balitbang-bulukumba.combalitbang-bulukumba.com/dokumen/jurnal/November 2018.pdf · Pemberdayaan...

98
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai 265 PENDAHULUAN Otonomi daerah secara substantif memberikan keleluasaan (discretionary power) dari pemerintahan pusat kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam mewujudkan perubahan tata kehidupan pemerintahan daerah yang berimplikasi pada terciptanya masyarakat madani (civil society) dengan mengutamakan prinsip-prinsip good governance dengan berbasis kepada nilai-nilai demokrasi, keadilan, transparansi, kejujuran (honesty), orientasi pada kepentingan publik, dan tanggung jawab kepada masyarakat (responsibility to public). Pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan suistainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TERTINGGAL MELALUI PEMANFAATAN IPTEK Baharuddin Patangngai *) Bidang Pembangunan Inovasi dan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba Email: [email protected],id Abstrak Penelitian ini didesain untuk dapat memetakan potensi dan permasalahan sumber daya lokal dalam peningkatan ekonomi desa, pemahaman tentang kebutuhan teknologi untuk peningkatan perekonomian desa dan menyusun strategi pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan teknologi untuk pengentasan kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ) untuk mengetahui ada tidaknya spesialisasi suatu wilayah untuk sektor-sektor tertentu. Dengan analisis LQ dimaksudkan untuk melihat sektor yang menjadi sektor basis dan sektor bukan basis, kemudian dilanjutkan analisa kedalam analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara average indeks location quetion sebagian wilayah desa masing-masing mempunyai potensi ekonomi unggulan dan jika mengacu pada hasil perhitungan rata-rata Location Quetion (LQ) subsektor pertanian di atas maka terdapat sebagian besar desa yang mempunyai kriteria pencapaian rata-rata perhitungan LQ nya lebih dari 1 (satu) atau LQ > 1. Kemudian dalam penelitian ini juga telah dihasilkan rekomendasi secara operasional terhadap pemanfaatan IPTEK dari sektor unggulan yang telah dipetakan. Kata kunci: Pemberdayaan Ekonomi, Desa tertinggal, IPTEK Abstract *) This study was designed to map the potential and problems of local resources in improving the rural economy, an understanding of the technology needs for rural economic development and rural economic development strategy through technological approach to poverty alleviation. The method used in this study is a Location Quotient (LQ) to determine whether there is an area of specialization for certain sectors. By LQ analysis intended to look at sectors which are the basis of sectors and sectors not base, then continued into the analysis of SWOT analysis. Results showed that the average index of location quetion most rural areas each having economic potential seed and if it refers to the results of the calculation of average Location quetion (LQ) subsector of agriculture at the top then there are many villages that have criteria for the achievement of the average calculation LQ is greater than one (1) or LQ> 1. Later in this study have also been generated operationally recommendation against the use of science and technology of leading sectors that have been mapped. Keywords: eywords: Economic Empowerment, Rural lagging, Science and Technology

Transcript of balitbang-bulukumba.combalitbang-bulukumba.com/dokumen/jurnal/November 2018.pdf · Pemberdayaan...

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai 265

PENDAHULUAN Otonomi daerah secara substantif memberikan keleluasaan (discretionary power) dari pemerintahan pusat kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam mewujudkan perubahan tata kehidupan pemerintahan daerah yang berimplikasi pada terciptanya masyarakat madani (civil society) dengan mengutamakan prinsip-prinsip good governance dengan berbasis kepada nilai-nilai demokrasi, keadilan, transparansi, kejujuran (honesty), orientasi pada kepentingan publik, dan tanggung jawab kepada masyarakat

(responsibility to public). Pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan suistainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan prasyarat utama serta dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TERTINGGAL MELALUI PEMANFAATAN IPTEK

Baharuddin Patangngai *)

Bidang Pembangunan Inovasi dan Teknologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah

(Balitbangda) Kabupaten Bulukumba

Email: [email protected],id

Abstrak

Penelitian ini didesain untuk dapat memetakan potensi dan permasalahan sumber daya lokal dalam peningkatan ekonomi desa, pemahaman tentang kebutuhan teknologi untuk peningkatan perekonomian desa dan menyusun strategi pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan teknologi untuk pengentasan kemiskinan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ) untuk mengetahui ada tidaknya spesialisasi suatu wilayah untuk sektor-sektor tertentu. Dengan analisis LQ dimaksudkan untuk melihat sektor yang menjadi sektor basis dan sektor bukan basis, kemudian dilanjutkan analisa kedalam analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara average indeks location quetion sebagian wilayah desa masing-masing mempunyai potensi ekonomi unggulan dan jika mengacu pada hasil perhitungan rata-rata Location Quetion (LQ) subsektor pertanian di atas maka terdapat sebagian besar desa yang mempunyai kriteria pencapaian rata-rata perhitungan LQ nya lebih dari 1 (satu) atau LQ > 1. Kemudian dalam penelitian ini juga telah dihasilkan rekomendasi secara operasional terhadap pemanfaatan IPTEK dari sektor unggulan yang telah dipetakan. Kata kunci: Pemberdayaan Ekonomi, Desa tertinggal, IPTEK

Abstract *)

This study was designed to map the potential and problems of local resources in improving the rural economy, an understanding of the technology needs for rural economic development and rural economic development strategy through technological approach to poverty alleviation. The method used in this study is a Location Quotient (LQ) to determine whether there is an area of specialization for certain sectors. By LQ analysis intended to look at sectors which are the basis of sectors and sectors not base, then continued into the analysis of SWOT analysis. Results showed that the average index of location quetion most rural areas each having economic potential seed and if it refers to the results of the calculation of average Location quetion (LQ) subsector of agriculture at the top then there are many villages that have criteria for the achievement of the average calculation LQ is greater than one (1) or LQ> 1. Later in this study have also been generated operationally recommendation against the use of science and technology of leading sectors that have been mapped. Keywords: eywords: Economic Empowerment, Rural lagging, Science and Technology

266 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. (Mardikanto, 2014:92). Kemampuan masyarakat yang minim dalam mengakses sumber-sumber ekonomi menjadi penyebab terisolasinya masyarakat dan berdampak pada rendahnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat perdesaan secara umum. dengan demikian diperlukan perencanaan pembangunan dan formulasi dan strategi kebijakan pembangunan yang terintegrasi terutama menyangkut strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal melalui pemanfataan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui perencanaan pembangunan dan formulasi kebijakan pembangunan yang terintegrasi diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan pembangunan yang dihadapi sehingga dapat dirumuskan program-program pembangunan berdasarkan analisis potensi ekonomi yang dimiliki. Daerah tertinggal merupakan suatu kondisi dimana terdapat perbedaan tingkat perkembangan yang terjadi antara daerah satu dengan daerah lainya. Sejalan dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 Tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal pada pasal 6 diatur tentang ketentuan penetapan daerah tertinggal, pemerintah mengidentifikasi ada 183 daerah tertinggal di Indonesia pada masa pembangunan lima tahun tahap dua (2010-2014). Daerah tertinggal ini semuanya terbesar di 34 kabupaten Daerah Otonom Baru. Pada periode pembangunan lima tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2004-2009, ada 199 daerah tertinggal dan dengan program RPJMN 2004-2009 sebanyak 50 diantaranya telah keluar dari daftar daerah tertinggal. Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional di Indonesia adalah wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten. Hal ini sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah Kabupaten. Penelitian ini dirancang untuk dapat memetakan potensi dan permasalahan sumber daya lokal dalam peningkatan ekonomi desa, pemahaman tentang kebutuhan teknologi untuk peningkatan perekonomian desa dan menyusun strategi pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan teknologi untuk pengentasan kemiskinan, maka Pemerintahan Kabupaten Bulukumba kajian tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal melalui pemanfaatan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

PERUMUSAN MASALAH

a) Adanya potensi ekonomi lokal yang terdapat di desa tertinggal

b) Masih terdapatnya permasalahan sumber daya lokal desa tertinggal

c) Belum adanya strategi pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan dan pemanfaatan teknologi

TUJUAN

1. Memetakan potensi dan permasalahan sumber daya lokal dalam peningkatan ekonomi desa.

2. Pemahaman tentang kebutuhan teknologi untuk peningkatan perekonomian desa

3. Menyusun strategi pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan teknologi untuk pengentasan kemiskinan.

KAJIAN TEORI

Pembangunan Mengenai definisi dan istilah

pembangunan itu sendiri, menurut Riyadi dalam Aprillia Theresia2 (2014:2) mengemukakan bahwa “Pembangunan adalah suatu usaha atau proses perubahan demi tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu masyarakat (dan individu-individu di dalamnya) yang berkehendak dan melaksanakan program itu”. Sedangkan menurut Todaro3 (1997:25) mengemukakan “pembangunan juga merupakan proses multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan yang penting dalam suatu struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolut”. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan-perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri.

Dalam pengertian pembangunan para ahli memberikan berbagai macam definisi tentang pembangunan, namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa “pembangunan merupakan suatu proses yang berarti suatu kegiatan yang terus menerus dilaksanakan”. Siagian4 1994:3 memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Nation building)”. Adapun

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai 267

Ginanjar Kartasasmita5 (1997:9) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu: “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Partisipasi Masyarakat

Dalam kamus sosiologi, partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri (Mardikanto 2010). Menurut Wibowo (2011), partisipasi rakyat merupakan prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan di Indonesia. Namun hal ini belum menjadi perhatian utama karena di lapangan masih terdapat hambatan yaitu belum dipahaminya konsep partisipasi yang sebenarnya oleh pihak perencana dan pihak pembangunan. Kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi menurut Ife dan Tesoriero7 (2008) adalah sebagai berikut: 1) Mereka akan ikut berpartisipasi apabila

mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting.

2) Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.

3) Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

4) Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya.

5) Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat

Menurut Ginanjar Kartasasmita, konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian “pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada masyarakat (community-based development). Pembangunan partisipatif mempunyai kaitan yang erat dengan pemberdayaan masyarakat, dimana pada pembangunan partisipatif diperlukan upaya dan langkah-langkah untuk mempersiapkan masyarakat guna memperkuat kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan yang berkelanjutan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Upaya tersebut merupakan salah satu wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat (Sumaryadi, 2005:111).

Masyarakat Desa Tertinggal Ketertinggalan (underdevelopment)

bukan merupakan sebuah kondisi dimana tidak terdapat perkembangan (absence of development), karena pada hakikatnya, setiap manusia atau kelompok manusia akan melakukan sebuah usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya walaupun itu hanya sedikit. Ketertinggalan merupakan sebuah kondisi suatu wilayah dengan wilayah lainya atau apabila kita membandingkan tingkat perkembangan suatu wilayah dengan wilayah lainya. daerah tertinggal secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut (1) biasanya berada di kawasan pedesaan, (2) rendahnya sumberdaya yang dimiliki (SDM dan Sumberdaya Alam); (3) memiliki struktur pasar yang kecil dan tidak efektif; (4) rendahnya standar hidup; dan (5) sangat jauh dari wilayah pembangunan negara. Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (Iptek)

Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia, yaitu bagian dari sejarahnya yang meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi menurut berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain, teknologi mengandung dua dimensi yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya. IPTEK adalah akronim dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana dari akronim tersebut mempunyai artinya sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun Teknologi. Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika.Ilmu dipandang sebagai proses, karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok. Ilmu sebagai produk, artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.

268 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Subjek Penelitian Kegiatan kajian Pemberdayaan Ekonomi

Masyarakat Desa Tertinggal Melalui Pemanfaatan IPTEK dilaksanakan di Kabupaten Bulukumba. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data skunder. Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan pada saat melaksanakan penelitian di lapangan berupa wawancara, pengamatan langsung melalui komunikasi yang tidak secara langsung tentang pokok masalah. Sedangkan data sekunder adalah data yang merupakan hasil pengumpulan orang atau instansi dalam bentuk publikasi, laporan, dokumen, dan buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan secara tidak tersruktur dan mendalam pada informan yang mempunyai kapasitas dan kompetensi terhadap permasalahan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara tidak terstruktur adalah jenis wawancara dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Observasi atau biasa dikenal dengan pengamatan adalah salah satu metode untuk melihat bagaimana suatu peristiwa, kejadian, hal-hal tertentu terjadi. Observasi menyajikan gambaran rinci tentang aktivitas program, proses dan peserta. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung untuk mencocokkan data dan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya di lapangan pada saat dimensi tertentu. Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan beberapametode analisis yaitu:

1. Analisis SWOT Model analisis SWOT yang

digunakan dalam penelitian ini adalah yang diperkenalkan oleh Rangkuti tahun 1997. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan

(Strenghts) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats) (Rusdarti, 2010). Analisis SWOT atau juga dikenal sebagai analisis situasi yaitu suatu analisis untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi atau kebijakan pada suatu sektor ekonomi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan-kelemahan (weakeness) dan ancaman (threats).

Dalam melakukan proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan engembangan misi, tujuan, strategi dan kebijaksanaan. Dengan demikian perencanaan strategi (strategic lanning) harus menganalisis faktor-faktor strategis yang dimiliki (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada pada saat ini. Sehingga analisis SWOT juga dikenal dengan analisis situasi baik secara internal maupun eksternal. Strenght (S) Tentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal Weaknesses (W) Tentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal Opportunities (O) Tentukan faktor peluang Eksternal Strategi (SO) Ciptakan Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi (WO) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Threats (T) Tentukan faktor ancaman eksternal Strategi (ST) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

2. Analisis Location Quotient (LQ)

Metode analisis Location Quotient (LQ) merupakan alat analisis untuk mengetahui ada tidaknya spesialisasi suatu wilayah untuk sektor (industri) tertentu. Dengan analisis LQ dimaksudkan untuk melihat sektor yang menjadi sektor basis dan sektor bukan basis, sehingga daerah melihat keunggulan sektor yangdapat dijual dan dikembangkan untuk mendorong perekonomian di daerah atau kabupaten. Sektor basis adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke luar batas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sektor non basis merupakan

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai 269

kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang bertempat tinggal didalam batas-batas perekonomian wilayah tersebut. Disamping itu, teori ini juga dapat digunakan sebagai indikasi dampak pengganda (multiplier effect) bagi kegiatan perekonomian suatu wilayah. (Ambardi & Socia, 2002).

Hasil perhitungan dengan klasifikasi sebagai berikut: - Jika nilai LQ > 1, maka wilayah j untuk

sektor i ada spesialisasi (tingkat spesialisasi wilayah >tingkat spesialisasi nasional)

- Jika nilai LQ = 1, maka wilayah j > untuk sektor i ada spesialisasi (tingkat spesialisasi wilayah =tingkat spesialisasi nasional)

- Jika nilai LQ < 1, maka wilayah j untuk sektor i tidak ada spesialisasi (tingkat spesialisasiwilayah < tingkat nasional).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a) Hasil Analisis Location Quetion

Kriteria indeks LQ > 1 adalah kriteria yang menggambarkan identifikasi potensi ekonomi unggulan yang terdapat di suatu wilayah sekaligus menjelaskan bahwa sektor-sektor tersebut merupakan sektor basis atau menjadi sumber pertumbuhan, keunggulan komparatif dan hasilnya tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan akan tetapi juga dapat diekspor ke luar wilayah.

b) Hasil Analisis SWOT

Pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal melalui pemanfaatan Iptek merupakan salah satu upaya dalam memanfaatkan peluang dan tantangan dalam mendorong dan menumbuhkan ekonomi masyarakat. Potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Bulukumba cukup beragam akan tetapi masih terbatas dalam pengelolaannya dikarenakan masih terbatasnya aksebilitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi, minimnya infrastruktur pendukung, minimnya pengetahuan manajeman usaha, terbatasnya bimbingan dan pelatihan bagi masyarakat, pola orientasi masyarakat yang masih minim dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan minimnya pemanfaatan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berikut ini akan diuraikan analisis masing-masing desa berdasarkan analisa SWOT:

1. Kecamatan Rilau Ale Perumusan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 1

STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA KECAMATAN

RILAU ALE KABUPATEN BULUKUMBA

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan sumber daya alam yang tersedia dan jaminan pemerintah untuk investasi

2. Peningkatan bidang bioteknologi

1. Pengenalan teknologi tepat guna kepada petani/masyarakat

2. Pengembangan diversifikasi usaha pertanian

STRATEGI

ST WT 1. Memanfaatkan

kebijakan pemerintah yang mendukung usaha tani dalam mendorong kemandirian petani

2. Pemanfaatan fungsi lahan sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah

1. Optimalisasi lembaga ekonomi seperti koperasi dan BUMDes

2. Peningkatan produktivitas kelompok tani melalui ilmu pengetahuan dan teknologi budidaya dan pembibitan untuk menekan biaya produksi

2. Kecamatan Herlang

Perumusan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

270 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

TABEL 2 STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DESA KECAMATAN HERLANG KABUPATEN BULUKUMBA

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan potensi lahan yang tersedia tersedia dengan memanfaatkan waktu luang petani

2. Memanfaatkan iklim yang mendukung dalam memenuhi permintaan pasar

1. Bimbingan teknis kepada petani dalam pengolahan pertanian dalam mendorong keterampilan petani

2. Pemanfaatan lahan potensial secara optimal dengan memanfaatkan waktu luang petani yang tinggi

STRATEGI ST WT

1. Memanfaatkan kebijakan sektor pertanian dalam mendorong kemandirian petani

2. Pemanfaatan fungsi lahan potensial dalam meningkatkan produksi

1. Optimalisasi lembaga ekonomi seperti koperasi dan BUMDes

2. Peningkatan produktivitas kelompok tani melalui ilmu pengetahuan dan teknologi budidaya dan pembibitan untuk menekan biaya produksi

3. Kecamatan Kajang Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 3

STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA KECAMATAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan semangat kerja yang tinggi dalam memenuhi permintaan pasar

2. Memanfaatkan potensi sumber daya alam untuk pengembangan sektor agro industri

1. Mengoptimalkan penyuluhan kepada petani dalam mengantisipasi perdagangan bebas

2. Meningkatkan diversifikasi produk dan pengembangan agro industri

STRATEGI ST WT

1. Peningkatan keberdayaan dan kemandirian petani melalui peningkatan SDM petani

2. Pemanfaatan fungsi lahan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

1. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam mengatasi serangan hama pertanian 2. Penyediaan

infrastruktur

4. Kecamatan Bontotiro

Perumusan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 4 STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DESA KECAMATAN BONTOTIRO KABUPATEN BULUKUMBA

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan iklim daerah tropis melalui pengembangan bioteknologi tanaman

2. Memanfaatkan kebijakan pemerintah daerah

1. Menyediakan bantuan permodalan kepada petani dalam memanfaatkan pengembangan pertanianyang mendukung dalam mengembangkan informasi dan teknologi

2.Memanfaatkan

teknologi yang modern melalui informasi dan teknologi

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai 271

STRATEGI ST WT

1. Memanfaatkan kebijakan daerah yang mendukung dalam mengatasi alih fungsi lahan

2. Memanfaatkan ketersediaan bahan baku dalam mengatasi serangan hama pertanian dan perkebunan

1. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam mengatasi serangan hama pertanian

2. Penyediaan sarana dan prasarana dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

5. Kecamatan Kindang Perumusan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan enggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 5 STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DESA KECAMATAN KINDANG KABUPATEN BULUKUMBA

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan sumber daya alam ekonomi yang tersedia dalam memanfaatkan kemajuan bidang bioteknologi tanaman

2. Memanfaatkan kebijakan pemerintah daerah dalam memenuhi permintaan pasar.

1. Mendirikan lembaga BUMDes/ koperasi untuk mendorong kemandirian petani

2. Pengenalan teknologi tepat guna kepada petani/masyarakat untuk mengantisipasi serangan hama

STRATEGI ST WT

1. Memanfaatkan kebijakan pemerintah yang mendukung usaha tani dalam mendorong kemandirian petani

2. Pemanfaatan fungsi lahan sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah

1. Pemanfaatan lahan secara optimal dalam mengantisipas alih fungsi lahan

2. Peningkatan produktivitas kelompok tani melalui ilmu pengetahuan dan teknologi budidaya dan pembibitan untuk menekan biaya produksi

6. Kecamatan Gantarang Perumusan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 6 STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DESA KECAMATAN GANTARANG

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan potensi lahan yang tersedia dengan memanfaatkan bantuan bibit dan pupuk

2. Memanfaatkan kebijakan pertanian untuk memenuhi permintaan pasar

1. Memanfaatkan jaringan pemasaran melalui pengembangan koperasi

2. Bimbingan teknis kepada petani dalam pengolahan pertanian dalam mendorong keterampilan petani

STRATEGI ST WT

1. Memanfaatkan kebijakan sektor pertanian dalam mendorong kemandirian petani

2. Pemanfaatan fungsi lahan potensial dalam meningkatkan produksi

1. Bimbingan teknis dan penyuluhan kepada petani untuk mengurangi dan mengantisipasi serangan hama

2. Optimalisasi dukungan pemerintah dalam membuka akses pemasaran

7. Kecamatan Ujungloe

Perumusan strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 7 STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DESA KECAMATAN UJUNGLOE KABUPATEN BULUKUMBA

272 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

STRATEGI SO WO

1. Memanfaatkan potensi sumber daya alam untuk pengembangan sektor agro industri

2. Mengoptimalkan iklim yang mendukung untuk produk unggulan dengan upah tenaga kerja murah

1. Mengoptimalkan penyuluhan kepada petani dalam mengantisipasi perdagangan bebas

2. Meningkatkan diversifikasi produk dan pengembangan agro industri

STRATEGI ST WT

1. Memanfaatkan semangat kerja yang tinggi untuk meningkatkan kemandirian petani

2. Pemanfaatan fungsi lahan sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah

1. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam mengatasi serangan hama pertanian

2. Penyediaan infrastruktur untuk mengantisipasi alih fungsi lahan

8. Kecamatan Bulukumpa Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis, hasil generating dari matriks SWOT diuraikan pada tabel berikut ini :

TABEL 8 STRATEGI PEMBERDAYAAN EKONOMI

MASYARAKAT DESA KEC. BULUKUMPA KABUPATEN BULUKUMBA

STRATEGI SO WO

1. Mengoptimalkan iklim daerah tropis melalui pengembangan bioteknologi tanaman

2. Memanfaatkan kebijakan pemerintah daerah yang mendukung dalam mengembangkan informasi dan teknologi

1. Menyediakan bantuan permodalan kepada petani dalam memanfaatkan pengembangan pertanian

2. Memanfaatkan teknologi yang modern melalui informasi dan teknologi

STRATEGI ST WT

1. Memanfaatkan kebijakan daerah yang mendukung dalam mengatasi alih fungsi lahan 2. Memanfaatkan

ketersediaan bahan baku dalam mengatasi serangan hama pertanian dan perkebunan

1. Pemberian penyuluhan kepada petani dalam mengatasi serangan hama pertanian 2. Penyediaan sarana dan prasarana dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

SIMPULAN

Setelah melakukan serangkaian analisis dengan berbagai pendekatan, dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan potensi ekonomi lokal, permasalahan sumber daya lokal dan strategi pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan dan pemanfaatan teknologi yaitu sebagai berikut :

Kecamatan Bulukumpa 1) Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal yang dimiliki adalah sektor pertanian dimana hamper sebagian besar kepala keluarga pencaharian sebagai petani dengan didukung oleh kelompok tani, keunggulan sumber daya manusia yang dimiliki terutama usia produktif dan perkebunan serta sektor ladang. Potensi ekonomi unggulan adalah sektor buah-buahan manggis, yang artinya sektor buah-buahan merupakan sektor basis yaitu sektor yang mempunyai nilai potensi ekonomi tinggi, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat secara mandiri dan dapat diekspor.

2) Permasalahan Sumber Daya Lokal Sedangkan permasalahan sumber daya lokal masih tradisionalnya pengelolaan pertanian dan perkebunan, masih terbatasnya pasokan sumber air irigasi untuk lahan pertanian dan masih terbatasnya akses pemasaran hasil-hasil pertanian dan perkebunan disebabkan karena akses jalan dan jarak tempuh yang cukup jauh.

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil kajian yang telah diuraikan sebelumnya, maka kami merekomendasikan sebagai berikut : 1. Keputusan strategis yang dapat segera

dilaksanakan sesuai dengan analisis Location Quetion dan metode analisis

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai 273

SWOT adalah strategi dan rekomendasi kebijakan program pengembangan yang dapat diinisiasi oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan dinas-dinas terkait, pemerintah kabupaten, pemerintah kecamatan dan pemerintah desa dalam hal peningkatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah penyediaan kebutuhan Iptek dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan pangan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.

2. Kebijakan dan rekomendasi strategis sebagai aspek pendukung dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat desa adalah pembangunan infrastruktur jalan lingkungan dan poros desa di setiap desa dan kecamatan yang menjadi locus kajian untuk mendorong produktivitas dan akses pemasaran transportasi dari lokasi produksi ke pasar atau luar wilayah desa/kecamatan.

3. Pemerintah Kabuapten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan bersama stakeholder lainnya berupaya mengintegrasikan konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat desa dan program-program pembangunan sebagai bagian dari strategi pembangunan pemerintahan provinsi Banten dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Ginanjar Kartasasmita, Ginanjar, 1997, Administrasi Pembangunan. Jakarta, LP3ES

Ife J, Tesoriero F. 2008. Alternatif pengembangan masyarakat di era globalisasi community development. Yogyakarta [ID]:Pustaka Pelajar

Mardikanto T dan Soebiato P, 2013, Pemberdayaan Masyarakat. Bandung, Alfabeta

Michael, Todaro, 1977, Pembangunan ekonomi di dunia Ketiga, Jakarta Erlangga

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reoriantasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Cetakan Keduabelas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Siagian, Sondang P, 1994, Administrasi Pembangunan, Jakarta, Gunung Agung

Sumaryadi, I Nyoman, 2005, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Citra Utama

Sumaryadi, I Nyoman, 2005, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Citra Utama

Theresia, Aprillia, at al, 214, Pembangunan Berbasis Masyarakat Bandung, Alfabeta

Wibowo R. 2011. Pendekatan partisipatif masyarakat terhadap implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

274 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Ttabela) Macceiyya, Jamaluddin Al Afgani 275

PENDAHULUAN

Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang strategis dan menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian, sampai saat ini usahatani padi di Indonesia masih menjadi tulang punggung perekonomian pedesaan Budianto (2003). Dengan ini Dinas Pertanian bekerja sama dengan penyuluh pertanian mencari suatu cara terbaru untuk meningkatkan produksi pertanian dengan cara meningkatkan nilai jual atau kualitas produksi pertanian karena mampu meningkatkan kesejahteraan petani (Baharsjah, 2005)

Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan potensi produksi yang diperoleh oleh petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga penerapan teknologinya setengah-setengah (Prasetyo, 2002). Produksi padi di Indonesia setiap tahun memang terus mengalami peningkatan, namun laju pertumbuhan produksi padi setiap tahun semakin menurun. Hal ini karena peningkatan

ANALISIS PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH DENGAN SISTEM TANAM BENIH LANGSUNG (TABELA)

Dra. Macceiyya, MM1, Jamaluddin Al Afgani, S.Pd.,MP2 *)

Widyaiswara Ahli Madya BBPP Batangkaluku1 Widyaiswara Ahli Muda BBPP Batangkaluku2

Kementerian Pertanian, Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa pendapatan usahatani padi sawah dengan menggunakan sistem tanam benih langsung (Tabela). Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa desa Cabeng kecamatan Dua Boccoe merupakan salah satu desa yang petaninya masih banyak yang menerapkan sistem tanam benih langsung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani padi sawah yang mengggunakan sistem tanam benih langsung di desa Cabeng kecamatan Dua Boccoe dengan metode sensus dimana didapatkan jumlah hamparan lahan dan sampel sebanyak 30 orang petani yang menggunakan sistem Tabela. Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum usaha tani padi dan keragaan usahatani padi dengan sistem tanam benih langsung di daerah penelitian. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui pendapatan petani yang menggunakan sistem tanam benih langsung. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa produksi sebesar 3.307 kg ha-1 dan jumlah penerimaan rata-rata sebesar Rp 14.148.000 ha-1 dengan biaya produksi usahatani sebesar Rp. 7.138.355 ha-1 dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 7.009.645 ha-1.

Kata kunci: Analisa Usaha, Padi, Tanam benih langsung.

Abstract *)

This study aims to determine how much income for rice farming using direct seed planting systems (Tabela). Location determination was done purposively with the consideration that Cabeng village in Dua Boccoe sub-district was one of the villages where many farmers still applied direct seed planting systems. The population in this study were all rice paddy farmers who used the direct seed planting system in Cabeng village in Dua Boccoe sub-district using a census method wherein the total expanse of land and a sample of 30 farmers using the Tabela system were obtained. Analysis of the data used in research is qualitative and quantitative analysis. Qualitative analysis was used to determine the general description of rice farming and the performance of rice farming with a direct seed planting system in the study area. While the quantitative analysis was conducted to determine the income of farmers who use the direct seed planting system. Based on the results of the study, it can be seen that the production of 3,307 kg ha-1 and the average amount of receipts of Rp. 14,148,000 ha-1 with farming production costs of Rp. 7,138,355 ha-1 with an average income of Rp. 7,009,645 ha-1. Keywords: Business Analysis, Paddy, direct seed planting

276 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

produksi padi tidak terjadi secara signifikan. Diketahui produksi padi nasional pada tahun 2011 hingga tahun 2015 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 produksi sebesar 65,7 juta ton meningkat hingga 69,05 juta ton pada tahun 2012 hingga tahun 2013 produksi terus mingkat dengan hasil produksi sebesar 71,28 juta ton. Akan tetapi pada tahun 2014 produksi padi sebanyak 70,85 juta ton, atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63%) dibandingkan dengan tahun 2013. Penurunan produksi padi terjadi karena penurunan luas panen seluas 41,61 ribu hektar (0,30%) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 Ku/Ha (BPS, 2015). Akibat penurunan produksi, jumlah tersebut masih jauh dari pemenuhan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah (BPS, 2015).

Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe merupakan salah satu dari daerah di kabupaten Bone yang masih banyak menerapkan sistem tanam benih langsung (Tabela) dengan cara dihambur. Padahal, saat ini pemerintah sedang menggiatkan peningkatan produksi pangan, khususnya tanaman padi dengan meperkenalkna paket teknologi yang dianggap mampu meningkatkan produksi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktivitas yaitu dengan penerapan sistem tanam legowo. Sistem tanam legowo merupakan sistem pertanaman dari inovasi teknologi pertanian yang telah diberikan oleh pemerintah guna untuk membantu meningkatkan produktivitas padi (Budianto, 2003).

Diperkirakan dengan adanya sistem tanam legowo, produktifitas padi dapat meningkat dengan cara meningkatkan jumlah populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam. Selain itu sistem tanam legowo mengatur tanaman dengan menempatkan semua baris tanaman berada di pinggir barisan, sehingga tanaman memperoleh cahaya matahari dan sirkulasi udara lebih baik. Dengan demikian, maka jumlah anakan akan lebih banyak, malai lebih bagus dan bulir padi lebih banyak sehingga produktivitas meningkat. Di Kabupaten Bone merupakan daerah yang memiliki luas lahan padi sawah yang paling luas di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam pembangunan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Petani adalah individu yang melakukan usahatani. Usaha tani yang dimaksud yaitu berupa usaha yang dilakukan oleh petani pemilik, penggarap atau penyewa lahan pada

sebidang tanah yang dikuasainya, tempat petani mengelola input produksi yang tersedia dengan segala pengetahuan dan kemampuannya untuk memperoleh hasil (Purnomo, 2007). Penyebab rendahnya produktivitas petani dikarenakan berbagai faktor, salah satunya yaitu pengaturan jarak tanam yang salah. Jarak tanam yang digunakan mempengaruhi tinggi rendahnya produksi dan produktivitas (Rahardjo, 1999), lebih lanjut dinyatakan bahwa jumlah produksi dan produktivitas dapat diketahui setelah adanya hasil yang dicapai yaitu melalui panen berikutnya, dimana antara perbedaan pendapatan yang diterima oleh petani dapat dilihat dari pendapatan yang diperoleh setelah menghitung biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan selama dalam proses produksi (Rahardjo, 1999).

Pendapatan adalah keuntungan atau hasil yang diperoleh petani dari hasil produksinya. Seorang petani dapat memperoleh keuntungan atau profit yang maksimum asalkan petani melakukan tindakan dengan cara meningkatkan hasil produksinya (Mubyarto, 1995). Pendapatan merupakan salah satu faktor ekonomi yang paling penting bagi petani. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam mengelola usahataninya meliputi biaya pembelian pupuk dan pestisida, biaya peralatan produksi serta upah tenaga kerja. Perbedaan produksi dengan biaya produksi menyebabkan keuntungan yang diperoleh setiap petani berbeda.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu : Berapakah pendapatan usahatani padi dengan menggunakan sistem tanam benih langsung (Tabela)?

Tujuan dan Kegunaan

A. Tujuan Untuk mengetahui berapa

pendapatan usahatani padi sawah dengan menggunakan sistem tanam benih langsung (Tabela).

B. Kegunaan 1. Sebagai bahan informasi bagi

pengambil keputusan dalam pengembangan penerapan teknologi baru.

2. Sebagai bahan referensi atau sumber informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Ttabela) Macceiyya, Jamaluddin Al Afgani 277

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Oktober –Desember 2017 di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone merupakan salah satu lokasi yang petaninya masih menerapkan sistem tanam benih langsung. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dan dianalisis secara kuantitatif. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani padi sawah yang mengggunakan sistem tanam benih langsung di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone dengan metode sensus dimana didapatkan jumlah populasi dan sampel sebanyak 30 orang petani yang menggunakan sistem tanam benih langsung. Menurut Arikunto (2002) bahwa populasi yang besar (di atas 100) dapat ditarik sampel sebesar 10%-15% atau 20%-25% atau lebih, dan apabila kurang dari 100 maka seluruhnya dapat diambil sebagai sampel.

Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Observasi yaitu melakukan pengamatan

langsung di lapangan. 2. Wawancara yaitu pengumpulan data yang

dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani padi dengan sistem tanam benih langsung.

3. Kuisioner yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan daftar- daftar pertanyaan yang telah disusun sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis kualititatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum usaha tani padi dan keragaan usahatani padi dengan sistem tanam benih langsung di daerah penelitian. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui mengenai struktur biaya dan

analisis pendapatan petani yang menggunakan sistem tanam benih langsung.

Analisis pendapatan digunakan untuk menggambarkan faktor keuntungan usaha. Pendapatan dapat didefenisikan sebagai selisih antara penerimaan total dengan biaya total (Soekartawi, 1997) dapat dirumuskan sebagai berikut. Rumus analisis pendapatan :

Pd = TR – TC TR = Y . Py TC = FC + VC

Keterangan: Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost) FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variabel cost) Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu

usahatani Py = harga Y HASIL DAN PEMBAHASAN

Karateristik Responden

Umur Responden Umur merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kemampuan kerja dan produktifitas seseorang. Seseorang akan mengalami peningkatan kemampuan kerja seiring dengan meningkatnya umur, akan tetapi selanjutnya akan mengalami penurunan kamampuan kerja pada titik umur tertentu. Berdasarkan hal tersebut maka dikenal adanya umur produktif dan umur nonproduktif. Umur produktif adalah umur dimana seseorang memiliki kemampaun untuk menghasilkan produk maupun jasa. Chamdi (2003) mengemukakan bahwa usia produktif 20 – 45 tahun masih memiliki semangat yang tinggi dan mudah mengadopsi hal-hal baru. Berbeda dengan petani yang telah berusia lanjut (di atas 50 tahun) Soekartawi (2003) dalam bukunya menyatakan bahwa mereka yang berusia lanjut cenderung fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya.

Berikut gambaran responden petani sawah tanam benih langsung di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe berdasarkan umur.

278 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Sumber : data Primer Setelah Diolah 2018

Umur seseorang akan sangat berpengaruh terhadap aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhanya sehari-hari. Sesuai hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner, dan hasil kuisioner sampel yang diteliti menunjukkan bahwa yang termasuk dalam kategori usia produktif sekitar 20-45 tahun adalah 46,66% sedangkan usia di atas 45 tahun adalah 53,34%. Hal ini menunjukkan bahwa potensi SDM untuk menerima inovasi teknologi.

Pendidikan Responden

Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan akan semakin berkembang (Siregar 2009).

Tingkat pendidikan responden petani tanam benih langsung di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe sebagai berikut :

Sumber : data Primer Setelah Diolah 2018

Peranan pendidikan bagi suatu daerah sangat menentukan dalam rangka mencapai kemajuan di bidang kehidupan utamanya peningkatan kesejahteraan petani. Pendidikan memperkuat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan kebutuhan keluarga melalui peningkatan produktivitas dan potensi untuk mencapai standar hidup yang tinggi. Kenyataan membuktikan bahwa pendidikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dengan demikian memungkinkan sasaran lain dari pembangunan yang akan dicapai. Dalam kaitan itu tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator dari kualitas petani.

Hasil Analisis di Wilayah Penelitian

Salah satu aspek yang diperlukan untuk mengetahui produksi dan pendapatan petani padi sawah di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe adalah melalui wawancara terhadap petani atau responden, dalam hal ini adalah masyarakat yang berprofesi sebagai petani yang menggunakan sistem tanam tanam benih langsung.

Luas Lahan Yang Ditanami Padi Sistem Tanam benih langsung

Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu merupakan luas areal persawahan yang akan ditanami padi sistem tanam benih langsung. Pada umumnya lahan sawah merupakan lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang saluran untuk menahan atau menyalurkan air yang biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang darimana diperolehnya atau status tanah tersebut. Semua lahan pertanian yang dimiliki petani di Desa Cabeng adalah miliknya sendiri sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan.

Sumber : data Primer Setelah Diolah 2018 Berdasarkan tabel 5 diatas diketahui

bahwa luas lahan responden petani tanam benih langsung di Desa Cabeng adalah untuk petani

Tabel 1. Karateristik Responden berdasarkan Umur

No. Kalsifikasi Umur (Tahun)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 21 – 30 3 10 2 31 – 40 4 13,33 3 41 – 45 7 23,33 4 46 – 60 11 36,67 5 > 60 5 16,67

Jumlah 30 100

Tabel. 4 Karateristik responden Berdasarkan

Pendidikan

No. Kalsifikasi Pendidikan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 SD 10 33,33 2 SMP 9 30,00 3 SMA 6 20,00 4 PT 5 16,67

Jumlah 30 100

Tabel 5. Luas Lahan masing-masing Responden

No. Luas Lahan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 < 1 Ha 19 63,33 2 1-2 Ha 5 16,67 3 2-3 Ha 4 13,33 4 >3Ha 2 6,67

Jumlah 30 100

Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Ttabela) Macceiyya, Jamaluddin Al Afgani 279

yang mempunyai lahan kurang dari 1 ha sebanyak 19 orang dengan persentase 63,33%, petani mempunyai lahan 1-2 ha sebanyak 5 orang dengan persentase 16,67%, petani mempunyai lahan 2-3 ha sebanyak 4 orang dengan persentase 13,33%, dan petani yang memiliki lahan yang lebih dari 3 ha sebanyak 2 orang dengan persentase 6,67%.

Sementara luas lahan berpengaruh terhadap produktivitas usaha tani dimana usahatani dengan luas lahan yang lebih besar akan memeiliki produktivitas yang lebih tinggi daripada usahatani yang memiliki luas lahan pertanian yang lebih kecil. Cara Tanam Benih Langsung

Metode penanaman untuk sustem tanam benih langsung pada umumnya dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu dengan Tabela Hambur dan Tabela dalam larikan. Adapun cara tanam benih langsung di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe adalah sebagai berikut:

Sumber : data Primer Setelah Diolah 2018 Berdasarkan tabel 6 di atas cara tanam benih langsung dengan hambur dilakukan oleh 24 responden atau 80% dari total responden. Sedangkan tabela dalam larikan dilakukan oleh 6 orang atau 20% dari responden.

Benih Yang digunakan

Jumlah benih dan kualitas benih sangat mempengaruhi hasil produksi padi sawah, ketika jumlah benih banyak dan berkualitas bagus didukung dengan luas sawah maka akan mempengaruhi jumlah produksi padi. Bibit yang diperlukan saat musim beraneka ragam, para petani tanam benih langsung di Desa Cabeng menggunakan bibt sebanyak 40 kg bibit setiap hektarnya hal ini didasari dari pengalaman mereka selama jadi petani sehingga penggunaan bibit tetap terkecuali mereka menyewa tanah sehingga lahan untuk ditanami bertambah, secara otomatis pula penggunaan bibit juga akan bertamabah, untuk

lebih jelasnya ditampilkan melalui tabel berikut:

Sumber : data Primer Setelah Diolah 2018

Berdasarkan tabel 7 di atas pengunaan bibit 40 – 60 kg sebanyak 6 orang atau 20% dari responden, untuk 61 – 80 kg bibit sebanyak 22 orang atau 73,33%dari reponden sedangkan yang menggunakan bibit 81 kg keatas sebanayak 2 orang atau 6,67% dari responden.

Penggunaan Pupuk Pupuk merupakan salah satu factor

produksi yang dapat meningkatkan hasil tanaman sehubungan dengan tersedianya unsure hara dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Responden di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe menggunakan 3 jenis pupuk yaitu urea, SP36 dan KCL pemupukan dilakukan pada saat padi berumur 1 – 2 minggu kemudian disusul dengan pemupukan pada saat padi berumur 1 bulan, untuk lebih jelasnya ditampilkan melalui tabel berikut : Sumber : data Primer Setelah Diolah 2018

Tabel 6. Cara tanam benih langsung Yang digunakan

Responden

No. Cara Tabela Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 Tabela hambur 24 80

2 Tabela dalam larikan 6 20

Jumlah 30 100

Tabel 7. Jumlah Bibit Yang digunakan Responden

No. Penggunaan Benih (Kg)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 40 – 60 6 73,33 2 61 – 80 22 20 3 81 keatas 2 6,67

Jumlah 30 100

Tabel 8. Penggunaan Pupuk Yang digunakan

Responden No. Penggunaan

Pupuk Urea (Kg) Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 100-300 16 53,33

2 350-550 12 40

3 600-850 2 6,67

Jumlah 30 100

No. Penggunaan Pupuk SP36 (Kg)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 10-100 16 53,33

2 110-200 12 40

3 210-300 2 6,67

Jumlah 30 100

No. Penggunaan Pupuk KCL (Kg)

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 10-100 16 53,33

2 110-200 12 40

3 210-300 2 6,67

Jumlah 30 100

280 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Berdasarkan tabel 8 di atas menunjukkan bahwa semakin besar luas lahan usahatani padi tanam benih langsung makan semakin besar pula penggunaan pupuk yang digunakan. Pada penggunaan pupuk urea 100 – 300 kg sebanyak 16 orang (53,33%), 350 – 550 kg sebanyak 12 orang (40%) dan kebutuhan 600 – 850 kg sebanyak 2 orang (6,67%). Pada penggunaan pupuk SP36 10 – 100 kg sebanyak 16 orang (53,33%), 110 – 200 kg sebanyak 12 orang (40%) dan kebutuhan 210 – 300 kg sebanyak 2 orang (6,67%). Pada penggunaan pupuk KCL 10 – 100 kg sebanyak 8 orang (53,33%), 110 – 200 kg sebanyak 6 orang (40%) dan kebutuhan 210 – 300 kg sebanyak 1 orang (6,67%).

Tujuan pemupukan untuk memenuhi jumlah kebutuhan hara yang tidak sesuai di dalam tanah sehingga produksi meningkat. Hal ini berarti penggunaan pupuk dan input lainnya diusahakan agar mempunyai efisiensi tinggi. Keefisienan pupuk adalah jumlah kenaikan hasil yang dapat dipanen atau parameter pertumbuhan lainnya yang diukur sebagai akibat pemberian satu satuan pokok atau hara. Manfaat dari pemupukan dapat mengembalikan unsur hara baik makro atau mikro untuk memperbaiki struktur tanah. Sehingga danpak positif dari pemupukan adalah meningkatkan kapasitas kation, menambah kemampuan tanah menahan air dan meningkatkan kegiatan biologis tanah, dapat menurunkan jeratan keasaman tanah. Naman, ada dampaknegatif dari pemupukan karena kandungan hara rendah pupuk yang dibutuhkan cukup banyak hal ini berakibat biaya ekonomi dan perhitungan dosis agak susah.

Penggunaan Tenaga Kerja

Penggunaan tenaga kerja untuk budidaya padi sistem tanam benih langsung di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe bervariasi mulai dari penanaman, pemupukan dan penyemprotan. Meskipun demikian, rata-rata tenaga kerja yang digunakan adalah anggota keluarga sehingga tenaga mereka umumnya tidak dikonversi dalam bentuk rupiah.

Analisis Pendapatan Usaha Tani Di Desa Cabeng Dengan Sistem Tanam Tanam benih langsung

Penerimaan Usaha Tani Penerimaan hasil produksi usahatani

padi tanam benih langsung didapat dari banyaknya jumlah produksi yang dihasilkan dikali dengan harga yang berlaku pada saat penelitian. Hasil panen padi dijual langsung dilahan dengan harga Kering panen Rp

4.000/kg (pembelian secara tebasan). Jumlah produksi yang dihasilkan oleh

petani padi sawah rata-rata sebesar 3.537 kg/ha selama satu kali musim tanam dan harga jual yang diterima petani adalah sebesar Rp. 4.000/kg,- sehingga rata-rata penerimaan petani padi sawah adalah sebesar 14.148.000,-/ha selama satu kali musim tanam.

Biaya Produksi

Dalam melaksanakan kegiatan usahatani, petani harus mengeluarkan biaya produksi dalam suatu proses produksi selama satu kali musim tana,. Biaya yang harus dikeluarkan oleh petani dalam kegiatan usahatani tersebut terdiri dari 2 jenis biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. a. Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan tanpa dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap ini meliputi biaya pajak lahan dan biaya penyusutan alat. Rata-rata besarnya biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani padi sawah di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe sebesar Rp. 136.975.000 atau rata-rata sebesar Rp. 4.568.330,-/ha.

b. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang nilai besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan. Biaya variable tersebut meliputi biaya benih, pupuk dan upah tenaga kerja. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani padi sawah responden di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe adalah Rp. 77.100.750,- atau rata-rata sebesar Rp. 2.570.025 ha-1.

Pendapatan Usaha Tani

Salah satu indikator suatu usahatani dapat berhasil yaitu dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diterima oleh petani. Usahatani dapat dikatan menguntungkan jika penerimaan yang diterima lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

Produksi rata-rata petani adealah 3.537 kg ha-1 . Besarnya penerimaan yang diterima petani merupakan hasil dari jumlah produksi padi saat musim panen dikali dengan harga jual padi saat musim panen dengan satuan harga Rp.4.000/kg dikurangi dengan total biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Dimana biaya tetap terdiri dari biaya perawatan seperti biaya peralatan tani dan biaya lain-lain, sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya

Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Ttabela) Macceiyya, Jamaluddin Al Afgani 281

pengadaan bibit, biaya pembelian pupuk, pembeliaan obat atau pestisida, dan biaya tenaga kerja. Besarnya pendapatan responden petani padi sawah sistem tanam tanam benih langsung di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe adalah panen atau produksi padi petani rata-rata 3.537 kg dengan harga gabah Rp. 4.000 maka penerimaan yang diperoleh petani Rp. 14.148,000 dengan jumlah biaya tetap sebesar Rp. 4.568.330 dan biaya variabel sebesar Rp. 2.570.025 dengan pendapatan bersih petani sebesar Rp. 7.009.645.

Sumber : data primer diolah, 2018 Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya pendapatan petani padi sawah yang menggunakan sistem tanam benih langsung adalah rendahnya produksi rata-rata padi dalam satuan hektar. Hal ini karena dari total 30 responden, 80% atau 24 orang melakukan penanaman denga cara dihambur. Sementara itu, petani yang menggunakan cara tanam dengan menggunakan larikan hanya 20% dan terbukti rata-rata memiliki tingkat produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanam benih langsung dengan cara dihambur. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian bahwa system tanam tanam benih langsung diperoleh hasil produksi rata-rata sebesar diperoleh 3.537kg ha-1 dengan harja jual sebesar 4000/kg, sehingga diperoleh pendapatan sebesar Rp. 14.148,000 ha-1

Penggunaan cara tanam dalam larikan pada tanam benih langsung memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara tanam yang dihambur.

SARAN

1. Upaya peningkatan pengetahuan kepada petani tentang sistem tanam tanam benih langsung perlu terus dilakukan melalui penyuluhan dan pembinaan yang lebih intensif dari instansi terkait.

2. Peneliti lanjutan tentang penggunaan input pada usahatani padi sistem tanam tanam benih langsung perlu dilakukan, sehingga diperoleh informasi yang lebih rinci kaitannya dengan pendapatan petani.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga, A. 1992. Ilmu usahatani. Alumni, Bandung.

Agustina, A. 2012. Analisis Pendapatan Dan Efisiensi Ekonomi Relatif Usahatani Kedelai Pada Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Ekonomi-Mandala Jember.

Anggraini, 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman Vol.1 No.2. Universitas Brawijaya.

Anonimus, 2011. Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi Dengan Sistem Tanam Jajar Legowo. Gerbang Pertanian http: // www.gerbangpertanian.com/2011/02/upayameningkatkan-produksi- tanamanpadi.html.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Edisi Revisi V. PT Asdi Mahasatya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2015. produksi padi, jagung dan kedelai (angka sementara) nasional. http://www.bps.go.id/brs/view/id/1122.

Baharsjah, J.S. 205. Legum Pangan. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian.

BPS. Prigi Moutong, 2016. Kecamatan Sigi biromaru Dalam Angka.

Tabel 8. Total Penerimaan, Total Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Dengan Sistem Tanam

Tanam benih langsung Di Desa Cabeng Kecamatan Dua Boccoe

No. Uraian Jumlah Uraian (Rp/ha)

1 a. Produksi (Kg) 3.537

b. Harga (Rp/Kg) 4.000

14.148,000 Penerimaan ( a x b ) 14.148,000

2

Biaya

- Biaya

Variabel 4.568.330

- Biaya Tetap 2.570.025

7.138.355 Total Biaya ( a + b ) 7.138.355

3 Pendapatan ( Jumlah 1 – 2 ) 7.009.645

282 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Budianto D. 2003. Kebijaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi peningkatan produktivitas padi terpadu di Indonesia. Prosiding Lokakarya pelaksanaan program peningkatan Produktivitas Padi Terpadu (P3T) Tahun 2003. Puslitbangtan. Bogor.

Debjit Bhowmik, Umadevi. M, Pushpa dan Sampatkhumar, 2012. Rice Traditional Medicinal Plant in India. Journal Of Pharmacognosy and Phytocthemistry. Tamil Nadu Agricultural University. India.

Diratmaja A, Surdianto Y, Haryati Y. 2001. Keragaan Teknologi Cara Tanam Padi Sistem Legowo Dalam Mendukung Sistem Usahatani Terpadu di Kabupaten Sukabumi. Jurnal. J.Sains & Teknologi Vol 10. Institut Pertanian Bogor.

Kompas.com. 2015. Dipastikan Produksi Padi 2015 Melebihi Target. Http:// Bisniskeuangan.Kompas.Com/Read/2015/07/03/1303007/Produksi.Pa di.2015.Dipastikan.Melebihi.Target.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian PT. Pustaka LP3ES Indonesia, anggota IKAPI. Jakarta.

Nurlaili. 2011. Optimalisasi Cahaya Matahari Pada Pertanaman Padi (Oryza sativa L.) System of Rice Intensification (SRI) Melalui Pendekatan Pengaturan Jarak Tanam. Agronobis.

Prasetiyo, Y T. 2002. Budidaya Padi Sawah TOT (Tanpa Olah Tanah). Kanisius, Yogyakarta.

Prasetyo. Y. T. 2002. Budi Daya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Yogyakarta: Kanisisus.

Purnomo. H. P. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Purwono dan Purnamawati, Heni. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan.

Rahardjo. (1999). Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University Press.

Soekartawi. 1997. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta:

Universitas Indonesia. Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar

Swadaya, Depok. Wahyunindyawati, 2009. Pengaruh Faktor-

Faktor Produksi Terhadap Keuntungan Usahatani Padi. Jurnal. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.

Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Ttabela) Macceiyya, Jamaluddin Al Afgani 283

Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) pada Wanita Usia Reproduktif Sumarni 283

PENGARUH LATIHAN FISIK TERHADAP FAKTOR RISIKO KARDIOMETABOLIK (ANTROPOMETRI) PADA WANITA USIA REPRODUKTIF

Sumarni *)

Bagian Kebidanan Akbid Tahirah Al Baeti

Kabupaten Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Pengukuran antropometri obesitas sentralpada umumnya dilakukan untuk melihatprediksi gangguan metabolik.Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh latihan fisik terhadap faktor risiko kardiometabolik parameter Antropometri (IMT, BB, LILA dan LP)pada wanita usia reproduktif yang berdomisili di coastal area.Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimental dengan rancangan one group pre-test dan post-test. Dilakukan pengukuran TB, BB, LILA dan LP pada 117 sampel wanita usia reproduktif (61 sampel coastal area dan 56 non coastal area) sebelum dan setelah melakukan latihan fisik. Perbandingan parameter antropometri antara sampel yang domisili di coastal area dan non coastal area hanya dilakukan sebelum latihan fisik. Latihan fisik berupa senam aerobik dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 8 minggu dengan durasi 60 menit .Hasil Penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan kategori IMT (p = 0.947), LILA (p = 0.480), LP (p = 0.649), sebelum dan setelah latihan fisik. Terdapat penurunan BB secara signigfikan setelah subjek melakukan latihan fisik (dari 53,5 kg dan cm 52,9 kg p= <0.001) Terjadi penurunan LP secara signifikan setelah subjek melakukan alatihan fisik ( dari 76,3 cm dan 75,5 cm p = < 0.001 ). Terjadi penurunan LILA tetapi tidak signifikan (dari 25.5 cm menjadi 24.5 cm p = 0.21). Didapatkan perbedaan signifikan BB (57.1 kg dan 49.6 kg p = <0.001), LP (79.6 cm dan 72.8 cm, p = <0.001) antara sampel coastal dan non coastal. Dengan demikian tidak ada hubungan anatara latihan fisik dengan kategori IMT,LILA dan LP. Latihan fisik dapat menurunkan BB dan LP namun tidak dapat menurunkan LILA.Faktor domisili coastalberpengaruh terhadap BB dan LP. Kata kunci: Pengaruh,senam aerobik,parameter antropomotri

Abstract *)

Central anthropometric obesity measurements are generally performed to see the predicted metabolic non ditions. This study aims to frind out the influence of physical exercise on cardiometabolic risk factors of anthropometry parameters (BMI,body weight,MUAC,and AC) . This quasi- experimental study used one group pre-test and post-test design. Measurements body height, body weight, mid-upper arm circumference, and abdominal circumferencewas conducted on 117 samples of women of reproductive age .(61sampel from coastal area and 56 samples from non coastal area) before and after physical exercise. Comparisons of anthropometric parameters in samples living in coastal area and non coastal areas was conducted only before physical exercise. Physical ( aerobic exercise )was conducted three times a week with aduration of sixt minutes for eight weeks.The results revealed that there was no relatiomship in the categories of BMI (p = 0.947), MUAC (p = 0.480), and AC (p = 0.649), before and after physical exercise. There was a significant decrease of body weight after the subjects had physical exercise (from 53.5 kg and cm 52.9 kg p = <0.001) There was a significant decrease in AC after the subjects performed physical exercise (79.6 cm and 72.8 cm, p = <0.001).the was a decrease of MUAC but not signifikan (from 25.5 cm to 24.5 cm p = 0.21 ). A significant difference was found between coastal and coastal samples in terms of body weight (57.1 kg and 49.6 kg p =<0.001) and AC ( 79.6 and 72.8 cm, p=< 0.001). Keywords: influence, aerobic exercise, anthropometry

284 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

PENDAHULUAN

Sindrom X Pada tahun 1988, Reaven menunjukkan konstelasifaktor resiko, dengan resistensi insulin yang di hubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskuler yang di sebut sebagai sindrom X. selanjutnya sindrom X ini di kenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindrom metabolik. Sindrom metabolik atau sindrom X merupakan kumpulan dari faktor- faktor risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler yang ditemukan pada seseorang individu.

Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1988-1994 dan dipublikasikan pada tahun 2002 menyebutkan bahwa sindrom metabolic meningkat sesuai dengan pertambahan umur. Pada populasi 20-29 tahun ditemukan 6,7%, pada usia 30-39 tahun sebesar 20% dan pada sampel 60-69 tahun sebesar 43%(Bustan, 2007).

Prevalensi Sindroma Metabolik bervariasi di tiap Negara. Prevalensi Sindroma Metabolik di seluruh dunia sebesar 15– 30% di mana sebagian prevalensi lebih banyak terdapat pada Negara berkembang. Penelitian WHO di Prancis menemukan bahwa prevalensi lebih besar pada populasi pria (23%) dibandingkan dengan populasi wanita (12%), sedangkan menurut kelompok usia, prevalensi terbanyak ditemukan pada kelompok usia antara 55–64 tahun yaitu pria (34%) dan wanita (21%).

Prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia > 15 tahun adalah 10,3% dengan prevalensi laki-laki 13,9% dan perempuan 23,8%. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas di Indonesia telah menjadi masalah besar yang memerlukan penanganan secara serius.

Pengukuran antropometri obesitas sentral pada umumnya dilakukan untuk melihat prediksi gangguan metabolik. Berbagai penelitian melaporkan bahwa indikator antropometri obesitas sentral seperti rasio lingkar pinggang pinggul, dan lingkar pinggang berhubungan dengan sindrom metabolik namun beberapa penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Adanya korelasi yang kuat antara pengukuran antropometri dengan gangguan metabolik pada seseorang juga dipengaruhi metabolisme seseorang, seperti usia, jenis kelamin, ras, etnis, agama, genetik, dan lain-lain. Rasio lingkar pinggang menjadi prediktor kuat dalam peningkatan lemak viseral tubuh. Peningkatan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia manusia. Hal ini didukung oleh hasil penelitian lainnya yang menyatakan

bahwa peningkatan lemak viserallebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. Namun, pada wanita akumulasi lemakviseral meningkat pesat setelah menopause. Selain itu, berdasarkan dari hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan peningkatan RLPP.

Pada usia produktif rentan terjadinya penyakit kardiometabolik, dengan peningkatan umur terjadi perubahan komposisi tubuh meliputi peningkatan massa lemak, penurunan massa bebas lemak serta penurunan massa tulang. Kelompok wanita usia produktif saat ini ditengarai mempunyai beban pekerjaan yang tinggi, aktivitas fisik yang kurang memadai, dan pola makan yang cenderung tinggi kadar karbohidrat dan lemak sehingga beresiko untuk menderita penyakit kardiovaskular pada usia yang relatif masih muda (Nursalam, 2009).

Sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan andil sangat besar dalam gaya hidup masyarakat, terutama pada kalangan remaja. Dengan berkembangnya alat komunikasi yang canggih, remaja semakin malas melakukan kegiatan fisik, selalu ingin hal yang instan, hal itu menghabiskan waktu dengan alat komunikasi gadget mereka, ditambah lagi dengan kebiasaan mengkomsumsi makanan kurang sehat, akibatnya saat ini tidak sedikit remaja mengalami kelebihan berat badan (overweight) hal ini disebabkan karena timbunan makanan dan gaya hidup yang kurang sehat tanpa diimbangi dengan melakukan aktivitas fisik dan olahraga teratur. Seseorang yang tergolong memiliki kelebihan berat badan (overweight) biasanya cenderung lebih rentang terkena penyakit jantung koroner, diabetes, osteoarthritis dan penyakit degenerative lainnya.Hal itu dapat terjadi karena penumpukan lemak dalam jaringan adipose (bawah kulit) dalam bentuk trigliserida, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.Kadar trigliserida yang berlebih di dalam tubuh dapat membahayakan kesehatan.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut dapat terjadi yaitu dengan cara mengatur pola hidup sehat, lebih sering melakukan aktivitas fisik dan melakukan olahraga secara rutin. Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kelebihan lemak sekaligus untuk mencapai tingkat kesegaran jasmani yang baik serta dapat meningkatkan kemampuan fungsional. Latihan fisik dapat berupa latihan yang bersifat aerobik dan anaerobik. Latihan fisik yang bersifat aerobik diantaranya jalan kaki, jogging, bersepeda, renang, senam aerobik dan lainnya.

Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) pada Wanita Usia Reproduktif Sumarni 285

Dari jenis latihan aerobik yang dikemukakan, salah satunya adalah senam aerobik. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan mengetahui antropometri sebelum dan setelah latihan fisik aerobik, pengaruh antara domisili coastal dan non coastal terhadap antropometri, dan pengaruh latihan fisik aerobik terhadap antropometri.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal

19 Februari – 07 Mei 2018. Lokasi di Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar dan Akbid Tahirah Al Baeti Bulukumba. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan one-group pre-test and post-test design.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Mahasiswa Magister Kebidanan Angkatan VI Universitas Hasanuddin Makassar dan Mahasiswa Akbid Tahirah Al Baeti Bulukumba. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 117 orang.Teknik pengambilan sampel yaitunon probability sample dengan metode purposive samplingyang telah memenuhi kriteria inklusi.

Bahan dan Metode Pengumpulan Data

Pengukuran TB, BB, LILA, dan LP menggunakan alat (Timbanga, ststur meter dan pita meter). Data responden (umur dan domisili), Data konsumsi diukur dengan menggunakan food recall 24 jam minggu pertama, minggu keempat dan minggu ke delapan.

Analisis Data

Untuk menguji data berdistribusi normal/tidak menggunakan uji statistik normalitas. Taraf signifikan (α=0,05). Jika p<0,05, maka Ho ditolak yaitu data tidak berdistribusi normal. Untuk uji hipotesis menggunakan uji mann whitney U, chi-square, Wilcoxon, indipenden T – test dan uji paired T- test.

HASIL PENELITIAN

Analisis Univariat Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa

dari 117 responden, terdapat 85 orang responden (72,6%) yang memiliki rentang usia 17-25 tahun, 18 orang responden (15,4%) dengan rentang usia 26-35 tahun, 10 orang responden (8,5%) dengan rentang usia 36-45

tahun, dan 4 orang responden (3,4%) dengan rentang usia 46-55 tahun.

Analisis Bivariat

Tabel 2 di atas dengan uji paired T – test menunjukkan Nilai BB pre dengan daerah coastal area dan non coastal area peroleh nilai p 0.001 <0.05 ini berarti ada hubungan antara nilai BB pre test daerah coastal dan non coastal area dan Nilai LP pre test dengan daerah coastal area dan non coastal area peroleh nilai p 0.001 <0.05 ini berarti ada hubungan antara nilai LP pre – post dengan daerah coastal dan non coastal area.

Tabel 3 di atas dengan uji mean whitney menunjukkan bahwa nilai TB pre test dengan daerah coastal area dan non coastal area di peroleh nilai p 0.83> 0.05 ini berarti tidak ada hubungan antara nilai TB pre –test dengan daerah coastal dan non coastal area dan pada Nilai LILA pre test dengan daerah coastal area dan non coastal area peroleh nilai p 0.21 > 0.05 ini berarti tidak ada hubungan antara nilai LILA pre – test dengan daerah coastal dan non coastal area.

Tabel 4 di atas dengan uji chi-square menunjukan nilai IMT pre test dengan kategori kurang sebanyak 19 responden (16,2%), kategori normal 52 responden (44.4) , kategori berisiko sebanyak 17 responden (14.5%), kategori obesitas I sebanyak 23 responden (19,7%) dan kategori obesitas II sebanyak 6 responden (5.1). Sementara pada nilai post – test terdapat 20 responden (17.1%) dalam kategori kurang sebanyak 20 responden (17.1%),kategori normal 51 responden (43,6), kategori berisiko sebanyak 20 responden (17,1%), kategori obesitas I sebanyak 19 responden (16.2%) dan kategori obesitas II sebanyak 7 responden (6.0 %). Adapun hasil uji chi square nila p 0.947> 0.005, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan IMT sebelum dan sesudah senam.

Tabel 4 juga menunjukkan bahwa dengan Uji Chi-Square nilai LILA pre test dengan kategori kurang sebanyak 51 responden (43.6%),kategori normal 7 responden (6.0 %) , kategori Lebih sebanyak 59 responden (50.4%).

Sementara pada kategori kurang nilai post – test terdapat 50 responden (42.7%) dalam kategori normal sebanyak 12 responden (10.3%) dan kategori lebih 55 responden (47.0) ,adapun hasil uji chi square nila p 0.480> 0.005, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan LILA sebelum dan sesudah senam.

Tabel 5 menunjukan nilai LP pre test dengan kategori sangat tinggi sebanyak 1 responden (0.9 %),kategori Tinggi 12

286 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

responden (10.3) kategori rendah 73 sebanyak 17 responden (62.4%) dan kategori sangat rendah sebanyak 31 responden (26.5%). Sementara pada nilai post – test terdapat 1 responden (0.09%) dalam kategori sangat tinggi sebanyak 1 responden (0.9%),kategori tinggi 11 responden ( ), kategori rendah sebanyak 65 responden (55.6%),kategori sangat rendah sebanyak 40 responden (34.2%) dan adapun hasil uji chi square nila p 0.947> 0.005, yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan LP sebelum dan sesudah senam.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan BB dan LP berdasarkan domisili responden. Disamping itu, terdapat hubungan yang signifikan BB dan LP sebelum dan sesudah latihan fisik. Terdapat perbedaan yang signifikan BB dan LP sebelum dan sesudah latihan fisik dengan BB nilai p=0.000 (p <0.05) dan LP dengan nilai p=0.000 (p <0.05) dan tidak terdapat pengaruh dan perbedaan yang signifikan dengan TB dan LILA sebelum dan sesudah latihan fisik dengan TB nilai p=1.00 (p.>0.05) dan LILA dengan nilai p= 0.15 (p.>0.05).

Olahraga adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara terencana untuk berbagai tujuan, antara lain mendapatkan kesehatan, kebugaran, rekreasi, pendidikan, dan prestasi. Studi WHO pada faktor-faktor risiko menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik seperti duduk dalam jangka waktu yang lama saatbekerja adalah salah satu dari sepuluh penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahun disebabkan oleh kurangnya bergerak atau beraktivitas fisik. Kebanyakan negara diseluruh dunia antara 60% hingga 85% orang tidak cukup beraktivitas fisik untuk memelihara fisik mereka. Aktifitas fisikini berguna untuk mempercepat tingkat metabolisme tubuh dan memungkinkan untuk menyerap dan memanfaatkan nutrisi yang lebih besar yang kita konsumsi. Latihan fisik dengan menggunakan beberapa gerakan dapat memperkerjakan otot-otot besar dalam tubuh sehingga membantu membakar kalori lemak utama (Afriza, 2015).

Melihat manfaat dan pengaruh yang positif dari senam aerobik terhadap perubahan koantropometri dan fisiologis tubuh, dalam penelitian ini telah dilakukan pembuktian selama 8 minggu dengan melakukan senam aerobik dan mengukur Antropometri pre test dan post test (Utomo dkk., 2012).

Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada 117 responden dengan menggunakan senam aerobik, menunjukkan data demografi yaitu berdasarkan kelompok umur terbanyak yaitu kelompok umur 17 – 25 tahun sebanyak 85 responden (72.6 %) dimana ini merupakan tahap perkembangan dan persiapan menuju masa kehamilan dan masa tua sehingga kondisi tubuh harus tetap sehat.

Berdasarkan Distribusi frekuensi responden berdasarkan kriteria asupan yang dikonsumsi (food recall) menunjukkan bahwa dari 117 responden, terdapat 22 orang responden (9.4%) yang kebutuhan karbohidratnya sesuai dengan standar asupan, 102 orang responden (87.2%) yang kebutuhan karbohidratnya kurang dari standar asupan, dan 4 orang responden (3.4%) yang kebutuhan karbohidratnya melebihi standar asupan. Asupan protein, terdapat 20 orang responden (17.1%) yang kebutuhan proteinnya sesuai dengan standar asupan, 94 orang responden (80.3%) yang kebutuhan proteinnya kurang dari standar asupan, dan 3 orang responden (2.6%) yang kebutuhan proteinnya melebihi standar asupan. Asupan lemak, terdapat 45 responden (38.5%) yang kebutuhan lemaknya sesuai dengan standar asupan, terdapat 63 responden (53.8%) yang kebutuhan lemaknya kurang dari standar asupan, dan terdapat 9 orang responden (7.7%) yang kebutuhan lemaknya melebihi standar asupan. Total kalori sebanyak 22 orang responden (18.8%) yang total kalorinya sesuai dengan standar asupan, 92 orang responden (78.6%) yang total kalorinya kurang dari standar asupan, dan 3 orang responden (2.6%) yang total kalorinya melebihi standar asupan.

Adapun dalam penelitian ini peneliti melakukan kontrol terhadap diet responden, berupa jenis makanan yang dikonsumsi, frekuensi serta jumlah untuk dikonversikan kedalam nilai zat gizi dengan menggunakan aplikasi food recall untuk mendapatkan kandungan gizi yang berpengaruh pada kadar kolesterol responden (Almatsier, 2009).

Berdasarkan klasifikasi IMT Asia Pasifik (WHO), 75% subyek penelitian termasuk ke dalam IMT normal dan tidak ada subyek yang termasuk ke dalam obesitas 2. Walaupun sebagian besar subyek memiliki IMT normal, tetapi akan sangat mungkin IMT meningkat seiring pertambahan usia (Soegih dkk., 2009). Hal ini merupakan hal yang harus menjadi perhatian, mengingat mahasiswa sangat beresiko memiliki IMT yang tinggi terkait dengan aktivitas fisik dan pola makan sehari– hari. Penelitian serupa di wilayah yang sama, namun pada populasi yang berbeda (rentang

Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) pada Wanita Usia Reproduktif Sumarni 287

usia 25 – 45 tahun) mendapatkan hanya 43% subyek yang memiliki IMT normal, sedangkan 18% overweight dan 34% memiliki IMT obesitas. Dari data ini, dapat dilihat adanya kecenderungan penurunan jumlah IMT normal dan peningkatan jumlah IMT.

Perbedaan hasil kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan rentang usia subyek penelitian. Penelitian ini mempunyai subyek dengan rentang usia lebih muda dari pada penelitian Tomarere sehingga sebagian besar subyek (75%) mempunyai IMT yang normal. Penelitian lain pada subyek yang lebih muda (11–19 tahun), juga mendapatkan hasil tidak ada perbedaan bermakna tingkat aktivitas fisik antara subyek IMT normal dengan IMT berlebih (overweight dan obesitas), karena sebagian besar subyek (80%) juga berada pada IM T normal. Banyak hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik antara aktivitas fisik dan berat badan atau IMT. Individu yang melakukan aktivitas secara teratur, paling sedikit 30 menit per hari dalam lima hari per minggu memiliki IMT yang lebih rendah, yaitu 25,9 kg/m2 dibandingkan dengan IMT pada individu yang kurang aktif, yaitu 26,7 kg/m2. Berdasarkan temuan ini, tampak bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dengan waktu 30 – 60 menit per hari, paling sedikit dilakukan 5 hari per minggu (150 – 300 menit/minggu) cukup untuk mempertahankan daan menurunkan dan mempertahankan berat badan secara bermakna (Soegondo & Purnamasari, 2010).

Hasil penelitian mendapatkan bahwa perubahan tinggi badan pada responden yang melakukan senam aerobik tidak memiliki perubahan apapun yakni dari 117 orang respon ukran tinggi badan sama dengan sebelum dan setelah melaksanakan senam aerobik.

Pada hasil penelitian ini untuk berat badan peneliti mendapatkan hasil adanya pengaruh yag signifikan antara senam aerobik dengan penurunan berat badan karena berat badan dapat dipengaruhi oleh senam aerobik karena dengan adanya gerakan fisik dapat terjadi pebakaran energi yang tidak terpakai dalam tubuh sehingga dapat mengurangi berat badan seseorang (Mengga dkk., 2013).

Senam aerobik yang dilakukan dapat mempengaruhi penurunan berat badan seseorang sehingga senam aerobik memang sangat memiliki pengaruh terhadap antropomotri tubuh sesorang senam aerobik merupakan salah satu cara yang banyak digunakan masyarakat untuk menurangi berat badan karena terbukti bisa melakukan

pembakaran kalori pada saat melakukan senam. Pengaruh senam aerobik terhadap pengurangan berat badan pada sanggar senam) (Nilssonet al., 2012).

Hasil penelitian mendapatkan bahwa penurunan lingkar perut dapat dipengaruhi oleh senam aerobik dengan nilai p<0,05 yakni 0,001 sehingga dapat di buktikan bahwa senam aerobik memepngaruhi penurunan lingkar perut . dengan melakukan senam aerbik dikhususkan pada bagian perut dapat mengurangi lemak pada bagian perut sehingga terjadi pengurangan lingkar perut setelah melakukan gerakan senam aerobic (Masri dkk., 2016).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpukan bahwa terdapat perbedaan BB dan LP berdasarkan domisili responden. Disamping itu, terdapat hubungan yang signifikan BB dan LP sebelum dan sesudah latihan fisik. Terdapat perbedaan yang signifikan BB dan LP sebelum dan sesudah latihan fisik dengan BB nilai p=0.000 (p <0.05) dan LP dengan nilai p=0.000 (p <0.05) dan tidak terdapat pengaruh dan perbedaan yang signifikan dengan TB dan LILA sebelum dan sesudah latihan fisik dengan TB nilai p=1.00 (p.>0.05) dan LILA dengan nilai p= 0.15 (p.>0.05). DAFTAR PUSTAKA

Afriza. (2015). Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Lapai Padang. Universitas Negeri Padang

AlmatsierS. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Bustan. (2007). Epidemiologi Penyakit tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta

Masri E. dkk. (2016). Pola Makan, Status Keseimbangan Asam Basa, dan Sindrom Metabolik. STIKES Perintis Padang

Mengga D. dkk. (2013). Pengaruh Latihan Aerobik Terhadap Kadar Gula Darah Puasa pada Dewasa Obes. Makasar : Universitas Hasanuddin

Nilsson M. I. et al. (2012). Aerobic training as an adjunctive therapy to enzyme replacement in Pompe disease’, Molecular Genetics and Metabolism. Elsevier Inc., 107(3),

288 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

pp. 469–479. doi: 10.1016/j.ymgme.2012.09.010. (diakses tanggal 25 Oktober 2017)

Nursalam. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika

Soegih A. dkk. (2009). Obesitas Permasalahan dan Terapi Praktis. Jakarta : Sagung Seto

Soegondo S. &Purnamasari D. (2010). ‘Sindrom Metabolik’, Dalam: Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. …, 4, pp. 88–93. Available at: http://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:Sindrom+Metabolik#1. (diakses tanggal 25 Oktober 2017)

Utomo dkk. (2012). Pengaruh senam terhadap kadar gula darah penderita diabetes. Available at: http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph. (diakses tanggal 25 Oktober 2017)

Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) pada Wanita Usia Reproduktif Sumarni 289

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) Tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar 289

PENDAHULUAN

Cabe keriting (Capsicum annum var) merupakan komoditas sayuran yang banyak mengandung vitamin A dan C dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kebutuhan akan cabe terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabe. Cabe merupakan komoditi hortikultura yang sangat digemari oleh hampir semua kalangan buah cabe segar selain dapat diolah menjadi berbagai jenis bumbu, seperti sambal, cabe segar juga dapat digunakan sebagai penghias makanan yang disajikan dalam keadaan segar untuk menambah selera makan kita. Akan tetapi persediaan buah cabe segar sangat terbatas karena cabe segar akan cepat mengalami kerusakan yang mengakibatkan daya simpannya tidak tahan lama. Cabe keriting memiliki sifat mudah rusak. Sifat mudah rusak ini dipengaruhi oleh beberapa faktor (fisiologis, mikrobiologi, dan kimiawi) dan menjadi masalah utama pasca

panen cabai pada saat musim panen raya serta musim hujan. Selain itu kurangnya pemahaman tentang pengawetan cabe ditingkat petani menyebabkan cabe mereh segar yang baru dipanen tidak bertahan lama dan menjadi rusak. Cabe awet dapat dijumpai dalam bentuk cabe kering, cabe bubuk dan cabe segar, masing-masing bentuk awetan cabe memiliki fungsi yang berbeda misalnya cabe segar selain dapat memberi nilai ekonomis dan daya simpan juga digunakan sebagai hiasan (garnis) pada makanan.

Penyebab utama kerusakan buah cabe yaitu selain enzimatis juga mikrobiologis terutama akibat pertumbuhan atau aktivitas kapang khususnya Colletrothicum capsici.

Faktor-faktor kerusakan tersebut dapat dikurangi dampaknya dengan perlakuan blanching pada suhu 1000C dengan waktu 45 detik, maupun memodifikasi kondisi lingkungan wadah penyimpanan. Gas CO2 diketahui dapat mempertahankan kesegaran cabe, namun pada komposisi udara bebas gas CO2 tidak begitu banyak sehingga untuk memodifikasi atmosfer perlu dilakukan

STUDI PENGARUH PENAMBAHAN GAS CO2 TERHADAP UMUR SIMPAN CABE KERITING (Capsicum annum var) TANPA BLANCHING DAN HASIL BLANCHING

Mihdar *)

Kementerian Pertanian, UPT Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

Email: [email protected]

Abstrak

Telah dikondisikan suatu penelitian tentang efek penggunaan rak CO2 cabai keriting yang tidak blanching dan blanching. Sampel cabai keriting disimpan pada kondisi penyimpanan yang dimodifikasi oleh konsentrasi 0 psi, 7,35 psi (2,37%), 11,025 psi (1,78%), dan 14,7 psi (1,18%). Sampel diamati dalam bentuk gambar / foto mingguan, jika ada perubahan bentuk / penampilan, maka analisis kuantitatif selanjutnya dilakukan sebagai berikut; penyusutan berat badan, vitamin C, dan pH. Hasil penelitian menunjukkan umur simpan cabai hasil blansing lebih pendek dari cabai keriting non blanching pada penyimpanan CO2 yang dimodifikasi. Penggunaan CO2 pada konsentrasi yang lebih tinggi berbanding lurus dengan mempertahankan kualitas cabai mereka. Kata kunci: Ikal Cabe, CO2, Umur simpan, Blansing.

Abstract *)

It has been condutied a research about effect the use of CO2 shelf curly chili non blanching and blanching. Curly chili samples stored at storage conditions modified by the concentration 0 psi, 7.35 psi (2.37%), 11.025 psi (1.78%), and 14.7 psi (1.18%). Samples were observed in the form of pictures/photos weekly, if there is a change in shape/appearance, the quantitative analysis is then done as follows; shrinkage weight, vitamin C, and pH. The result showed that the shelf life of chili curls blanching yield shorter than curly chili non blanching in modified storage of CO2. The use of CO2 at higher concentrations is directly proportional to retain their quality of chili. Keywords : Chili Curls, CO2, Shelf Life, Blanching.

290 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

peningkatan konsentrasi gas CO2 pada ruang atau wadah penyimpanan.

Rumusan Masalah

Cabe segar memiliki daya simpan yang tidk lama akibat kerusakan mikrobiologi/fisiologi. Kerusakan mikrobiologi diduga disebabkan oleh mikroba khususnya Colletrothicum capsici dan kerusakan fisiologis oleh karena proses respirasi buah pada saat penyimpanan. Olehnya itu perlu ada upaya pengawetan untuk menghambat kerusakan tersebut. Perlakuan blanching dan peningkatan konsentrasi gas CO2 pada ruang penyimpanan diduga dapat meningkatkan daya simpan dan nilai ekonomis cabe segar. Gas CO2 merupakan jenis gas yang secara sistemik bereaksi dengan jaringan bahan, efek sifat mengawet dari gas CO2 diduga memiliki tingkat konsentrasi yang optimal (± 2-3 %) dalam mempertahankan kesegaran buah cabe. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengamatan pengaruh penambahan gas CO2 pada tingkat tekanan terukur yang divariasikan yaitu konsentrasi 2.37% (1 bar), 1.78% (¾ bar), dan 1.18% (½ bar) terhadap daya simpan cabe keriting.

Tujuan Dan Kegunaan

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui efektifitas penambahan

gas CO2 dalam mempertahanakan kesegaran buah cabe keriting.

2. Untuk mengetahui pengaruh blanching dengan penambahan gas CO2 dalam mempertahankan kesegaran buah cabe keriting.

Kegunaan dari penelitian ini yaitu untuk mempertahankan kesegaran buah cabe keriting dengan metode penambahan gas CO2 yang memiliki efek terhambatnya proses respirasi dan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk serta menganalisa perubahan yang terjadi pada cabe keriting selama beberapa waktu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan September 2012 di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Kimia Analisa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat Dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Kompor, panci, tabung gas, regulator, pentil ban, timbangan analitik, pipet tetes, pipet volume, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, erlenmeyer, alat titrasi vitamin c, pH meter, botol plastik bekas rakitan volume 1,5 liter sebagai wadah kedap tekanan CO2, kertas saring, pisau, gunting, buret, stopwacth, lumpang, selang, dan kamera.

Bahan yang digunakan adalah cabe keriting segar, gas CO2 (Aneka Gas), aquadest, tissue roll, aluminium foil, Hidrogen peroksidase (H2O2), alkohol 70 %, NaCl 0,86%, Iodin 0,01 , larutan amilum 1 %, buffer standar, lem silicon, lem korea dan selotip pipa.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas pengaruh penambahan gas CO2 terhadap mutu cabe keriting segar yang diblanching pada suhu 1000C dengan waktu yang optimal 45 detik dan dibandingkan dengan cabe kerting segar tanpa diblanching.. penambahan gas CO2 dengan tekanan terukur yang divariasikan yaitu masing-masing 14,7 psig, 11,035 psig, dan 7,35 psig serta tanpa penambahan gas dengan jumlah cabe yang sama. Prosedur penelitian adalah sebagai berikut :

Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk

mengoptimalkan lama blanching pada suhu 1000C (air mendidih) terhadap kerusakan sifat fisik cabe merah. Kisaran waktu adalah 0, 15, 30, 45, 50, 60 detik dengan pengujian aktivitas enzim katalase terhadap reaksi H2O2 (5%). Berdasarkan pengujian diperoleh waktu blanching yang optimal yaitu 45 detik. Hasil waktu yang optimal tersebut digunakan untuk perlakuan blanching.

Penelitian Utama a. Preparasi botol kedap tekanan CO2

(>15 psi) dan regulator. Botol plastik aqua bekas dilubangi

penutupnya menggunakan ujung pisau, kemudian dimasukkan pentil ban bekas kelubang tersebut, setelah itu pentil dan tutup botol diolesi lem silicon, setelah ± 10 menit, pentil ban tersebut direkatkan dengan tutup botol dan dibiarkan tutup botol dengan pentil merekat kuat ± 12 jam. Botol plastik yang sudah dirangkai atau dirakit desterilkan. Pertama botol dicuci dengan air bersih lalu dikeringkan, kedua setelah kering, dibilas dengan alkohol 70% kemudian dibilas dengan aquadest dan

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) Tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar 291

dikeringkan. Setelah botol kering, tiap mulut botol dililiti selotip pipa. Regulator disambungkan dengan selang yang panjangnya 2 meter dengan menggunakan klep sebagai perekat, setelah itu ujung yang lainnya disambungkan juga dengan pasangan pentil ban dengan menggunakan klep sebagai perekat.

b. Penyiapan/Preaparasi Cabe Keriting Segar untuk perlakuan blanching

Cabe keriting segar disortasi dan dipisahkan kualitas yang terbaik kemudian dicuci dengan air hingga bersih, setelah itu tangkai cabe dipotong dengan menggunakan gunting supaya tangkai cabe memiliki panjang yang seragam. Cabe kemudian diblanching dengan cara dimasukkan kedalam air yang sudah dipanaskan pada suhu 100oC (air mendidih) dengan waktu yang optimal. Waktu optimal ini dihasilkan berdasarkan pengujian aktivitas enzim peroksidase dengan H2O2 yang dilakukan pada penelitian pendahuluan yaitu 45 detik. Cabe yang sudah diblanching dikeringanginkan dan ditimbang dengan timbangan analitik.

c. Penyiapan/Preaparasi Cabe Keriting Segar untuk perlakuan blanching.

Cabe keriting segar disortasi dan dipisahkan kualitas yang terbaik kemudian dicuci dengan air hingga bersih, setelah itu tangkai cabe dipotong dengan menggunakan gunting supaya tangkai cabe memiliki panjang yang seragam. Cabe kemudian dicuci dengan air hingga bersih lalu dikeringanginkan. Setelah itu ditimbang dengan timbangan analitik.

d. Rancangan Perlakuan Rancangan perlakuan yang akan

dilakukan pada penelitian ini meliputi dua perlakuan yaitu perlakuan tanpa blanching dan perlakuan blanching 45 detik. Setiap perlakuan akan meliputi 4 variasi tekanan gas CO2 yang berbeda yaitu 0 psig, 7.35 psig, 11.025 psig, dan 14.7 psig yang masing-masing 2 kali ulangan. Rancangan perlakuan penelitian ini disajikan dibawah ini:

Tabel Rancangan Penelitian.

e. Pengemasan dan Penyimpanan Disiapkan botol yang telah dirangkai

dan disterilkan secara basah menggunakan alkohol 70%, lalu cabe dimasukkan kedalam botol tersebut dengan jumlah yang diasumsikan sama (± 80 gram/botol) masing-masing 20 botol sampel blanching dan 20 botol sampel non-blanching. Setelah cabe dimasukkan kedalam botol, tiap mulut tutup botol yang telah dililiti selotip pipa diolesi dengan lem korea lalu ditutup rapat agar gas CO2 yang ditambahakan tidak keluar kemudian botol yang berisi cabe ditimbang. Dimasukkan gas CO2 dari tabung gas 5 kg menggunakan selang regulator yang telah dirangkai sebelumnya. Selanjutnya tiap botol yang telah ditambahkan dengan gas ditimbang kembali untuk mengetahui berat gas CO2. Kemudian sampel-sampel tersebut disimpan pada suhu ruang ruang beberapa waktu (maksimal 8 minggu). Diamati setiap minggu perubahan yang terjadi dengan menggunakan kamera digital 14 MP, jika pada saat pengamatan tampak ada kerusakan secara sensorik maka dilakukan analisa vitamin C dan pH masing-masing 2 kali ulangan. Pengamatan kerusakan mikrobiologis dan fisiologis secara sensori atau foto.

Parameter Pengamatan

Sampel berupa cabe keriting yang telah disimpan beberapa waktu akan dianalisa kadar vitamin C dan tingkat keasamannya (pH) dan pengamatan kerusakan mikrobiologis dan fisiologis secara sensori atau difoto.

a. Analisa Vitamin C (Sudarmadji, dkk. 1997) Kadar vitamin C dengan metode

Titrasi Iodin dilakukan pada cabai segar maupun cabai yang telah melalui proses blanching. Prosedur kerja penentuan kadar vitamin C sebagai berikut : 1. Diambil 125 gram cabai lalu

dihancurkan untuk penentuan kadar vitamin C

2. Diambil 20 g bahan yang sudah dihancurkan tersebut lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml

3. Ditambahkan aquades sampai 100 ml dan dipisahkan filtratnya dengan kertas saring

4. Diambil 5 ml filtrat tersebut dengan pipet lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 ml. Kemudian ditambahkan 2 ml larutan amilum 1 %.

5. Dititrasi dengan 0,01 N standart iodin sampai larutan berwarna biru.

Jumlah Cabe Keriting Masing-masing 12 Buah/wadah

Perlakuan Tanpa Blanching Perlakuan Blanching

Sampel Tekanan Sampel Tekanan A0 0 psi B0 0 psig A1 7.35 psi B1 7.35 psi A2 11.025 psi B2 11.025 psi A3 14.7 psi B3 14.7 psi

292 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Perhitungan :

b. Analisa Tingkat Keasaman (pH) (Sudarmadji, dkk. 1997)

Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter yaitu dengan cara diambil filtrat sampel sekitar 50 ml dan diaduk hingga merata.Dilakukan pengukuran pH yang hasilnya akan langsung diketahui dengan membaca angka yang ditunjukkan oleh alat.

c. Pengamatan Kerusakan Mikrobiologis dan Fisiologis secara Sensori atau Difoto.

Efektifitas perlakuan blanching dan non-blanching dengan penambahan gas CO2 aka diamati secara visual (foto). Akhir pengamatan kenampakan cabe keriting akan dibandingka dengan perlakuan control dan cabe segar yang ada dipasaran.

Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini disajikan dengan menggunakan metode T-tes dengan dua kali ulangan. Sedangkan untuk pengamatan sensorik dan organoleptik menggunakan metode deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan gas CO2 sebagai pengawetan buah-buahan dan sayur-sayuran maupun pada produk olahan pangan lainnya sudah dikenal sejak dulu (Anonim, 2012a) . Penelitian ini secara khusus melihat pengaruh penyimpanan cabe keriting segar (tanpa blanching) maupun hasil blanching. Parameter pengamatan meliputi sifat fisik dan kimiawi bahan. Sifat fisik berupa susut berat, kerusakan warna, dan tekstur secara berkala diamati selang 1 minggu hingga 8 minggu untuk cabe tanpa blanching dan 4 minggu untuk cabe hasil blanching. Sifat kimiawi berupa kadar vitamin C dan pH yang akan dilakukan ketika bahan sudah tampak mengalami kerusakan.

Bobot Cabe Penyimpanan cabe dengan baik akan

dapat memertahankan kesegaran dan menghindari kerusakan khususnya penyusutan bobot. Umumnya setelah disimpan selama 20 hari, tingkat susut bobot pada cabe hanya sekitar 14% (Alqamari, 2012).

Pengamatan penyusutan bobot cabe keriting merupakan indikator penting kerusakan cabe. Kerusakan penyusutan bobot akan menurunkan nilai ekonomis cabe itu sendiri. Nilai ekonomis ini disebabkan saat

penjualan cabe diberikan harga berdasarkan dari beratnya. Penyusutan bobot cabe tanpa diblanching setelah penyimpanan selama 8 minggu disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 6. Hubungan antara konsentrasi Gas CO2 terhadap penurunan bobot cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan selama 8 minggu.

Berdasarkan hasil analisa dengan

menggunakan metode T-Test, diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang tidak berpengaruh nyata adalah perbandingan perlakuan 11,025 psig gas CO2 dan 14,7 psig gas CO2, sedangkan untuk perbandingan perlakuan yang lain hasil yang diperoleh berpengaruh nyata terhadap penyusutan bobot cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan 8 minggu.

Hasil analisa penyusutan berat cabe berbanding terbalik dengan jumlah gas CO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi gas, semakin rendah penyusutan bobot cabe. Penyusutan bobot tertinggi pada cabe tanpa penambahan gas CO2 yaitu sebesar 30.03%/berat sampel dan penyusutan bobot terendah pada cabe penambahan gas CO2 dengan tekanan 14.7 psi yaitu 13.85%/berat sampel. Penyusutan bobot setiap perlakuan sangat signifikan perbedaannya. Pada cabe tanpa penambahan gas CO2 terjadi penurunan berat yang sangat tinggi, ini disebabkan selama penyimpanan, laju proses respirasi pada cabe terus berlangsung. Tingginya laju respirasi pada cabe dengan tanpa gas CO2 disebabkan karena konsentrasi O2 pada wadah/botol penyimpanannya masih sangat tinggi dimana gas tersebut dapat mempercepat laju respirasi. Respirasi sendiri diketahui dapat merusak bahan sehingga bobot dari bahan tersebut mengalami penyusutan. Penyusutan bobot pada sampel lain cenderung lebih rendah dibanding cabe yang tidak ditambahkan gas CO2. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi CO2 pada wadah penyimpanan cabe dapat menekan laju respirasi bahan

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) Tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar 293

sehingga bobot dari cabe tersebut sedikit mengalami penyusutan (Ahmad dkk, 2010). C6H12O6 + O2 ‐‐‐‐> CO2 + H2O +Energi +panas

laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkungan yang dapat memperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2, dan menjaga kelembapan nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk (Utama, 2001).

Penyusutan bobot disebabkan akibat terjadinya proses respirasi. Proses respirasi terjadi karena adanya reaksi antara O2 dengan bahan-bahan organik dari cabe. Terjadinya reaksi tersebut akan menghasilkan gas CO2 (karbondioksida) dan H2O (air). Ketika H2O terbentuk, air yang sebelumnya berada dalam jaringan bahan akan keluar. Penurunan kadar air menyebabkan produk mengkerut, rusak fisik ataupun busuk. Kadar air merupakan air yang berada dalam buah cabe dan akan migrasi keluar kalau kondisi atmosfir penyimpanan tidak seimbang dengan kadar air dalam bahan. Cabe dengan tingkat kematangan 50-75%, selama penyimpanan terjadi penurunan kadar air hanya berkisar 10% setelah disimpan 15 hari (Anonim, 2012a dan Alqamari, 2012).

Perbedaan penyusutan bobot pada perlakuan ini dengan perlakuan tanpa blanching dipengaruhi karena proses lama penyimpanan yang berbeda. Penyusutan bobot cabe hasil blanching setelah penyimpanan selama 4 minggu disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 7. Hubungan antara gas CO2 terhadap penurunan bobot cabe blanching setelah penyimpanan selama 4 minggu.

Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode T-Test, diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang tidak berpengaruh nyata adalah perbandingan perlakuan 7.35 psig gas CO2 dan 11.025 psig gas CO2, sedangkan untuk perbandingan perlakuan yang lain hasil yang diperoleh berpengaruh nyata terhadap penyusutan bobot cabe keriting hasil blanching setelah penyimpanan 4 minggu.

Hasil analisa penyusutan bobot cabe berbanding terbalik dengan jumlah gas CO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi gas, semakin rendah penyusutan bobot cabe. Penyusutan bobot tertinggi pada cabe tanpa penambahan gas CO2 yaitu sebesar 7.72%/berat sampel dan penyusutan bobot terendah pada cabe penambahan gas CO2 dengan tekanan 14.7 psi yaitu 2.57%/berat sampel. Tingginya laju respirasi pada cabe tanpa gas CO2 disebabkan karena konsentrasi O2 pada ruang penyimpanannya masih tinggi. Jika gas tersebut masih tinggi, akan mempercepat laju respirasi. Respirasi dapat merusak bahan sehingga bobot dari bahan tersebut mengalami penyusutan. Penyusutan bobot pada sampel lain cenderung lebih rendah dibanding yang tidak ditambahkan gas CO2. Hal tersebut menunjukkan bahwa, penambahan konsentrasi CO2 pada wadah penyimpanan cabe dapat menekan laju respirasi bahan sehingga bobot dari cabe sedikit mengalami penurunan (Ahmad dkk, 2010).

Penyusutan bobot disebabkan akibat terjadinya proses respirasi. Proses respirasi terjadi karena adanya reaksi antara O2 dengan bahan-bahan organik dari cabe yaitu C6H12O6 + O2 ‐‐> CO2 + H2O + Energi + panas. Terjadinya reaksi tersebut akan menghasilkan gas CO2 (karbondioksida) dan H2O (air). Ketika H2O terbentuk, air yang sebelumnya berada dalam jaringan bahan akan keluar. Selain itu, proses blanching juga menyebabkan penyusutan bobot. Penyusutan bobot pada saat blanching terjadi karena udara dari jaringan bahan saat terkena panas akan keluar. Keluarnya udara dari bahan yang diblanching akan mengakibatkan kehilangan berat walau tidak terlalu banyak (Anonim, 2012a dan Sastro, 2011).

Organoleptik

Indikasi penurunan mutu akibat penyimpanan, selain ditunjukkan oleh indikator vitamin C dan warna cabe juga dapat ditunjukkan oleh tingkat kepedasan dari cabe. Cabe keriting identik dengan tingkat kepedasannya, rasa cabe yang paling khas ini

294 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

merupakan komponen utama yang sangat penting bagi konsumen. Senyawa yang mengontrol rasa pedas adalah capsaicin, suatu alkoloid yang terdapat pada plasenta (dimana dapat dilihat berupa bunga karang penghubung antar biji, cabe). Zat capsaicin ini seperti minyak dan menyengat sel-sel pengecap lidah. Zat capsaicin inilah yang mengakibatkan cabe menjadi terasa pedas dan panas di lidah saat kita mengkonsumsinya. Selain itu, capsaicin ini juga dapat membuat para pengkonsumsinya merasa ketagihan dan kecanduan. Itulah alasan yang membuat banyak orang begitu menyukai, bahkan tidak mau berhenti mengkonsumsi cabe (Realmaya, 2007 dan Gozomora, 2009).

Tingkat kepedasan cabe hasil uji organoleptik menggunakan 20 panelis. Pengujian tersebut meminta panelis untuk membandingkan 4 sampel dengan sampel kontrol berkode R. Penilaian meliputi amat sangat lebih pedas dari R, sangat lebih pedas dari R, lebih pedas dari R, agak lebih pedas dari R, sama pedasnya dengan R, agak lebih kurang pedas dari R, lebih kurang pedas dari R, sangat lebih kurang pedas dari R, amat sangat lebih kurang pedas dari R.

Pengujian ini dilakukan pada cabe keriting tanpa blanching untuk mengetahui perubahan tingkat kepedasannya setelah penyimpanan 8 minggu. Metode tersebut dilakukan sebagai pengganti metode analisa tingkat zat capsaicin pada cabe. Metode analisa kandungan zat capsaicin diganti dengan metode uji organoleptik karena terkendala oleh peralatan yang tidak memadai. Hasil dari uji tersebut disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi gas CO2 terhadap hasil uji organoleptik metode perbandingan berganda pada cabe tanpa blanching setelah penyimpanan 8 minggu.

Hasil yang didapatkan dari gambar

diatas, panelis memberikan penilaian hampir semua sampel hanya berbeda agak lebih kurang pedas dari sampel kontrol. Tetapi, setiap sampel tidak memiliki perbedaan nyata

dikarenakan skor yang dihasilkan tidak berbeda jauh. Adanya perbedaan dengan kontrol disebabkan pengaruh proses penyimpanan yang cukup lama. Penyimpanan yang lama menyebabkan kerusakan jaringan cabe. Penurunan kadar capsaicin cabe ini terjadi saat penyimpanan, plasenta cabe mengalami kerusakan akibat terjadinya penguapan kadar air sehingga mudah hancur. Hancurnya plasenta cabe menyebabkan tingkat kepedasan cabe pun akan menurun karena zat capsaicin cabe diketahui terdapat pada plasenta cabe (Gozomora, 2009).

Pengujian ini dilakukan pada cabe keriting hasil blanching untuk mengetahui perubahan tingkat kepedasannya setelah penyimpanan 4 minggu. Hasilnya disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 9. Hubungan antara konsentrasi gas CO2 terhadap hasil uji organoleptik metode perbandingan berganda pada cabe tanpa blanching setelah penyimpanan 8 minggu.

Pada hasil yang didapatkan dari gambar

diatas, panelis memberikan penilaian terhadap hampir semua sampel berbeda lebih kurang pedas dari sampel kontrol. Perlakuan cabe hasil blanching ini sedikit lebih rendah tingkat kepedasannya dibanding dengan cabe perlakuan tanpa blanching. Hal tersebut menunjukkan, bahwa proses blanching akan menyebabkan jaringan cabe rusak. Rusaknya jaringan cabe menyebabkan tekstur plasenta akan mengalami pelunakan. Jika plasenta sudah mulai rusak, secara otomatis sebagian zat capsaicin akan mudah larut dalam air panas sehingga capsaicin mengalami penurunan (Gozomora, 2009).

Selain dari faktor diatas, proses penyimpanan yang cukup lama juga sangat mempengaruhi kerusakan jaringan cabe. Kerusakan tersebut menyebabkan zat capsaicin mengalami penurunan. Kerusakan ini akibat penguapan kadar air pada plasenta yang mengakibatkannya mudah hancur. Jika

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) Tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar 295

plasenta cabe hancur, tingkat kepedasannya pun akan menurun karena zat capsaicin pada cabe diketahui terdapat pada plasentanya (Gozomora, 2009).

Sensorik (Foto)

Warna merupakan indikator yang paling utama dalam menentukan tingkat kesegaran buah cabe. Warna juga menjadi faktor penting ketika konsumen memilih cabe, karna warna merupakan parameter pertama dilihat oleh para konsumen ketika hendak membeli (Perwirakusuma, 2012).

Analisa Sensori dilakukan untuk mengetahui efektifitas penambahan gas CO2 pada cabe selama dilakukan penyimpanan. Parameter yang akan diamati pada analisa sensorik ini meliputi perubahan warna, perubahan tekstur, dan perubahan lainnya seperti adanya cairan dan kondisi tangkai cabe keriting.

a. Warna Berdasarkan pengamatan sensorik,

perubahan warna cabe yang pertama kali terjadi yaitu cabe blanching, dari warna merah menjadi agak kecoklatan. Perubahan warna tersebut sudah mulai terlihat sejak minggu kesatu. Perubahan warna yang sangat menonjol terjadi pada minggu ketiga dimana cabe terlihat sudah kecoklatan. Perubahan tersebut karena kandungan karotenoid sudah mengalami kerusakan. Kerusakan karotenoid ini disebabkan pengaruh panas blanching yang dilakukan sebelum penyimpanan, selain itu lamanya penyimpanan juga menyebabkan karotenoid mengalami penurunan sehingga warna merah pada cabe berubah menjadi kecoklatan (Dutta dkk, 2004).

Warna pada cabe tanpa blanching mengalami perubahan pada penyimpanan minggu ketujuh, dimana buah cabe sudah mulai agak kecoklatan. Berbeda dengan cabe blanching, cabe tanpa blanching ini perubahan warna hanya sedikit. Perlakuan ini tidak mengalami proses pemanasan sehingga kandungan pigmen karotenoid pada kulit cabe tidak rusak. Akan tetapi, walau tidak mengalami proses pemanasan, perubahan warna cabe masih tetap berubah. Hal tersebut diduga karena pengaruh penyimpanan yang cukup lama sehingga kandungan karotenoidnya mengalami sedikit penurunan (Dutta dkk, 2004).

Keroposnya jaringan‐jaringan ditimbulkan oleh rusaknya sel‐sel di bawah kulit, terdapat bercak‐bercak yang berwarna

gelap, selain itu sering juga tanpak pencoklatan dari jaringan daging buah. Pencoklatan terjadi disebabkan oleh reaksi enzim phenolase dengan senyawa phenol. Enzim ini tersimpan dalam vakuola, karena kerusakan jaringan sel maka enzim akan berhamburan dan kontak dengan subtratnya (Utama, 2001).

b. Tekstur Berdasarkan pengamatan sensorik,

tekstur pada setiap sampel perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan. Cabe hasil blanching pertama kali mengalami perubahan tekstur pada minggu kesatu. Penyimpanan minggu keempat, tekstur cabe terlihat sangat lunak dengan penampilan cabe yang sangat layu dan mengkisut. Tekstur terlihat mengkisut karena adanya perlakuan panas yang menyebabkan kadar air dari cabe migrasi keluar. Kurangnya kadar air pada bahan menjadikan bahan semakin terlihat layu, akibatnya dinding sel pada cabe menipis (Anonim, 2012a).

Berdasarkan pengamatan, terjadi perubahan cabe tanpa blanching pada pengamatan minggu ketiga. Perubahan tersebut yaitu adanya cairan yang terkumpul didasar wadah bahan. Minggu ketujuh, tekstur cabe sudah mulai mengkerut dan terlihat jelas cabe telah mengalami kelayuan serta sudah mulai ada tanda-tanda kerusakan jaringan sel pada permukaan kulitnya.

Tangkai cabe banyak yang terlepas pada penyimpanan minggu kelima. Hal tersebut diduga karna terjadi proses senescence atau pelayuan selama penyimpanan sehingga kadar air pada jaringan cabe migrasi keluar. Proses terlepasnya tangkai cabe disebabkan jaringan pada cabe sudah keropos dan menyebabkan tekstur terlihat mengkerut dan lembek. Migrasinya kadar air keluar dan terkumpul didasar wadah menyebabkan sebagian pangkal cabe terendam. Cairan tersebutlah yang diduga penyebab tekstur dari cabe ini menjadi lunak. Hal ini disebabkan karna sel-sel pada cabe mulai rusak, dinding sel kulit cabe menipis (Utama, 2001 dan Anonim, 2012a).

Vitamin C

Vitamin C merupakan komponen yang sangat penting dalam bahan pangan. Cabe merupakan buah yang memiliki antioksidan yang tinggi, seperti asam askorbat, total fenol, dan pigmen karotenoid serta capsicin atau

296 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

oleoresin. Kandungan lain pada cabe yaitu protein dan vitamin yang berguna bagi tubuh. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak akibat pemanasan, suhu tinggi menyebabkan vitamin C teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat karena pada perlakuan pemanasan enzim askorbat oksidase akan aktif. Jika enzim askorbat oksidase aktif, maka proses oksidasi berlangsung sehingga dapat menurunkan kadar vitamin C. Enzim askorbat oksidasi merusak vitamin C dengan cara mempercepat perubahan vitamin C menjadi asam dehidroaskorbat. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan vitamin C adalah lama penyimpanan disebabkan teroksidasinya vitamin C dikarenakan adanya perubahan konsentrasi oksigen. Perendaman dalam air juga akan menurunkan kadar vitamin C yang memiliki sifat sangat tidak stabil dalam air (Almatsier, 2001; Ratih dkk, 2010 dan Hidayat, 2008).

Analisa kadar vitamin C dilakukan sebagai indikator umum terjadinya kerusakan kandungan mutu pada cabe. Analisa ini juga dilakukan untuk mengetahui efektivitas gas CO2 terhadap kandungan mutu cabe. Vitamin C yang terdapat dalam cabe tanpa blanching setelah penyimpanan selama 8 minggu disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi gas CO2 terhadap vitamin C cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan selama 8 minggu.

Berdasarkan hasil analisa dengan

menggunakan metode T-Test, diperoleh bahwa perbandingan semua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan 8 minggu.

Gambar diatas menunjukkan kadar vitamin C terendah terdapat pada cabe keriting tanpa penambahan gas CO2 yang disimpan selama 8 minggu yaitu 84,5 mg/100gram. Hasil penyimpanan pada penambahan gas CO2 14,7 psig yaitu 161,9 mg/100gram merupakan

kadar kandungan vitamin C tertinggi. Kandungan vitamin C yang berbeda pada setiap sampel, selain disebabkan karena proses penyimpanan, juga karna adanya modifikasi atmosfer pada ruang penyimpanan. Modifikasi tersebut dengan penambahan konsentrasi gas CO2. Berdasarkan Gambar diatas, kandungan vitamin C secara berurutan meningkat sesuai dengan jumlah konsentrasi gas CO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi tekanan gas yang ditambahkan, kandungan vitamin C pada cabe pun semakin tinggi. Ini disebabkan karena gas CO2 bersifat agak asam serta merupakan jenis gas yang bersifat sistemik, yaitu bereaksi langsung dengan jaringan bahan akan tetapi tidak merusak kandungan vitamin C pada bahan tersebut (Karadeniz, dkk. 2005).

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui jumlah kandungan vitamin C yang dapat bertahan dalam cabe hasil blanching setelah penyimpanan selama 4 minggu disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi gas CO2 terhadap Vitamin C pada cabe keriting yang telah di blanching setelah penyimpanan selama 4 minggu.

Berdasarkan hasil analisa dengan

menggunakan metode T-Test, diperoleh bahwa perbandingan semua perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C cabe keriting hasil blanching setelah penyimpanan 4 minggu.

Gambar diatas menunjukkan kadar vitamin C terendah terdapat pada cabe tanpa penambahan gas CO2 yang disimpan selama 4 minggu yaitu 59,8 mg/100gram. Hasil penyimpanan pada cabe penambahan gas CO2 14,7 psig yaitu 102,1 mg/100gram yang merupakan kadar kandungan vitamin C tertinggi. Perbedaan kadar kandungan vitamin C pada setiap sampel disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi gas CO2 yang ditambahkan pada wadah penyimpanannya. Gas CO2 yang bersifat sistemik dan memiliki

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) Tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar 297

sifat kimia yang agak asam menyebabkan pada saat penyimpanan kandungan vitamin C pada jaringan bahan cukup stabil. Sifat sistemik merupakan sifat yang bereaksi langsung dengan jaringan bahan akan tetapi tidak merusak kandungan vitamin C pada bahan tersebut (Karadeniz dkk., 2005).

Rendahnya kandungan kadar vitamin C pada perlakuan ini disebabkan sebelum penyimpanan dilakukan proses pemanasan yang menyebabkan kandungan vitamin C cabe berkurang. Hal tersebut disebabkan pada saat pemanasan, enzim askorbat oksidase akan aktif sehingga vitamin C teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Enzim askorbat oksidasi merusak vitamin C dengan cara mempercepat perubahan vitamin C menjadi asam dehidroaskorbat. Faktor lain yang menyebabkan kerusakan vitamin C adalah lama penyimpanan disebabkan teroksidasinya vitamin C dikarenakan adanya perubahan konsentrasi oksigen (Hidayat, 2008 dan Karadeniz dkk, 2005).

Tingkat Keasaman (pH)

Nilai keasaman pada buah-buahan pada umumnya diketahui akan semakin bertambah sampai hasil tanaman itu dipanen, akan tetapi setelah hasil tanaman itu dipanen dan dalam penyimpanan keasaman pada buah-buahan akan menurun. Analisa nilai pH dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pH pada cabe selama proses penyimpanan yang dilakukan di suhu ruang (±37°C). Perubahan nilai pH cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan selama 8 minggu disajikan pada Gambar berikut:

Gambar 12. Hubungan antara konsentrasi gas CO2 terhadap pH cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan selama 8 minggu.

Berdasarkan hasil analisa dengan

menggunakan metode T-Test, diperoleh bahwa

perbandingan perlakuan yang tidak berpengaruh nyata adalah perbandingan perlakuan 0 psig gas CO2 dan 7.35 psig gas CO2, sedangkan perbandingan yang lain hasil yang diperoleh berpengaruh nyata terhadap pH cabe keriting tanpa blanching setelah penyimpanan 8 minggu.

Gambar diatas menunjukkan bahwa pH yang tertinggi terdapat pada cabe yang penyimpanannya tanpa penambahan gas CO2 yaitu 3.97. Nilai pH terendah terdapat pada cabe dengan tekanan gas CO2 7.35 psig yaitu 3.58. Adanya perbedaan tingkat keasaman setiap sampel disebabkan karena pada wadah penyimpanannya telah dimodifikasi kondisi udaranya. Modifikasi tersebut dengan penambahan gas CO2. Akan tetapi adanya perbedaan tingkat keasaman atau pH setiap sampel tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim, pada pH tersebut aktivitas enzim masih berlangsung sehingga jaringan bahan cepat mengalami penurunan mutu. Enzim akan berhenti beraktivitas ketika pH pada bahan sangat tinggi ataupun sangat rendah (Awang, 2010).

Perubahan nilai pH cabe keriting hasil blanching setelah penyimpanan selama 4 minggu berbeda dengan pH cabe keriting tanpa blanching. Hasil analisa tersebut disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. Hubungan antara konsentrasi gas CO2 terhadap pH cabe keriting blanching setelah penyimpanan selama 4 minggu.

Berdasarkan hasil analisa dengan

menggunakan metode T-Test, diperoleh bahwa perbandingan perlakuan yang tidak berpengaruh nyata adalah perbandingan perlakuan 0 psig gas CO2 dan 7.35 psig gas CO2, sedangkan perbandingan yang lain hasil yang diperoleh berpengaruh nyata terhadap pH cabe keriting hasil blanching setelah penyimpanan 4 minggu.

Berdasarkan Gambar diatas, dapat dilihat bahwa pH yang tertinggi terdapat pada

298 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

cabe dengan penyimpanan tanpa penambahan gas CO2 yaitu 4.32 dan pH terendah terdapat pada cabe dengan penambahan tekanan gas CO2 7.35 psi yaitu 4.11. Sama halnya dengan cabe perlakuan blanching, adanya perbedaan tingkat keasaman setiap perlakuan disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi di setiap wadah cabe. Modifikasi tersebut dengan penambahan gas CO2. Akan tetapi adanya perbedaan tingkat keasaman atau pH setiap sampel tidak berpengaruh terhadap aktivitas enzim, pada pH tersebut aktivitas enzim masih berlangsung sehingga jaringan bahan cepat mengalami penurunan mutu. Enzim akan berhenti beraktivitas ketika pH pada bahan sangat tinggi ataupun sangat rendah (Awang, 2010).

SIMPULAN

1. Perlakuan blanching menyebabkan umur simpan cabe keriting dalam penyimpanan kondisi penambahan gas CO2 lebih pendek daripada cabe keriting tanpa blanching. Perbandingan umur simpan untuk cabe keriting blanching dengan cabe keriting tanpa blanching yaitu 4 minggu : 8 minggu.

2. Penggunaan gas CO2 pada konsentrasi yang semakin meningkat berbanding langsung dengan daya simpan cabe, baik perlakuan cabe blanching maupun cabe tanpa blanching. Dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan gas CO2), penurunan mutu cabe keriting lebih rendah.

SARAN

Untuk penelitian selanjutnya pada penyimpanan cabe keriting dengan penambahan gas CO2 atau modifikasi atmosfer, sebaiknya pada bagian bawah wadah, diberikan pelapis sejenis sabut/serat agar menyerap air yang keluar dari bahan sehingga air tersebut tidak tertampung dan bahan tidak terendam.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anonim, 2012. Cabe Keriting. http://Pelajaranilmu.blogspot. com/2012/04/Cabe-keriting.htm?. Akses tanggal 8 September 2012 di Makassar.

Anonim, 2012a. Buah dan Sayur. http://www.plantamor.com/index.

php?plant=271. Akses tanggal 03 Oktober 2011 di Makassar.

Awang, 2010. Pengaruh Enzim Terhadap pH. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan. Malang.

Chuang M.T., Lin Y.S., Hou W.C. 2007. Ancordin, the major rhizome protein of madeira-vine,with trypsin inhibitory and stimulatory activities in nitric oxide productions. Peptides.28(6):1311-6.

Dalimartha, S., 2003. Cabai Merah (Capsicum annum L.). (Online)(Pusat%20Data%20%26%20Informasi%20PERSI%202.htm?Show=arsipnews&tbl=alternative. Akses tanggal 29 September 2011 di Makassar.

Dutta, D.,Chaudhuri,U.R., Chakraborty, R.,2004, Retention of β-carotene in frozen carrots under frying condition of temperature and time of storage, Jadavpur University, Kolkata-700032, India.

Astuti, D., 2011. Cabai. http://www.scribd.com/doc/76645421/artikel-cabai-lbm. Akses tanggal 10 September 2012 di Makassar.

Perwirakusuma F., 2012. Packing House. http://fadlx.blogspot.com /2012/05/packing-house-cabe.html. Akses tanggal 10 September 2012 di Makassar.

Akma, F., 2011. Respirasi Pada Buah dan Sayur. http://chylenzobryn.blogspot.co/2011/05/respirasi-pada-buah-dan-sayur.html. Universitas Hasanuddin Makassar. Akses tanggal 22 Mei 2012 di Makassar.

Gozomora, 2009. Pengukuran Capsaicin Pada Cabe. http://goalterzoko.blogspot.com/2009/06/pengukuran-capsaicin-pada-cabe.html. Akses tanggal 10 September 2012 di Makassar.

Karadeniz, F., Burdurlu, H.S., Koca, N., Soyer, Y., 2005, Antioxidant Activity of Selected Fruits and Vegetables Grown in Turkey, Turk. J. Agric. For., 29,297-303.

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) Tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar 299

Alqamari, M., 2012. Cara Benar Menyimpan Cabe Merah. http://epetani.deptan.go.id/budidaya/cara-benar-menyimpan-cabe-merah-1806. Akses tanggal 9 September 2012 di Makassar.

Nawangsih, Ir., dkk. 1994. Cabai Hot Beauty. Swadaya Jakarta.

Hidayat, N., 2008. Vitamin C. http://hidayatpekalongan.blogspot. com/2008/02/vitamin-c.html. Akses tanggal 18 September 2012 di Makassar.

Ratih, dkk., 2010. Optimasi Pasteurisasi Kontinyu Sari Buah Belimbing.http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/33580/2/OPTIMASI-PROSES-PASTEURISASI-KONTINYU-SARI-BUAH-BELIMBING-%28Averrhoa%20carambola%20Linn%29-%28 jurnal%29.pdf. Akses tanggal 18 September 2012 di Makassar.

Realmaya, 2007. Ada Apa Dibalik Pedasnya Cabai, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1728756-ada-apa-di-balikpedasnya/. Akses tanggal 30 oktober 2011di Makassar.

Satro, S. 2011. Aspek Blanching dan Exhausting pada Pengalengan Buah dan Sayur.http://www.sudarman tosastro.blogspot.com. Akses tanggal 03 Oktober 2011, Makassar.

Sembiring, N.N. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas terhadap Kualitas Produk Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Tesis. Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Susiwi, 2009. Regulasi Pangan. Universitas Pendidikan Indonesia. Jakarta.

Syamsir, E. 2011. Mengenal Blancir. http ://ilmupangan. blogspot. com/2011/01/mengenal-blansir.html. Akses tanggal 14 Februari 2012 di Makassar.

Utama, I. 2001. Pascapanen Produk Segar Hortikultura. Denpasar. Universitas Udayana.

300 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah 301

PENGELOLAAN MANAJEMEN SEKOLAH DENGAN MOTIVASI KERJA GURU SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KABUPATEN BULUKUMBA

Sitti Hadijah *)

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan

Guru SMA Negeri 1 Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diharapkan mampu menghasilkan perilaku yang baik, mahir, dan beradab manusia, saat ini dipandang sebagai bagian dari masyarakat, akan dikelola dengan baik jika sekolah memiliki perencanaan yang cukup. Untuk memiliki perencanaan sekolah yang memadai, seorang kepala sekolah harus melibatkan seluruh komponen sekolah terutama guru karena orang yang akan menerapkan hasil dari perencanaan adalah guru. Seiring dengan tuntutan untuk memaksimalkan pelaksanaan perencanaan sekolah, selain melibatkan guru, diperlukan juga akuntabilitas dan transparansi seorang kepala sekolah dalam penyusunan perencanaan. Implementasi dalam menyusun perencanaan diharapkan menjadi baik dan sesuai, jika ketiga aspek perencanaan terpenuhi. Implementasi perencanaan tersebut diharapkan dapat memperoleh persepsi yang tepat oleh guru yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi kerja mereka. Dengan kompilasi perencanaan yang membutuhkan tiga aspek dalam pelaksanaannya, semoga memberikan arti penting dan berimplikasi pada perkembangan sekolah. Secara umum, masalah utama yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara aspek kepemimpinan kepala sekolah dalam perspektif perencanaan partisipasi, akuntabilitas dan transparansi dengan motivasi kerja guru SMA Negeri di Kabupaten Bulukumba. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah dalam perspektif perencanaan partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi secara bersama-sama dan secara keseluruhan, dan motivasi kerja guru. Kata kunci: Manajemen Sekolah dan motivasi kerja guru Sekolah Menengah Atas

Abstract *)

School as a formal education institution which was expected able to produce good behavior, skillful, and civilized human beings, nowadays is seen as part of society, will be managed carefully if the school has sufficient planning. In order to have sufficient school planning, a headmaster should involve the entire school component especially teachers because the ones who will implement the result of the planning are teachers. Along with the demand to maximize the implementation of school planning, in addition to involve teachers, it is also needed accountability and tansparency of a headmaster in the planning compilation. The implementation in composing the planning is expected to be good and suitable, if the three aspects of the planning are fulfilled. Those planning implementation is expected to obtain proper perception by teachers wich in turn could increase their work motivation. By the planning compilation wichh requires three aspects in its implementation, hopefully it gives important sense and has implication toward the school development . Generally, the main problem that would be revealed in this research was: is there any relationship between headmaster’s leadership aspects in the planning perspective of participation, accountability and transparency with the teachers’ work motivation of SMA Negeri in Bulukumba district.The result of the study showed there was a significant relationship between the headmaster’s leadership in the planning perspective of participation, accountability, and transparency all jointly and severally, and the teachers’ work motiation. Keywords: School management and work motivation of high school teachers

302 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

PENDAHULUAN

Dalam proses pendidikan di sekolah, guru mengembang tugas yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri.

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, sebagai awal dari perhatian serius pemerintah terhadap profesi guru. Sejalan dengan hal itu, guru dituntut untuk selalu meningkatkan kinerjanya dalam melakukan proses kegiatan belajar mengajar, karena kinerja guru merupakan indikator yang menentukan proses pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Kinerja guru pada hakekatnya merupakan cerminan dari penguasaan kompetensinya. Dengan tujuan penguasan terhadap kompetensi tersebut, maka sebelum seorang diberikan wewenang mengajar ia perlu dipersiapkan melalui lembaga dan program pendidikan keguruan untuk menguasai berbagai kompetensi agar bisa mengerjakan tugas keprofesionalismenya sebagai guru.

kinerja guru dipengaruhi oleh faktor dari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yang diemban seperti motivasi kerja. Sedangkan faktor dari luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kinerja guru manajemen pengelolaan yaitu kepemimpinan kepala sekolah. dapat dipahami bahwa betapa penting kualitas kepemimpinan kepala sekolah termasuk bagaimana seorang kepala sekolah menerapkan fungsi manajemen, artinya bahwa seorang kepala sekolah harus bisa menyusun perencanaan yang matang, mampu mengatur bawahan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas-tugas pendidikan dan pengajaran. Di samping itu, kepala sekolah harus sanggup melakukan pengarahan, pengawasan serta penilaian atau evaluasi secara efektif.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini secara operasional sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan antara

kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif dengan motivasi kerja guru SMA di Kabupaten Bulukumba?

2. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang akuntabilitas dengan motivasi kerja guru di Kabupaten Bulukumba?

3. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang transparansi dengan motivasi kerja guru di Kabupaten Bulukumba?

4. Apakah ada hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif, akuntabilitas dan transparansi secara bersama-sama dengan motivasi kerja guru SMA di Kabupaten Bulukumba?

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Motivasi Perbedaan antara kebutuhan dan

keinginan oleh Usman (2006:223), mengemukakan bahwa “Motivasi adalah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau impuls.”

Selanjutnya Gray (dalam Winardi 2001:2) mengemukakan difenisi tentang motivasi sebagai berikut: Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang meyebabkan timbulnya sikap entualisme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

2. Pentingnya Motivasi

Terdapat tiga unsur yang merupakan kunci motivasi yaitu: (1) upaya, (2) tujuan organisasi, dan (3) kebutuhan. Unsur upaya merupakan ukuran intensitas. Peter F. Drucker (dalam Sujanto, 2007) bahwa ada empat cara untuk membentuk personil agar termotivasi untuk bertanggung jawab, yaitu (1) penempatan yang seksama, yaitu menunjuk kepada tempat kerja yang sesuai dengan kemampuan, (2) standar kinerja yang tinggi yaitu sebagai tujuan minimal yang harus dicapai di dalam pelaksanaan tugas oleh seseorang, (3) menyediakan informasi yang diperlukan pekerja untuk mengendalikan diri, dan (4) kesempatan berpartisipasi yang memberikan visi manajerial kepada bawahan.

Menurut Usman (2006), motivasi sangat penting bagi kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja guru, karena kinerjanya tergantung dari motivasi,

Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah 303

kemampuan, dan lingkungannya. Rumusnya adalah: Kinerja (K) = fungsi dari motivasi (m), kemampuan (k), dan lingkungan (l) atau K = fm,k,l. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan (1996), mengemukakan bahwa motivasi penting, karena dengan motivasi ini diharapkan setiap guru mau bekerja keras dan antusias mencapai produktivitas kerja yang tinggi.

3. Motivasi Kerja

Gitosudarmo dan Mulyono (1996) mengemukakan dua macam motivasi yang mendorong karyawan untuk mencapai tujuan bersama yaitu: a. Motivasi finansial yaitu dorongan yang

dilakukan dengan memberikan imbalan finansial kepada karyawan. imbalan itu sering disebut insentif;

b. Motivasi nonfinansial yaitu dorongan yang tidak diwujudkan dalam bentuk finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan manusiawi dan lain sebagainya. Mc. Clelland’s mengemukakan, dalam

hal memotivasi dapat dikelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah kerja, yaitu (1) kebutuhan akan prestasi, (2) kebutuhan akan afiliasi, dan (3) kebutuhan akan kekuasaan (Sondang, 1986). Selanjutnya Mc. Clelland’s menjelaskan ketiga kebutuhan tersebut sebagai berikut: (1) kebutuhan akan prestasi (motivation achievement), (2) kebutuhan akan afiliasi (affiliation motivation), (3) Kebutuhan akan kekuasaan (power motivation)

Gaya kepemimpinan menurut Likert (dalam Usman 2006), bahwa pemimpin dalam kepemimpinannya dapat berhasil jika bergaya participative management, penekanannya bahwa keberhasilan pemimpin jika berorientasi pada bawahan dan komunikasi. Selain itu, semua pihak dalam organisasi menerapkan pola hubungan yang mendukung (cupportive relasionship). Selanjutnya Likert merancang empat sistem kepemimpinan dalam manajemen sebagai berikut: (1) Exploitative authoritative (otoriter dan memeras), (2) Benevolent authoritive (otoriter yang baik), (3) Consultative (konsultatif), dan (4) Participative (partisipatif). Likert dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan sistem 1 dan 2 akan menghasilkan produktivitas kerja rendah, sedangkan penerapan sistem 3 dan 4 akan menghasilkan penerapan kerja yang tinggi.

4. Konsep Dasar Kepemimpinan Kepemimpinan kepala sekolah sebagai manajer

Suryosubroto (2004) bahwa kepala sekolah sebagai manajer mempunyai tugas dan tanggung jawab, yaitu: (1) menguasai garis-garis besar program pengajaran (GBPP), (2) bersama-sama guru menyusun program sekolah untuk satu tahun kegiatan, (3) menyusun jadwal pelajaran, (4) mengkoordinasi kegiatan penyusunan model satuan belajar, (5) mengatur pelaksanaan evaluasi belajar dengan memperhatikan syarat-syarat dan norma-norma perilaku, (6) mencatat dan melaporkan hasil-hasil kemajuan kepada instansi atasan, (7) melaksanakan penerimaan murid baru berdasarkan ketentuan, (8) mengatur kegiatan program bimbingan penyuluhan, (9) meneliti dan mencatat kehadiran murid, (10) mengatur program-program ko-kurikuler seperti UKS, keperamukaan dan sebagainya, (11) merencanakan pembagian tugas-tugas, (12) mengusulkan formasi pengangkatan, kenaikan tingkat dan mutasi guru, (13) memelihara pencatatan buku sekolah, (14) mengatur usaha-usaha kesejahteraan personal sekolah, (15) merencanakan, mengembangkan dan memelihara alat peraga pelajaran, (16) mengatur pemeliharaan gedung dan halaman sekolah, (17) memelihara perlengkapan sekolah, (18) mengatur dan bertanggung-jawab dalam pengelolaan keuangan sekolah, (19) memelihara dan mengembangkan hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (20) memelihara dan mengatur penyimpanan arsip kegiatan sekolah.

5. Kepala sekolah sebagai motivator

Sebagai motivator kepala sekolah harus mempunyai strategi yang tepat untuk memberi motivasi kepada guru dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan hidup, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, pengnilaian secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar mengajar melalui pengembangan pusat sumber belajar. Pengaturan lingkungan fisik yang kondusif akan menumbuhkan motivasi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh seorang kepala sekolah dalam membina disiplin para guru, menurut Mulyasa (2006), yaitu sebagai berikut: (1)

304 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

membantu para tenaga guru dalam mengembangkan pola perilaku, (2) membantu para guru dalam meningkatkan standar perilakunya, dan (3) melaksanakan semua aturan yang telah dilaksanakan.

6. Kepemimpinan kepala sekolah dalam

prespektif perencanaan partisipatif, akuntabilitas dan transparansi

a. Kepemimpinan perencanaan partisipatif Galto (dalam Sujanto, 2007)

mengemukakan bahwa kepemimpinan partisipatif lebih berkembang ke arah saling percaya antara pemimpin dan anggota. Pemimpin memberikan kepercayaan pada kemampuan anggota untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggungjawab mereka, Dalam gaya kepemimpinan ini, para pemimpin lebih banyak mendengar, bekerja sama, serta memberikan dorongan dalam proses pengambilan keputusan.

Pengambilan keputusan dalam kepemimpinan partisipatif, menurut Yukl (1996) ada empat prosedur pengambilan keputusan, yaitu: (1) keputusan yang otokratik, (2) konsultasi, (3) keputusan bersama, dan (4) pendelegasiaan. Menurut Likert (dalam Usman, 2006) kepemimpinan participative (partisipatif) bahwa sasaran tugas dan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dibuat oleh kelompok.

b. Kepemimpinan perencanaan akuntabilitas

Akuntabilitas dalam perencanaan pendidikan, menurut Elliot (dalam Pidarta, 1988:164) adalah (1) cocok atau sesuai (fittinging) dengan peranan yang diharapkan oleh orang lain dan (2) menjelaskan dan mempertimbangkan

kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan yang diambil. Akuntabilitas yang dimaksudkan di sini adalah suatu performan yang cocok dan meminta pertimbangan/penjelasan kepada orang lain. Sejalan dengan pendapat tersebut Pidarta (1988:175) mengemukakan bahwa:“Akuntabilitas mengimplemen tasikan paling sedikit tiga kondisi, yaitu (1) sesorang diasumsikan memiliki tingkat tenggung jawab tertentu terhadap pekerjaannya, (2) seseorang harus akuntabilitas terhadap orang lain, dan (3) ada penilaian performan untuk mengetahui apakah orang bersangkutan mencapai sukses/akuntabilitas apa tidak”

c. Kepemimpinan perencanaan transparansi

Transparansi dalam perencanaan sekolah berfokus pada pemberian akses informasi yang terjadi dalam kehidupan sekolah. Menurut Oliver (dalam Arismunandar, 2006), mengemukakan bahwa transparansi berarti pemberian peran kepada orang lain untuk melihat apa yang terjadi. Dalam konteks sekolah, transparansi lebih diarahkan pada keterbukaan dan pemberian informasi tentang kemajuan yang terjadi pada siswa dalam kehidupan sekolah sehari-hari untuk diketahui oleh orang tuanya.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif adalah gaya kepemimpinan dimana kepala sekolah memberikan kepercayaan dan melibatkan bawahannya/guru dalam pengambilan keputusan tanpa adanya diskriminasi dan sesuai dengan kemampuannya, keputusan terbaik adalah keputusan bersama.

KERANGKA PIKIR

Gambar 2. Skema kerangka pikir

Kepemimpinan Kepala Sekolah

Perencanaan Akuntabilitas

Perencanaan partisipatif

Perencanaan Transformasi

Motivasi Kerja

Guru

Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah 305

DEFINISI OPERASIONAL

1. Kepemimpinan kepala sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepemimpinan kepala sekolah dalam dimensi perencanaan yang dipersepsi oleh guru. Yang dimaksud perencanaan adalah perencanaan sekolah dalam prespektif perencanaan yang partisipatif, akuntabilitas dan transparansi. Kepemimpinan kepala sekolah di lihat dari tiga sub variabel, yaitu: (a) kepemimpinan kepala sekolah yang partisipatif dalam menyusun perencanaan sekolah yaitu melibatkan seluruh komponen sekolah guru, siswa, orang tua murid, komite sekolah dan tokoh masyarakat, dimensinya meliputi pendekatan kekuasaan dan perilaku kepemimpinan, (b) kepemimpinan kepala sekolah yang akuntabilitas dalam menyusun perencanaan sekolah, yaitu perencanaan yang dapat dipertanggungjawabkan dan memuaskan semua komponen sekolah, dimensinya meliputi pengelolaan dan pengendalian sumber daya serta membuat kebijakan sesuai dengan pencapaian tujuan, dan (c) kepemimpinan kepala sekolah yang transparan dalam menyusun perencanaan sekolah, yaitu keterbukaan kepala sekolah dalam memberi akses informasi terhadap setiap keputusan dan realisasi dari setiap perencanaan, dimensinya yaitu keterbukaan kepala sekolah dalam pemberian akses informasi.

Pengujian hasil hipotesi pertama

Hipotesi penelitian dalam bentuk statistiknya, yaitu sebagai berikut:

Ho: ρx1y = 0 ; H1: ρx1y ≠ 0

2. 2. Motivasi kerja guru adalah keseluruhan daya pendorong atau penggerak yang terdapat di dalam diri guru sehingga ia dapat memenuhi kebutuhannya serta melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan, Dimensinya yaitu: (1) kebutuhan prestasi, (2) kebutuhan afiliasi, dan (3) kebutuhan kekuasaan.

3. 4. PEMBAHASAN

Instrumen untuk mendapatkan data utama dalam penelitian ini adalah angket dengan skala likert dan skala semantik (semantic defferensial scale) . Penggunaan instrumen ini adalah sebagai berikut: 1. Kuesioner untuk mengukur kepemimpinan

kepala sekolah menurut persepsi guru digunakan skala semantik;

2. Kuesioner untuk mengukur motivasi kerja digunakan skala likert.

Pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiyono, 2006) Tabel hasil korelasi

Berdasarkan hasil analisis statistik pada tabel 3 di atas bahwa besarnya hubungan antara variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif (X1) terhadap motivasi kerja guru (Y) diperoleh koefisien korelasi adalah 0,816 atau (rx1y =

Correlations

1 .816** .840** .943**.000 .000 .000

53 53 53 53.816** 1 .738** .733**.000 .000 .000

53 53 53 53.840** .738** 1 .799**.000 .000 .000

53 53 53 53.943** .733** .799** 1.000 .000 .000

53 53 53 53

Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N

Motivasi Kerja Guru (Y)

Partisipatif (X1)

Akuntabilitas (X2)

Transparansi (X3)

Motivasi KerjaGuru (Y)

Partisipatif(X1)

Akuntabilitas(X2)

Transparansi(X3)

Correlation is s ignificant at the 0.01 level (2-tailed).**.

Interval koefisien Tingkat Hubunga 0,00 - 0,199 0,20 - 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,779 0,80 – 1,000

Sangat rendah Rendah Sedang

Kuat Sangat Kuat

306 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

0,816). Hal ini jika dikonsultasi terhadap interpretasi hubungan korelasi pada Tabel 5 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif terhadap motivasi kerja guru. Besarnya sumbangan variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang partisipatif terhadap tingkat motivasi kerja guru ditunjukkan oleh koefisien determinasi R sebesar 0,816 atau 66,6%.

Ŷ = 28,2 + 0,795 X1

Dari persamaan regresi tersebut dapat

dijelaskan bahwa, Konstanta sebesar 28,2 menyatakan jika tidak ada kenaikan nilai variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif (X1), maka nilai motivasi kerja guru (Y) adalah 28,2. Koefisien regresi sebesar 0,795 menyatakan bahwa setiap perubahan satu skor atau nilai kepemimpinan kepala sekolah akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,795.

Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan sekolah yang partisipatif berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja guru. Nilai signifikan pada Lampiran 5 diperoleh hasil (sig. 0,000) lebih kecil dari nilai probabilitas α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya koefisien nilai regresi ganda adalah signifikan.

Pengujian hipotesis kedua

Hipotesis penelitian dalam bentuk statistiknya, yaitu sebagai berikut:

Ho: ρx2y = 0 ; H1: ρx2y ≠ 0

Berdasarkan hasil analisis statistik pada tabel 3 di atas bahwa besarnya hubungan antara variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang akuntabilitas (X2) terhadap motivasi kerja guru (Y) diperoleh koefisien korelasi adalah 0,840 atau (rx2y = 0,840). Hal ini jika dikonsultasi terhadap interpretasi hubungan korelasi pada Tabel 5 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang akuntabilitas terhadap motivasi kerja guru. Besarnya sumbangan variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang akuntabilitas terhadap tingkat motivasi kerja guru ditunjukkan oleh koefisien determinasi R2

sebesar 0,840 atau 70,6%, artinya variansi perubahan variabel motivasi kerja dapat dijelaskan oleh variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang akuntabilitas sebesar 70,6%, sedang 29,4% lainnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Ŷ = 24,9 + 0,553 X2

Dari persamaan regresi tersebut dapat

dijelaskan bahwa, Konstanta sebesar 24,9 menyatakan jika tidak ada kenaikan nilai variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan akuntabilitas (X2), maka nilai motivasi kerja guru (Y) adalah 24,9. Koefisien regresi sebesar 0,553 menyatakan bahwa setiap perubahan satu skor atau nilai kepemimpinan kepala sekolah akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,553.

Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan sekolah yang akuntabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja guru. Nilai signifikan diperoleh hasil (sig. 0,000) lebih kecil dari nilai probabilitas α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya koefisien nilai regresi ganda adalah signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang akuntabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja guru SMA di Kabupaten Bulukumba. Pengujian hipotesis ketiga

Hipotesis penelitian dalam bentuk statistiknya, yaitu sebagai berikut:

Ho: ρx3y = 0 ; H1: ρx3y ≠ 0

Berdasarkan hasil analisis statistik pada tabel 3 di atas bahwa besarnya hubungan antara variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang transparansi (X3) terhadap motivasi kerja guru (Y) yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,943 atau (rx3y = 0,943). Hal ini jika dikonsultasi terhadap interpretasi hubungan korelasi pada Tabel 5 menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang transparansi terhadap motivasi kerja guru. Besarnya sumbangan variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang transparansi terhadap tingkat motivasi kerja guru

Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah 307

ditunjukkan oleh koefisien determinasi R sebesar 0,943 atau 88,9%.

Ŷ = 11,2 + 1,86 X3

Dari persamaan regresi tersebut dapat

dijelaskan bahwa, Konstanta sebesar 11,2 menyatakan jika tidak ada kenaikan nilai variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan transparansi (X2), maka nilai motivasi kerja guru (Y) adalah 11,2. Koefisien regresi sebesar 1,86 menyatakan bahwa setiap perubahan satu skor atau nilai kepemimpinan kepala sekolah akan memberikan kenaikan skor sebesar 1,86.

Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang transparansi berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja guru. . Nilai signifikan pada Lampiran 5 diperoleh hasil (sig. 0,000) lebih kecil dari nilai probabilitas α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya koefisien nilai regresi ganda adalah signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang transparansi berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja guru SMA di Kabupaten Bulukumba. Pengujian hipotesis keempat

Hipotesis penelitian dalam bentuk statistiknya, yaitu sebagai berikut:

Ho: ρx1 x2 x3y = 0 ; H1: ρx1 x2 x3y ≠ 0

Besarnya hubungan antara variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang partisipatif, akuntabilitas dan transparansi secara bersama-sama (X1 X2 X3) terhadap motivasi kerja guru (Y) yang dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,964 atau (rx1 x2 x3y = 0,964). Hal ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif, akuntabilitas dan transparansi secara bersama-sama terhadap motivasi kerja guru.

Ŷ = 7,32+0,271 X1 + 0,0961 X2+1,31 X3

Dari persamaan regresi tersebut dapat

dijelaskan bahwa, Konstanta sebesar 7,32 menyatakan jika tidak ada kenaikan nilai variabel kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang partisipatif, akuntabilitas dan transparansi (X1 X2 X3),

maka nilai motivasi kerja guru (Y) adalah 7,32. Koefisien regresi sebesar 0,271; 0,0961 dan 1,31 menyatakan bahwa setiap perubahan satu skor (tanda +) atau nilai kepemimpinan kepala sekolah akan memberikan kenaikan skor sebesar 0,271; 0,0961 dan 1,31. Nilai signifikan diperoleh hasil (sig. 0,000) lebih kecil dari nilai probabilitas α = 0,05, maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya koefisien nilai regresi ganda adalah signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan yang partisipatif, akuntabilitas dan transparansi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi kerja guru SMA di Kabupaten Bulukumba. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Para guru SMA di Kabupaten Bulukumba

mempersepsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai positif atau berkategori tinggi;

2. Motivasi kerja guru baik yang bersumber dari faktor-faktor kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi maupun kebutuhan akan kekuasaan, dari ketiga faktor itu dikategorikan tinggi;

3. Hubungan kepemimpinan kepala sekolah dalam prespektif perencanaan partisipatif, akuntabilitas, dan transparansi dengan motivasi kerja baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama mempunyai hubungan positif dan signifikan.

DAFTAR PUSTAKA

Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen Pengertian Praktis bagi Pimpinan dan Eksekutif,(Cet II; Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2003) h.44

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi II (Cetakan III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994)

Jasmani Asf dan Syaiful, Supervisi Pendidikan “Terobosan Baru Dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru” ( Cet I; Malang: Ar-Ruzz Media, 2013)

Sudarmin Danim, Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, Edisi II (Cetakan I; Jakarta: Reneka Cipta, 2004)

308 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Andi Sihotang, Manajemen Sumber Daya Manusia (Cet I; Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2007)

Malayu Hasibuan, Organisasi dan Motivasi (Bandung: PT. Bumi Aksara, 1996)

Malayu.S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar Pengertian, dan Masalah (Cet ke V; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006)

Husaini Usaman, Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan (Cet I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006)

Indro Gitosudasmo dan Agus Mulyono, Prinsip Dasar Manajen Edisi III (Yokyakarta: BPFE Yokyakarta, 1996)

J.Winardi, Motivasi Pemotivasian dalam Manajemen (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007)

Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Startegi dan Manajemen, (Cet VII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 107-108

Mulyasa, Menjadi kepala Sekolah Yang Profesional ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)

Sondang P. Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya ( Jakarta: Bina Aksara, 1986)

Triton PB, Manajemen Sumber Daya Manusia Perpektif Partnership dan kolektivitas (Cet I; Yokyakarta: Tugu Publisher, 2007)

Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah 309

Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti 309

PENDAHULUAN Awalnya pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap jamur tiram putih hanya mengandalkan ketersediaan alami. Dengan cara seperti itu, jumlah jamur tiram putih yang diperoleh sangat terbatas dan hanya tersedia pada musim tertentu. Dinegara tropis seperti Indonesia, jamur tiram putih hanya tumbuh secara alami pada musim hujan. Inisiatif untuk membudidayakan jamur tiram putih ini muncul saat masyarakat menyadari kebutuhan terhadap jamur semakin meningkat, tetapi persediaan dialam semakin terbatas. Permintaan meningkat, itulah kata yang menjadi acuan bagi siapa pun untuk memulai bisnis jamur tiram. Media utama yang lazim digunakan oleh para petani jamur tiram adalah limbah serbuk gergaji.

Media tersebut dipilih karena praktis, harganya murah, juga mudah diolah. Serbuk kayu bukan sebagai satu-satunya media tumbuh. Serbuk kayu hanya sebagai media tumbuh utama sehingga masih diperlukan media tambahan lain untuk tambahan nutrisi bagi pertumbuhan jamur. Media tambahan tersebut antara lain dedak halus, bekatul, kapur, jagung giling kasar, dan tepung biji-bijian.

Komposisi bahan yang tersusun dalam media tumbuh jamur tiram sangat mempengaruhi produktivitas jamur tersebut. Saat ini ada banyak pilihan formula yang dapat dipilih jika akan membudidayakan jamur tiram, tentu harus disesuaikan dengan bahan baku yang tersedia disekitar lokasi usaha. Syarat-syarat bahan media tanam antara lain : (1) mudah mendapatkannya atau ketersediaan cukup , (2) tidak tergantung musim, sepanjang

KAJIAN BERBAGAI MACAM KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus)

Rezky Yulianti *)

Kementerian Pertanian, UPT Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

Email: [email protected]

Abstrak

Kajiwidya ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan produksi pertama panen jamur tiram putih dengan berbagai macam komposisi media tanam dan untuk mengetahui komposisi media tanam terbaik untuk produksi jamur tiram putih. Penelitian ini dilakukan di Lahan praktek budidaya Jamur Tiram Putih di Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku mulai dari Bulan Februari s/d April 2015, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali ulangan dengan jumlah sampel per perlakuan adalah 14 sampel. Analisis data menggunakan uji ANOVA (analisis Variance) yang digunakan untuk pengujian statistik lebih dari 2 sampel, uji yang digunakan adalah uji F. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam (baglog) yang memiliki bobot segar tertinggi adalah pada media tanam serbuk campuran 100 kg + dedak 10 kg + tepung jagung 8 kg + kapur pertanian 2 kg + air 65%. Tanpa penambahan gipsum atau TSP, jamur tiram dapat menghasilkan secara optimal. Kata kunci: Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus), komposisi media tanam, baglog.

Abstract *)

This study aims to determine the differences in the production of the first harvest of white oyster mushrooms with various kinds of planting media composition and to know the composition of the best growing media for the production of white oyster mushrooms. This study was carried out in the field of White Oyster Mushroom cultivation practices at the National Agriculture Training Centre of Batangkaluku starting from February to April 2015, using a Completely Randomized Design (CRD) with 5 treatments and each treatment repeated 5 times with the number of samples per treatment is 14 samples. Data analysis using ANOVA test (analysis of Variance) which is used for statistical testing of more than 2 samples, the test used is the F test. The results of the study showed that the media planting (baglog) which had the highest fresh weight was on sawdust planting medium mixture 100 kg + bran 10 kg + corn flour 8 kg + agricultural lime 2 kg + water 65%. Without the addition of gypsum or TSP fertilizer, oyster mushrooms can produce optimally. Keywords: White Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus), planting media composition, baglog.

310 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

tahun tersedia setiap saat, (3) harganya terjangkau atau relatif murah.

Komposisi media tumbuh untuk jamur tiram berbeda-beda. Ada beberapa literatur yang menyajikan komposisi media tumbuh jamur tiram dengan berbagai komposisi.

Penggunaan molase pada media jamur tiram dapat memacu pertumbuhan dari jamur tiram tersebut. Baglog jamur tiram yang sudah disterilisasi, disuntik dengan larutan molase atau dikenal sebagai limbah pengolahan gula. Satu milimeter molase (30 -40 % kandungan gula) dilarutkan dalam 100 ml air ( Achmad, 2012).

Berdasarkan dari pengalaman pembudidaya jamur tiram yang ada di Jambi, penambahan gula pasir pada media tanam jamur tiram memiliki keuntungan yaitu produksi dapat kontinu, 2 minggu sekali dapat dilakukan pemanenan.

Sehubungan dengan perbedaan berbagai media tanam pada jamur tiram, maka perlu diadakan uji coba melalui proses

penelitian maupun kajiwidya budidaya jamur tiram untuk memperoleh komposisi media tanam mana yang paling baik untuk produksi jamur tiram yang maksimal dengan biaya yang murah. Jika hal ini dapat berhasil secara maksimal maka para perajin jamur tiram perlu kiranya untuk memanfaatkan hasil uji coba tersebut.

Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan

produksi pada panen pertama jamur tiram putih dengan berbagai macam komposisi mediatanam dan mengetahui komposisi media tanam yang paling baik untuk produksi jamur tiram putih. METODE PENELITIAN

Kajiwidya ini dilaksanakan di Lahan praktek budidaya Jamur Tiram Putih di Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku mulai dari Bulan Februari s/d April 2015, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali ulangan, dengan masing-masing ulangan terdiri dari 10 baglog. Adapun perlakuan yang dipergunakan adalah:

Populasi pada kajiwidya ini adalah semua baglog yang telah dibuat berdasarkan 5 perlakuan dengan 5 kali ulangan, jumlah baglog untuk tiap-tiap perlakuan adalah 10 baglog, sehingga untuk total populasi adalah 5 x 5 ulangan = 25 baglog x 10 baglog = 250 baglog.

Untuk menentukan besarnya ukuran sampel maka menggunakan rumus slovin oleh (Umar, 2003) sebagai berikut:

Tabel 1. Contoh Komposisi Jamur Tiram Menurut

Aditya dan Saraswati (2011)

No Serbuk gergaji

Dedak Kapur (Caco3)

Tepung Jagung

Gula merah

Gipsum (CaSo4)

TSP/Air kelapa

Air

1 100 Kg 10 Kg 3 Kg 5 Kg 0,25 Kg 0,5 Kg 0,1 Kg/3 L 65% 2 100 Kg 10 Kg 2 Kg 8 Kg - - - 65%

Tabel 2. Komposisi bahan umum media jamur tiram

(Agus et al, 2004)

Bahan Media Komposisi Serbuk gergaji 100 kg Bekatul/dedak 10 kg Kapur(Caco3) 0,5 kg

Gipsum(CaSo4) 1,5 kg TSP 0,5 kg

Tepung Jagung 0,5 kg Air 45 – 50 L

Tabel 3. Contoh Komposisi Jamur Tiram berdasarkan dari pengalaman pembudidaya jamur tiram di Jambi

No Serbuk gergaji

Dedak Kapur (Caco3)

Gula pasir

Gipsum (CaSo4)

Air

1 300 Kg 15 Kg 2 Kg 2 kg 1 Kg 65% 2 100 Kg 15 Kg 2 Kg - 1 Kg 65% 3 100 kg 15 kg 2 kg - - 65%

Tabel 4. Perlakuan pada perbedaan komposisi media

tanam jamur tiram putih

Perlakuan

Serbuk Gergaji (Kg.)

Dedak (Kg.)

Kapur (Caco3)

Tepung Jagung

Gula merah (Kg.)

Gipsum (CaSo4)

TSP/ Air

kelapa

Gula Pasir

Air

P1 100 10 3 Kg 5 Kg 0,25 0,5 Kg 0,1 Kg/3 L

- 65%

P2 100 10 2 Kg 8 Kg - - - - 65% P3 100 10 0,5 kg 0,5

kg 1,5 kg 0,5 kg - 65%

P4 100 15 2 kg - - 1 kg - 65% P5 100 15 2 kg - - - - 65%

Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti 311

Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian

karena kesalahan pengambilan sampel yang mmasih ditolerir sebesar 10%.

Dengan rumus tersebut diatas maka besarnya ukuran sampel yang akan diambil adalah 71 sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara acak, jadi masing-masing perlakuan membutuhkan sampel sebanyak 71 sampel/ 5 perlakuan = 14,2 sampel yang dibulatkan menjadi 14 sampel.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dengan data primer yang dikumpulkan langsung oleh pengkaji selama kajiwidya berlangsung. Data Primer adalah semua data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya dan masih perlu diolah lebih lanjut. Analisis data menggunakan uji ANOVA (analisis of Varians) yang digunakan untuk pengujian statistik yang lebih dari 2 sampel, uji yang digunakan adalah uji F.

Pelaksanaan dalam kajiwidya ini: a. Persiapan Pembuatan Media Tanam

Langkah pertama adalah melakukan pengayakan serbuk gergaji kayu yang diperoleh dari penggergajian dengan tingkat keseragaman yang kurang baik, hal ini berakibat tingkat pertumbuhan miselia kurang merata dan kurang baik. Mengatasi hal tersebut maka serbuk gergaji perlu diayak. Tujuan pengayakan untuk memisahkan sampah kulit kayu dan potongan kulit kayu yang tidak berguna dan dapat merusak kantong plastik sehingga menimbulkan kontaminasi. Manfaatnya untuk mendapatkan keseragaman ukuran serbuk gergagi. Selanjutnya dilakukan penimbangan bahan-bahan yang digunakan. Tujuannya untuk mendapatkan komposisi yang tepat dari bahan-bahan yang digunakan. Langkah selanjutnya adalah perendaman serbuk gergaji kayu dengan menggunakan air bersih selama 24 jam. Tujuannya untuk menghilangkan zat-zat penghambat pertumbuhan miselium Manfaatnya serbuk gergaji lebih bersih dan lebih lunak, serta kandungan airnya lebih stabil. Setelah proses perendaman dilakukan

penirisan serbuk gergaji kayu selama 24 jam, agar kadar air menjadi 45 – 60 %. Dilanjutkan dengan pencampuran dan pengadukan semua bahan yang digunakan. Tujuannya agar pencampuran komposisi media tanam merata. Komposisinya berbeda beda tergantung dari masing-masing perlakuan. Campuran bahan diaduk merata dan ditambahkan air bersih hingga mencapai kadar air 60-65%, dapat ditandai bila dikepal hanya mengeluarkan satu tetes air dan bila dibuka gumpalan serbuk kayu tidak serta merta pecah. Bahan yang telah dicampur kemudian dikomposkan 1 Malam dengan tujuan untuk mematangkan bahan media, sehingga bekatul dapat diubah menjadi nutrisi yang diperlukan oleh pertumbuhan jamur.

b. Pengisian Media tanam ke Baglog

Kegiatan memasukan campuran media kedalam plastik polipropilen (PP) atau kantong plastik gula ukuran 1 kg, dengan kepadatan tertentu agar miselia jamur dapat tumbuh maksimal dan menghasilkan panen yang optimal. Tujuannya menyediakan media tanam bagi bibit jamur. Selanjutnya prosedur pelaksanaan pengisian media tanam kekantong plastik (baglog). Langkah pertama diawali dengan memasukkan semua bahan yang telah dikomposkan kedalam kantong plastik ukuran 18x30 atau 20x30 atau 23 x 35. Selanjutnya memadatkan campuran dengan menggunakan tangan, botol atau alat lain. Setelah padat, ujung plastik disatukan dan dipasang cincin dari potongan paralon/bambu pada bagian leher plastik sehingga bungkusan akan menyerupai botol. Selanjutnya adalah membuat lubang tanam dengan cara menusukkan sebatang kayu berdiameter hampir sama dengan lubang cincin ke dalam media tepat di dalam cincin sedalam kurang lebih 2 cm dan memasang kapas/kertas koran. Tujuannya adalah membuat penutup cincin sehingga nantinya dapat mencegah tumpahnya bibit yang ditanam serta melindungi media dari serangan organisme pengganggu. Setelah itu tutup kapas dengan kertas koran kemudian diikat dengan karet gelang dengan tujuan mencegah masuknya air ketika baglog disterilisasi.Setelah itu dilanjutkan dengan proses sterilisasi.

n = N 1 + N. (e)2

312 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

c. Sterilisasi Bahan baku baglog banyak

mengandung mikroba, khususnya jamur liar. Apabila tidak disterilkan maka jamur yang tidak diharapkan akan tumbuh lebih dahulu dan menghambat pertumbuhan jamur yang ditanamkan. Oleh karena itu, sterilisasi baglog merupakan keharusan sebelum baglog tersebut ditanami bibit jamur. Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan mikroba,baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat menganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Tujuannya mendapatkan media tanam yang bebas dari mikroba dan jamur lain yang tidak dikendaki. Sterilisasi yang dilakukan pada temperatur 800C-900C memerlukan waktu antara 7-8 jam, sedangkan sterilisasi pada temperatur diatas 900C memerlukan waktu selama 4 jam.

d. Inokulasi

Inokulasi adalah kegiatan memasukan bibit jamur ke dalam media jamur yang telah disterilisasi. Inokulasi dilakukan setelah baglog benar-benar dingin dan dilakukan di dalam ruangan yang bersih dan tidak berdebu untuk memperkecil kemungkinan terkontaminasi. Baglog didinginkan selama 1 malam setelah sterilisasi, kemudian kita ambil dan ditanami bibit diatasnya dengan mempergunakan sendok makan/sendok bibit sekitar + 3 sendok makan kemudian diikat dengan karet dan ditutup dengan kapas.

Kriteria bibit jamur tiram putih yang baik yaitu berasal dari varietas unggul, umur bibit optimal 45 – 60 hari, warna bibit merata, tidak terkontaminasi. Tahapan inokulasi pada jamur tiram putih adalah pertama melakukan sterilisasi ruangan atau kotak tempat kita melakukan proses inokulasi dengan menyemprotkan disinfektan formalin 2% atau alkohol 70%.

Dilanjutkan dengan mensterilkan tangan dengan menyemprotkan alkohol 70% dan juga mensterilkan terlebih dulu ujung besi kecil / spatula dengan penyemprotan alcohol dan spirtus agar steril. Selanjutnya membuka tutup botol bibit kemudian menghancurkan serbuk yang masih padat dengan spatula tersebut.

Membuka penutup kapas/koran pada baglog lalu tuangkan serbuk bibit dari botol ke dalam lubang tanam pada baglog. 1 botol bibit biasanya dapat dipakai untuk

sekitar 35 baglog atau sekitar 10 gram bibit per baglognya. Menutup kembali lubang cincin dengan kapas/koran yang telah disterilkan dan baglog siap diinkubasi. Perlu diingat bahwa pada saat proses inokulasi berlangsung, lakukan proses ini di dekat nyala api spirtus agar tetap steril.

e. Inkubasi (masa pertumbuhan miselium)

Jamur Tiram Putih Inkubasi adalah menyimpan atau

menempatkan media tanam yang telah diinokulasi pada kondisi ruang tertentu agar miselia jamur tumbuh. Tujuanya adalah untuk mendapatkan pertumbuhan miselia.Inkubasi Jamur Tiram Putih dilakukan dengan cara menyimpan di ruangan inkubasi dengan kondisi tertentu. Baglog yang sudah diinokulasi dipindahkan ke ruang inkubasi, dengan suhu ruangan 220

C - 280 C selama 3-4 minggu jika kondisi suhu diatas 280 C maka pertumbuhan miselium bisa sampai 40-60 hari. Ciri-ciri inkubasi yang berhasil diantaranya adalah miselium tumbuh merata dan tidak spot atau tebal tipis, berwarna putih bersih dan tebal. Bila baglog berwarna hijau, kuning, atau terdapat lendir keputih-putihan tandanya baglog terkontaminasi oleh jamur lain yang beracun.

f. Pemeliharaan

Setelah seluruh miselium tumbuh merata pada proses inkubasi selanjutnya memindahkan baglog kedalam kumbung jamur/ ruang pemeliharaan jamur tiram putih. Di alam budidaya jamur tiram hal yang juga harus diperhatikan adalah menjaga suhu dan kelembaban ruang agar tetap pada standar yang dibutuhkan. Jika cuaca lebih kering, panas, atau berangin, tentu akan mempengaruhi suhu dan kelembaban dalam kumbung sehingga air cepat menguap. Bila demikian, sebaiknya frekuensi penyiraman ditingkatkan. Untuk meningkatkan kelembaban dan menurunkan suhu udara, yaitu dengan menyiram lantai kumbung menggunakan selang air dan penyiraman pada baglog dengan menggunakan sprayer. Namun perlu diperhatikan penyiraman pada baglog yang telah keluar tubuh jamurnya karena dapat menyebabkan jamur yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang bagus yaitu tubuh jamur yang rapuh / mudah hancur karena kandungan air yang tinggi. Untuk itu sebaiknya jamur yang telah keluar tubuh jamurnya dipisahkan dengan yang belum

Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti 313

ada, sehingga pada saat penyiraman hanya lokasi baglog yang belum ada tubuh jamurnya saja yang disiram air.

Penyiraman juga dapat dilakukan dengan memasang sprayer diatas rangka atas kumbung jamur, sehingga penyiraman tidak lagi dilakukan secara manual. Nozzel sprayer yang digunakan sebaiknya yang memiliki semprotan air yang halus agar tubuh jamur tidak rusak.

Jika suhu terlalu tinggi dan kelembaban kurang, bisa membuat tubuh jamur sulit tumbuh atau bahkan tidak tumbuh. Oleh karena itu, atur juga sirkulasi udara di dalam kumbung agar jamur tidak cepat layu dan mati. Pengaturan sirkulasi dapat dilakukan dengan cara menutup sebagian lubang sirkulasi ketika angin sedang kencang. Sirkulasi dapat dibuka semua ketika angin sedang dalam kecepatan normal. Namun, yang terpenting adalah jangan sampai jamur kekurangan udara segar, sebaiknya pada kumbung jamur diletakkan thermometer untuk mengetahui suhu udara.

Selain pemeliharaan baglog, dalam budidaya jamur tiram juga perlu dilakukan perawatan untuk mencegah atau mengendalikan hama dan penyakit yang mungkin bisa menyerang jamur tiram.

g. Panen

Jamur tiram termasuk jenis tanaman budidaya yang memiliki masa panen cukup cepat. Panen jamur tiram dapat dilakukan dalam jangka waktu 4o hari setelah pembibitan atau setelah tubuh buah berkembang maksimal, yaitu sekitar 2-3 minggu setelah tubuh buah terbentuk. Perkembangan tubuh buah jamur tiram yang maksimal ditandai pula dengan meruncingnya bagian tepi jamur. Kriteria jamur yang layak untuk dipanen adalah jamur yang berukuran cukup besar dan bertepi runcing tetapi belum mekar penuh atau belum pecah.

Pengamatan: a. Panjang miselium

Pengamatan terhadap panjang miselium dilakukan 7, 10,13, dan 46 hari setelah inokulasi (HSI). Panjang miselium diukur mulai dari bagian cincin bagian bawah atau bagian paling atas dari media tanam hingga batas tumbuh miselium pada bagian bawah media. Untuk mempermudah dalam menghitung panjang miselium, dipergunakan alat ukur.

b. Saat panen pertama (HSI) Saat panen pertama dihitung sejak

proses inokulasi hingga jamur siap panen. Jamur yang telah siap dipanen memiliki ciri badan buah yang bagian tepi telah menipis dan memiliki ukuran yang optimal, pada umumnya panen dilakukan 2-3 hari setelah munculnya pin head. Pemanenan dilakukan dengan mencabut keseluruhan bagian dari jamur hingga tidak meninggalkan sisa pada media tanam pada pagi atau sore hari untuk menjaga kesegaran jamur. Jika masih ada bagian dari jamur yang tertinggal dalam media tanam, akan menyebabkan kebusukan pada media. Media tanam yang busuk akan mempengaruhi panen selanjutnya.

c. Berat segar total badan buah (gram) untuk

panen I Jamur yang telah dipanen dibersihkan

dari kotoran yang masih menempel kemudian ditimbang untuk mengetahui berat segar total. Berat segar badan buah perbaglog yang telah ditimbang setiap panen kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan produktifitas jamur tiap baglog. Setiap baglog dicatat waktu panen I dan berat segarnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengukuran panjang miselium, diperoleh rata-rata panjang miselium untuk masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut :

Berdasarkan hasil pengukuran panjang miselium pada perlakuan 1,2,3 4 dan 5, diketahui bahwa pertumbuhan miselium sudah mulai muncul pada hari ke-7 setelah inokulasi (HSI) dan masing-masing perlakuan mencapai pertumbuhan miselium yang optimal ketika berumur 46 HSI. Pertumbuhan miselium yang paling baik terjadi pada P2 dan P3,disusul dengan perlakuan P1,P5 dan P4. Dan untuk

Tabel 5. Rata-rata panjang miselium pada masing-masing

perlakuan dan waktu panen I

Perlakuan

Umur Waktu Panen I (HSI)

7 HSI (cm)

10 HSI (cm)

13 HSI (cm)

46 HSI (cm) Hari

1 1,93 2,35 2,92 14,2 67 2 3,21 4,14 5,07 16,22 60 3 2,92 3,93 4,98 15,48 60 4 1,77 2,19 2,58 13,65 67 5 1,82 2,23 2,62 13,83 67

314 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

panen pertama, P2 dan P3 lebih awal dibandingkan P1,P4 dan P5. Panen pertama pada P2 dan P3 terjadi pada 60 HIS dan P1,P 4 dan P5 pada hari ke 67 HSI.

Dari tabel diatas diketahui rata-rata produksi panen pertama tertinggi pada P2 yaitu 192 gram, disusul pada P3 yaitu 174,42 gram, selanjutnya P1 dengan nilai 171,35 gram dan P5 yaitu 170,28 gram dan terendah adalah P4

Untuk analisis Anova, hipotesis dari perlakuan adalah : Ho = keempat rata-rata sampel adalah

sama H1 = keempat rata-rata sampel adalah

tidak sama

Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada perbedaan produksi jamur tiram putih untuk panen pertama terhadap berbagai macam perlakuan komposisi media tanam dilakukan uji Anova yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Dasar pengambilan keputusan melalui perbandingan F Hitung dengan F Tabel. Jika F

dengan nilai 169,57 gram. Selanjutnya analisis homogenitas untuk menguji berlaku tidaknya asumsi untuk Anova, yaitu apakah kelima sampel memiliki varians yang sama.

Dari hasil levene statistic test hitung

adalah 1,454 dengan nilai probabilitas 0,227.

Karena probabilitas > 0,05 maka keempat

varians/perlakuan adalah sama yang berarti uji

Anova sudah terpenuhi. Selanjutnya dilakukan

uji Anova pada Tabel 8.

hitung lebih besar dari F Tabel maka Ho ditolak, dan jika F Hitung lebih kecil dari F Tabel maka Ho diterima. Dari hasil uji Anova diatas diketahui F hitung adalah 25,974, sedangkan F tabel adalah 2,51. Jadi F Hitung > dari F Tabel, maka Ho ditolak, artinya keempat perlakuan adalah tidak sama/berbeda dalam arti produksi pada panen pertama tiap-tiap perlakuan berbeda.

Setelah diketahui bahwa ada perbedaan tiap perlakuan, makadilakukan uji Tukey Test dan Bonferroni Test untuk mengetahui mana saja perlakuan yang berbeda dan mana yang tidak berbeda, terdapat pada tabel 9.

Tabel 6. Deskripsi untuk masing-masing perlakuan

N Mean Std.

Deviation

Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Min Max

Lower Bound Upper Bound

Perlakuan 1 14 171.3571 5.44352 1.45484 168.2142 174.5001 163.00 180.00

Perlakuan 2 14 192.0000 4.50641 1.20439 189.3981 194.6019 184.00 200.00

Perlakuan 3 14 174.4286 6.51288 1.74064 170.6681 178.1890 162.00 183.00

Perlakuan 4 14 169.5714 8.17797 2.18565 164.8496 174.2932 150.00 177.00

Perlakuan 5 14 170.2857 8.86157 2.36835 165.1692 175.4022 151.00 179.00

Total 70 175.5286 10.78878 1.28951 172.9561 178.1011 150.00 200.00

Tabel 7. Test Homogenitas Varians

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.454 4 65 .227

Tabel 8. Uji Anova

Perlakuan Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 4940.514 4 1235.129 25.974 .000

Within Groups 3090.929 65 47.553

Total 8031.443 69

Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti 315

Dari hasil analisis diatas diketahui P2 berbeda nyata dengan P1,P3,P4 dan P5. Dan untuk P1 tidak berbeda nyata dengan P3,P4 dan P5. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produksi untuk panen pertama pada P2 berbeda nyata dengan produksi pada P1,P3,P4 dan P5, dan untuk P1,P3,P4, dan P5 tidak berbeda nyata.

Berdasarkan hasil analisis diatas, dapat diketahui Jamur tiram merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil tetapi memiliki spora yang merupakan sel yang saling berhubungan membentuk suatu jaringan yang disebut miselium. Fungsi miselium ini adalah untuk menyerap air, nutrisi dan bahan organik dari media yang digunakan pada pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih. Dari

Tabel 9. Uji Post Hoc untuk masing-masing

(I) Perlakuan

(J) Perlakuan

Mean Difference

(I-J)

Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Tukey HSD

Perlakuan 1

Perlakuan 2 -20.64286* 2.60639 .000 -27.9559 -13.3298 Perlakuan 3 -3.07143 2.60639 .764 -10.3845 4.2416 Perlakuan 4 1.78571 2.60639 .959 -5.5273 9.0988 Perlakuan 5 1.07143 2.60639 .994 -6.2416 8.3845

Perlakuan 2

Perlakuan 1 20.64286* 2.60639 .000 13.3298 27.9559 Perlakuan 3 17.57143* 2.60639 .000 10.2584 24.8845 Perlakuan 4 22.42857* 2.60639 .000 15.1155 29.7416 Perlakuan 5 21.71429* 2.60639 .000 14.4012 29.0273

Perlakuan 3

Perlakuan 1 3.07143 2.60639 .764 -4.2416 10.3845 Perlakuan 2 -17.57143* 2.60639 .000 -24.8845 -10.2584 Perlakuan 4 4.85714 2.60639 .347 -2.4559 12.1702 Perlakuan 5 4.14286 2.60639 .509 -3.1702 11.4559

Perlakuan 4

Perlakuan 1 -1.78571 2.60639 .959 -9.0988 5.5273 Perlakuan 2 -22.42857* 2.60639 .000 -29.7416 -15.1155 Perlakuan 3 -4.85714 2.60639 .347 -12.1702 2.4559 Perlakuan 5 -.71429 2.60639 .999 -8.0273 6.5988

Perlakuan 5

Perlakuan 1 -1.07143 2.60639 .994 -8.3845 6.2416 Perlakuan 2 -21.71429* 2.60639 .000 -29.0273 -14.4012 Perlakuan 3 -4.14286 2.60639 .509 -11.4559 3.1702 Perlakuan 4 .71429 2.60639 .999 -6.5988 8.0273

Bonferroni

Perlakuan 1

Perlakuan 2 -20.64286* 2.60639 .000 -28.2171 -13.0687 Perlakuan 3 -3.07143 2.60639 1.000 -10.6456 4.5028 Perlakuan 4 1.78571 2.60639 1.000 -5.7885 9.3599 Perlakuan 5 1.07143 2.60639 1.000 -6.5028 8.6456

Perlakuan 2

Perlakuan 1 20.64286* 2.60639 .000 13.0687 28.2171 Perlakuan 3 17.57143* 2.60639 .000 9.9972 25.1456 Perlakuan 4 22.42857* 2.60639 .000 14.8544 30.0028 Perlakuan 5 21.71429* 2.60639 .000 14.1401 29.2885

Perlakuan 3

Perlakuan 1 3.07143 2.60639 1.000 -4.5028 10.6456 Perlakuan 2 -17.57143* 2.60639 .000 -25.1456 -9.9972 Perlakuan 4 4.85714 2.60639 .669 -2.7171 12.4313 Perlakuan 5 4.14286 2.60639 1.000 -3.4313 11.7171

Perlakuan 4

Perlakuan 1 -1.78571 2.60639 1.000 -9.3599 5.7885 Perlakuan 2 -22.42857* 2.60639 .000 -30.0028 -14.8544 Perlakuan 3 -4.85714 2.60639 .669 -12.4313 2.7171 Perlakuan 5 -.71429 2.60639 1.000 -8.2885 6.8599

Perlakuan 5

Perlakuan 1 -1.07143 2.60639 1.000 -8.6456 6.5028 Perlakuan 2 -21.71429* 2.60639 .000 -29.2885 -14.1401 Perlakuan 3 -4.14286 2.60639 1.000 -11.7171 3.4313 Perlakuan 4 .71429 2.60639 1.000 -6.8599 8.2885

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

316 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

hasil pengamatan diketahui bahwa, perlakuan P2 adalah yang paling cepat pertumbuhan miseliumnya, disusul oleh P3. Faktor yang mempengaruhi adalah kandungan karbohidrat yang terdapat pada dedak dan tepung jagung yang memiliki nilai kandungan karbohidrat yang tinggi. Pada P2, dedak dan tepung jagung merupakan yang paling tinggi kompisisinya dengan perbandingan tepung jagung 8 kg dan dedak 10 kg. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gabriel (2004) bahwa karbohidrat diperlukan sebagai nutrisi pada pertumbuhan miselium. Dengan pertumbuhan miselium yang lebih cepat, otomatis proses pemindahan dari ruang inkubasi ke ruang pemeliharaan akan lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan P1,P4, dan P5, dan proses pemanenan juga lebih cepat.

Untuk proses panen pertama, nilai tertinggi terdapat pada perlakuan P2 dengan hasil panen tertinggi 200 gram, dan disusul perlakuan P3 dengan nilai 183 gram, P1 dan P5 sama dengan nilai 179 ,dan terendah pada P4 dengan nilai 177 gram. Tingginya nilai berat segar jamur tiram pada perlakuan P2 ini dikarenakan adanya penambahan dedak dan tepung jagung dengan kompisisi yang lebih banyak. Dedak dan tepung jagung merupakan sumber karbohidrat yang keduanya memiliki kandungan baik karbohidrat dan protein yang cukup untuk nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur tiram. Hal ini sejalan dengan pendapat Gunawan (2005) dikatakan bahwa semua unsur yang terdapat dalam karbon seperti monosakarida, polisakarida, asam organik, asam amino, alkohol, lemak, selulosa dan lignin dapat digunakan oleh jamur untuk memenuhi kebutuhan energi dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur. Menurut pendapat Johnson (1991) bahwa tepung jagung adalah tepung yang diproduksi dari jagung pipil kering dengan cara menggiling halus bagian endosperm jagung yang mengandung pati sekitar 86-89%. Tepung jagung berwarna kuning dengan tingkat kecerahan yang berbeda-beda. Penggilingan biji jagung kedalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian dari biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohisrat yang tinggi.

P3 memiliki berat segar jamur tiram yang lebih baik dibandingkan dengan P1. walaupun P1 memiliki penambahan tepung jagung yang cukup banyak dibandingkan dengan P3. Hal tersebut disebabkan karena penambahan TSP yang lebih banyak pada P3

dibandingkan P1. Kita ketahui sendiri bahwa penggunaan pupuk dapat membantu pertumbuhan dan produksi dari jamur tiram. Untuk kehidupan dan perkembangan, jamur memerlukan sumber nutrien atau makanan dalam bentuk unsur-unsur seperti nitrogen, fosfor, belerang, kalium, karbon, serta beberapa unsur lainnya.Di dalam jaringan kayu, unsur-unsur ini sudah tersedia walaupun tidak sebanyak yang dibutuhkan. Oleh karena itu, perlu penambahan dari luar, misalnya dalam bentuk pupuk yang digunakan sebagai bahan campuran selama pembuatan substrat tanam (Suriawiria,2003). Hal ini juga sejalan dengan pendapat Semiatun (2007) bahwa penambahan pupuk NPK dapat memberi pengaruh terhadap pertumbuhan jumlah badan buah dan berat basah jamur tiram putih. Namun, penggunaan pupuk ini memiliki kelemahan yaitu jamur menjadi lebih cepat rusak, seperti terjadi perubahan warna, dan masa simpan lebih singkat. Hal ini disebabkan karena kadar air dalam jamur yang menjadi lebih banyak, dan juga jamur tiram sudah tidak menjadi organik lagi karena ada campuran bahan kimiaFaktor lain yang mempengaruhi P1 memiliki berat segar sedikit lebih rendah dibandingkan P3 walaupun memiliki penambahan tepung jagung yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kandungan air dalam media tanam yang terlalu tinggi akibat penambahan 3 liter air kelapa ditambah dengan penambahan air 65%. Hal ini dikatakan oleh Soenanto (2000) bahwa kandungan air dalam media pertumbuhan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan miselium maupun perkembangan tubuh buah. Jamur tiram memerlukan substrat tumbuh dengan kandungan air lebih kurang 70%.

P4 dan P5 memiliki berat segar jamur tiram yang lebih rendah dibandingkan ketiga perlakuan diatas dikarenakan tidak ada penambahan tepung jagung maupun pupuk kedalam komposisi media tanamnya.

SIMPULAN

Jamur tiram merupakan jamur konsumsi yang media utama yang lazim digunakan oleh para petani jamur tiram adalah limbah serbuk gergaji/kayu. Serbuk kayu hanya sebagai media tumbuh utama sehingga masih diperlukan media tambahan lain untuk tambahan nutrisi bagi pertumbuhan jamur. Berbagai macam komposisi media tanam yang bisa dimanfaatkan. Untuk produksi jamur tiram (berat segar tertinggi) untuk panen pertama, terbaik didapat dari komposisi dengan penambahan tepung jagung tanpa

Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti 317

menggunakan gipsum dan tanpa penambahan pupuk buatan. Gipsum hanya berfungsi untuk memperkokoh media tanam agar tidak cepat hancur ketika dalam perjalanan namun memiliki kekurangan yaitu mengandung bahan kimia yang tidak cocok untuk dikonsumsi begitu pula dengan penambahan pupuk TSP (pupuk kimia) yang jika dikunsumsi berlebihan dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan. DAFTAR PUSTAKA

Achmad. 2002. Jamur. Jakarta : Agriflo. Agus. 2006. Budidaya Jamur Konsumsi.

Jakarta : Agro Media Pustaka.

Cahyana, Muchroji dan M. Bachrun. 2006 . Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ervina, Dian Wahyuni.2000.Pengaruh Bekatul Dan Ampas Tahu Pada Media serbuk Gergaji Kayu Jati Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Merah. Malang: Fakultas Pertanian UMM.

Gender, R. 1986. Bercocok tanam Jamur. Bandung: Pioner Jaya.

Gunawan dan Agustin Widya. 1999. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta : Penebar Swadaya.

--------------------------------------- 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soenanto Hardi. 2000. Jamur Tiram Budidaya dan Peluang Usaha, Semarang : Aneka Ilmu.

Johnson, L.A. 1991. Corn: Production, Processing, and Utilization. Di dalam: Lorenz KJ dan K Kulp (eds.) Handbook of Cereal Science and Technology. New York: Marcell Dekker inc.

Lani. 2010. Usaha Jamur Pangan. Bandung : Acarya Media Utama.

Rezeki, S.A. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Jakarta : Aranca Pratama.

Suriawati, U. 1999. Sukses Beragrobisnis Jamur Kayu. Jakarta : Penebar Swadaya.

Susilawati dan Raharjo. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Jamur Tiram (Pleourotus ostreatus var florida) yang ramah lingkungan (Materi Pelatihan Agribisnis bagi KMPH). Palembang : Report No. 50.STE.Final.

Wydia, A, G. 2011. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta : Penebar Swadaya.

318 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 329

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X MIA.1 SMAN 1 BULUKUMBA MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

Kusmawati *)

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Selatan Guru SMA Negeri 1 Bulukumba

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini adalah Penelitian Tidakan Kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba melalui pendekatan konstruktivisme. Subjek penelitian ini adalah siswa Kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba Tahun Pelajaran 20016/20017 semester genap sebanyak 36 orang siswa. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri atas empat komponen yaitu: perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes akhir Siklus I, tes akhir Siklus II dan lembar observasi. Menganalisis data dengan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil yang diperoleh dari analisis deskriptif kuantitatif adalah sebagai berikut : (1) skor rata-rata hasil belajar fisika siswa kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba yang diperoleh pada siklus I dengan sub pokok bahasan “Alat-alat optik” sebesar 64,68 (64,68%) dan standar deviasi 13,87 dari skor ideal 100,. Pada siklus II pokok bahasan “Listrik dinamis” skor rata-rata yang diperoleh sebesar 74,72 atau 74,72% dengan standar deviasi 13,92 dari skor ideal 100,. Siklus I dan siklus II keduanya berada pada kategoti tinggi. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan jumlah frekuensi siswa yang berada pada kategori tinggi yang semakin meningkat yakni pada Siklus I 16 siswa (40%) dan Siklus II 22 siswa atau 55%. Skor rata-rata tingkat penguasaan materi mengalami peningkatan sebesar 10,04 (10,04%). (2) Ketuntasan belajar siswa meningkat setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme pada setiap pertemuan pada Siklus II. Hal ini terlihat pada besarnya persentase peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kriteria ketuntasan belajarnya, yakni sebesar 32,5%. Dimana, siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar dari Siklus I ke Siklus II sebanyak 13 orang siswa, yaitu dari 19 orang yang mengalami ketuntasan di Siklus I menjadi 32 orang di Siklus II dari 36 siswa.

Kata kunci: Konstrutivisme, Hasil Belajar

Abstract *)

This research is a Classroom Action Research which aims to improve physics learning result of class X students MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba through constructivism approach. The subjects of this study were students of Class X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba Lesson Year 20016/20017 even semester of 36 students. This research is conducted in 2 cycles, each cycle consists of four components: action planning, action implementation, observation and reflection. The data collection techniques used are the final test of Cycle I, the final test of Cycle II and the observation sheet. Analyze data with quantitative and qualitative descriptive analysis. The results obtained from quantitative descriptive analysis are as follows: (1) average score of physics learning result of class X students MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba obtained in cycle I with sub subject "Optical tools" equal to 64,68 (64.68%) and the standard deviation of 13.87 from the ideal score of 100. In cycle II the subject of "Dynamic electricity" average score obtained for 74.72 or 74.72% with a standard deviation of 13.92 from the ideal score of 100 ,. Cycles I and cycle II are both in high categorization. Increased student learning outcomes with the number of student frequency in the high category that is increasing in the cycle I 16 students (40%) and Cycle II 22 students or 55%. The average score of material mastery level increased by 10.04 (10.04%). (2) The students' learning mastery increases after being given the learning by using constructivism approach at every meeting in Cycle II. This is seen in the percentage increase in student learning outcomes based on learning completeness criteria, which amounted to 32.5%. Where, students who experience improvement of learning outcomes from Cycle I to Cycle II as many as 13 students, namely from 19 people who experience complete in Cycle I to 32 people in Cycle II of 36 students.

Keywords: Constructivism, Learning Outcomes.

330 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

PENDAHULUAN

Dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional, maka pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Salah satu jenjang pendidikan tersebut adalah sekolah lanjutan tingkat pertama.

Oleh karena itu dituntut peningkatan kulitas pengajaran, agar diperolah hasil belajar yang lebih optimal sehingga menunjang peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab semua aparat pendidikan termasuk guru.

Guru sebagai salah satu komponen pendidikan mempunyai peran yang cukup besar mengingat posisi dan peranan guru yang bersentuhan langsung dengan siswa melalui proses belajar mengajar di sekolah. Maka guru dituntut untuk dapat lebih peka terhadap kondisi atau faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan dalam hal ini adalah hasil belajar siswa. Dalam upaya peningkatan kualitas, baik proses maupun hasil pengajaran yang berupakan tugas dan tanggung jawab guru. Maka salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui pengajaran yang menekankan kepada cara belajar siswa aktif.

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas. Diantaranya adalah model pembelajaran yang digunakan. Oleh karena itu perlu diterapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga siswa dapat menyerap konsep-konsep yang sedang dipelajarinya.

Belajar menurut konstruktivis adalah suatu perubahan konseptual, yang dapat berupa pengkonstruksian ide yang sudah ada sebelumnya. Menurut konstruktivis ketika masuk ke kelas untuk menerima pelajaran, siswa tidak dengan kepala kosong yang siap diisi dengan berbagai macam pengetahuan oleh guru. Mereka telah membawa pengetahuan awal yang diistilahkan oleh para konstruktivis dengan children’s models, alternative conception dan sebagainya yang dikutip dari Driver. R, Edith Guesne dan Andree Tiberghien (Bongko Daeng, 1999 : 2 ).

Pengetahuan awal ini dapat mempermudah siswa dalam menerima pelajaran selanjutnya, tetapi dapat pula mempersulit siswa. Karena itu guru harus mengetahui terlebih dahulu konsepsi awal siswa mengenai konsep yang akan diajarkan.

Guru harus menciptakan kegiatan dalam pembelajaran yang dapat mengubah konsepsi awal siswa yang belum sesuai dengan konsep yang sedang dipelajari atau menyempurnakan konsep awal yang kurang lengkap. Oleh karena itu diperlukan suatu model mengajar yang memenuhi syarat tertentu.

Salah satu model mengajar yang dapat dianggap memenuhi syarat dilihat dari kerangka konseptual adalah model pembelajaran yang dikemukakan oleh Nivick yang dikutip dari Osborne (Muhammad Natsir, 1998 : 4). Model pembelajaran ini merupakan implementasi dari sejumlah prinsip-prinsip konstruktivisme tentang bagaimana pengetahuan diperoleh. Model ini mempunyai pola umum, yakni : (i) fase pertama, mengungkapkan gagasan atau ide siswa tentang konsep yang dipelajari. (ii) fase kedua, menciptakan suatu komplik dalam pikiran siswa. (iii) fase ketiga, mendorong terjadinya akomodasi dalam pikiran siswa.

Oleh karena itu melalui model pembelajaran konstruktivisme ini diharapkan dapat menigkatkan hasil belajar jika digunakan dalam pengajaran IPA hasil belajar siswa diharapkan baik, walapun belum tentu bahwa hasil belajar siswa yang baik itu hanya karena dalam pelajaran IPA digunakan model pembelajaran konstruktivisme.

Mengingat pentingnya model pembelajaran konstruktivisme dalam pengajaran IPA, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini, dan mencoba melakukan suatu penelitian dengan judul ”Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba melalui pendekatan konstruktivisme”. TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan mengajar Fisika Penerapan pendekatan mengajar dalam

proses pembelajaran fisika, memegang peranan yang sangat penting. Hal ini dikarenakan penggunaan pendekatan mengajar dalam proses pembelajaran fisika akan mempengaruhi situasi kelas. Situasi kelas yang diharapkan adalah situasi yang dapat merangsang siswa untuk belajar, sehingga tujuan dari proses pembelajaran akan dicapai secara optimal.

Oleh karena itu, dalam setiap proses pembelajaran fisika guru harus memilih pendekatan mengajar yang tepat agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah dalam memilih pendekatan mengajar

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 331

fisika adalah dengan terlebih dahulu harus menguasai pendekatan mengajar sebagai teknik penyajian materi pelajaran fisika, agar materi pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik (Azhar, 1993:67).

Menurut Suparman (1991:18), yang dimaksud dengan pendekatan mengajar adalah “Suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh guru. Selain itu, pendekatan mengajar dapat pula diartikan sebagai instruktur atau strategi yang dikuasai guru untuk mengajar dan menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan digunakan oleh siswa dengan baik”

Pendekatan mengajar dalam proses pembelajaran fisika akan mempengaruhi kegiatan belajar fisika siswa. Pendekatan mengajar akan lebih efektif digunakan bila memperhitungkan kemampuan dan kesiapan mental siswa sehingga tujuan pengajaran fisika akan tercapai secara optimal. Kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dipilih guru harus relevan dengan tujuan belajar dan disesuaikan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Hal ini dimaksudkan agar terjadi interaksi antara guru dan siswa.

Dalam memilih pendekatan mengajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran fisika, terdapat beberapa hal yang diperhatikan. Menurut Roestiyah (1989:23), pemilihan pendekatan mengajar harus berdasarkan pada beberapa hal, di antaranya adalah sifat dari pelajaran, alat-alat peraga yang tersedia, besar kecilnya kelas, tempat dan lingkungan, kemampuan dan kesanggupan guru, banyak sedikitnya materi pelajaran, dan tujuan mata pelajaran.

Lebih lanjut Engkoswara (1988:41) mengemukakan bahwa persoalan bagaimana memilih pendekatan mengajar tergantung kepada tujuan mengajar, bahan apa yang diajarkan, siapa siswa yang diajar, dan fasilitas atau perlengkapan mengajar yang digunakan. Dalam hubungannya dengan hal itu, maka dikemukakan lima prinsip di dalam memilih pendekatan mengajar, yaitu: (i) asas maju berkelanjutan, artinya memberi kemungkinan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu; (ii) penekanan pada belajar sendiri bahan pelajaran yang lebih banyak daripada yang diberikan oleh guru; (iii) bekerja secara team, dimana siswa dapat mengerjakan sesuatu pelajaran yang memungkinkan siswa bekerja sama; (iv) multidisipliner, artinya memungkinkan siswa untuk mempelajari sesuatu meninjau dari

berbagai sudut; (v) fleksibel, artinya dapat dilakukan menurut keperluan dan keadaan.

Pendekatan mengajar yang diterapkan dalam proses pembelajaran fisika dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Semakin besar pengaruhnya untuk menghasilkan sesuatu yang diharapkan, maka dapat dikatakan semakin efektif pendekatan mengajar tersebut. Selanjutnya, suatu pendekatan mengajar dikatakan efisien jika penerapan dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu relatif menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu minimum. Dengan kata lain semakin kecil tenaga, usaha, biaya dan waktu yang dikeluarkan, maka semakin efisien pendekatan mengajar tersebut. Pembelajaran Konstruktif dalam Fisika

Konstruktivisme yang merupakan landasan filosofis pendekatan contextual teaching and learning (CTL) adalah pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dalam struktur kognitifnya dan memberinya makna melalui pengalaman nyata.

Menurut Yeger (Susilo, 2000) praktek pembelajaran konstruktivitik oleh guru menghasilkan siswa yang mencapai lebih banyak tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran termasuk adalah penguasaan konsep-konsep dasar (yang bukan berarti hanya menghafalkan saja atau mengenal kembali definisi), penggunaan keterampilan proses dasar (dasar situasi baru), kemampuan untuk menggunakan, menginterpretasi, dan mensintesis informasi; peningkatan keterampilan kreativitas (bertanya, menyarankan penyebab, memprediksi konsekuensi); dan pengembangan sikap positif terhadap sains, sekolah, kelas, guru dan karier.

Pendekatan konstuktivis di dalam tujuan pembelajaran berorientasi melatih siswa untuk dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dengan bekal berpikir kritis dan memproses pengetahuan yang diperoleh, juga siswa diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan nyata dengan cara menemukan berbagai alternatif solusi masalah.

Dari segi strategi pembelajaran, bahwa penyajian materi ditekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna yang mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian-bagian. Pembelajaran lebih banyak diorientasikan untuk meladeni pertanyaan-pertanyaan atau pandangan siswa, aktivitas belajar lebih banyak

332 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

didasarkan pada data primer dan bahan menipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis dalam hal: menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, memprediksi, dan menghipotesis.

Di dalam prakteknya pendekatan konstruktivistik terhadap evaluasi pembelajaran ditekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan keterampilan terintegrasi dengan menggunakan masalah dalam konteks nyata, yang berorientasi untuk menggali munculnya berpikir divergen pada diri pelajar dan pemecahan masalah atas berbagai macam jalan solusi masalah.

Menurut Yager (Susilo, 2000) merinci praktik-praktik konstrukstivik ini menjadi 4 aspek sebagai berikut: a. Perecanaan Kegiatan

1) Mencoba menggali dan menggunakan pertanyaan serta ide-ide siswa untuk mengarahkan pelajaran dan unit-unit pembelajaran seluruhnya.

2) Menerima dan mengalakkan siswa untuk memulai menyampaikan ide-ide, dan

3) Menggalang kepemimpunan oleh siswa, kerjasama antar siswa, pencarian sumber informasi, dan pengambilan tindakan nyata sebagai hasil proses pembelajaran.

b. Strategi dalam kelas 1) Menggunakan pemikiran, pengalaman,

dan minat siswa untuk mengarahkan pembelajaran (hal ini seringkali berarti mengubah rencana pembelajaran yang telah disiapkan guru).

2) Menggalakkan pemanfaatan sumber-sumber informasi alternatif berupa materi tertulis dan “pakar” selain buku teks, dan

3) Menggunakan pertanyaan terbuka. c. Kegiatan Siswa

1) Menggalakkan siswa untuk mengelaborasi pertanyaan dan jawaban mereka.

2) Menggalakkan siswa untuk menyarankan sebab-sebab dari suatu peristiwa dan situasi.

3) Menggalakkan siswa untuk memprediksi konsekuensi, dan

4) Menggalakkan siswa untuk menguji ide mereka sendiri, misalnya menjawab pertanyaan mereka, membuat dugaan-dugaan mengenai penyebab, dan membuat prediksi-prediksi mengenai konsekuensi.

d. Teknik Mengajar 1) Mencari ide-ide siswa sebelum

menyebut ide-ide guru atau sebelum mempelajari ide-ide dari buku teks atau sumber-sumber lain.

2) Menggalakkan siswa untuk saling membandingkan dan mendebai ide dan konsep teman-temannya.

3) Menggunakan strategi pembelajaran kooperatif yang menekankan kolaborasi, menghormati individulitas dan penggunaan taktik pembagian kerja.

4) Menggalakkan pemberian waktu yang cukup untuk melakukan refleksi dan analisis.

5) Menghargai dan menggunakan semua ide yang dikemukakan siswa, dan

6) menggalakkan analisis pribadi, pengumpulkan bukti-bukti nyata untuk mendukung ide, perumusan kembali ide setelah ada pengalaman dan bukti.

Berdasarkan penjelasan tersebut, penerapan pendekatan konstruktif dalam proses belajar fisika sangat relevan, melihat karekateristik dari fisika itu sendiri. Pendekatan konstruktivis yang beroreintasi pada pemusatan perhatian pada masalah bagaimana guru membangun pengetahuan siswa. Dalam hal ini, pengetahuan siswa dibangun berawal dari pengalaman yang sudah terstruktur dalam individu dalam memberikan interpretasi terhadap obyek dan kejadian yang ada di lingkungannya (Nurhayati, 2000:55).

Lebih lanjut Nurhayati (2000:52) mengemukakan bahwa, dalam perancanaan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme perlu dipilih atau dikembangkan satuan atau unit aktivitas, mengembangkan sasaran, dan merencanakan pelajaran. Beberapa prinsip perencanaan yang umum yang dapat membantu dalam siswa mengembangkan keterampilan berpikirnya dan belajar sains dengan penuh arti adalah: (i) memberikan berbagai kegiatan kepada siswa agar dapat belajar; (ii) menggunakan kosa kata secara khusus untuk mengenalkan konsep setelah siswa memperoleh pengalaman pertama dengan siswa lain; (iii) berinteraksi dengan siswa lain, dan (iv) pengalaman belajar difokuskan kepada anak dan didorong untuk menemukan konsep.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan konstruktif memiliki lima prinsip pembelajaran, yaitu: (i) menghindarkan siswa dari faktor-faktor potensial yang memberikan

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 333

efek negatif dalam pembelajaran; (ii) menyediakan situasi dan kondisi belajar yang mendorong timbulnya sikap mandiri dan bekerja sama diantara siswa; (iii) menanamkan motivasi belajar pada aktivitas belajar pada aktivitas belajar itu sendiri; (iv) meningkatkan pengaturan belajar oleh siswa sendiri serta proses restrukturisasinya; dan (v) mengarahkan siswa untuk mengikuti proses belajar yang intensif.

Strategi mengajar yang cocok untuk pendekatan konstuktivisme memiliki enam langkah dasar yang tidak harus dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah dapat menjadi masukan untuk langkah sebelumnnya. Keenam langkah tersebut adalah: (i) melakukan curah pendapat mengenai suatu masalah atau topik; (ii) mendefinisikan pertanyaan atau fenomena khusus; (iii) melakukan curah pendapat mengenai sumber-sumber untuk memperoleh informasi; (iv) menggunakan sumber tadi untuk mengumpulakan informasi; (v) melakukan analisis, sintesis, evalusi, dan menciptakan sesuatu; dan (vi) melakukan tindakan nyata. Keenam lagkah tersebut dilakukan oleh siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator.

Pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran fisika juga menekankan pentingnya pemberian peta konsep agar aktivitias belajar siswa menjadi lebih bermakna. Agar siswa dapat menyusun pengetahuan, siswa harus memilih dan mengatur data baru. Hal ini hanya dapat terajadi bila proses pengumpulan datanya jelas. Kalau tidak, siswa hanya mengingat fakta yang diberikan guru atau ditulis dalam buku teks, dan tidak menghubungkannya dengan situasi kehidupan dengan gejala yang sudah dipahami (Amien, 1990:78).

Dari penjelasan tersebut bentuk-bentuk pembelajaran yang dianggap relevan di dalam implementasi dari pembelajaran konstruktivis diantaranya adalah bentuk pembelajaran kooperatif, penemuan terbimbing, dan pemecahan masalah. Namun dalam penelitian ini metode mengajar yang dipergunakan adalah pembelajaran kooperatif. Kadar konstruktivisme diteliti melalui metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Hasil Belajar

Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas atau sesuatu yang dihadapi dari usaha yang dilakukan, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang mengkibatkan perubahan pada individu,

yakni perubahan tingkah laku. Belajar merupakan kegiatan setiap seseorang terbentuk. Seseorang dikatakan belajar apabila pada orang tersebut terjadi suatu kegiatan yang menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku, jika perubahan tingkah laku itulah yang menjadi salah satu indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui tujuan individu atau siswa yang telah diperoleh di sekolah, jadi perubahan tingkah laku ini diamati dan berlangsung dalam tenggang waktu yang lama. Banyak kegiatan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan hasil, semuanya tergantung dari kesenangan setiap individu.

Syaiful (2003:11) mengemukakan bahwa belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang berupa eksplisit maupun implisit (tersembunyi)”. Belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan kterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.

Pengertian belajar juga dikemukakan oleh Syaipul Djamari, bahan belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap; bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

Selanjutnya beberapa ahli mengemukakan batasan belajar diantaranya adalah Slameto (2003:2), menyatakan bahwa : “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Dari beberapa pengertian tentang belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan, sedangkan perubahan itu diperoleh dari hal-hal yang menyangkut penguasaan setiap keterampilan, pengethuan baik melalui lembaga formal maupun lembaga non formal dan memiliki siri khas tersendiri.

Menurut Benyamin S. Bloom (1996 : 7) ada tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari anak atau siswa dan faktor yang berasal dari lingkungan. Hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu dapat diketahui dengan jalan melakukan pengukuran yang dikenal dengan istilah pengukuran hasil belajar. Hasil belajar

334 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

dapat diukur dengan menggunakan tes hasil belajar. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian Penelitian ini tergolong penelitian

tindakan yang berbasis kelas (Classroom Action Research) yang bersifat deskriptif dan bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba melalui pendekatan konstruktivisme.

Subejek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba yang berjumlah 36 orang dan diajar langsung oleh peneliti. Selain itu juga dibantu oleh observer dua orang guru SMA Negeri 1 Bulukumba sebagai observer (pengamat). Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017 Defenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari beda penafsiran tentang variabel dalam penelitian, maka dirumuskan defenisi operasional sebagai berikut : • Pendekatan konstruktivisme

Adalah filosofi belajar yang menyatakan bahwa belajar tidak hanya sekadar menghapal tetapi siswa harus membangun pengetahuanya dibenak mereka sendiri. Kadar konstruktivisme diteliti melalui metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yakni cara belajar-mengajar yang cenderung mengarahkan siswa pada sistem kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 anggota berdasarkan kinerja akademik tertentu, siswa diberi lembar kegiatan siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan secara bergantian. Membacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan tim, memberikan evaluasi diakhir pembelajaran, membuat skor individual dan skor tim, memberikan pengakuan kepada prestasi tim.

• Hasil belajar fisika Yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat penguasaan materi fisika yang sudah dipelajari atau diajarkan dalam kurun waktu tertentu. Tingkat penguasaan tercermin dari skor yang dicapai siswa dari jawaban tes hasil belajar fisika yang mencakup materi yang diajarkan..

Prosedur Pelaksanaan Tindakan Penelitian ini merupakan Penelitian

Tindakan Kelas (PTK), adapun tahapan yang akan dilakukan dalam PTK ini menggunakan model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin seperti disebutkan dalam Dikdasmen (2003:18) bahwa tahap-tahap tersebut atau biasa disebut siklus (putaran) terdiri dari empat komponen yang meliputi : (a) perencanaan (planning), (b) aksi/tindakan (acting), (c) observasi (observing), (d) refleksi (reflecting).

Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Gambaran Kegaitan Siklus I

Pelaksanaan Siklus I dilakukan selama 3 minggu sebanyak 5 (lima) kali pertemuan atau 6 jam pelajaran dengan alokasi waktu 6 x 45 menit. Pada siklus I materi yang diajarkan adalah pokok bahasan optik geometri dengan sub pokok bahasan alat-alat optik yang meliputi : Mata dan kaca mata. Kamera Lup Mikroskop Teropong

Prosedur kegiatan siklus I dalam penyajian materi tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Tahap Perencanaan tindakan (Planning)

Tahap perencanaan tindakan dalam siklus I penulis melakukan kegiatan sebagai berikut : Menelaah materi mata pelajaran fisika

kelas X SMA semester genap berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP) agar dapat diketahui materi apa yang akan diajarkan.

Menentukan materi yang akan diajarkan dalam pelaksanaan Siklus I melalui pendekatan konstruktivisme, dalam hal ini adalah optik geometri.

Peneliti melaksanakan diskusi awal dengan guru mata pelajaran fisika di lokasi penelitian, untuk membahas materi yang akan diajarkan dalam penelitian.

Mempersiapkan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan digunakan selama proses belajar-mengajar berlangsung dalam penelitian ini.

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 335

Mengembangkan alat bantu pengajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan.

Sebelum memulai proses pembelajaran peneliti melakukan pertemuan untuk mengetahui keadaan siswa ketika proses pembelajaran fisika berlangsung.

Membuat format observasi untuk merekam bagaimana kondisi belajar mengajar dikelas ketika pelaksanaan tindakan berlangsung.

Merancang dan membuat soal, baik soal latihan dikelas, soal tugas pekerjaan rumah, LKS (lembar kegiatan siswa) dan kuis yang akan diberikan.

Membuat tes hasil belajar untuk mengukur hasil belajar fisika siswa setelah diajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Tes yang diberikan terdiri atas 6 (enam) item soal essay.

Tahap Pelaksanaan tindakan (Action) Pelaksanaan tindakan pada siklus I

ini berlangsung selama 3 minggu atau 5 kali pertemuan, setiap minggu 2 kali pertemuan dengan lama waktu setiap pertemuan (tatap muka) adalah 2 x 45 menit dan 1 x 45 menit untuk masing-masing pertemuan. Pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-5 diisi dengan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pendekatan konstruktivisme. Setelah pertemuan ke-6 diisi dengan pemberian tes hasil belajar (ulangan harian untuk siklus I). Secara umum, tindakan yang dilakukan untuk setiap pertemuan (kegiatan pembelajaran) pada siklus I ini adalah sebagai berikut : Mengidentifikasi keadaan awal siswa

sebelum penelitian. Latihan penguasaan materi

pengajaran sebelum mengajar. Melakukan observasi setiap pertemuan

bersama dengan dua orang observer yakni seorang dari rekan mahasiswa dan seorang dari guru bidang studi fisika dari sekolah yang sedang diteliti. Ada 10 (sepuluh) indikator yang menjadi jurnal harian ketika melakukan observasi yang meliputi aspek sikap dan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran. Sepuluh indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a) Kehadiran siswa b) Siswa yang memperhatikan materi

yang diajarkan guru c) Siswa yang melakukan kegiatan lain

pada saat pembahasan materi pelajaran.

d) Siswa yang aktif pada pembahasan contoh soal.

e) Siswa yang menjawab ketika diajukan pertanyaan tentang materi pelajaran.

f) Siswa yang meminta untuk dijelaskan ulang suatu konsep yang telah dibahas.

g) Siswa yang mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis.

h) Siswa yang mengerjakan soal di papan tulis dengan benar.

i) Siswa yang menanggapi jawaban dari siswa lain.

j) Siswa yang mampu bekerja sama dengan kelompok.

Sebelum proses pembelajaran berlangsung diinformasikan kepada siswa bahwa mereka sedang diteliti.

Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan skenario yang disusun. Mengusahakan agar terjadi konflik dalam pikiran siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat membangun daya fikir.

Siswa diberi kesempatan bertanya tentang materi yang belum dimengerti.

Menjelaskan hal yang ditanyakan oleh siswa.

Agar siswa lebih memahami konsep yang diberikan, terampil dan kritis dalam menyelesaikan soal, maka siswa diberi tugas berupa soal latihan dan dikerjakan dikelas. Selain itu memberikan pertanyaan-pertanyaan lisan untuk mengetahui sejauh mana materi mereka pahami dengan baik.

Memantau keaktifan dan kesungguhan siswa dalam proses pembelajaran berdasarkan pedoman observasi.

Memberikan kuis. Kuis diberikan pada awal pembelajaran untuk setiap pertemuan yang durasi waktunya 2 jam pelajaran. Kecuali pada pertemuan pertama, kuis diberikan pada akhir pembalajaran.

Mengambil tugas, memeriksa dan memberikan umpan balik.

Tugas yang telah diperiksa dikembalikan pada siswa dilengkapi dengan umpan balik berupa menuliskan jawaban yang benar. Selain itu soal yang banyak siswa

336 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

yang kurang tepat dalam menyelesaikannya dibahas bersama di dalam kelas.

Memberikan tes diakhir pokok bahasan yang menjadi penutup siklus I.

Tahap Observasi (Observation) Pada tahap ini dilaksanakan proses

observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat. Selain itu Memberikan evaluasi tes hasil belajar setelah 5 kali pertemuan siklus I yang telah disediakan. Jenis tes berupa essay yang terdiri atas 6 (enam) item soal yang mewakili seluruh materi yang telah dibahas. Menganalisis data hasil observasi dan tes untuk mengetahui skor akhir yang diperoleh siswa setelah mengikuti beberapa kali pertemuan dengan pendekatan konstruktivisme.

Tahap Refleksi (Reflection)

Hasil yang diperoleh dari tahap observasi dikumpulkan serta dianalisis dalam tahap ini. Demikian pula dengan evaluasinya.

Pada tahap ini dilakukan refleksi atau menelaah kembali penelitian ini berdasarkan hasil observasi dan evaluasi selama proses pembelajaran berlangsung.. Melibatkan siswa dalam penelitian dengan meminta tanggapan mereka mengenai proses pelaksanaan pembelajaran. Hal-hal apa yang menurut mereka perlu ditingkatkan, baik segi model pembelajaran yang digunakan maupun teknik penyajian informasi yang dilakukan oleh peneliti. Mendiskusikan hasil refleksi yang telah dibuat bersama dengan observer yakni rekan mahasiswa dan guru mata pelajaran fisika. Dari hasil diskusi yang diperoleh, peneliti dapat merfleksi diri dengan melihat sejauh mana faktor-faktor yang diselidiki pada data observasi telah tercapai. Hal-hal yang masih belum berhasil ditindak lanjuti pada siklus II dan hal-hal yang udah baik dipertahankan.

Perbaikan-perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yakni ; meningkatkan perhatian kepada siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih anggota kelompoknya, meningkatkan latihan mengerjakan soal di kelas dan mengurangi tugas rumah dan menekankan kepada siswa untuk mencatat materi yang diberikan serta memeriksa buku catatan siswa.

Hasil refleksi ini digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan siklus berikutnya.

2) Gambaran Kegiatan Siklus II

Berdasarkan hasil refleksi pada pelaksanaan tindakan siklus I. Hasil refleksi tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan yang diberikan telah meningkatkan hasil belajar fisika siswa. Namun masih terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, sehingga perlu dilaksanakan siklus II sebagai kelanjutan, penyempurnaan dan perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus I.

Siklus II dilaksakan selama 2 (dua) minggu sebanyak 4 kali pertemuan (6 jam pelajaran). Pada siklus II ini materi yang diajarkan adalah pokok bahasan listrik dinamis yang meliputi : Rangkaian listrik Arus dan Tegangan Hambatan Hukum ohm

Prosedur kegiatan pada siklus II ini relatif sama dengan prosedur kegiatan pada siklus I. Hal-hal yang masih belum barhasil diperbaiki pada siklus I ini sehingga hasil yang diharapkan dapat dicapai.

Langkah-langkah dalam siklus II ini meliputi : Merencanakan tindakan akhir sebagai

perbaikan dari kekurangan siklus sebelumnya.

Siswa lebih diaktifkan dengan mengajukan pertanyaan tentang tugas yang diberikan. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengerjakan soal dipapan tulis dan menanggapi jawaban dari siswa lain.

Mengurangi tugas rumah dan menambah soal-soal latihan dikelas. Hal disebabkan karena banyak siswa yang mengerjakan pekerjaan rumahnya disekolah dan mereka cenderung dan lebih semangat jika diberikan tugas atau latihan di sekolah.

Menganalisis data hasil observasi dan evaluasi.

Mengadakan refleksi akhir dari tindakan yang telah dilakukan.

Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Jenis data dan cara pengambilan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Data tentang hasil belajar fisika siswa diperoleh dengan menggunakan tes

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 337

hasil belajar pada setiap akhir siklus. Untuk data mengenai keaktifan dan kesungguhan siswa dalam mengikuti proses belajar akan diambil pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi.

Data yang diperoleh dari pelaksanaan observasi dianalisis secara kualitatif. sedangkan data hasil belajar fisika siswa Kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistik deskriptif yaitu skor rata-rata, persentase, standar deviasi, nilai minimun dan nilai maksimum yang dicapai siswa setiap siklus.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan kategori hasil belajar siswa adalah berdasarkan teknik kategorisasi skala lima. Menururt Depdikbud (1993 : 7) bahwa skor standar umum yang digunakan adalah skala lima yaitu pembagian tingkat penguasaan yang terbagi atas lima kategori, yaitu : - 85-100 dikategorikan “sangat tinggi” - 65-84 dikategorikan “tinggi” - 55-64 dikategorikan “sedang” - 35-54 dikategorikan “rendah” - 0-34 dikategorikan ”sangat rendah”

Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah apabila terjadi peningkatan skor rata-rata hasil belajar fisika dari siklus pertama ke siklus berikutnya. Perlakuan dianggap berhasil bila mencapai nilai ketuntasan individu mencapai 65% dan ketuntasan secara klasikal harus mencapai 85 % (Depdikbud dalam Mustaring : 2003). HASIL PENELITIAN

Hasil Analisis Kuantitatif

Hasil tes akhir siklus I Berdasarkan hasil analisis deskriptif,

diperoleh informasi bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa Kelas X MIA.1 SMA Negeri 1 Bulukumba setelah proses belajar mengajar dengan pendekatan konstruktivisme yang dilaksanakan pada Siklus I adalah 64,68 dengan standar deviasi 13,87 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100, ini menunjukkan bahwa secara rata-rata kelas, tingkat penguasaan terhadap sub pokok bahasan alat-alat optik yang diajar pada Siklus I sebesar 64,68 % dari seluruh materi yang telah diberikan.

Sedangkan secara individual, skor yang dicapai responden tersebar dari skor minimum 28 dari skor minimum ideal yang mungkin

dicapai 0 sampai dengan skor maksimum 87 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100 dengan rentang skor 59. Dari rentang skor yang diperoleh mengindikasikan bahwa skor perolehan responden tersebar dari skor sangat rendah sampai skor sangat tinggi.

Jika skor penguasaan siswa di atas dikelompokkan ke dalam lima kategori maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini:

Berdasarkan skor rata-rata hasil belajar

siswa yang diperoleh setelah proses belajar mengajar selama Siklus I berlangsung yaitu sebesar 64,68. Setelah dikategorisasikan berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tingkat penguasaan siswa Kelas X1 SMA Negeri 9 Makassar berada pada kategori tinggi.

Hasil tes akhir siklus II

Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diperoleh informasi bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa Kelas X MIA1 SMA Negeri 1 Bulukumba setelah proses belajar mengajar dengan pendekatan konstruktivisme yang dilaksanakan pada Siklus II adalah 74,23 dengan standar deviasi 13,92 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100. Ini menunjukkan bahwa secara rata-rata kelas, tingkat penguasaan terhadap pokok bahasan listrik dinamis yang diajar pada Siklus II sebesar 74,23% dari seluruh materi yang telah diberikan.

Sedangkan secara individual, skor yang dicapai responden tersebar dari skor minimum 48 dari skor minimum ideal yang mungkin dicapai 0 sampai dengan skor maksimum 97 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100 dengan rentang skor 49.

Jika skor penguasaan siswa di atas dikelompokkan ke dalam lima kategori maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil

Belajar Siswa Pada Siklus I. No Skor Kategori Frek. (%)

1. 2. 3. 4. 5.

0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84

85 – 100

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

1 10 8

15 2

2,5 27,5 22,5 40,0 7,5

338 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Berdasarkan skor rata-rata hasil belajar siswa yang diperoleh setelah proses belajar mengajar selama Siklus II berlangsung yaitu sebesar 74,23. Setelah dikategorisasikan berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa tingkat penguasaan siswa Kelas X MIA1 SMA Negeri 1 Bulukumba berada pada kategori tinggi.

Untuk melihat peningkatan hasil belajar fisika siswa melalui penerapan pendekatan konstruktivisme berdasarkan hasil tes untuk setiap siklus akan disajikan secara sederhana pada tabel berikut:

Tabel 3. Gambaran Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X MIA1 SMA Negeri 1 Bulukumba

Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar fisika siswa Kelas X MIA1 SMA Negeri 1 Bulukumba yang dilaksanakan dalam dua siklus mengalami peningkatan dari skor rata-rata Siklus I sebesar 64,68 menjadi 74,23 pada Siklus II dari skor ideal 100 yang mungkin dicapai. Dari hasil ini menunjukkan adanya peningkatan skor rata-rata hasil belajar fisika siswa Kelas X MIA1 SMA Negeri 1 Bulukumba melalui penerapan pendekatan konstruktivisme dari persentase kategori tinggi yang semakin meningkat yakni dari 40% ke 55%.

Hasil Analisis Kualitatif

Perubahan sikap siswa dalam proses belajar mengajar

Siklus I Dari awal penelitian berlangsung hingga

berakhirnya Siklus I tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada siswa yaitu: a) Perhatian siswa terhadap proses belajar

mengajar ada peningkatan. Hal ini ditandai dengan kemauan siswa untuk aktif pada saat pembahasan contoh soal. Pada minggu pertama proses belajar mengajar, jumlah siswa yang aktif dalam pembahasan contoh

soal sekitar 8-10 orang. Pada minggu kedua hingga berakhirnya proses belajar mengajar pada Siklus I meningkat hingga 10–16 orang. Selain itu, perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar hingga akhir siklus semakin meningkat terutama pada saat penyajian materi. Siswa yang senantiasa memperhatikan pembahasan materi 31-36 orang selama Siklus I berlangsung.

b) Keberanian siswa untuk menjawab soal yang diberikan meningkat utamanya soal-soal yang dikerjakan di papan tulis. Siswa yang memberanikan diri untuk naik ke papan tulis pada minggu pertama dan kedua hanya berkisar 1–2 orang. Namun pada akhir siklus meningkat sekitar 3-6 orang yang menaikkan tangannya untuk mengerjakan soal tersebut di papan tulis.

c) Dorongan dan perhatian siswa untuk memperbaiki kesalahan pada jawaban dari tugas mereka memperlihatkan kemajuan disebabkan karena adanya perhatian dengan pengembalian tugas dengan memberikan

komentar pada lembar tugas. Hal tersebut memberikan perubahan kepada jumlah siswa yang

masih memerlukan bimbingan dalam mengerjakan soal latihan yaitu pada pertemuan-pertemuan awal berkisar 7-10 orang, tetapi di akhir siklus tinggal beberapa orang berkisar 5-7 orang. Hal ini juga menyebabkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan kelompok terjadi peningkatan karena pada pertemuan awal berkisar 30-33 orang kemudian pada pertemuan berikutnya hingga akhir siklus I menjadi sekitar 33-35 orang yang mampu bekerja sama dengan kelompoknya.

d) Kemampuan siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis dengan benar pada siklus ini masih terbatas pada siswa yang tergolong pintar yaitu sekitar 1–4 orang, begitu pula pada siswa yang menanggapi jawaban dari siswa lain hanya berkisar 1-2 orang.

e) Frekuensi kehadiran siswa tergolong tinggi, karena hanya 2 orang yang tidak hadir selama pelaksanaan proses belajar mengajar pada siklus I ini. Akan tetapi masih ada sekitar 4–8 siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat pembahasan materi pelajaran.

Siklus II a) Perhatian siswa terhadap proses belajar

mengajar semakin meningkat. Hal ini

No Skor Kategori Frek. (%)

1. 2. 3. 4. 5.

0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84

85 – 100

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

0 2 4

21 9

0 7,5

12,5 55,0 25,0

No. Hasil Tes Subjek Skor Rentang skor Ideal Tertinggi Terendah Rerata

1 Siklus I 40 100 87 28 64,68 59 2 Siklus II 40 100 97 48 74,23 49

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 339

ditandai dengan jumlah siswa yang aktif pada saat pembahasan contoh soal semakin tinggi. Pada minggu pertama proses belajar mengajar jumlah siswa yang aktif dalam pembahasan contoh soal sekitar 20-27 orang. Pada minggu kedua hingga berakhirnya proses belajar mengajar pada Siklus II meningkat hingga 35 orang. Selain itu perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar hingga akhir siklus semakin meningkat terutama pada saat penyajian materi. Siswa yang senantiasa memperhatikan pembahasan materi 34-38 orang selama Siklus II berlangsung.

b) Keberanian siswa yang semakin meningkat untuk menjawab soal yang diberikan terutama soal-soal yang dikerjakan di papan tulis. Siswa yang memberanikan diri untuk naik ke papan tulis berkisar 7–11 orang selama proses belajar mengajar berlangsung. Selain itu, kemampuan siswa untuk mengerjakan soal di papan tulis dengan benar pada siklus ini tidak lagi terbatas pada siswa yang tergolong pintar, siswa yang mempunyai kemampuan sedang mengalami peningkatan dimana mereka sudah mampu untuk mengerjakan soal di papan tulis dengan benar frekuensi tersebut sekitar 7–9 orang. Namun siswa yang menanggapi jawaban dari siswa lain tetap pada siswa yang sering aktif untuk berdiskusi dengan frekuensi berkisar 1-2 orang.

c) Dorongan dan perhatian siswa untuk memperbaiki kesalahan pada jawaban dari tugas mereka, memperlihatkan kemajuan disebabkan karena adanya perhatian dengan pengembalian tugas dengan memberikan komentar pada lembar tugas. Hal tersebut memberikan perubahan kepada jumlah siswa yang masih memerlukan bimbingan dalam mengerjakan soal latihan yaitu pada pertemuan-pertemuan awal berkisar 3-6 orang, tetapi di akhir siklus tinggal 1 orang. Hal ini juga menyebabkan kemampuan siswa untuk bekerja sama dengan kelompok terjadi peningkatan karena pada pertemuan awal berkisar 34-37 orang kemudian pada pertemuan berikutnya hingga akhir siklus I menjadi sekitar 39 orang yang mampu bekerja sama dengan kelompoknya.

d) Kehadiran siswa pada siklus ini hampir mencapai 100%, itu pun siswa yang tidak hadir dengan alasan tertentu yaitu hanya pada pertemuan I yang tidak hadir 1 orang. Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat pembahasan materi hingga akhir siklus berkisar 2-3 orang.

Analisis refleksi siswa

1) Refleksi siklus I Berdasarkan hasil observasi yang

menjadi rekaman pelaksanaan tindakan pada Siklus I dapat dipaparkan perubahan-perubahan sikap yang terjadi di dalam realisasi tindakan terhadap proses aktivitas belajar di kelas selama kegiatan berlangsung. Sejak pertemuan pada minggu pertama sikap siswa masih menunjukkan kurang antusias dalam mengikuti pelajaran bahkan sebagian siswa merasa berat dengan adanya pemberian tugas pekerjaan rumah dan tugas-tugas lainnya yang dikerjakan di kelas.

Namun setelah kegiatan berlangsung sampai minggu terakhir Siklus I sudah nampak perubahan yang terjadi, hal ini ditunjukkan dengan minimnya siswa melakukan kegiatan yang tidak berhubungan dengan proses belajar mengajar. Siswa menunjukkan antusias untuk mengikuti pelajaran, di dalam mengerjakan soal tugas yang diberikan sudah nampak kemandirian dalam mengerjakannya meskipun masih ada yang berusaha melihat pekerjaan temanya. Namun keluhan yang keluar dari siswa setelah diberikannya pekerjaan rumah setiap pertemuan, dikarenakan sebelumnya tidak diberikan seperti itu. Mereka merasa berat jika diberikan pekerjaan rumah dengan jumlah yang banyak.

Kendala utama dalam pelaksanaan Siklus I karena ketidakseringan siswa memperoleh tugas dan pekerjaan rumah. Oleh karena itu perlu upaya selanjutnya untuk memperbaikinya. Namun di akhir siklus ini interaksi siswa terhadap pendekatan konstruktivisme yang diberikan menunjukkan perubahan positif, hal ini dilihat dari hasil refleksi dimana mereka mulai menyenangi model pembelajaran itu, aktivitas yang dibentuk dalam pendekatan konstruktivisme mereka anggap sebagai wadah melatih diri untuk mandiri dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan maupun dalam buku paket. selain itu, dapat mandiri dalam memahami konsep-konsep fisika yang dipelajari tanpa harus bergantung kepada guru sebagai salah satu sumber informasi

Hasil refleksi tersebut menjadi dasar acuan dilanjutkannya pelaksanaan tindakan ke Siklus II dengan

340 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

mengupayakan perbaikan melalui pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu dengan mengadakan pembahasan soal-soal yang diberikan pada setiap pertemuan. Serta mengembalikan semua lembar pekerjaan siswa sebagai bentuk umpan balik untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa.

2) Refleksi siklus II

Berdasarkan hasil observasi yang menjadi rekaman pelaksanaan tindakan pada Siklus II dapat dipaparkan perubahan-perubahan sikap yang terjadi di dalam realisasi tindakan terhadap proses aktivitas belajar di kelas selama kegiatan berlangsung. Sikap siswa sudah menunjukkan antusias dalam mengikuti pelajaran bahkan sebagian siswa senang diberikan tugas dan pekerjaan rumah, tidak ada lagi siswa yang mengeluh terhadap tugas dan pekerjaan rumah yang diberikan.

Frekuensi kehadiran siswa selama mengikuti kegiatan proses belajar mengajar sampai akhir pertemuan Siklus II menggambarkan bahwa minat dan motivasi belajar fisika siswa mengalami peningkatan, keberanian untuk mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang kurang dimengerti sudah merata bukan hanya pada golongan siswa yang mempunyai hasil belajar yang baik. Melainkan siswa yang selama ini diam memperlihatkan keberanian untuk bertanya bahkan maju mengerjakan soal-soal latihan di papan tulis. Mengajukan pendapatnya mengenai konsep yang ditanyakan.

Rasa percaya diri dan tanggung jawab dari siswa semakin meningkat, hal ini ditunjukkan dengan hasil pekerjaan dari soal-soal tugas yang diberikan sudah hampir semua siswa menjawab benar tanpa harus melihat pekerjaan teman.

Kemampuan siswa dalam menerima materi pelajaran semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkurangnya siswa meminta penjelasan ulang materi yang sudah diberikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas belajar mengajar pada Siklus II ini semakin baik.

Hal lain yang ditemui dalam penelitian

Disamping adanya peningkatan penguasaan materi pelajaran fisika siswa dalam

proses belajar mengajar dengan pendekatan konstruktivisme, juga ditemukan hal-hal lain diantaranya: 1) Semangat/antusias

Dari pengamatan yang dilakukan peneliti selama dua siklus pengajaran melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan konstruktivisme, terlihat adanya peningkatan hasil belajar juga adanya semangat siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dengan pendekatan konstruktivisme. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah siswa yang aktif untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru.

2) Motivasi dan minat Selama penelitian dilaksanakan

motivasi dan minat belajar siswa terhadap pelajaran fisika semakin meningkat, hal ini dilihat semakin kurangnya siswa yang melakukan kegiatan lain selama pembahasan materi berlangsung. Bahkan siswa berlomba untuk naik ke papan tulis mengerjakan soal latihan yang diberikan. Mereka merasa senang belajar fisika dengan materi yang diberikan sesuai dengan model pembelajaran yang diterapkan serta soal-soal yang diberikan sangat menarik karena berjenjang sesuai dengan kemampuan awal siswa hingga mendapatkan pengembangan ke soal-soal yang sukar.

3) Percaya diri Demikian juga halnya dengan rasa

percaya diri siswa meningkat selama mengikuti dua siklus dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan konstruktivisme. Pada umumnya siswa mempunyai pendapat bahwa mereka tidak yakin dapat menyelesaikan tugas-tugas dan memperoleh hasil yang maksimal dalam mempelajari fisika. Akan tetapi dengan adanya dorongan dan motivasi selama pelaksanaan tindakan pandangan siswa yang demikian semakin berkurang. Hal ini bisa terlihat dari jawaban-jawaban soal yang diberikan baik sebagai tugas di rumah, latihan, maupun keinginan siswa untuk menyelesaikan soal di papan tulis dan juga dalam mengejarkan soal tes, yang keseluruhan itu menunjukkan adanya peningkatan percaya diri siswa untuk memberikan jawaban soal yang benar.

4) Interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru

Dari pengamatan yang dilakukan peneliti selama dua siklus pengajaran melalui proses belajar mengajar dengan pendekatan pendekatan konstruktivisme,

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 341

terlihat bahwa dengan diberikannya kesempatan kepada siswa lain untuk memberikan tanggapan atas jawaban temannya, dan memberi kesempatan membantu temannya yang masih kurang, maka tercipta interaksi antara siswa dengan siswa lainnya.

Sedangkan kepercayaan diri yang sudah dimiliki oleh siswa menimbulkan keberanian untuk bertanya pada hal-hal yang kurang dimengerti, bahkan ada siswa yang mampu menanggapi penyelesaian soal di papan tulis jika tidak sepaham yang diketahuinya. Oleh kerena itu, kondisi ini menimbulkan interaksi antara guru dengan siswa.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam penlitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : a. Pada Siklus I skor rata-rata hasil belajar

siswa adalah 64,68 dari skor ideal yang mungkin dicapai oleh siswa yaitu 100 dengan standar deviasi 13,87 yang jika dikategorikan dalam skala lima berada dalam kategori tinggi.

b. Pada Siklus II skor rata-rata hasil belajar siswa adalah 74,23 dari skor ideal yang dicapai siswa yaitu 100 dengan standar deviasi 13,92 yang jika dikategorikan dalam skala lima berada dalam kategori tinggi.

c. Pendekatan konstruktivisme pada pembelajaran fisika Siswa Kelas X1 SMA Negeri 9 Makassar dapat meningkatkan hasil belajar fisika. Hal ini ditandai dengan meningkatnya persentase skor tes hasil belajar fisika yang berada pada kategori tinggi yakni pada Siklus I 40 % dan Siklus II 55 %. Dengan standar deviasi pada siklus I 13,87 dan Siklus II 13,92

d. Ketuntasan belajar siswa meningkat setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontruktivisme pada setiap pertemuan pada Siklus II. Hal ini terlihat pada besarnya persentase peningkatan hasil belajar siswa berdasarkan kriteria ketuntasan belajarnya adalah 32,5%, dimana siswa yang mengalami peningkatan hasil belajar dari Siklus I ke Siklus II adalah 13 orang siswa yaitu dari 19 orang yang mengalami ketuntasan Siklus I menjadi 32 orang di Siklus II dari 40 siswa.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa

saran yang dapat penulis kemukakan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Untuk meningkatkan hasil belajar fisika

diharapkan kepada segenap guru maupun calon guru untuk menerapkan pendekatan konstruktivisme.

b. Setiap tugas yang diberikan diharapkan agar guru memberikan umpan balik supaya siswa dapat mengetahui letak kesalahan dalam mengerjakan soal. Dengan demikian siswa dapat termotivasi untuk mengerjakan tugas-tugas berikutnya.

c. Diharapkan kepada peneliti bidang pendidikan, khususnya di bidang pendidikan fisika, agar lebih banyak melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemenfaatan dari pendekatan konstruktivisme.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 1993. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Bina Aksara.

Azhar, L.M., 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha Nasional.

Daeng Bongko. 1999. Studi Tentang Model Pembelajaran Konstruktivisme Di SLTP Negeri Ujung Pandang. Skripsi. FPMIPA IKIP Ujung Pandang.

Engkoswara, 1988. Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bina aksara.

Natsir, Muhammad dan Nurjannah. 1997. Penerapan model pembelajaran konstruktivis untuk meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa tentang listrik dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Usul kegiatan FIP IKIP Ujung Pandang.

Nurhayati, B., 2000. Pengembangan Paket Pembelajaran Bioteknologi dan Pengaruhnya Terhadap Sikap, Minat, Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Siswa SMU. Disertasi. Malang. PPS Universitas Negeri Malang.

Roestiyah, N.K., 1989. Didaktik Metodik. Jakarta: Rineka Cipta.

Suparman, A., 1991. Disain Instruksional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi.

342 Jurnal Pinisi Research | Volume 13 Nomor 4 | Edisi November 2018

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati 343

Dr. Drs. Baharuddin Patangngai., SE, M. Si. Lahir Bulukumba pada tanggal 10 November 1967, pendidikan SDN. 10 Ela-Ela Tahun 1980, SMPN 2 Bulukumba 1983, SMAN 1 Bulukumba 1986, S1 Kimia (IKIP UP), S1 Ekonomi (STIE W.Bakti), S2 Magister

Manajemen (UMI-Makassar), S3 Doktor Ilmu Manajemen Ekonomi (UMI Makassar). Bekerja sebagai staf pegawai Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba, Jabatan Kepala Bidang Pembangunan, Inovasi, dan Teknologi, sebagai pemerakarsa terbitan Jurnal Pinisi Research Balitbangda dan sebagai dosen di beberapa Perguruan Tinggi di Bulukumba (Akper, STKIP Muhammadiyah, STAI Algazali, STIKES Panrita Husada), telah menulis kajian di berbagai terbitan jurnal antara lain:

1. Work Stress : Tinjauan Teoritis & Pengaruhnya Terhadap Kinerja Individu Organisasi

2. Korelasi NEM SLTP dengan Prestasi belejar di Kabupaten Bulukumba

3. Analisis Peningkatan Kinerja Pegawai Dinas Pemukiman dan Prasarana Daerah Kabupaten Sinjai

4. Human Resources Dalam Manajemen Perubahan Paradigma Keunggulan Kompetitif Daerah

5. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi kerja, Kemampuan Terhadap Kualitas Kekaryaan Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Bulukumba

6. Analisis Sumber Daya Demografi Kabupaten Bulukumba dalam Meningkatkan Pembangunan Berbasis Potensi Lokal

7. Upaya Bank Syari’ah Mendorong Tumbuhnya Sektor Riil di Kabupaten Bulukumba

8. Pola Pemanfaatan Anggaran Berbasis Akrual di Tingkat Satuan Pendidikan di Kabupaten Bulukumba

9. Potensi Ekowisata dalam Kawasan Kebun Raya Kahayya Kabupaten Bulukumba

10. Analisis Strategi Penuntasan Wajib Belajar 12 tahun di Kabupaten Bulukumba

11. Implementasi Kualitas Pendidikan dan

Berintegritas di Kabupaten Bulukumba 12. Mengatasi masalah sosial yang dirasakan oleh

publik melalui percepatan penanggulangan kemiskinan daerah di Kabupaten Bulukumba

13. Inovasi Terintegrasi dalam Pelayanan Publik di Era Otonomi Daerah

14. Analisis Pengaruh Norma Subyektif, Sikap, dan Efikasi Diri terhadap Intensi Berwirausaha pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam STAI-Algazali Bulukumba

15. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja, Kemampuan, Terhadap Kualitas Kekaryaan dan Kinerja Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Bulukumba

Dan pernah mengikuti pelatihan antara lain : Pelatihan yang diikuti :

• Latihan Kepemimpinan IV oleh Badan Diklat Provinsi Sulawesi Selatan 2004

• Pendidikan Latihan Kepemimpinan III (Diklatpim III pola baru angk.II tahun 2014 Kemdagri)

• Pelatihan Perbendaharaan dan Perpajakan Depdiknas 2006

• Pelatihan Pengembagan dan Analisis Kurikulum Nasional Depdiknas 2004

• Pelatihan Modelin Pembelajaran Depdiknas 2004 • Pelatihan Pembuatan Renstra Unit Kerja

Depdiknas • Pelatihan Pembuatan Lakip Unit Kerja Depdiknas • Pelatihan Pemodelan data SIMPEG Depdiknas • Pelatihan ICT dan TV Education Dikmenjur

Depdiknas • Pelatihan KTSP Melalui BSNP Depdiknas 2006 • Pelatihan pembuatan Rencana Pengembangan

Pendidikan Kabuapten (RPDK) Se Indonesia 2009.

• Trainer Word Bank Operational Budgeting School by programing sucses study pundamental education 9 years of Indonesian 2009

• Training and Advocation PUG Round Table and Discussion Education Planning Budgeting Program Depdiknas 2009

• Pelatihan Peningkatan Kompotensi Teknis Sumber Daya Manusia Fungsional Pendataan Pendidikan dari PSP Balitbang Depdiknas 2009

• Pelatihan Peningkatan Kemampuan Penyusunan Profil Pendidikan Tahun 2009 Depdiknas Setjend

Biodata Penulis

VOL. 13 NO. 4 ISSN : 2442-3939 NOVEMBER 2018

Biro Perencanaan dan Kerja sama Luar Negeri (KLN) Jakarta

• Better Education Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) PSP-Balitbang- Depdiknas 2009

• Pelatihan pengelolaan pendataan pendidikan dan ICT, Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang Kemendiknas 2010

• Training From The American People USAID for Improving Public Services Performance 2011

Dra. Macceiyya, MM Lahir 15 November 1964 di Kab. Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Menyelesaikan pendidikan S2 di Univeristas Muslim Indonesia Jurusan Manajemen. Sejak tahun 1992 sampai sekarang bekerja di Kementerian Pertanian, UPT.

Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku sebagai Widyaiswara Ahli Madya dengan Spesialisasi Pemasaran. Beberapa pengalaman diklat yang pernah diikuti adalah Diklat Pengolahan Hasil Pertanian, Magang Teknologi Pengolahan Kakao di Puslit Kakao Jember.

Jamaluddin Al Afgani, ST., M.PT. Lahir 01 Mei 1977 di Solonga, Kab. Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Menyelesaikan pendidikan S1 di Univeristas Negeri Yogykakarta Jurusan Pendidikan Teknik Elektro tahun 2001 dan S2 di

Universitas Gadjah Mada, Jurusan Mekanisasi Pertanian tahun 2004. Sejak tahun 2008 sampai sekarang bekerja di Kementerian Pertanian, UPT. Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku sebagai Widyaiswara dengan Spesialisasi Pengolahan Limbah Pertanian dan Pupuk Organik. Di BBPP Batangkaluku, penulis diamanahi sebagai Penanggungjawab Unit Pembelajaran Pengolahan Limbah Pertanian dan Pupuk Organik. Beberapa pengalaman diklat yang pernah diikuti adalah Diklat pengolahan limbah ternak menjadi biogas di PT. Swen Inovasi Transfer Bogor; Magang Pengolahan Limbah Pertanian dan Pupuk Organik di Balai Penelitian Lingkugan Pertanian Pati, Jawa Tengah; Diklat Inspektor Pertanian Organik di Indonesia Organik Certification (INOFICE) Bogor; Bimbingan Teknik Asesor Pertanian Organik di Bogor; Magang Pembuatan pupuk organik dan Pestisida Nabati di Brebes Jawa Tengah; Training Course on Awareness ISO 9001:2008 & ISO 14001:2004 sebagai auditor ISO Lingkungan. Selain pengalaman Diklat, beberapa pengalaman sebagai narasumber kegiatan adalah 1)

Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab. Sinjai; 2) Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab. Soppeng; 3) Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab. Mamuju Tengah; sebagai narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di Privinsi Maluku Utara; 4). Narasumber bimbingan teknis pengolahan limbah pertanian dan pembuatan pupuk organik di Kab. Luwu Utara; 5) Narasumber bimbingan teknis Penerapan Program Desa Organik di Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai Asesor Kompetensi Bidang Pertanian Organik di LSP Kementerian Pertanian.

Sumarni S. ST, M. Keb Lahir di Kabupaten Bulukumba pada tanggal 07 Mei 1992, pendidkan SDN 24 Salemba tahun 2005, SMP PGRI Bulukumba tahun 2008, SMKN 1 Bulukumba tahun 2011, DIII Akademi Kebidanan Tahirah Al-Baeti Bulukumba tahun

2014, DIV Bidan Pendidik Stikes Mega Rezky Makassar tahun 2015,S2 Magister Kebidanan Universitas Hasanuddin Makassar 2018. Bekerja sebagai Dosen Tetap Akademi Kebidanan Tahirah Al-Baeti Kabupaten Bulukumba. Telah menulis jurnal dengan judul “Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) Pada Wanita Usia Reproduktif di Coastal Area. Dan Pernah Mengikuti Pelatihan : • Pelatihan Pekerti tahun 2015 Makassar Universitas

Hasanuddin • Pelatihan Apliedproad (AA) Tahun 2015

Universitas Makassar • Pelatihan Preceptor Mentor tahun 2015 Makassar

AIPKIND • Pelatihan Pengelolaan Pasien Gawat Darurat

Obstetri Neonatal (PPGDON) tahun 2016, International Nurse Training Center (INTC) Bogor

Ir. Mihdar, M. Si. Lahir di Palampang, 07 Mei 1962. Berkembangsaan Indonesia dan beragama Islam, telah memiliki seorang istri yang bernama Nurliya dg Ngai dan empat putra dan satu putri. Saat ini penulis tinggal di BTN Ranggong Permai Blok A/36 Antang

Sulawesi Selatan. Riwayat Pendidikan, Pada tahun 1975 lulus dari SD Negeri Mattoanging, kemudian melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri dan lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1982 lulus dari sekolah penyuluhan pertanian, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Bidang Sosial dan Ekonomi dan melanjutkan pendidikan di Universitas Hasanuddin Unhas dengan program study Agribisnis dan selesai pada tahun 2002.

Riwayat Pekerjaan, Pada tahun 1990 mulai bertugas sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan menduduki jabatan sebagai tenaga teknis di Balai Latihan Penyuluhan Pertanian (BLPP) Batangkaluku. Saat ini telah mendapatkan kenaikan pangkat sebanyak 7 (tujuh) kali dengan pangkat terakhir Golongan IV/b Widyaiswara Madya. Penulis telah banyak mengikuti kegiatan, salah satunya penulis ilmiah populer sebagai Widyaiswara, di PPMKP-Ciawi, Bogor pada tahun 2009 dan Pelatihan Jurnalistik Pertanian pada tahun 2006. Sehingga menambah semangat dan kecintaannya untuk untuk lebih sering menulis hingga saat ini. Capaian tulisan pernah mendapatkan apresiasi dan diorbitkan di Majalah Mitra Tani dengan judul artikel “Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Tanaman”.

Dra. Sitti Hadijah Lahir di Barugaia, 15 Juni 1968 Kabupaten Selayar. Anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan H. Djahilung Dg. Suasa dan Sitti Haliama Dg. Taimang. Tamat pada tahun 1981 di SDN 11 Barugaia Kepulauan Selayar. Pada tahun yang

yang sama melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Benteng Selayar dan tamat tahun 1984. Setelah itu melanjutkan sekolah pada SMAN1 Benteng Selayar dan tamat tahun 1987. Kemudian melanjutkan pendidikan S1 pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (FPBS) IKIP Ujung Pandang dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 1991. Pernah mengajar di SMPN 1 Kayuadi Selayar tahun 1994-1999, mengajar di SMAN 1 Sajoanging Wajo tahun 1999-2002, mengajar di SMAN 1 Bulukumba tahun 2002-2015, mengajar di SMAN 8 Bulukumba tahun 2015-2016, dan kembali mengajar di SMAN 1 Bulukumba tahun 2016 sampai sekarang. Sebelumnya telah menulis jurnal: 1. Peningkatan Kompetensi Drama pada pelajaran

Bahasa Indonesia melalui simulasi kompetisi drama siswa kelas XI semestaer 2 SMA Negeri 1 Bulukumba”

2. Kontribusi Penyesuaian Diri terhadap Stres Akademik pada Siswa SMA Negeri 1 Bulukumba sebagai Sekolah Percontohan Full Day School Pertama di Kabupaten Bulukumba.

Rezky Yulianti, SP, M.Si Lahir di Makassar, 22 Juli 1985. Menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 14 Makassar tahun 2003 dan melanjutkan program S-1 di Universitas Hasanuddin jurusan Ilmu Tanah dan lulus tahun 2008.

Melanjutkan S-2 di Universitas Hasanuddin jurusan agribisnis dan lulus tahun 2010. Sekarang bekerja di Kementerian Pertanian sejak tahun 2009, tepatnya di Balai Besar Pelatihan Pertanian Batangkaluku, Gowa, Sulawesi Selatan sebagai widyaiswara ahli muda.

Indri Wahdiah Rosyadah Bahar Lahir di Selayar, tanggal 28 Juni 1997. anak kedua dari Bapak DR. Baharuddin P, MM. dan Ibu Dra. Sitti Hadijah lulusan SD Negeri 172 Borongkalukue tahun 2009 Lulus dari SMP Negeri 1 Bulukumba tahun 2012.

Dan Lulus dari SMA Negeri 1 Bulukumba tahun 2015 Saat ini sedang menjalani masa studi S1 di Universitas Mercu Buana Jakarta, jurusan Psikologi Pengalaman Organisasi dan Prestasi : - Sekretaris II HMF Psikologi UMB periode

2016/2017 - Bendahara Umum HMF PsIkologi UMB periode

2017/2018 - Steering Committee kepanitiaan FGD (Focus

Group Discussion) Mahasiswa Psikologi UMB 2017

- Steering Committee kepanitiaan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Manajerial mahasiswa Psikologi UMB 2017

- Steering Committee PEMILU RAYA Mahasiswa Psikologi UMB 2017

- Delegasi Musyawarah Wilayah II Ikatan Lembaga Mahasiswa Psikologi Indonesia di Bekasi tahun 2017

- Kandidat Lomba Debat Bahasa Indonesia Se-Jabodetabek di Badan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2017

- Juara III Lomba Sempoa Tingkat regional tahun 2006.

Dra. Hj. Kusmawati, NS Lahir di Bulukumba, 22 Februari 1968 dan merupakan anak kedua dari pasangan H.Nengke Supu dan Hj. St. Maemunah Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SD Negeri 85 Bingkarongp dan tamat pada tahun 1980.

Pendidikan berikutnya ditempuh di SMP Negeri Palampang dan tamat tahun 1983. Kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di SMA PGRI Bulukumba dan tamat tahun 1986. Studi perguruan tinggi dilanjutkan di IKIP Ujung Pandang jurusan Pendidikan Fisika dan selesai pada tahun 1991. Penulis mulai mengajar di SMA Negeri 5 Herlang pada tahun 1993 sampai tahun 1996 selanjutnya penulis pindah mengajar di SMA Negeri 1 Bulukumba sejak tahun 1996 dan sampai saat ini aktif sebagai guru mata pelajaran Fisika.

ii

Daftar Isi ]

Pengantar Redaksi Daftar Isi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) Macceiyya, Jamaluddin Al-Afgani Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) pada Wanita Usia Reproduktif Sumarni Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam Terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Al-Qur’an melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya pada Siswa Kelas Bawah Indri Wahdiah Rosyadah Bahar Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati

i ii

265 - 274

275 - 282

283 - 288

289 - 300

301 - 308

309 - 318

319 - 328

329 - 342

VOL. 13 NO. 4 ISSN : 2442-3939 NOVEMBER 2018

iii

iv

v

vi

PEDOMAN PENULISAN JURNAL PINISI RESEARCH

1. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa inggris dalam bidang kajian pemerintahan daerah.

2. Substansi artikel diharapkan sejalan dengan panduan penulisan karya ilmiah yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bulukumba.

http://[email protected] 3. Artikel ditulis dengan kaidah tata bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia yang baku, baik, dan

benar. 4. Sistematika Penulisan Sistematika penjengjangan atau peringkat judul artikel dan bagian-bagiannya dilakukan dengan cara

berikut : (1) Judul ditulis dengan huruf besar semua, debagian tengah atas pada halaman pertama (2) Sub Bab Peringkat 1 ditulis dengan huruf pertama besar semua di tengah/center (3) Sub Bab Peringkat 2 ditulis dengan huruf besar-kecil rata tepi kiri @ Sistematika artikel hasil penelitian adalah : judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); nama

dan alamat institusi, alamat e-mail penulis, abstrak (maksimun 150 kata) yang berisi tujuan, metode, dan hasil penelitian; kata kunci (4-5 kata kunci); pendahuluan (tanpa ada subjudul) yang berisi latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil penelitian dan pembahasan; simpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

JUDUL (ringkas dan lugas; maksimal 14 kata, hindari kata “analisis”, “studi”, “pengaruh”)

Penulis 11 dan Penulis 22

1 Nama instansi/lembaga Penulis 1 Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis 2 Nama instansi/lembaga Penulis 2 Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis (Jika nama instansi penulis 1 dan 2 sama, cukup ditulis satu saja) E-mail penulis 1 dan 2:

Abstract: Abstract in English (125-150 words) Keywords: 4 – 5 words/phrase

Abstrak: Abstrak dalam bahasa Indonesia (125-150 kata) Kata kunci: 4 – 5 kata/frase

PENDAHULUAN (Berisi latar belakang, sekilas tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian, yang dimasukkan dalam

paragraf-paragraf bukan dalam bentk subbab)

VOL.13 NO. 4 ISSN : 2442-3939 NOVEMBER 2018

METODE PENELITIAN Sub bab …

HASIL DAN PEMBAHASAN (Hasil adalah gambaranlokus, pembahasan adalah analisis dan interpretasi) Sub bab …

SIMPULAN (Simpulan adalah hasil dari pembahasa yang menjawab permasalahan peneliti)

DAFTAR PUSTAKA @ Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); dan

alamat instansi, alamat e-mail penulis, abstrak (maksimun 150 kata); kata-kata kunci (4-5 kata kunci); pendahuluan (tanpa ada subjudul) yang berisi latar belakang dan tujuan atau ruang lingkup tulisan; bahasa utama (dapat dibagi kedalam beberapa sub-judul); simpulan; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk).

JUDUL

Penulis

Nama instansi/lembaga penulis Alamat lengkap instansi penulis, nomor telepon instansi penulis E-mail penulis

Abstract: Abstrack in English (125-150 words) Keywords: 4 – 5 words/ phrase

Abstrak: Abstrak dalam bahasa Indonesia (125-150 kata)

PENDAHULUAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA 5. Artikel diketik pada kertas ukuran A4 berkualitas baik. Dibuat sesingkat mungkin sesuai dengan

subyek dan metode penelitian (bila naskah tersebut ringkasan penelitian), biasanya 20-25 halaman dengan spasi satu, untuk kutipan paragraf langsung diindent (tidak termasuk daftar pustaka).

6. Abstrak, ditulis satu paragraf sebelum isi naskah. Abstrak dalam bentuk bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak tidak memuat uraian matematis, dan mencakup esensi utuh penelitian, metode dan pentingnya temuan dan saran atau kontribusi penelitian.

7. a. Penulisan numbering kalimat pendek diintegrasikan dalam paragraf, contohnya: Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah CSR berpengaruh

positif terhadap nilai perusahaan, (2) Untuk mengetahui apakah persentase kepemilikan manajemen berperan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan, dan (3) Untuk mengetahui apakah tipe industri berperan sebagai variabel moderating dalam hubungan antara CSR dengan nilai perusahaan?

b. Penulisan bullet juga diintegrasikan dengan dalam paragraf dengan menggunakan tanda koma pada antarkata/kalimat tanpa bullet.

8. Tabel dan gambar, untuk tabel dan gambar (grafik) sebagai lampiran dicantumkan pada halaman sesudah teks. Sedangkan tabel atau gambar baik di dalam naskah maupun bukan harus diberi nomor urut.

a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul table diletakkan di atas tabel sedangkan judul gambar diletakkan di bawah gambar.

b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.

c. Garis tabel yang dimunculkan hanya pada bagian header dan garis bagian paling bawah tabel

sedangkan untuk garis-garis vertikal pemisah kolom tidak dimunculkan. d. Tabel atau gambar bisa diedit dan dalam warna hitam putih yang refresentatif.

9. Cara penulisan rumus, Persamaan-persamaan yang digunakan disusun pada baris terpisah dan diberi nomor secara berurutan dalam parentheses (justify) dan diletakkan pada margin kanan sejajar dengan baris tersebut. Contoh:

wt = f (yt, kt, wt-1)

10. Keterangan rumus ditulis dalam satu paragraf tanpa menggunakan symbol sama dengan (=) masing-masing keterangan notasi rumus dipisahkan dengan koma. Contoh:

Dimana w adalah upah nominal, yt adalah produktivitas pekerja, kt adalah intensitas modal, wt-1 adalah tingkat upah periode sebelumnya

11. Perujukan sumber acuan di dalam teks (body teks) dengan menggunakan nama akhir dan tahun. Kemudian bila merujuk pada halaman tertentu, penyebutan halaman setelah penyebutan tahun dengan dipisah titik dua. Untuk karya terjemahan dilakukan dengan cara menyebutkan nama pengarang aslinya.

Contoh: • Buiter (2007:459) berpendapat bahwa….. • Nuraeni dan Daryoky (1997) menunjukkan adanya….. • Yunus dkk (2007) berkesimpulan bahwa….. • Untuk meningkatkan perekonomian daerah….. (Rizky, Mentari, dan Dhirga Bramurti, 2009) • Indah (2009) berpendapat bahwa…..

12. Setiap kutipan harus diikuti sumbernya (lihat poin no. 11) dan dicantumkan juga dalam daftar

pustaka. Contoh: Di dalam paragraf isi (Body Text) ada kutipan: Buiter (2007:459) berpendapat bahwa….. Maka sumber kutipan tersebut wajib dicantumkan/disebutkan di dalam daftar pustaka: Buiter, W. H. 2007. The Fiscal Theory of Price Level: A Critique, Economic Journal,

112(127):459

13. Sedapat mungkin pustaka-pustaka yang dijadikan rujukan adalah pustaka yang diterbitkan 10 tahun terakhir dan diutamakan lebih banyak dari Jurnal Ilmiah (50 persen). Penulis disarankan untuk merujuk artikel-artikel pada Jurnal-jurnal yang sudah terakreditasi.

14. Unsur yang ditulis dalam daftar pustak secara berturut-turut meliputi: (1) nama akhir pengarang, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik. (2) tahun penerbitan. (3) judul buku termasuk subjudul. (4) tempat penerbitan, (5) nama penerbit.

Contoh cara penulisan: a. Format rujukan dari buku: Nama pengarang. (tahun). Judul Buku.Edisi Kota penerbit: Nama

Penerbit. Jika penerbit sebagai editor tunggal, ditulis (Ed.) di belakang namanya. Ditulis (Eds.) jika

editornya lebih dari satu orang. Kemudian bila pengarang lebih dari 3 orang, dituliskan nama pengarang pertama dan yang lain disingkat “dkk”(pengarang domestik) atau “et.al” (pengarang asing)

Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series. Second edition. New York: John Wiley & Son.

Purnomo, Didit (Ed.) 2005. The Role of Macroeconomic Factors in Growth. Surakarta: Penerbit Muhammadiyah University Press

b. Format rujukan dari artikel dalam buku ditulis: Nama Editor (Ed.), (tahun) judul tulisan/keterangan, Judul Buku..hlm atau pp. kota penerbit: nama penerbit.

Daryoky (Ed.). 2005. Concept of Fiscal Decentralization and Worldwide Overview (hlm.12-25). Bulukumba: Penerbit Muhammadiyah University Press.

c. Format rujukan dari artikel dalam jurnal/majalah/Koran: Nama pengarang (tahun). Judul

tulisan/karangan. Nama jurnal/majalah/Koran. volume (nomor): halaman. Jika rujukan Koran tanpa penulis, nama koran ditulis diawal

Yunus, MC. 2002. The Dilemma of Fiscal Federalism: Grants and Fiscal Performance around the world. Amerirican Economic jurnal. 46(3): 670. Nashville: American Economic Association.

Tridian. 2008. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai Pelaksana Desentralisasi Fiskal Efek. Warta Ekonomi. Vol. 4,. Agustus: 46-48

Harwanto, S. 2007, 13 November, DEsentralisasi Fiskal dan Pembangunan Ekonomi, Harian Radar Bulukumba, hlm,7.

Harian Makassar. 2009, 1 April, Hubungan Keuangan Pusat-Daerah di Indonesia hlm, 4. 15. Referensi Online yang dianjurkan dalam penggunaan bahasa Indonesia:

a. Glosarium kata baku dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia: http://pusatbahasa.diknas.go.id/glosarium/ b. Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia: http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/kbbi/ c. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD): http://pusatbahasa.depdiknas.go.id/lamanv4/sites/default/files/EJD-KKP-PBN-

BID.PENGEMBANGAN.pdf

Pengiriman Artikel 1. Atikel dikirim sebanyak 2 eksemplar hardcopy, dan softcopy berupa file. File bisa dikirim melalui e-

mail [email protected] atau dalam media cd. 2. Artikel yang dikirim wajib dilampiri biodata ringkas pendidikan termasuk catatan riwayat karya-

karya ilmiah sebelumnya yang pernah dipublikasikan, institusi dan alamatnya, nomor telepon kontak atau e-mail penulis.

3. Penulis yang menyerahkan artikelnya harus menjamin bahwa naskah yang diajukan tidak melanggar hak cipta, belum dipublikasikan atau telah diterima untuk dipublikasikan oleh jurnal lainnya.

4. Kepastian naskah dimuat atau tidak, akan diberitahukan secara tertulis atau melalui telepon. Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan.

Alamat Jurnal Pinisi Research: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BALITBANGDA) Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Durian No. 2 Bulukumba Telepon/Faks: +62413 81102 / +62413 81102 e-mail: [email protected]

PENGANTAR

PEMIMPIN REDAKSI JURNAL PINISI RESEARCH KABUPATEN BULUKUMBA

Assalamu Alaikum Wr. Wb. “Jurnal Pinisi Research” Jurnal yang dikelola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Bulukumba sebagai media informasi dan sosialisasi hasil-hasil pengkajian, penelitian, dan perekayasaan serta karya tulis ilmiah yang mewujudkan dan menghadirkan wadah yang dapat memberikan masukan hasil-

hasil penelitian yang merupakan sumbangsi pemikiran pada bidang kajian terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya yang terkait dengan pembangunan inovasi dan teknologi dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat. Yang akan memenuhi minimal empat kemanfatan yaitu; sebagai penyampai ide penulis dalam mengembangkan daya imajinasi serta kreativitas berpikir sistematis serta berbahasa secara terib dan teratur; memahami tujuan menulis yang nantinya akan mampu menguasai kompetensi menulis yang harus dicapai; sebagai sarana publikasi hasil pemikiran secara ilmiah melalui jurnal ilmiah; memberi dampak bagi pembaca. Harapan jurnal ini dapat mengapresiasi dan mengelaborasi berbagai potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia dalam berbagai prespektif, sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Terbitan jurnal ini secara berkala diterbitkan melalui proses selektif dirangkum dalam bentuk kajian dan analisis dan diharapkan menjadi bahan yang memperkaya pengetahuan bagi pembaca.

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) hadir dengan konfigurasi Membangun perubahan dengan gagasan yang cemerlan dengan sistem informasi, kajian ilmiah, hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang dituangkan melalui goresan pena, yang memberikan solusi terhadap dinamika yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bulukumba pada khususnya. Sebagai wadah sosialisasi hasil kajian ilmiah dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat, yang tetap eksis pada kajian riset, kajian di bidang pendidikan, dan kajian di bidang pertanian. Hal yang pasti bahwa kehadiran berbagai media informasi kelitbangan menjadi kebutuhan penting untuk menunjang hadirnya ragam kegiatan riset atau kelitbangan yang dilakukan tidak hanya oleh institusi pemerintah daerah tapi dikalangan lembaga pendidikan dan masyarakat pada umumnya.

Terima kasih atas responnya dan dukungan seluruh pembaca yang budiman atas eksistensi Jurnal Pinisi Research. Bulukumba, November 2018 Dr. Drs. BAHARUDDIN P., S.E., M.Si.

VOL. 13 NO. 4 ISSN : 2442-3939 NOVEMBER 2018

i

Pengantar Redaksi Membangun Kemitraan

Profesionalisme

uji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bulukumba telah berhasil menerbitkan Jurnal Pinisi Research pada Vol. 13 No. 4 Edisi November 2018. Sebuah upaya yang dilandasi komitmen para Penulis maupun Dewan Redaksi untuk senantiasa bersama-sama

meningkatkan profesionalisme kelitbangan bidang pemerintahan daerah. Dalam upaya membangun kemitraan profesionalisme, redaksi senantiasa melakukan perluasan komunitas profesionalisme, intelektual, dengan memberi kesempatan yang seluas-luasnya bagi mereka untuk berpartisipasi dalam Jurnal Pinisi Research. Pada edisi ini redaksi menyajikan 8 (delapan) artikel yang membahas tentang: Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal melalui Pemanfaatan Iptek*), Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem Tanam Benih Langsung (TABELA)*), Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri) pada Wanita Usia Reproduktif*), Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting (Capsicum Annum Var) tanpa Blanching dan Hasil Blanching*), Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba*), Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam Terhadap Produksi Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus)*), Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Al-Qur’an melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya pada Siswa Kelas Bawah*), Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba melalui Pendekatan Konstruktivisme*). Pada bulan November tahun 2018, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bulukumba terus berinisiatif menerbitkan lagi Jurnal Pinisi Research Volume 13 Nomor 4 Edisi November 2018 yang menjadi icon media berkala ilmiah yang mampu mendorong kuriositas para peneliti/perekayasa. Selain itu demi terwujudnya para calon peneliti/perekayasa di bidang pemerintahan, pendidikan dan kesehatan yang berkiprah secara profesional, sehingga mempercepat terwujudnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Akhir kata, segenap staf redaksi Jurnal Pinisi Research mengucapkan selamat berkarya dan salam sejahtera sukses bahagia selalu.

Salam Redaksi

VOL. 13 NO. 4 ISSN : 2442-3939 NOVEMBER 2018

ii

iii

iv

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA

Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu Alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT dan atas

rahmat serta hidayah-Nya, sehingga Jurnal “PINISI RESEARCH” terbitan

Volume 13 Nomor 4 Edisi November 2018 dapat diselesaikan.

Di tengah-tengah memperingati Hari Pahlawan Tahun 2018, yang mengangkat tema “Semangat Pahlawan di Dadaku” dan menjelang berakhirnya pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Kabupaten Bulukumba Tahun 2018, kembali Jurnal “PINISI RESEARCH” diterbitkan sebagai media baca rangkaian hasil-hasil penelitian, yang bermanfaat, terutama bagi para pemangku kepentingan baik yang bermukim di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Bulukumba. Hari Pahlawan, memberikan motivasi dan semangat tersendiri dalam menjalankan tugas tim penyusun menyelesaikan Jurnal “PINISI RESEARCH”.

Diterbitkannya Jurnal“PINISI RESEARCH” ini, salah satu tujuannya, yakni untuk mensosialisasikan hasil-hasil penelitian, agar para pemangku kepentingan dapat merasakan manfaatnya. Pada kenyataannya hasil-hasil penelitian mampu menjadi kunci solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi, seperti pendidikan, kesehatan, keragaman hayati, dan bahkan memberikan jawaban yang lebih optimis terhadap kelangsungan hidup kita sebagai manusia di muka bumi.

Penyelesaian Jurnal “PINISI RESEARCH” ini, memiliki makna tersendiri terutama dalam menyemangati pentingnya nilai-nilai dan sikap para pahlawan sebagai pendorong tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kami tim penyusun menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, menuangkan waktu, pikiran, serta motivasi dari berbagai pihak, selama prosesi penerbitan jurnal ini. Demikian.....

Wabillahi Taupiq Walhidayah, Wassalamu Alaikum Wr. Wb. Bulukumba, November 2018

MUHAMMAD AMRAL, S.E., M.Si.

VOL. 13 NO. 4 ISSN : 2442-3939 NOVEMBER 2018

ISSN : 2442-3939 VOL. 13 NO. 4 EDISI NOVEMBER 2018

JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal

melalui Pemanfaatan Iptek Baharuddin Patangngai

Analisis Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah dengan Sistem

Tanam Benih Langsung (Tabela) Macceiyya, Jamaluddin Al-Afgani

Pengaruh Latihan Fisik terhadap Faktor Risiko Kardiometabolik (Antropometri)

pada Wanita Usia Reproduktif Sumarni

Studi Pengaruh Penambahan Gas CO2 terhadap Umur Simpan Cabe Keriting

(Capsicum Annum Var) tanpa Blanching dan Hasil Blanching Mihdar

Pengelolaan Manajemen Sekolah dengan Motivasi Kerja Guru

Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Bulukumba Sitti Hadijah

Kajian Berbagai Macam Komposisi Media Tanam Terhadap Produksi

Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus) Rezky Yulianti

Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Materi Al-Qur’an

melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya pada Siswa Kelas Bawah Indri Wahdiah Rosyadah Bahar

Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas X MIA.1 SMAN 1 Bulukumba

melalui Pendekatan Konstruktivisme Kusmawati

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

KABUPATEN BULUKUMBA SULAWESI SELATAN

Jurnal

Pinisi Research Vol. 13 No. 4 Hal. 265 – 342 Bulukumba, November 2018

ISSN 2442-3939

JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH BULUKUMBA

VOL.13 NO. 4 ISSN: 2442-3939 NOVEMBER 2018

Pelindung : Bupati Bulukumba

Pembina : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Bulukumba

Penanggungjawab : Hj. A. Ruhaya, S.Pd.

Dewan Redaksi : A. Rakhmat Syarif, S.E. A. Nurhayati B., S.E. Hj. Nuraeni, S.E., M.Si. Abdul Rajab, SP., M.Si. Pemimpin Redaksi : Dr. Drs. Baharuddin P., SE, M.Si.

Penyunting/Editor : Drs. Abd. Rajab, M.Si. Drs. Rusli Umar, M.Pd. Muh. Jafar, S. Pd, M.Pd. H. Arafah, S. Pd, M.Pd. Jihad Talib, S.Pd.,M.Hum.

Design Grafis & Fotografer : Ani, SP., M.AP. Makraus Nursyam, S.ST.

Pemimpin Sekretariat : Muhammad Yunus, S.Sos.

Urusan Administrasi : A. Aswan, S.Sos. Kedurvian Heryanto

Urusan Keuangan : Hj. Nur Aeni, S.E.

Urusan Sirkulasi dan Distribusi : Mansur Wati Iswati, S.E. Irdana, S.E.

Urusan Artistik dan Multimedia : Abd. Wahid S., S.E.

Alamat Sekretariat :

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Jl. Durian No. 2 Bulukumba Sulawesi Selatan

Telp. +62413 81102, Faks. +62413 81102 Email : [email protected]

Jurnal Pinisi Research memuat pemikiran ilmiah, hasil-hasil kajian penelitian, atau tinjauan kepustakaan

bidang penelitian dan pengembangan yang terbit empat kali dalam setahun (Februari, Mei, Agustus, dan November)

Redaksi menerima karya ilmiah atau artikel kajian, gagasan di bidang penelitian dan pengembangan.

Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengubah makna substansi tulisan.

ISSN : 2442-3939

Redaksi Jurnal Pinisi Research: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BALITBANGDA)

Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Durian No. 2 Bulukumba 92511

Telepon: +62413 81102, Faks: +62413 81102 e-mail: [email protected]