SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

107
i i SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Nama : Erika Rahmatika NIM : 2601409066 Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Jurusan : Bahasa dan Sastra Jawa FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2013

Transcript of SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

Page 1: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

i

i

SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA

DIALEK BANYUMASAN

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nama : Erika Rahmatika

NIM : 2601409066

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Jurusan : Bahasa dan Sastra Jawa

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013

Page 2: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

ii

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Sinonim Nomina dan Adjektiva Dialek Banyumasan”

ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi.

Hari : Kamis

Tanggal : 1 Agustus 2013

Semarang, Juli 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Widodo, M.Pd. Prembayun Miji L, S.S., M.Hum.

NIP 196411091994021001 NIP 197909252008122001

Page 3: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

iii

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi yang berjudul “Sinonim Nomina dan Adjektiva Dalam Dialek

Banyumasan” ini telah dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi Jurusan

Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

pada:

Hari :

Tanggal :

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Dr.Abdurrachman Faridi, M.Pd Yusro Edi Nugroho ,S.S.,M.Hum

NIP 19780502208012025 NIP 196512251994021001

Penguji I,

Ermi Dyah Kurnia, S.S., M.Hum.

NIP 197805022008012025

Penguji II, Penguji III,

Prembayun Miji L, S.S., M.Hum. Drs. Widodo, M.Pd.

NIP 197909252008122001 NIP 196411091994021001

Page 4: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

iv

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini dengan judul

“Sinonim Nomina dan Adjektiva Dalam Dialek Banyumasan” benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain sebagian maupun

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Juli 2013

Erika Rahmatika

NIM 2601409066

Page 5: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

v

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1) Sebaik-baik rencana kita jauh lebih indah rencana Alloh. (Erika

Rahmatika)

2) Berdirilah di atas kakimu sendiri. (Alm. Bapak Sumaedi)

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

1. Almamaterku Jurusan Bahasa dan

Sastra Jawa Unnes.

2. Alm. Bapak Sumaedi, Ibu Sri

Suwarni, dan seluruh keluarga

besarku yang selalu memberikan doa

semangat dan dukungannya.

3. Ustad Teguh Santoso Fathurrahman

yang selalu memberikan dorongan

dan semangatnya.

4. Teman-teman seperjuangan Bahasa

Jawa Unnes 2009.

Page 6: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

vi

vi

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang

Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas karunia, hidayah dan lindungan-Nya

sehingga penulis masih diberi kekuatan dan petunjuk untuk menyelesaikan skripsi

dengan judul Sinonim Nomina Dan Adjektiva Bahasa Jawa Dialek Banyumasan.

Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan, motivasi, dan fasilitas yang

diberikan oleh berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Drs. Widodo, M.Pd selaku dosen pembimbing I, dan Prembayun Miji

Lestari S.S., M.Hum., selaku dosen pembimbing II dengan penuh

kesabaran, perhatian dan ketulusan dalam memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.

3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang yang

telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyusun skripsi.

4. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan kebijakan kepada penulis selama kuliah.

5. Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menyusun skripsi.

6. Keluargaku yang telah memberikan segenap doa, dukungan moril maupun

materiil selama kuliah sampai terselesaikannya skripsi ini.

Page 7: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

vii

vii

7. Teman-teman angkatan 2009 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

yang selalu memberikan semangat dan kebersamaan kalian akan kuingat

sampai kapanpun.

8. Sahabat-sahabatku khususnya Mba Lela, Rila, Aufrina, Tina dan Vita dan

sahabatku yang lain yang tidak dapat disebutkan satupersatu terimakasih

atas motivasinya.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama

penyusunan skripsi ini.

Semoga semua bantuan dan doa dari semua pihak yang telah membantu

kelancaran penyusunan skripsi ini mendapat karunia dan kemuliaan dari Tuhan

Yang Maha Esa.

Semarang, Juli 2013

Penulis

Page 8: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

viii

viii

ABSTRAK

Rahmatika, Erika. 2013. Sinonim Nomina dan Adjektiva dalam Dialek

Banyumasan. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa. Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas

Negeri Semarang, Pembimbing I: Drs. Widodo, M.Pd., Pembimbing II:

Prembayun Miji Lestari, S.S., M.Hum.

Kata kunci: Sinonim, Nomina, Adjektiva, Dialek Banyumasan.

Sinonim merupakan persamaan kata, satu kata mempunyai banyak nama.

Dialek Banyumasan merupakan dialek yang unik dan berbeda dari dialek lain

pada umumnya. Keunikan tersebut terletak pada kosakatanya di mana satu kata

mempunyai banyak nama. Kata tersebut meliputi kata benda dan kata sifat.

Kekayaan kosakata tersebut membuat dialek Banyumasan menarik untuk diteliti.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apa saja wujud dan

faktor penyebab sinonim yang terdapat dalam dialek Banyumasan? Tujuan

penelitian yang hendak dicapai adalah mendeskripsikan wujud dan faktor

penyebab sinonim nomina dan adjektiva dalam dialek Banyumasan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan teoretis dan metodologis. Secara

teoretis, menggunakan pendekatan semantik dan secara metodologis

menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini berupa

tuturan masyarakat desa Sirau yang diduga mengandung sinonim baik nomina

maupun adjektiva. Pengumpulan datanya menggunakan metode simak, rekam dan

catat sedangkan teknik dasarnya menggunakan teknik sadap, simak libat cakap

dan simak bebas libat cakap. Data dianalisis menggunakan metode padan.

Dari hasil analisis adalah pengklasifikasian wujud dan faktor penyebab

sinonim nomina dan adjektiva dalam dialek Banyumasan. Wujud sinonim

meliputi leksem dengan leksem, leksem tunggal dengan leksem majemuk, leksem

tunggal dengan frasa, leksem majemuk dengan leksem tunggal dan frasa dengan

frasa. Faktor penyebab yang ditemukan adalah adalah waktu, wilayah, penutur

dan sosial, nuansa makna dan bidang pemakaian atau kegiatan.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang ingin

disampaikan diantaranya: penggunaan kata bersinonim terutama kata sifat yang

merujuk pada makna negatif sebaiknya lebih diperhatikan dalam pemakaiannya.

Penelitian ini bisa ditindaklanjuti dengan penelitian selanjutnya mengenai

homonim dan homograf dalam dialek Banyumasan.

Page 9: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

ix

ix

SARI

Rahmatika, Erika. 2013. Sinonim Nomina dan Adjektiva dalam Dialek

Banyumasan. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa. Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas

Negeri Semarang, Pembimbing I: Drs. Widodo, M.Pd, Pembimbing II:

Prembayun Miji Lestari, S.S., M.Hum.

Tembung wigati: Sinonim, Nomina, Adjektiva, Dialek Banyumasan.

Sinonim yaiku siji tembung kang nduweni aran kang akeh. Dialek

Banyumasan yaiku salah sijine dialek kang unik kang nduweni lan sejen karo

dialek liyane. Unike dialek iki manggon ing tembung-tembunge. Tembung kuwi

kalebu tembung nomina lan tembung adjektiva. Akehe tembung-tembung iku

nggawe dialek Banyumasan duwe daya kanggo diteliti.

Babagan kang arep dirembug ing sajroning panaliten yaiku wujud lan faktor

penyebab apa wae sinonim nomina lan adjektiva dialek Banyumasan.

Pendekatan panaliten nggunakake pendekatan loro yaiku teoretis lan

metodologis. Pendekatan teoretis digunakake pendekatan semantik lan

dialektologi. Ewadene pendekatan kanthi metodologis digunakake pendekatan

deskriptif kualitatif. Data ing panaliten iki arupa gunemane masyarakat desa Sirau

kang nganggo dialek Banyumasan lan kang diduga ngandhut sinonim.

Ngumpulake data ing panaliten iki nggunakake metode simak, rekam, lan catat.

Ewadene teknike nggunakake teknik sadap, simak libat cakap, simak bebas libat

cakap. Data dianalisis kanthi nggunakake metode padan.

Asile panaliten yaiku wujud sinonim nomina lan adjektiva leksem lan

leksem, leksem tunggal lan leksem majemuk, leksem tunggal lan frasa, leksem

majemuk lan leksem tunggal, frasa lan frasa. Faktor kang nyebabake sinonim

yaiku wektu, panggonan utawa wilayah, penutur lan sosial, nuansa makna, lan

bidang kegiatan utawa pemakaian.

Gegayutan karo asile panaliten iki kaajab luwih digatekake nalika ngganggo

tembung-tembung sifat kang nduweni arti kurang becik lan panaliten iki bisa

dibacutake karo panaliten selanjute yaiku babagan homonim lan homograf dialek

Banyumasan.

Page 10: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

x

x

DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................... i

PERSETUJUANPEMBIMBING ............................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................. iii

PERNYATAAN ............................................................................................iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

PRAKATA .................................................................................................... vi

ABSTRAK ................................................................................................. viii

SARI .............................................................................................................ix

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS .................... 6

2.1 Kajian Pustaka ................................................................................. 6

2.2 Landasan Teori ................................................................................ 9

2.2.1 Sinonim ......................................................................................... 9

2.2.1.1 Pengertian Sinonim .................................................................... 9

2.2.1.2 Wujud Sinonim ........................................................................ 11

2.2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Sinonim ............................................. 11

2.2.2 Nomina ....................................................................................... 13

Page 11: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

xi

xi

2.2.3 Adjektiva .................................................................................... 14

2.2.4 Dialek ......................................................................................... 15

2.2.4.1 Pengertian Dialek ..................................................................... 15

2.2.4.2 Dialek Banyumasan .................................................................. 16

2.2.4.2.1 Pemakaian Dialek Banyumasan .............................................. 16

2.2.4.2.2 Ucapan Dialek Banyumasan .................................................. 17

2.2.4.2.3 Sistem Tata Kalimat Dialek Banyumasan .............................. 18

2.2.4.2.4 Daftar Kata Dialek Banyumasan ............................................ 18

2.3 Kerangka Berpikir .......................................................................... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 21

3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................... 21

3.2 Data dan Sumber Data .................................................................... 22

3.3 Lokasi Penelitian ............................................................................. 22

3.4 Metode Pemerolehan Data ............................................................. 22

3.5 Metode Analisis Data ..................................................................... 24

3.6 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data ........................................... 25

BAB IV ANALISIS WUJUD DAN FAKTOR PENYEBAB SINONIM

NOMINA DAN ADJEKTIVA BAHASA JAWA DIALEK BANYUMASAN

..................................................................................................................... 26

4.1 Wujud Sinonim Nomina dan Adjektiva Dialek Banyumasan .......... 26

4.1.1 Leksem dengan leksem ................................................................ 26

4.1.2 Leksem tunggal dengan leksem majemuk ..................................... 31

4.1.3 leksem tunggal dengan frasa ........................................................ 33

4.1.4 leksem majemuk dengan leksem tunggal ..................................... 35

Page 12: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

xii

xii

4.1.5 Frasa dengan frasa ....................................................................... 37

4.2 FAKTOR PENYEBAB SINONIM .............................................. 39

4.2.1 Faktor Waktu .............................................................................. 40

4.2.2 Faktor Wilayah ............................................................................ 41

4.2.3 Faktor Penutur dan Sosial ............................................................ 43

4.2.4 Faktor Nuansa Makna ................................................................. 44

4.2.5 Faktor Bidang Kegiatan/Pemakaian ............................................. 46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 47

5.1 Simpulan ........................................................................................ 47

5.2 Saran .............................................................................................. 47

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dialek Banyumasan atau yang sering disebut dengan dialek ngapak-ngapak

merupakan salah satu dialek yang ada di Jawa Tengah. Penuturnya adalah

masyarakat eks Karesidenan Banyumas yang meliputi empat kabupaten

diantaranya Kabupaten Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.

Selain empat kabupaten itu, dialek ini juga dipakai oleh sebagian kecil daerah di

Kabupaten Kebumen seperti Gombong dan Karanganyar.

Berbeda dengan dialek lain pada umumnya, seperti dialek Solo-Yogja,

Tegal, Pekalongan maupun dialek lainnya, dialek Banyumasan mempunyai ciri

yang sangat menonjol dalam pengucapan, intonasi, dan kosakata. Pengucapan

atau pelafalan dalam dialek Banyumasan hampir mirip dengan dialek Tegal.

Bedanya, terdapat pada intonasi dalam pengucapannya. Dialek Tegal intonasi

pengucapannya lebih panjang di setiap akhir kalimat dan dialek Banyumasan

terlihat lebih tegas. Misalnya, pada kalimat “tes kang endi?” [tәs kaŋ әndi] „habis

dari mana?‟ huruf terakhir yaitu i jika dalam dialek Banyumasan dalam pelafalan

diberi penekanan, sedangkan dalam dialek Tegal pelafalan huruf i diperpanjang.

Ciri yang kedua adalah intonasi. Intonasi merupakan tinggi rendahnya nada

dalam suatu pengucapan atau pelafalan. Penutur dialek Banyumasan dalam

intonasi bicara mereka terlihat lepas, tegas, dan mantap. Mereka juga terdengar

cepat dalam berbicara. Hal ini dapat dilihat ketika para penutur dialek

Page 14: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

2

Banyumasan sedang bercakap-cakap atau berbincang-bincang. Orang-orang selain

penutur dialek Banyumasan mungkin akan heran dan terkejut jika melihat atau

mendengar percakapan para penutur dialek Banyumasan yang terlihat seperti

orang yang sedang bertengkar. Berbeda dengan dialek lain seperti Solo-Yogja

yang para penuturnya ketika berbicara terdengar intonasi yang pelan dan lembut.

Kebanyakan orang-orang menganggap para penutur dialek Banyumasan kalau

bicara ceplas-ceplos.

Ciri lainnya adalah kosakata. Kosakata dalam dialek ini mempunyai banyak

variasi, berbeda dan jarang ditemui pada dialek lain. Kosa kata dalam dialek

Banyumasan diduga banyak yang bersinonim. Hal ini dapat ditemui dalam

penelitian sementara ditemui tuturan sebagai berikut.

1. Konteks : Seorang nenek berkata kepada cucunya ketika sedang di ruang

tamu.

Sunarti : “Manut kalih Mbah kakung.”

[manut kalɪh mbah kakʊŋ]

„Menurut sama kakek.‟

Dalam tuturan tersebut diduga mengandung sinonim yaitu pada kata Mbah

kakung yang dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama dengan kakek.

Mbah kakung mempunyai makna orang tua laki-laki dari bapak atau ibu. Dalam

dialek Banyumasan dalam menyebut kakek juga menggunakan istilah kaki dan

eyang. Kata Mbah kakung termasuk nomina yang menunjukkan nama

kekerabatan. Mbah kakung bersinonim dengan kaki merupakan merupakan wujud

sinonim frasa dengan leksem tunggal. Kesinoniman tersebut disebabkan karena

faktor waktu. Penggunaan istilah kaki banyak digunakan pada jaman dulu dan

Page 15: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

3

kebanyakan orang-orang desa. Sedangkan istilah Mbah Kakung banyak digunakan

pada jaman sekarang, begitu pula dengan eyang kakung. Selain itu tuturan juga

terjadi pada seorang ibu yang sedang membicarakan sifat anaknya.

2. Konteks: Seorang ibu sedang membicarakan sifat anaknya.

Ibu : “Gemagus temen sih lah.”

[gәmagus tәmәn sih lah]

„Banyak tingkah ya.‟

Dalam tuturan di atas diduga mengandung sinonim yaitu pada kata

Gemagus [gәmagus] mempunyai makna sifat yang blagu, banyak tingkah.

Sinonim dari gemagus [gәmagus] di desa Sirau adalah kemaki [kәmaki],

kemlithak [kәmliṭa?], gembeleng [gәmbԑlԑŋ]. Gemagus [gәmagus] dengan kemaki

[kәmaki] merupakan wujud sinonim leksem dengan leksem, gemagus [gәmagus]

dengan kemlithak [kәmliṭa?] merupakan wujud sinonim leksem dengan leksem,

dan gemagus [gәmagus] dengan gembeleng [gәmbԑlԑŋ] merupakan wujud sinonim

leksem dengan leksem. Semua kata sinonim dari Gemagus [gәmagus] mempunyai

tingkatan nilai rasa yang berbeda. Contoh lain terlihat juga pada tuturan berikut:

3. Konteks: Sedang bercerita pengalaman ketika pergi ke Jogja naik bus.

P1 :”Bali aku terus tuku setriwel, ngontal antimo men ora mumet.”

[bali aku tәrus tuku sәtriwәl, ŋɔntal antimo mԑn ɔra mumәt]

„Pulang, saya terus membeli kaos kaki, minum antimo supaya tidak

pusing.‟

Page 16: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

4

Dalam tuturan di atas diduga mengandung sinonim pada kata setriwel

[sәtriwәl]. Kata setriwel [sәtriwәl] yang diucapakan oleh penutur mengandung

makna kaos kaki. Dalam dialek Banyumasan yang mengandung makna kaos kaki

juga terdapat pada kata kasut [kasut]. Kata kasut [kasut], setriwel [sәtriwәl]

merujuk pada nomina atau kata benda. Setriwel [sәtriwәl] bersinonim dengan

kasut [kasut] merupakan wujud sinonim leksem dengan leksem. Kesinoniman

tersebut terjadi karena faktor waktu dan penutur karena yang biasa menyebut

kasut [kasut] dan setriwel [sәtriwәl] adalah orang-orang jaman dulu dan yang

tergolong sepuh. Sekarang kata kasut [kasut] dan setriwel [sәtriwәl] sudah jarang

digunakan.

Berdasarkan hal tersebut peneliti melihat adanya dugaan sinonim dalam kata

benda ataupun kata sifat dalam tuturan penutur dialek Banyumasan. Adanya

fenomena tersebut secara kebahasaan menarik untuk diteliti. Berdasarkan uraian

tersebut, sinonim nomina dan adjektiva dalam dialek Banyumasan yang dijadikan

sebagai topik penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan dalam latar belakang, maka masalah dalam penelitian

ini :

1. bagaimanakah wujud sinonim nomina dan adjektiva bahasa Jawa dalam

dialek Banyumasan?

2. apa sajakah faktor-faktor penyebab sinonim nomina dan adjektiva bahasa

Jawa dalam dialek Banyumasan?

Page 17: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

5

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. mendeskripsikan wujud sinonim nomina dan adjektiva bahasa Jawa dalam

dialek Banyumasan.

2. mendeskripsikan faktor-faktor penyebab sinonim nomina dan adjektiva

bahasa Jawa dalam dialek Banyumasan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis

maupun praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

referensi bagi para peneliti lain yang ingin meneliti lebih mendalam tentang dialek

Banyumasan terutama pada kajian semantik. Selain itu, penelitian ini dapat

bermanfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan kebahasaan tentang sinonim

nomina dan adjektiva bahasa Jawa dialek Banyumasan.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan kajian untuk peneliti

selanjutnya yang akan meneliti tentang kajian semantik yang lain. Penelitian ini

juga bermanfaat untuk masyarakat Banyumas dan masyarakat luas agar

mengetahui adanya sinonim nomina dan adjektiva dalam dialek Banyumasan

dengan kosa kata baru yang ditemukan di desa Sirau.

Page 18: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.2 Kajian Pustaka

Sinonim nomina dan adjektiva dalam dialek Banyumasan yang sangat

bervariasi sehingga menarik untuk diteliti. Penelitian ini mengacu pada penelitian

sebelumnya yaitu penelitian Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007) dan Utami

(2010).

Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007) melakukan penelitian tentang

kesinoniman nomina non insani dalam bahasa Indonesia. Dalam penelitiannya

yang telah dibukukan sumber datanya menggunakan leksikon nomina non insani

yang terdapat dalam KBBI (2001). Hasil penelitian berupa nomina non insani

perlengkapan busana ikat pinggang, taksonomi alat penangkap ikan, taksonomi

penunjuk waktu, taksonomi alat angkut atau usung, taksonomi alat transportasi

darat yang ditarik hewan, taksonomi alat rumah tangga yang terbuat dari tanah

liat, taksonomi alat rumah tangga yang terbuat dari anyaman, taksonomi busana

laki-laki, bangunan atau tempat jual beli.

Persamaan penelitian ini dan penelitian Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih

(2007) adalah sama-sama mengkaji bidang semantik yaitu pada kajian sinonim

nomina. Perbedaan penelitian ini dengan Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih

(2007) terletak pada sumber datanya. Jika Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih

(2007) sumber datanya berupa leksikon nomina non insani yang terdapat dalam

KBBI (2001) sedangkan penelitian ini datanya berupa tuturan masyarakat.

6

Page 19: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

7

Kelebihan penelitian Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007) terletak

pada model analisisnya yang menggunakan analisis komponen makna, sedangkan

kekurangannya terletak pada kajiannya karena tidak semua kata yang termasuk

nomina dianalisis.

Utami (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Sinonim Nomina

dalam Bahasa Indonesia”. Penelitian Utami memfokuskan kajian sinonim

nomina dalam Bahasa Indonesia. Dengan tujuan mengidentifikasi ciri pembeda

makna ruang lingkup pemakaian kata-kata yang termasuk sinonim nomina.

Penelitian Utami data primer yaitu kamus dan data sekunder yaitu informan serta

menggunakan metode padan, teknik hubung dan analisis komponen makna. Hasil

penelitian ini bahwa nomina dalam bahasa Indonesia bersinonim dekat dan

terdapat ciri semantik general. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa ciri

pembeda dan ada yang termasuk ke dalam anggota hiponim.

Persamaan penelitian ini dan penelitian Utami terletak pada objek kajiannya

yaitu sinonim nomina. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Utami terletak

pada datanya. Data Utami berupa nomina dalam bahasa Indonesia sedangkan data

dalam penelitian ini berupa nomina dan adjektiva dalam bahasa Jawa dialek

Banyumasan. Perbedaan lainnya adalah jika penelitian Utami hanya mengkaji

nomina, penelitian ini mengkaji nomina dan adjektiva. Kelebihan dalam

penelitian Utami terletak pada metode analisis yang dipakai. Penelitian ini

mengadopsi metode yang dipakai yaitu sistem padan. Kekurangan dalam

penelitian Utami terletak pada penyajian data yang belum dilengkapi dengan

penulisan fonetiknya.

Page 20: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

8

2.2 Landasan Teoretis

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

2.2.1 Sinonimi

Pembicaraan mengenai sinonim tidak terlepas dari pengertian, wujud, serta

faktor penyebabnya.

2.2.1.1 Pengertian Sinonim

Sinonim merupakan padanan atau persamaan kata yang berada di bawah

kajian semantik leksikal. Sinonim berasal dari kata Yunani kuno onoma „nama‟

dan kata syn „dengan‟, jadi kurang lebih arti harfiahnya „nama lain untuk benda

yang sama‟ (Verhaar 1977:132). Hal ini dapat dibedakan menurut taraf dimana

terdapat, yakni: a) antar-kalimat, b) antar-kata, c) antar morfem. Pendapat itu juga

diungkapkan oleh Chaer (2009:83) dalam bukunya yang berjudul Pengantar

Semantik Bahasa Indonesia dan Pateda (2001:222-223) dalam bukunya yang

berjudul Semantik Leksikal.

Alwasilah (1993:164) mengatakan bahwa kata (leksim) yang berbeda

mempunyai arti yang sama. Disimpulkan juga bahwa tidak ada sinonim mutlak

yang ada hanyalah sinonim sebagian. Pendapat Alwasilah sejalan dengan

Aminuddin (2011:116-117) yang menyatakan besar kemungkinan sinonim mutlak

itu tidak ada.

Menilik pendapat Chaer (2007:297) bahwa hubungan semantik yang

menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan

ujaran lainnya disebut sinonim. Djajasudarma (1999:36) mengatakan bahwa

sinonim adalah dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Kesamaan makna

Page 21: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

9

dapat ditentukan dengan tiga cara yaitu: (1) substitusi (penyulihan), (2)

pertentangan, dan (3) penentuan konotasi. Pendapat yang lebih spesifik

diungkapkan oleh Soedjito (1989:1) bahwa sinonim ialah dua kata atau lebih yang

maknanya sama atau hampir sama (mirip).

Contoh dalam tuturan dialek Banyumasan:

(1) Konteks: Seorang ibu sedang menyapu di depan rumah berbicara kepada

anaknya.

Ibu : “Nis jukutna cethok!”

[nis jʊkutna ceṭɔ?]

„Nis ambilkan tempat untuk menyerok sampah!‟

Pada tuturan di atas cethok [ceṭɔ?] mempunyai makna yang sama

dengan ikrak.

(2) Konteks: Seorang nenek bertanya kepada cucunya yang sedang memasak

sayuran.

Mbah Jiber : ”Dah, deneng kiye rasane letek temen?”

[dah, dԑnԑng kiyԑ rasanԑ lәtԑ? tәmәn]

„Dah, ini kok rasanya asin?‟

Dari tuturan di atas, kata letek [lәtԑk] sama maknanya dengan asin. Letek

[lәtԑk] mempunyai makna asin.

Dari berbagai macam pendapat para ahli tentang sinonim, dapat ditarik

kesimpulan bahwa sinonim merupakan persamaan kata dari baik kata benda, kata

kerja, kata sifat, kata keterangan, kata bilangan, dan lain-lain yang mempunyai

makna sama atau hampir sama, dan kesinoniman ini dapat terjadi pada tingkat

kata, frasa, klausa, maupun kalimat.

Page 22: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

10

2.2.1.2 Wujud Sinonim

Murniah (2000:7) mengatakan bahwa ada lima bentuk atau wujud sinonim

yaitu:

(1) leksem bersinonim dengan leksem

Sinonim dapat berupa leksem dengan leksem. Dalam dialek Banyumasan

ada beberapa contoh yaitu: ayu [ayu] „cantik‟ dengan moncer [mɔncԑr]

„cantik yang berlebihan‟.

(2) leksem tunggal bersinonim dengan leksem majemuk

Sinonim dapat berupa leksem tunggal dengan leksem majemuk. Dalam

dialek Banyumasan ada beberapa contoh yaitu: cangkringan [caŋkriŋan]

„keranjang kecil yang terbuat dari bambu‟ dengan rinjing cilik [rinjiŋ cilik]

„keranjang kecil yang terbuat dari bambu‟.

(3) leksem tunggal bersinonim dengan frasa

Sinonim dapat berupa leksem tunggal dengan frasa. Dalam dialek

Banyumasan ada beberapa contoh yaitu: amba [amba] „lebar‟ dengan

mablak-mablak [mabla?-mabla?] „lebar sekali‟.

(4) leksem majemuk bersinonim dengan leksem tunggal

Sinonim dapat berupa leksem majemuk dengan leksem tunggal. Dalam

dialek Banyumasan contohnya: rek jos [rԑ? jɔs] „korek api batangan‟ dengan

cuncek [cuncә?] „korek api batangan‟.

Page 23: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

11

(5) frasa bersinonim dengan frasa.

Sinonim dapat berupa frasa dengan frasa. Dalam dialek Banyumasan

contohnya: pating slarah [patiŋ slarah] dengan pating gempalang [patiŋ

gәmpalaŋ] „berantakan‟

2.2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Sinonim

Kesinoniman dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang

menyebabkannya. Ekoyanantyasih dan Winarti (2010:8) berpendapat bahwa

kesinoniman dapat muncul karena beberapa hal. Penyebab munculnya

kesinoniman antara lain adalah perbedaan lingkungan. Untuk makna yang sama

digunakan bentuk kata yang berbeda di dalam lingkungan yang berbeda.

Pendapat lain juga dinyatakan oleh Chaer (2007:298-299) bahwa sinonim,

terjadi karena beberapa faktor diantaranya: (1) faktor waktu, (2) faktor tempat

atau wilayah, (3) faktor keformalan, (4) faktor sosial, (5) faktor bidang kegiatan,

dan (6) faktor nuansa makna.

Selain pendapat para ahli di atas, Murniah (2000:5-6) menambahkan bahwa

hal-hal yang mendorong terjadinya kesinoniman dalam bahasa Indonesia antara

lain adalah dorongan kebahasaan, pengaburan masalah pokok, penggantian istilah dan

kolokasi

Dari paparan tentang faktor penyebab sinonim di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa sinonim dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:

perbedaan wilayah pemakaian, unsur estetis, bidang kegiatan dan siapa

penuturnya.

Page 24: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

12

2.2.2 Nomina

Menurut Kridalaksana (1990:66) nomina adalah kategori yang secara

sintaksis tidak mempunyai potensi untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2)

mempunyai potensi untuk didahului oleh partikel dari. Dalam menentukan sebuah

kata termasuk ke dalam nomina atau bukan, Herawati dkk (1995:14-15)

menjelaskan ada tiga dasar untuk menentukan nomina yaitu:

a. Berdasarkan semantisnya, kata-kata termasuk dalam satu golongan apabila

mempunyai ciri-ciri arti yang sama, misalnya omah ‟rumah‟.

b. Berdasarkan morfologisnya, kata-kata termasuk dalam satu golongan

apabila mempunyai ciri-ciri yang sama, misalnya berprefiks pa(N)-, pi-.

c. Berdasarkan sintaksisnya, menurut persamaan ciri atau perilaku dalam frasa,

kata-kata termasuk dalam satu golongan apabila mempunyai ciri-ciri

sintaksis yang sama.

Herawati dkk (1995:15) juga menjelaskan bahwa nomina didefinisikan

sebagai golongan kata yang memiliki makna leksikal, memiliki fungsi, dan

memiliki makna gramatikal di dalam struktur sintaksis.

Bebeda dengan Chaer (2007:166) menyatakan bahwa nomina adalah kata

yang menyatakan benda atau yang dibendakan. Senada dengan pendapat Chaer,

Keraf (1982:63-64) menyatakan bahwa nomina adalah nama dari sebuah benda

dan segala yang dibendakannya. Kata benda menurut wujudnya, dibagi atas kata

benda konkret dan abstrak. Kata benda konkret adalah nama dari benda-benda

yang dapat ditangkap dengan panca indera, sedangkan kata benda abstrak adalah

nama-nama benda yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera.

Page 25: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

13

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nomina merupakan kata yang

mengacu pada benda baik benda hidup maupun benda mati dan benda yang

abstrak maupun yang konkret.

2.2.3 Adjektiva

Menurut Kridalaksana (1990:57) adjektiva adalah kategori yang ditandai

oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan pertikel tidak, (2)

mendampingi nomina, (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4)

mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti -er, -if, -i, (5) dibentuk menjadi nomina

dengan konfiks ke-an. Sejalan dengan Kridalaksana, Chaer (2007:167) juga

menyatakan bahwa adjektiva adalah kata-kata yang dapat berdistribusi di

belakang kata sangat atau dapat mengisi konstruksi sangat.

Pendapat lain juga diungkapkan oleh Keraf (1982:65) bahwa kata sifat atau

adjektiva adalah kata yang memberi keterangan atau yang menerangkan mana

benda. Adjektiva selanjutnya dapat mengambil bentuk-bentuk yang istimewa bila

ditempatkan dalam tingkat-tingkat perbandingan, untuk membandingkan suatu

keadaan dengan keadaan yang lain.

Dapat disimpulkan bahwa adjektiva merupakan kata sifat yang dimiliki oleh

suatu benda.

2.2.4 Dialek

Dialek Banyumasan merupakan salah satu dialek yang ada di Jawa Tengah

yang dipakai oleh empat kabupaten di eks Karesidenan Banyumas yaitu

Kabupaten Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.

Page 26: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

14

2.2.4.1 Pengertian Dialek

Keraf (1982:18-19) berpendapat bahwa dialek merupakan kumpulan

idiolek-idiolek yang ditandai ciri-ciri yang khas dalam tata-bunyi, kata-kata,

ungkapan-ungkapan dan lain-lain. Selain itu Keraf (1996:144) dalam bukunya

yang lain juga menyatakan tiap kelompok yang mempunyai ciri-ciri yang sama

dalam tata bunyi, kosakata, morfologi dan sintaksis disebut dialek. Menurut Chaer

dan Agustina (2010:63) variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya disebut

dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang

berada pada satu tempat, wilayah atau area tertentu.

Meillet dalam Zulecha (1967:69) juga berpendapat bahwa istilah dialek

dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasa di Yunani yang

terdapat perbedaan-perbedaan bahasa yang dipergunakan oleh pendukungnya

masing-masing, namun tidak sampai menyebabkan mereka merasa mempunyai

bahasa yang berbeda. Ciri utama dialek adalah perbedaan atau keragaman dalam

kesatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Ada dua ciri umum yang dimiliki dialek

yaitu (1) dialek merupakan seperangkat ujaran lokal yang berbeda-beda yang

memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih sering mirip dibandingkan

dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama, dan (2) dialek tidak harus

mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa.

Dari beberapa pendapat ahli tentang dialek di atas dapat disimpulkan bahwa

dialek merupakan variasi bahasa kedua yang digunakan oleh sekelompok orang

yang relatif banyak dalam suatu tempat tertentu dan mempunyai persamaan-

persamaan baik dalam tataran fonologi, morfologi maupun sintaksis.

Page 27: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

15

2.2.4.2 Dialek Banyumasan

Koderi (1991:164) bahasa daerah yang digunakan di daerah Banyumas

disebut bahasa Banyumasan. Dialek Banyumasan merupakan salah satu dialek

bahasa Jawa disamping dialek Solo-Yogyakarta, Surabaya, Banyuwangi, Madiun-

Kediri, Semarangan, Tegal, Cirebon-Indramayu, Banten.

2.2.4.2.1 Pemakaian Dialek Banyumasan

Menurut Koderi (1991:165) mengatakan bahwa dialek Banyumasan dipakai

oleh masayarakat eks Karesidenan Banyumas yang meliputi 4 kabupaten

diantaranya dipakai oleh Kabupaten Banyumas sendiri, Kabupaten Cilacap,

Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga. Di Cilacap bagian barat

yang berbatasan dengan Pasundan bahasa Jawa telah bercampur dengan bahasa

Sunda (bahasa Jawa Reang), yaitu di sekitar Majenang.

2.2.4.2.2 Ucapan Dialek Banyumasan

Koderi (1991:167) ucapan dalam dialek Banyumasan mempunyai banyak

perbedaan dengan dialek Yogya-Solo yang dijadikan bahasa Jawa baku atau

standar. Hal tersebut dapat dilihat dalam contoh tuturan dialek Banyumasan di

bawah ini.

Konteks: Seorang laki-laki melihat wanita cantik sedang berjalan.

Yayan : ”Wow, mlowes temen yah.”

[woʷ, mlowԑs tәmәn yah].

„Wah, cantik sekali ya.‟

Berbeda dengan dialek Solo-Yogja, kata mlowes [mlowԑs] tidak ada,

mereka menyebut cantik dengan kata ayu. Pengucapan dalam dialek Solo-Yogja

Page 28: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

16

juga akan berbeda dengan dialek Banyumasan. Dapat dilihat dalam tuturan

berikut.

Konteks: Seorang laki-laki melihat wanita cantik sedang berjalan.

Iksan : ”Wow, ayu temen ya.”

[woʷ, ayu tәmәn ya]

„Wah, cantik sekali ya.‟

Dari kedua contoh tuturan di atas dapat dilihat perbedaan antara dialek

Banyumasan dan Solo-Yogja. Kata mlowes dan ayu walaupun berbeda tapi tetap

merujuk pada makna yang sama yaitu cantik.

2.2.4.2.3 Sistem Tata Kalimat Dialek Banyumasan

Orang-orang di daerah Banyumas menyebut bahasa Solo-Yogja dengan

sebutan bahasa bandhek. Mereka para penutur dialek Banyumasan dengan mudah

menangkap pembicaraan penutur bahasa baku karena struktur kalimat bahasa

dialek Banyumasan sama dengan bahasa Jawa baku.

2.2.4.2.4 Daftar Kata Dialek Banyumasan

Kata dalam dialek Banyumasan sangat bervariasi dimana banyak kata yang

jarang dimiliki oleh dialek lain terdapat dalam dialek Banyumasan. Misalnya akan

agep [agәp] , garep [garәp]; singkong boled [bold], budin [budin]; galak, ladak

[ladak], kereng [kәrәŋ].

Dari uraian di atas, dialek merupakan variasi bahasa yang penuturnya relatif

banyak berada pada suatu daerah tertentu di mana terdapat kesamaan dalam

pelafalan bunyi maupun kata-kata yang terdapat di dalamnya. Salah satu dialek

yang ada di Jawa Tengah adalah dialek Banyumasan yang biasa disebut dengan

Page 29: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

17

dialek ngapak-ngapak karena pelafalan sesuai tulisan. Dialek ini memiliki kata-

kata tertentu yang jarang sekali ditemui dalam dialek lain pada umumnya.

2.3 Kerangka Berpikir

Latar belakang dalam permasalahan ini adalah dengan banyaknya tuturan

dalam dialek Banyumasan yang diduga mengandung sinonim nomina dan

adjektiva. Berkaitan dengan latar belakang tersebut memunculkan permasalahan

yaitu bagaimanakah wujud sinonimi nomina dan adjektiva bahasa Jawa dialek

Banyumasan beserta faktor-faktor penyebabnya.

Dengan menggunakan teori-teori yang meliputi teori sinonimi, nomina,

adjektiva dan dialek Banyumasan sebagai kerangka acuhan diharapkan mampu

memecahkan masalah yang meliputi bagaimanakah wujud sinonimi nomina dan

adjektiva dialek Banyumasan beserta faktor penyebabnya. Pendekatan dalam

penelitian ini meliputi pendekatan semantik, pendekatan dialektologi dan

pendekatan deskriptif kualitatif. Dalam metode pemerolehan data, peneliti

menggunakan metode simak, rekam dan catat. Untuk menganalisis data,

digunakan metode padan. Sedangkan pemaparan hasil analisis data menggunakan

metode formal dan informal.

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memuat wujud sinonimi nomina

dan adjektiva bahasa Jawa dialek Banyumasan beserta faktor-faktor penyebabnya.

Dengan demikian penelitian ini dapat menambah daftar kosakata sinonim dialek

Banyumasan yang jarang ditemui dalam dialek lain di Jawa, sehingga penelitian

ini dapat memberi khasanah bagi penutur dialek lain.

Page 30: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

18

Skema Kerangka Berp

Latar Belakang Masalah

Tuturan dalam dialek Banyumasan diduga banyak

mengandung sinonim baik nomina atau adjektiva. Banyak kata

benda atau sifat yang tidak ditemui di daerah lain. Hal ini

menjadi daya tarik permasalahan untuk diteliti baik dari

wujudnya maupun faktor penyebabnya.

Teori-Teori

Sinonim

Nomina

Adjektiva

Dialek

Banyumasan

Metodologi

Penelitian

Pendekatan

semantik, dan

deskriptif

kualitatif

Perolehan data

menggunakan

teknik simak,

rekam dan catat.

Analisis data

menggunakan

metode padan

Penyajian hasil

analisis data

menggunakan

metode informal

dan formal

Hasil

Wujud sinonim nomina dan adjektiva bahasa

Jawa dialek Banyumasan

Faktor penyebab sinonim nomina dan

adjektiva bahasa Jawa dialek Banyumasan.

Permasalahan

Bagaimanakah wujud

sinonimi nomina dan

adjektiva bahasa Jawa

dialek Banyumasan?

Apa sajakah faktor

penyebab sinonim

nomina dan adjektiva

bahasa Jawa dialek

Banyumasan?

Page 31: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara teoretis dan metodologis. Fokus dalam

penelitian ini adalah tentang penggambaran bagaimana bentuk sinonim nomina

dan adjektiva bahasa Jawa dialek Banyumasan beserta faktor-faktor penyebabnya.

Secara teoretis, penelitian ini menggunakan pendekatan semantik. Semantik

yaitu studi tentang makna. Makna yang dimaksud adalah makna unsur bahasa

baik dalam wujud morfem, kata atau kalimat (Pateda 2001:25). Pendekatan

semantik digunakan untuk menjelaskan mengenai wujud dan faktor penyebab

sinonim nomina dan adjektiva dialek Banyumasan.

Secara metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif. Tujuan penelitian deskripsi ini adalah untuk membantu pembaca

mengetahui apa yang terjadi di lingkungan pengamatan, seperti apa pandangan

partisipan yang berada di latar penelitian, dan seperti apa peristiwa atau aktivitas

yang terjadi di latar penelitian (Emzir 2008:174). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang disebut juga pendekatan

investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap

muka langsung dan berinteraksi di tempat-tempat penelitian (Syamsudin dan

Damajanti 2006:23).

19

Page 32: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

20

Pendekatan deskriptif kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk

mendeskripsikan wujud dan faktor penyebab sinonimi nomina dan adjektiva

dalam dialek Banyumasan.

3.2 Data dan Sumber Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka

(Arikunto 2010:161). Data dalam penelitian ini berupa tuturan masyarakat Desa

Sirau Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas pengguna dialek Banyumasan

yang diduga mengandung sinonim baik nomina maupun adjektiva.

Sumber data adalah subjek dimana data dapat diperoleh (Arikunto

2010:172). Sumber data dalam penelitian ini yaitu tuturan masyarakat desa Sirau.

Data lisan diperoleh dari tuturan masyarakat Desa Sirau Kecamatan Kemranjen

Kabupaten Banyumas.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Kecamatan Kemranjen Kabupaten

Banyumas yang difokuskan di Desa Sirau. Desa ini merupakan desa paling selatan

di Kabupaten Banyumas yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cilacap.

Alasan terpilihnya desa tersebut adalah karena kosakata yang dimiliki lebih

bervariasi dibanding yang lain.

Page 33: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

21

3.4 Metode Pemerolehan Data

Metode pemerolehan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simak, catat dan rekam.

Dalam penelitian ini peneliti dalam mengumpulkan data menggunakan

metode simak dengan teknik dasar sadap. Teknik sadap merupakan teknik dasar

yang digunakan karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan

penyadapan, dimana peneliti dalam upaya mendapatkan data dilakukan dengan

menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi

informan (Mahsun 2005:92). Mula-mula peneliti menyalakan tape recorder atau

alat perekam lain yang disembunyikan, kemudian peneliti menyadap pembicaraan

masyarakat. Ketika teknik sadap dimulai, dilakukan pula teknik rekam sekaligus.

Syamsudin dan Damajanti (2006:108) mengatakan teknik dokumentasi digunakan

untuk mengumpulkan data dari sumber non manusia. Sumber ini terdiri atas

dokumen dan rekaman. Dalam merekam dapat dipastikan bahwa nara sumber

tidak menyadari dengan proses perekaman.

Dalam proses penyadapan, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap

dan simak bebas libat cakap. Teknik simak libat cakap yaitu teknik dimana

peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak,

berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan (Mahsun

2005:93). Teknik simak bebas libat cakap merupakan teknik dimana peneliti

hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informan

(Mahsun 2005:93). Dalam proses itu, peneliti terkadang ikut dalam percakapan

dan terkadang pula hanya menyimak atau mendengarkan percakapan dari tuturan

Page 34: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

22

masyarakat. Setelah proses penyadapan selesai, data yang berupa tuturan

masyarakat (data lisan) dialih bahasakan menjadi data tulis dan dicatat ke dalam

kartu data.

Contoh kartu data yang digunakan adalah sebagai berikut:

No. Data: Sumber Data:

Konteks tuturan:

Data (tuturan dialek Banyumasan):

Tuturan yang diduga mengandung sinonim:

Analisis:

Dalam proses pengambilan data, peneliti juga ikut menjadi nara sumber

karena peneliti juga merupakan penutur asli masyarakat desa Sirau. Untuk

kevalidan data, peneliti menanyakan data sinonim kepada orang tua atau yang

dianggap mumpuni atau menguasai bahasa dialek Banyumasan di desa Sirau.

3.5 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam menganalisis adalah

metode padan. Metode padan merupakan metode dimana alat penentunya berada

di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan

(Sudaryanto 1993:13). Padan merupakan kata yang bersinonim dengan kata

banding dan sesuatu yang dibandingkan mengandung makna adanya

keterhubungan sehingga padan diartikan sebagai hal yang menghubung

Page 35: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

23

bandingkan (Mahsun 2005:117). Penelitian ini menggunakan metode padan

referensial karena penentunya adalah kenyataan yang ditunjukan oleh bahasa.

3.6 Metode Pemaparan Hasil Analisis Data

Metode pemaparan hasil analisis data merupakan alur terakhir yang akan

ditempuh oleh peneliti setelah menganalisis data yang telah diperoleh. Dalam

tahap ini peneliti akan menampilkan laporan tertulis dari hasil penelitiannya.

Menurut Sudaryanto (1993:145) pemaparan hasil penelitian dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu menggunakan metode informal dan formal. Metode

informal adalah pemaparan data-data yang berupa kata-kata biasa walaupun

dengan terminologi yang bersifat teknis, sedangkan metode formal adalah

perumusan dengan tanda dan lambang-lambang.

Metode formal dan informal tersebut digunakan dalam penelitian ini.

Metode formal digunakan untuk memaparkan hasil penelitian menggunakan

lambang-lambang atau tanda-tanda. Hal tersebut disebabkan karena hasil

penelitian ini berkaitan dengan tuturan masyarakat pengguna dialek Banyumasan

sehingga diperlukan penjelasan tertentu terhadap tuturan yang dihasilkan terutama

pada satuan fonetiknya. Metode informal digunakan untuk mendeskripsikan data

yang sudah dianalisis dengan menggunakan kata-kata dan diberi penjelasan.

Page 36: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

24

BAB IV

ANALISIS WUJUD DAN FAKTOR PENYEBAB

SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA

DIALEK BANYUMASAN

Dalam penelitian ini, dibahas analisis wujud dan faktor penyebab sinonim

nomina dan adjektiva bahasa Jawa dialek Banyumasan. Analisis wujud sinonim

merupakan identifikasi wujud sinonim, baik sinonim kata dan kata, kata dan frasa,

frasa dan kata atau frasa dan frasa. Analisis faktor penyebab dalam penelitian ini

yaitu dengan mengidentifikasi faktor yang menyebabkan sinonim nomina dan

adjektiva bahasa Jawa dialek Banyumasan.

4.1 Wujud Sinonim Nomina dan Adjektiva Dialek Banyumasan

Dalam dialek Banyumasan, wujud sinonim nomina berupa leksem dengan

leksem, leksem tunggal dengan leksem majemuk, leksem tunggal dengan frasa,

leksem majemuk dengan leksem tunggal dan frasa dengan frasa.

4.1.1 Leksem dengan Leksem

Contoh data tuturan dalam dialek Banyumsan yang mengandung sinonim

nomina yang berwujud leksem dengan leksem adalah:

Konteks: terjadi percakapan antara penjual dan pembeli di pasar Sirau.

P1 :”Grandhele piranan?”

[granḍԑle piranan]

„Genjer harganya berapa?‟

P2 :”Sewu limangatusan”

[sewu limaŋatusan]

„Seribu limaratusan‟

Tuturan lain yaitu terdapat pada percakapan berikut:

24

Page 37: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

25

Konteks : berada di dapur

P1: “Bu, aja njangan gendhot bae ya lah.”

[bu aja njaŋanan genḍɔt baԑ ya lah]

„Bu, jangan memasak sayur genjer terus ya‟

Dari tuturan tersebut yang terjadi di pasar Sirau terdapat kata grandhel

[granḍԑl]. Kata tersebut menunjukkan nomina yang mempunyai makna jenis

sayuran yang tumbuh di sawah atau pekarangan. Selain grendhel [granḍԑl],

masyarakat desa Sirau juga menyebutnya dengan gendhot [genḍɔt]. Dalam bahasa

Indonesia biasa disebut dengan genjer [gԑnjԑr]. Grandhel [granḍԑl] di desa Sirau

bersinonim dengan gendhot [genḍɔt] merupakan wujud sinonim leksem dengan

leksem. Grandhel [granḍԑl] di desa Sirau, selain mempunyai makna sayuran, juga

mempunyai makna lain yaitu kunci yang bentuknya panjang terbuat dari besi.

Contoh lain juga terdapat dalam tuturan di bawah ini:

Konteks: seorang ibu yang akan membayar belanjaannya di pasar.

P1:”Tuku kangkung, Cha eketane sing receh ora nana?”

[tuku kaŋkuŋ, cha ԑkәtanԑ siŋ rԑcԑh ora nana]

„Beli kangkung, Cha limapuluh ribuannya uang kecilnya tidak ada?‟

P2:”Apa maning?” (sambil bertanya)

[apa maning]

„Apa lagi?‟

P1:”Ayuh muter!” (mengajak memutar lagi mengelilingi pasar)

[ ayuh mutәr]

„Ayo keliling!‟

Konteks: sedang membeli di warung.

P1: “Kowe duwe dhuwit kertas?”

[kɔwԑ duwԑ ḍuwit kәrtas]

„Kamu mempunyai uang kertas?‟

P2:”Ora, aku duwene dhuwit kricik.”

[ɔra, aku duwԑnԑ ḍuwit kricik]

„Tidak, saya hanya mempunyai uang logam.‟

Page 38: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

26

Dari tuturan tersebut terdapat kata receh [rԑcԑh] yang mempunyai makna

uang logam kecil. Dalam dialek Banyumasan sering disebut juga dengan kricik

[krici?] atau krincing [krinciŋ]. Receh [rԑcԑh] bersinonim dengan kricik [krici?]

dan krincing [krinciŋ] merupakan sinonim nomina yang menunjukkan benda di

sekitar rumah. Receh [rԑcԑh] dan kricik [krici?] merupakan wujud sinonim leksem

dengan leksem. Begitu pula dengan krincing [krinciŋ], merupakan sinonim

nomina yang berwujud leksem dengan leksem. Kricik [krici?] dalam dialek

Banyumasan selain bermakna uang logam juga juga mempunyai makna suara air

kecil yang sedang mengalir. Selain itu, nomina bersinonim juga terlihat pada

tuturan berikut:

Konteks tuturan: Seorang nenek sedang berbincang-bincang di dapur.

P1: “Maring ngeneh tokna ngeneh!”

[mariŋ ŋԑnԑh tɔkna ŋenԑh]

„Ke sini keluarkan sini!‟

P2: “Kuwe berase disogna genuk!”

[kuwԑ bәrasԑ disɔgna gәnuk]

„Beras itu dimasukkan ke gentong!‟

Tuturan lainnya yaitu:

Konteks: Ketika akan memasak nasi.

P1:”Mbok, beras sing nang genthong wis enteng, enyong arep liwet karo

apa?”

[mbɔk, bәras siŋ naŋ gәnṭɔŋ wis әntԑŋ, әῆɔŋ arәp liwәt karɔ apa]

„Ibu, beras yang berada di gentong sudah habis, saya akan masak apa?‟

Dari tuturan tersebut terdapat kata genuk [gәnu?] mempunyai makna tempat

menyimpan beras. Selain genuk [gәnu?] masyarakat juga menyebutnya dengan

genthong [gәnṭɔŋ]. Genuk [gәnu?] banyak dituturkan oleh orang-orang jaman

Page 39: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

27

dahulu. Genuk [gәnu?] dengan genthong [gәnṭɔŋ] merupakan wujud sinonim

leksem dengan leksem. Tuturan lainnya yang mengandung sinonim adalah:

Konteks: Menanyakan keadaan tanaman yang ada di sawah.

P1:”Ketilem napa Dhe? Kenang sremet?”

[kәtilәm napa ḍԑ? kәnaŋ srәmәt]

„Tenggelam apa Dhe? Terkena tikus.‟

Tuturan lainnya terdapat pada percakapan berikut:

Konteks: mendengar suara berisik di atas atap

P1:”Mas, kae deneng suarane pating gludhag banget. Suara tikus apa ya?”

[mas, kaԑ dԑnԑŋ suaranԑ patiŋ gluḍag baŋәt. Suara tikus apa ya]

„Mas, itu kok suaranya berisik sekali. Apa suara tikus?‟

Dari tuturan tersebut terdapat kata sremet [srәmәt] yang mempunyai makna

sama dengan tikus. Di desa Sirau banyak yang menuturkan tikus dengan istilah

sremet [srәmәt]. Sremet [srәmәt] dan tikus merupakan wujud sinonim leksem

dengan leksem. Data lain terlihat pada tabel berikut:

NO DATA SINONIM

1. Konteks: bercerita tentang pertunjukan

pasar malam.

P1: ”Kae nang pasar malem ana tong

edan.”

[kaԑ naŋ pasar malәm ana tɔŋ ԑdan]

Konteks: sedang membicarakan barang

bekas.

P1:”Kae drim sing wis ora kanggo

disingkirna!”

[kaԑ drim siŋ wis ɔra kaŋgɔ di siŋkirna]

Tong [tɔŋ] : drim

[drim]

2. Konteks: membicarakan tamu yang

berkunjung kemarin.

P1:”Wingi ya ngeneh karo biyunge ana

rong minggu.”

[wiŋi ya ŋԑnԑh karɔ biyuŋԑ ana rɔŋ miŋgu]

Biyunge [biyuŋԑ] :

mamake [mama?e],

mboke [mbɔ?ԑ], ibune

[ibunԑ]

Page 40: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

28

Konteks: sedang bertanya di pinggir jalan.

P1:”Nah, mboke nang umah?”

[Nah, mbɔkԑ naŋ umah]

3. Konteks: berada di dapur

P1:”Nang pedangan kae akeh panganan.”

[naŋ pәdaŋan kaԑ akԑh paŋanan]

Konteks: bertanya siapa yang berada di

dapur

P1:”Mbaeh agi ngapa kang?”

[mbaԑh agi ŋapa kaŋ]

P2:”Kae nang pawon agi liwet.”

[kaԑ naŋ pawɔn agi liwәt]

Pedangan [pәdaŋan]:

pawon [pawɔn]

4. Konteks: membicarakan orang besanan.

P1:”Critane enyong wis mbesan ana gawa

pring, klapa, beras.”

[critanԑ әῆɔŋ wis mbԑsan ana gawa priŋ,

klapa, bәras]

Konteks: bercerita menjual kelapa

P1:” Aku be wingi adol krambil ulih rong

puluh ewu.”

[aku bԑ wiŋi adɔl krambil ulih rɔŋ puluh

ԑwu]

Klapa [klapa]: krambil

[krambil]

5. Konteks: di tukang pijat membicarakan

penyakit.

P1: “Anu udud ya, ya watuk.”

[anu udud ya, ya watu?]

Konteks: Membicarakan rokok favorit.

P1:”Yayan karemane rokok sriwedari.”

[yayan karәmane rɔkɔk sriwәdari]

Udud [udud]: rokok

[rɔkɔ?]

6. Konteks: bercerita ketika bertemu saudara.

P1:”Pas wingi niko ketemu Kang Gito

jarene lagi pesen koci apa apem yah Dhe?”

[pas wiŋi nikɔ kәtәmu kaŋ gitɔ jarԑnԑ lagi

pәsәn kɔci apa apәm ḍԑ]

Konteks: makan jajanan pasar

P1:”kiye ibumu apa sing gawe mendut?”

[kiyԑ ibumu apa siŋ gawԑ mәndut]

Koci [kɔci]: mendut

[mәndut]

Page 41: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

29

7. Konteks : menyindir adik yang berbadan

gemuk.

P1:”Kintel, yah Ndhut.”

[kintәl yah nḍut]

Konteks: membicarakan musim hujan.

P1:”Kiye nek udan terus blentunge padha

moni.”

[kiyԑ nԑk udan tәrus blәntuŋԑ paḍa mɔni]

Kintel [kintәl]:blentung

[blәntuŋ]

8. Konteks: memetik sayur bunga turi.

P1:”Kiye ngeneh nyogrok, kiye ana gentere.

Kowe sing nitori ya!”

[kiyԑ ŋԑnԑh ῆɔgrɔ? kiyԑ ana gԑntԑrԑ. kowԑ

siŋ nitɔri ya]

Konteks: membicarakan anak tetangga

yang jatuh dari pohon.

P1:”Kae bisane tiba tulih di ogrok karo

gantar.”

[kaԑ bisanԑ tiba tulih di ɔgrɔk karɔ gantar]

Genter [gԑntԑr]: sogrok

[sɔgrɔ?], gantar

[gantar]

9. Konteks: penjual di pasar menunjukkan

dagangannya.

P1:”Kiye lumbu, kiye kethewel, sambele?

[kiyԑ lumbu, kiyԑ kәṭԑwԑl, sambәlԑ]

Konteks: bertanya kepada ibunya sedang

masak.

P1:”Bu, agi njangan lompong ya?”

[bu agi njaŋan lɔmpɔŋ ya]

Lumbu [lumbu]

:lompong [lɔmpɔŋ]

10. Konteks: Mengajak membuat sambal

P1:”Yuh nyambel, padha nyambel karo

cowek.

[yuh ῆambәl, paḍa ῆambәl karɔ cɔwԑ?]

Konteks: Menyuruh memindahkan cobek.

P1:”Kuwe cirine aja nang kono gole

ngesogna.”

[kuwԑ cirinԑ aja naŋ kɔnɔ gɔlԑ ŋesɔgna]

Cowek [cɔwԑ?]: ciri

[ciri], layah [layah]

Contoh tuturan yang mengandung sinonim adjektiva berwujud leksem

dengan leksem adalah:

Page 42: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

30

Konteks: Seorang nenek bertanya kepada cucunya yang sedang memasak

sayuran.

Mbah Jiber : ”Dah, deneng kiye rasane letek temen?”

[dah, dԑnԑng kiyԑ rasanԑ lәtԑ? tәmәn]

„Dah, ini kenapa rasanya asin sekali?‟

Konteks: adik sedang mencicipi masakan kakaknya.

Adik: “ Mba, deneng jangane asin temen.”

[mba dԑnԑng jaŋanԑ asin tәmәn]

„Mba, mengapa sayurnya asin sekali]

Dari tururan di atas terdapat kata letek [lәtԑ?] yang termasuk kata sifat atau

adjektiva. Letek [lәtԑ?] mempunyai makna yang sama dengan asin. Letek [lәtԑ?]

dan asin merupakan pasangan sinonim adjektiva yang berwujud leksem dengan

leksem. Tuturan lain terlihat pada percakapan berikut.

Konteks tuturan: Jalan-jalan di pasar

P1:”Ih enake mambune Nis, molen.”

[ih, ԑnakԑ mambunԑ nis, mɔlәn]

„Enak baunya Nis, molen.‟

P2:”Pengin tapi ora duwe dhuwit.” [pԑŋin tapi ɔra duwԑ ḍuwit]

„Ingin tapi tidak mempunyai uang.‟

P1:”Lah jan sekeng banget yakin kere lah.”

[lah jan sԑkԑŋ baŋәt yakin kԑrԑ lah]

„Ya, tidak punya yakin miskin.‟

Tuturan lain terdapat pada percakapan berikut.

Konteks: mengajak membeli makanan

P1:”Bebeh lah pet, aku lagi kere, aku bebeh tuku jajan.”

[bәbәh lah pԑt, aku lagi kԑrԑ, aku bәbәh tuku jajan]

„Sungkan pet, saya sedang tidak mempunyai uang, saya sungkan

membeli jajan.‟

Dari tururan di atas terdapat kata sekeng [sԑkԑŋ] mempunyai makna tidak

punya apa-apa atau miskin. Nama lainnya adalah kere [kԑrԑ], mlarat [mlarat].

Page 43: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

31

Penggunaan kata ini mempunyai nilai rasa yang berbeda yaitu mlarat [mlarat]

lebih negatif maknanya yaitu tidak mempunyai apapun.

Data lain dapat dilihat pada tabel berikut:

NO DATA SINONIM

1. Konteks: membicarakan orang yang

kehilangan anak.

P1:”Ya seprene kaya wong kenthir, wong

anak siji-sijine thok.”

[ya sәprԑnԑ kaya wɔŋ kәnṭir, wɔŋ ana? siji-

sijinԑ ṭɔ?]

Konteks: membicarakan tetangganya.

P1:”Wong kae stres gara-gara kakehen

utang ya kang?”

[wɔŋ kaԑ stres gara-gara kakԑhәn utaŋ ya

kaŋ]

Kenthir [kәnṭir] :

Gemblung [gәmbluŋ],

stres [strԑs], sinting

[sintiŋ], edan [ԑdan],

gendheng [gәnḍәŋ],

kongslet [kɔŋslԑt],

miring [miriŋ].

2. Konteks: membicarakan mesin cuci

P1:”Nek mesin kaya kae mayar ya gole

ngumbaih.”

[nԑ? Mәsin kaya kaԑ mayar ya gɔlԑ

ŋumbaih]

Konteks: anak-anak membicarakan soal

ulangan.

P1:”Soal ulangane gampang pisan mau,

aku tek garap kabeh.”

[soal ulaŋanԑ gampaŋ pisan mau aku tәk

garap kabԑh]

Mayar [mayar] :

gampang [gampaŋ],

kepenak [kәpԑna?]

Tingkatan makna:

Kepenak-gampang-

mayar.

3. Konteks: membicarakan sifat Riska

P1:”Kae nek duwe dhuwit kucir pisan ora

ulih dijaluki sapa-sapa.”

[kaԑ nԑ? duwԑ ḍuwit kucir pisan ɔra ulih

dijaluki sapa-sapa]

Konteks: membicrakan tetangganya

P1:”Ndruni temen kae dadi wong.”

[ndruni tәmәn kaԑ dadi wɔŋ]

Kucir [kucir] : medhit

[mәḍit], mbethithil

[ᵐbeṭiṭil], ndruni

[ndruni], kumed

[kumәd]

Tingkatan makna:

medhit [mәḍit]- ndruni

[ndruni]-kumed

[kumәd]- Kucir [kucir]-

mbethithil [ᵐbeṭiṭil]

Page 44: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

32

4.1.2 Leksem Tunggal dengan Leksem Majemuk

Contoh data dalam tuturan dialek Banyumasan yang mengandung sinonim

berwujud leksem tunggal dengan leksem majemuk adalah:

Konteks: sedang membicarakan ayam peliharaan Bu Simar.

P1: ”Jere wingi pitike nini Simar dipangan sero?”

[jԑrԑ wiŋi pitikԑ nini simar dipaŋan sԑro]

„Katanya kemarin ayam milik nenek Simar dimakan kucing hutan?‟

P2:”Pira?”

[pira]

„Berapa?‟

Tuturan lain terlihat pada percakapan berikut:

Konteks: melihat kucing hutan lewat

P1:”Wingi nang karanganmu ana nggarangan gedhe banget Lik.”

[wiŋi naŋ karaŋanmu ana nŋaraŋan gәḍԑ baŋәt lik]

„Kemarin di pekaranganmu ada kucing hutan besar sekali Lik.”

Dari data di atas terdapat istilah sero [sԑro] yang bermakna kucing hutan

yang suka memakan ayam atau unggas. Di desa Sirau, selain menyebut denngan

sero juga menyebutnya dengan nggarangan [ŋgaraŋan] dan kucing alas [kuciŋ

alas]. Sero [sԑro] dan kucing alas [kuciŋ alas] merupakan wujud sinonim nomina

leksem tunggal dengan leksem majemuk. Selain itu, nomina bersinonim juga

terlihat pada tuturan berikut:

Konteks: Berada di tukang penjahit

P1:” Kuwe anu levis apa?”

[kuwԑ anu lԑvis apa]

„Itu celana levis apa?‟

P2:”Iya kiye.”

[iya kiyԑ]

„Ya, ini.‟

Page 45: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

33

Tuturan lain terdapat pada percakapan berikut:

Konteks: membeli celana di pasar.

P1:”Kuwe kathok jin regane pira Bu?”

[kuwԑ kaṭɔ? jin rәganԑ pira bu]

„Celana jin itu harganya berapa?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata levis [lԑvis] yang berarti celana jeans. Di

desa Sirau mempunyai nama lain yaitu kathok jin [kaṭɔ? jin]. Levis [lԑvis] dan

kathok jin [kaṭɔ? jin] merupakan wujud sinonim leksem tunggal dengan leksem

majemuk. Tuturan lainnya yaitu:

Konteks: berbincang-bincang di ruang tamu.

P1: “Paling tuku ubluk kae sing ditarik kaya nggone Mijan.”

[paliŋ tuku ublu? kaԑ siŋ ditari? Kaya ŋgɔnԑ mijan]

„Paling membeli sepeda motor yang bisa ditarik seperti milik Mijan.‟

Konteks: Pak yatin membeli sepeda motor.

P1:”Kang motore tuku kapan kuwe?”

[kaŋ mɔtɔrԑ tuku kapan kuwԑ]

„Mas, kapan membeli motor itu?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata ubluk [ublu?] di desa Sirau berarti sepeda

motor. Nama lain ubluk [ublu?] di desa Sirau yaitu ubluk [ublu?] dan pit motor

[pit mɔtɔr]. Ubluk [ublu?] dan pit motor [pit mɔtɔr] merupakan wujud sinonim

leksem tunggal dengan leksem majemuk.

Contoh data dalam tuturan dialek Banyumasan yang mengandung sinonim

adjektiva berwujud leksem tunggal dengan leksem majemuk lainnya adalah:

NO DATA SINONIM

1. Konteks: Pak Sudi bercerita ketika pulang

dari Jogja.

Setriwel [sәtriwәl]:

kaos kaki [kaɔs kaki]

Page 46: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

34

P1:”Bali aku terus tuku setriwel, ngontal

antimo men ora mumet.”

[bali aku tәrus tuku sәtriwәl, ŋɔntal antimo

mԑn ɔra mumәt]

Konteks: seorang adik sedang berbincang-

bincang dengan kakaknya.

P1:”Mba, aku ora duwe kaos kaki abang

nggo ospek.”

[mba aku ɔra duwԑ kaɔs kaki abaŋ ŋgɔ

ɔspԑ?]

Setriwel [sәtriwәl]:

banyak dituturkan oleh

orang tua jaman dahulu

tahun 60an. Kaos kaki

[kaɔs kaki] terkenal

pada jaman sekarang

2. Konteks: Pak Sudi bercerita tentang

cucunya.

P1:”Nek sekolah be nganggo pantalon.”

[nԑ? sәkɔlah bԑ ŋaŋgɔ pantalɔn]

Konteks: sedang bercerita kepada

temannya.

P1:”Aku nek kuliyah ora tau, nganggo

kathok dawa, mesthi nganggo rok.”

[aku nԑ? Kuliyah ɔra tau ŋaŋgɔ kaṭɔ? dawa,

mәsṭi ŋaŋgɔ rɔ?]

Pantalon [pantalɔn]

:kathok dawa [kaṭɔ?

dawa]

Pantalon dituturkan

oleh orang-orang tua

jaman dulu.

4.1.3 Leksem Tunggal dengan Frasa

Contoh data tuturan sinonim nomina yang berwujud leksem tunggal dengan

leksem frasa adalah:

Konteks: Bu Dhe sedang berbincang-bincang tentang hasil panen dengan

keponakannya di samping rumah.

P1:” Garing terus digawa nang Mijan ya?”

[garŋ tәrus digawa naŋ mijan ya]

„Kering terus dibawa oleh Mijan ya?‟

P2: “Ora ngengeh sekandhi-kandhia.”

[ɔra ŋәŋԑh sәkanḍi-kanḍia]

„Tidak menyisakan walaupun hanya sekarung?‟

Konteks: membicarakan hasil panen kopi.

P1:”Panen kopi kang Sumatra ulih pirang karung bae kae.”

Page 47: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

35

[panԑn kɔpi kaŋ sumatra ulih piraŋ karuŋ baԑ kaԑ]

„Panen kopi dari Sumatra dapat berapa karung itu.‟

Dari tuturan di atas terdapat kata kandhi [kanḍi]. Di desa Sirau, mempunyai

makna sama dengan karung beras, karung goni. Kata itu termasuk ke dalam

nomina. Kandhi [kanḍi] dengan karung beras merupakan wujud sinonim leksem

tunggal dengan frasa.

Contoh data tuturan sinonim adjektiva yang berwujud leksem tunggal

dengan frasa adalah:

Konteks: ketika sedang di warung ditanya oleh pembeli.

P1: “Cara-carane koste yayan perek karo kowe apa?‟

[cara-caranԑ kɔstԑ yayan pԑrә? karɔ kɔwԑ apa]

„Ceritanya, kostnya yayan dekat dengan kamu apa?‟

P2: “Ya ora, cedhek kaya kene Kroya.”

[ya ɔra, cәḍә? kaya kԑnԑ krɔya]

„Ya tidak, seperti dari sini dengan Kroya.‟

Dari tuturan di atas terdapat kata perek [pԑrә?] yang bermakna dekat, tidak

jauh. Di desa Sirau mempunyai penyebutan lain yaitu ora adoh [ɔra adoh], cedhek

[cәḍә?]. perek [pԑrә?] dan ora adoh [ɔra adoh] merupakan wujud sinonim

adjektiva leksem tunggal dengan frasa. Tururan lainnya yaitu:

Konteks: Jalan-jalan di pasar

P1:”Ih enake mambune Nis, molen.”

[ih, ԑnakԑ mambunԑ nis, mɔlәn]

„Ih, baunya enak Nis, molen.‟

P2:”Pengin tapi ora duwe dhuwit.” [pԑŋin tapi ɔra duwԑ ḍuwit]

„Ingin tetapi tidak mempunyai uang.‟

P1:”Lah jan sekeng banget yakin kere lah.”

[lah jan sԑkԑŋ baŋәt yakin kԑrԑ lah]

„Ya, miskin sekali ya.‟

Konteks: mengajak membeli makanan

P1:”Bebeh lah pet, aku lagi kere, aku bebeh tuku jajan.”

Page 48: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

36

[bәbәh lah pԑt, aku lagi kԑrԑ, aku bәbәh tuku jajan]

„Sungkan pet, saya sedang tidak mempunyai uang, saya sungkan

membeli jajan.‟

Dari tuturan di atas terdapat kata sekeng [sԑkԑŋ] mempunyai makna tidak

punya apa-apa atau miskin. Nama lainnya adalah kere [kԑrԑ], mlarat [mlarat], ora

duwe [ɔra duwԑ]. Penggunaan kata ini mempunyai nilai rasa yang berbeda yaitu

mlarat [mlarat] lebih negatif maknanya yaitu tidak mempunyai apapun. Sekeng

[sԑkԑŋ] dan ora duwe [ɔra duwԑ] merupakan wujud sinonim leksem tunggal

dengan frasa.

Sekeng [sԑkԑŋ]: miskin karena tidak mempunyai uang

Kere [kԑrԑ] : miskin tidak mempunyai harta benda, makna terkesan hina.

Mlarat [mlarat]: untuk menyatakan orang miskin makna terkesan paling

kasar untuk menyatakan orang miskin.

Data juga bisa dilihat pada tabel berikut.

NO DATA SINONIM Kategori

1. Konteks: menyuruh berjalan

jangan cepat-cepat.

P1:”Gole mlaku aja kebat-

kebat.”

[gɔlԑ mlaku aja kәbat-kәbat]

Konteks: seorang nenek

sedang bercerita.

P1:”Aku siki ya mlakune ora

kobet, wis tuwa angel.”

[aku siki ya mlakunԑ ɔra bisa

kɔbԑt, wis tuwa aŋԑl]

Kebat [kәbat]:

Banter banget

[bantәr baŋәt],

kobet banget

[kɔbԑt baŋәt].

Adjektiva

Page 49: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

37

4.1.4 Leksem Majemuk dengan Leksem Tunggal

Contoh data tuturan sinonim nomina yang berwujud leksem majemuk

dengan leksem tunggal adalah:

Konteks: membicarakan ketika dikasih makanan oleh orang lain yang akan

hajatan.

P1:”Ulih sega brekat padha mangan iwak ya.”

[ulih sәga brәkat paḍa maŋan iwa? Ya]

„Dapat nasi pada makan ikan ya.‟

Konteks: Bertanya kepada Rian.

P1: ”Yan ulih punjungan kang sapa?”

[yan ulih punjuŋan kaŋ sapa]

„Yan dapat nasi syukuran dari siapa?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata sega brekat [sәga brәkat] yang mempunyai

makna sama dengan punjungan [punjuŋan]. Sega brekat [sәga brәkat] dan

punjungan [punjuŋan] merupakan wujud sinonim nomina leksem majemuk

dengan leksem tunggal. Tuturan lainnya terdapat pada percakapan berikut:

Konteks: seorang ibu sedang memerintah anaknya.

P1:” Yul, petna godhong curing nang ngarepan!”

[yul pԑtna gɔḍɔŋ curiŋ naŋ ŋarәpan]

„Yul, petikan daun kenikir di depan!‟

Konteks: anak bertanya kepada ibunya.

P1:”Ngluban kenikir apa Bu?”

[ŋluban kәnikir apa bu]

„Membuat sayur kenikir Bu?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata godhong curing [gɔḍɔŋ curiŋ] yang mempunyai

nama lain kenikir [kәnikir] di desa Sirau. Sebagian besar masyarakat Sirau

menyebut dengan godhong curing [gɔḍɔŋ curiŋ]. Godhong curing [gɔḍɔŋ curiŋ]

Page 50: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

38

dan kenikir [kәnikir] merupakan wujud sinonim leksem majemuk dengan leksem

tunggal.

Data lain dapat dilihat pada tabel berikut:

NO DATA SINONIM Kategori

1. Konteks: sedang bercerita

makan dengan lauk ikan asin.

P1:”Madhang lawuh iwak

asin.”

[maḍaŋ lawuh iwa? Asin]

Konteks: Menceritakan lauk

kegemaran bapak Sumaedi.

P1:”Gemiyen ya bapaku

karemane sambel goreng

juwi.”

[gәmiyԑn ya bapaku karәmanԑ

sambәl gorԑŋ juwi]

Iwak asin [iwa?

Asin]: juwi [juwi],

gesek [gԑsԑ?]

Nomina

2. Konteks: bertanya kepada

penjual tape singkong.

P1:”Kiye agi gawe tape budin

pesenane Bu Sri.”

[kiyԑ agi gawԑ tapԑ budin

pәsәnanԑ bu sri]

Konteks: Bercerita membuat

makanan untuk lebaran.

P1:”Lik kepriwe gole gawe

kenyas?

[lik kәpriwԑ gɔlԑ gawԑ kәῆas]

P2:”Bager lah.”

[bagәr lah]

Tape budin [tapԑ

budin] : kenyas

[kәῆas]

Nomina

Contoh data tuturan sinonim adjektiva yang berwujud leksem majemuk

dengan leksem tunggal adalah:

Page 51: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

39

Konteks: percakapan antara penjual dan pembeli

P1: “ Jangan kiye mak pirang-pirang, kiye mak milih mak!”

[jaŋan kiyԑ ma? piraŋ-piraŋ, kiyԑ ma? milɪh ma?]

„Sayur ini Bu, banyak, ini Bu pilih yang mana?‟

P2: “ Jangan apa bae?”

[jaŋan apa bae]

„Sayur apa saja?‟

Konteks: membicarakan hajatan mantenan.

P1:”Ibumu dhuwite ngadhug yah, arep barang gawe gedhen.”

[ibumu ḍuwitԑ ŋaḍug yah, arәp baraŋ gawԑ gәḍԑn]

„Ibu kamu uangnya banyak ya, akan mengadakan hajatan besar.‟

Pirang-pirang di desa Sirau mempunyai makna banyak sekali terdapat

dimana-mana. Kata tersebut termasuk ke dalam adjektiva atau kata sifat. Selain

itu, di desa Sirau juga menyebutnya dengan akeh, ngadhug. Data lain terlihat pada

tabel berikut:

NO DATA SINONIM Kategori

1. Konteks:

P1:”Dadi bocah koh klalar-

kleler temen yah nek mlaku.”

[dadi bɔcah kɔh klalar-klәlәr

tәmәn yah nԑ? Mlaku]

Konteks: membicarakan lomba

P1:”Kae gole mlayu be lindhik

ya ora kepilih lomba.”

[kaԑ gɔlԑ mlayu bԑ linḍi? Ya

ɔra kәpilih lɔmba]

Klalar-kleler

[klalar-klәlәr]:

lindhik [linḍi?],

lindhog [linḍɔg].

Adjektiva

2. Konteks:

P1:”Sawaeh mablak-mablak

nang ndi ora.”

[sawaԑh mabla?-mabla? naŋ ndi

ɔra]

Konteks: ditukang jahit

P1:”Kiye kang, klambiku tulung

jahitna sowek amba banget.”

[kiyԑ kaŋ klambiku tuluŋ

Mablak-mablak

[mabla?-mabla?]:

amba [amba],

jembar [jәmbar].

Adjektiva

Page 52: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

40

jahitna sɔwԑ? amba baŋәt]

4.1.5 Frasa dengan Frasa

Contoh data dalam tuturan masyarakat Sirau pengguna dialek Banyumasan

yang mengandung sinonim berwujud frasa dengan frasa adalah:

Konteks: percakapan antar penjual dan pembeli di pasar Sirau.

P1:” Gawa godhong budin karo godhong gandhul malah nang kuwe wetan

durung dibayar.”

[gawa gɔḍɔŋ budin karo gɔḍɔŋ ganḍul malah naŋ kuwe wetan duruŋ

dibayar]

„Membawa daun singkong dan daun pepaya malah oleh orang sebelah

timur belum dibayar.‟

P2:” Godhong gandhul bae.”

[gɔḍɔŋ ganḍul bae]

„Daun pepaya saja.‟

P1:” Kiye nambah 3 ya!”

[kiyԑ nambah 3 ya]

„Ini tambah tiga ya!”

Konteks: melihat mas Yatin (tetangga) di pekarangan. Mas Yatin tinggal di

dekat daerah kanco yang merupakan daerah bagian dari kabupaten Cilacap.

P1:”Kang lagi ngepeti apa kuwe?”

[kaŋ lagi ŋәpԑti apa kuwԑ]

„Mas sedang memetik apa itu?‟

P2:”Godhong lobak kiye arep nggo mecel.”

[gɔḍɔŋ lɔba? kiyԑ arәp ŋgɔ mәcәl kiyԑ]

„Ini daun singkong untuk membuat pecel.‟

Dari data di atas terdapat kata godhong budin [gɔḍɔŋ budin] yang dalam

dialek Banyumasan mempunyai makna daun ketela pohon. Selain itu, masyarakat

juga ada yang menyebut dengan godhong boled [gɔḍɔŋ bɔlԑd], godhong lobak

[gɔḍɔŋ lɔba?]. Godhong budin [gɔḍɔŋ budin] dengan godhong boled [gɔḍɔŋ

bɔlԑd] merupakan wujud sinonim nomina frasa dengan frasa. Begitu pula dengan

Page 53: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

41

Godhong budin [gɔḍɔŋ budin] dengan godhong lobak [gɔḍɔŋ lɔba?]. Tuturan

lainnya terdapat pada percakapan berikut:

Konteks: sedang membicarakan ayam peliharaan Bu Simar.

P1: ”Jere wingi pitike nini Simar dipangan sero?”

[jԑrԑ wiŋi pitikԑ nini simar dipaŋan sԑro]

„Katanya kemarin ayam milik nenek Simar dimakan kucing hutan?‟

P2:”Pira?”

[pira]

„Berapa?‟

Konteks tuturan: berbincang-bincang di depan rumah

P1: “Ya ora nana, bar kuwe maring nggone nini Simar, wong anu mbah

Muhdar arep umroh maning.”

[Ya ɔra nana, bar kuwԑ mariŋ ŋgɔnԑ nini Simar, wɔŋ anu mbah Muhdar

arәp umroh maniŋ]

„Ya tidak ada, setelah itu pergi ke rumah nenek Simar, Kakek Muhdar

akan pergi umroh lagi.‟

P2: “ Kur arep umroh thok ora kaji.”

[kur arәp umrɔh ṭɔ? ɔra kaji]

„Hanya umroh saja? Tidak pergi haji.‟

Dari data di atas terdapat kata nini Simar [nini simar] yang mempunyai

makna nenek Simar. Di desa Sirau mempunyai nama lain yaitu Mbah Simar,

Eyang Simar. Nini mempunyai makna orang tua perempuan dari bapak atau ibu.

Nini Simar dengan Mbah Simar dan Eyang Simar merupakan wujud sinonim frasa

dengan frasa. Data lainnya terlihat pada tabel berikut:

NO DATA SINONIM Kategori

1. Konteks: bercerita ketika

bertemu saudara.

P1:”Pas wingi lagi pas dina

apa nggih ketemu Kang Gito

jarene lagi pesen koci apa

apem yah Dhe?”

[pas wiŋi pas dina apa ŋgih

kәtәmu kaŋ gitɔ jarԑnԑ lagi

pәsәn kɔci apa apәm yah ḍԑ]

Kang Gito [kaŋ

gitɔ]: Mas Gito

[mas gito],

Kakang Gito

[kakaŋ gitɔ]

Nomina

Page 54: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

42

Konteks: di depan rumah

P1:”Mamase ora melu bali

ngeneh Cha?”

[mamasԑ ɔra mԑlu bali ŋԑnԑh

cha]

2. Konteks: bercerita tentang

cucunya.

P1:”Padha dolanan, tes

digered nang ramane Reihan

karo adhine padha ngomonge

saru-saru.”

[paḍa dɔlanan tәs digԑrԑd naŋ

ramanԑ rԑihan karɔ aḍinԑ paḍa

ŋɔmɔŋԑ saru-saru]

Konteks: menunjukkan foto

bapaknya.

P1:”Kiye fotone bapakku karo

aku. Aku be ora menangi pas

bapakku ninggal Yu.”

[kiyԑ fɔtɔnԑ bapakku karɔ aku.

Aku bԑ ɔra mәnaŋi pas

bapakku niŋgal yu]

Ramane Reihan

[ramanԑ rԑihan]:

Bapake Reihan

[bapakԑ reihan]

Nomina

Wujud sinonim adjektiva frasa dengan frasa juga dapat dilihat pada tuturan

berikut:

Konteks: seorang ibu sedang menasehati anaknya.

P1: “Kuwe gole ngapa-ngapa aja pating slarah ya, ditatani maning.”

[kuwԑ gɔlԑ ŋapa-ŋapa aja patiŋ slarah ya, ditatani maniŋ]

„Kalau sedang apa saja jangan berantakan ya, ditata kembali.‟

Konteks: Ibu sedang memarahi anaknya

P1:”Aja pating gempalang kuwe tek keplak mengko.”

[aja patiŋ gәmpalaŋ kuwԑ tә? Kәpla? mәŋkɔ]

„Jangan berantakan, nanti saya pukul.‟

Dari tuturan di atas terdapat kata pating slarah [patiŋ slarah] yang mana di

desa Sirau mempunyai makna berantakan. Selain itu, masyarakat Sirau juga

Page 55: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

43

menyebut berantakan dengan pating gempalang [patiŋ gәmpalaŋ]. Pating slarah

[patiŋ slarah] dan pating gempalang [patiŋ gәmpalaŋ] merupakan wujud sinonim

adjektiva frasa dengan frasa.

NO DATA SINONIM Kategori

1. Konteks: menunjukkan foto

P1:”Zen, kae fotone Mba Lia

thomlo-thomlo banget.”

[zԑn kaԑ fɔtɔnԑ mba lia ṭɔmlɔ-

ṭɔmlɔ baŋәt]

Konteks: heran melihat Riska

P1:”Gumun aku, Riska bunder

banget raine mangan apa

sih?”

[gumun aku riska bundәr baŋәt

rainԑ maŋan apa sih]

Thomlo-thomlo

banget [ṭɔmlɔ-ṭɔm

lɔ baŋәt] : Bunder

banget [bundәr

baŋәt]

Adjektiva

2. Konteks: marah-marah

P1:”Aku nggo omeh-omehan,

aku ora budheg.”

[aku ŋgɔ ɔmԑh- ɔmԑhan, aku

ɔra buḍәg]

Konteks: membanding-

bandingkan

P1:”Kae kaya nini Caplang

dadi budhong, diundangi ora

krungu-krungu.”

[kaԑ kaya nini caplaŋ dadi

buḍɔŋ diundaŋi ɔra kruŋu

kruŋu]

Ora budheg [ɔra

buḍәg] : ora

budhong [ɔra

buḍɔŋ]

Adjektiva

4.2 Faktor Penyebab Sinonim

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesinoniman diantaranya

faktor waktu, wilayah, penutur dan sosial, nuansa makna, dan bidang kegiatan

atau pemakaina.

Page 56: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

44

4.2.1 Faktor Waktu

Contoh data tuturan sinonim nomina dalam dialek Banyumasan:

Konteks tuturan: seorang ibu sedang memerintah anaknya.

P1: “ Pune diwadhaih kresek kuwe!”

[punԑ diwaḍaih krԑsԑ? kuwԑ]

„Toplesnya dimasukan ke dalam kantong plastik itu.‟

P2:”Lah endi.”

[lah әndi].

„Mana.‟

Konteks Tuturan: bertamu

P1:”Kuwe sing nang toples roti apa?”

[kuwԑ siŋ naŋ tɔplԑs rɔti apa]

„Yang di dalam toples itu kue apa?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata pun [pun]. Kata itu di desa Sirau

mempunyai makna toples yang terbuat dari bahan sejenis seng. Pun [pun] banyak

disebut oleh orang-orang jaman dahulu, kemudian penyebutan dengan istilah

lodhong [lɔḍɔŋ], dan sekarang penyebutan pun [pun] sudah jarang dan sebagian

besar sekarang menyebut pun [pun] dengan istilah toples. Perbedaan waktu dan

kemajuan jaman yang menyebabkan istilah pun [pun] jarang sekali digunakan

bahkan hampir punah.

Urutan pemakaian kata: pun [pun] lodhong [lɔḍɔŋ] toples

Selain itu, juga terlihat pada tuturan sinonim adjektiva di bawah ini:

Konteks: Seorang ibu sedang membicarakan saudaranya di ruang tamu.

P1:”Umpamane diparingi struk ora teles ngapa-ngapa, mbok ya melu

anak.”

[umpamane diparingi struk ɔra tԑlԑs ŋapa-ŋapa mbɔ? Ya mԑlu ana?]

„Seandainya diberi struk tidak bisa apa-apa, kan ikut anak.‟

Konteks tuturan: sedang bermain game

P1: “Kiye sing pertama endi?”

[kiyԑ siŋ pәrtama әndi]

Page 57: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

45

„Ini yang pertama mana?‟

P2:”Kaya teyeng?”

[kaya tԑyԑŋ]

„Apa bisa?‟

P1: “Teyeng insyaalloh.”

[tԑyԑŋ insyaallɔh]

„Bisa insyaalloh.‟

Dari tuturan di atas terdapat istilah teles [tԑlԑs] yang mempunyai makna

bisa. Di desa Sirau juga mempunyai istilah lain yaitu teyeng [tԑyԑŋ], jegos [jegɔs]

dan bisa. Teles [tԑlԑs], istilah itu dipakai pada jaman dahulu oleh orang-orang tua

jaman kuna. Urutan pemakaian kata:

teles [tԑlԑs] Mempunyai makna bisa dipakai oleh

orang-orang tua jaman dulu.

teyeng [tԑyԑŋ] Mempunyai makna bisa, masih banyak

digunakan oleh anak muda, dan

masyarakat.

jegos [jegɔs] Untuk menyatakan bisa, mumpuni

dalam pekerjaan.

Bisa Untuk menyatakan mampu pada

umumnya.

Sekarang yang banyak dipakai adalah bisa. Faktor waktu yang

menyebabkan istilah ini sudah jarang sekali dipakai. Teles [tԑlԑs] dapat juga

bermakna basah teles [tәlәs]. Urutan pemakaian kata:

teles [tԑlԑs] teyeng [tԑyԑŋ] bisa

Data lain juga terlihat pada tabel berikut:

No. Data Sinonim Kategori

1. Konteks: membicarakan oleh-

oleh pergi haji.

P1:”Kakine malah ora ulih

apa-apa kang Arab.”

[kakinԑ malah ɔra ulih apa-apa

kaŋ arab]

Konteks tuturan: berbincang-

Kaki [kaki]:

kakek [kakԑ?],

mbah kakung

[mbah kakuŋ],

eyang kakung

[ԑyaŋ kakuŋ]

Nomina

Page 58: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

46

bincang di depan rumah

P1: “Ya ora nana, bar kuwe

maring nggone nini Simar,

wong anu mbah Muhdar

arep umroh maning.”

[Ya ɔra nana, bar kuwԑ mariŋ

ŋgɔnԑ nini Simar, wɔŋ anu

mbah Muhdar arәp umroh

maniŋ]

P2: “ Kur arep umroh thok ora

kaji.”

[kur arәp umrɔh ṭɔ? ɔra kaji]

Keterangan:

Kaki banyak dituturkan pada jaman dulu. Jaman sekarang sebagian

besar menyebut kakek dengan mbah kakung, eyang kakung.

Urutan pemakaian kata:

Kaki mbah kakung eyang kakung

Kaki mempunyai makna orang tua dari ibu, terkesan kuno, desa.

Mbah kakung penyebutan untuk makna kakek pada umumnya di

Sirau.

Eyang kakung mempunyai makna gaul, sudah terpengaruh suasana

kota.

2. Konteks: Bertamu

P1:”Kae ana dhayoh kang

endi?”

[kaԑ ana ḍayɔh kaŋ әndi]

Konteks: di tukang pijat

P1:”Kowe nek arep pijet

maning sore ya, nek isuk akeh

tamu.”

[kɔwԑ nԑ? Arәp pijәt maniŋ

sɔrԑ ya nԑ? Isu? akԑh tamu]

Dhayoh [ḍayɔh]

: tamu [tamu]

Nomina

Keterangan:

Dayoh [ḍayɔh] banyak dituturkan pada jaman dulu. Jaman sekarang

sebagian besar menyebut tamu dengan tamu saja (tetap).

Page 59: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

47

4.2.2 Faktor Wilayah

Contoh data tuturan yang mengandung sinonim nomina disebabkan oleh

faktor wilayah adalah:

Konteks: seorang ibu yang sedang berbelanja di pasar bersama tetangganya.

P1: “Karo cethok kuwe, mbok wis ra duwe cethok sing kaya kiye.”

[karo cԑṭɔ? kuwԑ, mbɔk wis ra duwԑ ceṭɔk kaya kiye]

„Sama tempat serok sampah itu, kan sudah tidak punya tempat serok

sampah yang seperti ini.‟

P2: “Duwe. Timpalan mbok?”

[duwԑ, timpalan mbɔk]

„Punya, tempat serok sampah kan?‟

Dari data tuturan di atas, terdapat istilah cethok [ceṭɔk] dan timpalan

[timpalan]. Kedua istilah itu merujuk pada makna yang sama yaitu tempat untuk

menyerok sampah. Penggunaan istilah cethok [ceṭɔk] dipakai oleh sebagian besar

masyarakat desa Sirau, sedangkan istilah timpalan [timpalan] digunakan oleh

masyarakat desa Sirau yang berbatasan dengan desa Sikanco kabupaten Cilacap.

Data lain juga terlihat pada tabel berikut:

No Data Sinonim Kategori

1. Konteks: percakapan antar

penjual dan pembeli di pasar

Sirau.

P1:”Gawa godhong budin

karo godhong gandhul malah

nang kuwe wetan durung

dibayar.”

[gawa gɔḍɔŋ budin karo

gɔḍɔŋ ganḍul malah naŋ

kuwe wetan duruŋ dibayar]

Konteks: melihat mas Yatin

(tetangga) di pekarangan.

Mas Yatin tinggal di dekat

daerah kanco yang

merupakan daerah bagian

Godhong budin

[gɔḍɔŋ budin]:

godhong lobak

[gɔḍɔŋ lɔba?],

godhong boled

[gɔḍɔŋ bɔlԑ]

Nomina

Page 60: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

48

dari kabupaten Cilacap.

P1:”Kang lagi ngepeti apa

kuwe?”

[kaŋ lagi ŋәpԑti apa kuwԑ]

P2:”Godhong lobak kiye

arep nggo mecel.”

[gɔḍɔŋ lɔba? kiyԑ arәp ŋgɔ

mәcәl kiyԑ]

Keterangan:

godhong lobak [gɔḍɔŋ lɔba?] banyak dituturkan oleh masyarakat

Sirau yang berbatasan dengan desa Sikanco.

4.2.3 Faktor Penutur dan Sosial

Kesinoniman nomina dapat disebabkan oleh faktor penutur diantaranya:

Konteks: melihat penjual kipas.

P1:” Dah, ilir kuwe kaya nggone mbaeh.” (melihat penjual kipas)

[dah, ilɪr kuwe kaya ŋgɔnԑ mbaeh]

„Dah, kipas itu seperti miliknya simbah.‟

P2:” Arep tuku?” (bertanya)

[arәp tuku]

„Mau membeli?‟

Konteks: cuaca panas.

P1:”Panas temen ndi kipase kiye!”

[panas tәmәn ndi kipasԑ kiyԑ]

„Panas sekali, kipasnya dimana?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata ilir [ilɪr] yang mempunyai makna kipas

besar terbuat dari bambu. Orang-orang tua seperti nenek-nenek, kakek-kakek

banyak yang menyebut kipas itu dengan istilah ilir [ilɪr]. Sedangkan anak-anak

muda jaman sekarang jarang sekali yang mengenal istilah ilir [ilɪr], mereka

menyebutnya dengan kipas. Faktor penutur berdasarkan usia juga mempengaruhi

terjadinya kesinoniman.

Page 61: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

49

Dapat dilihat juga dalam sinonim adjektiva pada tuturan berikut:

Konteks: percakapan kumpulan orang yang sedang membicarakan anak

tetangganya tenggelam di pantai selatan.

P1: “ Ya, seprene kaya wong kenthir, wong anak siji-sijine thok.”

[ya, sәprԑnԑ kaya wɔŋ kәnṭir, wɔŋ ana? siji-sijinԑ ṭɔ?]

„Ya, seperti orang gila, anak hanya satu-satunya.‟

Konteks: membicarakan tetangganya.

P1:”Wong kae stres gara-gara kakehen utang ya kang?”

[wɔŋ kaԑ stres gara-gara kakԑhәn utaŋ ya kaŋ]

„Orang itu gila karena mempunyai banyak hutang ya Mas?‟

Dari tuturan di atas terdapat kata kenthir [kәnṭir] yang bermakna orang gila,

kurang waras. Kata-kata itu biasa dituturkan oleh orang-orang yang kurang

berpendidikan. Kata tersebut termasuk kata yang kasar. Data lain juga terlihat

pada tabel berikut.

No. Data Sinonim Kategori

1. Konteks: bercerita di

samping rumah.

P1:”Enyong, ya sering

maring sawah sering

ngonoh ora tau

mampir, ngarep wis

disosi.”

[әῆɔŋ ya sәriŋ mariŋ

ŋɔnɔh ɔra tau mampir,

ŋarәp wis disɔsi]

Konteks: mencari

kunci sekolahan.

P1:”Jere Mas, kuncine

nang Pak Sukir.”

[jԑrԑ mas kuncinԑ naŋ

pa? Sukir]

Sosi [sɔsi]: kunci [kunci] Nomina

Keterangan:

Kata sosi [sɔsi] untuk menyatakan kunci banyak dituturkan oleh

orang tua atau sepuh. Banyak ditemui di kalangan masyarakat

Page 62: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

50

menengah ke bawah. Jaman sekarang anak-anak muda jarang yang

mengenal kata itu.

2. Konteks:

membicarakan sifat

tetangganya.

P1:”Mangan sarimi

akeh banget,

mbangsrong banget.”

[maŋan sarimi akԑh

baŋәt, mbaŋsrɔŋ

baŋәt]

Konteks: di ruang

makan.

P1:”Kemaruk temen

gole mangan koh.”

[kәmaru? Tәmәn gɔlԑ

maŋan kɔh]

Mbrangsong [mbaŋsrɔŋ]

:rakus [rakus], kemaruk

[kәmaru?]

Adjektiva

Keterangan: mbangsrong [mbaŋsrɔŋ] banyak dituturkan oleh orang-

orang tua sosial menengah ke bawah untuk menyatakan orang yang

rakus terhadap makanan.

4.2.4 Faktor Nuansa Makna

Contoh tuturan sinonim nomina yang dilatarbelakangi faktor nuansa makna:

Konteks: sedang membicarakan oleh-oleh haji.

P1:”Kakine malah ora ulih apa-apa kang Arab.”

[kakinԑ malah ɔra ulih apa-apa kaŋ arab]

„Kakeknya malah tidak dapat apa-apa dari Arab.‟

P2: ”Zam-zam.”

[zam-zam]

„Zam-zam.‟

P1:”Ora, ya ulih sithithik karo gendul.”

[ɔra, ya ulih seṭiṭi? karɔ gәndul]

„Tidak, ya dapat sedikit memakai botol.‟

Konteks: menyuruh mengisi air.

P1:”Kiye Nis, banyune wadhaih botol dhisit!”

[kiyԑ nis baῆunԑ waḍaih bɔtɔl ḍisit]

„Ini Nis, airnya dimasukkan botol dulu.‟

Page 63: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

51

Dari tuturan di atas terdapat kata gendul [gәndul] yang mempunyai makna

botol. Kata gendul [gәndul] di desa Sirau mempunyai makna yang terkesan kuno,

dipakai oleh orang-orang jaman dulu. Sekarang sudah jarang dipakai, pada

umumnya menggunakan istilah botol.

Contoh tuturan sinonim adjektiva di desa Sirau:

Konteks: sedang membicarakan wisuda.

P1:”Wisuda pas wingi februari?”

[wisuda pas wiŋi fԑbruari]

„Wisuda kemarin februari?‟

P2:”Jos banget lah.”

[jɔs baŋәt lah]

„Sangat hebat ya.‟

Dari tuturan di atas, terdapat kata jos [jɔs] yang mempunyai makna sangat

hebat. Masyarakat Sirau jika sudah berkata jos [jɔs] berati mereka dalam hati

kagum, bangga terhadap orang lain bukan hanya sekedar memberikan pujian.

Data lain juga terlihat pada tabel berikut.

No. Data Sinonim Keterangan

1. Konteks: Bercerita tidak

mempunyai uang.

Lah jan sekeng banget

yakin.

[lah jan sԑkԑŋ baŋәt yakin]

Konteks: mengajak

membeli makanan

P1:”Bebeh lah pet, aku lagi

kere, aku bebeh tuku jajan.”

[bәbәh lah pԑt, aku lagi kԑrԑ,

aku bәbәh tuku jajan]

Sekeng [sԑkԑŋ]:

kere [kԑrԑ], ora

duwe [ɔra duwԑ],

mlarat [mlarat]

Adjektiva

Keterangan:

Sekeng [sԑkԑŋ] mempunyai makna tidak mempunyai harta atau

uang. Sedangkan mlarat [mlarat] menyatakan benar-benar tidak

mempunyai harta benda.

Page 64: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

52

2. Konteks: memerintah

menyimpan pisang.

P1:”Kuwe gedhange

dibenaih senthong bae.”

[kuwԑ gәḍaŋԑ dibәnaih

sәnṭɔŋ baԑ]

Konteks: menjenguk

tetangga.

P1:”Bagas sih nang kamar

apa? ndi jere mriyang.”

[bagas naŋ kamar apa jԑrԑ

mriyaŋ]

Senthong

[sәnṭɔŋ]: kamar

[kamar]

Nomina

Keterangan:

Senthong [sәnṭɔŋ] mempunyai makna sama dengan kamar. Jika

menggunakan rasa, kata senthong [sәnṭɔŋ] terdengan kuno, karena

senthong banyak ditemui oleh tuturan orang-orang jaman dulu atau

orang-orang sepuh.

4.2.5 Faktor Bidang Kegiatan/Pemakaian

Contoh tuturan dalam dialek Banyumasan di desa Sirau:

Konteks: Seseorang sedang makan sayur nangka muda.

P1:” Rasane nylekapet banget kiye.”

[rasanԑ ῆlәkapәt baŋet kiyԑ]

„Rasanya enak sekali ini.‟

P2:”Anu apa sih?”

[anu apa sih]

„Apa sih?‟

Konteks: mencicipi masakan.

P1:” Kiye ndukhim temen yah jangan kangkunge.”

[kiyԑ ndukhim tәmәn yah jaŋan kaŋkuŋԑ]

„Enak sekali sayur kangkung ini.‟

Dari data di atas terdapat kata nylekapet [ῆlәkapәt] yang mempunyai makna

enak, gurih. Selain itu, kata lain yang menyatakan enak di desa Sirau yaitu

ndukhim [ndukhim], nylekitho [ῆlәkiṭɔ]. Nylekapet [ῆlәkapәt] digunakan untuk

menyatakan enak pada masakan yang bersantan kental. Ndukhim [ndukhim]

Page 65: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

53

digunakan untuk menyatakan enak pada sayuran yang ditumis dengan kuah

sedikit. Sedangkan nylekitho [ῆlәkiṭɔ] digunakan untuk menyatakan rasa enak

pada lauk pauk misalnya ayam goreng, sate dan lain-lain. Tuturan lainnya yaitu:

Konteks tuturan: membicarakan cuaca

P1:” Adhem.”

[aḍәm]

„Dingin.‟

P2:”Pancen lah.”

[pancԑn lah]

„Memang.‟

Konteks: membicarakan air

P1:”Banyune anyes banget lah.”

[baῆunԑ aῆәs baŋәt lah]

„Airnya dingin sekali.‟

Adhem [aḍәm] mempunyai makna hawa atau cuaca yang sejuk, dingin.

Nama lain adhem [aḍәm] yaitu atis [atis], anyes [aῆәs]. Penggunaan kata adhem

[aḍәm] dan atis [atis] untuk menyatakan hawa, sedangkan anyes [aῆәs] untuk

menyatakan benda yang dingin seperti es. Istilah untuk menyatakan makna dingin

berbeda pada setiap konteks tuturannya tergantung benda atau objek yang

dibicarakan.

Data lain terlihat pada tabel berikut.

No. Data Sinonim Kategori

1. Konteks: kagum melihat

orang cantik.

P1:”Wow, ayu temen ya.”

[woʷ, ayu tәmәn ya]

Konteks: melihat perempuan

P1: “Mlisninge kulite kaya

bengkoang prembun.”

[mlisniŋԑ kaya bәŋkɔaŋ

Ayu:mlowes

[mlɔwԑs],

mlisning

[mlisniŋ],

moncer

[mɔncԑr],

Adjektiva

Page 66: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

54

prәmbun]

Keterangan:

Ayu digunakan cantik secara umum.

Mlowes [mlɔwԑs] digunakan untuk menyatakan cantik pada orang

yang berkulit putih.

Mlisning [mlisniŋ] digunakan untuk menyatakan cantik pada orang

yang berkulit kuning.

Moncer [mɔncԑr] digunakan untuk menyatakan cantik pada orang

yang dalam berpakaian berlebihan.

BAB V

Page 67: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

55

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di desa Sirau dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Wujud sinonim nomina dan adjektiva dialek Banyumasan di desa Sirau

meliputi leksem dengan leksem, leksem tunggal dengan leksem majemuk,

leksem tunggal dengan frasa, leksem majemuk dengan leksem tunggal dan

frasa dengan frasa.

2. Faktor penyebab sinonim nomina dan adjektiva yang ditemukan dari hasil

analisis data adalah faktor waktu, wilayah, penutur dan sosial, nuansa

makna dan bidang pemakaian atau kegiatan.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian kesinoniman dialek Banyumasan yang telah dilakukan,

peneliti menyarankan penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penelitian mengenai

homonim dan homograf dialek Banyumasan. Selain itu, penggunaan kata-kata

bersinonim terutama kata sifat yang merujuk pada makna negatif sebaiknya lebih

diperhatikan dalam pemakaiannya.

Daftar Pustaka 55

Page 68: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

56

Alwasilah, Chaedar. A. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Percetakan

Angkasa.

Aminuddin. 2011. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar

Baru Algesindo.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 1999. Semantik 1. Bandung: PT Refika Aditama.

Ekoyanantyasih, Ririen dan Sri Winarti. 2010. Tata Hubungan Makna

Kesinoniman Nomina Insani Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Emzir. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Herawati, dkk. 1995. Nomina, Pronomina, dan Numeralia dalam Bahasa Jawa.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, Goyrs. 1982. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah.

Keraf, Goyrs. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Koderi, M. 1991. Banyumas Wisata dan Budaya. Purwokerto: CV. Metrojaya.

Kridalaksana, Harimurti. 1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT

Gramedia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa Tahap Strategi, Metode dan Tekniknya.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Murniah, Dad, Hari Sulastri, Atidjah Hamid. 2000. Kesinoniman dalam Bahasa

Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

56

Page 69: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

57

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Syamsudin dan Vismaia S. Damaianti. 2007. Metode Penelitian Pendidikan

Bahasa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Soedjito. 1989. Sinonim. Bandung: C.V. Sinar Baru.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta

Wacana University Press.

Sutiman dan Ririen Ekoyanantiasih (2007). Kesinoniman Nomina Non Insani

dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Utami, Retno. 2010. Kajian Sinonim Nomina dalam Bahasa Indonesia. Tesis:

Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Verhar, J.W.M. 1977. Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Zulecha, Ida. 2005. Dialektologi: Dialek Geografi dan Sosial. Semarang: Rumah

Indonesia.

Page 70: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

1

Lampiran-lampiran

Page 71: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

58

CONTOH DATA

NO. DATA

SINONIM KATEGORI

1. Konteks: Tamu bertanya ketika

melihat banyak rempeyek.

P1:”Anu gorengan arep digawa

apa?”

[anu gɔrԑŋan arәp digawa apa]

Gorengan

[gɔrԑŋan]:

rempeyek

[rәmpԑyԑ?]

Nomina

2. Konteks: Bercerita kota Binangun

P1:”Kono Binangun nang PT apa-

apa sing tukang madhaih pil. Kae

apa toko obat-obatan apa apa

yah?”

[kɔnɔ binaŋun naŋ pt apa-apa siŋ

tukaŋ maḍaih pil. kaԑ apa tɔkɔ

ɔbat-ɔbatan apa-apa yah]

Pil [pil]: obat Nomina

3. Konteks: Menceritakan Muksin

P1:”Kaya Muksin lah nyengiti,

wong nang bank ya kerjane mulai

sing pait-pait.”

[kaya muksin lah ῆәŋiti wɔŋ naŋ

bank ya kәrjanԑ mulai siŋ pait-

pait]

Nyengiti

[ῆәŋiti]: nyebeli

[ῆәbәli]

Adjektiva

4. Konteks: Melihat tanaman padi

P1: ”Melong-melong nang

sawah.”

[tanduran mәlɔŋ- mәlɔŋ naŋ

sawah]

melong-melong

[mәlɔŋ- mәlɔŋ]:

kinclong

[kinclɔŋ]

Adjektiva

5. Konteks: menanyakan keadaan

sawah

P1:”Ketilem napa Dhe? Kenang

sremet?”

[kәtilәm napa ḍԑ? Kәnaŋ srәmәt]

Sremet [srәmәt]:

tikus [tikus]

Nomina

6. Konteks: membicarakan hasil

panen

P1:”Ora ngengeh sekandhi-

kandhia.”

[ɔra ŋәŋԑh sәkanḍi-kanḍia]

Kandhi [kanḍi]:

karung goni

[karuŋ gɔni]

Nomina

Page 72: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

59

7. Konteks: membicarakan

tetangganya yang gila.

P1:”Ya seprene kaya wong

kenthir, wong anak siji-sijine

thok.”

[ya, sәprԑnԑ kaya wɔŋ kәnṭir, wɔŋ

ana? siji-sijinԑ ṭɔ?]

Kenthir [kәnṭir]:

Gemblung

[gәmbluŋ], stres

[strԑs], sinting

[sintiŋ], edan

[ԑdan],

gendheng

[gәnḍәŋ],

kongslet

[kɔŋslԑt], miring

[miriŋ].

Adjektiva

8. Konteks: membicarakan oleh-oleh

pergi haji

P1:”Kakine malah ora ulih apa-

apa kang Arab.”

[kakinԑ malah ɔra ulih apa-apa

kaŋ arab]

Kakine [kakinԑ]:

Mbah kakung

[mbah kakuŋ],

eyang kakung

[ԑyaŋ kakuŋ]

Nomina

9. Konteks: membicarakan oleh-oleh

pergi haji.

P1:”Ora, ya ulih sethithik karo

gendul.”

[ɔra, ya ulih seṭiṭi? karɔ gәndul]

Gendul

[gәndul]: botol

[bɔtɔl]

Nomina

10. Konteks: berbincang-bincang di

teras.

P1:”Nyong, ya sering maring

sawah sering ngonoh ora tau

mampir, ngarep wis disosi.”

[әῆɔŋ ya sәriŋ mariŋ ŋɔnɔh ɔra tau

mampir, ŋarәp wis disɔsi]

Sosi [sɔsi]:

kunci [kunci]

Nomina

11. Konteks: bercerita pasar malam

P1:”Kae nang pasar malem ana

tong edan.”

[kaԑ naŋ pasar malәm ana tɔŋ

ԑdan]

Tong [tɔŋ] :

drim [drim]

Nomina

12. Konteks: bercerita tentang

kedatangan tamu.

P1:”Wingi ya ngeneh karo

biyunge ana rong minggu.”

[wiŋi ya ŋԑnԑh karɔ biyuŋԑ ana

rɔŋ miŋgu]

Biyunge

[biyuŋԑ]:

mamake

[mama?e],

mboke [mbɔ?ԑ],

ibune [ibunԑ]

Nomina

Page 73: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

60

13. Konteks: di dapur

P1:”Nang pedangan kae akeh

panganan.”

[naŋ pәdaŋan kaԑ akԑh paŋanan]

Pedangan

[pәdaŋan]:

pawon [pawɔn]

Nomina

14. Konteks: bercerita ketika

membesan.

P1:”Critane enyong wis mbesan

ana gawa pring, klapa, beras.”

[critanԑ әῆɔŋ wis mbԑsan ana

gawa priŋ, klapa, bәras]

Klapa [klapa]:

krambil

[krambil]

Nomina

15. Konteks: menawarkan dagangan

P1:”Kiye lumbu, kiye kethewel,

sambele?”

[kiyԑ lumbu, kiyԑ kәṭԑwԑl,

sambәlԑ]

Lumbu [lumbu]

:lompong

[lɔmpɔŋ]

Nomina

16. Konteks: di dapur

P1:”Dah, deneng kiye rasane

letek temen.”

[dah, dԑnԑng kiyԑ rasanԑ lәtԑ?

tәmәn]

letek [lәtԑ?]:

asin

Adjektiva

17. Konteks: bercerita mesin cuci

P1:”Nek mesin kaya kae mayar ya

gole ngumbaih.”

[nԑ? Mәsin kaya kaԑ mayar ya

gɔlԑ ŋumbaih]

Mayar [mayar] :

gampang

[gampaŋ],

kepenak

[kәpԑna?]

Adjektiva

18. Konteks:menceritakan sifat

anaknya

P1:”Kae nek duwe dhuwit kucir

pisan ora ulih dijaluki sapa-

sapa.”

[kaԑ nԑ? duwԑ ḍuwit kucir pisan

ɔra ulih dijaluki sapa-sapa]

Kucir [kucir] :

medhit [mәḍit],

mbethithil

[ᵐbeṭiṭil], ndruni

[ndruni], kumed

[kumәd]

Adjektiva

19. Konteks: berbincang-bincang di

ruang tamu

P1:”Paling tuku ubluk kae sing

ditarik kaya nggone Mijan.”

[paliŋ tuku ublu? kaԑ siŋ ditari?

Kaya ŋgɔnԑ mijan]

Ubluk [ublu?]:

Pit motor [pit

mɔtɔr]

Nomina

Page 74: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

61

20. Konteks: bercerita pulang dari

Jogja.

P1:”Bali aku terus tuku setriwel,

ngontal antimo men ora mumet.”

[bali aku tәrus tuku sәtriwәl,

ŋɔntal antimo mԑn ɔra mumәt]

Setriwel

[sәtriwәl]: kaos

kaki [kaɔs kaki],

kasut [kasut]

Nomina

21. Konteks: Bercerita tentang

cucunya.

P1:”Nek sekolah be nganggo

pantalon.”

[nԑ? sәkɔlah bԑ ŋaŋgɔ pantalɔn]

Pantalon

[pantalɔn]

:kathok dawa

[kaṭɔ? dawa]

Nomina

22. Konteks: di warung

P1:”Cara-carane koste yayan

perek karo kowe apa?”

[cara-caranԑ kɔstԑ yayan pԑrә?

karɔ kɔwԑ apa]

Perek [pԑrә?]:

cedhek [cәḍә?],

ora adoh [ɔra

adoh]

Adjektiva

23. Konteks: memerintah jangan

cepat-cepat.

P1:”Gole mlaku aja kebat-kebat.”

[gɔlԑ mlaku aja kәbat-kәbat]

Kebat [kәbat]:

Banter banget

[bantәr baŋәt],

kobet banget

[kɔbԑt baŋәt].

Adjektiva

24. Konteks: ketika dikasih makanan

oleh orang lain.

P1:”Ulih sega brekat padha

mangan iwak ya.”

[ulih sәga brәkat paḍa maŋan iwa?

Ya]

sega brekat

[sәga brәkat]:

punjungan

[punjuŋan].

Nomina

25. Konteks: bercerita makan dengan

lauk ikan asin.

P1:”Madang lawuh iwak asin.”

[maḍaŋ lawuh iwa? Asin]

Iwak asin [iwa?

Asin]: juwi

[juwi], gesek

[gԑsԑ?]

Nomina

26. Konteks:bertanya kepada penjual

tape singkong.

P1:”Kiye agi gawe tape budin

pesenane Bu Sri.”

[kiyԑ agi gawԑ tapԑ budin

pәsәnanԑ bu sri]

Tape budin [tapԑ

budin] : kenyas

[kәῆas]

Nomina

27. Konteks: menyindir

P1:”Dadi bocah koh klalar-kleler

Klalar-kleler

[klalar-klәlәr]:

Adjektiva

Page 75: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

62

temen yah nek mlaku.”

[dadi bɔcah kɔh klalar-klәlәr

tәmәn yah nԑ? Mlaku]

lindhik [linḍi?],

lindhog [linḍɔg

28. Konteks: menceritakan sawah

P1:”Sawaeh mablak-mablak nang

ndi ora.”

[sawaԑh mabla?-mabla? naŋ ndi

ɔra]

Mablak-mablak

[mabla?-

mabla?]: amba

[amba], jembar

[jәmbar].

Adjektiva

29. Konteks:bercerita ketika bertemu

saudara.

P1:”Pas wingi lagi pas dina apa

nggih ketemu Kang Gito jarene

lagi pesen koci apa apem yah

Dhe?”

[pas wiŋi pas dina apa ŋgih

kәtәmu kaŋ gitɔ jarԑnԑ lagi pәsәn

kɔci apa apәm yah ḍԑ]

Kang Gito [kaŋ

gitɔ]: Mas Gito

[mas gito],

Kakang Gito

[kakaŋ gitɔ]

Nomina

30. Konteks: bercerita tentang

cucunya

P1:”Padha dolanan, tes digered

nang ramane Reihan karo adhine

padha ngomonge saru-saru.”

[paḍa dɔlanan tәs digԑrԑd naŋ

ramanԑ rԑihan karɔ aḍinԑ paḍa

ŋɔmɔŋԑ saru-saru]

Ramane Reihan

[ramanԑ rԑihan]:

Bapake Reihan

[bapakԑ reihan]

Nomina

31. Konteks: menunjukkan foto

P1:”Zen, kae fotone Mba Lia

thomlo-thomlo banget.”

[zԑn kaԑ fɔtɔnԑ mba lia ṭɔmlɔ-

ṭɔmlɔ baŋәt]

Thomlo-thomlo

banget [ṭɔmlɔ-

ṭɔm lɔ baŋәt] :

Bunder banget

[bundәr baŋәt]

Adjektiva

32. Konteks: marah-marah

P1:”Aku nggo omeh-omehan, aku

ora budheg.”

[aku ŋgɔ ɔmԑh- ɔmԑhan, aku ɔra

buḍәg]

Ora budheg [ɔra

buḍәg] : ora

budhong [ɔra

buḍɔŋ]

Adjektiva

33. Konteks: menceritakan

tetangganya

P1:”Umpamane diparingi struk

ora teles ngapa-ngapa, mbok ya

melu anak.”

teles [tԑlԑs]:

teyeng [tԑyԑŋ],

jegos [jegɔs]

Adjektiva

Page 76: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

63

[umpamane diparingi struk ɔra

tԑlԑs ŋapa-ŋapa mbɔ? Ya mԑlu

ana?]

34. Konteks: ada tamu

P1:”Kae ana dhayoh kang endi?”

[kaԑ ana ḍayɔh kaŋ әndi]

Dhayoh [ḍayɔh]

: tamu [tamu]

Nomina

35. Konteks: marah kepada anaknya

P1:”Bocah koh lengus banget.”

[bɔcah kɔh lәŋus baŋәt]

Lengus [lәŋus]:

buteng [butәŋ]

Adjektiva

36. Konteks: di pasar, percakapan

dengan pedagang

P1:”Gawa godhong budin karo

godhong gandhul malah nang

kuwe wetan durung dibayar.”

[gawa gɔḍɔŋ budin karo gɔḍɔŋ

ganḍul malah naŋ kuwe wetan

duruŋ dibayar]

Godhong budin

[gɔḍɔŋ budin]:

godhong lobak

[gɔḍɔŋ lɔba?],

godhong boled

[gɔḍɔŋ bɔlԑ]

Nomina

37. Konteks: menyindir

P1:”Mangan sarimi akeh banget,

mbangsrong banget.”

[maŋan sarimi akԑh baŋәt,

mbaŋsrɔŋ baŋәt]

Mbrangsong

[mbaŋsrɔŋ]

:rakus [rakus],

kemaruk

[kәmaru?]

Adjektiva

38. Konteks: kagum pada prestasi

temannya

P1:”Jos banget lah.”

[jɔs baŋәt lah]

Jos [jɔs]: sangar

[saŋar]

Adjektiva

39. Konteks: akan membeli jajanan

P1:”Lah jan sekeng banget

yakin.”

[lah jan sԑkԑŋ baŋәt yakin]

Sekeng [sԑkԑŋ]:

kere [kԑrԑ], ora

duwe [ɔra

duwԑ], mlarat

[mlarat]

Adjektiva

40. Konteks: menyuruh menyimpan

pisang

P1:”Kuwe gedhange dibenaih

senthong bae.”

[kuwԑ gәḍaŋԑ dibәnaih sәnṭɔŋ

baԑ]

Senthong

[sәnṭɔŋ]: kamar

[kamar]

Nomina

41. Konteks: heran melihat orang Ayu:mlowes Adjektiva

Page 77: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

64

cantik

P1:”Wow, ayu temen ya.”

[woʷ, ayu tәmәn ya]

[mlɔwԑs],

mlisning

[mlisniŋ],

moncer

[mɔncԑr],

42. Konteks: mencicipi masakan

P1:”Rasane nylekapet banget

kiye.”

[rasanԑ ῆlәkapәt baŋet kiyԑ]

nylekapet

[ῆlәkapәt]:

ndukhim

[ndukhim],

nylekitho

[ῆlәkiṭɔ],

ndesmin

[ndәsmin]

Adjektiva

43. Konteks: bercerita tentang

temannya

P1:”Tulih enyong duwe batir

lengobe pol.”

[tulih әῆɔŋ duwԑ batir lәŋɔbԑ pɔl]

Lengob [lәŋɔb]:

goblog [gɔblɔg],

pekok [pәkɔ?]

Adjektiva

44. Konteks: menceritakan anak

jaman sekarang

P1:”Bocah siki kan ndlidig ora

kaya bocah mbiyen ya ora.”

[bɔcah siki kan ndlidig ɔra kaya

bɔcah mbiyԑn ya ɔra]

Ndlidig

[ndlidig]:

nylithas [ῆliṭas],

mecicil [mәcicil]

Adjektiva

45. Konteks: di tukang jahit

P1:”Kuwe anu levis apa?”

[kuwԑ anu lԑvis apa]

Levis [lԑvis]:

kathok jin [kaṭɔ?

jin]

Nomina

46. Konteks: menceritakan guru SD

P1:”Kae nang sekolahan ya

ganas.” [kaԑ naŋ sәkɔlahan ya ganas]

Ganas [ganas]:

ladak [lada?],

kereng [kәrәŋ]

Adjektiva

47. Konteks: berbincang-bincang di

samping rumah

P1:”Tangga-tanggane padha

ngingoni asu.”

[taŋga-taŋganԑ paḍa ŋiŋɔni asu]

Asu [asu]:

mbaung

[mbauŋ]

Nomina

48. Konteks: memakan pisang kapok.

P1:”Iya tapi akeh wijine.”

[iya tapi akԑh wijinԑ]

Wiji [wiji]: isi

[isi]

Nomina

49. Konteks: menyuruh mengikatkan Ban [ban]: Nomina

Page 78: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

65

sabuk

P1:”Mba kuwe jiretna arep

nganggo ban!”

[mba kuwԑ jirәtna arәp ŋaŋgo

ban]

sabuk [sabu?]

50. Konteks: menceritakan ketika

terkena ambeyen.

P1:”Kae kaya tlembungan,

medodo.”

[kaԑ kaya tlәmbuŋan, mәdɔdo]

Tlembungan

[tlәmbuŋan]:

balon [balɔn]

Nomina

51. Konteks: menceritakan

kedatangan tamu.

P1:”Wingi ya ngeneh karo

biyunge ana rong minggu.”

[wiŋi ya ŋԑnԑh karɔ biyuŋԑ ana

rɔŋ miŋgu]

Biyung [biyuŋ]:

mamak

[mama?], mboke

[mbɔkԑ], ibu

[ibu]

Nomina

52. Konteks: marah

P1:”Aku ora budheg.”

[aku ɔra buḍәg]

Budheg

[buḍәg]:

budhong

[buḍɔŋ]

Adjektiva

53. Konteks: menceritakan calon

lurah.

P1:”Pokoke ketemu, salaman

diwei sembako, loman banget

pokoke.”

[pɔkɔkԑ kәtәmu, salaman diwԑi

sәmbakɔ, lɔman baŋәt pɔkɔkԑ]

Loman [lɔman]:

lotah [lɔtah],

mule [mulԑ]

Adjektiva

54. Konteks: menceritakan keadaan

wajahnya sekarang

P1:”Wis ora kaya mbiyen

mlisning pokoke.”

[wis ɔra kaya mbiyԑn mlisniŋ

pɔkɔkԑ]

Mlisning

[mlisniŋ]:

mlowes

[mlɔwԑs],

moncer

[mɔncԑr],

Adjektiva

Page 79: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

66

KARTU DATA PENELITIAN

No. Data: 1 Sumber Data: Pasar Sirau

Konteks tuturan 1: Berbelanja di pasar, terjadi percakapan antara pedagang

sayur dan pembeli

Konteks tuturan 2 : berada di dapur

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1 :”Grandhele piranan?”

[granḍԑle piranan]

P2 :”sewu limangatusan”

[sewʊ limaŋatusan]

P1:”Tuku kangkung, Cha eketane sing receh ora nana?”

[tuku kaŋkʊŋ, cha ԑkәtanԑ siŋ rԑceh ora nana]

P2:”Apa maning.”

[apa maning]

P1:”Ayuh muter.”

[ ayuh mutәr]

Data 2:

P1: “Bu, aja njangan gendhot bae ya lah.”

[bu aja njaŋanan genḍɔt baԑ ya lah]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: grandhel [granḍԑl] dan receh

[rԑceh]

Analisis:

Grandel [granḍԑl] dalam dialek Banyumasan mempunyai makna

sejenis sayuran yang biasa tumbuh di sawah. Tanaman ini sama

seperti genjer [gԑnjԑr]. Dalam dialek Banyumasan, grandhel

[granḍԑl] juga mempunyai nama lain yaitu gendhot [genḍɔt]. Selain

Page 80: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

67

itu, grandhel [granḍԑl] mempunyai makna lain yaitu kunci yang

bentuknya panjang terbuat dari besi.

Grandhel [granḍԑl] bersinonim dengan gendhot [genḍɔt] dan genjer

merupakan sinonim nomina yang menunjukkan nama jenis sayuran

yang berwujud leksem dengan leksem.

Kesinoniman ini disebabkan oleh faktor wilayah. Grandhel

[granḍԑl] biasa dipakai di daerah pedesaan sedangkan genjer [gԑnjԑr].

umum dipakai di daerah perkotaan.

Grandhel [granḍԑl] mempunyai makna ganda yaitu sejenis sayuran

dan bermakna kunci.

Receh [rԑceh] dalam dialek Banyumasan mempunyai makna uang

logam. Dalam dialek Banyumasan sering disebut dengan kricik

[krici?] atau krincing [krinciŋ].

Receh [rԑceh] bersinonim dengan kricik [krici?] dan krincing

[krinciŋ] merupakan sinonim nomina yang menunjukkan benda di

sekitar rumah. Receh [rԑceh] dan kricik [krici?] merupakan wujud

sinonim leksem dengan leksem. Begitu pula dengan, merupakan

sinonim nomina yang berwujud leksem dengan leksem. Kesinoniman

ini disebabkan oleh faktor nuansa makna karena maknanya uang

kecil, logam yang kurang berharga.

Kricik [krici?] dalam dialek Banyumasan selain bermakna uang

logam juga juga mempunyai makna suara air kecil yang sedang

mengalir.

Page 81: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

68

No. Data: 2 Sumber Data: Pasar Sirau

Konteks tuturan 1: Percakapan penjual sayur dan pembeli

Konteks tuturan 2: membicarakan hajatan mantenan.

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “ Jangan kiye mak pirang-pirang, kiye mak milih mak!”

[jaŋan kiyԑ ma? piraŋ-piraŋ, kiyԑ ma? milɪh ma?]

P2: “ Jangan apa bae?”

[jaŋan apa bae]

P1:” Jangan kangkung, pelas, tege.”

[jaŋan kaŋkʊŋ, pԑlas, tegԑ]

P2:” Tegene kiye, klubane boten.”

[tegԑnԑ kiyԑ, klubanԑ boten]

P1: “Kiye lumbu, kiye kethewel, sambele?” (sambil menunjukkan dan

bertanya)

[kiyԑ lumbu, kiyԑ kәṭԑwԑl, sambәlԑ]

Data 2:

P1:”Ibumu dhuwite ngadhug yah, arep barang gawe gedhen.”

[ibumu ḍuwitԑ ŋaḍug yah, arәp baraŋ gawԑ gәḍԑn]

„Ibu kamu uangnya banyak ya, akan mengadakan hajatan besar.‟

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: jangan, pirang-pirang, pelas,

tege, lumbu.

Analisis:

1. Jangan di desa Sirau mempunyai makna sayuran matang yang telah

dimasak. Selain jangan, masyarakat desa Sirau menyebutnya dengan

sayur.

Jangan bersinonim dengan sayur merupakan wujud sinonim nomina

leksem dengan leksem.

Page 82: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

69

Kesinoniman tersebut disebabkan oleh siapa penuturnya. Masyarakat

menengah ke bawah banyak yang menggunakan istilah jangan,

sedangkan sayur biasa digunakan oleh masyarakan menengah ke atas.

Jangan selain mempunyai makna sayur juga mempunyai makna lain

yaitu larangan atau tidak boleh. Hal tersebut termasuk ke dalam

homonim yaitu satu kata mempunyai makna berbeda tetapi bunyi dan

tulisan sama.

2. Pirang-pirang di desa Sirau mempunyai makna banyak sekali

terdapat dimana-mana. Kata tersebut termasuk ke dalam adjektiva

atau kata sifat. Selain itu, di desa sirau juga menyebutnya dengan

akeh, ngadhug.

Wujud:

Pirang-pirang dengan akeh: leksem majemuk dengan leksem

tunggal

Pirang-pirang dengan ngadhug: leksem majemuk dengan leksem

tunggal.

Faktor penyebab:

Kesinoniman tersebut disebabkan oleh faktor nuansa makna yaitu

akeh mempunyai makna banyak, pirang-pirang mempunyai makna

banyak ada di mana-mana, ngadhug mempunyai makna banyak

sekali yang tidak ada ukurannya.

3. Pelas [pԑlas] dalam dialek Banyumasan mempunyai makna kukus

ampas yang dicampur udang biasanya dibungkus dengan daun

Page 83: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

70

pisang. Nama selain pelas di desa Sirau yaitu bothok [bɔṭɔ?]. Kata

tersebut digolongkan ke dalam nomina.

Wujud sinonim nomina:

Pelas [pԑlas] dengan bothok [bɔṭɔk]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Kesinoniman tersebut disebabkan oleh faktor penutur. Di desa Sirau

penutur yang menyebut pelas [pԑlas] adalah masyarakat yang

menengah ke bawah, kaum petani, buruh. Sedangkan yang menyebut

bothok [bɔṭɔk] adalah kaum menengah ke atas seperti pegawai.

4. Tege [tԑgԑ] merupakan sayuran berkuah banyak. Di desa Sirau

masyarakatnya menyebut dengan tege sop [tԑgԑ sɔp], tege bening

[tԑgԑ bәniŋ]. Selain itu masyarakat Sirau yang sudah modern atau

kalangan mampu tidak lagi menyebut dengan tege [tԑgԑ] tetapi

dengan sayur. Misalnya, sayur sop, sayur bening.

Wujud sinonim:

Tege [tԑgԑ] dengan sayur: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Faktor penutur dan faktor sosial.

5. Lumbu [lumbu] merupakan tumbuhan keladi yang batang dan

daunnya bisa dimasak. Selain lumbu, masyarakat sirau juga

menyebutnya dengan lompong [lɔmpɔŋ].

Wujud sinonim:

Page 84: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

71

Lumbu dengan lompong: leksem dengan leksem.

Faktor penyebab: wilayah dan penutur

Page 85: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

72

No. Data: 3 Sumber Data: Pasar Sirau

Konteks tuturan 1: Percakapan antar pedagang

Konteks tuturan 2: : melihat mas Yatin (tetangga) di pekarangan. Mas Yatin

tinggal di dekat daerah kanco yang merupakan daerah bagian dari kabupaten

Cilacap.

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:” Gawa godhong budin karo godhong gandhul malah nang kuwe wetan

durung dibayar.”

[gawa gɔḍɔŋ budin karo gɔḍɔŋ ganḍul malah naŋ kuwԑ wԑtan durʊŋ

dibayar]

P2:” Godhong gandhul bae.”

[gɔḍɔŋ ganḍul baԑ]

P1:” Kiye nambah 3 ya.”

[kiyԑ nambah 3 ya]

Data 2:

P1:”Kang lagi ngepeti apa kuwe?”

[kaŋ lagi ŋәpԑti apa kuwԑ]

„Mas sedang memetik apa itu?‟

P2:”Godhong lobak kiye arep nggo mecel.”

[gɔḍɔŋ lɔba? kiyԑ arәp ŋgɔ mәcәl kiyԑ]

„Ini daun singkong untuk membuat pecel.‟

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: godhong budin [gɔḍɔŋ budin]

Analisis:

Godhong budin [gɔḍɔŋ budin] dalam dialek Banyumasan mempunyai

makna daun ketela pohon. Selain itu, masyarakat juga ada yang

menyebut dengan godhong boled [gɔḍɔŋ bɔlԑd], godhong lobak [gɔḍɔŋ

lɔba?]. Istilah boled [bɔlԑd] banyak disebut pada jaman lampau, yang

dituturkan oleh orang-orang tua. Sedangkan lobak [lɔba?] banyak

dituturkan oleh masyarakat desa Sirau yang berbatasan dengan desa

Page 86: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

73

sikanco yang merupakan bagian dari kabupaten Cilacap.

Wujud:

Godhong budin [gɔḍɔŋ budin] dengan godhong boled [gɔḍɔŋ bɔlԑd]:

frasa dengan frasa.

Godhong budin [gɔḍɔŋ budin] dengan godhong lobak [gɔḍɔŋ lɔba?]:

frasa dengan frasa.

Faktor penyebab:

Faktor waktu dan faktor wilayah.

No. Data: 4 Sumber Data: Pasar Sirau

Konteks tuturan 1: Terjadi percakapan dengan ibu-ibu

Konteks tuturan 2: cuaca panas

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:” Dah, ilir kuwe kaya nggone mbaeh.” (melihat penjual kipas)

[dah, ilɪr kuwԑ kaya ŋgonԑ mbaԑh]

P2:” Arep tuku?” (bertanya)

[arәp tuku]

P1: “Karo cethok kuwe, mbok wis ra duwe cethok sing kaya kiye.”

[karo cԑṭɔ? kuwԑ, mbok wis ra duwԑ ceṭɔk kaya kiyԑ]

P2: “Duwe. Timpalan mbok.”

[duwԑ, timpalan mbok].

Data 2:

P1:”Panas temen ndi kipase kiye!”

[panas tәmәn ndi kipasԑ kiyԑ]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: ilir, cethok.

Analisis:

Page 87: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

74

1. Ilir [ilɪr] kipas untuk mendinginkan nasi. Selain ilir [ilɪr] masyarakat

Sirau juga menyebutnya dengan kipas. Ilir [ilɪr] biasa disebut oleh

orang-orang jaman dahulu, sesepuh. Sekarang jarang yang

menggunakan kata ilir sebagian besar menyebutnya dengan kipas.

Wujud:

Ilir [ilɪr] dengan kipas: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Waktu, penutur.

2. Cethok [cԑṭɔ?] mempunyai makna tempat untuk menyerok sampah

yang terbuat dari bambu. Dalam bahasa Indonesia biasa menyebut

dengan ikrak. Cethok [cԑṭɔ?] di desa Sirau mempunyai nama lain

yaitu timpalan [timpalan] yang biasa disebut oleh masyarakat Sirau

sebelah selatan yang berbatasan langsung dengan desa sikanco

kabupaten Cilacap.

Wujud:

Cethok [cԑṭɔ?] dengan timpalan [timpalan]: leksem dengan leksem.

Faktor penyebab:

Faktor wilayah

Page 88: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

75

No. Data: 5 Sumber Data: Desa Sirau

Konteks tuturan 1: seorang ibu sedang memerintah anaknya.

Konteks tuturan 2: bertamu

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “ Pune diwadhaih kresek kuwe!”

[punԑ diwaḍaih krԑsԑ? kuwԑ]!

P2:”Lah endi.”

[lah әndi].

Data 2:

P1:”Kuwe sing nang toples roti apa?”

[kuwԑ siŋ naŋ tɔplԑs rɔti apa]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Pun [pun]

Analisis:

Pun [pun] di desa Sirau mempunyai makna toples yang terbuat dari

bahan sejenis seng. Selain pun [pun] masyarakat Sirau juga menyebut

dengan istilah lodhong [lɔḍɔŋ]. Pun [pun] dan lodhong [lɔḍɔŋ] banyak

dituturkan oleh arang jaman dulu. Istilah jaman sekarang menyebutnya

dengan toples.

Wujud:

Pun [pun] dengan lodhong [lɔḍɔŋ]: leksem dengan leksem.

Faktor penyebab:

Waktu dan penutur.

Page 89: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

76

No. Data: 6 Sumber Data: Walidah/ibu rumah

tangga

Konteks tuturan 1: Seorang ibu sedang berbincang-bincang di depan rumah.

Konteks tuturan 2: di pasar

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “Yuh nyambel, padha nyambel karo cowek.”

[yuh ῆambel, paḍa ῆambel karɔ cɔwԑ?]

Data 2:

P1:” Ciri piranan Bu?”

[ciri piranan bu]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: cowek [cɔwԑ?]

Analisis:

Cowek [cɔwԑ?] di desa Sirau mempunyai makna tempat untuk

membuat sambal. Istilah lainnya yaitu ciri [ciri], layah [layah]. Cowek

[cɔwԑ?] banyak dituturkan oleh sebagian besar masyarakat Sirau.

Sedangkan ciri [ciri] hanya sebagian kecil yang menggunakan istilah

itu yaitu orang-orang tua yang sudah sepuh.

Wujud:

[cɔwԑ?] dengan ciri [ciri] : leksem dengan leksem

[cɔwԑ?] dengan layah [layah] : leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur dan sosial

Page 90: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

77

No. Data: 7 Sumber Data: Mbah Jiber

Konteks tuturan 1: Seorang nenek sedang berbincang-bincang di dapur

Konteks tuturan 2: akan memasak nasi

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “Maring ngeneh tokna ngeneh!”

[mariŋ ŋԑnԑh tɔkna ŋenԑh]

P2: “Kuwe berase disogna genuk!”

[kuwԑ bәrasԑ disɔgna gәnu?]

Data 2:

P1:”Mbok, beras sing nang genthong wis enteng, enyong arep liwet karo

apa?”

[mbɔk, bәras siŋ naŋ gәnṭɔŋ wis әntԑŋ, әῆɔŋ arәp liwәt karɔ apa]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: genuk [gәnu?]

Analisis:

Genuk [gәnu?] mempunyai makna tempat menyimpan beras. Selain

genuk [gәnu?] masyarakat juga menyebutnya dengan genthong

[gәnṭɔŋ]. Genuk [gәnu?] banyak dituturkan oleh orang-orang jaman

dahulu.

Wujud:

Genuk [gәnu?] dengan genthong [gәnṭɔŋ]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Waktu

Page 91: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

78

No. Data: 8 Sumber Data: Walidah/ibu rumah

tangga

Konteks tuturan 1: membicarakan merek sapu

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1: ”Sapune gedhe banget dah tepese.”

[sapunԑ gәḍԑ baŋәt dah tәpәsԑ]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: tepes [tәpәs]

Analisis:

Dalam dialek Banyumasan tepes [tәpәs] mempunyai makna serabut

kelapa. Tepes [tәpәs] memunyai persamaan kata dengan kapol [kapɔl].

Wujud:

Tepes [tәpәs] dengan kapol [kapɔl]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur/sosial

No. Data: 9 Sumber Data: Ibu rumah tangga

Konteks tuturan: membicarakan sapu yang ada di rumah

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1 : “Sapu kae sing warna-warna.”

[sapu kaԑ siŋ warna-warna]

P2: “duk.”

[du?]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: duk [du?]

Analisis:

Dalam dialek Banyumasan duk [du?] mempunyai makna sama dengan

ijuk [iju?]. Ijuk [iju?] banyak dituturkan oleh masyarakat menengah ke

Page 92: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

79

atas sedangkan duk [du?] banyak dituturkan oleh masyarakat

menengah ke bawah.

Wujud:

Duk [du?] dengan ijuk [iju?]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur dan sosial

No. Data: 10 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan 1: berbincang-bincang di depan rumah

Konteks tuturan 2: berbincang-bincang di depan rumah

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “Ya ora nana, bar kuwe maring nggone nini Simar, wong anu mbah

Muhdar arep umroh maning.”

[Ya ɔra nana, bar kuwԑ mariŋ ŋgɔnԑ nini Simar, wɔŋ anu mbah Muhdar

arәp umroh maniŋ]

P2: “ Kur arep umroh thok ora kaji.”

[kur arәp umrɔh ṭɔ? ɔra kaji]

Data 2:

P1: “Ya ora nana, bar kuwe maring nggone nini Simar, wong anu

mbah Muhdar arep umroh maning.”

[Ya ɔra nana, bar kuwԑ mariŋ ŋgɔnԑ nini Simar, wɔŋ anu mbah

Muhdar arәp umroh maniŋ]

„Ya tidak ada, setelah itu pergi ke rumah nenek Simar, Kakek

Muhdar akan pergi umroh lagi.‟

P2: “ Kur arep umroh thok ora kaji.”

[kur arәp umrɔh ṭɔ? ɔra kaji]

„Hanya umroh saja? Tidak pergi haji.‟

Page 93: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

80

Dari data di atas terdapat kata nini Simar [

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: nini Simar, mbah Muhdar

Analisis:

Nini Simar, mbah Muhdar mempunyai arti nenek Simar, kakek

Muhdar. Nini banyak dituturkan oleh orang yang berstatus sosial

menengah ke bawah mempunyai makna sama dengan eyang putri,

simbah putri. Nini mempunyai makna yang identik digunakan oleh

orang-orang menengah ke bawah.

Wujud:

Nini Simar dengan eyang Simar: frasa dengan frasa

Nini Simar dengan Simbah Simar: frasa dengan frasa

Faktor Penyebab:

Penutur atau sosial, dan nuansa makna

No. Data: 11 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: membicarakan sayuran

Data (tuturan dialek Banyumasan):

A: “Dah kae njangan lembayung lih enak yah Mbah?”

[dah kaԑ njaŋan lәmbayuŋ lih ԑna? Yah mbah]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: lembayung [lәmbayuŋ]

Analisis:

Lembayung [lәmbayuŋ] mempunyai makna daun ubi jalar. Nama lain

Page 94: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

81

di Sirau yaitu godhong lung [gɔḍɔŋ luŋ]. Lembayung [lәmbayuŋ]

banyak dituturkan oleh masyarakat menengah ke atas tetapi sebagian

besar masyarakat Sirau menyebutnya dengan godhong lung [gɔḍɔŋ

luŋ].

Wujud:

Lembayung [lәmbayuŋ] dengan godhong lung [gɔḍɔŋ luŋ]: leksem

tunggal dengan frasa.

Faktor penyebab:

Penutur dan Sosial

No. Data: 12 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: berbincang-bincang di depan rumah

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “ Wingi kuwe gedhang kae sing wis mateng ditegor nganggo bedhog.”

[wiŋi kuwԑ gәḍaŋ kaԑ siŋ wis matәŋ ditәgɔr ŋaŋgɔ bәḍɔg]

P2: “ Nang sapa?”

[naŋ sapa]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: bedhog [bәḍɔg]

Analisis:

Bedhog [bәḍɔg] mempunyai makna pisau besar. Nama lainnya yaitu

gaman [gaman]. Bedhog [bәḍɔg] digunakan oleh orang-orang pada

jaman dulu dan orang-orang tua atau sepuh pada jaman sekarang.

Wujud:

Bedhog [bәḍɔg] dengan gaman [gaman]: leksem dengan leksem

Page 95: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

82

Faktor penyebab:

Waktu, penutur atau sosial

No. Data: 13 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan 1: Berbincang-bincang di depan rumah

Konteks tuturan 2: melihat kucing hutan

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Wingi jere pitike nini Simar dipangan sero.”

[wiŋi jԑrԑ pitikԑ nini Simar dipaŋan sԑro]

P2:”Pira Cha?”

[pira cha]

Data 2:

P1:”Wingi nang karanganmu ana nggarangan gedhe banget Lik.”

[wiŋi naŋ karaŋanmu ana nŋaraŋan gәḍԑ baŋәt lik]

„Kemarin di pekaranganmu ada kucing hutan besar sekali Lik.”

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: sero [sԑro]

Analisis:

Sero [sԑro] mempunyai makna kucing hutan yang suka memakan

unggas atau hewan lain. Nama lain sero [sԑro] adalah blacan [blacan],

nggarangan [ŋgaraŋan] dan kucing alas [kuciŋ alas]. Nama lain dari

sero [sԑro] mempunyai nuansa makna yang berbeda dimana

nggarangan [ŋgaraŋan] maknanya lebih ganas, sedangkan kucing alas

[kuciŋ alas] maknanya lebih halus.

Wujud:

Sero [sԑro] dengan blacan [blacan]: leksem dengan leksem

Page 96: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

83

Sero [sԑro] dengan nggarangan [ŋgaraŋan]: leksem dengan leksem

Sero [sԑro] dengan kucing alas [kuciŋ alas]: leksem tunggal dengan

leksem majemuk

Faktor penyebab:

Nuansa makna

No. Data: 14 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: membicarakan sifat anaknya

Data (tuturan dialek Banyumasan):

A: “Gemagus temen sih lah.”

[gәmagus tәmәn sih lah]

B: Nderek?

[ndԑrԑ?]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Gemagus [gәmagus]

Analisis:

Gemagus [gәmagus] mempunyai makna sifat yang blagu, banyak

tingkah. Nama lain dari gemagus [gәmagus] adalah kemaki [kәmaki],

kemlithak [kәmliṭa?], gembeleng [gәmbԑlԑŋ]. Kata-kata yang

menunjukkan sifat blagu mempunyai tingkatan rasa masing-masing.

Wujud:

Gemagus [gәmagus] dengan kemaki [kәmaki]: leksem dengan leksem

Gemagus [gәmagus] dengan kemlithak [kәmliṭa?]: leksem dengan

leksem

Page 97: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

84

Gemagus [gәmagus] dengan gembeleng [gәmbԑlԑŋ]: leksem dengan

leksem

Faktor penyebab:

Nuansa makna

No. Data: 15 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: membicarakan sifat anaknya

Data (tuturan dialek Banyumasan):

A:” Aleman kiye enyong badhe maem karo bubur.

[alәman kiyԑ әῆɔŋ baḍԑ maәm karɔ bubur]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Aleman [alәman]

Analisis:

Aleman [alәman] mempunyai makna sifat yang manja, belum mandiri.

Nama lain selain aleman [alәman] adalah manja. Pemakaian ini

berdasarkan penuturnya. Manja banyak dituturkan oleh orang yang

tingkat pendidikannya tinggi.

Wujud:

Aleman [alәman] dengan manja: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur dan sosial

Page 98: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

85

No. Data: 16 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: sedang bermain game

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1: “Kiye sing pertama endi?”

[kiyԑ siŋ pәrtama әndi]

P2:”Kaya teyeng?”

[kaya tԑyԑŋ]

P1: “Teyeng insyaalloh.”

[tԑyԑŋ insyaallɔh]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Teyeng [tԑyԑŋ]

Analisis:

Teyeng [tԑyԑŋ] mempunyai makna bisa. Teyeng [tԑyԑŋ] mempunyai

nama lain yaitu bisa [bisa], teles [tԑlԑs]. Teyeng [tԑyԑŋ], teles [tԑlԑs]

biasa dituturkan oleh orang-orang tua atau sepuh.

Wujud:

Teyeng [tԑyԑŋ] dengan bisa [bisa]: leksem dengan leksem

Teyeng [tԑyԑŋ] dengan teles [tԑlԑs]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur dan tingkat sosial

No. Data: 17 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: membicarakan cuaca

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1:” Adhem.”

[aḍәm]

Page 99: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

86

P2:”Pancen lah.”

[pancԑn lah]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Adhem [aḍәm]

Analisis:

Adhem [aḍәm] mempunyai makna hawa atau cuaca yang sejuk,

dingin. Nama lain adhem [aḍәm] yaitu atis [atis], anyes [aῆәs].

Penggunaan kata adhem [aḍәm] dan atis [atis] untuk menyatakan

hawa, sedangkan anyes [aῆәs] untuk menyatakan benda yang dingin

seperti es.

Wujud:

Adhem [aḍәm] dengan atis [atis]: leksem dengan leksem

Adhem [aḍәm] dengan anyes [aῆәs]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Bidang kegiatan atau pemakaian

No. Data: 18 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: membicakan hewan laba-laba yang lewat

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1:” Ana nggaranggati.”

[ana ŋgaraŋgati]

P2:” Nang ndi?”

[naŋ ndi]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: nggaranggati [ŋgaraŋgati]

Analisis:

Page 100: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

87

Nggaranggati [ŋgaraŋgati] mempunyai makna hewan laba-laba.

Nama lainnya adalah kemangga [kәmaŋga]. Kemangga [kәmaŋga]

mempunyai makna lebih ganas, lebih garang.

Wujud:

Nggaranggati [ŋgaraŋgati] dengan Kemangga [kәmaŋga]: leksem

dengan leksem.

Faktor penyebab:

Nuansa makna

No. Data: 19 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: menyindir

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Kintel, yah ndhut, gendhut.”

[kintәl yah nḍut, gәnḍut]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Kintel [kintәl]

Analisis:

Kintel [kintәl] mempunyai makna katak yang berbadan besar. Nama

lainnya adalah blentung [blәntuŋ]. Blentung [blәntuŋ] maknanya lebih

besar dari pada kintel [kintәl].

Wujud:

Kintel [kintәl] dengan blentung [blәntuŋ]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Nuansa makna.

Page 101: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

88

No. Data: 20 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan: Sedang memetik bunga turi

Data (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Kiye ngeneh nyogrok kiye ana genter. Kowe sing nitori ya!”

[kiyԑ ŋԑnԑh ῆɔgrɔ? kiyԑ ana gԑntԑr. kowԑ siŋ nitɔri ya]

P2:”Bebeh lah.”

[bәbәh lah]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: genter [gԑntԑr]

Analisis:

Genter [gԑntԑr] mempunyai makna sama dengan galah. Nama lainnya

adalah sogrok [sɔgrɔ?], gantar [gantar]. Pemakaian nama genter

[gԑntԑr] berdasarkan penutur yaitu orang tua biasa menyebut genter

[gԑntԑr] banyak juga yang menyebut dengan sogrok [sɔgrɔ?] atau

gantar [gantar].

Wujud:

Genter [gԑntԑr] dengan sogrok [sɔgrɔ?]: leksem dengan leksem

Genter [gԑntԑr] dengan gantar [gantar]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur

Page 102: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

89

No. Data: 21 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan 1: Jalan-jalan di pasar

Konteks tuturan 2: : mengajak membeli makanan

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Ih enake mambune Nis, molen.”

[ih, ԑnakԑ mambunԑ nis, mɔlәn]

P2:”Pengin tapi ora duwe dhuwit.” [pԑŋin tapi ɔra duwԑ ḍuwit]

P1:”Lah jan sekeng banget yakin kere lah.”

[lah jan sԑkԑŋ baŋәt yakin kԑrԑ lah]

Data 2:

P1:”Bebeh lah pet, aku lagi kere, aku bebeh tuku jajan.”

[bәbәh lah pԑt, aku lagi kԑrԑ, aku bәbәh tuku jajan]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: sekeng [sԑkԑŋ]

Analisis:

Sekeng [sԑkԑŋ] mempunyai makna tidak punya apa-apa atau miskin.

Nama lainnya adalah kere [kԑrԑ], mlarat [mlarat]. Penggunaan kata ini

mempunyai nilai rasa yang berbeda yaitu mlarat [mlarat] lebih negatif

maknanya yaitu tidak mempunyai apapun.

Wujud:

Sekeng [sԑkԑŋ] dengan kere [kԑrԑ]: leksem dengan leksem

Sekeng [sԑkԑŋ] dengan mlarat [mlarat]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Nuansa makna

Page 103: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

90

No. Data: 22 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan 1: Di rumah Bu Dhe

Konteks tuturan 2: menunjukkan foto bapaknya.

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Lagi padha ngapa sih niko Dhe?”

[lagi paḍa ŋapa sih nikɔ ḍԑ]

P2:”Padha dolanan, tes digered nang ramane Reihan karo adhine padha

ngomonge saru-saru.

[paḍa dɔlanan tәs digԑrԑd naŋ ramanԑ rԑihan karɔ aḍinԑ paḍa ŋɔmɔŋԑ saru-

saru]

Data 2:

P1:”Kiye fotone bapakku karo aku. Aku be ora menangi pas bapakku ninggal

Yu.”

[kiyԑ fɔtɔnԑ bapakku karɔ aku. Aku bԑ ɔra mәnaŋi pas bapakku niŋgal yu]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: ramane Reihan dan saru-saru

Analisis:

1. Ramane Reihan [ramanԑ Reihan] mempunyai makna orang tua

laki-lakinya Reihan. Nama lainnya adalah bapake Reihan.

Penggunaan kata rama banyak dituturkan oleh masyarakat

golongan menengah ke bawah.

Wujud:

Ramane Reihan [ramanԑ Reihan] dengan bapake Reihan: frasa

dengan frasa

Faktor penyebab:

Penutur dan sosial

Page 104: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

91

2. Saru [saru] mempunyai makna kurang ajar, tidak sopan terhadap

orang lain. Nama lainnya adalah mbejujag [mbәjujag], marajubel

[marajubәl], ngradon [ŋradɔn]. Pemakaian kata itu berdasarkan

makna. Bila sudah sangat tidak sopan masyarakat akan

mengatakan mbejujag [mbәjujag].

Wujud:

Saru [saru] dengan mbejujag [mbәjujag]: leksem dengan leksem

Saru [saru] dengan marajubel [marajubәl]: leksem dengan leksem

Saru [saru] dengan ngradon [ŋradɔn]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Nuansa makna

No. Data: 23 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan 1: bertemu saudara

Konteks tuturan 2: makan jajanan pasar

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Pas wingi lagi pas dina apa nggih ketemu Kang Gito jarene lagi pesen

koci apa apem yah Dhe?

[pas wiŋi pas dina apa ŋgih kәtәmu kaŋ gitɔ jarԑnԑ lagi pәsәn kɔci apa

apәm yah ḍԑ]

P2:” Koci, arep digawa Grujugan.”

[kɔci arәp digawa grujugan]

Data 2: makan jajanan pasar

P1:”kiye ibumu apa sing gawe mendut?”

[kiyԑ ibumu apa siŋ gawԑ mәndut]

Page 105: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

92

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: koci [kɔci]

Analisis:

Koci [kɔci] mempunyai makna makanan kecil tebuat dari tepung ketan

di dalamnya terdapat enten-enten dan dibungkus dengan daun pisang.

Nama lainnya adalah mendut [mәndut]. Koci [kɔci] banyak dituturkan

oleh sebagian besar masyarakat Sirau, mendut [mәndut] dituturkan

oleh sebagian kecil masyarakat Sirau yaitu komplek pondok pesantren

(Sirau sebelah utara).

Wujud:

Koci [kɔci] dengan mendut [mәndut]: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Wilayah

No. Data: 24 Sumber Data: Sirau

Konteks tuturan 1: Di tempat dukun pijet

Konteks tuturan 2:

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Anu udud ya watuk.”

[anu udud ya watuk]

P2:”Kaya ramamu.”

[kaya ramamu]

Data 2:

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: Udud [udud]

Analisis:

Page 106: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

93

Udud [udud] mempunyai makna sama dengan rokok. Udud [udud]

banyak dituturkan oleh kakek-kakek jaman dulu dan tergolong sepuh.

Wujud:

Udud [udud] dengan rokok: leksem dengan leksem

Faktor penyebab:

Penutur dan sosial, waktu

No. Data: 25 Sumber Data:

Konteks tuturan 1: Ibu sedang memerintah anaknya.

Konteks 2: Ibu sedang memarahi anaknya

Data 1 (tuturan dialek Banyumasan):

P1:”Kuwe gole ngapa-ngapa aja pating slarah ya, ditatani maning.”

[kuwԑ gɔlԑ ŋapa-ŋapa aja patiŋ slarah ya, ditatani maniŋ]

Data 2

P1:”Aja pating gempalang kuwe tek keplak mengko.”

[aja patiŋ gәmpalaŋ kuwԑ tә? Kәpla? mәŋkɔ]

Tuturan yang diduga mengandung sinonim: pating slarah [patiŋ slarah]

Analisis:

Pating slarah [patiŋ slarah] yang mana di desa Sirau mempunyai

makna berantakan. Selain itu, masyarakat Sirau juga menyebut

berantakan dengan pating gempalang [patiŋ gәmpalaŋ]. Penggunaan

kata tersebut berdasarkan makna, keadaan. Jika sangat berantakan

masyarakat akan mengatakan pating gempalang [patiŋ gәmpalaŋ].

Wujud:

Page 107: SINONIM NOMINA DAN ADJEKTIVA DIALEK BANYUMASAN

94

Pating slarah [patiŋ slarah] dengan pating gempalang [patiŋ

gәmpalaŋ]: frasa dengan frasa

Faktor penyebab:

Nuansa makna