BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

18
BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI INTRAPERSONAL BANTEN JAVANESE LANGUAGE USED IN INTRAPERSONAL COMMUNICATION Siti Suharsih FKIP-Univeristas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Jakarta km 4, Panancangan, Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten 42124 Ponsel: 081513069008 Pos-el: [email protected] (Makalah diterima tanggal 21 April 2020—Disetujui tanggal 11 Mei 2020) Abstrak: Sebagai salah satu sarana mengekspresikan gagasan, komunikasi intrapersonal merujuk pada komunikasi dengan diri sendiri. Sebagai seorang penutur bahasa ibu, kita terkadang menggunakan bahasa ibu untuk berbicara dengan diri sendiri, atau mungkin saat berdoa, melalui komunikasi intrapersonal. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pilihan bahasa dalam komunikasi intrapersonal di antara penutur bahasa Jawa dialek Banten dan menjelaskan pengaruh variabel sosial dalam pilhan berbahasa. Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Banten dengan jumlah responden 340 penutur bahasa Jawa dialek Banten. Dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik, data diperoleh melalui sebaran kuesioner. Selanjutnya data dianalisis dengan membandingkan jawaban responden dan jumlah responden. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa Jawa dialek Banten masih digunakan untuk komunikasi intrapersonal, khususnya saat sedang marah. Sebagai pengaruh variabel sosial dalam pilihan bahasa, responden yang paling banyak memilih menggunakan bahasa Jawa dialek Banten berusia 51—60 tahun (93,8%), laki-laki (82,82%), tidak lulus SD (95%) dan ASN (94,7%). Kata kunci: pilihan bahasa, komunikasi intrapersonal, bahasa Jawa dialek banten. Abstract: As one of the media to express ideas, intrapersonal communication is considered as the communiation to the self. As the speaker of a particular mother tongue, we sometimes use the mother tongue to speak to ourselves, or perhaps to pray, as the forms of intrapersonal communication. The research is intended to figure out the language choice in intrapersonal communiaction among Banten Javanese language native speaksers and to describe the influence of social variabel in choosing the language. The research was conducted in Banten Province, with 340 native speakers of Banten Javanese language as the respondents. Using sociolinguistics approach, data was carried out by spreading the questionnaire to the respondents. Then the data were analyzed by comparing respondent’s response in questionnaire with the total of respondents. The result of analysis showed that Banten Javanese language is still being used and chosen for having intrapersonal communication, especially when the respondents got angry. As the effect of social variabel in choosing language, the respondents who mostly used Banten Javanese language were in the range of 51-60 years old (93.8%), male (82.8%), those who did not pass elementary school (95%), and civil servant (94.7%). Keywords: language choice, intrapersonal communication, Banten Javanese language.

Transcript of BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Page 1: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI INTRAPERSONAL

BANTEN JAVANESE LANGUAGE USED IN INTRAPERSONAL COMMUNICATION

Siti Suharsih

FKIP-Univeristas Sultan Ageng Tirtayasa

Jalan Raya Jakarta km 4, Panancangan,

Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten 42124

Ponsel: 081513069008

Pos-el: [email protected]

(Makalah diterima tanggal 21 April 2020—Disetujui tanggal 11 Mei 2020)

Abstrak: Sebagai salah satu sarana mengekspresikan gagasan, komunikasi intrapersonal merujuk

pada komunikasi dengan diri sendiri. Sebagai seorang penutur bahasa ibu, kita terkadang

menggunakan bahasa ibu untuk berbicara dengan diri sendiri, atau mungkin saat berdoa, melalui

komunikasi intrapersonal. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pilihan bahasa dalam

komunikasi intrapersonal di antara penutur bahasa Jawa dialek Banten dan menjelaskan pengaruh

variabel sosial dalam pilhan berbahasa. Penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Banten dengan

jumlah responden 340 penutur bahasa Jawa dialek Banten. Dengan menggunakan pendekatan

sosiolinguistik, data diperoleh melalui sebaran kuesioner. Selanjutnya data dianalisis dengan

membandingkan jawaban responden dan jumlah responden. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa

Jawa dialek Banten masih digunakan untuk komunikasi intrapersonal, khususnya saat sedang marah.

Sebagai pengaruh variabel sosial dalam pilihan bahasa, responden yang paling banyak memilih

menggunakan bahasa Jawa dialek Banten berusia 51—60 tahun (93,8%), laki-laki (82,82%), tidak

lulus SD (95%) dan ASN (94,7%).

Kata kunci: pilihan bahasa, komunikasi intrapersonal, bahasa Jawa dialek banten.

Abstract: As one of the media to express ideas, intrapersonal communication is considered as the

communiation to the self. As the speaker of a particular mother tongue, we sometimes use the mother

tongue to speak to ourselves, or perhaps to pray, as the forms of intrapersonal communication. The

research is intended to figure out the language choice in intrapersonal communiaction among Banten

Javanese language native speaksers and to describe the influence of social variabel in choosing the

language. The research was conducted in Banten Province, with 340 native speakers of Banten

Javanese language as the respondents. Using sociolinguistics approach, data was carried out by

spreading the questionnaire to the respondents. Then the data were analyzed by comparing

respondent’s response in questionnaire with the total of respondents. The result of analysis showed

that Banten Javanese language is still being used and chosen for having intrapersonal

communication, especially when the respondents got angry. As the effect of social variabel in

choosing language, the respondents who mostly used Banten Javanese language were in the range of

51-60 years old (93.8%), male (82.8%), those who did not pass elementary school (95%), and civil

servant (94.7%).

Keywords: language choice, intrapersonal communication, Banten Javanese language.

Page 2: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

85

PENDAHULUAN

Sebagai alat ekspresi diri, bahasa dapat

menjadi sarana untuk berkomunikasi

dengan diri sendiri, atau dengan kata lain

sebagai bentuk komunikasi intrapersonal.

Komunikasi Interpersonal terjadi pada

dua pihak, yaitu terlibatnya pembicara

sebagai penyampai pesan dan pendengar

sebagai orang yang menerima pesan.

Pada komunikasi intrapersonal, komunikasi

terjadi dengan diri sendiri. Artinya,

seseorang yang melakukan komunikasi

intrapersonal berperan sebagai penyampai

pesan dan penerima pesan

(Syarifa,http://www.staffnew.uny.ac.id di akses

pada 18 April 2020).

Komunikasi Intrapersonal sering

kali dianggap sebagai cara seseorang

menenangkan diri dari tekanan dan

sebagai upaya dalam membangun dan

memelihara konsep diri. Seseorang

melakukan komunikasi intrapersonal

bertujuan untuk dapat meningkatkan

kepercayaan dirinya, selain untuk dapat

merencanakan sesuatu di masa depan.

Komunikasi dengan diri sendiri lebih

banyak dilakukan dengan cara berbicara

dalam hati, sehingga pesan yang

dihasilkan merupakan bentuk ekspresi

diri yang memiliki makna untuk diri

sendiri (http://courses.lumenlearning.com).

Tulisan ini mengkaji tentang

pilihan bahasa penutur bahasa Jawa

dialek Banten saat berkomunikasi dengan

diri sendiri. Pilihan menggunakan bahasa akan

dikaji berdasarkan faktor-faktor yang

memengaruhinya, seperti usia penutur, jenis

kelamin, pendidikan, dan pekerjaan

penutur. Pilihan bahasa yang digunakan

pada saat komunikasi intrapersonal

belum banyak menjadi fokus kajian,

sehingga tulisan ini dapat memberikan

gambaran tentang keberadaan bahasa

daerah sebagai alat komunikasi baik di

dalam masyarakat maupun pada dirinya

sendiri. Beberapa kajian tentang

komunikasi intrapersonal lebih banyak

mengangkat pada perilaku sosial

(Novalia, http://www.jim.unsyiah.ac.id

di akses pada 18 April 2018).

LANDASAN TEORI

Pilihan dan Penggunaan Bahasa

Masyarakat multibahasa memberikan

pilihan kepada anggota masyarakatnya

untuk menggunakan bahasa sesuai

dengan pilihannya. Menurut Fishman

(1972: 44), pilihan-pilihan itu mengacu

pada variasi bahasa yang tersedia di

dalam masyarakat yang multibahasa.

Contoh dari konsep itu dikemukakan

Fishman, misalnya, penutur akan

menggunakan bahasa yang berstatus

tinggi untuk digunakan dalam praktik

tutur di sekolah, pemerintahan, tempat

keagamaan, dan pekerjaan. Pada

kesempatan lain, penutur akan cenderung

menggunakan bahasa yang berstatus

rendah ketika melakukan praktik tutur di

rumah, bersama teman, atau berkomunikasi

dengan tetangga. Dengan demikian, dalam

menggunakan bahasa, penutur harus

mempertimbangkan dan memerhatikan

Page 3: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

86

tempat, hubungan peran, dan topik pembicaraan

(Spolsky, 2003: 34). Senada dengan

Spolsky, (Holmes, 2001: 21) juga

menyebut beberapa faktor sosial yang

memengaruhi pilihan berbahasa, yaitu

kepada siapa kita berbicara, dalam

konteks apa pembicaraan itu dilakukan,

dan tentang topik apa pembicaraan itu

dilangsungkan. Faktor-faktor sosial itu

bersama-sama akan menciptakan ranah

bahasa.

(Grosjen, 1982: 136) mengelaborasi-

kan partisipan sebagai keahlian berbahasa,

pilihan bahasa yang dianggap lebih baik,

status sosial ekonomi, usia, jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar

belakang etnis, relasi kekeluargaan,

keintiman, sikap bahasa, dan kekuatan

luar yang menekan. Situasi dan seting

dijelaskan sebagai lokasi/latar, kehadiran

pembicara monolingual, tingkat

formalitas, dan tingkat keintiman. Topik

pembicaraan dijelaskan oleh Ervin-Trip

sebagai topik-topik tentang pekerjaan,

olah raga, peristiwa aktual, dsb.

Ranah (domain) adalah konstruksi

sosial yang diturunkan dari simpulan dan

analisis secara saksama terhadap situasi-

situasi yang sudah disepakati (Fishman,

1972: 43). Dalam perkataan lain, ranah

adalah tempat penggunaan bahasa atau

aktivitas kebahasaan yang ada di dalam

tempat tersebut. Rumah, misalnya,

merujuk pada satu tempat yang

menunjukkan adanya hubungan peran

untuk setiap anggota keluarga.

Hubungan peran yang terlibat di dalam

keluarga adalah ibu, ayah, anak, nenek,

kakek, bayi, dan kerabat yang lainnya.

Hubungan peran ini akan dipengaruhi

oleh topik dalam aktivitas anggota

keluarga, misalnya topik tentang

keluarga, makanan, atau urusan rumah

tangga. Dengan demikian, untuk setiap

topik dalam aktivitas keluarga

dimungkinkan anggota keluarga

menggunakan bahasa yang berbeda satu

sama lainnya.

Fishman mengidentifikasi beberapa

ranah (domain) penggunaan bahasa

seseorang dalam konteks masyarakat

multibahasa. Ranah tersebut adalah ranah

kekeluargaan, ranah pertemanan, ranah

keagamaan, ranah pendidikan, dan ranah

pekerjaan (Fishman, 1972: 46—47).

Komunikasi Intrapersonal

Beberapa jenis komunikasi yang

digunakan sebagai ekspresi diri bisa

dengan berkomunikasi dengan orang lain

ataupun berkomunikasi dengan diri

sendiri. Dari aspek psikologi sosial,

komunikasi intrapersonal merupakan

rangkaian proses pengolahan informasi

dengan tahapan sensasi, persepsi,

memori, dan berpikir (Rakhmat, 2009:

49—50). Proses sensasi terjadi karena

adanya stimuli yang diserap oleh

pancaindera. Setelah proses sensasi,

selanjutnya menjadi persepsi. Persepsi

merupakan satu pengalaman tentang

objek, peristiwa, atau hubungan-

hubungan yang diperoleh dengan

menafsirkan pesan. Dalam proses

Page 4: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

87

persepsi, hal yang sangat memengaruhi

adalah peran dari memori. Mekanisme

tahapan dalam memori melalui tiga

proses, yaitu perekaman, penyimpanan,

dan pemanggilan. Tahapan terakhir

adalah berpikir, yaitu pelibatan semua

proses, mulai dari sensasi, berpikir, dan

memori.

Komunikasi intrapersonal merujuk

pada penggunaan bahasa dan pikiran

yang terjadi di dalam diri komunikator

sendiri. Dalam hal ini komunikator

sebagai pengirim pesan, penerima pesan,

dan yang memberikan feedback sendiri

(Syarifa, http://www.staffnew.uny.ac.id di akses

pada 18 April 2020). Menurut Syarifa,

komunikasi intrapersonal lebih banyak

digunakan saat berdoa, bersyukur,

intropeksi diri, dan berkhayal. Emiliano

dalam tulisannya yang berjudul

“Komunikasi Intrapersonal” di situs

http://www.academia.edu yang di

akses pada tanggal 17 April 2020

menambahkan bahwa bentuk-bentuk

komunikasi intrapersonal ditunjukkan

saat melamun/merenung, bermimpi,

berbicara sendiri atau membaca tulisan

dengan suara keras, menulis

(mengarang), menafsirkan, dan

komunikasi antarorgan tubuh.

Bahasa Jawa Dialek Banten

Sumber referensi yang dapat dijadikan

rujukan tentang bahasa Jawa dialek

Banten tidak terlalu banyak. Dari hasil

penelusuran, ditemukan beberapa

sumber yang membahas bahasa Jawa

dialek Banten. Dua di antaranya adalah

buku yang ditulis oleh Iskandarwassid,

dkk (1985) yang berjudul „Struktur

Bahasa Jawa Dialek Banten’ dan

„Kamus Dialek Jawa Banten’ yang

ditulis oleh Munadi Patmadiwiria di

tahun 1977. Baik Iskandarwassid dan

Patmadiwiria, kedua sumber ini lebih

berbentuk kamus. Pada kamus yang

ditulis oleh Patmadiwiria, bahasa Jawa

dialek Banten memiliki 26 fonem yang

terbagi atas 20 konsonan dan 6 vokal.

Pada tulisan Iskandarwassid, fonem

bahasa Jawa dialek Banten dibagi

menjadi 24 fonem yang terbagi menjadi

16 konsonan dan 8 vokal.

Berdasarkan pemakaiannya, bahasa

Jawa dialek Banten mengenal dua ragam,

yaitu ragam bebasan dan ragam

pergaulan (Chudari, 2013: 2). Ragam

bebasan lebih banyak digunakan untuk

komunikasi formal dengan tujuan untuk

menghormati yang lebih tua atau yang

dituakan; dan ragam pergaulan lebih

banyak digunakan untuk komuikasi

nonformal atau dengan partisipan yang

tingkat usianya sama.

METODE PENELITIAN

Ancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan

sosiolinguistik. Sebagai sebuah metodologi

penelitian, kajian sosiolinguistik dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif ataupun kualitatif (Holmes,

2014: 2).

Page 5: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

88

Populasi dan Lokasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua

penutur bahasa Jawa dialek Banten di

wilayah Provinsi Banten. Penutur bahasa

Jawa dialek Banten merupakan mereka

yang tinggal di wilayah Provinsi Banten

yang terbagi ke dalam beberapa

kecamatan di tiap kabupaten/kota di

Provinsi Banten. Dengan pertimbangan

jangkauan daerah, hanya sepuluh titik

lokasi penelitian. Sepuluh lokasi tersebut

adalah Desa Sukajaya, Desa Barengkok,

Desa Tegal Ratu, Desa Kasunyatan,

Desa Tanjung Manis, Desa Tonjong,

Desa Pasilihan, Desa Cangkore, Desa

Gombong, dan Desa Bojen.

Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian ini adalah

metode survei. Metode survei

bermanfaat untuk menggali data dari

populasi yang besar dengan teknik

pengumpulan data melalui instrumen

kuesioner tertulis (Gunarwan, 2002;

Schilling, 2013). Dengan demikian,

peneliti memilih menggunakan teknik

langsung (bersemuka) dengan jenis face-

to-face surveys atau structured personal

interview yang dilakukan kepada penutur

bahasa Jawa dialek Banten yang berada

di Provinsi Banten.

Daftar tanyaan dalam kuesioner

yang didistribusikan pada responden

terbagi atas dua bagian. Bagian pertama

adalah data responden, seperti nama

jelas, usia, pendidikan dan pekerjaan

responden. Untuk rentang usia dibagi

menjadi lima, yaitu usia 17—20, 21—

30, 31—40, 41—50, dan 51—60 tahun.

Pembagian rentang usia mempertimbangkan

fase psikologis yang dikemukakan oleh

(Hurlock, 1981: 21) dan beberapa hasil

penelitian yang menggunakan variable

usia dalam penelitian bahasa. Usia 17

merupakan masa remaja di mana

responden ada dalam fase mencari

identitas diri yang berbeda dari orang tua

mereka. Rentang usia 21 tahun dan

seterusnya berada pada fase dewasa yang

dianggap lebih konservatif dalam

memelihara identitas mereka (Eckert,

2003: 39). Jenis kelamin responden

terbagi menjadi laki-laki dan perempuan,

dan untuk pendidikan responden terbagi

atas responden yang tidak lulus SD, lulus

SD, lulus SMP, lulus SMA, dan lulus

diploma/sarjana. Variabel pekerjaan

dibagi menjadi enam jenis pekerjaan,

yaitu pelajar, ASN, Ibu Rumah Tangga

(IRT), buruh, pedagang, dan pekerjaan

lainnya. Data responden ini difungsikan

juga sebagai variabel sosial yang

menyertai responden. Bagian kedua

adalah aktivitas responden saat

melakukan komunikasi intrapersonal.

Aktivitas tersebut adalah marah, berdoa,

mengomentari berita di koran, dan

mengomentari berita di TV.

Metode Analisis Data

Untuk mendapatkan data pilihan bahasa

yang digunakan pada saat penutur

melakukan komunikasi intrapersonal,

Page 6: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

89

peneliti membandingkan jumlah

jawaban bahasa Jawa dialek Banten (∑N

BJDB) dengan seluruh jawaban yang

masuk (∑N) dikalikan 100%.

Pilihan menggunakan BJDB = ∑N BJDB X 100%

∑N

Atau, secara sederhana, penghitungan

dapat dilakukan dengan cara

menjumlahkan seluruh jawaban BJDB

dalam % dibagi dengan jumlah variabel

seperti tampak dalam formula berikut ini:

Pilihan menggunakan BJDB (%) = ∑% BJDB

N

Setelah dilakukan penghitungan,

selanjutnya dilakukan pembahasan untuk

dapat diperoleh pemaknaan terhadap data

temuan.

Daftar Tanyaan

Daftar tanyaan dalam penelitian ini

merupakan bentuk modifikasi dari

beberapa penelitian tentang pemakaian

bahasa. Daftar tanyaan menggunakan

bentuk closed question dengan

memberikan pilihan jawaban kepada

responden. Daftar tanyaan terdiri atas

dua bagian. Bagian pertama memuat

identitas responden yang merupakan

variabel sosial, yaitu usia, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan. Bagian kedua

berisi tanyaan tentang pilihan bahasa saat

melakukan komunikasi intrapersonal.

Komunikasi intrapersonal dibatasi hanya

pada saat responden sedang marah,

berdoa dalam hati, mengomentari berita

di koran, dan mengomentari berita di

TV.

PEMBAHASAN

Bagian ini menggambarkan hasil analisis

berdasarkan sebaran kuesioner kepada

340 responden. Hasil analisis akan

disajikan dalam dua bagian, yaitu tentang

pilihan bahasa responden saat melakukan

komunikasi intrapersonal dan hasil

analisis pilihan bahasa responden

berdasarkan variabel sosial.

Penjelasan mengenai pilihan

bahasa saat melakukan komunikasi

intrapersonal merupakan hasil analisis

jawaban kuesioner dari total responden

yang berjumlah 340 responden. Hasil

analisis meyajikan kecenderungan

bahasa yang paling banyak dipilih saat

berdoa, marah, memberikan komentar

terhadap berita di koran, dan

memberikan komentar terhadap berita di

TV. Pada bagian pilihan bahasa yang

dijabarkan berdasarkan variabel sosial,

pembahasan mengacu pada persentase

responden yang memilih menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten pada saat

melakukan komunikasi intrapersonal

berdasarkan usia, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan responden.

Pilihan Bahasa Responden Saat

Komunikasi Intrapersonal

Bagian ini menunjukkan tingkat

intensitas pemakaian bahasa Jawa dialek

Page 7: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

90

Banten pada saat responden marah,

berdoa dalam hati, memberikan

komentar terhadap pemberitaan di surat

kabar dan di TV secara keseluruhan.

Untuk menemukan tingkat intensitas

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten

berdasarkan aktivitas responden dengan

dirinya sendiri, beberapa pilihan bahasa

diberikan selain bahasa Jawa dialek

Banten, yaitu bahasa Jawa dialek Banten,

bahasa Indonesia, bahasa campuran

(bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia),

dan bahasa daerah lainnya, yaitu bahasa

Sunda. Hasil sebaran kuesioner kepada

340 responden menunjukkan variasi

pilihan bahasa yang berbeda-beda.

(Tabel 1).

Tabel 1.

Pilihan bahasa responden berdasarkan saat

berkomunikasi dengan diri sendiri

No

Aktivitas saat

berkomunikasi dengan diri

sendiri

Jumlah responden dengan pilihan

bahasanya

BJDB B.IND Campur Bhs.

lain

Tdk

menjawab

1 Sedang marah 272 19 49 - -

2 Berdoa dalam hati 261 48 27 4 -

3 Mengomentari berita di

Koran 173 80 57 1 29

4 Mengomentari berita di

TV 174 73 89 - 4

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari empat

aktivitas yang dilakukan oleh responden

dengan dirinya sendiri, responden lebih

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten dibandingkan dengan

Bahasa Indonesia, bahasa campuran

(bahasa Jawa dialek Banten dengan

bahasa Indonesia), dan bahasa daerah

lainnya. Pilihan menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten paling banyak

digunakan pada saat responden dalam

situasi marah dan pada saat responden

berdoa dalam hati. Pada situasi di mana

responden memberikan komentar untuk

berita di koran dan TV, pilihan bahasa

tetap ada pada bahasa Jawa dialek

Banten meskipun tidak sebanyak saat

responden dalam situasi marah dan

berdoa dalam hati. Tingginya penggunaan

bahasa Jawa dialek Banten pada saat

berdoa dalam hati dan marah dapat

ditunjukkan melalui grafik 1 di bawah

ini.

Grafik 1 Penggunaan Bahasa Jawa Dialek Banten

saat marah dan berdoa dalam hati

Grafik 1 menunjukkan bahwa saat

sedang marah dan berdoa, responden

lebih memilih menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten daripada bahasa

Indonesia, bahasa campur dan bahasa

daerah lainnya. Penggunaan bahasa Jawa

dialek Banten yang cukup tinggi

mengindikasikan bahwa pada aktivitas

tidak sadar dorongan untuk

menggunakan bahasa daerah lebih tinggi

dibandingkan dengan bahasa lain. Pada

saat responden marah, respon terhadap

lawan bicara atau kondisi yang

membuatnya marah memicu alam bawah

sadar berperilaku seperti yang

dikehendaki dan cenderung tidak

mengindahkan lingkungan.

Selain menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten, grafik 1

Page 8: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

91

menunjukkan data adanya pencampuran

dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan

bahasa Jawa dialek Banten pada saat

responden sedang marah. Data pada

grafik menunjukkan sekitar 14,41%

responden mencampurkan bahasa Jawa

dialek Banten dengan bahasa Indonesia

saat sedang marah dengan lawan bicara.

Hal ini mengindikasikan lawan bicara

responden bukan berasal dari kelompok

penutur bahasa Jawa Dialek Banten.

Selain mencampurkan bahasa Indonesia

dan bahasa Jawa dialek Banten, 5,58%

responden memilih menggunakan bahasa

Indonesia pada saat marah.

Grafik 1 juga menunjukkan

tingginya frekuensi penggunaan bahasa

Jawa dialek Banten saat responden

berdoa dalam hati. Pilihan menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten pada saat

berdoa dalam hati dimungkinkan karena

nilai historis bahasa Jawa dialek Banten

masa lalu, yaitu digunakannya bahasa

Jawa dialek Banten sebagai saluran

penyebaran agama Islam di Banten.

Kondisi yang berlangsung terus menerus

ini memengaruhi alam bawah sadar

responden untuk memilih menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten.

Pilihan bahasa yang kedua

setelah bahasa Jawa dialek Banten pada

saat berdoa dalam hati adalah Bahasa

Indonesia dengan jumlah responden

yang memilih menggunakannya

sebanyak 48 responden.

Kecenderungan responden

melakukan campur bahasa sebagai

strategi komunikasi memperlihatkan

adanya penggunaan alih kode. Alih kode

dapat terjadi karena adanya sentuh

bahasa antara dua atau lebih bahasa yang

latar belakang linguistiknya berbeda dan

bahasa-bahasa tersebut digunakan dalam

satu komunitas atau kelompok bahasa

(Fishman, 1966; Coulmas, 2006).

Sebagai konsekuensi penggunaan

beberapa bahasa, (Coulmas, 2006: 113)

menyebut alih kode sebagai a

controllable strategy, differing from both

ordinary borrowing of individual lexical

items and unavoidable interference.

Dari data yang tersaji dalam tabel

1 sebelumnya ditemukan sejumlah

responden yang tidak memberikan

pilihan bahasa pada saat ditanya bahasa

apa yang dipilih saat mengomentari

berita di koran dan berita di TV. Pada

situasi sedang menonton TV ada empat

responden yang tidak memberikan

pilihan bahasa mereka. Keempat

responden yang tidak memberikan

pilihan saat mengomentari berita di TV

lebih karena responden tidak menyukai

program acara berita. Demikian juga

pada saat sedang membaca koran,

ditemukan 29 responden tidak

memberikan pilihan bahasa apapun.

Dari pembahasan tentang pilihan

bahasa pada aktivitas responden dengan

dirinya sendiri di dalam rumah dapat

disimpulkan bahwa penggunaan bahasa

Jawa dialek Banten banyak dilakukan

pada saat responden sedang marah, dan

saat berdoa dalam hati.

Page 9: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

92

Pilihan Bahasa dalam Komunikasi

Intrapesonal Berdasarkan Variabel

Sosial

Setelah dilakukan proses analisis

terhadap jawaban responden, berikut

disajikan hasil temuan pilihan bahasa

yang dibedakan ke dalam empat variabel

sosial, yaitu usia, jenis kelamin,

pendidikan, dan pekerjaan.

Pilihan Bahasa Berdasarkan Usia

Responden

Sebagai sebuah variabel sosial, usia

mampu memengaruhi perilaku berbahasa

sesuai dengan tahapan kehidupan

manusia. Dibandingkan dengan hal

lainnya, usia diasosiasikan dengan

struktur peranan di dalam rumah atau

dalam kelompok sosial dengan tugas,

otoritas, status dan dengan atribut pada

kompetensi yang berbeda. Hal senada

diungkapkan oleh Coulmas, “Speech,

too, is one of the characteristic which

reveals age-grading and is expected to

differerntiate one age cohort from

another” (2006:54). Berkenan dengan

tahapan hidup manusia, Coulmas

(2006:55) membagi usia menjadi 4

tahapan: tahap anak-anak, remaja,

dewasa, dan tua.

Sesuai dengan tahapan usia

dalam kehidupan manusia, untuk

penelitian ini kelompok usia responden

dibedakan dalam lima kelompok, yaitu

kelompok usia 17—20 tahun, kelompok

usia 21—30 tahun, kelompok usia 31—

40 tahun, kelompok usia 41—50 tahun,

dan kelompok usia 51—60 tahun.

Merujuk pada tahapan usia yang

dikemukakan oleh Coulmas, maka

pengelompokkan usia pada penelitian ini

dimulai dari masa remaja yang diwakili

oleh kelompok usia 17—20, masa

dewasa, yang diwakili oleh kelompok

dewasa muda (21—30), dewasa tengah

(31—40) dan dewasa akhir (41—50).

Fase tua dalam kehidupan responden

diwakili dengan kelompok usia 51—60

tahun. Bagian ini menjabarkan penggunaan

bahasa Jawa Dialek Banten dalam

kelompok usia responden. Pilihan bahasa

Jawa dialek Banten akan dilihat dari

aktivitas responden dengan dirinya

sendiri dan pada saat berkomunikasi

dengan kawan bicara di dalam rumah.

Penggunaan bahasa Jawa dialek

Banten berdasarkan komunikasi

intrapersonal terangkum dalam grafik 2

berikut ini. Grafik ini menunjukkan

perbedaan jumlah responden yang

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten dalam setiap subkelompok.

Perbedaan jumlah responden di setiap

subkelompok usia mendukung pendapat

Coulmas sebelumnya bahwa setiap

tahapan hidup manusia memberikan

pengaruh dalam perilaku berbahasa.

Grafik 2 Jumlah Responden Berdasarkan Usia

yang Menggunakan Bahasa Jawa Dialek

Page 10: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

93

Banten saat Marah, Berdoa, Mengomentari

Berita di Koran dan TV.

Kelompok usia 17—20 tahun merupakan

kelompok usia minimum yang menjadi

kriteria dalam penelitian ini. Rentang

usia 17—20 tahun dianggap sebagai fase

transisi dari masa remaja menuju masa

dewasa muda. Pada masa transisi,

kelompok ini lebih labil dalam

penggunaan bahasa karena pilihan

berbahasa dipengaruhi oleh sosial

budaya lingkungan mereka. Dari jumlah

keseluruhan responden di kelompok ini

pilihan menggunakan bahasa Jawa dilaek

Banten paling banyak saat berdoa dalam

hati. Ada 35 responden yang

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten saat berdoa dan hanya 18 orang

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten saat mengomentari berita

di koran. Aktivitas berbahasa ini

menunjukkan perilaku yang berbeda

dalam menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten. Dengan kata lain kelompok ini

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten hanya pada saat berdoa dalam

hati, sedangkan saat mengomentari berita

di koran, responden memilih

menggunakan bahasa lainnya.

Kelompok usia 21—30

mempunyai jumlah responden terbesar

dibandingkan dengan kelompok usia

lainnya. Dari empat peristiwa bahasa,

pilihan menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten banyak dilakukan oleh responden

pada saat marah, yaitu sebanyak 67

responden. Pilihan menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten berikutnya adalah

ketika responden berdoa dalam hati. Dua

aktivitas lainnya, yaitu pada saat

memberi komentar terhadap pemberitaan

di koran dan TV, jumlah responden tidak

sebanyak saat marah dan berdoa dalam

hati.

Sama halnya dengan kelompok

usia 20—31 tahun, pada kelompok usia

31—40 tahun pilihan menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten paling

banyak saat marah, yaitu sebanyak 65

responden. Pada saat sedang marah,

jumlah responden hanya terpaut satu

responden dari jumlah responden pada

saat berdoa dalam hati. Urutan jumlah

responden selanjutnya yang

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten adalah pada saat memberikan

komentar terhadap pemberitaan di koran

dan TV. Dibandingkan dengan

kelompok usia lainnya, pilihan

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten pada saat memberikan komentar

perihal berita di koran dan TV paling

banyak dilakukan oleh kelompok usia

ini.

Usia dewasa akhir yang diwakili

oleh kelompok usia 41—50 tahun

menunjukkan penurunan penggunaan

bahasa Jawa dialek Banten dibandingkan

kelompok usia 31—40 tahun. Penurunan

pemakaian pada kelompok usia ini

terjadi pada saat responden berdoa dalam

hati dan mengomentari berita di TV.

Grafik kembali naik pada saat responden

memberikan komentar terhadap berita di

Page 11: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

94

koran. Jumlah responden yang

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten pada saat mengomentari berita di

koran sedikit lebih banyak dari

responden yang mengomentari berita di

koran pada kelompok usia 31—40.

Memasuki usia dewasa akhir,

yaitu usia 41—50 tahun, kecenderungan

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten menunjukkan penurunan

pada beberapa aktivitas, kecuali pada

saat sedang marah. Grafik 2

menunjukkan jumlah responden yang

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten pada saat marah sebanyak

63 responden. Penggunaan bahasa Jawa

dialek Banten paling sedikit dipilih pada

saat memberikan komentar terhadap

pemberitaan di TV.

Pada kelompok responden yang

berusia 51—60 ditemukan beberapa

kendala fisik, yaitu mulai berkurangnya

kemampuan mata untuk membaca dan

telinga untuk mendengar meski alat ucap

masih lancar digunakan. Berkurangnya

kemampuan fisik memengaruhi aktivitas

kebahasaan responden. Grafik 2

menunjukkan bahwa di usia ini pilihan

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten paling banyak digunakan saat

responden sedang marah. Pada aktivitas

yang lain, yaitu berdoa dalam hati,

memberikan komentar terhadap

pemberitaan di TV dan koran terlihat

menurun.

Agar dinamika penggunaan

bahasa di setiap subkelompok terlihat

jelas, maka jumlah responden yang

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten dibagi dengan jumlah

responden keseluruhan dalam setiap

kelompok. Hasilnya menunjukkan

kecenderunagn yang berbeda dari data

yang tersedia di grafik 2 sebelumnya.

Pada data grafik 3 berikut ini,

terlihat bahwa kelompok usia dewasa

hingga tua menunjukkan pola yang stabil

dalam menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten pada saat responden beraktivitas

dengan dirinya sendiri. Kestabilan pola

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten

yang diperlihatkan oleh kelompok

dewasa dan tua menunjukkan kesetiaan

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten.

Grafik 3. Persentase Responden Berdasarkan

Usia yang Menggunakan Bahasa Jawa Dialek

Banten saat Marah, Berdoa, Mengomentari

Berita di Koran dan TV.

Dibandingkan dengan grafik 2, grafik 3

menyajikan jumlah responden dalam

persentase di setiap subkelompok. Dari

hasil perhitungan yang tersaji pada grafik

3, secara keselurahan, dua aktivitas

tertinggi yang menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten adalah pada saat

responden marah dan berdoa dalam hati.

Pada grafik 3 juga terlihat ada

kecenderungan penggunaan bahasa Jawa

dialek Banten yang relatif stabil pada

Page 12: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

95

beberapa aktivitas dari subkelompok usia

31—40 tahun sampai pada subkelompok

usia 51—60, kecuali pada saat responden

memberikan komentarnya terhadap

berita di koran dan di TV. Pada

subkelompok usia 21—30, di mana pada

grafik sebelumnya merupakan jumlah

terbesar dari subkelompok lainnya,

menunjukkan jumlah yang lebih sedikit

dari kelompok subvariabel 31—40.

Aktivitas dengan jumlah persentase

responden paling rendah ada di

subkelompok usia 51-60 tahun, yaitu saat

responden memberikan komentar

terhadap pemberitaan di TV.

Pilihan Bahasa Berdasarkan Jenis

Kelamin Responden

Grafik 4. Jumlah Responden Berdasarkan

Jenis Kelamin yang Menggunakan Bahasa

Jawa Dialek Banten saat Marah, Berdoa,

Mengomentari Berita di Koran dan TV.

Grafik 4 menunjukkan bahwa perempuan

mendominasi penggunaan bahasa Jawa

dialek Banten di ranah keluarga pada

komunikasi intrapersonal. Perbedaan

terbesar antara responden laki-laki dan

perempuan ditemukan pada saat

memberikan komentar berita di televisi

dan koran. Jumlah responden perempuan

yang menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten saat mengomentari berita di

koran dan TV 96 responden sedangkan

responden laki-laki yang menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten pada saat

mengomentari berita di TV dan koran

berjumlah 76 responden. Meskipun

berbeda jumlah dalam penggunaan

bahasa pada saat mengomentari berita

TV dan koran, kedua jenis kelamin ini

sama-sama memilih bahasa Jawa dialek

Banten pada saat sedang marah dan pada

saat berdoa dalam hati.

Meskipun secara umum terlihat

perempuan mendominasi pilihan

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten saat berkomunikasi intrapersonal,

dapat dikatakan bahwa untuk persentase

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten

antara laki-laki dan perempuan

menunjukkan bahwa laki-laki cenderung

menggunakan lebih banyak daripada

perempuan. Berdasarkan hasil

penghitungan jumlah pilihan bahasa saat

marah misalnya, diperoleh laki-laki

menggunakan 82,82% bahasa Jawa

dialek Banten dibandingkan dengan

perempuan dengan persentase 77,9%.

Aktivitas responden saat marah ini

merupakan aktivitas yang paling banyak

dilakukan oleh kedua jenis kelamin

tersebut.

Pilihan Bahasa Berdasarkan

Pendidikan Responden

Beberapa hasil penelitian tentang

penggunaan bahasa menunjukkan bahwa

pendidikan adalah salah satu faktor yang

memengaruhi pilihan bahasa penutur

(Fasold, 1984:180). Sekolah diposisikan

sebagai ranah formal sehingga bahasa

daerah tidak digunakan sebagai bahasa

Page 13: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

96

pengantar dalam aktivitas belajar mengajar.

Sebaliknya penggunaan bahasa Indonesia

menjadi satu-satunya alat komunikasi

yang berlaku dalam konteks di ranah

formal. Dengan demikian dapat diasumsikan

bahwa apabila seorang penutur menghabiskan

sedikit waktu di sekolah, maka semakin

sedikit juga intensitas penggunaan

bahasa Indonesia.

Berdasarkan hasil sebaran kuesioner

pada 340 responden, ditemukan kecenderungan

pilihan bahasa responden yang

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pada

saat berkomunikasi intrapersonal.

Kecenderungan menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten ditunjukkan dengan

jumlah responden dalam setiap tingkat

pendidikan yang disajikan dalam grafik

berikut.

Grafik 5. Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan

yang Menggunakan Bahasa Jawa Dialek Banten saat

Marah, Berdoa, Mengomentari Berita di Koran dan

TV.

Apabila dibandingkan dengan jumlah

responden dalam kelompok pendidikan,

maka hasil perhitungan disajikan pada

grafik 6 berikut.

Grafik 6. Persentase Responden Berdasarkan

Pendidikan yang Menggunakan Bahasa Jawa

Dialek Banten saat Marah, Berdoa,

Mengomentari Berita di Koran dan TV.

Dari grafik persentase penggunaan

bahasa Jawa dialek Banten di atas,

bahasa Jawa dialek Banten lebih banyak

digunakan oleh kelompok responden

dengan pendidikan tidak lulus SD.

Angka ini diperoleh dengan

membandingkan jumlah responden yang

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten dalam kelompok

pendidikan tidak lulus SD dengan total

responden yang berada di kelompok

yang sama. Hasil perhitungan tersebut

menunjukkan 95% responden dengan

pendidikan tidak lulus SD menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten saat sedang

marah. Demikian juga diperoleh

kecenderungan yang sama saat

responden mengirimkan pesan melalui

SMS kepada teman, mengomentari

berita di TV dan berita di koran.

Sebaliknya pada kelompok

responden lulus SMA, persentase

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten

tidak sebanding dengan jumlah

responden yang menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten di kelompok yang

sama. Hanya pada saat berdoa dalam hati

84.5% responden pada kelompok ini

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten.

Pilihan Bahasa Berdasarkan

Pekerjaan Responden

Variabel sosial lainnya yang

memengaruhi pilihan dan penggunaan

bahasa adalah jenis pekerjaan. Pekerjaan

memaksa seseorang untuk berpindah

Page 14: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

97

tempat ke luar daerahnya baik secara

individu ataupun secara berkelompok.

Perpindahan individu atau kelompok dari

satu daerah ke daerah lainnya membuka

jalan terjadinya kontak bahasa dari

penutur yang berbeda.

Menilik pada jenis pekerjaan

yang ada di Provinsi Banten, variabel

pekerjaan diisi dengan beberapa

pekerjaan yang menjadi mata pencarian

masyarakat Provinsi Banten. Meskipun

mayoritas mata pencaharian masyarakat

Provinsi Banten adalah bercocok tanam,

tapi seiring perubahan status provinsi

baru, maka banyak bidang pekerjaan

lainnya yang menjadi mata pencarian

masyarakat Provinsi Banten. Jenis

pekerjaan yang menjadi subvariabel

dalam penelitian ini adalah pelajar/mahasiswa,

ASN (Aparatur Sipil Negara), IRT (Ibu

Rumah Tangga), buruh

(tani/harian/lepas), pedagang, dan

pekerjaan lainnya.

Kelompok pelajar/mahasiswa

merupakan responden yang berada pada

kelompok usia 17—20 sampai rentang

usia 21—30. Sebagian besar dari mereka

masih bersekolah pada jenjang SMA

atau sedang menempuh pendidikan di

bangku kuliah. Berdasarkan komposisi

responden pada variabel jenis pekerjaan,

diperoleh jumlah responden dalam

kelompok pelajar/mahasiswa sebanyak

38 responden, ASN sebanyak 19

responden, buruh sebanyak 80

responden, IRT sebanyak 89 responden,

pedagang sebanyak 57 responden. Selain

lima jenis pekerjaan yang mengisi

subvariabel dalam penelitian ini, jenis

pekerjaan tambahan (di luar kelima jenis

pekerjaan) disediakan. Untuk jenis

pekerjaan tambahan, diberikan label

“pekerjaan lainnya”

Setelah melakukan penghitungan

dua faktor dengan menggunakan

crosstabulation, diperoleh jumlah

responden yang memilih bahasa Jawa

dialek Banten untuk masing-masing

kelompok jenis pekerjaan.

Grafik 7 Jumlah Responden Berdasarkan

Pekerjaan yang Menggunakan Bahasa Jawa

Dialek Banten saat Marah, Berdoa,

Mengomentari Berita di Koran dan TV.

Dari jumlah responden yang ditunjukkan

pada grafik 7 terlihat jumlah responden

dengan pekerjaan sebagai ibu rumah

tangga merupakan jumlah responden

terbanyak yang menggunakan bahasa

Jawa Banten saat sedang marah, berdoa

dalam hati, mengomentari berita di TV

dan di koran. Jumlah terbanyak

berikutnya adalah responden dengan

jenis pekerjaan sebagai buruh. Kedua

jenis pekerjaan ini mempunyai jumlah

responden sebagai pemilih bahasa Jawa

dialek Banten terbanyak pada saat marah

dan berdoa dalam hati. Jumlah responden

yang menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten paling sedikit adalah dengan

jenjang pelajar dan ASN.

Page 15: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

98

Untuk melihat persentase

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten,

penghitungan dilakukan dengan

membandingkan jumlah responden yang

memilih bahasa Jawa dialek Banten

dengan jumlah seluruh responden di tiap-

tiap subvariabel. Dengan memperlihatkan angka

persentase pemakai bahasa Jawa dialek

Banten akan tampak jelas posisi

responden dengan jumlah pemilih yang

terbanyak hingga yang paling sedikit.

Melalui penghitungan dengan persentase

dapat diketahui juga bahwa jumlah

responden yang paling banyak

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten belum tentu berada pada

persentase tertinggi.

Grafik 8. Persentase Responden Berdasarkan

Pekerjaan yang Menggunakan Bahasa Jawa

Dialek Banten saat Marah, Berdoa,

Mengomentari Berita di Koran dan TV.

Dengan merujuk pada grafik 8, jumlah

responden paling sedikit untuk jenis

pekerjaan adalah ASN, yaitu sejumlah 19

responden. Dibandingkan dengan grafik

7, nampak bahwa persentase responden

dengan jenis pekerjaan sebagai ASN

menunjukkan persentase tinggi saat

sedang marah. Hal ini terjadi karena dari

19 jumlah responden yang bekerja

sebagai ASN, 17 di antaranya memilih

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten. Selain ASN, buruh, ibu rumah

tangga dan pedagang menunjukkan

kecenderungan pilihan bahasa Jawa

dialek Banten yang tinggi. Dilihat dari

jumlah persentase penggunanya,

responden dengan pekerjaan sebagai

buruh mencapai 87,5%, pedagang 84%

dan ibu rumah tangga 79,7% responden

yang menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten saat sedang marah. Kecenderungan

pengguna bahasa Jawa dialek Banten di

bawah persentase 60, ditemukan pada

responden dengan pekerjaan sebagai

pelajar.

Perbedaan persentase responden

yang memilih menggunakan bahasa

Jawa dialek Banten berdasarkan jenis

pekerjaannya menunjukkan bahwa

pekerjaan dapat memengaruhi seseorang

untuk menggunakan satu bahasa. Dalam

penelitiannya tentang kelas sosial

masyarakat New York, Labov (1996)

menemukan kelompok pekerja kelas

rendah lebih banyak menggunakan

bentuk bahasa nonstandar dibandingkan

dengan pekerja kelas menengah dan

kelas atas.

Berbeda dari Labov, Guy (2013:

166) memandang bahwa kelas sosial

yang dihubungkan dengan penggunaan

bahasa tergantung pada konteks

komunitasnya. Labov melakukan kajian

terhadap komunitas industri di kota New

York, di mana kelas sosial dibedakan

berdasarkan jenis pekerjaan yang

dimilikinya, seperti pekerja urban,

professional, manajer, dan para

Page 16: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

99

pemegang modal. Dalam konteks

masyarakat di negara dunia ketiga,

perkembangan industri tidak secara

langsung membedakan masyarakat

menjadi kelompok-kelompok sosial

karena sektor pertanian masih menjadi

pekerjaan bagi masyarakatnya. Salah

satu implikasi dari besarnya pengaruh

sektor pertanian terhadap perilaku

berbahasa masyarakat adalah

kecenderungan meluasnya bentuk

nonstandar dalam komunitas luas (Guy,

2013: 167).

Berdasarkan pembahasan

terhadap pilihan bahasa seluruh

responden saat melakukan komunikasi

intrapersonal (sedang marah, sedang

berdoa, mengomentari berita di koran,

dan mengomentari berita di TV)

menunjukkan kecenderungan

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten

sebagai bahasa yang paling banyak

digunakan. Pilihan bahasa responden

sebagai penutur bahasa Jawa dialek

Banten menunjukkan bahwa 272

responden atau 80% dari total responden

memilih menggunakan bahasa Jawa

dialek Banten saat marah. Pilihan untuk

menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten paling sedikit adalah saat

mengomentari berita di koran, yaitu

sebanyak 173 responden atau 50,8% dari

jumlah keseluruhan responden

Variabel sosial memberikan

pengaruh terhadap pilihan menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten saat

berkomunikasi intrapersonal. Dari

varibel usia, responden dengan rentang

usia 51—60 tahun mendominasi 93,8%

penggunaan bahasa Jawa dialek Banten

saat berkomunikasi intrapersonal

dibandingkan dengan rentang usia

lainnya. Pada variabel jenis kelamin,

laki-laki mengungguli pemerolehan

persentase penggunaan bahasa Jawa

dialek Banten saat berkomunikasi

intrapersonal, yaitu sebesar 82,82%.

Untuk variabel pendidikan, diperoleh

hasil persentase tertinggi pada responden

yang tidak lulus SD, yaitu sebesar 95%.

Pada variabel pekerjaan, responden

dengan profesi aparatur sipil negara

(ASN) menggunakan bahasa Jawa dialek

Banten paling banyak dibandingkan

dengan jenis profesi lainnya, yaitu

94,7%.

PENUTUP

Bahasa Jawa dialek Banten sebagai salah

satu bahasa daerah yang digunakan oleh

masyarakat Banten dipilih oleh

mayoritas penuturnya sebagai sebuah

bentuk ekspresi diri, seperti pada saat

sedang marah, berdoa dalam hati,

mengomentari berita di koran, dan

mengomentari berita di TV. Penggunaan

bahasa Jawa dialek Banten dalam

komunikasi intrapersonal menunjukkan

bahwa bahasa daerah memiliki ruang

untuk mengekspresikan perasaan dan

gagasan penuturnya tanpa rasa takut dan

tertekan.

Page 17: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

JURNAL BÉBASAN, Vol. 7, No. 1, Edisi Juni 2020: 84—101

100

Penggunaan bahasa Jawa dialek

Banten sebagai wujud dari ekspresi diri

dalam komunikasi intrapersonal

menunjukkan bahwa bahasa ini kuat

tertanam dalam diri penuturnya. Hal ini

menunjukkan kesetiaan menggunakan

bahasa Jawa dialek Banten tidak hanya

sebatas alat komunikasi dalam komunitas

penutur bahasa Jawa dialek Banten.

DAFTAR PUSTAKA

Chudari, A. Mudjahid. (2003). Kamus

Bebasan/Undak-Usuk Bahasa

Jawa Banten, Serang: Dinas

Budaya dan Pariwisata Provinsi

Banten.

Coulmas, Florian. (2006).

Sociolinguistics. The Study of

Speaker’s Choice. New York:

Cambridge University Press.

Eckert, Penelope. (2000). “Age as a

Sociolingusitic Variable” ed.

Florian Coulmas. The Handbook

of Sociolingusitics. Oxford:

Blackwell Publishers. 151-167

Emiliano, Emilda. Komunikasi

Intrapersonal.

www.academia.edu. Diunduh

tanggal 17 April 2020.

Fasold, Ralph W. (1984). The

Sociolinguistics of Society.

Oxford: Basil Blackwell

Publisher Ltd.

Fishman, Joshua A. (1972) The

Sociology of Language. An

Interdisciplinary Social Science

Approach to Language In Society.

Massachusetts: Newbury House.

Fishman, Joshua A. (1966). Language

Loyalty in The United States.

Paris: Mouton The Hague.

Grosjean, Francois. (1982). Life with Two

Languages. USA: President and

Fellow of Hardvard College.

Gunarwan, Asim. (2002). Pedoman

Penelitian Bahasa. Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Nasional

Jakarta.

Guy, Gregory R. “Language, Social

Class, and Status” ed.Rajend

Mesthrie The Cambridge

Handbook of Sociolinguistics.

Cambridge: Cambridge

University Press, 2013. 159-185

Holmes, Janet. (2001). An Introduction to

Sociolinguistics. 2nd

edition.

Essex: Pearson Education

Limited.

___________. (2013). An Introduction

to Sociolinguistics. 4th edition.

New York: Routledge.

Hudson, R.A. (1985). Sociolinguistics.

Sydney: Cambridge University

Press.

Hurlock, Elizabeth. (1980). Psikologi

Perkembangan: Suatu

Pendekatan Sepanjang Rentag

Kehidupan ed. Ridwan

Simanjuntak. Jakarta: Erlangga.

http://lumenlearning.com. Intrapesonal

Communication. Diunduh pada

tanggal 17 April 2020.

Iskandarwassid, dkk. (1985). Struktur

Bahasa Jawa Dialek Banten,

Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa,

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Page 18: BAHASA JAWA DIALEK BANTEN DALAM KOMUNIKASI …

Bahasa Jawa Dialek Banten …(Siti Suharsih)

101

Patmadiwiria, Munadi. (1961). “Bahasa

Djawa Banten”. Skripsi: FIB

Universitas Indonesia.

Patmadiwiria, Munadi. (1977). Kamus

Dialek Jawa Banten-Indonesia,

Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa,

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi

Komunikasi. Bandung: Remadja

Rosdakarya.

Schilling, Natalie. (2011). Language,

Gender and Sexuality.

Cambridge: Cambridge

University Press.

Schleef, Erik. Written Surveys and

Questionnaires in

Sociolinguistics. ed. Janet Holmes

dan Kirk Hazen. West Sussex:

John Wiley & Son, Inc., 2014.

42-57.

Spolsky, Bernard. (2001).

Sociolinguistics. Hongkong:

Oxford University Press.

Syarifa, Rr. Chusnu. Komunikasi

Intrapersonal.

www.staffnew.uny.ac.id.

Diunduh pada tanggal 18 April

2020.