Batu Empedu

12
Batu Empedu (Kolelitiasis) pada Pasien Sirosis Hati 16FridaySEP 2011 POSTED BY LONTARADHYGITA IN ARTIKEL KESEHATAN ≈LEAVE A COMMENT Tags batu empedu,Kolelitiasis, sirosis hati,sirosis hepatis Pendahuluan Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada abad ke-17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Penyakit batu empedu (kolelitiasis) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Angka prevalensi kolelitiasis bervariasi di dunia tergantung pada lokasi geografis yang spesifik dan faktor etnis. Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku Pimas Amerika Utara memiliki kemungkinan resiko tinggi pembentukan batu empedu. 2 Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat dengan angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan bertambahnya usia. 3,4 Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. 7 Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya. 5 Sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. 3 Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. 3 Semenjak penemuan ultrasonografi, tercatat bahwa batu empedu merupakan hal yang umum diderita pada pasien sirosis. Berbagai penelitian

Transcript of Batu Empedu

Page 1: Batu Empedu

Batu Empedu (Kolelitiasis) pada Pasien Sirosis Hati

16FridaySEP 2011

POSTED BY LONTARADHYGITA IN ARTIKEL KESEHATAN

≈ LEAVE A COMMENT

Tagsbatu empedu,Kolelitiasis, sirosis hati,sirosis hepatis

Pendahuluan

Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada abad ke-17

telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Penyakit batu empedu

(kolelitiasis) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Angka

prevalensi kolelitiasis bervariasi di dunia tergantung pada lokasi geografis yang spesifik

dan faktor etnis. Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku Pimas Amerika Utara

memiliki kemungkinan resiko tinggi pembentukan batu empedu.2

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara

barat dengan angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan

bertambahnya usia.3,4 Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika

dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu

paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan.7 Di

Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu

kolesistektomi tiap tahunnya.5Sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di

klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar

pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu

untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu

empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko untuk

mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat.3

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut

dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran

empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.3 Semenjak penemuan

ultrasonografi, tercatat bahwa batu empedu merupakan hal yang umum diderita pada

pasien sirosis. Berbagai penelitian telah menghubungkan kejadian kolelitiasis dengan

sirosis hepatis. Frekuensi kejadian kolelitiasis pada penderita sirosis 4-5 kali lebih banyak

dibandingkan populasi umum tanpa sirosis.8,9 Dimana patogenesis fenomena ini masih

Page 2: Batu Empedu

belum jelas. Dari hasil penelitian Naheed T et al didapatkan prevalensi kolelitiasis paling

banyak ditemukan pada penderita sirosis hepatis (31%) dimana lebih banyak ditemukan

pada perempuan.8 Dari survei longitudinal dan cross-sectional Dario Conie et al

mendapatkan sirosis hepatis merupakan faktor resiko utama kolelitiasis dimana angka

insiden dan prevalen jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal.

Definisi

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones dan biliary calculus. Istilah kolelitiasis

dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung

empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip

batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.2,12

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu16

 

Etiologi

Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis dan faktor resiko

yang berbeda.12 Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai 80% dari semua

kolelitiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90% kolesterol dari total berat badan. Dari

analisis beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam kalsium pigmen bilirubin,

karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko pembentukan batu empedu

meliputi obesitas, penurunan berat badan mendadak, trauma tulang belakang, jenis

kelamin wanita lebih beresiko, paritas dan penggunaan estrogen. Batu pigmen

dikategorikan batu hitam dan coklat tergantung komposisi kimia dan penampakan batu.

Batu ini juga dibedakan berdasarkan patogenesis dan manifestasi klinisnya.7

Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain perubahan komposisi

empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan gangguan fungsi kandung empedu.

Peranan infeksi – walaupun infeksi dikatakan menjadi faktor penting dalam pembentukan

batu kolesterol, DNA bakteri ditemukan dalam batu ini. Secara konsep, bakteri mungkin

terdekonjugasi dalam garam empedu selama absorpsi dan penurunan kelarutan

kolesterol. Infeksi bilier berperan dalam pembentukan batu pigmen coklat, mayoritas

mengandung bakteri pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

Page 3: Batu Empedu

Umur – peningkatan prevalensi kolelitiasis secara bermakna tiap tahunnya, kemungkinan

peningkatan isi kolesterol dalam empedu. Pada umur 75 tahun, 20% laki-laki dan 35%

wanita memiliki kolelitiasis. Kolelitiasis kedua batu pigmen dan tipe kolesterol sudah

dilaporkan pada anak.

Genetik – pasien dengan kolelitiasis secara relatif frekuensi batu meningkat dua sampai

empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan diet mereka. Alel apoE4

lipoprotein E memiliki predisposisi pembentukan batu kolesterol. Frekuensi apoE4 lebih

tinggi pada pasien dengan riwayat kolesistektomi dibandingkan penderita tanpa batu

empedu. Adanya apoE4 memiliki prediksi kekambuhan batu secara cepat setelah

litotripsi. Mekanisme ini masih belum jelas walaupun apolipoprotein E mungkin

memainkan peranan absorpsi lipid diet, transport dan distribusi ke jaringan. ApoE4 tidak

dihubungkan dengan pembentukan kolelitiasis baru selama kehamilan.11

Obesitas – sindrom metabolik pada obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II,

hipertensi dan hiperlipidemia erat kaitannya dengan peningkatan sekresi kolesterol

hepar dan merupakan faktor resiko pembentukan batu kolesterol.12Biasanya terjadi pada

wanita dengan umur kurang dari 50 tahun. Obesitas erat kaitannya dengan peningkatan

sintesis kolesterol. Tidak ada perubahan yang konsisten pada volume kandung empedu

post prandial. Pola makan (2100 kJ per hari) bisa menghasilkan cairan empedu dan

pembentukan batu empedu simtomatis pada individu dengan obesitas. Sejumlah kecil

lemak dalam diet untuk menjaga pengosongan kandung empedu dapat menurunkan

resiko pembentukan batu empedu. 11

Diet – peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi tidak ada data

epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan kolesterol dengan kolelitiasis.

Sirosis hepatis – sekitar 30% pasien sirosis menderita kolelitiasis. Resiko pembentukan

kolelitiasis sangat berhubungan kuat dengan sirosis Child’s grade C dan sirosis alkoholik

dengan insiden tiap tahunnya 5%. Mekanismenya masih belum jelas. Semua pasien

dengan penyakit hepatoseluler menunjukkan derajat hemolisis yang bervariasi.

Walaupun sekresi asam empedu menurun, batu yang terbentuk biasanya merupakan

batu pigmen hitam. Phospolipid dan sekresi kolesterol juga menurun sehingga empedu

tidak tersaturasi.11

Tipe dan Komposisi Batu Empedu

Secara normal, empedu terdiri atas 70% garam empedu (terutama cholic dan asam

chenodeoxycholic), 22% pospholipid (lechitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%

bilirubin.5

Terdapat tiga tipe utama batu empedu antara lain batu kolesterol, pigmen hitam dan

pigmen coklat. Di negara barat lebih banyak ditemukan batu kolesterol. Walaupun batu

ini predominan terdiri atas kolesterol (51-99%), diantara semua tipe, memiliki komponen

kompleks dan mengandung proporsi yang bervariasi dari kalsium karbonat, fosfat,

bilirubinate, dan palmitat, fospolifid, glikoprotein dan mukopolisakarida. Batu pigmen

Page 4: Batu Empedu

hitam terdiri atas 70% kalsium bilirubinat dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan

anemia hemolitik dan sirosis. Batu pigmen coklat jarang terjadi, dibentuk dalam saluran

empedu intrahepatik dan ekstrahepatik sama halnya yang terjadi pada kandung

empedu. Batu pigmen coklat dibentuk dari stasis dan infeksi dalam sistem empedu oleh

bakteri E. coli dan Klebsiella spp. Klasifikasi batu empedu dapat dilihat pada Tabel 1. 

Table 1. Klasifikasi Batu Empedu11

Kolesterol Pigmen hitam Pigmen coklat

LokasiKandung empedu, duktus

Kandung empedu, duktus

DuktusKandungan terbanyakKolesterolPigmen bilirubin polimer

Kalsium bilirubinatKonsistensiKristaline dengan inti

kerasLunak, rapuh% radiopak15%60%0%

InfeksijarangjarangSering

Penyakit lain-Hemolisis, sirosisObstruksi empedu parsial kronis

 

Batu Pigmen

Istilah batu pigmen empedu digunakan untuk batu yang mengandung kolesterol kurang

dari 30%. Terdapat dua tipe yaitu batu pigmen hitam dan coklat.

Batu pigman hitam sebagian besar mengandung pigmen bilirubin polimer terlarut

dengan kasium fosfat dan karbonat. Tidak mengandung kolesterol. Mekanisme

pembentukan batu masih belum jelas, tetapi hipersaturasi empedu dengan bilirubin

terkonjugasi, mengubah pH dan kalsium dan overproduksi matrik organik (glikoprotein)

juga berperan. Dari semua kasus, 20-30% kolelitiasis adalah batu pigmen coklat. Insiden

ini meningkat dengan bertambahnya umur. Batu empedu hitam biasanya menyertai

hemolisis kronis, biasanya pada penyakit sickle cellatau spherocytosis herediter dan

prostese mekanik misalnya pada katup jantung dalam sirkulasi. Semua penyakit tersebut

diatas menunjukkan peningkatan prevalensi dengan segala bentuk sirosis khususnya

alkoholik.

Batu pigmen coklat mengandung kalsium bilirubinat, kalsium palmitat dan stearat

seperti halnya kolesterol. Bilirubinat dipolimeralisasi tidak seluas batu hitam. Batu coklat

jarang ditemukan dalam kandung empedu. Batu ini terbentuk di duktus biliaris dan

berhubungan dengan stasisnya empedu dan infeksi empedu. Penampakan biasanya

Page 5: Batu Empedu

radiolusen. Bakteri ditemukan lebih dari 90%. Pembentukan batu berhubungan dengan

dekonjugasi bilirubin diglukuronide oleh bakteri β-glukoronidase.11

 

Gambar 2. Berbagai tipe batu empedu5

Patofisiologi1

Sekitar 75% pasien, batu empedu terdiri atas kolesterol, dan sisanya merupakan batu

pigmentasi yang terutama mengandung bilirubin tidak terkonjugasi. Secara normal,

kolesterol tidak mengendap dalam empedu, karena mengandung garam empedu

terkonjugasi dan phosphatidylcholine secukupnya dalam bentuk micellar solution. Jika

rasio konsentrasi kolesterol : garam empedu dan  phosphatidylcholine meningkat,

kelebihan kolesterol dalam batas minimal, kejenuhannya akan meningkat (supersaturasi)

dalam larutan lumpur. Adanya supersaturasi oleh peningkatan rasio kolesterol, akan

menyebabkan hepar mensekresi kolesterol konsentrasi tinggi sebagai inti vesikel

unilamelar dalam kandung empedu dimana phosphatidylcholine menjadi kulit luar

pembungkus vesikel dengan diameter 50-100 nm. Jika jumlah kandungan kolesterol

relatif meningkat, vesikel multilamelar akan terbentuk (diameter melebihi 1000 nm).

Vesikel-vesikel ini tidak stabil dan mengendap lingkungan cairan dalam bentuk kristal

kolesterol. Kristal kolesterol ini merupakan prekursor batu empedu.

Penyebab penting peningkatan rasio kolesterol : garam empedu dan phosphatidylcholine

adalah:

1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis kolesterol

(peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]-CoA-kolesterol

reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi kolesterol seperti progesterone

selama kehamilan

2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam empedu

pada penyakit Crohn’s atau setelah reseksi ataupun selama puasa dan nutrisi

parenteral

3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol ditemukan

pada wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.

Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang memberikan

warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung kalsium karbonat

dan fosfat, dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat dan kolesterol.

Page 6: Batu Empedu

Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang dipecahkan hanya

dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu empedu, dimana 

normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.

Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi adalah:

1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang mana

terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi dengan perantara

enzim glukorunidase dalam hepar, ditemukan kelainan sebagai berikut:

Penurunan kapasitas konjugasi dalam hepar seperti pada sirosis hepar

Dekonjugasi non-enzimatik bilirubin dalam empedu khususnya monoglukoronat

Dekonjugasi enzimatik (β-glucosidase) oleh bakteri.

Gambar 3. Skema patofisiologi pembentukan batu empedu kolesterol

Bakteri juga tidak mengkonjugasi secara enzimatik garam empedu sehingga terjadi

pembebasan palmitat dan stearat (dari phoshatidylcholine) dalam presipitat sebagai

garam kalsium. Batu hitam dibentuk oleh tiga mekanisme pertama diatas, mengandung

komponen tambahan, kalsium karbonat dan fosfat, inilah yang akan menurunkan

kapasitas keasaman dalam kandung empedu.

Kandung empedu, dimana komponen spesifik (kolesterol, garam empedu,

phoshatidylcholine) terkonsentrasi dalam waktu yang lama keterikatan dalam air, juga

merupakan bagian penting dalam pembentukan batu empedu. Gangguan pengosongan

Page 7: Batu Empedu

kandung empedu bisa menjadi salah satu penyebab baik karena insufisiensi CCK (tidak

ada asam lemak bebas yang dilepaskan dalam lumen pada insufisiensi pancreas)

sehingga rangsangan kontraksi ke kandung empedu melemah, ataupun karena

vagotomy nonselektif tidak terdapat sinyal kontraksi dan asetilkolin. Kontraksi kandung

empedu melemah juga pada keadaan kehamilan. Saat itu menjadi waktu yang sangat

cukup terjadi endapan kristal untuk membentuk batu yang besar. Peningkatan sekresi

mukus (dirangsang oleh prostaglandin) bisa memicu peningkatan jumlah inti kristalisasi.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada kolelitiasis adalah kolik. Jika terjadi

penghambatan saluran empedu oleh sumbatan batu empedu, tekanan akan meningkat

dalam saluran empedu dan peningkatan kontraksi peristaltik di daerah sumbatan

menyebabkan nyeri viseral pada daerah epigastrik, mungkin dengan penyebaran nyeri

ke punggung dan disertai muntah.

Gambar 4. Skema patofisiologi pembentukan batu pigmen empedu

Gejala Klinis

Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien dengan

batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan

komplikasi batu empedu.3 Sedangkan dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi

menjadi 4 stadium yaitu stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan

terbentuknya batu; batu empedu asimtomatis; episode kolik biliaris dan kolelitiasis

terkomplikasi. Gejala dan komplikasi kolelitiasis merupakan efek yang terjadi dalam

kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu ke saluran duktus

biliaris komunis.12

Page 8: Batu Empedu

Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis

maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu

empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap

asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.3

Batu empedu asimtomatis – mayoritas penderita kolelitiasis secara klinis tersembunyi

dan tanpa memberikan gejala. Pada pemantauan jangka panjang pasien asimtomatis,

resiko kumulatif timbulnya gejala akan berkembang dengan waktu yaitu 10% dalam 5

tahun, 15% dalam 10 tahun dan 18% dalam 15 tahun.7 Pada pasien kolelitiasis

asimtomatis ditemukan secara insidental. Pada kebanyakan kasus kolelitiasis

asimtomatis tidak memerlukan penanganan.12

Kolik bilier – kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di epigastrium atau

di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang atau daerah punggung kanan

tetapi biasanya tidak fluktuatif, sebagaimana istilah kolik pada umumnya. Nyeri ini mula-

mula timbul secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan atas dan

menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula.5 Secara umum, nyeri timbul

secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan secara berangsur-angsur mereda.

Kolik bilier benigna tidak berhubungan dengan demam, leukositosis atau tanda

peritoneal akut. Adanya gejala ini atau nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6 jam,

kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.7 Kolik bilier timbul akibat desakan batu

empedu pada duktus kistikus selama kontraksi kandung empedu, peningkatan tekanan

dinding kandung empedu. Konstraksi kandung empedu ini timbul akibat pelepasan

kolekistokinin yang dirangsang oleh diet lemak.4  Pada kebanyakan kasus, obstruksi akan

kembali ke relaksasi kandung empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri bersifat konstan

dan tidak ditimbulkan oleh muntah, antasid, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri ini

diikuti oleh mual dan muntah.12 

Gejala komplikasi – kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu menyumbat dan

terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung empedu menjadi distensi dan

inflamasi progresif. Pasien akan merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan

hilang timbul dan kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak

pada kandung empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi pus dalam

kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung empedu. Dinding kandung

empedu akan menjadi nekrotik kemudian timbul perforasi dan abses polikistik.

Kolekistitik akut merupakan kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat

ditangani secara konservatif seperti dengan hidrasi dan antibiotik. Jika serangan akut

timbul secara spontan, inflamasi kronis berubah berlangsung lama dengan eksaserbasi

akut.11,12

Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan komplikasi penyerta

migrasi batu empedu akut atau biasanya kronis. Batu kandung empedu dapat lolos ke

dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu

Page 9: Batu Empedu

cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal)

dan menimbulkan ileus obstruksi.2

Diagnosis

Anamnesis

Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan

berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,

kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang

mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul

tiba-tiba.2

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu, disertai

mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri

berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri

menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.2

Pemeriksaan Fisik

Batu kandung empedu – apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan

komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung

empedu, empiyema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan ditemukan

nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu.

Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas

panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa

dan pasien berhenti menarik nafas.2

Batu saluran empedu – batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase

tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin

darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu

bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium – batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak

menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,

dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan

ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin

serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar

fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat

sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.2

Pemeriksaan radiologis – foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran

yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi

dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang

membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak

Page 10: Batu Empedu

di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura

hepatika.2

 

Gambar 5. Foto Rongent pada kolelitiasis13

Ultrasonografi (USG) – ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas

yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu

intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung

empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan

maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit

dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG, punktum maksimum

rasa nyeri pada batu kandung empedu yang gangren lebih jelas daripada dengan palpasi

biasa.14

Kolesistografi – untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik

karena relatif murah, sederhana dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen

sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada

keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pilorus

dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.

Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.2

Penatalaksanaan

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-

timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan

berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain :

Kolesistektomi terbuka – operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan

pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat

terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas

yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk

kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.15

Page 11: Batu Empedu

Kolesistektomi laparaskopi – indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik

tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli

bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien

dengan batu duktus koledukus. Secara teoritis, keuntungan tindakan ini dibandingkan

prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya

yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan

kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,

berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin

dapat terjadi lebih sering pada kolesistektomi laparaskopi.15

Disolusi medis – masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan

adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya

memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif

acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya

batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi

pada 50% pasien.15

Disolusi kontak – meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang

poten seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang

diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-

pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan

yang tinggi (50% dalam 5 tahun).15

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) – sangat populer digunakan beberapa tahun

yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini

hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani

terapi ini.

Kolesistotomi – dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping tempat tidur

pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang

sakitnya kritis.15