Bahan etika lingkungan
-
Upload
irwansyahadam -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of Bahan etika lingkungan
Etika Lingkungan Hidup
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana
pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap
alam, dimana pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia
terhadap alam. Pandangan tersebut dibagi dalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai
Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep
Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme,
Biosentrisme, dan Ekosentrisme.
Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan yang
menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran
adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada
kepentingan manusia. Alam dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan
kebutuhan manusia. Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri.
Alam dipandang dan diperlakukan hanya sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini
juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan hidup yang baik, maka demi
kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban memeliharan dan melestarikan alam
lingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-
mata demi menjamin kebutuhan dan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas
pertimbangan bahwa alam mempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat
egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini
dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow Environmental
Ethics).
Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang mempunyai nilai
dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan demikian, biosentrisme
menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya manusialah yang mempunyai
nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan
hanya manusia saja.
Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian. Maka,
kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harus dilindungi dan
diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya memilki harkat dan nilai dalam
dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung
didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salah satu bagian saja dari seluruh kehidupan
yang ada dimuka bumi, dan bukanlah merupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka
secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk
hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk
abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang ada didalamnya. Udara, walaupun tidak
termasuk makhluk hidup, namun sangat menentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk
hidup. Jadi, ekosentrisme selain sejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-
sama menentang teori antroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni
komunitas ekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecology menganut
prinsip biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruh organisme dan makhluk
hidup adalah anggota yang sama statusnya dari suatu keseluruhan yang terkait. Sehingga
mempunyai suatu martabat yang sama. Ini menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk
hidup dan berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah
hak universal yang tidak bisa diabaikan.
MANUSIA DAN KRISIS EKOLOGI
Sonny Keraf, pemerhati lingkungan hidup serta mantan menteri lingkungan hidup.
Beliau pernah berujar bahwa masalah lingkungan hidup memiliki kesatuan dengan masalah
moral, atau persoalan perilaku manusia. Dengan demikian, krisis ekonomi global yang kita
alami dewasa ini adalah juga merupakan persoalan moral, atau krisis moral secara global.
Karena menjadi krisis moral kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya.
Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara
pandang dan perilaku manusia terhadap alam. Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup
atau gaya hidup baru yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga lingkungan
masyarakat secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut
manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta.
Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini
sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai
dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang
dan keliru menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari
semua bencana lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan
harus pula menyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi
baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang
bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yang mempunya nilai,
sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kebutuhan dan kepentingan
hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar, diatas dan terpisah dari alam. Bahkan,
manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang
seperti ini melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap
alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.
Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan
hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologi yang bersumber pada cara
pandang dan perilaku manusia.
1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu
dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai
bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain, alam mempunyai hak untuk
dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama
karena kenyataan bahwa manusia adalah satu kesatuan dari alam.
2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya
masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau
tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula
untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia untuk mengambil usaha, kebijakan dan
tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu
berarti kelestarian dan kerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama
seluruh umat manusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-
membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan
kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk
mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak
sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk
dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta. Oleh karena itu, manusia
mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam, maka akan membangkitkan perasaan
solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.
Manusia lalu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bisa
merasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak
dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena
ia merasa satu dengan alam.
Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua
kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak
merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia
tidak akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri.
Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku
manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga mendorong manusia
untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap
tindakan yang merusak alam. Khususnya mendorong manusia untuk mengutuk dan
menentak pengrusakan alam dan kehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena
mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis
mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Prinsip kasih
sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan
atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai
dan peduli kepada alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang,
sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama
alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas
wawasannya seluas alam.
5. Prinsip “No Harm”
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan
adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung
jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak
perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia
berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.
Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk
memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan tumbuhan, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap
menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan hanya dilakukan sejauh
memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup
manusia yang bersifat kemewahan dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena
dianggap merugikan kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).
Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk
maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care), melindungi, menjaga dan
melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama bisa
mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam
semesta dan segala isinya : tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya
spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak
membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam
adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak
dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya.
Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan
antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas
kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif,
tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam
untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari
alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan
produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisa ditolerir oleh
alam.
Pengembangan Permukiman
Menurut UU No. 4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertian sebagai bagian
dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata human
settelments yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. Dengan demikian terlihat
jelas bahwa kata permukiman mengandung unsur dimensi waktu dalam prosesnya. Melalui
kajian tersebut terlihat bahwa pengertian permukiman dan pemukiman berbeda. Kata
pemukiman mempunyai makna yang lebih menunjuk kepada objek, yang dalam hal ini hanya
merupakan unit tempat tinggal (hunian), contohnya seperti: rumah susun, apartemen, dan
perumahan.
Sebelum membahas mengenai pengembangan permukiman, ada baiknya kita
mengetahui tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian yang dikategorikan sebagai berikut
(Maslow, 1970):
1. Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi
pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk menunjang keselamatan
hidup manusia.
2. Safety and Security Needs
Kebutuhan terhadap keselamatan dan keamanan yang ada pada tingkat berikutnya ini
terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota badan, serta hak milik.
3. Affilitation Needs
Pada tingkatan ini, hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagai anggota dalam
golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai identitas seseorang untuk diakui dalam
golongan masyarakat.
4. Esteem Needs
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia butuh dihargai dan
diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini, hunian merupakan sarana untuk mendpatkan
pengakuan atas jati dirinya dri masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
5. Cognitive and Aesthetic Needs
Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat
memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara visual) pada lingkungan
sekitarnya.
Dilihat dari tingkatan tersebut, tuntutan masyarakat kota terhadap hunian berada pada
tingkatan 3, 4 , dan 5. Berbeda dengan tuntutan masyarakat desa terhadap hunian yang masih
berada pada tingkatan 1, 2, dan 3. Oleh karena itu, dilakukan program untuk memenuhi
kebutuhan hunian dengan dilakukannya pengembangan dalam permukiman.
Pada dasarnya, pengembangan pemukiman berupa strategi pembangunan baik di kota
maupun di desa. Berikut program-program pembangunan tersebut:
Program Pengembangan Permukiman Kota
1. Program Pengadaan Perumahan Baru
Pembangunan perumahan baru harus dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa
hal, yaitu :
a. Penyediaan infrastruktur, seperti jaringan jalan, saluran sanitasi dan drainase, jaringan
air bersih, dan jaringan listrik.
b. Penyediaan fasilitas pendukung, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, sosial
masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
c. Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung bagi kegiatan penghuninya,
serta sebagai strategi mempertahankan ketersediaan air bersih dalam jangka panjang.
Program pembangunan perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh pemerintah
(PERUMNAS) maupun pihak swasta.
2. Program Perbaikan Kampung
Berdasarkan strukturnya, kampung merupakan salah satu elemen pembentuk kota.
Secara fisik, kondisi kampung dikota-kota besar saat ini pada umumnya sangat buruk. Hal
ini terutama dipicu karena masalah kepadatan. Tingginya angka kepadatan penduduk
dikampung-kampung diperkotaan membawa berbagai dampak negatif bagi kondisi
kampung tersebut, yaitu:
a. Kehidupan sosial yang tidak teratur
b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial sangat rendah
c. Kurangnya infrastruktur
d. Tata guna lahan yang tidak teratur
e. Kondisi rumah yang kurang sehat
3. Program Peremajaan Kota
Pada program ini, dilakukan pengaturan kembali struktur kota yang tidak sesuai.
Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan potensi yang telah ada dan
untuk menumbuhkan potensi yang baru, khususnya yang terkait dengan aspek ekonomi.
Sasaran kegiatan ini adalah peremajaan sarana prasarana yang bersifat strategis yang
biasanya berupa:
a. Sarana dan prasarana dengan kualitas yang sangat rendah
b. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan suatu wilayah
c. Sarana dan prasarana dikawasan yang sering mengalami bencana
4. Program Rumah Sewa
Program ini merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah hunian pada suatu
wilayah perkotaan yang tingkat kepadatannya sudah sangat tinggi serta sulit untuk
mendapatkan lahan yang kosong karena terbatasnya wilayah perkotaan tersebut. Rumah
sewa disini, dapat berupa apartemen, ruman susun, maupun kontrakan.
Program Pengembangan Permukiman Desa
1. Program Perbaikan Desa
Program ini merupakan Program Perbaikan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT).
Tujuan P2LDT adalah menciptakan kondisi masyarakat desa yang memiliki kesadaran,
kemampuan, dan keterampilan untuk memperbaiki rumah dan lingkungan desanya.
2. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Kecil
Adapun sasaran program pengembangan pusat pertumbuhan kecil ini adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan infrastruktur desa dengan cara yang paling efisien untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi desa
b. Menciptakan keterkaitan secara efektif antara ekonomi desa dan kota
c. Mempergunakan sumber daya manusia dan alan yang tersedia didaerah secara
maksimal
d. Memberikan kualitas pelayanan ekonomi dan sosial yang tinggi untuk masyarakat
desa
Pembangunan Berwawasan Lingkungan Dalam Pengembangan
Permukiman
Untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi pengembangan lingkungan
permukiman yang berkesinambungan, maka diperlukan adanya perhatian dan penanganan
khusus bagi pengembangan lingkungan tersebut. Hal ini juga tersirat dalam hasil konferensi
PBB tentang Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1972. Pada kesempatan itu
disepakati bahwa tanggal 5 Juni merupakan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia. Selain itu,
masalah yang berkaitan dengan lingkungan hidup juga dijadikan topic utama didalam KTT
Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro (Brazilia). Berbekal kajian dari hasil referensi tersebut,
maka bisa disebutkan bahwa pengembangan permukiman merupakan satu pasang dengan
pembinaan lingkungan untuk mengatasi masalah lingkungan.
Aktifitas pembangunan, dalam proses pengembangan permukiman, secara umum
dapat menimbulkan dampak pada lingkungan. Dampak ini bisa positif ataupun negative.
Dampak positif akan menguntungkan pembangunan, sementara dampak negative,
menimbulkan resiko bagi lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkanlah pembangunan yang
berwawasan pada lingkungan.
Kunci pembangunan berwawasan lingkungan adalah AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan). AMDAL mempunyai maksud sebagai alat untuk merencanakan
tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu
aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, AMDAL tertera dalam
Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999. Pasal 15 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa
setiap rencana usaha dan/atau kegiatan (pembangunan) yang memungkinkan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis
mengenai dampak lingkungan sekaligus sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Dengan dasar tersebut yang akan bertanggung jawab penuh terhadap kerusakan yang
mungkin terjadi akibat suatu proses pembangunan adalah pemilik atau pemrakarsa proyek
pembangunan yang bersangkutan dengan sepenuhnya membiayai dan menyelenggarakan
AMDAL.Pentingnya melibatkan peran serta masyarakat yang berdasarkan pula pada unsur-
unsur nilai lingkungan sosio-budayanya sudah disyarakatkan pula dalam Bab VI Peraturan
Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Menurut
peraturan ini, rencana usaha atau kegiatan wajib AMDAL harus diumumkan kepada
masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL, dan warga masyarakat yang
berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan tentang rencana usaha
atau kegiatan tersebut. Pada tahun 2000 Pemerintah RI pernah mengeluarkan Surat
Keputusan Kepala Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan
Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL yang mengatur proses keterlibatan masyarakat
secara lebih rinci. Masyarakat berhak tahu tentang perubahan lingkungannya, karena
masyarakat terdiri dari berbagai orang yang memiliki beragam informasi, data, dan
pengetahuan. Masyarakat harus sadar bahwa mereka memiliki pengetahuan yang jauh lebih
baik tentang wilayahnya daripada sekumpulan tenaga ahli yang akan menggarap wilayahnya.
Dalam hal ini, yang dapat dilakukan dalam proses pengembangan permukiman antara
lain sebagai berikut :
1. Penggunaan teknologi bersih yang berwawasan lingkungan dengan segala perencanaan
yang baik dan layak. Jadi disini, baik alat maupun bahan yang dipergunakan untuk
mengembangkan permukiman haruslah yang ramah lingkungan.
2. Pemanfaatan lahan, bahan ataupun energy yang digunakan untuk pengembangan
permukiman haruslah sehemat mungkin.
3. Diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan terhadap jalannya pembangunan,
sehingga sesuai dengan rencana dan tujuannya.
4. Penerapan etika-etika lingkungan dalam pengembangan permukiman.
5. Diperlukan adanya kesadaran instansi yang mengelola proyek-proyek untuk tetap
memenuhi kewajibannya melaksanakan AMDAL
6. Peran serta masyarakat dalam mensukseskan pengembangan permukiman yang
berwawasan lingkungan.