Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

6
Badan Keamanan Laut Sebagai Single Agency Multy Task Dalam Bidang Keamanan Wilayah Laut Indonesia Gery Gugustomo Program Studi Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia Sentul, Bogor, Indonesia [email protected] AbstractCornelius van Bynkershoek berkata dalam artikel jurnal di [1], Terrae Protestas Finitur, Ubi Finitur Armorum Vis. Kalimat tersebut berarti kedaulatan teritorial berakhir, saat kekuatan senjata berakhir. Cornelius van Bynkershoek mengatakannya dalam buku berjudul De Dominio Maris Desertatio yang terbit tahun 1703, bahwa semua negara yang memiliki wilayah laut agar menyadari bahwa kedaulatannya sangat bergantung kepada kemampuannya melakukan pengawasan secara fisik terhadap wilayah laut yang dikuasainya. Di Indonesia sistem kelembagaan mempengaruhi kinerja pengamanan laut Indonesia. Pemerintah Indonesia terus berusaha melakukan perbaikan, terutama pemerintahan baru dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dengan membentuk Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai single agency dalam kemanan laut Indonesia. KEYWORDSWILAYAH LAUT, KEAMANAN, KELEMBAGAAN, SINGLE AGENT. I. PENDAHULUAN Bagi Indonesia, laut beserta isinya merupakan hal yang penting, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan yang terdiri dari 2,8 juta Km2 luar perairan nusantara, 0,3 juta km2 luas perairan territorial laut dan 2,7 juta Km2 luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Wilayah dan segala macam sumberdaya yang berada dalam perairan tersebut merupakan potensi besar yang dapat memberikan implikasi positif bagi perekonomian Indonesia. Potensi tersebut antara lain berupa perikanan baik melalui penangkapan langsung maupun melalui budidaya, industri pertambangan laut seperti minyak bumi, serta pariwisata. Dengan wilayah perairan yang demikian luasnya serta potensinya yang besar, merupakan tantangan dan tanggung jawab yang besar pula bagi Indonesia untuk dapat menjaga keamanan wilayah lautnya dari berbagai macam ancaman. Berbagai ancaman, terutama ancaman non-tradisional, seperti penyelundupan obat-obatan terlarang, terorisme di laut, perompakan bersenjata (piracy), pencemaran laut, illegal fishing, illegal logging, illegal crossing, serta imigran gelap belum dapat dihadapi dengan baik oleh Indonesia dan masih terus mengancam wilayah laut Indonesia. Sebagai contoh ancaman perompakan di laut, International Maritime Bureau (IMB) dalam datasheet di [10], mencatat pada tahun 2014 ada 72 kejadian perampokan di wilayah perairan Indonesia terhitung dari periode 1 Januari 2014 - 30 September 2014. Angka tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan lokasi-lokasi perompakan lain dari seluruh dunia. Salah satu kendala yang muncul adalah sampai dengan pertengahan tahun 2014 Indonesia belum memiliki lembaga penegak hukum di laut yang solid seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan Australia dengan nama Coast Guard atau Coast Maritime. Mereka menerapkan konsep Single Agent Multi Tasking, dimana segala kebijakan dalam penanganan penegakakan hukum di laut berada dalam naungan satu lembaga. Kini, Pemerintahan baru Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo mulai merubah sistem kelembagaan penegakkan hukum laut dengan mendirikan Badan Keamanan Tabel 1. Peringkat Negara berdasarkan jumlah kejadian perompakan di wilayahnya.

description

Data Bakamla

Transcript of Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

Page 1: Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

Badan Keamanan Laut Sebagai Single Agency Multy Task Dalam Bidang Keamanan Wilayah Laut Indonesia

Gery Gugustomo Program Studi Manajemen Pertahanan

Universitas Pertahanan Indonesia

Sentul, Bogor, Indonesia [email protected]

Abstract— Cornelius van Bynkershoek berkata dalam artikel

jurnal di [1], Terrae Protestas Finitur, Ubi Finitur Armorum

Vis. Kalimat tersebut berarti kedaulatan teritorial berakhir, saat

kekuatan senjata berakhir. Cornelius van Bynkershoek

mengatakannya dalam buku berjudul De Dominio Maris

Desertatio yang terbit tahun 1703, bahwa semua negara yang

memiliki wilayah laut agar menyadari bahwa kedaulatannya

sangat bergantung kepada kemampuannya melakukan

pengawasan secara fisik terhadap wilayah laut yang dikuasainya.

Di Indonesia sistem kelembagaan mempengaruhi kinerja

pengamanan laut Indonesia. Pemerintah Indonesia terus

berusaha melakukan perbaikan, terutama pemerintahan baru

dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo dengan membentuk

Badan Keamanan Laut (Bakamla) sebagai single agency dalam

kemanan laut Indonesia.

KEYWORDS— WILAYAH LAUT, KEAMANAN, KELEMBAGAAN, SINGLE

AGENT.

I. PENDAHULUAN

Bagi Indonesia, laut beserta isinya merupakan hal yang

penting, sebagian besar wilayah Indonesia merupakan wilayah

perairan yang terdiri dari 2,8 juta Km2 luar perairan nusantara,

0,3 juta km2 luas perairan territorial laut dan 2,7 juta Km2

luas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Wilayah dan segala

macam sumberdaya yang berada dalam perairan tersebut

merupakan potensi besar yang dapat memberikan implikasi

positif bagi perekonomian Indonesia. Potensi tersebut antara

lain berupa perikanan baik melalui penangkapan langsung

maupun melalui budidaya, industri pertambangan laut seperti

minyak bumi, serta pariwisata.

Dengan wilayah perairan yang demikian luasnya serta

potensinya yang besar, merupakan tantangan dan tanggung

jawab yang besar pula bagi Indonesia untuk dapat menjaga

keamanan wilayah lautnya dari berbagai macam ancaman.

Berbagai ancaman, terutama ancaman non-tradisional, seperti

penyelundupan obat-obatan terlarang, terorisme di laut,

perompakan bersenjata (piracy), pencemaran laut, illegal

fishing, illegal logging, illegal crossing, serta imigran gelap

belum dapat dihadapi dengan baik oleh Indonesia dan masih

terus mengancam wilayah laut Indonesia. Sebagai contoh

ancaman perompakan di laut, International Maritime Bureau

(IMB) dalam datasheet di [10], mencatat pada tahun 2014 ada

72 kejadian perampokan di wilayah perairan Indonesia

terhitung dari periode 1 Januari 2014 - 30 September 2014.

Angka tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan

dengan lokasi-lokasi perompakan lain dari seluruh dunia.

Salah satu kendala yang muncul adalah sampai dengan

pertengahan tahun 2014 Indonesia belum memiliki lembaga

penegak hukum di laut yang solid seperti di Amerika Serikat,

Jepang, dan Australia dengan nama Coast Guard atau Coast

Maritime.

Mereka menerapkan konsep Single Agent Multi Tasking,

dimana segala kebijakan dalam penanganan penegakakan

hukum di laut berada dalam naungan satu lembaga. Kini,

Pemerintahan baru Indonesia dibawah kepemimpinan

Presiden Joko Widodo mulai merubah sistem kelembagaan

penegakkan hukum laut dengan mendirikan Badan Keamanan

Tabel 1. Peringkat Negara berdasarkan jumlah kejadian perompakan di

wilayahnya.

Page 2: Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

Laut (Bakamla). Hal tersebut menarik untuk dibahas, sehingga

menjadi topik dalam tulisan ini. Hal-hal yang akan dibahas

dalam tulisan ini antara lain deskripsi mengenai kondisi

Kelembagaan Penegak Hukum Laut sebelum Pemerintahan

Presiden Joko Widodo, Bakamla sebagai pembawa perubahan

dengan konsep single agent multi tasking, serta Pengelolaan

Bakamla.

II. KONDISI KELEMBAGAAN PENEGAK HUKUM DI

WILAYAH LAUT INDONESIA

Peter D. Feaver, dalam artikel jurnal di [7] menjelaskan

mengenai Principal – Agent Theory, dalam teori disebutkan

bahwa dalam interaksi antar organisasi, ada otoritas yang

didelegasikan dari Principal (Pelaku Utama/Stakeholder)

kepada sebuah Agent (Pelaksana). Hubungan tersebut

merupakan penggunaan sebuah otoritas oleh agen mewakili

pelaku utama melalui alat utama yaitu sebuah kontrak. Sistem

agen yang dipakai dapat menggunakan Single-Agent System

atau Multi-Agent System. Secara garis besar, dua sistem agen

tersebut merupakan sistem yang dianut beberapa Negara di

dunia, kelebihan dan kekuarangannya sebagaimana yang

disebutkan dalam artikel jurnal di [2] berikut:

1. Single agent merupakan sistem yang menggunakan satu

institusi untuk menjalankan tugas dan kewenangan

pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, sampai

pada fungsi search and rescue (SAR). Dengan adanya

satu institusi saja, sistem operasi institusi tersebut dapat

didesain secara serdehana dengan komando yang tegas

dan jelas. Namun potensi praktek korupsi di institusi

tersebut cukup besar, karena kewenangan yang besar

memiliki kecenderungan menyebabkan praktik korupsi

terjadi.

2. Multi Agent merupakan sistem dimana dalam

penegakan hukum di laut terdapat beberapa instansi

yang memiliki tugas dan kewenangan masing-masing

sesuai dengan dasar hukumnya. Dengan menerapakan

sistem ini, pertanggungjawaban administrasi,

manajemen dan yuridis menjadi jelas. Hanya saja dalam

menajemen, mempunyai banyak agen untuk mencapai 1

tujuan yang sama merupakan hal yang tidak efisien, dan

berpotensi menyebabkan tumpang tindih tugas serta

kewenangan.

Selama ini di Indonesia menganut sistem multi-agen

merupakan sistem kelembagaan dimana terdapat lebih dari 1

institusi/lembaga yang berinteraksi secara bersama-sama

untuk mencapai atau untuk menyelesaikan masalah yang sama.

Ferber & Gutknecht dalam artikel jurnal di [8] berpendapat

bahwa agen-agen tersebut merupakan suatu entitas otonom

yang berperilaku individual, bahkan cenderung mementingkan

diri sendiri. Sifat interaksi multi-agen tersebut timbul karena

hal-hal sebagaimana yang disebutkan dalam artikel [8]:

- Sistem organisasi yang heterogen. Masing-masing

institusi mempunyai struktur organisasi tersendiri.

- Perbedaan Budaya dan Sistem Kerja antar organisasi.

Meski berada dalam satu platform atau satu cakupan

bidang, masing-masing organisasi dikembangkan

dengan gaya yang berbeda sesuai dengan visi masing-

masing organisasi.

Ada 12 (dua belas) instansi yang melakukan penegakan

hukum dan peraturan tentang laut secara bersama-sama,

seperti yang disebutkan dalam artikel jurnal di [1], antara lain

TNI Angkatan Laut, Markas Besar TNI, Kepolisian RI

(Polair), Kementrian Luar Negeri, Kementrian Dalam Negeri,

Kementrian Pertahanan, Kementrian Hukum dan HAM,

Kementrian Keuangan, Bea dan Cukai, Kementrian

Perhubungan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kejaksaan

Agung, serta Badan Intelejen Negara.

Lembaga-lembaga tersebut mesing-masing mempunyai

landasan hukum masing-masing yang isinya hampir

bersinggungan. Meski bersinggungan, dalam menjalankan

fungsinya sebagai penegak hukum di wilayah laut Indonesia,

aktivitas mereka belum terintegrasi sehingga pengamanan dan

penegakkan hukum belum berjalan maksimal. Masing-masing

instansi/Kementrian terkait mempunyai kebijakan, sarana

prasarana, serta sumber daya manusia yang berbeda-beda. Hal

tersebut menyebabkan sering terjadi tumpang tindih

kewenangan. Sistem kelembagaan ini disebut dengan multi-

agent systems.

Wulansari, pada jurnal artikel [6], berpendapat bahwa

penerapan sistem multi agency single task secara spesifik

menyebabkan kerugian negara Indonesia antara lain:

1. Ketidakmampuan Indonesia dalam memelihara

keamanan dan keselamatan di perairan-nya membuat

citra Indonesia menurun di mata internasional. Negara-

negara asing tidak percaya terhadap keamanan perairan

Indonesia sehingga sering kali mereka mengancama

akan menggunakan kapal perang untuk mengawal

kapal niaga yang akan melewati perairan Indonesia.

2. Secara finansial, kerugian negara mencapai 30-40

Triliun Rupiah per tahun karena ilegal fishing,

penyelundupan, serta kerusakan lingkungan laut dan

pantai.

3. Beban asuransi maritim di perairan Indonesia

meningkat seiring dengan pernyataan IMB mengenai

wilayah laut Indonesia sebagai wilayah laut paling tidak

aman.

Gbr. 1 Ilustrasi interaksi Bakorkamla dengan 12 instansi/lembaga keamanan laut

Indonesia

Page 3: Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

4. Penggunaan alokasi anggaran untuk lembaga-lembaga

penegak hukum di wilayah laut menjadi tidak efisien.

5. Ada perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum

dalam penerapan hukumnya di wilayah laut, hal

tersebut menyebabkan penegakan hukum menjadi tidak

optimal dan angka pelanggaran dan kejahatan di laut

tetap tinggi.

Susilo Bambang Yudoyono, sebagaimana yang ditulis dala

artikel [5] menyatakan pada media TEMPO tahun 2004, saat

beliau masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang

Politik dan Keamanan di era Pemerintahan Megawati. Beliau

menyatakan: "BAKORKAMLA belum menjalankan tugas dan

fungsinya sesuai dengan yang diharapkan". Lebih lanjut

dikatakan bahwa lembaga ini tidak dapat menanggulangi

masalah tindak kriminal antar negara (transnational crimes)

yang meningkat secara signifikan pada akhir-akhir ini.

Ketidakefektifan program penegakan hukum di Indonesia

diperkirakan telah merugikan Indonesia sebesar kurang lebih

Rp. 90 triliyun per tahunnya, sebagaimana yang dimuat oleh

TEMPO.

Dr. Marsetio berpendapat pada buku Sea Power Indonesia

[11] Kekurangan lain adalah kurangnya Maritime Domain

Awareness (MDA) atau kesadaran akan segala yang

berhubungan dengan laut, baik itu dari aspek politik,ekonomi

dan keamanan. Hal tersebut berdampak pada reputasi

Indonesia yang menjadi kurang bagus dalam hal maritim.

Negara maju member klasifikasi undergovened maritime

space terhadap Indonesia merujuk pada hal ketidakmampuan

Indonesia dalam mengelola kawasan maritime di wilayah

sendiri.

Dalam buku yang sama [11], Dr. Marsetio mengemukakan

bahwa untuk membangun MDA sangatlah dibutuhkan

dukungan politik dari pemerintahan dan DPR. Sebab MDA

merupakan sistem nasional yang melibatkan semua pemangku

kepentingan maritim yang terkait, di bawah kendali

pemerintah untuk meningkatkan kepedulian. Dukungan politik

DPR adalah dalam bentuk penataan undang-undang yang

mengatur kewenangan penegak hukum di laut. Undang-

undang hendaknya dapat direvisi, sehingga kewenangan

penegak hukum di laut hanya diberikan kepada instansi

tertentu saja. Selama klasifikasi undergoverned maritime

space masih melekat pada Negara Indonesia, maka hal

tersebut member peluang kepada pihak asing untuk

menintervensi dan mengancam stabilitas kawasan maritim

Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah mencoba mencari jalan keluar

untuk kelemahan-kelemahan sistem multi-agen tersebut, salah

satunya dengan membentuk Badan Koordinasi Keamanan

Laut (Bakorkamla) pada tahun 1972 melalui Keputusan

Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan / Panglima

Angkatan Bersenjata, Menteri Perhubungan, Menteri

Keuangan, Menteri Kehakiman, dan Jaksa Agung, Nomor :

KEP/B/45/XII/1972; SK/901/M/1972;

KEP.779/MK/III/12/1972 ; J.S.8/72/1;KEP-085/J.A/12/1972

tentang Pembentukan Badan Koordinasi Keamanan di Laut

dan Komando Pelaksana Operasi Bersama Keamanan di Laut

(Bakorkamla, 2014). Selama lebih dari 2 (dua) dekade,

Bakorkamla beroperasi dengan tidak efektif karena tidak ada

dasar hukum yang kuat, dukungan anggaran resmi, bersifat

militeristik, pada jurnal artikel [6] mengatakan adanya

Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan

Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia, dan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang

Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian

Negara Republik Indonesia, implikasinya POLRI tidak

mengirimkan unsurnya dalam BAKORKAMLA dan adanya

otonomi daerah.

Dengan adanya perubahan tata pemerintahan dan

perkembangan lingkungan strategis, Pemerintah melakukan

perombakan dalam organisasi Bakorkamla dalam rangka

meningkatkan koordinasi antar berbagai instansi pemerintahan

di bidang keamanan laut. Pada tanggal 29 Desember 2005,

maka ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81

Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut

( BAKORKAMLA ), Perpres tersebut yang menjadi dasar

hukum dari Badan Koordinasi Keamanan Laut. Tugas

pokoknya mengkoordinir seluruh kegiatan operasional

keamanan di laut, memecahkan semua permasalahan

pelanggaran hukum di laut, menyelenggarakan kerjasama

dengan negara-negara tetangga dengan maksud agar

penyelengaraan operasi keamanan di laut senantiasa

terjamin daya maupun hasil gunanya secara optimal.

Kehadiran Bakorkamla, meski dengan landasan hukum

yang jelas, dinilai tetap masih memiliki kelemahan, sebab

faktanya masing-masing institusi sering berjalan sendiri-

sendiri sesuai dengan kewenangannya. Badan tersebut hanya

bersifat koordinasi bagi instansi-instansi menyangkut tugas-

tugas penegakan hukum yang tercakup dalam perundang-

undangan masing-masing dan tidak memiliki otoritas

memaksa, sehingga pelaksanaan pengamanan wilayah maritim

menghadapi berbagai kendala dalam pelaksanaannya. Seperti

saat Bakorkamla sudah merencanakan patroli laut secara

gabungan, rancana tersebut sering tidak terlaksana karena

kurang mendapat dukungan dari institusi terkait, terutama

mengenai pengoperasian kapal patroli.

III. BAKAMLA SEBAGAI SINGLE AGENT DALAM

PENEGAKAN HUKUM DI LAUT INDONESIA

Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Joko

Widodo, mencoba merubah sistem kelembagaan multi agent

menjadi single agent untuk penegakan hukum di laut

Indonesia. Bakorkamla, yang awalnya hanya sebagai

koordinator direvitalisasi pada tanggal 8 Desember 2014

menjadi Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla) dengan

wewenang yang lebih luas sampai dengan kewenangan untuk

menindak segala bentuk kejahatan di laut sesuai dengan yang

telah di atur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 178

Tahun 2014. Kebijakan tersebut untuk mendukung visi

pemerintahan baru yang ingin menjadikan Indonesia sebagai

poros maritime, sebagaimana yang diberitakan dalam website

[14]

"Sekarang kita bisa operasi, penindakan. Penyidikannya

kita serahkan bisa ke polisi atau kejaksaan. Tapi kita bisa ikuti

Page 4: Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

proses penyidikan sampai keluar keputusan pengadilan," ujar

Plt Kepala Bakamla, Laksamana Madya DA Mamahit. Untuk

menjalankan tugas tersebut, saat ini Bakamla masih banyak

berkoordinasi dengan TNI AL dan Polisi Air, karena

keterbatasan sarana kapal patrol yang masih berjumlah 3 unit.

Rencana kapal patrol tersebut jumlahnya akan bertambah

menjadi 33 setelah proyek pembangunan kapal patrol selesai

dalam jangka waktu 5 tahun ke depan. Jumlah tersebut masih

belum termasuk kapal hibah dari TNI AL, sebagaimana yang

diberitakan dalam website [14]

Meski dengan kondisi kapal patrol yang minimalis,

Bakamla, dengan Kapal Patroli KN Kuda Laut 4803 berhasil

menangkap sebuah kapal penampung ikan KM Sumber

Anugerah II di perairan Ambon, Maluku tanggal 26 Desember

2014 yang diduga tidak memiliki SLO, pelunasan pungutan

serta transmiter yang sudah kadaluarsa seperti yang

diungkapkan dalam website [15]. Selain itu, Bakamla

dikabarkan juga aktif dalam tugas Search and Rescue (SAR).

dalam website [16] satu kapal patrol KN Bintang laut 4801

dikerahkan dalam misi pencarian pesawat Air Asia QZ8501

yang meledak dan jatuh di perairan Belitung Timur.

Dari dasar hukum pembentukan Bakamla, Perpres No. 178

Tahun 2014, ada beberapa poin penting mengenai Bakamla

yang perlu diketahui, antara lain:

1. Bakamla bertanggung jawab secara langsung kepada

Presiden melalui Menko Polhukam.

2. Program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan oleh

Bakorkamla menjadi program kerja dan kegiatan

Bakamla yang disesuaikan dengan tugas, fungsi, dan

kewenangan Bakamla.

3. Seluruh personel dan sarana prasarana Bakorkamla

menjadi milik Bakamla

4. Fungsi Bakamla adalah melaksanakan penjagaan,

pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran

hukum di wilayah perairan Indonesia dan wilayah

yurisdiksi Indonesia; menyinergikan dan memonitor

pelaksanaan patroli perairan oleh instansi terkait; dan

memberikan bantuan pencarian dan pertolongan di

wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi

Indonesia.

5. Wewenang Bakamla dilaksanakan secara terintregasi

dan terpadu dalam satu komando dan kendali antara

lain melakukan pengejaran seketika; memberhentikan,

memeriksa, menangkap, membawa, dan menyerahkan

kapal ke instansi terkait yang berwenang untuk

pelaksanaan proses hukum lebih lanjut; dan

menyinergikan sistem informasi keamanan dan

keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah

yurisdiksi Indonesia

6. Dari struktur organisasi, operasional Bakamla meliputi

pembuatan kebijakan dan strategi, operasi dan latihan,

serta informasi, hukum, dan kerjasama.

7. Pengawasan organisasi dilakukan oleh unsure

pengawas internal Bakamla.

8. Pendanaan Bakamla dibebankan kepada APBN

Dalam konteks penerapan sistem single agency multi tasks

dapat dilakukan dengan jalan mengoptimalkan segenap

kewenangan, kekuatan dan kemampuan yang dimiliki

stakeholder secara sinergi dengan tidak menghapus

stakeholder yang ada dan fungsi/kewenangan utamanya serta

peraturan perundang-undangan yang memberikan

kewenangan kepadanya sebagaiman dikemukakan dan artikel

[6]. Konsep tersebut oleh Pemerintah Indonesia telah

diterapkan dengan benar, instansi-instansi yang sebelumnya

bersama-sama melaksanakan tugas penegakan hukum di

wilayah laut Indonesia kini menjadi stakeholder dari Bakamla,

sesuai dengan yang tertera dalam situs resmi Bakamla. Badan

ini dibentuk sebagai wadah pengintegrasian fungsi dan

wewenang penegakan hukum, keamanan, dan keselamatan di

laut yang secara sektoral berada di stakeholder.

IV. PENGELOLAAN BAKAMLA

Bakamla merupakan wujud dari realisasi konsep Indonesia

sebagai Poros Maritim Dunia, seperti yang dicanangkan

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Presiden, sebagai mana yang diungkapkan dalam artikel jurnal

[3], telah menyatakan dalam peresmian Bakamla di Kotabaru,

bahwa pembentukan Bakamla adalah suatu keharusan untuk

menjaga kedaulatan perairan NKRI. Meski dalam membangun

Bakamla perlu anggaran yang besar, hal tersebut penting

untuk mencegah kerugian finansial Pemerintah Indonesia

setiap tahun-nya yang disebabkan oleh kejahatan di laut.

Sebagai organiasi yang baru terbentu, Bakamla perlu di

kelola dengan gaya yang tepat sesuai dengan visi dan misinya.

Sekretaris Kabinet, Andi Wijayanto mengatakan,

―Pembentukan Bakamla menandakan era baru sinergitas

operasi keamanan laut yang didukung oleh Sistem Peringatan

Dini dan Unit Penindak Hukum yang Terpadu‖ sebagai mana

yang diungkapkan dalam artikel jurnal [3]. Dari pernyataan

tersebut dapat disimpulkan bahwa, meski Bakamla merupakan

single-agent dalam penegakan hukum di laut Indonesia,

namun kinerjanya tidak dapat dilepaskan dari 12

lembaga/instansi yang telah bertugas dalam bidang keamanan

laut.

Gbr. 2: Kapal Patroli Bakamla, KN Bintang Laut 4801 dan KN Singa Laut 4802

Page 5: Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

Seperti halnya organisasi lain, mengelola Bakamla berarti

mengelola sumber daya yang dimiliki, baik tangible maupun

intangible sebagaimana yang diungkapkan oleh Roger Darby

dalam paper seminar [13]. Sumber daya yang pertama adalah

Keuangan. Bakamla bukanlah organisasi yang berorientasi

pada keuntungan. Sumber pendanaannya bergantung pada

APBN. Penggunaan anggaran tersebut harus dikelola secara

maksimal, efektif dan efisien. Kebehasilan penggunaan

anggaran dapat dilihat dari output-nya, dalam penggunaanya

antara rencana dan realisasi harus sesuai atau kurang lebih

sesuai. Penegakan hukum yang baik membutuhkan biaya yang

besar dan mahal untuk pengadaan fasilitas peralatannya,

diperkirakan paling sedikit seperempat sampai lebih dari

setengah dana pemerintah negara-negara berkembang akan

habis bila dipergunakan untuk membiayai kegiatan ini. Faktor

pembiayaan adalah faktor yang sangat menentukan untuk

sukses atau gagalnya suatu sistem penegakan hukum di laut.

Biaya adalah salah satu aspek yang selalu menjadi pusat

perhatian pemerintah dalam setiap kegiatan pembangunan.

Oleh karena itu aspek efisiensi dan efektivitas dalam

pembentukan suatu sistem penegakan hukum merupakan hal

yang harus diperhatikan.

Kedua, Manusia sebagai salah satu aset yang sangat penting,

sistem recruitment, benefit bagi pegawai, promosi dan mutasi,

pengembangan kemampuan pegawai, sampai dengan aturan

pensiun dan pemberhentian pegawai perlu diatur dengan

sebaik-baiknya agar kinerja pegawai juga maksimal dan

pegawai juga merasa nyaman.

Ketiga, Teknologi. Perlu adanya mekanisme pengelolaan

teknologi peralatan dan perlengkapan yang akan dipakai,

meliputi pembelian, pemeliharaan, sampai pembuangan.

Keempat, Pengetahuan. Merupakan sumber penting dalam

mengelola organisasi. Pengetahuan berasal dari setiap

pegawai disemua level kepegawaian. Pengelolaan

pengetahuan yang baik secara umum sudah menjalan tiga

aktivitas berikut yaitu: menangkap (Capture), membuat

(Create), dan transfer. Agar pengetahuan yang beredar di

dalam organisasi tetap merupakan pengetahuan terkini dan

terjaga relevansinya.

Roger Darby dalam paper seminar [13] juga

mengemukakan bahwa mengelola sumber daya bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan startegis organisasi, yaitu

kebutuhan untuk membangun kapabilitas, kapasitas, serta

keahlian khusus kemudian mempertahankan tingkatannya

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

The more the merrier, lebih banyak lebih menyenangkan.

Frase tersebut tampaknya tidak berlaku bagi sistem

kelembagaan keamanan laut Indonesia. Ada 12

lembaga/institusi yang berperan dalam penegakan hukum di

laut Indonesia, namun keamanan laut Indonesia faktanya

termasuk yang terburuk. Bakorkamla dibentuk dengan

harapan dapat menjadi coordinator bagi lembaga/institusi

tersebut, namun terdapat beberapa kelemahan dalam

Bakorkamla sehingga tidak dapat menjalankan fungsi sebagai

coordinator dengan optimal.

Sudah kurang lebih 3 dekade sejak berdirinya Bakorkamla,

belum ada solusi signifikan untuk mengatasi masalah

keamanan laut Indonesia. Sampai pada saatnya Pemerintah

baru Joko Widodo merevitalisasi Bakorkamla menjadi

Bakamla, memberikan organisasi ini wewenang yang lebih

luas. Kebijakan tersebut sekaligus merubah sistem

kelembagaan dari multi-agent menjadi single-agent.

Harapan stakeholder terhadap Bakamla bukam lagi menjadi

sebagai badan coordinator, tapi menjadi badan yang dapat

mensinergikan kekuatan-kekuatan lembaga-institusi Indonesia

dibidang penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.

Untuk mewujudkannya, Bakamla perlu dikelolas secara

efektif dan efisien. Beberapa rekomendasi dalam pengelolaan

organisasi Bakamla yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Bakamla perlu menjalin hubungan yang sangat erat

dengan TNI AL. Memaksimalkan peran TNI AL dalam

mengembangkan operasional organisasi melalui knowledge

management. Sebagai Organisasi baru, ada kemungkinan

besar ada peluang di dalam Bakamla terjadi suatu kesenjangan

pengetahuan. Aldi dalam artikel jurnal [4] mengemukakan

bahwa hubungan antara manajemen pengetahuan dan strategi

perusahaan seringkali tidaklah sejalan sehingga terdapat gap

antara keduanya. Gap dalam strategi terjadi antara apa yang

harus dilakukan organisasi dan apa yang dapat dilakukan

organisasi. Hal itu terjadi karena dalam manajemen, terdapat

kesenjangan antara pengetahuan yang perusahaan harus

ketahui dan apa yang perusahaan ketahui. Oleh karena itu,

perlu kiranya organisasi Bakamla dijalankan dengan strategi

berbasis sumber daya yaitu pengetahuan.

Dalam artikel [4] juga dideskripsikan bahwa

pengetahuan (knowledge) melekat dalam organisasi dan setiap

anggota organisasi. Dalam Organisasi, pengetahuan dapat

dilihat secara jelas dalam bentuk aturan dan prosedur

karyawan sedangkan di individu melekat dalam pengetahuan

dan pengalaman yang dimiliki pegawai. Pendayagunaan

keunggulan pengetahuan yang terpatri dalam organisasi

tersebut adalah knowledge management.

Pengalaman TNI AL dalam menjalankan tugas

pengamanan wilayah perairan Indonesia secara terpadu,

dengan menggunakan unsur laut (Gugus Keamanan

Laut/Guskamla) dan unsur udara (Pusat Penerbangan

Gbr.3 Proses Mengelola sumber daya menjadi kebutuhan-kebutuhan strategis

Page 6: Bakamla Sebagai Single Agent Sektor Keamanan Laut Indonesia

Angkatan Laut/Pusnerbal), akan menjadi aset pengetahuan

yang sangat berharga bagi Bakamla.

2. Badan pengawas sebaiknya dibentuk dari pihak

eksternal organisasi untuk menjaga kenetralannya, tidak hanya

untuk melakukan pengawasan tapi juga melakukan penilaian

kinerja organisasi, hal tersebut penting dilakukan secara rutin.

Ada beberapa metode alat ukur yang dapat digunakan untuk

menilai kinerja organisasi seperti yang disebutkan dalam

paper seminar [13], yang sering digunakan adalah metode

Balance Scorecard dan Capability Review, keduanya sudah

secara regular diterapkan oleh Pemerintah Inggris untuk

menilai kinerja organisasi pemerintahannya.

REFERENSI

[1] (2014) Sejarah Bakorkamla [Online] Available: http://www.bakorkamla.go.id/index.php/profil/sejarah-

bakorkamla2

[2] (2014) Kajian Pengawasan Laut Di Indonesia [Online].

Available: http://www.perpustakaan.kemenkeu.go.id/FOLDERJURNAL/2

014_kajian_pkpn_Kajian%20Pengawasan%20Lalu%20Lintas

%20Laut%20di%20Indonesia.pdf

[3] B. Syahputra. (2014) Hanya Ada Satu Komando, Bakamla [Online]. Available: http://jurnalmaritim.com/2014/12/hanya-

ada-satu-komando-bakamla/

[4] B. E. Aldi. (2005) Menjadikan Manajemen Pengetahuan

Sebagai Keunggulan Kompetitif Perusahaan Melalui Strategi

Berbasis Pengetahuan [Online]. Available:

http://kombinasi.net/wp-

content/uploads/Menjadikan_Manajemen_Pengetahuan_Sebag

ai....by_B._Elnath_Aldi.pdf. [5] Dirhamsah. Penegakan Hukum di Laut Indonesia, vol. 32.

Oseana; Jakarta, 2007, pp.1-13

[6] E. M. Wulansari. Penegakan Hukum Di Laut dengan Sistem

Single Agency Multy Tasks [Online]. Available: http://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/PENEGAKAN%

20HUKUM%20DI%20LAUT%20DENGAN%20SISTEM%20

SINGLE%20AGENCY%20MULTY%20TASKS.pdf.

[7] G. E. Petrina. (2005) An Agency Theory View of The Military

Advisor [Online].Available: http://www.dtic.mil/cgi-

bin/GetTRDoc?AD=ADA477032 [8] J. Ferber, O. Gutknecht. (1998) A Meta-Model for The

Analysis and Design of Organizations in Multi-Agent Systems

[Online].Abailable:

http://www.researchgate.net/publication/2596853_A_Meta-Model_for_the_Analysis_and_Design_of_Organizations_in_M

ulti-Agent_Systems/file/72e7e520fe363e5652.pdf

[9] Jurnal Kajian Lemhannas RI, ―Penataan Pengamanan WIlayah

Maritim guna Memelihara Stabilitas Keamanan dalam Rangka Menjaga Kedaulatan NKRI‖ 14th Ed.,, pp. 74-87, Dec.2012.

[10] ICC International Maritime Bureau. (2014) Piracy and Armed

Robbery Against Ships – Report for The Period 1 January – 30

September 2014 [Online] Available: www.icc-ccs.org [11] Marsetio, Sea Power Indonesia, Universitas Indonesia; Jakarta,

2014, pp. 54-59

[12] N. Leksono. (2009) Bynkershoek dan Politik Kelautan RI

[Online]. Available:

http://nasional.kompas.com/read/2009/06/24/05155052/Bynker

shoek.dan.Politik.Kelautan.RI

[13] R.Darby. Information and Knowledge Management,

PowerPoint, Centre for Defence Management & Leadership, Cranfield University, UK, Nov.2014

[14] Rivky. (2014) Berubah Nama, Bakamla Kini Bisa Operasi dan

Menindak Kejahatan Laut [Online]. Available:

http://news.detik.com/read/2014/12/18/160014/2781552/10/bakamla-kini-bisa-operasi-dan-menindak-kejahatan-laut

[15] U. Rusmana. (2014) KN Kuda Laut 4803 Tangkap Kapal

Penampung Ikan di Perairan Ambon [Online]. Available:

http://www.bakorkamla.go.id/index.php/2012-11-20-02-38-33/berita-internal/450-kn-kuda-laut-4803-tangkap-kapal-ikan-

illegal?tmpl=component&print=1&page=

[16] U. Rusmana. (2014) Bakamla Mengerahkan GS Bangka

Belitung dan KN. Bintang Laut 4801 Untuk Pencarian Pesawat AirAsia QZ8501 [Online]. Available:

http://www.bakorkamla.go.id/index.php/2012-11-20-02-38-

33/berita-internal/449-kn-bintang-laut-4801-bantu-basarnas-

mencari-pesawat-hilang?tmpl=component&print=1&page=