Bahan Lapak Tr Disolusi
-
Upload
prasetyo-hadi-nugroho -
Category
Documents
-
view
56 -
download
7
description
Transcript of Bahan Lapak Tr Disolusi
PEMBAHASAN
Pada praktikum Teknologi Formulasi Sediaan Solid dilakukan uji disolusi
tablet ranitidin. Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk
sediaan padat ke dalam media pelarut yang sesuai. Uji disolusi digunakan untuk
menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam monografi
pada sediaan tablet kecuali dinyatakan pada etiket tablet harus dikunyah atau tidak
memerlukan uji disolusi. Ketersediaan suatu obat sangat tergantung dari kemampuan
zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum diserap ke dalam tubuh. Suatu
bahan obat harus memiliki daya larut dalam air untuk memberi efek terapeutik.
Senyawa yang relatif tidak dapat larut mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak
sempurna, sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang
ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih
banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi
obat atau kompleksasi.
Sifat-sifat kimia, fisika, bentuk obat dan juga fisiologis dari sistem biologis
mempengaruhi kecepatan absorbsi suatu obat dalam tubuh. Oleh karena itu
konsentrasi obat, bagaimana kelarutannya dalam air, ukuran molekulnya, pKa dan
ikatan proteinnya adalah faktor-faktor kimia dan fisika yang harus dipahami untuk
mendesain suatu sediaan. Hal ini meliputi faktor difusi dan disolusi obat. Pada saat
suatu sediaan obat masuk ke dalam tubuh, selanjutnya terjadi proses absorbsi ke
dalam sirkulasi darah dan akan didistribusikan ke seluruh cairan dan jaringan tubuh.
Apabila zat aktif pada sediaan obat tersebut memiliki pelarut yang cepat, berarti efek
yang ditimbulkan juga akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya.
Pada percobaan ini ingin ditentukan konstanta kecepatan disolusi suatu obat.
Obat yang akan diukur kecepatan atau laju disolusinya adalah tablet ranitidine
hidroklorida yang melarut ke dalam media disolusi. Berdasarkan Farmakope
Indonesia edisi IV tahun 1995, medium disolusi yang digunakan adalah 900 ml air
dengan menggunakan alat disolusi tipe 2 pada 50 rpm pada waktu 45 menit.
Selanjutnya dilakukan penetapan kadar/konsentrasi ranitidine hidroklorida yang
terlarut dengan mengukur absorbansi filtrate larutan uji dengan menggunakan
instrument spektrofotometer pada panjang gelombang 314 nm.
Proses pelarutan tablet melalui proses disolusi yaitu melarutnya senyawa aktif
dari bentuk sediaannya (padat) ke dalam media pelarut. Setelah obat dalam larutan,
selanjutnya terjadi proses absorbsi ke dalam darah dan di bawa ke seluruh cairan dan
jaringan tubuh. Apabila zat aktif memiliki kecepatan pelarut yang cepat, berarti efek
yang ditimbulkan juga semakin cepat, begitu pula sebaliknya.
Sebelum uji disolusi terhadap tablet ranitidin, dibuat kurva baku dahulu
sebagai pembanding. Pembuatan kurva baku dengan membuat larutan baku dengan
variasi konsentrasi yaitu 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm dan 12 ppm. Dari masing-
masing konsentrasi larutan baku tersebut diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 314 nm. Pengukuran
absorbansi dilakukan secara triplo lalu dirata-ratakan. Dari kurva baku didapatkan
persamaan y = 0,0504x + 0,0735. Dimana y merupaka absorbansi dan x merupakan
konsentrasi.
Setelah didapatkan kurva baku, sampel obat dilakukan uji disolusi dengan
dimasukkan 3 tablet ranitidin masing – masing ke dalam wadah pada alat disolusi
yang telah diisi media yaitu 900 ml air secara serentak. Segera alat dijalankan pada
suhu 370 ± 0.50 C dengan kecepatan putaran 50 rpm selama 45 menit. Suhu pada uji
disolusi di setting 37 0C karena pada suhu tersebut sama dengan suhu tubuh manusia
karena diupayakan pada pengujian ini kondisi pada saat pengujian harus diupayakan
sama dengan kondisi pada saat obat melarut dalam tubuh. Suhu akan mempengaruhi
kecepatan melarut zat. Perbedaan sejauh lima persen dapat disebabkan oleh adanya
perbedaan suhu satu derajat. Kenaikan dalam pengadukan akan mempercepat
kelarutan. Umumnya kecepatan pengadukan adalah 50 atau 100 rpm. Pengadukan di
atas 100 rpm tidak menghasilkan data yang dapat dipakai untuk membeda-bedakan
hasil kecepatan melarut. Bilamana ternyata bahwa kecepatan pengadukan perlu lebih
dari 100 rpm maka lebih baik untuk mengubah medium daripada menaikkan rpm.
Walaupun 4% penyimpangan masih diperbolehkan, sebaiknya dihindarkan.
Setiap interval waktu (5”, 10”, 20”, 30”, dan 45”) larutan dalam labu disolusi
diambil 5 ml dengan menggunakan syrynge. Syringe harus terbuat dari bahan yang
inert agar tidak bereaksi dengan obat maupun medium disolusi. Setiap pengambilan 5
ml larutan aquadest yang berisi ranitidin harus ada penambahan 5 ml aquadest ke
dalam wadah disolusi yang telah berisi larutan aquadest agar larutan tersebut tetap
900 ml. Posisi yang dianjurkan untuk pengambilan cuplikan adalah di antara bagian
puncak dayung (atau keranjang) dengan permukaan medium (code of GMP).
Cuplikan harus diambil 10-25 mm dari dinding bejana disolusi, karena bagian ini
diperkirakan merupakan bagian yang paling baik pengadukannya. Posisi syrynge
harus tegak lurus agar hasil pengambilan volume akurat. Pengambilan larutan dalam
labu disolusi dilakukan dalam beberapa interval waktu, hal ini dilakukan untuk
mengetahui konsentrasi obat yang terlarut dalam media disolusi dalam waktu-waktu
tertentu.
Cuplikan yang diambil dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur
Absorbansinya pada spektrofotometri UV-Vis dengan λ 314 nm. Prinsip dasar alat ini
adalah spektrometri yaitu metode analisa kimia berdasarkan serapan oleh molekul
terhadap gelombang elektromagnetik (cahaya). Sehingga berhubungan dengan
absorbansi dan transmitansi. Absorbansi adalah cahaya yang dapat diserap oleh
sampel dan transmitansi adalah cahaya yang diteruskan panjang gelombang
maksimum, menentuakn kurva standar dan menentukan konsentrasi sampel. Panjang
gelombang 314 nm digunakan sebagai panjang gelombang untuk menganalisis
absorbansi ranitidin karena pada panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai
nilai yang maksimal. Dengan kata lain, pada panjang gelombang ini, sinar yang
dipancarkan oleh spektrofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Oleh karena
itu, pengukuran pada panjang gelombang 314 nm ini menghasilkan pengukuran yang
akurat. Nilai absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0.2 –
0.8. Anjuran ini didasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan A adalah
0.005 (kesalahan fotometrik).
Dari pengukuran didapatkan absorbansi dari setiap tablet pada interval waktu
tertentu. Nilai absorbansi tablet ranitidin I untuk t 5,t 10, t 20, t 30, t 45 antara lain :
0.2366, 0.5786, 0.4684, 0.4658, 0.4321. Nilai absorbansi tablet ranitidin II untuk t 5,
t 10, t 20, t 30, t 45 antara lain : 0.5289, 0.4076, 0.4410, 0.4289, 0.494. Nilai
absorbansi tablet ranitidin III untuk t 5,t 10, t 20, t 30, t 45 antara lain : 0.2778,
0.5444, 0.6897, 0.4458, 0.4369.
Bahas hasil konsentrasi sama persen disolusi ya yoo
Berdasarkan toleransi ranitidin hidroklorida yang terdapat dalam FI IV 1995,
tablet ini dalam waktu 45 menit harus larut tidak kurang dari 80% dari jumlah yang
tertera pada etiket.