BDP kel 5
-
Upload
tyas-riskye-amelia -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of BDP kel 5
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
DAN CONTOH PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
FISIKA
I. PENDAHULUAN
Pendekatan inkuiri pada prinsipnya telah lama digunakan dalam kehidupan
manusia. Tidak sedikit penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dapat berguna untuk memperbaiki kehidupan manusia. Dalam
kehidupannya, seseorang dalam keluarga sejak masa kanak-kanak sering
menanyakan sesuatu, mencoba melakukan sesuatu, sehingga ia memperoleh
kejelasan atau menemukan jawabannya dari apa yang ingin diketahuinya.
Jadi, sebenarnya potensi untuk menyelidiki dan menemukan sesuatu telah
banyak dimiliki seseorang sejak kecil, namun sering terhambat oleh
lingkungan keluarga dan sekolah yang kurang memadai.
Orang tua sering tidak melayani atau merasa terganggu, takut rusak, rugi dan
sebagainya, apabila anaknya banyak bertanya, mencoba melakukan sesuatu
yang mungkin sampai rusak. Para guru umumnya kurang mengembangkan
metode inkuiri ini sehingga para siswa di sekolah lebih banyak bersifat
menerima informasi. Maka hal ini banyak akan menghambat perkembangan
potensi siswa.
Pada makalah ini akan dibahas pengertian inkuiri, prinsip pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, jenis-jenis pembelajaran dengan
pendekatan inkuiri, langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri,
dan kelebihan dan kekurangan pendekatan inkuiri, serta contoh penerapannya
dalam pembelajaran fisika.
II. TUJUAN
1. Dapat memahami pengertian pendekatan inkuiri
2. Dapat mengetahui prinsip pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri
3. Dapat mengetahui jenis-jenis pendekatan inkuiri dalam pembelajaran
4. Dapat memahami langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri
5. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan inkuiri dalam
pembelajaran
6. Dapat mengetahui contoh penerapannya dalam pembelajaran fisika
III. Pengertian Inkuiri
Pembelajaran berbasis inkuiri adalah metode pembelajaran yang
dikembangkan sejak tahun 1960. Metode pembelajaran ini dikembangkan
untuk menjawab kegagalan bentuk pengajaran tradisonal, di mana siswa
dikehendaki untuk mengingat fakta-fakta muatan bahan pengajaran.
Pembelajaran inkuiri adalah suatu bentuk pembelajaran aktif, di mana
kemajuan dinilai dengan bagaimana siswa mengembangkan keterampilan
eksperimental dan analitik dari pada seberapa banyak pengetahuan yang
mereka miliki.
Pembelajaran berbasis inkuiri atau sains berbasis inkuiri pada intinya
mencakup keinginan bahwa pembelajaran seharusnya didasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan siswa. Pembelajaran menginginkan siswa bekerja
bersama untuk menyelesaikan masalah daripada menerima pengajaran
langsung dari guru. Guru dipandang sebagai fasilitator dalam pembelajaran
daripada bejana bagi pengetahuan. Pekerjaan guru dalam lingkungan
pembelajaran inkuiri adalah bukan menawarkan pengetahuan melainkan
membantu siswa selama proses mencari pengetahuan mereka sendiri.
Penggunaan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran dilandasi pandangan
konstruktivisme. Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan
suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru
memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang
memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya
paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa
sendiri. Dengan istilah ini, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar
sepenuhnya ada pada siswa.
Pembelajaran berbasis inkuiri telah berpengaruh besar dalam pendidikan
sains, dan biasa disebut sains berbasis inkuiri. Para ilmuwan biasanya
menggunakan proses inkuiri dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berkaitan dunia alam. Mereka menggunakan prinsip-prinsip, konsep-konsep,
dan teori-teori untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala yang terjadi di
alam semesta. Ketika siswa sedang belajar dengan menggunakan proses
inkuiri, mereka menggunakan ide-ide yang sama seperti ilmuwan gunakan
bila mereka melakukan penelitian. Siswa akan menjadi ilmuwan kecil.
Karakteristik dari pendekatan inkuiri ini adalah guru tidak
mengkomunikasikan pengetahuan, tetapi membantu siswa untuk belajar bagi
mereka sendiri, kemudian topik, masalah yang dipelajari, dan metode yang
digunakan untuk menjawab permasalahan dapat ditentukan oleh siswa, dapat
ditentukan oleh guru, dan dapat ditentukan bersama oleh siswa dan guru.
Pembelajaran inkuiri memberi tekanan pada ide-ide konstruktivis dari belajar.
Kemajuan belajar terbaik terjadi dalam situasi kelompok.
Inkuiri juga didefinisikan sebagai usaha mencari kebenaran, informasi, atau
pengetahuan dengan bertanya. Proses inkuiri memulai dengan mengumpulkan
informasi dan data dengan melibatkan panca indera seperti melihat,
mendengar, menyentuh, merasakan dan mencium. Sistem pendidikan
tradisional telah terlaksana dalam cara yang menghilangkan semangat proses
alami dari inkuiri. Siswa menjadi cenderung kurang mengajukan pertanyaan.
Dalam pengajaran tradisional, siswa belajar bukan untuk bertanya banyak
pertanyaan, melainkan mendengar dan mengulang jawaban yang diharapkan.
Beberapa kehilangan semangat proses belajar sains muncul dari kurang
pemahaman tentang hakekat dari pembelajaran berbasis inkuiri. Bahkan hal
ini cenderung memandang sebagai kegagalan pembelajaran. Inkuiri yang
efektif lebih daripada hanya bertanya. Suatu proses yang kompleks terlibat
bila setiap siswa berusaha untuk mengubah informasi dan data ke dalam
pengetahuan yang berguna. Penerapan pembelajaran inkuiri melibatkan
beberapa faktor seperti suatu konteks untuk pertanyaan, kerangka pertanyaan,
fokus pertanyaan, dan tingkat perbedaan pertanyaan. Pembelajaran inkuiri
yang dirancang baik menghasilkan bentuk pengetahuan yang dapat diterapkan
secara luas.
Pendekatan inkuiri adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan
siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund
(1975), inkuiri adalah proses mental, dan dalam proses itu individu
mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Contoh konsep: inti sel, kecepatan,
panas, energi, masyarakat, demokrasi, tragedi, reaksi, segitiga, dan lain-lain;
contoh prinsip: logam bila dipanasi memuai, atau lingkungan berpengaruh
terhadap organisme; contoh proses-proses mental: mengamati, menggolong-
golongkan, membuat dugaan/menduga, menjelaskan, mengukur, menarik
kesimpulan, dan sebagainya.
IV. Prinsip Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Pendekatan pembelajaran inkuiri merupakan pendekatan yang menekankan
kepada pengembangan intelektual peserta didik. Ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan dalam melaksanakan pendekatan pembelajaran inkuiri:
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari pendekatan inkuiri adalah pengembangan kemampuan
berpikir. Dengan demikian pendekatan pembelajaran ini selain berorientasi
kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar. Oleh karena itu,
kriteria keberhasilan dan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan inkuiri bukan ditentukan oleh sejauh mana peserta didik dapat
menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana peserta didik beraktivitas
mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari sesuatu yang harus ditemukan
oleh peserta didik melalui proses berpikir adalah sesuatu yang dapat
ditentukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, oleh sebab itu setiap gagasan yang
harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.
b. Prinsip interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi
antara peserta didik maupun interaksi peserta didik dengan guru bahkan
interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya. Pembelajaran sebagai
proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar,
akan tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
Guru perlu mengarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan
kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka. Kemampuan guru untuk
mengatur interaksi memang bukan pekerjaan yang mudah. Sering guru
terjebak oleh kondisi yang tidak tepat mengenai proses interaksi itu sendiri.
c. Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan pendekatan
pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan peserta
didik untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan
bagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya
dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik
bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekedar
untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk
mengembangkan kemampuan atau bertanya untuk menguji.
d. Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah
proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi
seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan. Pembelajaran berpikir adalah
pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya
cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk
berpikir logis dan rasional akan membuat anak dalam posisi kering dan
hampa. Oleh karena itu, belajar berpikir logis dan rasional perlu didukung
oleh pergerakan otak kanan, misalnya dengan memasukkan unsur-unsur yang
dapat mempengaruhi emosi, yaitu unsur estetika melalui proses belajar yang
menyenangkan dan menggairahkan.
e. Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu
mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk
mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya.
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan
berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya.
Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan
kebenaran hipotesis yang diajukan.
V. Jenis-jenis Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Metode penemuan (inkuiri) terdiri atas beberapa jenis. Ada jenis metode
penemuan yang masih banyak dibimbing atau diarahkan guru, tetapi ada pula
jenis metode penemuan di mana siswa banyak diberi kebebasan dan dilepas
oleh guru dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajarnya. Moh. Amin
menguraikan jenis-jenis inkuiri yang dapat dilakukan seperti berikut:
Guided Inquiry (inkuiri terbimbing)
Pembelajaran dengan pendekatan guided inquiry sebagian besar perencanaan
dibuat oleh guru. Selain itu guru menyediakan kesempatan bimbingan atau
petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Dalam hal ini siswa tidak
merumuskan problema, sementara petunjuk yang cukup luas tentang
bagaimana menyusun dan mencatat diberikan oleh guru.
Umumnya guided inquiry dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
problema untuk masing-masing kegiatan dapat dinyatakan sebagai
pertanyaan atau pernyataan biasa.
konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang harus ditemukan siswa
melalui kegiatan belajar harus dituliskan dengan jelas dan tepat.
alat/bahan harus disediakan sesuai dengan kebutuhan setiap siswa,
untuk melakukan kegiatan
diskusi pengarahan berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepada siswa (kelas) untuk didiskusikan sebelum para siswa
melakukan kegiatan inkuiri
kegiatan metode inkuiri oleh siswa berupa kegiatan percobaan
penyelidikan yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan konsep-
konsep dan atau prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh guru
proses berpikir kritis dan ilmiah menunjukkan tentang mental
operation siswa yang diharapkan selama kegiatan berlangsung
pertanyaan yang bersifat open-ended harus berupa pertanyaan yang
mengarah kepada pengembangan tambahan kegiatan penyelidikan
yang dapat dilakukan oleh siswa
catatan guru berupa catatan-catatan yang meliputi:
penjelasan tentang hal-hal atau bagian-bagian yang sulit dari kegiatan-
kegiatan/pelajaran
isi/materi pelajaran yang relevan dengan kegiatan
faktor-faktor variabel yang dapat mempengaruhi hasil-hasilnya terutama
penting sekali apabila kegiatan percobaan/penyelidikan tidak berjalan (gagal).
Modified inquiry
Dalam metode ini guru hanya memberikan problema saja. Biasanya
disediakan pula bahan atau alat-alat yang diperlukan, kemudian siswa
diundang untuk memecahkannya melalui pengamatan, eksplorasi dan atau
melalui prosedur penelitian untuk memperoleh jawabannya. Pemecahan
masalah dilakukan atas inisiatif dan caranya sendiri secara kelompok atau
perseorangan. Guru berperan sebagai pendorong, narasumber (resourse
person), dan bertugas memberikan bantuan yang diperlukan untuk menjamin
kelancaran proses belajar siswa. Kegiatan-kegiatan belajar siswa terutama
ditekankan dengan eksplorasi, merancang, dan melaksanakan eksperimen.
Pada waktu siswa melakukan proses belajarnya untuk mencari pemecahan
atau jawaban masalah itu, bantuan yang dapat diberikan guru ialah dengan
teknik-teknik pertanyaan, bukan berupa penjelasan. Ini dimaksudkan agar
siswa tetap dirangsang berpikir untuk mencari dan menemukan cara-cara
penelitian yang tepat. Untuk itu berikanlah pertanyaan-pertanyaan pengarah
kepada pemecahan masalah yang perlu dilakukan siswa.
Invitation into inquiry
Siswa dilibatkan dalam proses pemecahan problema sebagaimana cara-cara
yang lazim diikuti oleh ilmuwan. Suatu undangan (invitation) memberikan
suatu problema kepada siswa, dan melalui pertanyaan masalah yang telah
direncanakan dengan hati-hati mengundang siswa untuk melakukan beberapa
kegiatan atau kalau mungkin semua kegiatan berikut:
a. Merancang eksperimen
b. Merumuskan hipotesis
c. Menetapkan kontrol
d. Menentukan sebab dan akibat
e. Menginterpretasi data
f. Membuat grafik
g. Menentukan peranan diskusi dan simpulan dalam merencanakan
penelitian
h. Mengenal bagaimana kesalahan eksperimental mungkin dapat
dikurangi atau diperkecil
Pictorial riddle
Pendekatan dengan menggunakan pictorial riddle adalah salah satu teknik
atau metode untuk mengembangkan motivasi dan minat siswa di dalam situasi
kelompok kecil maupun besar. Gambar, peragaan, atau situasi yang
sesungguhnya dapat digunakan untuk meningkatkan cara berpikir kritis dan
kreatif siswa. Suatu riddle biasanya berupa gambar di papan tulis, papan
poster, atau diproyeksikan dari suatu transparansi, kemudian guru mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan riddle tersebut.
Dalam membuat rancangan (design) suatu riddle, guru harus mengikuti
langkah sebagai berikut:
a. Memilih beberapa konsep atau prinsip yang akan diajarkan atau
didiskusikan
b. Melukiskan suatu gambar, menunjukkan ilustrasi, atau
menggunakan foto (gambar) yang menunjukkan konsep, proses,
atau situasi
c. Suatu proses bergantian adalah untuk menunjukkan sesuatu yang
tidak sewajarnya, dan kemudian meminta siswa untuk mencari
dan menemukan mana yang salah dengan riddle tersebut.
Misalnya, tunjukkan suatu masyarakat petani di mana semua
prinsip ekologi disalahgunakan. Kemudian ajukan pertanyaan
kepada siswa mengenai hal-hal apa yang keliru atau salah dalam
hubungan dengan segala sesuatu yang telah dilakukan di dalam
komunitas tersebut.
d. Membuat pertanyaan-pertanyaan berbentuk divergen yang
berorientasi proses dan berkaitan dengan riddle (gambar dan
sebagainya) yang akan membantu siswa memperoleh pengertian
tentang konsep atau prinsip apakah yang terlibat di dalamnya.
VI. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran inkuiri dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar
siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Pada langkah pendekatan
pembelajaran inkuiri, guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir
memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat
penting. Keberhasilan pendekatan pembelajaran inkuiri sangat tergantung
pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam
memecahkan masalah.
Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah
persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu.
Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan
masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban
yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam
pendekatan inkuiri, oleh sebab melalui proses tersebut siswa akan
memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya
mengembangkan mental melalui proses berpikir. Dengan demikian, teka-teki
yang menjadi masalah dalam inkuiri adalah teka-teki yang mengandung
konsep yang jelas yang harus dicari dan ditemukan.
Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan
atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak
individu itu lahir. Potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap individu
untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan.
Manakala individu dapat membuktikan tebakannya, maka ia sampai pada
posisi yang dapat mendorong untuk berpikir lebih lanjut.
Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pendekatan pembelajaran
inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting
dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar tetapi juga membutuhkan
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu,
tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi
yang dibutuhkan.
Menguji hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data dan informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Bahwa yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat
keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji
hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya
jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi
harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan akhir dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena
banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan
tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Oleh karena itu, untuk
mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada
siswa data mana yang relevan.
VII. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Inkuiri
Kelebihannya:
Beberapa kelebihan metode ini ialah:
1. Strategi (model atau siasat) pengajaran menjadi berubah dari yang
bersifat penyajian informasi oleh guru kepada siswa sebagai
penerima informasi yang baik tetapi proses mentalnya berkadar
rendah, menjadi pengajaran yang menekankan kepada proses
pengolahan informasi di mana siswa yang aktif mencari dan
mengolah sendiri informasi dengan kadar proses mental yang lebih
tinggi atau lebih banyak.
2. Pengajaran berubah dari teacher centered menjadi student centered.
Guru tidak lagi mendominasi sepenuhnya kegiatan belajar siswa,
tetapi lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan
kebebasan belajar kepada siswa.
3. Keuntungan metode ini adalah:
Siswa akan mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih
baik
Membantu dalam menggunakan ingatan dan dalam transfer
kepada situasi-situasi proses belajar yang baru
Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya
sendiri
Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan
hipotesisnya sendiri
Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik
Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
4. Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju
kepada pembentukan manusia seutuhnya ( a fully functioning
person); misalnya di dalam situasi inkuiri, siswa tidak hanya belajar
tentang konsep-konsep dan prinsip-prinsip, tetapi ia juga
mengalami proses belajar tentang pengarahan diri sendiri, tanggung
jawab, komunikasi sosial.
5. Proses belajar melalui kegiatan inkuiri dapat membentuk dan
mengembangkan self-concept pada diri siswa. Dengan demikian,
secara psikologis diri peserta didik akan merasa aman, terbuka
terhadap pengalaman-pengalaman baru, berkeinginan untuk selalu
mengambil dan mengeksplorasi (menjelajahi) kesempatan-
kesempatan yang ada, lebih kreatif, dan umumnya memiliki mental
yang sehat.
6. Menambah tingkat penghargaan siswa. Tidak sedikit siswa yang
mengeluh karena dia tidak dapat mengerjakan soal-soal dari guru,
atau prestasi belajarnya tidak baik. Akan tetapi dengan inkuiri
mungkin saja dia dapat mengerjakan soal-soal itu atau prestasi
belajarnya meningkat. Sering kita dengar siswa berkata bahwa ia
dapat mengerjakan tugas-tugas dengan caranya sendiri. Ini berarti
ada hal-hal tertentu yang ditemukannya untuk menyelesaikan tugas-
tugas itu.
7. Penggunaan inkuiri memungkinkan siswa belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar yang tidak hanya
menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.
8. Metode ini dapat mengembangkan bakat/kecakapan individu.
9. Metode ini dapat menghindarkan cara belajar tradisional
(menghafal) dan memberikan waktu yang memadai bagi siswa
untuk mengumpulkan dan mengolah informasi.
10. Metode ini dapat memperkaya dan memperdalam materi yang
dipelajari sehingga retensinya (tahan lama dalam ingatan) menjadi
lebih baik.
Kekurangannya:
Kekurangan metode ini adalah:
1. Memerlukan perubahan kebiasaan cara berpikir siswa yang menerima
informasi dari guru secara apa adanya, kalau guru tidak ada tidak
belajar, ke arah membiasakan belajar mandiri dan berkelompok
dengan mencari dan mengolah informasi sendiri. Mengubah kebiasaan
bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi kebiasaan yang telah
bertahun-tahun dilakukan.
2. Guru juga dituntut mengubah kebiasaan mengajarnya yang umumnya
sebagai pemberi atau penyaji informasi menjadi sebagai fasilitator,
motivator, dan pembimbing siswa dalam belajar. Inipun merupakan
pekerjaan yang tidak gampang karena pada umumnya guru belum
mengajar dan belum puas kalau tidak banyak menyajikan informasi
(ceramah).
3. Metode ini banyak memberikan kebebasan kepada siswa dalam
belajar, tetapi kebiasaan itu tidak berarti menjamin bahwa siswa
belajar dengan baik dalam arti mengerjakannya dengan tekun, penuh
aktivitas, dan terarah.
4. Metode ini dalam pelaksanaannya memerlukan penyediaan berbagai
sumber belajar dan fasilitas yang memadai yang tidak selalu mudah
disediakan.
5. Cara belajar siswa dalam metode ini menuntut bimbingan guru yang
lebih baik seperti pada waktu siswa melakukan penyelidikan dan
sebagainya. Dalam kondisi siswa banyak (kelas besar) dan guru
terbatas, agaknya metode ini sulit terlaksana dengan baik.
6. Pemecahan masalah mungkin saja dapat bersifat mekanistis,
formalitas, dan membosankan. Apabila hal ini terjadi tidak menjamin
penemuan yang penuh arti.
VIII. Contoh Penerapannya dalam Pembelajaran Fisika
Fisika pada khususnya dan IPA pada umumnya sebagai hasil dari kegiatan
manusia yang berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisasi
tentang alam sekitar yang diperoleh dari serangkaian proses ilmiah antara lain
penyelidikan, penyusunan, pengujian. Menurut Y. Padmono (2000 : 142 ),
“Secara umum IPA memiliki tiga sifat dasar atau hakikat yaitu (a) kontent
atau produk, (b) proses, (c) sikap “. IPA sebagai produk merupakan produk
ilmu pengetahuan baik itu sebagai teori, konsep, hipotesis, atau postulat.
Selanjutnya IPA sebagai proses pada hakikatnya merupakan suatu cara untuk
memecahkan masalah dengan prosedur tertentu mengenai gejala alam.
Sedangkan IPA sebagai sikap merupakan cara memandang terhadap gejala-
gejala alam dalam rangka memahami gejala alam tersebut. Sesuai hakikat atau
sifat dasarnya maka tujuan pendidikan/pembelajaran IPA adalah tidaklah
hanya sekedar agar siswa diharapkan terbentuk kemampuannya dalam
memecahkan masalah mengenai alam sekitar sesuai dengan cara/proses yang
dikehendaki dalam IPA.
Pembelajaran Fisika di tingkat SMA seperti tercantum dalam panduan
pengembangan silabus mempunyai tujuan 5 tujuan yaitu
Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan
keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain.
Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan
dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen
percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta
mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan
mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi
Di dalam tujuan-tujuan pembelajaran fisika di SMA dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pembelajaran fisika di SMA dimaksudkan agar siswa
memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menyelidiki dan memperoleh
pengetahuan melalui proses berfikir sistematis dan ilmiah. Selanjutnya akan
tertanam sikap positif di dalam diri siswa terhadap pelajaran fisika dan
kesadaran akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
1. Strategi Inkuiri
Strategi inkuiri adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang digunakan
untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami pengetahuan dan
masalah-masalah ilmiah sebagaimana para ilmuwan memperoleh
pengetahuan. Tampaknya strategi inkuiri ini cocok digunakan dalam
pembelajaran fisika, karena dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
memahami dan memperoleh pengetahuan melalui cara berfikir sistematis dan
ilmiah. Tetapi juga harus dipahami bahwa bagaimanapun juga akan lebih baik
menggunakan strategi pembelajaran yang beragam sesuai dengan kebutuhan
(Piotr Skurski, 2008).
Strategi inkuiri mengajarkan siswa untuk memahami proses meneliti dan
menerangkan suatu kejadian. Menurut Richard Suchman (1962) kesadaran
siswa terhadap proses inkuiri dapat ditingkatkan sehingga mereka dapat
diajarkan prosedur pemecahan masalah secara ilmiah. Secara umum tahapan
strategi inkuiri tersebut adalah sebagai berikut
Penyajian masalah (confrontation with problem), dalam tahap ini guru
menyajikan masalah dan menerangkan prosedur inkuiri pada siswa. Bentuk
masalah perlu disesuiakan dengan pemgetetahuan siswa. Masalah yang
disajikan haruslah berupa suatu kejadian yang dapat merangsang aktivitas
intelektual siswa.
Pengumpulan data verifikasi (data gathering verification), siswa didorong atau
dimotivasi untuk mengumpulkan informasi mengenai kejadian yang diajukan
sebagai masalah.
Pengumpulan data eksperimen (data gathering experimentation), siswa
melakukan eksperimen dengan memasukkan hal-hal (variabel) baru dan
melihat apakah terjadi perubahan. Tahap eksperimentasi mempunyai dua
fungsi yaitu eksplorasi dan uji langsung. Dalam eksplorasi siswa mengubah
beberapa hal dan melihat apa yang terjadi, sedangkan dalam uji langsung
siswa melakukan pengujian.
Organisasi data dan formulasi kesimpulan (organizing, formulating and
explanation), siswa mengorganisasi dan menganalisis data untuk membuat
suatu kesimpulan terhadap masalah atau pertanyaan yang disajikan.
Analisis proses inkuiri (analysis of the inquiry process), siswa diminta untuk
menganalisis proses inkuiri yang telah mereka jalani. Tahap ini penting untuk
memperbaiki proses inkuiri mereka sendiri.
Secara operasional kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat
dijabarkan sebagai berikut :
(hal 80)
Wenning (2005) mengusulkan suatu metode proses inkuiri dengan hipotesis
(Hypothetical Inquiry Process). Diagram berikut akan mengambarkan
langkah-langkah dalam proses inkuiri dengan hipotesis.
Siswa memberikan gagasan, selanjutnya gagasan tersebut diuji melalui
kegiatan terencana dan penelaahan
Siswa melakukan dan mengamati kegiatan terencana
Siswa memformulasikan hipotesis dengan berdasar kegiatan terencana
dan penelahaan
Siswa melakukan eksperimen untuk menguji hipotesis
Siswa mengumpulkan data eksperimen
Siswa menafsirkan data untuk mendapatkan temuan
Akhirnya siswa mendapatkan pembenaran dari hipotesis mereka atau
jika gagal,mereka mengajukan ulang hipotesis yang baru.
Menurut Lawson yang dikutip Manzoor Ali, terdapat tiga masalah penting
dalam penerapan strategi inkuiri di kelas, yaitu (1) guru harus memahami
benar tentang sifat-sifat inkuiri ilmiah, (2) guru harus memahami struktur
keilmuan yang diajarkannya dan (3) guru harus menguasai teknik-teknik
inkuiri.
C.J. Wenning secara jalas menyebutkan formulasi hipotesis dalam strategi
inkuiri yang diusulkannya, sedang Made Wena tidak menyebutkan adanya
perumusan hipotesis, tetapi sebenarnya perumusan dugaan terhadap jawaban
masalah sudah muncul pada tahap pengumpulan informasi dan verifikasi.
Made Wena sebenarnya mengadaptasi metode ilmiah dalam penerapan
strategi inkuiri, yaitu dengan kombinasi antara metode deduktif, pada saat
pengumpulan informasi dan verifikasi kemudian dilanjutkan dengan
perumusan dugaan jawabam masalah. Selanjutnya adalah metode induktif,
yaitu pada saat pengujian hipotesis dengan eksperimen. Akhirnya pada tahap
pengambilan kesimpulan dan umpan balik kepada proses inkuiri itu sendiri.
dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
E. Penerapan Strategi Inkuiri di Dalam Kelas
Pembelajaran Fisika dengan strategi inkuiri ini akan diterapkan di kelas X
dengan mengambil contoh satu kompetensi dasar, yaitu menganalisis
pengaruh kalor terhadap suatu zat. Adapun skenario pembelajaran dengan
menggunakan strategi inkuiri pada kompetensi dasar tersebut dengan mengacu
kepada tahapan seperti telah diuraikan di atas adalah sebagai berikut :
Siswa diberi suatu permasalahan mengenai kalor, permasalahan tersebut
disampaikan dalam bentuk pertanyaan. Apakah sama besarnya kalor yang
terdapat pada 100 ml air bersuhu 70 0C (wadah A) dan 40 ml air bersushu 70 0C (wadah B)?
Siswa diminta diminta menjawab pertanyaan tersebut, mungkin ada sebagian
yang akan menjawab sama dan sebagian yang lain menjawab tidak
sama.Mereka juga diminta memberi alasan jawaban masing-masing. Pada
tahap ini terjadi perdebatan diantara siswa. Guru hanya memfasilitasi
perdebatan tersebut dan belum perlu untuk memberikan jawaban yang benar
terhadap pertanyaan di atas. Perdebatan juga diarahkan untuk menemukan
cara untuk membuktikan kebenaran jawaban masing-masing. Siswa akan
mengusulkan berbagai cara untuk membuktikan kebenaran jawaban mereka.
Cara-cara tersebut haruslah dapat dilakukan di laboraturium sekolah. Guru
mendaftar cara-cara yang diusulkan oleh siswa, kemudian secara bersama
mendiskusikan kemungkinan pelaksanaannya. Mungkin akan didapati lebih
dari satu cara yang dapat dicoba untuk membuktikan jawaban yang benar.
Tetapi apabila dari usulan-usulan tersebut masih belum ada cara yang
dianggap tepat dan dapat dilakukan maka guru memberikan petunjuk
tambahan yang digunakan untuk mengarahkan jawaban siswa terhadap cara
yang dapat dilakukan.
Siswa diminta untuk melakukan kegiatan atau percobaan untuk membuktikan
jawaban mereka secara berkelompok. Kemudian setiap kelompok
mempersiapkan presentasi tentang jawaban awal dari permasalahan yang ada
(hipotesis), prosedur percobaan untuk membuktikan jawaban tersebut dan
menyampaikan hasil percobaan.
Dengan data yang mereka peroleh selama percobaan, mereka diminta untuk
membuat kesimpulan. Hasil percobaan dapat sesuai atau tidak sesuai dengan
jawaban awal mereka, atau bahkan tidak dapat digunakan untuk menentukan
kebenaran jawaban awal mereka. Mereka juga diminta untuk menilai apa yang
sudah mereka lakukan untuk membuktikan jawaban awal, apakah cara
pembuktiannya sudah tepat, adakah kelemahan, kelebihan atau perlukah
mengontrol faktor lain selama percobaan tersebut.
Kelompok lain mendengarkan presentasi mereka dan memberikan tanggapan
terhadap hasil yang mereka peroleh. Tanggapan dari kelompok lain dicatat
dan diberi komentar oleh kelompok yang sedang mempresentasikan hasil
percobaannya. Guru menginventaris hasil, kelebihan dan kelemahan masing-
masing cara.
Apabila guru menilai tidak ada satu kelompok yang dapat memberikan cara
membuktikan jawaban awal terhadap pertanyaan di atas, maka guru dapat
mengusulkan suatu cara yang dapat dicoba secara bersama dan masing-
masing kelompok memberikan catatan yang berbeda terhadap hasil yang
diperoleh. Salah satu cara yang dapat diusulkan oleh guru adalah sebagai
berikut dengan mencampur air dalam wadah A dengan 50 ml air 500C dalam
wadah C, dan mencampur air dalam wadah B dengan 50 ml air 500C dalam
wadah D. Selanjutnya dalam interval waktu yang sama, siswa ,mencatat
temperatur campuran tersebut. Apabila temperatur campuran tersebut
cenderung sama maka berarti kalor yang terkandung dalam wadah A dan B
adalah sama, tetapi apabila temperatur campuran tersebut berbeda, maka dapat
disimpulkan kalor yang terdapat pada wadah A berbeda dengan wadah B.
Siswa juga dapat mengetahui kalor lebih banyak terdapat pada wadah yang
mana.Dari kegiatan ini siswa dapat menarik hubungan antara besar kalor dan
massa atau volume suatu zat.
Kegiatan pembelajaran di atas dapat berlangsung dalam waktu dua jam
pelajaran atau 90 menit. Untuk menurunkan hubungan kalor dengan
temperatur dapat menggunakan cara seperti di atas, tetapi dengan pemahaman
dan pengalaman yang sudah diperoleh melalui kegiatan ini, maka tidak perlu
dilakukan percobaan secara khusus untuk membuktikan hal tersebut, cukup
melakukan diskusi dengan siswa mengenai pengaruh temperatur terhadap
besar kalor yang dimiliki oleh suatu zat dan pengaruh jenis zat terhadap besar
kalor yang dimilikinya. Pengaruh temperatur terhadap besar kalor yang
dimiliki suatu zat dapat diselidiki dengan menuangkan sejumlah air dengan
temperatur berbeda ke dalam wadah yang berisi air dengan temperatur
tertentu, lalu melihat temperatur campuran. Sedangkan untuk menyelidiki
pengaruh jenis zat terhadap besar kalor yang dimilikinya dapat dilakukan
dengan memasukkan benda yang berukuran dan bersuhu sama tetapi terbuat
dari bahan berbeda ke dalam wadah yang berisi air dengan suhu tertentu, lalu
mengamati temperatur campuran tersebut.
Evaluasi Penerapan Strategi Inkuiri
Penerapan strategi inkuiri pada pembelajaran Fisika dengan contoh kasus pada
materi kalor dievaluasi untuk mendapatkan umpan baliknya. Selama proses
pembelajaran tersebut, guru mengamati kegiatan yang dilakukan siswa baik
di dalam kelompok maupun individual. Proses sosialisasi, kolaborasi dan
aktualisasi diri akan terjadi di dalam kelompok. Guru dapat mengamati
motivasi dan minat siswa dalam mempelajari kompetensi dasar ini. Pada akhir
pembelajaran guru juga dapat mengevaluasi pemahaman siswa mengenai
materi yang diajarkan dan pemahaman mereka tentang metode ilmiah.
Untuk mengamati minat dan sikap siswa terhadap mata pelajarn Fisika,
terutama pada materi kalor, maka dapat dikembangkan suatu lembar
pengamatan tentang sikap, minat, kemampuan bekerjasama dan
berkomunikasi.
Pemahaman siswa terhadap metode ilmiah dapat digali melalui sebuah tes
objektif. Instrumen tes objektif mengenai pemahaman terhadap metode ilmiah
sudah dikembangkan oleh C.J. Wenning. Agar instrumen tersebut dapat
digunakan, maka perlu dilakukan adaptasi.
Dalam rangka mengamati hasil belajar Fisika siswa pada materi kalor,
dikembangkan suatu bentuk tes objektif. Tes tersebut diberikan sebelum
kegiatan pembelajaran berlangsung sebagai tes awal dan sesudah kegiatan
pembelajaran selesai sebagai tes akhir. Indikator yang mendasari
pengembangan tes tersebut adalah sebagai berikut.
Siswa dapat membedakan pengertian kalor dan temperatur
Siswa memahami bahwa besarnya kalor yang dimiliki suatu zat
dipengaruhi oleh jumlah zat tersebut.
Siswa memahami bahwa besarnya kalor yang dimiliki suatu zat
dipengaruhi oleh temperatur zat tersebut.
Siswa dapat memahami bahwa besarnya kalor yang dimiliki suatu zat
dipengaruhi oleh jenis zat tersebut.
Siswa dapat memperkirakan apa yang terjadi pada temperatur suatu zat
apabila zat tersebut diberikan kalor dengan besar yang berbeda-beda.
Siswa dapat membandingkan besar kalor yang dimiliki oleh dua zat sejenis
dengan temperatur sama tetapi massa berbeda.
Siswa dapat membandingkan besar kalor yang dimiliki oleh dua zat sejenis
dengan massa sama dan temperatur berbeda.
Siswa dapat membandingkan kalor yang dimiliki oleh dua zat yang
berbeda tetapi memiliki massa dan temperatur sama.
Apabila sudah dilakukan pengamatan dan diadakan tes, maka akan dapat
diperoleh umpan balik terhadap penerapan strategi inkuiri pada pembelajaran
Fisika terutama pada materi kalor. Umpan balik ini akan menjadi catatan
untuk perbaikan penerapan strategi inkuiri pada pembelajaran Fisika.\
IX. PENUTUP
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya
di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada
pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA
diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
X. Daftar Pustaka
Akhmad Sudrajat, Strategi pembelajaran,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com, 2008
Akhmad Sudrajat, Strategi pembelajaran,
http://akhmadsudrajat.wordpress.com, 2008
Amin, Moh. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan
Menggunakan Metode Discovery dan Inkuiri. Jakarta: Depdikbud.
http://en.wikipedia.org/wiki/Inquiry-based_learning
http://www.thirteen.org/edonline/concept2class/inquiry/index_sub1.html
http://wwwpojokfisikauniflor.blogspot.com/2011/02/pendekatan-inkuiri-
dalam-pembelajaran.html
Journal Physics Teacher Education online Vol 5 No 2, autumn 2009
Journal Physics Teacher Education online Vol 5 No 2, autumn 2009
Sanjaya, Wina. (2008). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan KTSP. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudirman, N., dkk. (1992). Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.