Belajar Dari Pengalaman Tpk

21
T INJAUAN BEBERAPA KASUS MASALAH PONDASI DI LAPANGAN BELAJAR DARI PENGALAMAN

description

Belajar Dari Pengalaman Tpk

Transcript of Belajar Dari Pengalaman Tpk

  • T INJAUAN BEBERAPA KASUS MASALAH PONDASI DI LAPANGANBELAJAR DARI PENGALAMAN

    t sipil its surabaya

  • PENDAHULUAN

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Dari beberapa kasus masalah pondasi di lapangan, dirasakan bahwa seringkali ilmu Mekanika Tanah khususnya, dan ilmu Teknik Sipil umumnya, yang didapatkan dari pelajaran formil di perguruan tinggi masih belum sepenuhnya dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di lapangan. Pada beberapa kasus malahan cara perhitungan pendekatan yang ada untuk merencanakan struktur dan pondasinya agak berlawanan dengan perkiraan kondisi sesungguhnya di lapangan. Selain itu, masih ada beberapa kasus pondasi di lapangan yang terjadi karena perencananya tidak menyadari sebelumnya akan kemungkinan terjadinya masalah tersebut. sehingga setelah terjadi masalah diperlukan tindakan perbaikan yang relatip mahal, atau pada pelaksanaan konstruksi dijumpai cara pelaksanaan yang sangat mahal dan sulit dilaksanakan. Biaya pelaksanaan menjadi membengkak jauh diatas estimasi biaya semula. Sesungguhnya pengalaman merupakan guru yang paling baik dan sempurna,

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Berikut ini diberikan contoh beberapa kasus masalah pondasi di lapangan yang perlu ditampilkan pada kesempatan ini. Ada 7 (tujuh) kasus yang akan ditampilkan yang meliputi masalah pada bangunan gedung, tiang pancang dan galian tanah berturap dan kasus-kasus tersebut dapat dirinci sebagai berikut:Kasus penurunan gedung dengan pondasi dangkal atau dengan pondasi telapak diatas tanah lunak.Kasus penentuan daya dukung pondasi tiang.Kasus penurunan pondasi tiang.Kasus penggalian tanah di dekat gedung tinggi berpondasi tiang.Kasus bukaan tanah di tanah sangat lunak.Kasus deformasi pada turap penahan tanah.Kasus kabel penjangkar pada turap (anchored sheet pile).

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    KASUS PENURUNAN GEDUNG DENGANPONDASI DANGKAL ATAU PONDASITELAPAK.Umumnya di Indonesia, gedung-gedung tinggi direncanakan dengan pondasi tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor, terutama bila tanah dasar di permukaan adalah tanah yang lembek, mudah memampat, rendah daya dukungnya, dlsb. Akan tetapi, seringkali bila gedungnya hanya terdiri dari 2 sampai dengan 4 lantai saja, perencana memilih pondasi telapak atau pondasi pelat untuk menghemat biaya. Selain itu juga dengan bertambahnya pilihan atas pondasi dangkal untuk gedung seperti pondasi pelat penuh (mat foundation), pondasi sarang laba-laba, dan pondasi cakar ayam, maka lebih banyak proyek gedung menggunakan pondasi dangkal karena relatif lebih murah bila dibandingkan pondasi tiang.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Dari pengalaman di lapangan atas pondasi dangkal: telapak, pelat penuh, sarang laba-laba, maupun cakar ayam di atas tanah lempung yang lunak, dapat diringkas masalah masalah yang timbul sebagai berikut:Akibat penurunan yang tidak sama (differential settlement), terjadi kerusakan dalam bentuk retak-retak pada dinding, balok, dan kolom struktur.Kalau kerusakan tersebut diperbaiki, tidak lama lagi akan timbul kerusakan yang serupa, baik ditempat yang sama maupun ditempat yang lainnya.Adanya kerusakan tersebut dapat menimbulkan keresahan bagi pemilik dan pengguna gedung karena umumya mereka merasa bahwa gedung tersebut tidak aman lagi.Biaya perbaikan yang tuntas untuk menanggulangi masalah penurunan tersebut biasanya sangat mahal, atau seringkali malahan gedung tersebut menjadi tidak layak untuk diperbaiki lagi

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Contoh KasusSebagai salah satu contoh, sebuah gedung di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya, dengan pondasi telapak tertentu terpaksa harus dibongkar total setelah 3 tahun berdiri, karena differential settlement telah mengakibatkan kerusakan yang cukup parah pada gedung, sehingga gedung tersebut tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana diharapkan semula.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Menurut hasil pengamatan Mochtar (2001) kasus di atas sebetulnya lebih banyak disebabkan oleh perbedaan pada asumsi analisa struktur yang ada selama ini, terutama untuk gedung berlantai menengah di atas pondasi langsung. Pada umumnya perencanaan gedung semacam ini secara konvensional dilakukan sebagai struktur terpisah: yaitu struktur atas yang menumpu pada tumpuan jepit (lihat Gambar 1.b) dan struktur pondasi yang terpisah menerima gaya-gaya dari struktur atas. Gaya-gaya tersebut didapat dari hasil analisa strukturnya (Gambar 1.c).

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Gambar 1. Asumsi perencanaan gedung cara konvensional a). asumsi untuk struktur gedung. b). dan c). asumsi terpisah antara struktur dan pondasi dalam perhitungannya.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Banyak ahli berpendapat bahwa penurunan (settlement) pada suatu gedung bukanlah suatu masalah yang besar, sehingga relatif mudah untuk diantisipasi, asalkan penurunan tersebut merata. Kondisi penurunan yang relatif sama dan merata inilah yang rupanya dijanjikan oleh bentuk pondasi sarang laba-laba maupun cakar ayam. Akan tetapi, menurut para ahli pula, masalah yang utama adalah beda penurunan yang tidak sama (differential settlement) dari tanah dasar dan differential settlement inilah yang menyebabkan rusaknya struktur gedung tersebut. Benarkah demikian? Bagaimana caranya membuat penurunan suatu gedung merata ?

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Pada umumnya asumsi perhitungan yang konvensional adalah seperti pada Gambar 1. Apabila pada Gambar 1 bentuk portal adalah simetris dengan beban-beban gedung yang merata, maka dapat dianggap bahwa gaya PA, PB, PC, PD, serta MA, MB, MC dan MD juga simetris. Bila pondasi dapat dianggap kaku, tegangan perlawanan q sebagai akibatnya dapat dianggap merata (q = uniform stress), dan dianggap beban q yang merata tersebut akan menghasilkan penurunan tanah yang merata pula. Kalau beban P tidak merata, tegangan perlawanan q juga tidak merata tetapi berbentuk trapesium sesuai dengan eksentrisitas beban luarnya. Berdasarkan tegangan perlawanan q tersebut dan dengan menganggap tumpuan di A, B, C dan D, pondasi gedung tersebut dapat direncanakan.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Asumsi yang lebih maju, secara numerik, menganggap tanah sebagai pegas (= per) elastis. Asumsi ini lebih dikenal dengan Winkler Foundation (Winkler 1867). Dengan cara Winkler Foundation ini, akan didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan cara konvensional.Akan tetapi pada kenyataannya, tanah lebih mendekati sifat sesungguhnya di lapangan bila dianggap sebagai media elastis (elastic half space). Pada kondisi beban di atas suatu media elastis ada 2 (dua) kenyataan yang sangat berbeda dengan asumsi konvensional ataupun asumsi Winkler Foundation, yaitu (lihat Gambar 2):

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Gambar 2. Bentuk penurunan d diatas media elastis.a). Penurunan akibat beban merata, b). penurunan merata akibat beban tak merata. 1. Beban merata di atas media elastis akan menghasilkan penurunan yang tidak merata (Gambar 2a). 2. Penurunan merata hanya dihasilkan oleh beban tak merata seperti pada Gambar 2b. Konfigurasi beban tak merata ini sangat tergantung dari sifat tanahnya (Zeevaert, 1983).

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Dari Gambar 2 dapat ditarik kesimpulan bahwa asumsi penurunan merata untuk beban merata sama sekali tidak mendekati asumsi media elastis. Sebaliknya seperti pada Gambar 1, bila gedung Gambar 1a simetris maka reaksi PA dan PD akan jauh lebih besar daripada PB dan PC bila dianggap tanahnya sebagai media elastis dan penurunan pondasi merata.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Gambar 3. Dua gedung dengan Lebar L yang sama tetapi dengan rasio H/L berbeda akan menghasilkan beda penurunan yang berbeda.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Tavio (1996) telah menyelidiki berbagai kemungkinan perbedaan yang terjadi pada gaya-gaya dalam (Momen dan Gaya Lintang) pada struktur yang direncanakan dengan metode konvensional (seperti Gambar 1) dan pada struktur di atas media elastis. Dari Tavio dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    Penurunan suatu gedung tidak tergantung dari kekakuan pondasinya saja, tetapi kekakuan seluruh gedung dan pondasi sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisah (utuh). Pada Gambar 3, Gedung A akan menghasilkan differensial settlement yang lebih besar daripada Gedung B. Walaupun dimensi pondasi kedua gedung tersebut sama.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    2. Makin besar differential settlement yang terjadi, makin besar pula perbedaan gaya-gaya dalamnya, bila dibandingkan dengan gaya-gaya dalam yang dihitung berdasarkan asumsi konvensional. Jadi perhitungan berdasarkan asumsi konvensional, maupun berdasarkan Winkler Foundation, akan menghasilkan gaya-gaya dan reaksi dalam (momen dan gaya lintang) yang jauh berbeda dibanding dengan cara perhitungan interaksi gedung di atas media elastis.

    3. Besar differential settlement tersebut juga sangat tergantung dari kondisi tanahnya. Makin lunak dan makin "compressible" tanahnya (misalnya tanah lempung lunak) makin besar differential settlement yang terjadi. Di atas tanah pasir dan tanah-tanah yang teguh lainnya, hasil perhitungan menurut metoda konvensional dibanding metoda interaksi di atas media elastis hanya menghasilkan perbedaan yang tidak seberapa besar. Jadi perhitungan cara konvensional boleh dipakai untuk kasus gedung berpondasi dangkal di atas tanah pasir atau tanah-tanah yang kuat lainnya.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    4. Hasil Tavio (1996) juga merumuskan kondisi sebagai berikut :

    Pada balok terluar didapatkan perbandingan momen pada balok:Mmax menurut perhitungan interaksi media elastis > 6 x Mmax menurut perhitungan cara konvensional (M = momen dalam pada balok).

    Dmax perhitungan cara interaksi media elastis 8 x Dmax perhitungan cara konvensional (D = Gaya lintang pada balok).

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa keretakan-keretakan pada gedung di atas pondasi telapak pada tanah yang lunak lebih mungkin disebabkan oleh karena salah asumsi.

    Apabila kenyataan di lapangan lebih mendekati sistim gedung di atas media elastis, kemungkinan pada kenyataannya momen-momen dan gaya geser pada balok dan kolom jauh lebih besar dari pada hasil perhitungan. Balok struktur yang direncana-kan, terutama balok terluar, kemungkinan pada kenyataannya tidak memadai bagi gaya-gaya dalam dan momen yang bekerja. Jadi gedung retak-retak dan terjadi differential settlement yang besar.

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Kondisi gedung seperti uraian di atas banyak dijumpai pada gedung berlantai 2 sampai dengan 4 dengan pondasi telapak atau pelat penuh diatas tanah lunak. Gedung-gedung seperti ini memiliki ratio H/L (= tinggi/lebar gedung) yang lebih kecil sehingga akan mengalami differential settlement yang lebih besar daripada gedung-gedung yang lebih tinggi (gedung-gedung yang lebih tinggi tersebut umumnya berada diatas pondasi tiang, jadi praktis tidak mengalami penurunan yangberarti).

    t sipil its surabaya

    Belajar dari pengalaman

    Apabila balok dan kolom pada gedung tersebut telah direncanakan menurut besarnya gaya-gaya dalam yang sesungguhnya akan terjadi, misalnya dengan asumsi bangunan di atas media elastis, maka gedung akan lebih kaku sehingga penurunan akan lebih merata tanpa menunjukkan keretakan-keretakan yang berarti. Oleh sebab itu, disarankan bahwa gedung-gedung diatas pondasi telapak pada tanah yang relatif lunak supaya direncanakan menurut metode interaksi gedung-tanah.

    t sipil its surabaya