Bak Teri

16
Bakteri, Biang Keladi Keracunan Makanan BERDASARKAN data pemberitaan berbagai media massa, baik cetak maupun elektonik, selama tiga tahun ke belakang pernah terjadi kasus keracunan makanan yang terjadi di beberapa kota. Sebut saja kasus keracunan makanan yang dialami karyawan pabrik di Kota Jakarta, Bogor, Kendari, Bekasi, dan keracunan pada anak sekolah di Kota Bandung, dll. Kalau diteliti, secara umum keracunan makanan dapat terjadi apabila di dalam makanan terdapat racun (toksin), baik kimiawi maupun intoksikasi. Sumbernya beragam. Bisa dari racun jaringan tanaman, racun jaringan hewan, dan racun dari mikroorganisme. Jelasnya, keracunan makanan dapat disebabkan oleh adanya racun dari mikroorganisme yang mengontaminasi makanan, racun alamiah yang terdapat dalam jaringan hewan atau tanaman, dan dari bahan kimia beracun yang terdapat dalam makanan. Berikut ini adalah beberapa bakteri yang menyebabkan terjadinya keracunan makanan dan minuman. Pertama, Clostridium botulinum. Bakteri ini bertanggung jawab pada timbulnya keracunan makanan yang sering disebut botulism (botulin). Racun bakteri ini sangat berbahaya dan berakibat fatal bila terkonsumsi manusia. Sebagai gambaran, hanya dengan satu sendok teh (sekira 4 gram) racun botulin murni dapat menyebabkan kematian bagi 400.000 – 500.000 orang (Cichy, 1984). Dikatakan berakibat fatal karena kandungan toksinnya dapat menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot tak sadar. Bakteri Clostridium botulinum merupakan bakteri yang berbentuk batang. Bakteri ini juga dapat membentuk spora dan ia sangat tahan terhadap panas. Bakteri ini tersebar luas dalam tanah, air yang terkontaminasi, debu, buah- buhan, sayuran, madu, dan lainnya. Perkembangbiakan bakteri ini sangat pesat pada suhu sedang (kondisi anaerob), seperti pada makanan kaleng yang proses pemanasannya tidak memadai. Bahayanya lagi, pada kondisi kedap udara, bakteri ini dapat membentuk gas. Adapun gelaja-gejala awal keracunan bakteri Clostridium botulinum adalah gangguan pencernaan akut, mual, muntah, diare, demam, pusing, mulut terasa kering, lemah fisik dan mental (falig). Kondisi ini bisa berlanjut berupa pandangan menjadi kabur, sulit menelan dan berbicara, kelumpuhan otot yang kemudian menyebar pada sistem pernapasan dan jantung, serta bisa menyebabkan kematian akibat kesulitan bernapas. Waktu inkubasinya antara 2 jam sampai 14 hari, dan umumnya antara 12 –36 jam. Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, bisa dilakukan dengan penambahan garam pada makanan sebesar 8 persen. Atau bisa juga dengan penyimpanan makanan pada suhu rendah. Selain itu, produksi toksin dan pertumbuhan bakteri ini dapat terhambat bila pH makanan lebih rendah dari 4,5. Selanjutnya, meskipun bakteri ini tahan panas, tetapi toksin yang dihasilkannya akan rusak selama proses pemanasan. Artinya, proses pemanasan makanan sebelum dikonsumsi merupakan tindakan pencegahan utama terhadap keracunan botulism. Kedua, Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini sering mengontaminasi proses fermentasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah jenis makanan tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dasar ampas kelapa dan difermentasi oleh jamur tempe (Rhizopus oligosporus). Bakteri Pseudomonas ini dapat

description

tdfttft

Transcript of Bak Teri

Page 1: Bak Teri

Bakteri, Biang Keladi Keracunan MakananBERDASARKAN data pemberitaan berbagai media massa, baik cetak maupun elektonik, selama tiga tahun ke belakang pernah terjadi kasus keracunan makanan yang terjadi di beberapa kota. Sebut saja kasus keracunan makanan yang dialami karyawan pabrik di Kota Jakarta, Bogor, Kendari, Bekasi, dan keracunan pada anak sekolah di Kota Bandung, dll.

Kalau diteliti, secara umum keracunan makanan dapat terjadi apabila di dalam makanan terdapat racun (toksin), baik kimiawi maupun intoksikasi. Sumbernya beragam. Bisa dari racun jaringan tanaman, racun jaringan hewan, dan racun dari mikroorganisme. Jelasnya, keracunan makanan dapat disebabkan oleh adanya racun dari mikroorganisme yang mengontaminasi makanan, racun alamiah yang terdapat dalam jaringan hewan atau tanaman, dan dari bahan kimia beracun yang terdapat dalam makanan. Berikut ini adalah beberapa bakteri yang menyebabkan terjadinya keracunan makanan dan minuman.

Pertama, Clostridium botulinum. Bakteri ini bertanggung jawab pada timbulnya keracunan makanan yang sering disebut botulism (botulin). Racun bakteri ini sangat berbahaya dan berakibat fatal bila terkonsumsi manusia. Sebagai gambaran, hanya dengan satu sendok teh (sekira 4 gram) racun botulin murni dapat menyebabkan kematian bagi 400.000 – 500.000 orang (Cichy, 1984). Dikatakan berakibat fatal karena kandungan toksinnya dapat menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot tak sadar.

Bakteri Clostridium botulinum merupakan bakteri yang berbentuk batang. Bakteri ini juga dapat membentuk spora dan ia sangat tahan terhadap panas. Bakteri ini tersebar luas dalam tanah, air yang terkontaminasi, debu, buah-buhan, sayuran, madu, dan lainnya. Perkembangbiakan bakteri ini sangat pesat pada suhu sedang (kondisi anaerob), seperti pada makanan kaleng yang proses pemanasannya tidak memadai. Bahayanya lagi, pada kondisi kedap udara, bakteri ini dapat membentuk gas.

Adapun gelaja-gejala awal keracunan bakteri Clostridium botulinum adalah gangguan pencernaan akut, mual, muntah, diare, demam, pusing, mulut terasa kering, lemah fisik dan mental (falig). Kondisi ini bisa berlanjut berupa pandangan menjadi kabur, sulit menelan dan berbicara, kelumpuhan otot yang kemudian menyebar pada sistem pernapasan dan jantung, serta bisa menyebabkan kematian akibat kesulitan bernapas. Waktu inkubasinya antara 2 jam sampai 14 hari, dan umumnya antara 12 –36 jam.

Untuk menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum, bisa dilakukan dengan penambahan garam pada makanan sebesar 8 persen. Atau bisa juga dengan penyimpanan makanan pada suhu rendah. Selain itu, produksi toksin dan pertumbuhan bakteri ini dapat terhambat bila pH makanan lebih rendah dari 4,5. Selanjutnya, meskipun bakteri ini tahan panas, tetapi toksin yang dihasilkannya akan rusak selama proses pemanasan. Artinya, proses pemanasan makanan sebelum dikonsumsi merupakan tindakan pencegahan utama terhadap keracunan botulism.

Kedua, Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini sering mengontaminasi proses fermentasi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah jenis makanan tradisional Indonesia yang menggunakan bahan dasar ampas kelapa dan difermentasi oleh jamur tempe (Rhizopus oligosporus). Bakteri Pseudomonas ini dapat menghasilkan dua jenis racun yang mematikan manusia, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Bagi mereka yang ‘mengonsumsi’ toksin pada dosis tinggi dapat menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari empat hari setelah mengonsumsi racun tersebut.

Pertumbuhan Pseudomonas sebenarnya dapat dihambat, yaitu dengan menurunkan pH ampas kelapa yang akan difermentasi sampai 5,5. Pada pH ini jamur tempe yang diinginkan pun masih tetap dapat tumbuh dengan baik, sedangkan bakterinya akan terhambat.

Ketiga, Staphylococcus aureus. Bakteri ini banyak ditemukan pada tubuh manusia, seperti di ingus, dahak, tangan, kulit, luka terinfeksi, bisul dan jerawat, serta pada feses dan rambut. Lebih jauh, keberadaan bakteri ini, justru diperkirakan terdapat pada 20 persen orang dengan kondisi kesehatan yang tampaknya baik.

Sementara itu, makanan dapat terkontaminasi bakteri Staphylococcus ini adalah setelah proses pemasakan, dari pekerja yang terinfeksi. Adapun jenis makanan yang dapat menjadi sumber infeksi adalah makanan hasil olahan daging/unggas, ham, krim, susu, keju, saus, kentang, ikan dan telur masak, serta makanan dengan kandungaan protein yang tinggi lainnya.

Secara umum, bakteri ini tidak tahan panas. Namun, racun yang dihasilkannya sangat tahan panas, sehingga tidak dapat dihancurkan dengan pemanasan yang biasa digunakan pada pemasakan. Bahayanya, racun tersebut biasanya tidak menyebabkan perubahan tekstur, warna, bau, kenampakan, ataupun perubahan rasa makanan, sehingga tidak dapat terlihat secara fisik. Kondisi seperti inilah yang sering kali mengecohkan konsumen.

Page 2: Bak Teri

Adapun gejala-gejala yang ditimbulkan dari keracunan Staphylococcus aureus yaitu kejang perut, mual, muntah, pusing, diare berdarah dan mengandung lendir, kejang otot, berkeringat dingin, lemas, nafas pendek, dan suhu tubuh dibawah normal. Gejala keracunan ini akan hilang setelah 1 atau 2 hari, dan jarang menyebabkan kematian. Sementara itu, keracunan jenis ini dapat dicegah dengan melakukan tiga prinsip, yaitu menghindari kontaminasi makanan oleh Staphylococcus, menghambat pertumbuhannya, dan membunuh bakteri tersebut dalam makanan.

Keempat, Bacillus cereus. Beberapa starin dari bakteri ini, ternyata mampu menghasilkan toksin dalam makanan. Keberadaan racun ini menimbulkan keracunan dengan gejala pusing-pusing, sakit perut, muntah-muntah, dan diare. Waktu inkubasinya pendek (15 menit – 16 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini). Gejala ini akan menghilang dalam waktu satu hari atau kurang. Keberadaan bakteri Bacillus ini banyak terdapat dalam tanah, debu, biji-bijian, dan sayuran. Sementara itu, produk makanan yang sering terkontaminasi adalah produk daging, sayuran, nasi, dan nasi goreng.

Di sini, yang patut diperhatikan adalah karena bakteri ini mampu membentuk spora tahan panas, maka pencegahan keracunannya yaitu dengan mengonsumsi makanan sesegera mungkin setelah dimasak. Hal ini dimungkinkan karena bakterinya belum sempat membentuk racun. Dan bila karena sesuatu hal dilakukan penundaan antara proses pemasakan dan konsumsi, maka sebaiknya makanan disimpan pada suhu rendah (kurang dari 7 oC) atau pada suhu di atas 71 oC. **Makanan bisa menyehatkan, bisa pula menyusahkan.

Bikin sehat bila higienis dan mencukupi kebutuhan gizi. Bikin susah kalau ditebengi "penumpang gelap" berupa racun atau kuman.

Dengan penanganan sempurna sejak pemilihan bahan makanan hingga penyajiannya, keracunan yang bisa berakibat fatal bisa dicegah.

Masih ingat kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah demonstran penentang pemilihan Sutiyoso sebagai Gubernur DKI Jakarta September 2002? Korban terkapar kesakitan usai mengonsumsi makanan kecil sampai harus ditandu ke rumah sakit. Usut punya usut, makanan kecil yang mereka santap ternyata dibubuhi racun sianida. Diduga, sengaja dilakukan oleh "dermawan siluman".

Kasus keracunan makanan macam itu boleh dibilang bentuk "kecelakaan" yang sering terjadi. Pesta pernikahan, ulang tahun, penyediaan makanan bagi karyawan suatu perusahaan, dsb. adalah beberapa contoh lain kegiatan melibatkan makanan yang ditengarai rawan keracunan. Dengan kata lain, kegiatan penyediaan makanan dalam jumlah besar seperti dilakukan perusahaan katering, rumah makan, dan industri makanan, berpeluang memunculkan masalah keracunan.

Kalau kasus keracunan, kerugian akan menimpa banyak pihak. Konsumen mendapat rasa sakit. Bahkan pada ke-lompok berisiko tinggi seperti balita, lansia, atau orang sa-kit bisa berisiko kematian. Sementara produsen atau pe-nyedia makanan akan menderita penurunan, atau kehilangan, kepercayaan konsumen.

Biang keladinya macam-macamKeracunan makanan sejatinya gejala klinis atau gangguan kesehatan akibat mengonsumsi makanan yang terkontaminasi racun. Bisa berasal dari bahan kimia, racun alami makanan, atau mikroorganisme.

Kalau terjadi akibat bahan kimia, biasanya itu gara-gara kecerobohan atau kesengajaan. Bahan itu di antaranya sianida, pestisida yang digunakan berlebihan pada produk pertanian, dan bahan kimia rumah tangga.

Makanan yang dari sononya sudah menyimpan racun juga bisa menimbulkan keracunan. Biasanya akibat pengolahan atau pemasakannya kurang sempurna atau dikonsumsi mentah-mentah.

Contoh, singkong dan daunnya mengandung zat amidalin. Sewaktu-waktu asam sianidanya dapat terlepas dari ikatannya sehingga bisa menimbulkan keracunan sianida. Biji jengkol mengandung asam jengkol yang sukar larut dalam air. Kentang dengan racun solanin bisa menimbulkan gejala muntah-muntah, diare, sakit kepala, sakit perut, dan badan lemah.

Mikroorganisme yang mencemari makanan berulah dengan cara mengeluarkan racun (bacterial food poisoning) atau menginfeksi saluran pencernaan (bacterial food infection).

Clostridium botulinum adalah contoh mikroorganisme yang meracuni dengan cara mengeluarkan racun. Penderita yang terserang toksin ini umumnya meninggal karena kesulitan bernapas. Bakteri ini sering terdapat pada makanan kaleng yang sudah rusak, umpamanya kaleng kembung, berkarat, bocor, segel rusak, isinya menggelembung, berbau, atau berwarna tak normal.

Page 3: Bak Teri

Juga Pseudomonas cocovenans yang menghasilkan racun pada tempe bongkrek, dan Staphylococcus aureus yang mengeluarkan toksin pada makanan berprotein tinggi (daging, telur, susu, ikan) dan makanan yang disiapkan dalam jumlah besar.

Sedangkan yang menginfeksi saluran pencernaan di antaranya Salmonella sp., penyebab salmonellosis. Orang bisa menularkan penyakit ini bila menderita sakit atau sebagai carrier. Makanan yang sering tercemar salmonela antara lain daging atau hasil olahannya, telur retak, dan makanan yang disimpan pa-da suhu 10 - 60 derajat C (danger zone).

Jangan abaikan kebersihan diriAda enam langkah mencegah keracunan seperti dimasyarakatkan Departemen Kesehatan RI. Tidak cuma untuk sektor industri, tapi bisa pula untuk tingkat rumah tangga.

Langkah itu dimulai dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan makanan mentah, pengolahan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan, dan penyajian. Semua itu bertujuan menyediakan makanan sehat dan aman dikonsumsi, dengan menekankan pentingnya aspek higiene dan sanitasi.

Biasanya, bahan makanan dibagi menjadi dua jenis: yang tidak mudah rusak dan tahan lama, serta yang mudah rusak. Yang tahan lama biasanya dibeli dalam jumlah besar dan disimpan sebagai persediaan. Sedangkan yang mudah rusak lebih sering dibeli dadakan. Saat belanja inilah tahap pemilihan bahan makanan mulai dilakukan.

Pemilihan bahan akan lebih efektif bila dibeli dalam jumlah terbatas. Khusus untuk makanan mudah rusak, proses seleksi lebih baik dilakukan saat pengolahan. Lalu seleksi makanan yang tidak mudah rusak dilakukan saat penyimpanan. Yang berkondisi tidak baik disingkirkan agar tidak mencemari bahan makanan lain yang berkondisi baik.

Menyimpan bahan makanan yang tidak mudah rusak dan yang mudah rusak juga perlu dibedakan. Yang gampang rusak disimpan di lemari es atau gudang berpendingin. Yang awet cukup ditaruh di gudang biasa atau lemari bahan makanan. Yang penting, tempatnya bebas tikus, menerapkan prinsip FIFO (first in first out), mudah dibersihkan, dan penempatan-nya dipisahkan dari bahan kimia.

Langkah ketiga, pengolahan bahan makanan menjadi makanan siap santap, yang merupakan salah satu titik rawan terjadinya keracunan. Banyak kasus keracunan terjadi karena tenaga pengolahnya tidak memperhatikan aspek higiene dan sanitasi.

Soal sepele seperti kebersihan kuku, pakaian kerja, dan rambut sering diabaikan, padahal bisa berakibat fatal. Perilaku kurang baik, macam merokok saat mengolah makanan, tidak mencuci tangan setelah dari kamar kecil, dan tetap mengolah makanan meskipun dalam keadaan sakit memperbesar risiko terjadinya keracunan.

Sesudah diolah, makanan umumnya disimpan lebih dulu, lalu diangkut untuk disajikan. Terjadinya kontaminasi pada tiga tahap terakhir bisa sangat berbahaya, karena makanan sudah dalam keadaan matang atau siap santap.

Khusus untuk di rumah, hati-hati dengan makanan setengah matang. Jangan pernah menyimpannya secara sembarangan hanya karena berpikiran akan dimasak lagi. Bisa jadi suhu untuk memanaskan makanan menjadi setengah matang tidak cukup untuk membunuh kuman. Jadi, lebih baik simpan makan-an setengah matang dalam wadah tertutup untuk meng-hindari kontaminasi. Lalu, panaskan sampai sempurna ketika hendak disajikan. Sebagian besar bakteri akan tewas oleh panas.

Simpan sisa makananKalau keracunan telanjur terjadi, tentu saja diperlukan langkah penyelamatan. Korban segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat. Sementara sisa makanan segera disimpan di lemari pendingin.

Jumlah yang diamankan tak perlu banyak-banyak, cukup setengah hingga satu piring kecil. Pada hari itu pula laporkan kejadiannya kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas, atau rumah sakit terdekat.

Dugaan penyebab keracunan biasanya diketahui setelah petugas kesehatan melakukan serangkaian wawancara dengan korban dan penyedia makanan. Sedangkan kesimpulan akhir penyebab keracunan akan diketahui dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sisa makanan. Contoh makanan biasanya akan diambil petugas kesehatan untuk diperiksa di lab setelah mendapatkan laporan. Ada banyak pemeriksaan yang akan dilakukan. Selain pemeriksaan kimiawi, juga biologis. Biaya pemeriksaan menjadi tanggung jawab pemerintah. Jadi, tidak perlu pusing memikirkan soal biaya untuk itu.

Page 4: Bak Teri

Menghadapi kemungkinan terjadinya keracunan, ada baiknya dilakukan penyimpanan "arsip" makanan setiap kali mengadakan pesta atau hajatan. Yang dimaksud "arsip" makanan yaitu sejumlah kecil makanan yang disisihkan dan disimpan di lemari pendingin untuk bahan pemeriksaan bila terjadi keracunan makanan.

STAPHYLOCOCCUS

Genus paling penting dalam famili Micrococcaceae; anerob fakultatif, tidak motil. Staphylococcus menyebabkan sebahagian besar dari infeksi bernanah (suppurative diseases). Nombor kedua selepas E.coli dalam menyebabkan infeksi nosokomial. Boleh menyebabkan penyakit pada kulit ataupun menyerang mana-mana bahagian tisu atau tubuh. Kebanyakan infeksi berlaku pada hos yang mempunyai sistem keimunan terkompromi. Pesakit-pesakit di hospital biasanya lebih rentan kepada Staphylococcus. Strain-strain membentuk keresistanan terhadap penisilin, metisilin.

Terdapat lebih dari 20 spesies tetapi 3 spesies penting dalam perubatan:

S. aureus - paling patogenik antara 3 spesies. S. epidermidis - menyebabkan infeksi nosokomial S. saprophyticus - infeksi pada saluran urin.

Ketiga-tiga spesies boleh menyebabkan infeksi bernanah tetapi S. aureus yang paling penting. Antara infeksi-infeksi yang boleh disebabkan oleh Staphylococcus termasuk endokarditis, pneumonia (radang paru-paru), osteomyelitis, meningitis dan infeksi bernanah pada permukaan tubuh atau tisu-tisu dalam tubuh. Selain itu, Staphylococcus juga terlibat dalam 2 toksikosis iaitu: a) keracunan makanan, dan b) penyakit kulit melecur (exfoliative skin disease).

S.aureus pada coretan nanah

S. aureus

Dibezakan dari spesies-spesies lain berdasarkan fermentasi karbohidrat, penghasilan koagulase, endonuklease stabil haba dan toksin. S. aureus adalah positif untuk koagulase dan toksin a. Spesies-spesies lain tidak menghasilkan kedua-dua faktor ini. Koagulase menyebabkan pembekuan plasma. S. aureus merupakan suatu spesies yang agak resistan walaupun tidak menghasilkan spora, dan toleran terhadap garam dan boleh hidup dalam medium yang mengandungi 7.5% - 10% NaCl. Keresistanan terhadap antibiotik lazimnya dikodkan oleh plasmid. Pada masa ini 60 - 90 % S. aureus adalah resistan kepada penisilin kerana menghasilkan penicillinase (b lactamase).

Terdapat 3 antigen struktur utama:

Kapsul - terdapat sebilangan S. aureus yang menghasilkan kapsul dan adalah lebih virulen. Spesies yang mempunyai kapsul lazimnya tidak mempunyai koagulase terikat (bound coagulase; clumping factor).

Polisakarida A - Antigen karbohidrat spesifik untuk sesuatu spesies Staphylococcus yang terdiri dari asid teikoik.

Protein A - Antigen ini merupakan struktur utama dinding sel S. aureus. Boleh mengaruh penghasilan antibodi, mempunyai fungsi anti-fagositosis; berinteraksi dengan IgG; kesan-kesan: kemotaktik, anti-pelengkap, anti-fagositosis, merosakkan platlet, menghasilkan tindak balas kehiperpekaan. Asid teikoik yang terdapat bersama Protein A dalam peptidoglikan dinding sel membantu perlekatan ke permukaan membran mukosa.

Faktor-faktor kevirulenan:

Kepatogenan S. aureus bergantung kepada beberapa faktor dan tidak ada suatu faktor khusus yang menentukan kevirulenan:

Kapsul dan antigen permukaan yang mempunyai fungsi anti-fagositosis. Polisakarida permukaan juga berperanan dalam pengkolonian sesetengah spesies.

Page 5: Bak Teri

Enzim-enzim luarsel:

Koagulase - 2 jenis (bebas dan terikat); penghasilan koagulase bebas digunakan untuk membezakan strain-strain yang patogen dari strain-strain yang tidak patogen. Koagulase bebas akan menyebabkan pembekuan plasma dan penghasilannya dikaitkan dengan kevirulenan S. aureus. Koagulase mengaruh pembentukan fibrin daripada fibrinogen yang merencat pergerakan sel fagosit.

Hialuronidase - lebih dari 90% S. aureus menghasilkan hialuronidase, enzim ini menghidrolisis asid hialuronik dan memudahkan penyebaran infeksi.

Stafilokinase - pengaktif plasminogen; enzim proteolitik yang boleh memecahkan fibrin (bekuan darah).

Nuklease - lebih dari 90% S. aureus patogen manusia menghasilkan nuklease stabil haba.

Katalase - menyahaktifkan hidrogen peroksida dan memungkinkan kemandirian dalam sel.

b-laktamase - menyebabkan keresistanan terhadap penisilin

Toksin-toksin:

Hemolisin a - aktiviti hemolisin, maut, dermonekrosis; boleh memusnahkan platlet dan monosit; menyebabkan pembebasan sitokina yang merangsang bahantara yang terlibat dalam keradangan.

Leukosidin (P-V leucocidin) - dihasilkan oleh kebanyakan spesies yang patogen; memusnahkan PMN dan makrofaj, meningkatkan ketelapan PMN; terdiri dari 2 komponen (F dan S) yang bertindak secara sinergi dan menyebabkan sitolisis). Mempunyai aktiviti hemolisis, dermonekrosis, maut; penting dalam pemusnahan tisu; memecahkan lisozom.

Eksfoliatin (toksin epidermolisis) - mempunyai kesan ke atas kulit, stabil haba; dihasilkan oleh S. aureus Phage Group II, 3 - 5% S. aureus adalah positif dan menyebabkan exfoliative skin disease. Menyebabkan sindrom kulit melecur; 2 jenis serologi (serological types) iaitu,

ETA - gen pada kromosom ETB - gen pada plasmid

Bersaiz lebih kurang 30 kD; menyebabkan lisis bahan antara sel tetapi tidak menyebabkan gerak balas keradangan dan mod tindakan primernya tidak menyebabkan kematian sel.

Enterotoksin - stabil haba; lebih dari 1/3 spesies-spesies S. aureus yang positif untuk koagulase menghasilkan enterotoksin yang boleh menyebabkan keracunan makanan dalam manusia; 7 jenis (A, B, C1, C2, C, D, E); keracunan makanan disebabkan oleh kemasukan toksin terbentuk (preformed toxin). Menyebabkan diarea dan muntah (emesis), jenis A adalah yang paling kerap dikesan, bersaiz 28 - 35 kD.

Toksin sindrom kejutan toksik (TSST-1 toxin) - bersaiz 24 kD; menyebabkan hipotensi, kenaikan suhu, kemerahan seperti demam skarlet; melibatkan banyak sistem; sindrom ini mungkin melibatkan lebih dari 1 toksin.

Enterotoksin dan TSST-1 yang dihasilkan S. aureus mempunyai aktiviti superantigen. Superantigen boleh merangsang sel T secara tak spesifik dan mengaktifkan bilangan sel T yang tinggi (1 dari 5). Pengaktifan ini akan menyebabkan pembebasan banyak sitokin yang menghasilkan simptom-simptom sindrom kejutan toksik. Majoriti kes sindrom kejutan toksik melibatkan TTST-1. Enterotoksin juga boleh menyebabkan simptom-simptom yang sama tetapi tanpa emesis.

Page 6: Bak Teri

Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh S. aureus:

S. aureus menyebabkan pelbagai infeksi bernanah (suppurative diseases) dan toksinosis. Infeksi-infeksi ini boleh dikategorikan seperti berikut:

Infeksi setempat Infeksi yang melalui saluran darah Keracunan makanan

Ciri utama penyakit yang disebabkan oleh S. aureus ialah penghasilan abses (circumscribed accumulation of pus) dan nanah (suppuration) terutamanya dalam infeksi pada kulit. Infeksi pada kulit yang paling kerap ialah pada folikel rambut.

Abses pada pipi

Infeksi saluran pernafasan: pneumonia yang disebabkan oleh S. aureus jarang berlaku kecuali jika berlaku epidemik influenza tetapi apabila berlaku ia merupakan suatu infeksi yang serius kerana infeksi oleh S. aureus membawa kepada abses dan pemusnahan sel-sel parenkima paru-paru, kadar mortaliti yang tinggi (melebihi 50%).

Osteomielitis - infeksi tulang yang sedang terbentuk, kerap berlaku pada kanak-kanak di bawah 12 tahun.

Enterokolitis akut - biasanya berlaku dalam pesakit yang menerima dadah berbanjaran luas yang mengganggu keseimbangan populasi mikroorganisma normal dalam usus; simptom-simptom: kekejangan abdomen, diarea, demam; boleh membawa maut.

Keracunan makanan - disebabkan oleh memakan makanan yang mengandungi toksin terbentuk, simptom-simptom terbit 2 - 6 jam selepas memakan makanan beracun; tanda-tanda termasuk kekejangan yang teruk, diarea, loya, muntah; pesakit biasanya sembuh dalam masa 24 jam; maut boleh berlaku tetapi jarang-jarang kecuali dalam bayi dan orang tua; enterotoksin ini adalah stabil haba (100°C, 30 min), oleh itu penting menyimpan makanan pada 4°C sebelum dimasak.

Penyakit kulit melecur (exfoliative skin disease, scalded skin syndrome) - disebabkan oleh eksfoliatin, biasanya berlaku pada bayi dan kanak-kanak, boleh pulih kerana sindrom ini hanya melibatkan lapisan luar kulit dan masih ada lapisan epidermis yang tinggal untuk mengelakkan kehilangan cecair tubuh ataupun infeksi kulit dalam.

Sindrom kulit melecur

Sindrom kejutan toksik (toxic shock sindrome) - disebabkan oleh strain-strain yang menghasilkan toksin sindrom kejutan toksik-1 (TSST-1; 24 kD). Ini ialah sejenis penyakit yang melibatkan banyak sistem dan organ dan lazimnya berlaku pada wanita (tetapi tidak terhad kepada wanita) yang menggunakan tampon . Ciri-ciri klinik termasuk demam, hipotensi, diarea, konjunktivitis dan kemerahan (rash).

Diagnosis Infeksi S. aureus:

Untuk mengenalpasti S. aureus pencilan yang didapati dari infeksi mestilah dibezakan dari bakteria Gram positif lain. Ia boleh dikenalpasti berdasarkan penghasilan pigmen, hemolisis, fermentasi manitol, pertumbuhan pada kepekatan NaCl yang tinggi dan yang penting sekali ialah penghasilan koagulase bebas. Ujian koagulase bebas dilakukan dengan mencampurkan 0.1 ml supernatan kaldu pertumbuhan dengan plasma arnab dan dieram pada 37°C; strain yang positif biasa menghasilkan bekuan dalam masa 1 - 4 jam tetapi eraman dilakukan sehingga 24 jam untuk memastikan sesuatu strain itu benar-benar negatif. Untuk menguji kehadiran enterotoksin dalam makanan dalam kes-kes keracunan makanan, kaedah-kaedah imunologi boleh digunakan.

Terapi/rawatan:

Page 7: Bak Teri

Rawatan yang paling berkesan untuk infeksi Staphylococcus yang terhad ialah pembersihan tempat berlaku infeksi. Agen-agen antibakteria adalah berkesan untuk mengawal sebaran organisma dari abses. Ujian kepekaan antibiotik perlu dilakukan. Masalah terapi antibiotik ialah terdapat keresistanan terhadap dadah. Strain-strain yang menghasilkan penicillinase biasanya peka terhadap derivatif separa sintetik. Oleh itu sehingga kepekaan antibiotiknya diketahui pesakit haruslah dirawat dengan agen-agen tersebut (methicillin, oxacillin) atau cephalosporin. Infeksi Staphylococcus yang serius seperti endokarditis bakteria, pneumonia memerlukan dos dadah yang lebih dan diberi lebih lama.

Staphylococcus sp.Staphylococcus sp.adalah bakteri kelompok gram positif yang memiliki bentuk coccus atau berbentuk bulat. Staphylococcus sp. kebanyakan adalah mikroflora yang normal hidup pada manusia. Sering ditemukan di kulit dan selaput mukosa seperti usus & mulut.

Spesies yang sering dijumpai:1. Staphylococcus aureus2. Staphylococcus epidermis / epidermidis3. Staphylococcus safropitis / safrofitidis

Suhu Optimum pertumbuhan 35-37oCSuhu Minimum pertumbuhan 10oCSuhu Maksimum pertumbuhan 42oCSuhu Lethal 62oC 30-60 menitSuhu Lethal 72oC 15 menit

Perbedaan berdasarkan perubahan warna koloni pada media Agar Darah- S. aureus = kuning emas- S. albus = putih- S. citrus = kuning sitrus

Tahan garam 7-10%, seringkali Staphylococcus aureus ditemukan pada ikan asin yang kurang asin, karena kemampuannya untuk hidup dalam suasana asin atau konsentrasi garam yang tinggi.

Diameter koloni 2-3mm / 24 jamDiameter koloni 7mm / 2-3x24 jam

Dapat melisiskan eritrosit dengan toksin hemolysin

Cara penularan Staphylococcus1. Droplet2. Udara3. Keracunan Makanan = toksin enterotoksik

Karena sifat komensal Staphylococcus, maka ia mudah untuk menginfeksi. Salah satu gejala infeksi Staphylococcus berupa kemerahan pada kulit atau Pyoderma

Enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus memiliki dosis toksik sebesar 10ug/ml. Keracunan yang terjadi karena enterotoksin disebut Intoksikasi.Enterotoksin menyerang SSP. Gejala yang sering timbul yaitu mata kunang-kunang, pegal pada tangan dan kaki, lunglai dll.

Patogenitas

1. Infeksi Permukaan :- Bisul (Furunkel sampai Karbunkel)- Jerawat/Acne- Korengan- Paranochya- Hordeoleum- Mastitis Puerpuralis- Pemfigus

Page 8: Bak Teri

2. Infeksi Organ Dalam:- Endocarditis- Osteomyelitis- Arthritis- Infeksi Ginjal- Infeksi Paru-paru- Infeksi Saluran Kemih

Produk-produk Ekstraseluler Staphylococcus aureus:1. Leukosidin2. Koagulase3. Streptokinase4. Hemolisin5. Lipase6. Hialuronidase7. GlikopeptidaCrohn's Disease: Pertama Dengan Terapi Imun?

Nilai remisi yang lebih baik terlihat dalam pasien Crohn's siapa yang mendapatkan obat penekan imun lebih dulu daripada steroids

By Miranda Hitti WebMD Health News Reviewed by Louise Chang, MD

Remisi dari penyakit Crohn's mungkin lebih besar jika pasien mendapatkan obat penekan, bukan steroids, lebih dulu.

Berita itu, diterbitkan dalam edisi The lanset, sebuah studi yang berasal dari pasien penyakit Crohn's di Eropa.

Studi menunjukkan nilai remisi lebih baik bila pasien memulai perawatan penyakit Crohn's tertentu dengan obat penekan kekebalan daripada steroids.

"Studi kami ini jelas menunjukkan bahwa metode pengobatan alternatif lebih efektif ke pembujukan remisi penyakit daripada metode konvensional," ujar Brian Feagan, MD, dalam rilis berita.

"Tidak hanya pasien seperti mendapatkan penyakitnya di bawah kontrol, namun mereka juga terkena penyebaran steroids - memperpanjang penggunaan terkait dengan penyakit metabolis dan bahkan meningkat kematian," kata Feagan, yang mengarahkan pada percobaan klinis di Robarts Research Institute di Kanada dari University of Western Ontario.

Peneliti lainnya sedang menguji dengan strategi yang sama. Jika temuan mereka, diharapkan nanti dalam tahun ini, yang sesuai dengan studi di Eropa, "perawatan algoritma untuk pasien dengan penyakit Crohn's akan berubah," mengenyangkan sebuah editorial di The Lancet.

(Do you have Crohn's? Bagaimana pengalaman anda dengan kedua jenis obat ini? Bicarakan dengan orang lain tentang Crohn's dan colitis: Support Group board.)

Perawatan Penyakit Crohn's

Studi Eropa termasuk 133 orang pasien penyakit Crohn's yang tidak mulai mengambil obat penyakit Crohn's apapun.

Para peneliti yang menugaskan separuh dari pasien secara acak untuk memulai pengobatan penyakit Crohn's dengan mengambila dua obat penekan kekebalan, Remicade dan Imuran. Pasien itu dapat mengambil corticosteroids kemudian, jika diperlukan.

Sebagai perbandingan, pada pasien lainnya yang mendapat kan pengobatan penyakit Crohn's standar, dengan melibatkan pengambianl corticosteroids terlebih dahulu, kemudian mengambil Imuran, dan akhirnya mengambil Remicade.

Page 9: Bak Teri

Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat grup mana yang lebih baik nilai remisi tanpa operasi setelah 26 minggu pengobatan dan setelah satu tahun perawatan.

Hasil Studi Crohn's

Nilai remisi sangat unggul di antara para pasien yang memulai pengobatan dengan Remicade dan Imuran.

Di antara pasien itu, 60% adalah dalam remisi setelah 26 minggu pengobatan dan hampir 62% adalah dalam remisi dalam satu tahun pengobatan dimulai.

Sebagai perbandingan, sekitar 36% dari pasien yang mulai dengan pengobatan steroid dalam remisi itu setelah 26 minggu perawatan dan 42% adalah dalam remisi setelah satu tahun pengobatan dimulai.

Setelah tahun pertama perawatan, dua kelompok mempunyai nilai remisi yang mirip. Kemudian kambuh terjadi bagi para pasien yang dimulai dengan Remicade dan Imuran daripada orang-orang yang dimulai dengan steroids.

Pergeseran bagian dari Crohn's?

Pasien yang memulai dengan Remicade dan Imuran kurang kemungkinan untuk memiliki borok dua tahun setelah perawatan, dibandingkan dengan mereka yang dimulai dengan steroids. Dalam pola yang jelas, para peneliti menyarankan untuk memulai dengan Remicade dan Imuran mungkin dapat mengubah bagian dari penyakit.

Kedua kelompok itu memiliki persentase efek samping yang sama, para peneliti mengingatkan.

Studi ini didanai sebagian oleh Centocor, yang membuat Remicade, dan Schering- Plough , yang memasarkan Remicade di luar AS dalam The Lancet, beberapa peneliti - tetapi bukan Feagan – Ikatan keuangan melaporkan kepada mereka dan perusahaan-perusahaan obat lainnya.

Terbitan editorial dengan negara bagian studi menyatakan bahwa temuan "tidak memadai" untuk menilai efek samping yang serius dan bahwa data yang "tidak cukup untuk mengubah praktek klinis."

Tetapi semua itu dapat berubah jika percobaan lain, yang mana masih sedang dijalani, hasil dari Eropa bergaung, diingatkan editorialist William Sandborn, MD, dari Inflammatory Bowel Disease Clinic di the Mayo Clinic di Rochester, Minn.Percobaan yang belum selesai dinamakan Study of Biologic and Immunomodulator Naive Patients in Crohn's Disease , atau percobaan SONIC.. Sandborn bekerja pada studi itu, yang mana Centocor dan Schering-Plough yang mendanai.Penyakit Crohn

Definition :Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus.

Cause :Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu: - Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh - Infeksi - Makanan.

Sign & Symptoms :Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan.

Page 10: Bak Teri

Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi kanan.

Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus.

Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat.

Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus.

Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis).

Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami : - peradangan sendi (artritis) - peradangan bagian putih mata (episkleritis) - luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa) - nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan - luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa mengalami : - peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa) - peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) - peradangan di dalam mata (uveitis) dan - peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).

Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau pertumbuhan yang lambat.

Pola umum dari penyakit CrohnGejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu : Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan kelemahan menahun Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.

Diagnose :Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit.

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya: - anemia - peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih - kadar albumin yang rendah - tanda-tanda peradangan lainnya.

Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar.

Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.

Page 11: Bak Teri

CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.

PENGOBATANPengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya.

Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.

Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan tinja.

Sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus. Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali setelah obat ini dihentikan.

Sulfasalazine obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat.

Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.

Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang. Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.

Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.

Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya.

Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.

PROGNOSIS

Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus. Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa sebentar atau lama. Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak diketahui. Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan.

Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa penderita meninggal karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun.