Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

22
TUGAS ETIKA LINGKUNGAN Tugas menyusun makalah dalam mata kuliah Etika Lingkungan oleh Dosen Dr. Tasdiyanto Rohadi, M.Si, pada Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas 11 Maret Surakarta (UNS) tahun 2012 Alex Luqman Setio Wibowo, ST NIM : A 131208001

Transcript of Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

Page 1: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

1 | P a g e

TUGAS ETIKA LINGKUNGAN

Tugas menyusun makalah dalam mata kuliah Etika Lingkungan oleh Dosen Dr. Tasdiyanto Rohadi, M.Si, pada Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas 11 Maret Surakarta (UNS) tahun 2012

Alex Luqman Setio Wibowo, ST NIM : A 131208001

Page 2: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

2 | P a g e

DAFTAR ISI

Bab I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. RUANG LINGKUP MATERI

Bab II LANDASAN TEORI

A. TEORI Antroposentrisme B. TEORI Biosentrisme C. TEORI Ekosentrisme D. TEORI Zoosentrisme

Bab III PEMBAHASAN

A. ETIKA LINGKUNGAN GLOBAL B. ETIKA LINGKUNGAN INDONESIA

Bab IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Segala yang ada di dunia ini cukup untuk memenuhi keperluan semua orang,

tapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keperluan satu orang yang

rakus.

Page 3: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

3 | P a g e

Bab I PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu

berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam

yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan tempat manusia

untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen

terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan

jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan

sumber oksigen yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud

apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.

Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung

dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan

sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau

krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti

norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri.

Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu

saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara

drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang

diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya

mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.

Etika lingkungan menjadi penting karena ia memberikan panduan bagi kita dalam

berhubungan dan memperlakukan alam dan terlebih dewasa ini isu lingkungan, seperti

perubahan iklim atau pemanasan global, telah menjadi isu global. Sehingga usaha kembali

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait etika lingkungan menjadi sangat relevan

saat ini, sebagai misal, apakah tindakan kita yang menyebabkan suatu spesies menjadi

punah menjadi isu yang sangat penting; manakah yang lebih penting, mempertahankan

sebuah hutan atau membuatnya menjadi daerah yang memberikan kesejahteraan bagi

umat manusia; apakah kepunahan suatu spesies atau kerusakan ekosistem merupakan

harga yang wajar bagi terciptanya kesempatan kerja dan lain sebagainya.

Page 4: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

4 | P a g e

B TUJUAN Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari etika Lingkungan.

2. Untuk mengetahui jenis-jenis etika Lingkungan.

3. Untuk mengetahui teori tentang etika Lingkungan.

4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dari etika Lingkungan.

C RUANG LINGKUP MATERI Ruang lingkup materi yang menjadi syarat dalam penulisan makalah ini adalah

sedapat mungkin mengenali teori-teori mengenai etika lingkungan dari berbagai pakar

terutama yang belum diperkenalkan dalam proses belajar di kampus. Dengan demikian

wawasan mengenai berbagai ilmu etika lingkungan akan memperkaya khasanah

pengetahuan mahasiswa.

Pada pembuatan makalah ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data

yaitu dari buku-buku mengenai etika lingkungan hidup dan data dari internet. Sehingga

apabila dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama dari

sumber atau penulis lain harap dimaklumi dan merupakan unsur ketidaksengajaan.

Bab II LANDASAN TEORI

1 PENGERTIAN ETIKA LINGKUNGAN Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari

bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori

mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan.

Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan

itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan

berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah

mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi

kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara

langsung maupun secara tidak langsung.

Page 5: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

5 | P a g e

Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul

dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut

lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap

terjaga.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika

lingkungan sebagai berikut:

a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu

menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.

b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk emnjaga

terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.

c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.

d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk

hidup yang lain.

Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia

terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu

antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia

dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.

2 JENIS-JENIS ETIKA LINGKUNGAN Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan

menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika

lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika

pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk

kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha

pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.

a. Etika Ekologi Dangkal

Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan

bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris.

Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme

serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli

Page 6: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

6 | P a g e

lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Secara umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal berikut ini :

1. Manusia terpisah dari alam.

2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung

jawab manusia.

3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.

4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.

5. Norma utama adalah untung rugi.

6. Mengutamakan rencana jangka pendek.

7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya

dinegara miskin.

8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.

b. Etika Ekologi Dalam

Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat

pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang,

sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki

prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki

hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk

berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia

dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini

maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.

Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :

1. Manusia adalah bagian dari alam.

2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh

manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.

3. Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan

sewenang-wenang.

4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.

5. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.

Page 7: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

7 | P a g e

6. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.

7. Menghargai dan memelihara tata alam.

8. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.

9. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu

sistem mengambil sambil memelihara.

Demikian pembagian etika lingkungan, Keduanya memiliki beberapa perbedaan-perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan demikian etika lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

3 Teori Etika Lingkungan Sebagaimana telah disebutkan di depan, etika lingkungan berkembang pada tahun 1970an

dan 1980an sebagai hasil dari gerakan lingkungan dan karya-karya sarjana Anglo-Amerika yang

dipicu oleh penemuan teknologi nuklir dan pestisida kimia. Mereka tidak lagi menggunakan

pendekatan atau setidaknya memperluas ajaran etika tradisional, melainkan pendekatan

yang disebut dengan meta-etika. Meta-etika merupakan pendekatan bagaimana

mendefinisikan pengadapengada (beings) agar dikategorikan memiliki kewenangan moral

dalam etika lingkungan. Dalam hal ini adalah bagaimana mendefinisikan nilai dad objek-objek

natural, apakah mereka memiliki nilai-nilai intrinsik, inheren atau instrumental.

1. Antroposentrisme

Teori lingkungan ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.

Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem

dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun

secara tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya, yaitu : nilai dan

prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan etika hanya berlaku bagi manusia.

Antroposentrisme selain bersifat antroposentris, juga sangat instrumentalistik.

Artinya pola hubungan manusia dan alam di lihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini

sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga apabila alam atau komponennya dinilai

tidak berguna bagi manusia maka alam akan diabaikan (bersifat egois).

Page 8: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

8 | P a g e

Karena bersifat instrumentalik dan egois maka teori ini dianggap sebagai sebuah

etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini dianggap

sebagai salah satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang terjadi.

Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi

memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli terhadap alam.

2. Biosentrisme

Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai

nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam

juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme

menolak argumen antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela

oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di

muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan

diselamatkan.

Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral baik pada manusia

maupun pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki

nilai moral, dan kehidupan makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius

dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi

kepentingan manusia.

3. Ekosentrisme

Teori ini secara ekologis memandang makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup

(abiotik) lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk mencakup komunitas

ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral

tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.

Salah satu versi ekosentrisme adalah Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh Arne

Naess (filsuf Norwegia) tahun 1973 dalam artikelnya ”The shallow and the Deep, Long-range

Ecological Movement: A summary”. DE menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada

manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya

mengatasi persoalan lingkungan hidup.

Page 9: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

9 | P a g e

4. Zoosentrisme

Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak

binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika

ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati

kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan.

Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah

satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan

senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan

penuh belas kasih.

5. Hak Asasi Alam

Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup

membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan berkembang.Makhluk hidup seperti

binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang

berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini. Maka mereka

juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik

yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan

demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai

obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan.

4 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan Adapun prinsip-prinsip dari etika lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)

2. Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)

3. Solidaritas kosmis (cosmic solidarity)

4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)

5. Prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu

6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam

7. Prinsip keadilan

8. Prinsip demokrasi

9. Prinsip integritas moral

Page 10: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

10 | P a g e

Dari beberapa pembahasan di atas, bahwa kita di tuntut untuk menjaga lingkungan.

Dalam menjaga lingkungan, manusia harus memiliki ”etika”. Etika lingkungan ini adalah

sikap kita dalam menjaga kelestarian alam ini agar alam ini tidak rusak, baik ekosistem

maupun habitatnya. Perlu kita sadari bahwa kita ini juga nagian dari alam ini. Maka kita

harus menjaga lingkungan ini dengan baik dengan norma-norma etika lingkungan.

Bab III PEMBAHASAN Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai

Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental

Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan

ekosentrisme.(Sony Keraf: 2002)

Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara

pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana perhatian

utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya,

dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan

yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihat dalam istilah Frankena--

sebagai satu-satunya moral patient (William K. Frankena:1979). Akibatnya, secara teleologis,

diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan

dihindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu. Etika antroposentrisme ini dalam

pandangan Arne Naess dikategorikan sebagai Shallow Ecology (kepedulian lingkungan yang

dangkal).

Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan

ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai

makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk

ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu

jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara

fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan "memandang

manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan".(Fritjof Capra:1997)

Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan

Page 11: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

11 | P a g e

biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan

seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik

yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis

lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral

tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama

juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal

sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne

Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973. di mana prinsip moral yang dikembangkan

adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis.

Etika ini dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-

prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Etika ini

menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekadar sesuatu

yang instrumental dan ekspansionis sebagaimana ditemukan pada antroposentrisme dan

biosentrisme. Dengan demikian, Deep Ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan

diantara orang-orang yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam,

dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik.

Akar gerakan Deep Ecology telah ditemukan pada teori ekosentrisme pada umumnya dan

kritik sosial dari Henry David Thoureau, John Muir, D.H. Lawrence, Robinson Jeffers, dan

Aldo Huxley. Pengaruh Taoisme, Fransiskus Asisi, Zen Budhisme, dan Barukh Spinoza juga

sangat kuat dalam teori-teori dan gerakan Deep Ecology (George Session:1995)

Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Krisis

alam yang terasa begitu mengkhawatirkan akan membawa dampak pada setiap dimensi

kehidupan ini. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan

yang hierarkis. Melainkan sebuah satu kesatuan organis yang saling bergantung satu sama

lain. Sebuah jaring-jaring kehidupan yang harmonis.

Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat

dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan

Page 12: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

12 | P a g e

dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik

secara langsung atau tidak langung.

Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai

dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan

mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.

Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan

kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia.

Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri

Biosentrisme dan Ekosentrisme

Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh

karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu

pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi

keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika

untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada

komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada

ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya

(ekosentrism)

Dulu, alam dan manusia hidup secara harmonis. Tapi kini, homo industrialus ini mengambil

posisi berhadapan langsung secara diametral dengan alam, menjadi musuh tak tertaklukkan.

Kepentingan ekonomi mendorong pengusaha perkayuan menebang hutan secara membabi-

buta, juga meringankan tangan pemerintah mengeluarkan izin-izin bagi eksploitasi hutan-

hutan alam. Dan, setiap upaya hukum bagi para perusak lingkungan ini selalu saja berputar-

putar di tempat yang sama. Padahal bumi sudah sakit.

Philippe Vaquette dalam Le Guide De L’Educateur Nature mengatakan, sebagaimana

manusia membutuhkan dokter karena suatu penyakit, bumi juga membutuhkan “dokter”

untuk alasan yang sama. Idealnya, dokter baik ialah dokter yang membantu pasien

mencegah penyakit. Tapi kini lupakan itu! Dokter yang diperlukan lingkungan kita adalah

yang bisa mengobati penyakit kronis stadium tertinggi.

Page 13: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

13 | P a g e

Obat terbaik yang bisa diresepkan “dokter” lingkungan adalah mengupayakan lahirnya

generasi sadar lingkungan. Karena tak mungkin berharap banyak dari generasi kini.

Tumpuan harapan ialah anak-anak yang kini bermain di taman kanak-kanak, atau bayi-bayi

yang belajar merangkak, bahkan janin-janin di dalam perut ibunya. Dengan terpaksa —dan

tega—, ke pundak-pundak kecil dan masih lemah ini akan kita timpakan beban berat itu.

Mereka akan memutus mata rantai dengan masa lalu, kemudian membangun masa

depannya sendiri. Walaupun terlambat, waktu memulainya adalah kini. Semakin ditunda,

kita akan melakukan lebih banyak intervensi dibandingkan perlindungan terhadap alam.

Diyakini bahwa generasi baru itu akan lahir dari proses pendidikan. Pendidikan ekologi yang

ditanamkan ke sistem berfikir generasi mendatang akan membentuk kesadaran tentang

peran penting mereka sebagai “dokter bumi”. Pendidikan lingkungan bukanlah persoalan

sederhana, sehingga cukup puas bila melatih anak-anak membuang sampah pada

tempatnya. Pendidikan lingkungan ialah penetrasi mental tentang paradigma baru yaitu

“etika masa depan.” Kesadaran ini mesti hadir dalam pola pikir dan wujud dalam setiap

gerak inderawi. “Anak-anak mesti mulai diajak ke semak-semak,” demikian ungkap Philippe

Vaquette.

Akhirnya, tanpa bermaksud memperberat kurikulum pendidikan, muatan Ekologi harus

segera bergaung di sekolah-sekolah. Alih-alih dikenang sebagai pewaris masalah, dengan

upaya ini generasi kita masih punya satu harapan kecil, untuk diingat sebagai penabur benih

manusia masa depan yang bijak lingkungan, bukan hanya generasi yang rakus pada alam.

Sebagai penutup, Grant Rosoman mengatakan, “tingkat kepunahan spesies tumbuhan dan

hewan saat ini kira-kira seribu kali lebih cepat dibanding zaman sebelum bumi dihuni

manusia. Dan diperkirakan akan mencapai sepuluh ribu kali lebih cepat tahun 2050.” Lalu

kita hubungkan dengan kalimat Daoed Joesoef, “di bumi Indonesia ada banyak spesies

terancam punah, bahkan ada yang sudah punah. Jika perusakan lingkungan tidak segera

dihentikan, maka satu spesies menyusul punah, spesies manusia.”

5 KONTEKS ETIKA LINGKUNGAN DALAM SEJARAH FILSAFAT 5.1 Pengaruh Filsafat Yunani pada Etika Lingkungan

Aldo Leopold dalam bukunya “The land ethics “ menyatakan bahwa masalah

lingkungan sebenarnya berakar pada filsafat alam dan sepenuhnya membutuhkan

Page 14: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

14 | P a g e

pemecahan secara filosofis pula. Bagi etika lingkungan, filsafat barat rupanya tidak selalu

mendukung apa yang menjadi asumsi dasar etika lingkungan. Memang, refleksi tentang

alam sudah muncul sejak Filsuf dari Melitus yaitu Thales, Anaximander dan Anaxagoras.

Bahkan dalam mencari arkhai mereka menjadikan alam sebagai unsur dasarnya. Lihat

pendapat Thales yang melihat bahwa segala sesuatu berasal dari air, di dalam benda-benda

di bumi terdapat dewa. Heraclitos berpendapat bahwa api adalah awal dari segala sesuatu,

Xenophanes melihat tanah sebagai arkhe, Empedocles mengajukan empat element yaitu :

tanah, udara, api dan air. Walaupun menolak beberapa pemikiran Parmenides, umumnya

para filsuf pra sokratik ini menerima konsep bahwa dunia mempunyai “ rational structure “,

tidak berubah, tidak dapat dibagi-bagi, tidak dapat dihancurkan dan tidak dapat digerakkan.

Plato memiliki tendensi yang berbeda sehubungan dengan alam. Dalam

metafisikanya, alam material hanyalah berpartisipasi pada dunia ide. Maka, dunia

pengalaman yang real sebenarnya tidak nyata. Pemikiran ini kembali dibangkitkan oleh

Plotinos (204-270). Plotinos beranggapan bahwa dunia dan manusia merupakan emanasi

dari jiwa, sedangkan jiwa itu merupakan emanasi dari Roh (Nous), dan Roh itu merupakan

emanasi pertama dari Yang-Satu (To Hen). Dunia bersatu, karena dirasuki oleh jiwa dunia

sebagai emanasi dari jiwa. Memang dunia dan manusia dibedakan, akan tetapi pada

dasarnya semuanya diresapi oleh daya dan sinar yang sumbernya sama, yaitu Yang-Satu.

Eugene C Hargrove - seorang environmentalist - berpendapat bahwa para filsuf

Yunani mempunyai beberapa pengaruh negatif pada etika lingkungan, yaitu menghalangi

perkembangan perspektif ekologis, melemahkan wawasan estetis terhadap dunia natural

dan menyebabkan “ ide pelestarian alam “ secara konseptual sulit dilakukan bahkan tidak

mungkin.

5.1.1 Tantangan Perspektif ekologis

Konsep filsafat yunani bahwa alam bersifat konstan dan tidak berubah rupanya harus

berhadapanan dengan realita yang diangkat oleh etika lingkungan bahwa alam itu bersifat

impermanen, bisa ( bahkan sedang ) berubah ke suatu kondisi yang lebih buruk. Perbedaan

ini sebenarnya berasal dari titik berangkat yang berbeda. Filsafat Yunani memandang alam

bukan secara empiris dan material. Bahkan, indera kita tidak bisa dipercayai untuk bisa

melihat “ alam “ secara penuh. Api dalam pemikiran Thales bukanlah api sebagai api yang

Page 15: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

15 | P a g e

mempunyai fungsi positif dalam seluruh ekosistem, tetapi lebih menunjuk pada suatu

element metafisik yang menjadi dasar segala sesuatu.

5.1.2 Perspektif Estetis

Kalau para filsuf Yunani memandang alam, yang menggerakkan emosinya pertama-

tama adalah “ keteraturan “ dan bukan “ keindahannya “. Hal yang berkebalikan ditemukan

dalam diri para seniman dalam memandang alam. Karena rasa dan kemampuan inderawi

begitu dihargai, para seniman tidak menyibukkan diri pada “ nomos “ tetapi pada dimensi

estetis dari alam itu sendiri. Memang dalam beberapa dialognya, Plato mengagumi

indahnya alam raya ini, tetapi keindahan menurut Plato segera diikuti dengan

pandangannya bahwa obyek natural pada dirinya sendiri tidak memiliki nilai-nilai keindahan.

Keindahan itu ada karena obyek natural tersebut berpartisipasi dengan idea keindahan.

Partisipasi inilah – menurut Plato – yang memungkinkah obyek natural disebut indah. Jadi,

keindahan secara intrinsik itu sebenarnya tidak ada.

5.1.3 Tantangan Metafisika terhadap pelestarian ekosistem

Kosep pelestarian ekosistem sulit untuk ditemukan dalam pemikiran filsafat Yunani,

karena pandangan ini bertentangan dengan metafisika yang menjadi pegangan mereka

yaitu dunia yang konstan, abadi, tidak berubah. Sehubungan dengan hal ini, perlu dibedakan

antara metafisika Plato dan Aristoteles. Plato dan para filsuf sebelumnya jelas-jelas

berpegang pada pandangan bahwa alam memang tetap. Sedangkan Aristoteles memandang

“ kekonstanan “ alam ini secara lain. Aristoteles melihat bahwa dibeberapa tempat keadaan

alam memang memburuk. Tetapi ia segera berkata bahwa di tempat yang lain keadaan alam

sedang membaik. Konsep siklis ini memang tampaknya memberi peluang pada kesadaran

baru akan alam yang sedang berubah (menuju kebinasaan). Tetapi karena alam pada

dasarnya bersifat siklis, antara mati dan tumbuh, maka tak perlu campur tangan manusia

dalam keseluruhan proses ini.

Namun, Hargrove juga melihat bahwa tidak sepenuhnya filsafat Yunani melawan pemikiran

etika lingkungan. Ada spot-spot dalam diri para filsuf yang bisa digunakan untuk

mengembangkan etika lingkungan. Etika lingkungan jelas harus berterima kasih kepada

Aristoteles yang menghargai observasi material. Pohon harus dilihat sebagai pohon dan

bukan cepat-cepat mencari substansi di baliknya. Dalam Meteorology, Aristoteles juga

Page 16: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

16 | P a g e

sudah memperhatikan gejala perubahan lingkungan secara geologis , terutama dalam kasus

sungai Nil di Mesir.

Walaupun tidak banyak diangkat, Theophratus - murid Aristoteles - sudah

mengajukan pemikiran revolusioner tentang keberadaan organisme di bumi. Ia menggugat

konsep Atistoteles - gurunya - bahwa segala organisme mempunyai keterarahan pada

manusia. Menurut Theophratus setiap organisme mempunyai telos tersendiri. Pandangan

Theophratus ini menjadi dasar bagi etika lingkungan bahwa manusia bukanlah Tuhan atas

segala ciptaan, ia hanyalah bagian dari sebuah komunitas kehidupan.

5.2 Tantangan Filsafat Modern

Sehubungan dengan Alam, problem filsafat modern bukanlah ‘ apakah alam itu ada

(metafisik) ‘ tetapi bagaimana kita mengetahui alam (epsitemologis). Dalam hal ini,

pemikiran Rene Descartes perlu dikedepankan. Descartes melihat bahwa dunia mempunyai

sifat korporeal/fisis dan inkorporeal/mental. Keduanya diciptakan Tuhan sebagai created

substance yang memiliki dua sifat: tidak permanen sehinga dapat rusak dan tidak dapat

berinteraksi satu sama lain. Ini menyebabkan penyelenggaraan ilahi terus dibutuhkan dari

saat ke saat untuk memecahkan masalah dunia.

Tampaknya Descartes dapat menjadi batu pijakan bagi environmentalist karena

paham alam yang dapat rusak menuntut suatu pemeliharaan dari manusia. Tetapi

konsepnya tentang Tuhan yang terus berkarya dan menyelesaikan masalah-masalah dunia,

membuat pelestarian alam seakan-akan berada di luar kontrol manusia. Oleh karena itu ,

bagi environmentalist sisi teologis teori Descartes ini cenderung ditinggalkan.

Di Inggris muncul kaum empiris – terutama Hume – yang menyatakan bahwa sensasi

dan indera sebagai kriteria bagi adanya sesuatu. Empirisme kemudian harus berhadapakan

dengan Kant yang membagi dunia menjadi numenal dan fenomenal. Menurut Hargrove,

idealisme Kant - yang berpengaruh pada Hegel - sebenarnya menunjukkan

kekurangpenghargaan terhadap dunia external. Baru G.E. Moore yang berani melawan Kant

dan Hegel dan merehabilitasi pentingnya dunia eksternal.

Perkembang ilmu alam ( science ) dalam modernitas jelas mempunyai dampak

besar. Pada awal modernitas, science justru lebih bersifat antiobservational, menekankan

Page 17: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

17 | P a g e

prinsip-prinsip geometris dan bersifat reduksionis.1 Hume yang membagi obyek penelitian

dalam “ primary dan secondory property ” mempunyai pengaruh besar pada terpisahnya

nilai ( value ) dari fakta ( fact ). Nilai-nilai kemanusiaan dikategorikan pada secondary dan

bukan menjadi urusan ilmu alam yang lebih beroperasi pada primary property . Pemisahan

ini tampak tegas dalam kaum positivis logis pada awal abad ke duapuluhan. Ketika alam

hanya dilihat sebagai obyek penelitian dan mencari kegunaan-kegunaan yang ada di

dalamnya tanpa memperhitungkan nilai-nilai - baik dalam diri manusia atau dalam alam itu

sendiri - yang terjadi adalah kerusakan dan eksploitasi.

5.3 Menakar sumbangan filsafat pada Etika Lingkungan

Kaum environmentalist mengakui bahwa bahwa filsafat sejak Yunani sampai

Modern memang tidak banyak memberi dasar pada Etika Lingkungan, bahkan cenderung

berseberangan dalam pandangan terhadap alam. Dari skeptisisme terhadap realitas fisik

dan konsep alam yang tidak dapat rusak jelas bertabrakan dengan paham baru yang ingin

ditonjolkan oleh kaum environmentalist tentang dimensi estetis dari materi dan alam yang

sedang berubah. Filsafat sosial dan politispun tidak menyentuh sisi pelestarian alam ini,

misalnya pandangan John Locke tentang tanah yang mencapai puncak nilai guna ketika

digunakan oleh negara untuk kepentingannya.

Bagi Etika Lingkungan, tantangan tersebut tidak harus diartikan bahwa etika ini

telah kehilangan nilai filosofisnya karena tidak banyak didukung oleh tradisi pemikiran

sebelumnya. Justru, etika lingkungan ingin menunjukkan lubang besar dalam sejarah filsafat

yang tidak pernah digali dan direfleksikan. Lubang besar itu bagi kaum environmentalis

ditunjukan dalam sikap manusia yang merasa sebagai raja atas seluruh ekosistem yang

secara menyedihkan telah menyebabkan ekosistem pelan-pelan kehilangan nilai estetisnya,

dan melulu menjadi obyek kepentingan manusia. Di sinilah, Etika Lingkungan memberikan

sumbangannya dalam seluruh pemikiran filsafat.

6 PANDANGAN BARU TERHADAP ALAM Sebenarnya manusia hanyalah bagian kecil dari alam ini. Tapi tindakannya yang

sembrono dan serakah menyebabkan banyak spesies punah tiap tahunnya. Manusia yang

1 Tim Wartawan Kompas, Hutan Konservasi Dihabisi, Kompas, 5 Agustus 2001

Page 18: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

18 | P a g e

adalah makhluk yang mempunyai kemampuan yang melebihi dari makhluk lain di alam ini,

seharusnya mendayagunakan kemampuannya untuk menjaga dan memelihara ekosfer dan

ekosistem. Manusia diharapkan dapat merubah sikapnya dari destruktif ke konstruktif. Akal

budi bisa digunakan untuk memperbaiki alam. Dengan akal budinya, manusia memiliki

kemampuan tidak hanya menghasilkan mesin dan industri yang bisa merusak alam tetapi

akal budi manusia juga mampu 'digiring' untuk menciptakan teknologi yang mendukung

kelestarian alam. Contohnya adalah adanya usaha penanaman tumbuh-tumbuhan atau

melakukan penghijauan di daerah kering, di Arab Saudi.

Kita hendaknya mengganti paradigma manusia sebagai sang penakluk komunitas

alam dengan paradigma manusia sebagai anggota dari komunitas alam. Dengan begitu

manusia mampu menghargai anggota lain di dalam komunitas ekosistem. Aldo Leopold

menyatakan bahwa “Sesuatu adalah benar jika hal itu menuju pada kesatuan, stabilitas dan

keindahan komunitas biotik. Adalah salah jika menuju ke arah lain”2

Salah satu faktor penyebab terpenting yang perlu diperhatikan dalam proses

terjadinya perusakan lingkungan oleh manusia adalah faktor ekonomi. Secara lebih khusus

lagi adalah segi kerakusan manusia, dimana manusia melakukan eksploitasi tak terbatas

terhadap alam. Alam hanya dilihat sebagai benda penghasil uang. Dunia sekarang ini berada

dalam sistem ekonomi lama, yaitu kapitalisme yang menjunjung tinggi keuntungan dan

mengakibatkan hilangnya nilai kebersamaan.

Sekarang ini diperlukan adanya perubahan sikap manusia secara mendasar dalam

memperlakukan alam. Perubahan itu adalah perubahan nilai, dari nilai hubungan manusia

dengan alam yang bersifat ekonomis ke nilai hubungan yang dilandasi oleh sikap

menghargai alam sebagai bagian dari hidup manusia. Jadi berdasar pada nilai yang tidak

melulu dan hanya berorientasi keuntungan manusia. Maka diharapkan ada usaha untuk

menemukan suatu sistem ekomomi baru yang sungguh menghargai “yang lemah”, yang

nampaknya tak berperan dalam kehidupan di dunia ini.

2 VanDeVeer, Donald dan Pierce Christine, People, Penguins, and Plastic Trees, Wadsworth Publishing Company, Belmont, California, 1986

Page 19: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

19 | P a g e

Begitu baiknya alam ini hingga mampu menciptakan spesies-spesies yang diperlukan

untuk kelangsungan hidupnya. Di dalam alam juga tercipta simbiosis-simbiosis. Tumbuhan,

binatang dari yang paling kecil hingga yang terbesar dan manusia, terjalin dalam jaring-

jaring rantai makanan. Masing-masing punya perannya sendiri dalam melestarikan alam ini.

Semuanya membentuk suatu komunitas yang saling tergantung. Inilah yang perlu sungguh

disadari manusia. Hewan, tumbuhan dan segala sesuatu bagian dari ekosistem merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia. Merusak dan membunuh mereka tanpa

perhitungan berarti menghancurkan manusia sendiri.

Ada beberapa pemikir yang menyatakan bahwa hanya mereka yang bertindak sesuai

kewajibanlah yang mempunyai hak. Meskipun demikian anak cucu keturunan manusia yang

nantinya mendiami bumi ini, juga mempunyai hak atas alam ini sama dengan kita. Ketika

kita mengeksploitasi habis-habisan alam atas dalih memanfaatkan hak, sebenarnya kita

telah merebut hak mereka “yang belum terlahir di bumi sekarang ini”. Memang mereka

belum mampu melakukan suatu kewajiban, tapi kewajiban mereka nantinya adalah sama

yaitu menjaga alam bagi keturunan mereka.

Mahluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun

mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk

kelestarian alam ini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus

dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai

anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak

proporsional dan penggunaan binatang sebagai obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan.

Permasalahan lingkungan sendiri tidak bisa dilepaskan dari kegiatan manusia yang disebut

teknik. Pengertian teknik adalah suatu cara membuat sesuatu. Teknik kemudian dipelajari

untuk tujuan tertentu dan dinamakan teknologi. Alat-alat yang dihasilkan teknik bisa

merupakan perpanjangan tubuh manusia atau bisa juga sarana untuk menemukan dan

menyimpan apa yang tidak didapatkan pada dirinya. Maka teknik adalah realisasi sekaligus

substitusi diri manusia. Masalahnya kemudian teknik itu mengandaikan ada sarana yang

dipakai, dan itu adalah alam. Penggunaan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia

dibedakan dalam dua sifat : eksploitatif dan konstruktif. Eksploitatif maksudnya manusia

Page 20: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

20 | P a g e

mengambil segala sesuatu dari alam tanpa mengganti atau mengembalikannya ke alam.

Sedangkan konstruktif adalah pengambilan hasil alam dengan memperhitungkan

kelestariannya, maka harus diikuti dengan tindakan memperbarui.

Susahnya masalah ini dipecahkan adalah karena eksploitasi ini diorganisasi dan dipakai

bukan sekadar memenuhi kebutuhan hidup tapi untuk menumpuk harta demi kepentingan

egoisme. Sudah sepantasnya manusia sadar kalau semua akibat eksploitasi ini akan berbalik

dan merugikan diri manusia sendiri. Manusia harus berpikir secara jangka panjang dan

bukan semata-mata untuk dirinya sendiri. Maka perlu diperhitungkan bagaimana mengganti

sumber-sumber alam yang dipakai. Bagaimana menggunakan sumber alam agar sungguh

maksimal mencapai tujuan tanpa merusak keseimbangan alam. Mungkin kita harus kembali

pada pemilihan prioritas mana yang penting, mana yang sekadar berguna, mana yang

artifisial dan menyenangkan. Apakah perlu menebang pohon, apakah perlu mendirikan

pabrik yang berlimbah beracun, dsb.

Bab IV PENUTUP A. Kesimpulan

1 Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan

lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut

lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap

terjaga.

2 Manusia adalah bagian dari lingkungan yang tidak bisa dipisahkan, maka diperlukan

menjaga, menyanyangi, dan melestarikan lingkungan. Karena lingkungan ini

diciptakan tidak hanya untuk manusia saja, tetapi seluruh komponen alam di dunia

ini.

3 Etika lingkungan disebut juga etika ekologi. Etika ekologi dibedakan menjadi etika

ekologi dangkal dan etika ekologi dalam.

4 Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan

bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, sedangkan etika

Page 21: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

21 | P a g e

ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya

memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan.

5 Teori lingkungan diantaranya adalah: Antroposentrisme, Biosentrisme,

Ekosentrisme, Zoosentrisme, dan hak asasi alam.

6 Prinsip-prinsip lingkungan adalah: sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab,

solidaritas, kasih saying dan kepedulian, tidak merugikan alam secara tidak perlu,

hidup sederhana dan selaras dengan alam, keadilan, demokrasi, dan integritas

moral.

Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari

makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami

susun bermanfaat bagi kita semua, Amien......

Page 22: Tugas Etika Lingkungan Alex Luqman

22 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA Hargrove, Eugene C, Etika Lingkungan Dasar, Prentice Hall: New Jersey, 1989

Soeriaatmadja, R.E, Ilmu Lingkungan, Bandung: ITB, 2003

Herimanto, Winarto, Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian_etika_lingkungan.

http://www.findyou.com.pdf/2010/04/10/Etika_lingkungan_hidup.