batu empedu

19
1 BAB 1 PENDAHULUAN Batu empedu merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai. Di negara-negara barat, kelainan ini merupakan penyebab angka kesakitan yang penting. Operasi sistem bilier merupakan operasi yang paling sering dilakukan dibandingkan operasi abdomen lainnya. Empedu yang normal dibentuk oleh hepatosit, terdiri dari air, elektolit, dan solut organik. Solut organik mengandung sedikit protein dan terdiri dari tiga unsur utama, yaitu garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Ketiganya terkandung dalam 80% bagian kering dari empedu. Garam empedu diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Asam empedu primer, asam kolat dan asam kenodeoksikolat, disintesis di hepar dari kolesterol dan kemudian berkonjugasi dengan glisin atau taurin. Siklus enterohepatik memungkinkan reabsorbsi dan resirkulasi asam empedu primer. Sebagian kecil (kurang dari 5%) memasuki kolon dan mengalami perubahan menjadi asam empedu sekunder, yaitu asam deoksikolat dan asam litokolat. Kolesterol empedu sebagian besar disintesis di hepar dengan sedikit berasal dari makanan. Kolesterol bersifat hidrofobik dan memerlukan zat lain untuk menjadi larut. Pemahaman terhadap mekanisme yang menyebabkan larutnya kolesterol dalam keadaan fisiologis akan sangat membantu dalam menerangkan tejadinya batu kolesterol. Di lain pihak, pengetahuan tentang konsentrasi kalsium dan bilirubin di dalam empedu diperlukan untuk memahami bagaimana terjadinya batu pigmen. 1 BAB 2

Transcript of batu empedu

Page 1: batu empedu

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Batu empedu merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai. Di negara-negara barat,

kelainan ini merupakan penyebab angka kesakitan yang penting. Operasi sistem bilier

merupakan operasi yang paling sering dilakukan dibandingkan operasi abdomen lainnya.

Empedu yang normal dibentuk oleh hepatosit, terdiri dari air, elektolit, dan solut

organik. Solut organik mengandung sedikit protein dan terdiri dari tiga unsur utama, yaitu

garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Ketiganya terkandung dalam 80% bagian kering

dari empedu. Garam empedu diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Asam empedu

primer, asam kolat dan asam kenodeoksikolat, disintesis di hepar dari kolesterol dan

kemudian berkonjugasi dengan glisin atau taurin. Siklus enterohepatik memungkinkan

reabsorbsi dan resirkulasi asam empedu primer. Sebagian kecil (kurang dari 5%) memasuki

kolon dan mengalami perubahan menjadi asam empedu sekunder, yaitu asam deoksikolat dan

asam litokolat.

Kolesterol empedu sebagian besar disintesis di hepar dengan sedikit berasal dari

makanan. Kolesterol bersifat hidrofobik dan memerlukan zat lain untuk menjadi larut.

Pemahaman terhadap mekanisme yang menyebabkan larutnya kolesterol dalam keadaan

fisiologis akan sangat membantu dalam menerangkan tejadinya batu kolesterol. Di lain pihak,

pengetahuan tentang konsentrasi kalsium dan bilirubin di dalam empedu diperlukan untuk

memahami bagaimana terjadinya batu pigmen.1

Page 2: batu empedu

2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu

atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu,terutama

batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.2,3

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,

pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kanan,

yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena

kava.2

Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung

empedu.Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Kandung empedu

adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan menyimpan

empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari

batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. Batu

empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena

adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan

infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan

tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar

melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.2

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga

menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat

disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat ke saluran empedu

sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini

menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga

cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut

misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat

menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun

demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab

terbentuknya batu.2,3

Page 3: batu empedu

3

2.2 Faktor Risiko Kolelitiasis 4,5

Usia umumnya di atas 40 tahun.

Jenis kelamin perempuan, kemungkinan akibat efek hormon estrogen pada

perempuan, sehingga perempuan muda berisiko 3-4 kali lebih besar menderita

kolelitiasis daripada laki-laki pada usia yang sama

Sedang dalam terapi estrogen

Obesitas, secara signifikan berhubungan dengan kadar kolesterol yang tinggi sehingga

meningkatkan pembenukan batu kolesterol di kantung empedu

Penurunan berat badan drastis.

Riwayat keluarga. Batu empedu 2 kali lebih sering diderita pada anak dari orangtua

yang juga menderita batu empedu

Diet Tinggi lemak atau pada penderita dislipidemia

Sirosis hepatik. Keadaan ini menyebabkan 10 kali peningkatan risiko menderita

kolelitiasis

Stasis kandung empedu, seperti pada penyakit diabetes, nutrisi parenteral total,

postvagotomi dll

Penyakit hemolitik. Hal ini mungkin disebabkan pembentukan bilirubin yang terlalu

banyak

Perempuan multipara

Obat-obatan yang meningkatkan risiko kolelitiasis adalah clofibrate, octreotide, dan

ceftriaxone.

2.3 Etiopatogenesis Kolelitiasis

Kolelitiasis terjadi karena substansi-substansi empedu tertentu terkonsentrasi tinggi di dalam

kandung empedu dan menurunkan solubilitasnya. Akibat konsentrasinya yang pekat, terjadi

supersaturasi empedu dengan substansi ini dan berkembang menjadi kristal-kristal

mikroskopik. Kristal-kristal ini akan mengendap ketika bercampur dengan mukus pada

kandung empedu dan duktus bilier. Lama-kelamaan, kristal tersebut bertambah besaar dan

beragregasi membentuk batu yang besar. Adanya sumbatan batu pada duktus bilier

menyebabkan gejala klinis dan komplikasi pada penyakit ini. 6

Endapan batu terbentuk selama stasis kandung empedu seperti pada masa kehamilan

atau dalam masa penggunaan TPN (Total Parenteral Nutrition). Umumnya endapan ini

Page 4: batu empedu

4

bersifat asimtomatik dan hilang ketika penyebabnya berhenti. Namundemikian, endapan

tersebut dapat berkembang menjadi batu dan berpindah ke saluran empedu, menyebabkan

sumbatan , kolik bilier dan, kolangitis atau pankreatitis.6

Adapun dua substansi utama pembentuk batu empedu adalah kolesterol dan kalsium

bilirubin.

Batu Kolesterol 6

Lebih dari 80% batu empedu di Amerika Serikat mengandung kolesterol sebagai komponen

mayor. Faktor utama yang menentukan terbentuknya batu kolesterol adalah:

Jumlah sekresi kolesterol oleh sel-sel hati cenderung tinggi lesitin dan garam empedu

Konsentrasi dan keadaan stasis dari kandung empedu

Batu kalsium, bilirubin dan batu pigmen

Empedu dalam keadaan normal bersifat steril namun pada keadaan khusus (obstruksi)

dapat dikolonisasi bakteri. Bakteri akan menghidrolasi bilirubin terkonjugasi sehingga

meningkatkan bilirubin tak terkonjugasi, yang akhirnya mempresipitasi kristal kalsium

bilirubin. Bakteri juga menghidrolasi lesitin sehingga terbentuk asam lemak yang juga dapat

mengikat kalsium. Batu yang terbentuk disebut batu pigmen coklat, dan tidak seperti batu

pigmen hitam yang terbentuk ddi kandung empedu, batu pigmen coklat umumnya terbentuk

di duktus bilier.

Batu pigmen hitam bentuknya kecil, keras dan terdiri dari kalsium bilirubin dan garam

kalsium inorganik (kalsium karbonat, kalsium fosfat). Faktor yang mempercepat

pembenttukan batu adalah penyakit hati alkoholik, hemolisis kronik dan usia tua.6

Batu campuran

Batu kolesterol dapat menjadi lokasi kolonisasi bakteri sehingga menimbulkan inflasmasi

kandung empedu. Enzim litik dari bakteri dan leukosit menyebabkan hidrolisis bilirubin

konjugat dan asam lemak. Seiring waktu, batu kolesterol akan bercampur dengan konjugat

bilirubin dan garam kalsium lainnya.

2.4 Manifestasi Klinis Kolelitiasis 2,6

Page 5: batu empedu

5

Gejala dan komplikasi yang ditemukan pada kolelitiasis terjadi akibat pergerakan

batu-batu yang keluar dari kandung empedu dan menumpuk di duktus bilier komunis.

Batu empedu asimtomatik yang ditandai dengan ditemukannya batu empedu dapat di

dalam kandung empedu selama berpuluh tahun tanpa menyebabkan gejala atau

komplikasi.

Batu empedu simtomatik, fase ini ditandai dengan gejala kolik bilier. Nyeri kolik

bilier terjadi ketika batu menumpuk di duktus bilier dan menyebabkan obstruksi

sehingga ketika kandung empedu berkontraksi terjadi peningkatan tekanan kandung

empedu dan salurannya yang menimbulkan peregangan dan rasa nyeri. Pada umumnya

nyeri akan menghilang antara 30 sampai 90 menit saat kandung empedu mulai

berelaksasi dan obstruksi berkurang.

Inflamasi tidak terjadi saat kolik bilier tanpa komplikasi sehingga terdapat perbedaan

klinis antaara kolelitiasis dan kolesistitis. Pada kolelitiasis nyeri perut tidak

terlokalisasi dan bersifat nyeri viseral, pada pemeriksaan klinis tidak ditemukan

spasme perut pada penekanan, serta tidak dijumpai demam.

Kolelitiasis dengan komplikasi dapat terjadi kolesistitis dimana kolelitiasis yang parah

dan kronik akan menyebabkan inflamasi. Pasien akan mengalami kolik bilier yang

lebih parah dan tidak berkurang intensitasnya setelah beberapa waktu.

2.5 Diagnosis 3

Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin

timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada

yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau

perikomdrium.

Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit,

dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-

lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan

bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan

nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Page 6: batu empedu

6

a.Pemeriksaan Laboratorium

Kolelitiasis yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan

laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti

kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar

bilirubin serum yang yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus.

Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang

setiap kali terjadi serangan akut.7

 b. Pemeriksaan Radiologis

Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar

10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang

mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos abdomen. Pada

peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu

kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak dikuadran kanan atas yang menekan gambaran

udara dalam usus besar, flexura hepatica.7

Foto Rongent pada kolelitiasis

Ultrasonografi

Page 7: batu empedu

7

Pemeriksaan ini merupakan metode noninvasif yang sangat bermanfaat dan merupakan

pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis.

Ultrasonografi dapat memberikan informasi yang cukup lengkap mengenai :

Memastikan adanya batu empedu

Menunjukkan berapa batu empedu yang ada dan juga ukurannya.

Melihat lokasi dari batu empedu tesebut. Apakah di dalam kandung empedu atau di

dalam duktus.

Ada 2 jenis pemeriksaan menggunakan ultrasonografi, yaitu :

Ultrasonografi transabdominal

Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa nyeri, murah dan tidak membahayakan

pasien. Hampir sekitar 97% batu empedu dapat didiagnosis dengan ultrasonografi

transabdominal, namun kurang baik dalam mengidentifikasi batu empedu yang

berlokasi di dalam duktus dan hanya dapat mengidentifikasi batu empedu dengan

ukuran lebih besar dari 45 mm.

Ultrasonografi endoskopi

Ultrasonografi endoskopik dapat memberikan gambaran yang lebih baik daripada

ultrasonografi transabdominal. Karena sifatnya yang lebih invasif dan juga dapat

mendeteksi batu empedu yang berlokasi di duktus biliaris lebih baik. Kekurangannya

adalah mahal dari segi biaya dan banyak menimbulkan risiko bagi pasien.

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun

ekstrahepatik. Juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis

atau udem karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus

koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara didalam usus. Dengan

ultrasonografi punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren

lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.2,7

Page 8: batu empedu

8

Hasil USG menunjukan adanya batu pada kandung empedu

Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,

sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah

dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar

bilirubin serum diatas2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keaadaan tersebut

kontras tidak dapat mencapai hati. Penilaian kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian

fungsi kandung empedu.7

Hasil Kolesistografi

CT scan

Menunjukan batu empedu dan dilatasi saluran empedu.

Page 9: batu empedu

9

CT-Scan abdomen atas menunjukkan batu empedu multiple

ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)

Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus,

kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini

memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus

koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk

membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus

yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala

gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini

berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.8

ERCP menunjukkan batu empedu di duktus ekstrahepatik (panah pendek) dan di duktus

intrahepatik (panah panjang)

Magnetic Resonance Cholangio-pancreatography (MRCP)

Page 10: batu empedu

10

Magnetic resonance cholangio-pancreatography atau MRCP adalah modifikasi dari

Magnetic Resonance Imaging (MRI), yang memungkinkan untuk mengamati duktus

biliaris dan duktus pankreatikus. MRCP dapat mendeteksi batu empedu di duktus biliaris

dan juga bila terdapat obstruksi duktus.

Hasil MRCP

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 . Penatalaksanaan Nonbedah 9

a. Disolusi

Terapi disolusi dengan asam kenodeoksikolat (chenodeoxycholic acid, CDCA) pertama kali

diperkenalkan pada awal tahun 1970-an. Mekanisme kerjanya dengan mereduksi sifat

lithogenik dan derajat saturasi kolesterol dengan asam empedu melalui inhibisi selektif

terhadap enzim hydroxymethylglutaryl (HMG)-CoA reduktase yang berperan dalam

biosintesis kolesterol. Namun, karena efektivitasnya yang rendah dan dengan

mempertimbangkan efek samping yang ditimbulkan, penggunaannya tergantikan oleh asam

ursodeoksikolat. Penggunaan asam empedu untuk melarutkan batu empedu cukup efektif pada

pasien simptomatik dengan batu kolesterol kecil (kurang dari 5 mm) yang mengambang pada

kandung empedu yang fungsional.

Keadaan ini ditemukan pada 15% pasien batu empedu simptomatik. Terapi ini

membutuhkan pemberian obat selama 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai

disolusi. Keefektivan terapi ini mencapai 60% pada batu berukuran kurang dari 10 mm dan

Page 11: batu empedu

11

90% pada batu empedu berukuran kurang dari 5 mm. Tetapi, hampir separuhnya mengalami

rekurensi dalam 5 tahun. Angka rekurensi lebih rendah pada batu tunggal, individu yang tidak

gemuk, dan penderita muda. Saat ini, indikasi terapi disolusi dengan asam empedu terbatas

pada pasien dengan kondisi komorbid yang tidak memungkinkan operasi secara aman dan

pada pasien yang menolak operasi.

b). Disolusi kontak

Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung

empedu. Dengan anastesi lokal, pigtail catheter dimasukkan perkutan melalui parenkim hati

ke dalam kandung empedu. Hal ini dapat dilakukan dengan tuntunan fluoroskopi atau USG.

Pelarut poten kolesterol, seperti methyltert-butylether dan monooctanoin, kemudian

diinfuskan secara langsung ke dalam kandung empedu.

Pada pemberian methyltert-butylether, pembatasan waktu kontak antara instilasi dan

aspirasi sangat diperlukan untuk mencegah tumpahnya pelarut ini ke dalam duktus biliaris.

Bila hal ini terjadi, keluhan nyeri perut yang transien dan duodenitis dapat timbul. Angka

rekuresi tindakan ini mencapai 10% pertahun.

c). Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)

Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,

analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant

asam ursodeoksilat.

2.7.2 Penanganan operatif 3

a). Open kolesistektomi

Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu

simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,

diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,

perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang

menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17

%, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas

65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %

b). Kolesistektomi laparoskopik

Page 12: batu empedu

12

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih

cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang

lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut

serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan

koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,

pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris. Resiko trauma duktus

biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan

teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan

aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga

dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.

c). Kolesistektomi minilaparatomi.

Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil

dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah.

2.7.3 Pencegahan dari nutrisi kolelitiasis

Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk diet penyakit kandung empedu adalah

semua makanan dan daging yang mengandung lemak, gorengan dan makanan yang

menimbulkan gas seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak, ketimun, durian dan nangka.

Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk

menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol

yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap

dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat

mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan

penurunan kontraksi kandung empedu.4

Pencegahan primer yang dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena

kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan makanan untuk mencegah infeksi, misalnya

S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol dengan mengurangi asupan lemak jenuh,

meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan serat makanan lain yang akan mengikat

sebagian kecil empedu di usus sehingga menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di

kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat

dari cairan empedu. 4,9

Page 13: batu empedu

13

2.7.4 Tatalaksana nutrisi

Batu empedu yang sangat terkait dengan tinggi lemak , diet rendah serat . Mereka jarang pada

populasi Asia dan Afrika mengikuti tradisional , sebagian besar berbasis tanaman, diet , dan

menjadi lebih umum dengan pergeseran ke arah kebarat-baratan . Surplus protein hewani dan

lemak hewan , kurangnya serat makanan , dan makan lemak jenuh dari dari pada sumber-

sumber tak jenuh tampaknya menjadi faktor utama untuk pengembangan batu empedu .

Faktor-faktor berikut ini dikaitkan dengan penurunan risiko batu empedu :

Pola makan nabati 9, 10

Kedua lemak hewani dan protein hewani dapat berkontribusi pada pembentukan batu

empedu. Dalam populasi paling Barat , diperkirakan 80 % dari batu empedu adalah batu

kolesterol.

Tidak mengherankan , wanita vegetarian memiliki risiko lebih rendah untuk batu empedu ,

dibandingkan dengan nonvegetarian . diet vegetarian tinggi serat , dan apa pun lemak yang

dikandungnya sebagian besar tak jenuh .

Perempuan mengkonsumsi prot ein nabati memiliki risiko 20 % sampai 30 % lebih

rendah dibandingkan mereka yang mengkonsumsi lebih sedikit. Demikian pula , perempuan

dan laki-laki yang asupan lemak terutama berasal dari sumber tanaman memiliki penurunan

risiko terkena gallstones.

Sebuah pengecualian adalah trans asam - lemak minyak nabati yang terhidrogenasi

parsial sering digunakan dalam makanan-makanan ringan – yang sering dikaitkan dengan

peningkatan kadar resiko batu empedu.

lebih tinggi dengan diet yang menyediakan karbohidrat dalam halus, sebagai lawan yang tidak

dimurnikan. Individu mengkonsumsi karbohidrat yang paling halus memiliki risiko 60 %

lebih besar untuk mengembangkan batu empedu , dibandingkan dengan mereka yang

mengkonsumsi least. Sebaliknya , seseorang yang banyak makan serat ( khususnya pada serat

larut ) memiliki risiko 15 % lebih rendah untuk batu empedu dibandingkan dengan mereka

yang mengonsumsi least.

Menghindari kelebihan berat badan dan melakukan pendekatan yang sehat untuk

mengontrol berat badan . Wanita kelebihan berat badan dengan BMI 30 kg/m2 atau lebih

memiliki setidaknya dua kali lipat risiko untuk penyakit batu empedu , dibandingkan dengan

wanita dengan berat badan normal ( IMT < dari 25 kg/m2 ) . Tingkat resiko yang sama ada

untuk pria dengan BMI minimal 25 kg/m2 , dibandingkan dengan laki-laki dengan BMI <

Page 14: batu empedu

14

22,5 kg/m2 . Dengan obesitas lebih parah ( misalnya , BMI 30 sampai 45 kg/m2 ) , risiko bagi

perempuan adalah 3,7-7,4 kali dari wanita dengan BMI kurang dari 24 kg/m2.

Berat bersepeda ( berulang kali kehilangan dan mendapatkan kembali berat badan )

meningkatkan kemungkinan cholelithiasis . Risiko meningkat dari 20 % pada "cahaya"

cyclers ( mereka yang hilang / kembali 5 sampai 9 lbs) menjadi 70 % pada cyclers "parah "

( mereka yang hilang / kembali > 20 lbs) .Diet kalori sangat rendah meningkatkan risiko batu

empedu .

Kandung empedu stasis empedu dan indeks saturasi kolesterol terjadi selama

penurunan berat badan yang cepat , akuntansi untuk risiko yang lebih besar pengembangan

batu empedu . Termasuk sejumlah kecil lemak ( 10 g / hari ) memberikan maksimal kandung

empedu pengosongan dan mencegah pembentukan batu empedu pada kalori terbatas .Seperti

pengamatan mendukung upaya pengendalian berat badan berdasarkan rendah lemak , diet

nabati , yang biasanya menyebabkan sehat dan berkelanjutan pengendalian berat badan ,

daripada penggunaan kalori yang sangat rendah diet susu formula.

Moderat asupan alkohol.

Dibandingkan dengan konsumsi jarang atau pantang, konsumsi alkohol ditemukan untuk

menjadi baik berbanding terbalik dikaitkan dengan risiko batu empedu , atau untuk

menganugerahkan risiko 10 % sampai 50 % lebih rendah untuk sakit. Namun, mengingat

epidemi saat hati berlemak nonalkohol penyakit pada 50 % sampai 75% dari obesitas dan

risiko kesehatan lainnya (misalnya , kanker payudara ) karena konsumsi alkohol , penggunaan

alkohol tidak dapat direkomendasikan sebagai strategi pencegahan batu empedu .

Aktivitas fisik .

Beberapa bukti menunjukkan bahwa aktivitas fisik mengurangi risiko batu empedu . Laki-

laki muda atau setengah baya ( 65 tahun atau lebih muda ) yang paling aktif secara fisik

memiliki setengah risiko untuk mengembangkan batu empedu , dibandingkan dengan mereka

yang kurang aktif . Pada pria yang lebih tua , aktivitas fisik mengurangi risiko sebesar 25

% .20 Aktivitas fisik juga melindungi terhadap batu empedu .

BAB 3

KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah terbentuknya batu empedu yang bila masuk ke dalam saluran empedu

menimbulkan penyumbatan dan kram, Penyaluran empedu ke duodenum mengganggu

Page 15: batu empedu

15

sehingga mengganggu absorpsi lemak. Ada dua jenis batu empedu, yaitu batu kolesterol dan

batu pigmen yang terdiri dari polimer dan bilirubin dan garam kalsium.

Faktor resiko terjadinya batu kolesterol antara lain adalah gender perempuan, kegemukan,

faktor etnik, obat-obatan dan penyakit saluran cerna, sedangkan faktor risiko batu pigmen

antara lain adalah berat badan kurang, asupan lemak dan protein kurang, serta Sirosis Hati.

Tujuan diet adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dan memberi

istirahat pada kandung empedu, dengan cara menurunkan berat badan bila kegemukan yang

dilakukan secara bertahap, kemudian membatasi makanan yang menyebabkan kembung atau

nyeri abdomen dan mengatasi malabsorbsi lemak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saunders KD, Cates JA, Roslyn JJ. Pathogenesis of gallstones. In: The Surgical

Clinics of North America, Biliary Tract Surgery. Pitt HA (e d). WB Saunders Co,

Philadelphia, Vol .70, No. 6, 1990: 1197-1216

Page 16: batu empedu

16

2. Lili K. Djoewaeny Referat Subbagian Bedah Digestif Fakultas Kedokteran Unpad/

RSHS, Bandung. Juli 2003.

3. Meyers WC, Jones RS. Gallstones. In: Textbook of Liver and Biliary Surgery. JB

Lippincott Co, Philadelphia, 1990: 228.

4. NutritionMD.com. Cholelithiasis: Overview and Risk Factors. 2013. Diakses di:

http://www.nutritionmd.org/health_care_providers/gastro intestinal/cholelithiasis.html.

Diakses pada: 18 Oktober 2013

5. Clinical key.com. Cholelithiasis And Choledocholithiasis Causes, Diagnosis &

Treatments. Diakses di: https://www.clinicalkey.com /topics/surgery/cholelithiasis-

and-choledocholithiasis.html. Diakses pada: 18 Oktober 2013

6. Heumann DM, Mixa AA. Cholelithiasis. 2013. Diakses di:

http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#showall. Diakses pada: 18

Oktober 2013

7. Beckingham IJ. Gallstone disease, clinical review. In: BMJ, Vol. 322, 2001:91-4

8. Binmoeller, Kenneth F; Thonke, Frank; Soehendra, Nib; Endoscopic treatment of

Mirizzi’s syndrome. In: Gastrointestinal Endoscopy, Vol. 39, No. 4, 1993: 532 – 536.

9. Alan R. Gaby, MD. 2009. Nutritional Approaches to Prevention and Treatment of

Gallstones. Alternative Medicine Review : 14, 3.

10. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak Direktorat Bina Gizi.

2011.