektif total dari haloperidol mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian

besar pasien delirium. Golongan fenothiazin harus dihindari pada pasien delirium, karena obat

tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling baik diobati

dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine 25

sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu paruh panjang dan barbiturat harus

dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan

dasar.