Bahan etika lingkungan

17
Etika Lingkungan Hidup Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibagi dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan Ekosentrisme. Antroposentrisme Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memeliharan dan melestarikan alam lingkungannya. Kalaupun manusia bersifat

description

asdf asdf asdf asd fasdf asdf asdf asdf assdf assdfassdf asdf asdf

Transcript of Bahan etika lingkungan

Page 1: Bahan etika lingkungan

Etika Lingkungan Hidup

Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana

pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap

alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia

terhadap alam. Pandangan tersebut dibagi dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai

Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep

Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme,

Biosentrisme, dan Ekosentrisme.

Antroposentrisme

Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan yang

menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran

adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada

kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan

kebutuhan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri.

Alam dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.

Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini

juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi

kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memeliharan dan melestarikan alam

lingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-

mata demi menjamin kebutuhan dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas

pertimbangan bahwa alam mempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat

egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini

dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow Environmental

Ethics).

Biosentrisme

Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai

dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme

menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang mempunyai

Page 2: Bahan etika lingkungan

nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan

hanya manusia saja.

Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian. Maka,

kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harus dilindungi dan

diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya memilki harkat dan nilai dalam

dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung

didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salah satu bagian saja dari seluruh kehidupan

yang ada dimuka bumi, dan bukanlah merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka

secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.

Ekosentrisme

Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk

hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk

abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang ada didalamnya. Udara, walaupun tidak

termasuk makhluk hidup, namun sangat menentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk

hidup. Jadi, ekosentrisme selain sejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-

sama menentang teori antroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni

komunitas ekologis seluruhnya.

Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecology menganut

prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruh organisme dan makhluk

hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait. Sehingga

mempunyai suatu martabat yang sama. Ini menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk

hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah

hak universal yang tidak bisa diabaikan.

MANUSIA DAN KRISIS EKOLOGI

Sonny Keraf, pemerhati lingkungan hidup serta mantan menteri lingkungan hidup.

Beliau pernah berujar bahwa masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah

moral, atau persoalan perilaku manusia. Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita

alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global.

Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya.

Page 3: Bahan etika lingkungan

Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara

pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup

atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga lingkungan

masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut

manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta.

Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini

sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai

dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang

dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari

semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan

harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi

baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.

Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang

bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yang mempunya nilai,

sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kebutuhan dan kepentingan

hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar, diatas dan terpisah dari alam. Bahkan,

manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang

seperti ini melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap

alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.

Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan

hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologi yang bersumber pada cara

pandang dan perilaku manusia.

1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)

Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu

dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai

bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain, alam mempunyai hak untuk

dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama

karena kenyataan bahwa manusia adalah satu kesatuan dari alam.

2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)

Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya

masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau

Page 4: Bahan etika lingkungan

tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula

untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia untuk mengambil usaha, kebijakan dan

tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu

berarti kelestarian dan kerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama

seluruh umat manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-

membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan

kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk

mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak

sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.

3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)

Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk

dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta. Oleh karena itu, manusia

mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam, maka akan membangkitkan perasaan

solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.

Manusia lalu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bisa

merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak

dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena

ia merasa satu dengan alam.

Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua

kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak

merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia

tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri.

Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku

manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga mendorong manusia

untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap

tindakan yang merusak alam. Khususnya mendorong manusia untuk mengutuk dan

menentak pengrusakan alam dan kehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena

mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang rusak.

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)

Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis

mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Prinsip kasih

sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan

Page 5: Bahan etika lingkungan

atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai

dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang,

sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama

alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas

wawasannya seluas alam.

5. Prinsip “No Harm”

Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan

adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung

jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak

perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia

berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.

Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk

memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap

menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan hanya dilakukan sejauh

memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup

manusia yang bersifat kemewahan dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena

dianggap merugikan kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).

Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk

maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga dan

melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama bisa

mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam

semesta dan segala isinya : tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya

spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak

membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.

6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam

Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam

adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak

dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya.

Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan

antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas

Page 6: Bahan etika lingkungan

kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif,

tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam

untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari

alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan

produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisa ditolerir oleh

alam.

Pengembangan Permukiman

Menurut UU No. 4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertian sebagai bagian

dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun

pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan

kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata human

settelments yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. Dengan demikian terlihat

jelas bahwa kata permukiman mengandung unsur dimensi waktu dalam prosesnya. Melalui

kajian tersebut terlihat bahwa pengertian permukiman dan pemukiman berbeda. Kata

pemukiman mempunyai makna yang lebih menunjuk kepada objek, yang dalam hal ini hanya

merupakan unit tempat tinggal (hunian), contohnya seperti: rumah susun, apartemen, dan

perumahan.

Sebelum membahas mengenai pengembangan permukiman, ada baiknya kita

mengetahui tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian yang dikategorikan sebagai berikut

(Maslow, 1970):

1. Survival Needs

Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi

pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk menunjang keselamatan

hidup manusia.

2. Safety and Security Needs

Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat berikutnya ini

terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota badan, serta hak milik.

3. Affilitation Needs

Page 7: Bahan etika lingkungan

Pada tingkatan ini, hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai anggota dalam

golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai identitas seseorang untuk diakui dalam

golongan masyarakat.

4. Esteem Needs

Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh dihargai dan

diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini, hunian merupakan sarana untuk mendpatkan

pengakuan atas jati dirinya dri masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

5. Cognitive and Aesthetic Needs

Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat

memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan

sekitarnya.

Dilihat dari tingkatan tersebut, tuntutan masyarakat kota terhadap hunian berada pada

tingkatan 3, 4 , dan 5. Berbeda dengan tuntutan masyarakat desa terhadap hunian yang masih

berada pada tingkatan 1, 2, dan 3. Oleh karena itu, dilakukan program untuk memenuhi

kebutuhan hunian dengan dilakukannya pengembangan dalam permukiman.

Pada dasarnya, pengembangan pemukiman berupa strategi pembangunan baik di kota

maupun di desa. Berikut program-program pembangunan tersebut:

Program Pengembangan Permukiman Kota

1. Program Pengadaan Perumahan Baru

Pembangunan perumahan baru harus dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa

hal, yaitu :

a. Penyediaan infrastruktur, seperti jaringan jalan, saluran sanitasi dan drainase, jaringan

air bersih, dan jaringan listrik.

b. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, sosial

masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.

c. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiatan penghuninya,

serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan air bersih dalam jangka panjang.

Program pembangunan perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh pemerintah

(PERUMNAS) maupun pihak swasta.

2. Program Perbaikan Kampung

Page 8: Bahan etika lingkungan

Berdasarkan strukturnya, kampung merupakan salah satu elemen pembentuk kota.

Secara fisik, kondisi kampung dikota-kota besar saat ini pada umumnya sangat buruk. Hal

ini terutama dipicu karena masalah kepadatan. Tingginya angka kepadatan penduduk

dikampung-kampung diperkotaan membawa berbagai dampak negatif bagi kondisi

kampung tersebut, yaitu:

a. Kehidupan sosial yang tidak teratur

b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial sangat rendah

c. Kurangnya infrastruktur

d. Tata guna lahan yang tidak teratur

e. Kondisi rumah yang kurang sehat

3. Program Peremajaan Kota

Pada program ini, dilakukan pengaturan kembali struktur kota yang tidak sesuai.

Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan potensi yang telah ada dan

untuk menumbuhkan potensi yang baru, khususnya yang terkait dengan aspek ekonomi.

Sasaran kegiatan ini adalah peremajaan sarana prasarana yang bersifat strategis yang

biasanya berupa:

a. Sarana dan prasarana dengan kualitas yang sangat rendah

b. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan suatu wilayah

c. Sarana dan prasarana dikawasan yang sering mengalami bencana

4. Program Rumah Sewa

Program ini merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah hunian pada suatu

wilayah perkotaan yang tingkat kepadatannya sudah sangat tinggi serta sulit untuk

mendapatkan lahan yang kosong karena terbatasnya wilayah perkotaan tersebut. Rumah

sewa disini, dapat berupa apartemen, ruman susun, maupun kontrakan.

Program Pengembangan Permukiman Desa

1. Program Perbaikan Desa

Page 9: Bahan etika lingkungan

Program ini merupakan Program Perbaikan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT).

Tujuan P2LDT adalah menciptakan kondisi masyarakat desa yang memiliki kesadaran,

kemampuan, dan keterampilan untuk memperbaiki rumah dan lingkungan desanya.

2. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Kecil

Adapun sasaran program pengembangan pusat pertumbuhan kecil ini adalah sebagai

berikut:

a. Memberikan infrastruktur desa dengan cara yang paling efisien untuk mendukung

pertumbuhan ekonomi desa

b. Menciptakan keterkaitan secara efektif antara ekonomi desa dan kota

c. Mempergunakan sumber daya manusia dan alan yang tersedia didaerah secara

maksimal

d. Memberikan kualitas pelayanan ekonomi dan sosial yang tinggi untuk masyarakat

desa

Pembangunan Berwawasan Lingkungan Dalam Pengembangan

Permukiman

Untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan lingkungan

permukiman yang berkesinambungan, maka diperlukan adanya perhatian dan penanganan

khusus bagi pengembangan lingkungan tersebut. Hal ini juga tersirat dalam hasil konferensi

PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972. Pada kesempatan itu

disepakati bahwa tanggal 5 Juni merupakan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia. Selain itu,

masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup juga dijadikan topic utama didalam KTT

Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro (Brazilia). Berbekal kajian dari hasil referensi tersebut,

Page 10: Bahan etika lingkungan

maka bisa disebutkan bahwa pengembangan permukiman merupakan satu pasang dengan

pembinaan lingkungan untuk mengatasi masalah lingkungan.

Aktifitas pembangunan, dalam proses pengembangan permukiman, secara umum

dapat menimbulkan dampak pada lingkungan. Dampak ini bisa positif ataupun negative.

Dampak positif akan menguntungkan pembangunan, sementara dampak negative,

menimbulkan resiko bagi lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkanlah pembangunan yang

berwawasan pada lingkungan.

Kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah AMDAL (Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan). AMDAL mempunyai maksud sebagai alat untuk merencanakan

tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu

aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera dalam

Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan

pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999. Pasal 15 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa

setiap rencana usaha dan/atau kegiatan (pembangunan) yang memungkinkan dapat

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis

mengenai dampak lingkungan sekaligus sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Dengan dasar tersebut yang akan bertanggung jawab penuh terhadap kerusakan yang

mungkin terjadi akibat suatu proses pembangunan adalah pemilik atau pemrakarsa proyek

pembangunan yang bersangkutan dengan sepenuhnya membiayai dan menyelenggarakan

AMDAL.Pentingnya melibatkan peran serta masyarakat yang berdasarkan pula pada unsur-

unsur nilai lingkungan sosio-budayanya sudah disyarakatkan pula dalam Bab VI Peraturan

Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Menurut

peraturan ini, rencana usaha atau kegiatan wajib AMDAL harus diumumkan kepada

masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL, dan warga masyarakat yang

berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan tentang rencana usaha

atau kegiatan tersebut. Pada tahun 2000 Pemerintah RI pernah mengeluarkan Surat

Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan

Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yang mengatur proses keterlibatan masyarakat

secara lebih rinci. Masyarakat berhak tahu tentang perubahan lingkungannya, karena

masyarakat terdiri dari berbagai orang yang memiliki beragam informasi, data, dan

Page 11: Bahan etika lingkungan

pengetahuan. Masyarakat harus sadar bahwa mereka memiliki pengetahuan yang jauh lebih

baik tentang wilayahnya daripada sekumpulan tenaga ahli yang akan menggarap wilayahnya.

Dalam hal ini, yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan permukiman antara

lain sebagai berikut :

1. Penggunaan teknologi bersih yang berwawasan lingkungan dengan segala perencanaan

yang baik dan layak. Jadi disini, baik alat maupun bahan yang dipergunakan untuk

mengembangkan permukiman haruslah yang ramah lingkungan.

2. Pemanfaatan lahan, bahan ataupun energy yang digunakan untuk pengembangan

permukiman haruslah sehemat mungkin.

3. Diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan terhadap jalannya pembangunan,

sehingga sesuai dengan rencana dan tujuannya.

4. Penerapan etika-etika lingkungan dalam pengembangan permukiman.

5. Diperlukan adanya kesadaran instansi yang mengelola proyek-proyek untuk tetap

memenuhi kewajibannya melaksanakan AMDAL

6. Peran serta masyarakat dalam mensukseskan pengembangan permukiman yang

berwawasan lingkungan.