Bantuan Hidup Dasar

14
BANTUAN HIDUP DASAR 1. Pendahuluan Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Dari survei yang dilakukan World Heart Organization (WHO) pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang meninggal ( 30 % ) dari 58 juta kematian di dunia, disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada tahun 2015 diperkirakan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat menjadi 20 juta jiwa. Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6 juta penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia , diketahui, 7,2 % kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan tahun 2007. Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah paling sering terjadi dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung secara mendadak yang sebagian besar terdokumentasi sebagai ventricular fibrillation (VF ). Untuk mempertahakan kelangsungan hidup, terutama jika henti jantung tersebut disaksikan, maka bantuan hidup dasar harus secepatnya dilakukan. Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walaupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah. Keterlambatan BHD Peluang Keberhasilan (Hidup) 1 menit 98 dari 100 korban 3 menit 50 dari 100 korban 10 menit 1 dari 100 korban Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi yang pertama kali

description

Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support)

Transcript of Bantuan Hidup Dasar

Page 1: Bantuan Hidup Dasar

BANTUAN HIDUP DASAR

1. PendahuluanPenyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia. Dari survei yang dilakukan World Heart Organization (WHO) pada tahun 2005 diperkirakan sebanyak 17,5 juta orang meninggal ( 30 % ) dari 58 juta kematian di dunia, disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah. Pada tahun 2015 diperkirakan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat menjadi 20 juta jiwa. Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6 juta penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Di Indonesia , diketahui, 7,2 % kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan tahun 2007.Manifestasi komplikasi penyakit jantung dan pembuluh darah paling sering terjadi dan bersifat fatal adalah kejadian henti jantung secara mendadak yang sebagian besar terdokumentasi sebagai ventricular fibrillation (VF ). Untuk mempertahakan kelangsungan hidup, terutama jika henti jantung tersebut disaksikan, maka bantuan hidup dasar harus secepatnya dilakukan.Penyelamatan ini akan sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera mungkin dan sebaik mungkin. Lebih baik ditolong, walaupun tidak sempurna daripada dibiarkan tanpa pertolongan. Pada saat henti napas, kandungan oksigen dalam darah masih tersedia sedikit, jantung masih mampu mensirkulasikannya ke dalam organ penting, terutama otak, jika pada situasi diberi bantuan pernapasan, kebutuhan jantung akan oksigen untuk metabolisme tersedia dan henti jantung dapat dicegah.

Keterlambatan BHD Peluang Keberhasilan (Hidup)1 menit 98 dari 100 korban3 menit 50 dari 100 korban10 menit 1 dari 100 korban

Ketika American Heart Assocation (AHA) menetapkan pedoman resusitasi yang pertama kalipada tahun 1966, resusitasi jantung paru (RJP) awalnya “A-B-C” yaitu membuka jalan nafas korban (Airway), memberikan bantuan napas (Breathing) dan kemudian memberikan kompresi dinding dada (Circulation). Namun, sekuensinya berdampak pada penundaan bermakna (kira-kira 30 detik) untuk memberikan kompresi dinding dada yang dibutuhkan untuk mempertahankan sirkulasi darah yang kaya oksigen.Dalam 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation andEmergency Cardiovascular Care, AHA menekankan fokus bantuan hidup dasar pada:1. Pengenalan segera pada henti jantung yang terjadi tiba-tiba ( immediate recognition of sudden cardiac arrest [SCA])2. Aktivasi sistem respons gawat darurat (activation of emergency response system )3. Resusitasi jantung paru sedini mungkin ( early cardiopulmonary resuscitation)4. Segera didefibrilasi jika diindikasikan ( rapid defibrilation if indicated)Dalam AHA Guidelines 2010 ini, AHA mengatur ulang langkah-langkah RJP dari “A-B-C” menjadi “C-A-B” pada dewasa dan anak, sehingga memungkinkan setiap penolong memulai kompresi dada dengan segera. Sejak tahun 2008, AHA telah merekomendasikan bagi

Page 2: Bantuan Hidup Dasar

penolong tidak terlatih (awam) yang sendirian melakukan Hands Only CPR atau RJP tanpa memberikan bantuan napas pada korban dewasa yang tiba-tiba kolaps.

Setiap orang dapat menjadi penolong pada korban yang tiba-tiba mengalami henti jantung.Keterampilan RJP dan penerapannya bergantung pada pelatihan yang pernah dijalani, pengalaman dan kepercayadirian penolong. Kompresi dada merupakan fondasi RJP sehingga setiap penolong baik terlatih maupun tidak, harus mampu memberikan kompresi dada pada setiap korban henti jantung. Karena pentingnya, kompresi dada harus menjadi tindakan prioritas pertama setiap korban dengan usia berapapun. Penolong yang terlatih, harus memberikan kompresi dada yang dikombinasikan dengan ventilasi (napas bantuan). Sedangkan penolong yang telah sangat terlatih diharapkan bekerja secara bersama-sama dalam bentuk tim dalam memberikan ventilasi dan kompresi dada.Pedoman baru ini juga berisi rekomendasi lain yang didasarkan pada bukti yang telahdipublikasikan, yaitu:- Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba (suddent cardiact arrest) didasarkan pada pemeriksaan kondisi unresponsive dan tidak adanya napas normal (seperti, korban tidak bernapas atau hanya gasping/terengah-engah). Penolong tidak boleh menghabiskan waktu lebih dari 10 detik untuk melakukan pemeriksaan nadi. Jika nadi tidak dapat dipastikan dalam 10 detik, maka dianggap tidak ada nadi dan RJP harus dimulai atau memakai AED (automatic external defibrilator) jika tersedia.- Perubahan pada RJP ini berlaku pada korban dewasa, anak dan bayi tapi tidak pada bayi baru lahir.- “Look, Listen and Feel" telah dihilangkan dari algoritme bantuan hidup dasar.- Jumlah kompresi dada setidaknya 100 kali per menit- Penolong terus melakukan RJP hingga terjadi return of spontaneous circulation (ROSC)- Kedalaman kompresi untuk korban dewasa telah diubah dari 1 ½ - 2 inchi menjadi sedikitnya 2 inchi (5 cm)- Peningkatan fokus untuk memastikan bahwa RJP diberikan dengan high-quality didasarkan pada :

o Kecepatan dan kedalaman kompresi diberikan dengan adekuat dan memungkinkan full chest recoil antara kompresi

o Meminimalkan interupsi saat memberikan kompresi dadao Menghindari pemberian ventilasi yang berlebihan

Bantuan hidup jantung dasar merupakan gabungan pengamatan dan tindakan yang tidak terputus yang disebut “Chain of Survival” menggunakan rekomendasi yang dikeluarkan oleh AHA tahun 2010 yang dikenal dengan mengambil 3 rantai pertama dari 5 rantai kelangsungan hidup.

Page 3: Bantuan Hidup Dasar

Rantai Kelangsungan Hidup :1. Pengenalan kejadian henti jantung dan aktivasi sistem gawat darurat segera (Early Access)2. Resusitasi Jantung Paru segera (Early CPR)3. Defibrilasi segera (Early Defibrillation)4. Perawatan Kardiovaskular Lanjut yang efektif (Effective ACLS)5. Penanganan terintergrasi pascahenti jantung (Integrated Post Cardiac Arrest Care)

2. DefinisiBantuan hidup dasar adalah tindakan pertolongan medis sederhana yang dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung sebelum diberikan tindakan pertolongan medis lanjutan.

3. Tujuan Memberikan bantuan sirkulasi dan pernapasan yang adekuat sampai keadaan henti jantung teratasi atau sampai penderita dinyatakan meninggal

4. Henti napas dan henti jantungHenti napas adalah terhentinya pernapasan spontan disebabkan gangguan jalan napas, baik parsial maupun total atau karena gangguan di pusat pernapasan. Henti jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif. Keadaan tersebut bisa disebabkan oleh penyakit primer dari jantung atau penyakit sekunder non jantung. Henti jantung merupakan dua keadaan yang sering berkaitan, sehingga penatalaksanaanya tidak bisa terpisahkan.4.1. Penyebab henti napas1. Sumbatan jalan napas

Jalan napas dapat mengalami sumbatan total atau parsial. Sumbatan jalan napas total dapat menimbulkan henti jantung mendadak karena terhentinya suplai oksigen baik ke otak maupun ke miokard. Sumabatan jalan napas parsial umumnya lebih lambat menimbulkan keadaan henti jantung, namun usaha yang dilakukan tubuh untuk bernapas dapat menyebabkan kelelahan.Kondisi- kondisi yang menyebabkan sumbatan jalan napas :1. Benda asing ( termasuk darah )2. Muntahan3. Edema laring atau bronkus akibat trauma langsung pada wajah atau tenggorokan4. Spasme laring atau bronkus akibat radang atau trauma5. Tumor

2. Gangguan paruKondisi- kondisi paru yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi antara lain :1. Infeksi

Page 4: Bantuan Hidup Dasar

2. Aspirasi3. Aedema paru4. Kontusio paru5. Keadaan tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing seperti

pneumothoraks , hemato thoraks, efusi pleura.3. Gangguan neuromuskular

Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan kemampuan otot-otot utama pernapasan ( otot dinding dada, diafragma, dan oton interkostal ) untuk mengembangkempiskan paru antara lain :1. Myastenia gravis2. Sindroma guillian barre3. Sklerosis multiple4. Poliomyelitis5. Kiposkoliosis6. Distrofi muskular7. Penyakit motorneuron

4.2. Penyebab henti jantung Henti jantung dapat disebabkan karena primer atau sekunderKondisi primer penyebab henti jantung :1. Gagal jantung2. Tamponade jantung3. Miokarditis4. Kardiomiopati hipertrofi5. Fibrilasi ventrikel yang mungkin disebabkan oleh iskemia miokard,infark miokard, tersengat listrik, gangguan elektrolit atau konsumsi obat-obatan

4.3. Indikasi bantuan hidup dasar1. Henti jantung2. Henti napas3. Tidaksadarkan diri

4. Rangkaian (sekuens) bantuan hidup dasarRangkaian bantuan hidup dasar pada dasarnya dinamis, namun sebaiknya tidak ada langkah yang terlewatkan untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah algoritma bantuan hidup dasar berdasarkan 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovacular Care , yaitu :

Page 5: Bantuan Hidup Dasar

1. Response Pastikan situasi dan keadaan pasien dengan memanggil nama/sebutan yang umum dengan keras disertai menyentuh atau menggoyangkan bahu dengan mantap. Prosedur ini disebut sebagai teknik “touch and talk”. Hal ini cukup untuk membangunkan orang tidur atau merangsang seseorang untuk bereaksi. Jika tidak ada respon, kemungkinan pasien tidak sadar.

Jika pasien tidak berespon Berteriak minta tolong Atur posisi pasien. Sebaiknya pasien terlentang pada permukaan keras dan rata. Jika ditemukan tidak dalam posisi terlentang, terlentangkan pasien dengan ▫ teknik “log roll’, secara bersamaan kepala, leher dan punggung digulingkan. Atur posisi penolong. Berlutut sejajar dengan bahu pasien agar secara efektif dapat memberikan resusitasi jantung paru (RJP). Cek nadi karotis▫ nadi karotis sebagai mekanisme untuk menilai henti jantung Karena penolong sering mengalami kesulitan mendeteksi nadi. Jika dalam lebih dari 10 detik nadi karotis sulit dideteksi, kompresi dada harus dimulai.

▫ memegang leher penderita, cari trakea dg 2-3 jari, geser ke lateral sampai batas trakea dengan otot samping leher ( tempat lokasi arteri karotis berada )

Page 6: Bantuan Hidup Dasar

Anggap cardiac arrest jika pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas tapi tidak normal (hanya gasping)

2. a. Circulation (Sirkulasi)CompressionsBila tidak ada nadi

Mulai lakukan siklus 30 kompresi dan 2 ventilasi ▫ Lutut berada di sisi bahu korban

▫ Posisi badan tepat diatas dada pasien, bertumpu pada kedua tangan ▫ Letakkan salah satu tumit telapak tangan pada ½ sternum dan telapak tangan lainnya di atas tangan pertama dengan jari saling bertaut atau dua jari pada bayi ditengah dada

▫ Tekan dada lurus ke bawah dengan kecepatan setidaknya 100x/menit (hampir 2x/detik)

AHA Guideline 2010 merekomendasikan :1. Kompresi dada dilakukan cepat dan dalam (push and hard)2. Kecepatan adekuat setidaknya 100 kali/menit3. Kedalaman adekuat

a. Dewasa : 2 inchi (5 cm), rasio 30 : 2 (1 atau 2 penolong)b. Anak (1-8 tahun)

- Letakkan tumit satu tangan pada setengah bawah sternum, hindarkan jari-jari pada tulang iga anak

- Menekan sternum sedalam 2,5-4 cm (1/3 AP) kemudian lepaskan dengan kecepatan 100 kali permenit

- rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)

Page 7: Bantuan Hidup Dasar

c. Bayi : - Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di bawah garis intermammari - Menekan sternum sedalam 1,25 - 2,5 cm (1/3 AP) kemudian angkat tanpa melepas jari dari sternum, dengan kecepatan 100 kali per menit - rasio 30 : 2 (1 penolong) dan 15 : 2 (2 penolong)

4. Memungkinkan terjadinya complete chest recoil atau pengembangan dada Seperti semula setelah kompresi, sehingga chest compression time sama dengan waktu relaxation/recoil time.

2. b. Airway (Jalan Napas) Pastikan jalan napas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernapas

Bersihkan jalan napas- Amati suara napas dan pergerakan dinding dada- Cek dan bersihkan dengan menyisir rongga mulut dengan jari, bisa dilapisi dengan kasa

untuk menyerap cairan.- Dilakukan dengan cara jari silang ( cross finger ) untuk membuka mulut.

Page 8: Bantuan Hidup Dasar

Membuka jalan napas Secara perlahan angkat dahi dan dagu pasien (Head tilt & Chinlift) untuk buka jalan napas1. Head Tilt & Chin Lifta. Membaringkan korban terlentang pada permukaan yang datar dan kerasb. Meletakkan telapak tangan pada dahi pasienc. Menekan dahi sedikit mengarah ke depan dengan telapak tangand. Meletakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah dari tangan lainnya di bawah bagian ujung tulang rahang pasiene. Menengadahkan kepala dan menahan/menekan dahi pasien secara bersamaan sampai kepala pasien pada posisi ekstensi gambar2. Jaw Trusta. Membaringkan korban terlentang pada permukaan yang datar dan kerasb. Mendorong ramus vertikal mandibula kiri dan kanan ke depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, atau,c. Menggunakan ibu jari masuk ke dalam mulut korban dan bersama dengan jari-jari yang lain menarik dagu korban ke depan, sehingga otot-otot penahan lidah teregang dan terangkatd. Mempertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka Ambil benda apa saja yang telihat Pada bayi, posisi kepala harus normal Cek tanda kehidupan: respon dan suara napas Jangan mendongakkan dahi secara berlebihan, secukupnya untuk membuka jalan napas, karena bias berakibat cedera leher.AHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk :o Gunakan head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas pada pasien tanpa ada trauma

kepala dan leher. Sekitar 0,12-3,7% mengalami cedera spinal dan risiko cedera spinal meningkat jika pasien mengalami cedera kraniofasial dan/atau GCS <8o Gunakan jaw thrust jika suspek cedera servikalo Pasien suspek cedera spinal lebih diutamakan dilakukan restriksi manual (menempatkan 1 tangan di ditiap sisi kepala pasien) daripada menggunakan spinal immobilization devices karena dapat mengganggu jalan napas tapi alat ini bermanfaat mempertahankan kesejajaran spinal selama transportasiJika pasien bernapas Gulingkan ke arah recovery position Observasi secara regularJika tidak bernapas Berikan 2 x napas buatanMulut ke mulut/hidung Tutup hidung pasien Tiup ke dalam mulut pasien sekitar 1 detik Lihat adanya pengembangan dada pada tiap tiupan Beri tiupan yang kedua Bila melalui hidung, mulut pasien harus ditutup

Page 9: Bantuan Hidup Dasar

Bag Valve Mask Bisa digunakan secara efektif bila penolong minimal berdua Oksigen dapat diberikan hingga 85% kapasitas reservoir Prosedur :1. Memilih ukuran mask yang sesuai dengan pasien dan memasangnya pada wajah pasien2. Menghubungkan bag dengan mask, jika belum tersambung3. Meletakkan bagian yang menyempit (apeks) dari masker di atas batang hidung pasien dan bagian yang melebar (basis) diantara bibir bawah dan dagu4. Menstabilkan masker pada tempatnya dengan ibu jari dan jari teluntuk membentuk huruf “C”. Menggunakan jari yang lainnya pada tangan yang sama untuk mempertahankan ketepatan posisi kepala dengan mengangkat dagu sepanjang mandibula dengan jari membentuk huruf “E”5. Memberikan ventilasi dengan mengempiskan bag dengan menggunakan tangan lainnya6. Mengobservasi pengembangan dada pasien selama melakukan ventilasiAHA GuidelineAHA Guideline 2010 merekomendasikan untuk : Pemberian rescue breathing sama dengan rekomendasi AHA 2005, yaitu :1. Pemberian dilakukan sesuai tidal volume2. Rasio kompresi dan ventilasi 30:23. Setelah alat intubasi terpasang pada 2 orang penolong : selama pemberian RJP, ventilasi diberikan tiap 8-10 x/menit tanpa usaha sinkronisasi antara kompresi dan ventilasi. Kompresi dada tidak dihentikan untuk pemberian ventilasi Tidak menekankan pemeriksaan breathing karena penolong baik profesional maupun awam mungkin tidak dapat menentukan secara akurat ada atau tidaknya napas pada pasien tidak sadar karena jalan napas tdk terbuka atau karena pasien occasional gasping yg dpt terjadi pada beberapa menit pertama setelah henti jantung. Kembali tangan dan jari secapatnya ke tengah dada dan beri kompresi dan ventilasi berikutnya Lanjutkan 30 kompresi dan 2 siklus napas

Sesudah 5 siklus kompresi dan ventilasi kemudian pasien dievaluasi kembali. Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi dan bantuan nafas dengan rasio 30 : 2. Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakkan pasien pada posisi mantap ( recovery position) Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan nafas sebanyak 10- 12 x/menit dan monitor nadi setiap 2 menit. Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan Nafas tetap terbuka Jika mengalami kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang efektif, periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien serta perbaiki posisi tengadah kepala dan angkat dagu yang belum adekuat Bila pasien kembali bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar, ubah posisi pasien ke recovery position, bila pasien muntah tidak terjadi aspirasi .

Page 10: Bantuan Hidup Dasar

Waspada terhadap kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali, jika terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas buatan kembali Bila tersedia, gunakan Automated External Defibrillator (AED)

Komplikasi yang mungkin terjadi saat melakukan BHD :

1. Aspirasi regurgitasi2. Fraktur costae-sternum3. Pneumothoraks, hematothoraks, kontusio paru4. Laserasi hati atau limpa