Bahan Paper Juga

13
2.1.2 Kelimpahan plankton secara akustik Pendeteksian kelimpahan plankton menggunakan metode hidroakustik dapat dilihat dari nilai Sv plankton itu sendiri. Volume Backscattering Strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu group single target dimana target berada pada suatu volume air. Nilai Sv merupakan suatu indikator yang berbanding lurus dengan densitas sehingga nilai Sv saja mampu mewakili data akustik dalam memberikan informasi kelimpahan plankton. Nilai Sv yang tinggi mengindikasikan kelimpahan plankton yang tinggi pula pada suatu perairan. Pengukuran densitas plankton atau larva dapat didasarkan pada nilai Sv, karena nilai Sv merupakan fungsi dari populasi densitas dan target strength (TS) yang dapat diformulasikan (Xie dan Jones, 2009). Penelitian mengenai plankton yang menggunakan metode hidroakustik pada umumnya menggunakan sistem split beam. Sistem akustik split beam adalah sebuah transduser yang dibagi kedalam empat kuadran yakni fore (bagian depan), aft (buritan kapal), port (sisi kiri kapal) dan starboard (sisi kanan kapal).Transduser split beam ini memiliki bim yang sangat tajam (10º) (Simrad, 1993). Penelitian mengenai plankton dengan menggunakan metode hidroakustik menggunakan sistem split beam telah banyak dilakukan, seperti penelitian mengenai pemanfaatan metode akustik untuk melihat hubungan antara plankton dan ikan pelagis di perairan Arafura tahun 2006 (Vivian,2010). Pada penelitian tersebut mengukur dan membandingkan densitas, TS dan Sv ikan pelagis terhadap SV plankton secara kuantitatif. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut yaitu terdapatnya hubungan antara plankton dan ikan pelagis secara akustik di Perairan Arafura. 2.2 Plankton

description

paper

Transcript of Bahan Paper Juga

Page 1: Bahan Paper Juga

2.1.2 Kelimpahan plankton secara akustik

Pendeteksian kelimpahan plankton menggunakan metode hidroakustik dapat dilihat dari

nilai Sv plankton itu sendiri. Volume Backscattering Strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas

yang direfleksikan oleh suatu group single target dimana target berada pada suatu volume air. Nilai

Sv merupakan suatu indikator yang berbanding lurus dengan densitas sehingga nilai Sv saja mampu

mewakili data akustik dalam memberikan informasi kelimpahan plankton. Nilai Sv yang tinggi

mengindikasikan kelimpahan plankton yang tinggi pula pada suatu perairan. Pengukuran densitas

plankton atau larva dapat didasarkan pada nilai Sv, karena nilai Sv merupakan fungsi dari populasi

densitas dan target strength (TS) yang dapat diformulasikan (Xie dan Jones, 2009).

Penelitian mengenai plankton yang menggunakan metode hidroakustik pada umumnya

menggunakan sistem split beam. Sistem akustik split beam adalah sebuah transduser yang dibagi

kedalam empat kuadran yakni fore (bagian depan), aft (buritan kapal), port (sisi kiri kapal) dan

starboard (sisi kanan kapal).Transduser split beam ini memiliki bim yang sangat tajam (10º) (Simrad,

1993).

Penelitian mengenai plankton dengan menggunakan metode hidroakustik menggunakan

sistem split beam telah banyak dilakukan, seperti penelitian mengenai pemanfaatan metode akustik

untuk melihat hubungan antara plankton dan ikan pelagis di perairan Arafura tahun 2006

(Vivian,2010). Pada penelitian tersebut mengukur dan membandingkan densitas, TS dan Sv ikan

pelagis terhadap SV plankton secara kuantitatif. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut yaitu

terdapatnya hubungan antara plankton dan ikan pelagis secara akustik di Perairan Arafura.

2.2 Plankton

2.2.1 Definisi Plankton

Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengembara (Wardhana, 2003). Plankton

meliputi biota yang hidup terapung atau terhanyut di daerah pelagik. Organisme ini biasanya relatif

kecil atau mikroskopis.

Plankton pada umumnya organisme yang berukuran renik, hidup melayang dalam air dengan

kemampuan gerak yang lemah sehingga perpindahannya banyak ditentukan oleh pergerakan air

(Odum, 1971). plankton merupakan kumpulan organisme baik hewan maupun tumbuhan yang

berukuran mikroskopis dan hidup terapung atau melayang-layang mengikuti arus. Plankton

sepanjang hidupnya selalu bergantung dari pergerakan massa air atau pola arus, namun demikian,

terdapat pula jenis plankton yang pergerakannya sangat kuat sehingga dapat melakukan migrasi

Page 2: Bahan Paper Juga

harian. Plankton dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu fitoplankton (plankton

tumbuhan atau plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Fitoplankton merupakan

tumbuhan planktonik yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu berfotosintesis

karena memiliki klorofil (Nybakken, 1992).

Fitoplankton umumnya terdiri atas kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Dinophyceae, dan

Haptophyceae. Selain berklorofil, fitoplankton juga memiliki bahan makanan cadangan yang

umumnya berupa pati atau lemak, dinding sel yang tersusun dari selulosa, serta bentuk flagel yang

beragam.

Zooplankton adalah hewan kecil yang mengapung secara bebas pada kolom perairan danau,

sungai dan laut dimana distribusinya dipengaruhi oleh faktor utama yakni arus dan percampuran

massa air (Paterson, 2007). Zooplankton meliputi hewan-hewan dari kelompok Protozoa,

Coelenterata, Ctenophora, Chaetognatha, Annelida, Arthropoda, Urochordata, Mollusca, dan

beberapa larva hewan-hewan vertebrata. Secara teoritis adanya konsentrasi fitoplankton yang besar

di laut maka terdapat banyak zooplankton sebagai konsumen primer bagi ikan pelagis kecil, udang-

udangan dan sebagainya (Wiadnyana, 1998).

Page 3: Bahan Paper Juga

2.2.2 Kelimpahan dan distribusi plankton

kelimpahan plankton di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan

yang meliputi faktor fisika, kimia dan biologi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah suhu,

kekeruhan, kecerahan, pH, gas-gas terlarut, unsur hara dan adanya interaksi dengan organisme lain.

Faktor fisik dapat disebabkan oleh turbulensi atau adveksi (pergerakan massa air yang besar) yang

mengandung plankton didalamnya.

Angin dapat pula menyebabkan terkumpulnya plankton pada tempat tertentu seperti daerah

sepanjang pantai. Faktor biologi terjadi apabila terdapat perbedaan pertumbuhan antara laju

pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan difusi untuk menjauhi kelompoknya, zooplankton yang

memangsa fitoplankton mempengaruhi pengelompokkan fitoplankton. Sebagai akibat adanya proses

fisik dan kimia di perairan pantai, berkelompoknya plankton lebih sering dijumpai di perairan neritik

terutama perairan yang dipengaruhi oleh estuari dari pada perairan oseanik (Arinardi et al. 1997).

Produktivitas perairan pantai (neritik) ditentukan oleh beberapa faktor seperti arus pasang surut,

morfo-geografi setempat dan proses fisik dari lepas pantai. Adanya pulau-pulau akan

menyumbangkan produksi hayati yang lebih tinggi karena terjadinya pengayaan yang disebabkan

oleh turbulensi (pengadukan air), penaikan massa air di selat antara dua pulau atau lebih dan aliran

air sungai ke perairan pantai. Lingkungan yang tidak menguntungkan bagi plankton dapat

menyebabkan jumlah individunya berkurang, sehingga keadaan ini akan mempengaruhi kesuburan

perairan.

Page 4: Bahan Paper Juga

Di suatu perairan sering didapatkan adanya jumlah individu plankton yang berlimpah pada

suatu stasiun sedangkan pada stasiun lainnya di perairan yang sama jumlah tersebut sangat sedikit.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi horizontal plankton di suatu perairan tidakm merata.

Perbedaan distribusi kelimpahan plankton bukan saja terjadi secara horizontal tetapi juga secara

vertikal (Arinardi et al. 1997). Di perairan tropis terutama perairan Indonesia, penurunan dan

peningkatan kelimpahan plankton berlangsung sepanjang tahun. Penyebab perubahan ini belum

dapat diketahui dengan pasti, kelimpahan maksimum dan minimum ini juga tidak mencolok serta

terjadi beberapa kali secara bergantian sepanjang tahun (Arinardi et al. 1997).

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pengolahan data diantaranya Personal Computer (PC) dan Laptop,

Microsoft Office 2007 yang digunakan untuk membuat dokumen (mengolah data) serta menyimpan

dokumen. Software Echoview 4.0 yang tersedia untuk pengolahan data dari echosounders dan

sonar.Microsoft Excel 2007 digunakan untuk mentabulasi data serta memvisualisasikan data

plankton dengan menggunakan menu chart. Software ArcGis 9.0 dan MatLab 2010 yang digunakan

untuk memvisualisasikan sebaran nilai SV. Bahan yang akan digunakan adalah data akustik yang

diterima dalam bentuk echogram dengan format *.dt4 serta data plankton-net dalam bentuk

microsoft excell dengan satuan sel/m3.

3.3 Pengolahan Data

Pengolahan data secara keseluruhan dapat diolah menggunakan softwareEchoview 4.0 dalam

bentuk echogram, kemudian pada variabel properties dilakukan pengaturan nilai Elementary

Sampling Display Unit(ESDU) untuk pembatasan data, diantaranya dilakukan pengaturan grid jumlah

ping (300 ping) yang digunakan serta kedalaman (50 m) dan nilai threshold (-90 dB sampai -65 dB),

selain itu dilakukan juga kalibrasi sesuai dengan parameterparameter lingkungan pada saat

perekaman data akustik. Parameter tersebut diantaranya salinitas (32 ppt), suhu (30O C), kedalaman

(10 m), pH 8 serta frekuensi (201 kHz) yang digunakan. Hasil kalkulasi dari parameter-parameter

tersebut digunakan untuk mengetahui kecepatan suara (1542,43 m/detik) dan koefisien absorpsi

(0,08472 dB/m) dari alat yang digunakan. Integrasi cell dilakukan dengan menggunakan dongel

kemudian diperoleh ekstrak data dalam format *.csv, data dalam bentuk *.csv kemudian di konversi

ke bentuk *.txt, selanjutnya data divisualisasikan dengan menggunakan software ArcGis 9.0 dan

MatLab 2010.

Penentuan nilai threshold yang digunakan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan metode

progressive threshold. Progressive Threshold merupakan metode yang digunakan untuk

Page 5: Bahan Paper Juga

menapis/menyaring nilai hambur balik yang ditampilkan pada echogram sehingga dapat diperoleh

kisaran kanal hambur balik yang sesuai dengan jenis target yang diinginkan. kisaran nilai threshold

untuk objek yang berukuran kecil seperti plankton dengan frekuensi alat yang digunakan sebesar

200 kHz adalah -83,9 dB sampai -62,5 dB. Data kelimpahan plankton yang telah diolah diterima

dalam bentuk microsoft excell dengan satuan sel/m3, data tersebut diambil pada lapisan permukaan

(< 1 m) yang terdiri atas 24 stasiun yang titik pengambilannya bersamaan dengan titik pengambilan

data oseanografi pada saat survei dilakukan. Gambar 4 merupakan diagram alir pengolahan data

akustik maupun data plankton-net.

Page 6: Bahan Paper Juga

3.4 Analisis Data

Kelimpahan plankton di lokasi penelitian dianalisis dengan melihat trend yang terbentuk dari nilai Sv

plankton dalam satuan decibel (dB) di hubungkan dengan kedalaman, waktu dan membandingkan

dengan kelimpahan yang diperoleh dari plankton-net. Pengolahan data ini dilakukan dengan ArcGis

9.0, MatLab 2010 dan Microsoft Excell.

Xie. J dan Jones. I. S. F. 2009. A Sounding Scattering Layer in a Freshwater Reservoir. Marine Study

Center University of Sydney. Australia.

SIMRAD. 1993. http://www.simrad.com [12 Agustus 2012]

Vivian J. 2010. Pemanfaatan Metode Akustik untuk Melihat Hubungan antara Plankton dan Ikan

Pelagis di Perairan Arafura tahun 2006. Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Wardhana, W. 2003. Penggolongan Plankton. Departemen Biologi FMIPA. Skripsi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

Odum, EP. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.

Nybaken JW. 1992. Marine Biology: an Ecosystem Approach. The 2nd edition. Pearson Inc.

Paterson, M. 2007. Ecological Monitoring Assessment Network (EMAN) Protocols For Measuring

Biodiversity : Zooplankton In Fresh Waters. Departement of Fisheries and Oceans. Freshwater

Institute. Winnipeg, Manitoba.

Wiadnyana. N.N. 1998. Kesuburan dan Komunitas Plankton di Perairan Pesisir Dugul, Irian Jaya.

Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi –LIPI Guru-guru, Poka. Ambon.

Arinardi OH., Sutomo AB., Yusuf SA., Triaminingsih, Asnaryanti E., Riyono SH. 1997. Kisaran

Kelimpahan dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. LIPI.

Jakarta. 140 h.

Page 7: Bahan Paper Juga

GELOMBANG

Gelombang suara dipancarkan melalui sebuah alat yang menghasilkan energi suara pada kolom perairan

ataupun dasar perairan, prinsipnya yaitu mengubah energi elektrik menjadi energi mekanik. kecepatan suara

yang berada di perairan mencapai 1500 m/s. Metode akustik merupakan proses-proses perambatan suara,

karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intersitas), faktor lingkungan/medium, dan lainnya.

AKUSTIK

akustik pasif : suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai obyek pada kolom

perairan (prinsipnya adalah menerima suara).

akustik aktif : mengukur jarak dan arah dari obyek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan

menghasilkan pulsa suara dan mengukur waktu tempuh dari pulsa tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suara di perairan laut, sebagai berikut:

1. Suhu, Pada prinsipnya semakin tinggi suhu suatu medium, maka semakin cepat rambat bunyi dalam

medium tersebut. Dikarena makin tinggi suhu, maka semakin cepat getaran partikel-partikel dalam

medium tersebut. Akibatnya, proses perpindahan getaran makin cepat. Temperatur yang lebih panas

atau lebih dingin mempengaruhi kecepatan bunyi di udara.

2. Tekanan, setiap penambahan kedalaman maka tekanan akan semakin tinggi. Semakin tinggi tekanan

maka akan semakin tinggi cepat rambat bunyinya. Pengaruh tekan akan lebih besar dari suhu dan

salinitas pada lapisan Deep Layer. Hal tersebut karena partikel-partikel zat yang bertekanan tinggi

terkompresi sehingga cepat rambat yang dihasilkan lebih besar. Pada kedalaman berdasarkan

kecepatan suara dibagi dalam 3 zona, yaitu

Zona 1 (mix layer) : Kecepatan suara cenderung meningkat akibat faktor perubahan tekanan mendominasi

faktor perubahan suhu

Zona 2 (termochline) : Kecepatan suara menurun dan menjadi zona minimum kecepatan suara akibat

terjadinya perubahan suhu yang sangat drastis dan mendominasi faktor perubahan tekanan.

Zona 3 (deep layer) : Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan tekanan mendominasi

kembali faktor perubahan suhu.

1. Salinitas, Kenaikan salinitas meningkatkan modulus axial (larutan menjadi kurang kompres), sehingga

tiap kenaikan salinitas akan meningkatkan cepat rambat bunyi. Cepat rambat bunyi terhadap salinitas

seharusnya berkurang seiring kenaikan salinitas karena meningkatnya densitas.

2. Densitas, makin rapat medium umumnya semakin besar cepat rambat bunyi dalam medium tersebut.

Penyebabnya adalah makin rapat medium maka makin kuat gaya kohesi antarpartikel. Akibatnya

pengaruh suatu bagian medium kepada bagian yang lain akan mengikuti getaran tersebut dengan

segera sehingga perpindahan getaran terjadi sangat cepat.

Kecepatan suara bergantung pada suhu, salinitas, tekanan, musim dan lokasinya. Semakin jauh suara dari

sumber suara, maka kegiatan echo akan mengalami perubahan dan tergantung pada waktu

tempuhnya. Kecepatan perambatan gelombang suara ini sangat dipengaruhi oleh temperatur, salinitas dan

kedalaman air laut, ada juga persamaan yang menggambarkan dan membuktikan bahwa ada pengaruh, yaitu:

C = (1449.2 + 4.6T) – (0.055 T2) + 0.00029T3 + (1.34 – 0.010T)(S-35) + 0.016z

Keterangan :

Page 8: Bahan Paper Juga

            C = kecepatan suara [m/s]

            T = suhu [oC]

            Z = kedalaman [m]

            S = salinitas [psu]

Kecepatan suara dalam perairan sangat di pengaruhi oleh faktor suhu, bila suhu naik maka makin cepat pula

rambat suaranya.

CONDUCTIVITY TEMPERATURE DEPTH (CTD)

CTD adalah alat yang digunakan dalam sampling oseanografi untuk mengukur salinitas air laut, suhu serta

kedalaman air laut pada tempat dan kedalaman yang diinginkan. Alat ini terdiri dari 3 sensor utama, yaitu sensor

tekanan untuk pengukuran kedalaman, thermistor sebagai sensor suhu, dan sel induktif (conductivity) sebagai

sensor salinitas, juga dapat diberikan sensor tambahan seperti sensor klorofil, kekeruhan, oksigen

dsb. Umumnya ada 3 komponen utama dalam pengoperasian CTD yaitu : CTD, perangkat komputer

dengan software-nya, dan perangkat interface sebagai unit penghubung antara CTD dan komputer.

Prinsip Pengukuran CTD :

Pada Prinsipnya teknik pengukuran pada CTD ini adalah untuk mengarahkan sinyal dan mendapatkan sinyal

dari sensor yang menditeksi suatu besaran, kemudian mendapatkan data dari metode multiplexer dan

pengkodean (decode), kemudian memecah data dengan metode enkoder untuk di transfer ke serial data stream

dengan dikirimkan ke kontrolunit via cabel.

Page 9: Bahan Paper Juga

CTD diturunkan ke kolom perairan dengan menggunakan winch disertai seperangkat kabel elektrik secara

perlahan hingga ke lapisan dekat dasar kemudian ditarik kembali ke permukaan. CTD memiliki tiga sensor

utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk mengetahui daya hantar listrik air laut

(konduktivitas). Pengukuran tekanan pada CTD menggunakan strain gauge pressure monitor atau quartz crystal.

Tekanan akan dicatat dalam desibar kemudian tekanan dikonversi menjadi kedalaman dalam meter. Sensor

temperatur yang terdapat pada CTD menggunakan thermistor, termometer platinum atau kombinasi keduanya.

Sel induktif yang terdapat dalam CTD digunakan sebagai sensor salinitas. Pengukuran data tercatat dalam

bentuk data digital. Data tersebut tersimpan dalam CTD dan ditransfer ke komputer setelah CTD diangkat dari

perairan atau transfer data dapat dilakukan secara kontinu selama perangkat perantara (interface) dari CTD ke

komputer tersambung.

ACOUSTIC DOPPLER CURRENT PROFILER (ADCP)

Prinsip kerja ADCP berdasarkan perkiraan kecepatan baik secara horizontal maupun vertikal menggunakan efek

Doppler untuk menghitung kecepatan radial relatif, antara instrumen (alat) dan hamburan di laut.

Tiga beam akustik yang berbeda arah adalah syarat minimal untuk menghitung tiga komponen kecepatan. Beam

ke empat menambah pemborosan energi dan perhitungan yang error. ADCP mentransmisikan ping, dari tiap

elemen transducer secara kasar sekali tiap detik. Echo yang tiba kembali ke instrumen tersebut melebihi dari

periode tambahan, dengan echo dari perairan dangkal tiba lebih dulu daripada echo yang berasal dari kisaran

yang lebih lebar. Profil dasar laut dihasilkan dari kisaran yang didapat. Pada akhirnya, kecepatan relatif, dan

parameter lainnya dikumpulkan diatas kapal menggunakan Data Acquisition System (DAS) yang juga secara

optional merekam informasi navigasi, yang diproduksi oleh GPS.

.

Kegunaan ADCP pada berbagai aplikasi :

1. Perlindungan pesisir dan teknik pantai.

2. Perancangan pelabuhan dan operasional

3. Monitoring Lingkungan

4. Keamanan Perkapalan

ADCP  dapat menghitung secara lengkap, arah frekuensi gelombang spektrum, dan dapat dioperasikan di

daerah dangkal dan perairan dalam. Salah satu keuntungan ADCP adalah, tidak seperti directional wave buoy,

ADCP dapat dioperasikan dengan resiko yang kecil atau kerusakan. Sebagai tambahan untuk frekuensi

gelombang spektral, ADCP juga dapat digunakan untuk menghitung profil kecepatan dan juga level air.

Page 10: Bahan Paper Juga

Keuntungan ADCP:

1. Definisi yang tinggi dari arah arus/gelombang pecah.

2. Logistik yang sederhana dengan bagian bawah yang menjulang

3. Kerusakan yang kecil, dan resiko yang kecil.

4. Kualitas perhitungan permukaan yang tinggi yang berasal dari dasar laut

sumber : http://pehulmarine.wordpress.com/2012/12/29/akustik-laut/

.  KELEBIHAN & KEKURANGAN ECHO SOUNDERAdapun kelebihan dan kekurangan dari penggunaan echo sounder itu adalah sebagai

berikut :a.       Kelemahan dari penggunaan echo sounder adalah jika semakin dalam laut, gambar yang

dihasilkan semakin tidak jelas (tidak terlihat lebih spesifik gambar karang, ikan, kapal karam,dan sebagainya). Contoh ketika echo sounder digunakan di akuarium yang berisi ikan, gambar yang dihasilkan lebih jelas, hal ini dipengaruhi oleh laut. Disamping itu mengganggu komunikasi antar hewan laut contohnya paus dan lumba–lumba.

b.      Keuntungan dari penggunaan echo sounder adalah dapat mengukur kedalaman laut yang disertai dengan pemetaan dasar laut, disamping itu digunakan nelayan untuk mengetahui gerombolan ikan,serta dapat mengukur suhu air pada kedalaman tertentu. Penggunaan teknologi ini sangat membantu dalam pencarian sumber daya ikan yang baru, sehingga akan mempercapat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan  (Parkinson, B.W., 1996).