Bahan Audisi Fisika
-
Upload
ilham-tanpa-batas -
Category
Documents
-
view
100 -
download
15
description
Transcript of Bahan Audisi Fisika
201
BAB X
TERMODINAMIKA
Suatu alasan mengapa kajian termodinamika begitu berharga bagi mahasiswa,
karena termodinamika merupakan suatu teori yang dapat dikembangkan atas dasar struktur
logika dalam matematika. Sedangkan alasan lain, termodinamika adalah salah satu diantara
cabang-cabang ilmu fisika dan atau kimia yang sangat tidak tergantung dari sembarang
asumsi mengenai sifat benda. Termodinamika tidak tergantung dari mekanisme seperti
yang digunakan dalam teori struktur melekular.
10.1 DISKRIPSI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS
Analisis situasi fisis dalam termodinamika perlu memusatkan perhatian pada
sistem yaitu bagian benda yang ditinjau. Sedangkan segala sesuatu di luar sistem yang
mempunyai pengaruh langsung kepada sifat sistem disebut lingkungan (environment).
Disamping itu, akan diperhatikan juga interaksi antara sistem dengan lingkungan.
Kuantitas-kuantitas yang mempengaruhi sifat sistem dapat dibedakan menajdi 2
(dua) yaitu :
1. Kuantitas Makroskopis adalah kuantitas yang langsung diasosiasikan dengan
tanggapan indra (sense of perception) misalnya, tekanan, temperatur, energi dalam dan
entropi. Kuantitas makroskopis ini membentuk suatu cabang ilmu yang dikenal dengan
Ilmu Pengetahuan Termodinamika.
2. Kuantitas Mikroskopis adalah kuantitas yang menjelaskan atom dan molekul yang
membentuk suatu sistem, seperti laju, energi, massa, momentum sudut dan sebagainya.
Perumusan matematika yang didasarkan pada kuantitas ini membentuk dasar ilmu
pengetahuan Mekanika Statistik.
10.2 HUKUM KE NOL TERMODINAMIKA
Metode yang paling sederhana untuk membedakan benda panas dengan benda
dingin adalah perasaan melalui sentuhan. Dengan cara sentuhan ini, benda dapat dibedakan
menurut orde (tingkat) kepanasannya. Pernyataan ini dikenal sebagai pengertian
”temperatur”. Metode ini merupakan prosedur yang sangat subyektif untuk menentukan
temperatur sebuah benda dan kurang tepat untuk tujuan ilmu pengetahuan, karena
202
jangkauan perasaan sangat terbatas. Sekarang apa yang diperlukan untuk sebuah ukuran
numerik yang obyektif mengenai temperatur ?
Pertama-tama, harus dicoba untuk mengerti arti sebuah temperatur, misalnya
sebuah benda A yang dirasa dingin oleh tangan dan sebuah benda B yang dirasa panas
ditempatkan bersentuhan satu sama lain. Setelah waktu yang cukup lama benda A dan
benda B akan dirasa mempunyai temperatur yang sama, maka benda A dan benda B
dikatakan berada dalam kesetimbangan termal (thermal equilibrium) satu sama lain. Hal
ini diikhtisarkan dalam sebuah hipotesis yang sering dinamakan sebagai hukum ke nol
termodinamika (the zeroth law of the thermodynamics). Jika benda A dan benda B masing-
masing berada di dalam kesetimbangan termal dengan sebuah benda ke tiga A
(termometer) maka benda A dan benda B dalam kesetimbangan termal satu sama lain.
Pernyataan di atas merupakan pemikiran bahwa temperatur sebuah sistem adalah
suatu sifat yang akhrinya mencapai nilai yang sama seperti nilai dari sistem lain bila semua
sistem ini dibuat bersentuhan. Konsep ini sesuai dengan pemikiran sehari-hari mengenai
temperatur sebagai ukuran kepanasan atau kedinginan.
Pengungkapan yang lebih formal, tetapi lebih fundamental mengenai hukum ke nol
termodinamika adalah terdapat sebuah kuantitas skalar yang dinamakan temperatur, yang
merupakan sebuah sifat semua sistem termodinamika (di dalam keadaan ksetimbangan),
sehingga kesamaan tempat merupakan syarat yang perlu dan cukup untuk kesetimbangan
termal.
10.3 TEORI KINETIK GAS
Termodinamika hanya membahas variabel makroskopis, seperti tekanan, volume
dan temperatur. Hukum dasarnya sama sekali tidak mengatakan apa-apa mengenai
kenyataan bahwa benda tersusun dari atom. Sedangkan, mekanika statistik membahas
bidang ilmu pengetahuan yang sama seperti yang dibahas oleh termodinamika, dengan
membuat pra anggapan mengenai adanya atom.
Pemakaian hukum mekanika secara statistik kepada kumpulan atom dinamakan
‘teori kinetik’. Pendekatan yang agak fisis dengan menggunakan peraturan matematis
untuk memperluas pengertian tekanan, temperatur, kalor jenis dan energi dalam pada
tingkat atom.
203
10.3.1 Gas Ideal Sebuah Diskripsi Makroskopis
Gaya interaksi antar atom pada gas dapat diabaikan, karena atom pada gas terpisah
pada jarak yang lebih lebar dibandingkan dengan atom pada zat cair ataupun zat padat,
sehingga hukum-hukum yang berlaku untuk gas menjadi lebih sederhana.
Pada tahun 1660, Robert Boyle dalam salah satu laporan eksperimennya tentang
sifat gas menyatakan jika massa dan temperatur suatu gas dijaga konstan, sementara
volume gas diubah, ternyata tekanan yang dikeluarkan gas juga berubah sedemikian rupa
sehingga perkalian antara tekanan (p) dan volume (V), selalu mendekati konstan.
Pernyataan ini, dikenal sebagai hukum Boyle.
pV = konstan (10.1)
Namun demikian, bila eksperimen di atas terjadi pada temperatur yang mendekati keadaan
gas terkondensasi menjadi cairan, maka harga perkalian pV tersebut tidak lagi konstan.
Untuk gas tertentu bila dilakukan proses dengan tekanan konstan, maka volume gas
adalah sebanding dengan temperatur. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Charles dan
Guy-Lussac. Hukum Boyle dapat digabungkan dengan hukum Guy-Lussac, maka untuk
suatu gas dengan massa tetap berlaku
konstanT
pV (10.2)
Volume yang ditempati oleh suatu gas pada suatu tekanan dan temperatur yang diberikan
adalah sebanding dengan massanya. Sehingga, konstanta pada persamaan (10.2) juga harus
sebanding dengan massa gas. Jika massa gas dinyatakan dalam mol, maka konstanta pada
Pers.(10.2) adalah nR, dengan n adalah banyaknya mol gas dan R adalah sebuah konstanta
yang harus ditentukan dengan eksperimen untuk setiap gas.
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa, pada kerapatan yang cukup rendah R
mempunyai nilai yang sama untuk semua gas.
R = 8,314 J/mol.K
= 1,986 kal/mol.K
R dinamakan konstanta gas universal. Persamaan (10.2) dapat ditulis
pV = nRT (10.3)
Gas ideal adalah gas yang mengikuti hubungan Pers.(10.3) untuk semua kondisi.
Tidak ada gas yang betul-betul merupakan gas ideal, tetapi gas ideal tersebut tetap
merupakan sebuah konsep sederhana dan berguna yang dihubungkan dengan keadaan yang
sebenarnya, bahwa sifat gas riil akan mendekati abstraksi sifat gas ideal jika kerapatan gas
204
adalah cukup rendah. Persamaan (10.3) dinamakan persamaan keadaan (equation of state)
suatu gas ideal. Persamaan keadaan gas ideal sering pula ditulis
pV = NkT (10.4)
dengan J/K1,38x10NRk 23
0
adalah konstanta Boltzmann, dan N0 adalah bilangan
avogrado.
Definisi temperatur suatu gas dapat dinyatakan melalui tekanan dari suatu
termometer gas dengan volume tetap yang berisi gas ideal, yaitu
K273,16ppT
t
(10.5)
dengan pt adalah tekanan gas pada titik tripel dan temperatur Tt adalah 273,16 K. Bila pada
temperatur gas tersebut digunakan gas riil, maka temperatur diperoleh melalui ekstrapolasi
untuk tekanan gas pada titik tripel mendekati nol adalah
t
0p pp
limitK16,273t
(10.6)
Contoh 10.1
Tentukan banyaknya molekul di udara dalam 1 cm3 dan berapa jarak pisah rata-rata antar
molekul.
Penyelesaian
Jumlah molekul dalam 1 cm3 dapat dihitung dari persamaan keadaan gas ideal
N = kTpV
Tekanan udara mendekati p=106 dyne.cm-2 dan temperatur udara mendekati 300K. Karena
V = 1 cm3 , maka
molekul10x2,5NK300Kdyne10x1,38
cm1cmdyne10N
K300Kerg10x1,38cm1cmdyne10
N
19
16
326
116
326
Dalam 1 cm3 terdapat 2,5 x 1019 molekul. Kira-kira 1 cm3 dibagi dalam kubus kecil-kecil
dengan sisi a, masing-masing mengandung a molekul, volume masing-masing kubus
205
adalag a3. Sehingga dalam setiap kubus, jumlah kubus harus sama dengan jumlah molekul
dalam 1 cm3.
cm103,4a
104a102,5
cm1a
102,5acm1
7
203
19
33
193
3
Jadi jarak pisah rata-rata tiap molekul sekitar 20 kali ukuran molekul oksigen dan nitrogen.
Contoh 10.2
Suatu gas ideal pada tekanan 137 atm dan temperatur 27 0C volumenya 2 m3. Berapakah
volume yang dapat dicapai oleh gas ini, jika diekspansikan pada tekanan atmosfir pada
temperatur 50 0C.
Penyelesaian
Perilaku gas ideal dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan keadaan, yaitu
pV = nRT
dan dari hukum Boyle-Guy Lussac
konstannRT
pV
sehingga
2
22
1
11
TVp
TVp
Karena T1 = 27oC = (273+27)K = 300K dan T2=50oC = (273+50)K= 323K, serta tekanan
atmosfir p2 = 1 atm,
331
21
122 295m2m
1atm300K137atm323KV
PTpT
V
Contoh 10.3
Suatu ban mobil volumenya 5,6x103 cc diisi dengan nitrogen sampai tekanan gaugenya
29 psi pada temperatur 300 K. Berapa massa gas yang dikandung ban mobil, jika selama
perjalanan temperatur ban naik menjadi 320 K dan apakah terjadi perubahan tekanan ?
206
Penyelesaian
Mula-mula data dikonversikan ke dalam sistem MKS, tekanan gauge adalah tekanan di
atas tekanan atmosfir (14,7 psi). Jadi total tekanan adalah
p = 29 psi + 14,7 psi = 43,7 psi
Karena 1 psi = 6,9 x 103 N m-2
p = 43,7 x 6,9x103 N m-2 = 3,02 x 105 N m-2
dan volumenya
V = 5,6 x 103 cm3 = 5,6 x 10-3 m3
Jumlah gas dalam mol adalah
mol0,68K300KJmol8,32
m10x5,6Nm10x3,02RTpVn
11
3325
Berat molekul nitrogen (N2) adalah 28 gr/mol. Dalam hal ini terdapat 0,68 mol nitrogen
dalam ban, massa dalam gram adalah
mN2 = 0,68 mol N2 x 28 gr mol-1 N2 = 19,0 gr
Karena temperatur mengalami kenaikan, untuk contoh ini n dan V konstan, maka
persamaan keadaan gas ideal menjadi
2
2
1
1
Tp
Tp
n1 = n2 dan V1 = V2
sehingga
psi46,6psi43,7K300K320p
TT
p 11
22
Perubahan tekanan gauge yag dibuat 46,6 psi – 14,7 psi = 31,9 psi dan tekanan ini akan
terbaca oleh pelayan service station.
10.3.2 Gas Ideal – Sebuah Diskripsi Mikroskopis
Untuk mendapatkan tafsiran mikroskopis terhadap besaran makroskopis gas ideal,
perlu disepakati terlebih dahulu, terutama tentang anggapan yang digunakan dalam model
gas ideal. Dengan demikian pemakaian hukum gas ideal hanya benar selama anggapan
dalam mdel tersebut terpenuhi.
Model Mikroskopis gas ideal adalah :
1. Gas terdiri dari partikel yang disebut molekul dalam jumlah yang sangat besar. Setiap
molekul dapat terdiri dari satu atom atau lebih dan semua atom dianggap sama satu
sama lain.
207
2. Setiap molekul gas ideal bergerak secara acak, bebas dan merata, serta memenuhi
persamaan gerak Newton.
3. Jumlah seluruh molekul adalah besar, arah dan laju gerakan setiap molekul dapat
berubah secara tiba-tiba karena tumbukan dengan dinding atau dengan molekul lain.
4. Volume molekul adalah pecahan kecil yang dapat diabaikan terhadap volume gas yang
ditempati.
5. Ukuran molekul dapat diabaikan terhadap jarak antar molekul, sehingga gaya interaksi
antar molekul dapat diabaikan.
6. Tumbukan dengan dinding atau dengan molekul lain berlangsung dalam waktu yang
sangat singkat dan bersifat lenting sempurna.
10.3.3 Perhitungan Kinetik dari Tekanan
Dengan menggunakan model gas ideal akan ditinjau tekanan gas menurut teori
kinetik gas. Tinjauan ini dimaksudkan untuk mendapatkan tafsiran besaran makroskopis
tekanan p dalam hubungannya dengan besaran-besaran mikroskopis lainnya. Tinjau sebuah
kotak yang sisi-sisinya berukuran 1x, 1y dan 1z berisi N partikel gas ideal seperti yang
tampak pada Gambar 10.1
Sebuah partikel bergerak dengan kecepatan v , dapat ditulis
kvjvivv 2yx
Untuk mempermudah perumusan secara matematis, hanya akan ditinjau komponen
gerak dalam arah sumbu y positif, sehingga permukaan dinding kotak yang terkena
tumbukan partikel adalah bidang seluas A seperti dalam Gambar 10.1 Bila dinding kotak
dianggap sangat tegar, maka partikel yang menumbuk dinding A dengan kecepatan searah
sumbu y, yaitu vy akan terpantul kembali secara sempurna dengan kecepatan -vy. Akibat
tumbukan tersebut, perubahan momentum partikel bermassa m adalah
Gambar 10.1 Sebuah partikel berkecepatan v dalam kubus bersisi l
208
M = Makhir – Mawal = m (-vy) – m(vy)
= - 2mvy (10.7)
Momentum total dalam proses tumbukan adalah kekal, dinding A menerima
momentum sebesar + 2mvy, yaitu sebagai reaksi dinding terhadap partikel. Jarak yang
ditempuh untuk proses dua kali tumbukan pada dinding A secara berurutan adalag 21y
dengan kecepatan vy dalam waktu t, maka
y
y
v2
tl
Atau dengan kata lain, jumlah tumbukan tiap satuan waktu adalah
y
y
2v
t1
l
Karena setiap kali terjadi tumbukan, dinding menerima momentum 2mvy. Maka perubahan
momentum yang diterima dinding tiap satuan waktu sebesar.
y
2y
y
yy
mvt
M
2v
mv2t
M
l
l
Karena terdapat N partikel, maka momentum yang diterima dinding tiap satuan waktu
adalah hasil penjumlahan dari N partikel yang masing-masing bermassa m adalah
2yN
22y
21y
yNpartikel
v....vvmt l
(10.8)
Dengan menggunakan rumusan
tF dan
Fp
dengan A adalah luas dinding, p tekanan gas pada dinding dan F gas pada dinding.
2yN
22y
21y
y
v....vvAmpl
(10.9)
atau
v2
y
2yN
22y
21y
VNm
Nv....vv
VNmp
(Perubahan momentum pada dinding tiap satuan waktu)
209
dengan V = Aly adalah volume kotak dan 2yv adalah kuadrat rata-rata kecepatan arah y.
Karena jumlah partikel N sangat besar dan gerakannya acak, maka untuk satu partikel
berlaku 22
y2x
2 vvvv z
Bila dirata-ratakan diperoleh
2z
2y
2x
2 vvvv
dan karena
2z
2y
2x vvv
maka
22y v
31v
sehingga tekanan gas ideal yang terdiri dari N partikel dalam kotak bervolume V adalah
22 v31v
VNm
31p (10.10)
dengan m adalah massa tiap partikel, adalah kerapatan partikel dan 2v adalah kuadrat
rata-rata kecepatan partikel tersebut.
10.3.4 Perhitungan Kinetik dari Temperatur
Pengukuran temperatur dapat dilakukan melalui pengetahuan tentang besaran
benda yang tergantung pada derajat kepanasannya, seperti resistansi listrik suatu kawat
platina, volume (panjang gelas kapiler) massa air raksa, tekanan gas dalam volume tetap
dan sebagainya.
Tafsiran teori kinetik gas ideal untuk tekanan Pers.(10.10) jika dihubungkan dengan
persamaan keadaan dalam Pers.(10.4), untuk tiap partikel secara matematis dapat
dinyatakan dengan
kT = 2vm31
(10.11)
Kuantitas 2vm31 adalah dua pertiga dari seluruh energi kinetik molekul, maka
2vm21
32pV
210
atau
pV23vm
21 2 (10.12)
sehingga dari Pers.(10.4) dan Pers.(10.12) energi kinetik tiap partikel adalah
kT23E kin (10.13)
Persamaan (10.13) menunjukkan bahwa temperatur gas ideal berbanding lurus dengan
energi kinetik rata-rata tiap partikel.
Contoh 10.4
Berapa kecepatan rata-rata molekul nitrogen di udara pada 27 0C ?
Penyelesaian
Tinjau suatu model atom sederhana, misalnya bola yang keras dan tumbukannya elastis
sempurna, sehingga dapat dikembangkan suatu persamaan untuk energi kinetik rata-rata
suatu molekul adalah
kT23vm
21 2
Jika kedua suku persamaan di atas dikalikan dengan bilangan avogadro NA, maka
mNA2v = 3NAkT
Karena mNA = M adalah massa 1 mol molekul dan NAk=R adalah konstanta gas, sehingga
kecepatan rata-rata molekul
MRT3v 2
Udara kandungan utamanya adalah nitrogen (molekul diatomik) dan massa molekular
efektifnya mendekati 2 kali massa atom nitrogen, sehingga
M = 2 x 14 gr/mol = 28 gr/mol
1
112
grmol28K27273KJmol8,323v
12 grJ267,43v
Karena 1J = 107 gr cm2 s-2 , maka
2272 scm10267,43v
atau
211
14 scm105,17v
10.3.5 Ekuipartisi Gas Ideal
Penafsiran teori kinetik terhadap sistem yang terdiri dari gas monoatomik pada
temperatur yang cukup tinggi dapat dilakukan hanya dengan pandangan gerak translasi
partikelnya. Sehingga untuk sebuah partikel yang berkecepatan v mempunyai energi total
sama dengan energi kinetik rata-rata, yaitu
Etotal (1 partikel) = kinE
2z
2y
2x2
1
221
vvvm
vm
Jika dihubungkan dengan energi kinetik tiap partikel dalam Pers.(10.13) tafsirannya
menjadi
kT21kT
21kT
21vm
21vm
21vm
21 2
z2y
2x
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa setiap energi gas ideal monoatomik yang
tersedia hanya tergantung pada temperatur dan terdistribusi secara bebas yang dapat
digunakan oleh molekul untuk menyerap energi. Prinsip ini dikenal dengan prinsip
ekuipartisi.
Sekarang tinjau sebuah sistem yang mengandung sejumlah besar atom dan setiap
atom dapat diandaikan sebagai sebuah benda yang mempunyai struktur dalam, yaitu suatu
keadaan dimana benda dapat menyimpan energi, sehingga dapat melakukan gerak
translasi, rotasi dan vibrasi. Seperti yang terlihat pada Gambar 10.2 adalah dua buah benda
yang dihubungkan dengan pegas dan terletak pada bidang xoy.
Energi total sistem terdiri dari
Etotal = Ekin, transisi + Ekin,rot + Epot pegas + Ekin, pegas
Energi kinetik translasi atom dalam arah x,y dan z adalah
Ekin,transisi = 2z
2y
2x vvvm
21
Sedang energi kinetik rotasi atom berputar pada sumbu x,y dan z adalah
Ekin,rot = 2z2
12yy
2xx 2
1I21I
21
212
Gambar 10.2 Gerakan dua buah benda yang dihubungkan dengan pegas
dengan Ix = Iz = I adalah momen inersia atom yang berputar pada sumbu x dan z, dengan
kecepatan sudut x dan z , sedangkan Iy adalah momen inersia atom yang berputar pada
sumbu y dengan kecepatan sudut y. Energi kinetik rotasi akibat putaran pada sumbu y
dapat diabaikan, karena momen inersia Iy cukup kecil. Dan energi kinetik rotasi atom
menjadi
Ekin,rot = 2zz
2xx I
21I
21
Energi potensial pegas yang mempunyai konstanta k adalah 2ky21
dengan y adalah
perubahan panjang pegas. Sedangkan energi kinetik atom dalam ikatan pegas adalah
2mv21
.
Walaupun suku-suku di atas mempunyai asal mula yang berbeda, tetapi suku-suku
tersebut mempunyai bentuk matematik yang sama, yaitu sebuah konstanta positif dikalikan
dengan sebuah kuantitas yang dapat mengambil nilai positif atau negatif. Dengan kata lain
energi yang tersedia hanya tergantung pada temperatur dan terdistribusi secara merata
kepada setiap cara bebas yang dapat digunakan oleh atom untuk menyerap energi. Teorema
ini dikenal dengan ekuipartisi energi. Setiap ragam penyerapan energi yang bebas
dinamakan derajat kebebasan (degree of fredom).
Bertitik toal dari pernyataan ekipartisi energi, maka energi total sistem dapat ditulis
Etotal = 222zz
2xx
2z
2y
2x mv
21ky
21I
21I
21v
21v
21v
21m
21
213
kT27
kT21kT
21kT
21kT
21kT
21kT
21kT
21
dengan k adalah konstanta Boltzmann, k = 10-23 J/K dan T adalah temperatur sistem dalam
Kelvin.
10.4 KALOR DAN KERJA
Kalor adalah energi yang mengalir dari satu benda ke benda lain karena adanya
perbedaan temperatur diantaranya kedua benda tersebut. Pendapat yang menyatakan kalor
sebagai sesuatu yang ada di dalam benda, seperti yang diasumsikan oleh Teori Kalori tidak
sesuai dengan berbagai kenyataan eksperimen. Misalnya, kerja mekanis yang dilakukan
secara terus menerus, dapat menghasilkan sejumlah kalor yang tidak terbatas. Sedangkan
kerja, seperti halnya kalor, melibatkan suatu perpindahan energi. Di dalam mekanika, kerja
terlibat dalam perpindahan energi sedangkan temperatur tidak memainkan peranan. Jika
energi kalor ditransmisikan oleh perbedaan temperatur, maka dapat dibedakan kalor dan
kerja dengan mendefinisikan oleh perbedaan temperatur, maka dapat dibedakan kalor dan
kerja dengan mendefinisikan kerja sebagai energi yang ditransmisikan dari sebuah sistem
ke sistem yang lain sedemikian rupa sehingga perbedaan temperatur tidak terlibat secara
langsung. Definisi ini sesuai dengan pernyataan dW = Fdx, dalam hal ini kerja dapat
berasal dari gaya listrik, gaya magnetik, gaya gravitasi dan gaya-gaya lainnya. Istilah kerja
termasuk semua proses perpindahan energi ini, tetapi tidak mengikutsertakan perpindahan
energi secara langsung karena perbedaan temperatur.
Gambar 10.3 menunjukkan sebuah proses termodinamika umum. Mula-mula harus
dapat menyatakan yang mana sistem dan yang mana lingkungan
Gambar 10.3 Interaksi antara sistem dengan lingkungan
Pada Gambar 10.3 terlihat bahwa (a) sistem berada dalam keadaan permulaan yang
berada dalam kesetimbangan dengan lingkungan luarnya. (b) interaksi antara sistem
Kesetim banganawal
Kesetim bangan akhir
Bereaksi s is temdg lingkungan
Batassistem
Lingkungan Lingkungan LingkunganQ
W
[a] [b] [c]
214
dengan lingkungan melalu suatu proses termodinamika yang spesifik. Selama proses ini,
energi dalam bentuk kalor dan atau kerja dapat masuk ke dalam sistem atau keluar dari
sistem. Tanda panah menyatakan aliran Q dan W harus menembus permukaan yang
mencakup sistem tersebut. (c) Sistem telah mencapai keadaan akhir, yang sekali lagi
berada dalam kesetimbangan dengan lingkungan luarnya.
Untuk menghitung Q dan W pada sebuah proses termodinamika yang spesifik,
tinjaulah suatu gas di dalam wadah yang berbentuk silinder dengan sebuah pengisap
(piston) yang dapat bergerak. Misalkan gas dipilih sebagai sistem, mula-mula sistem
berada dalam kesetimbangan dengan lingkungan luarnya dan mempunyai tekanan p1 dan
volume V1, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar10.4. Selanjutnya sistem berinteraksi
dengan lingkungannya dan mencapai suatu keadaan kesetimbangan akhir yang dicirikan
oleh tekanan p2 dan volume V2. Jika gas berekspansi melawan pengisap, maka kerja yang
dilakukan oleh gas di dalam menggeser penghisap melalui jarak kecil ds adalah
dW = pdVsdpsd.F (10.14)
dengan dV adalah perubahan volume gas yang sangat kecil.
Gambar 10.4 Kerja yang dilakukan oleh gas pada temperatur konstan
10.4.1 Kerja Pada Temperatur Kosntan (Isoternik)
Gambar 10.5 menunjukkan bahwa, selama proses perpindahan piston terjadi
perubahan volume dan temparatur gas dijaga konstan melalui kontaknya dengan reservoir
bertemperatur T, sedangkan tekanan gas tidak konstan. Kerja total W yang dilakukan gas
dari keadaan awal 1 ke keadaan akhir 2 dapat dihitung dengan mengintegralkan kerja
terhadap perubahan volume sebagai berikut “ 2V
1V
pdVdWW
Dari persamaan keadaan gas ideal pV = nRT, maka
Reservoir panas
215
i
fVf
Vi VV
nRTlnV
dVnRTW (10.15)
Proses dengan temperatur konstan dapat dinyatakan dengan diagram p-V seperti pada
Gambar 10.5
Gambar10.5 Diagram p-V untuk proses dengan temperatur konstan
10.4.2 Kerja Pada Tekanan Konstan (Isobarik)
Proses dari keadaan awal 1 (i) ke keadaan akhir 2 (f) tekanan dijaga konstan,
sehingga kerja yang dilakukan oleh gas adalah
)Vp(VdVpW 12
2V
1V
(10.16)
Gambar 10.6 Diagram p-V untuk Prosen dengan tekanan konstan
Karena V2 lebih besar dari pada V1 maka kerja W oleh gas adalah positif, dan besarnya
sama dengan luas daerah yang diarsir pada diagram p-V, seperti yang terlihat pada
Gambar 10.5 dan Gambar 10.6
Ketergantungan kerja pada proses dapat dilihat dari diagram p-V pada Gambar 10.7
Keadaan akhir 2 dapat dicapai melalui berbagai proses. Tinjau lintasan 1 ke a ke 2 yang
terdiri dari proses tekanan konstan (isobarik) dari 1 ke a, selanjutnya proses dengan volume
konstan (isokhorik) dari a ke 2. Kemungkinan lain adalah lintasan dari 1 ke b ke 2, yang
216
terdiri dari proses dengan volume konstan dari 1 ke b dan proses dengan tekanan konstan
dari b ke 2. Demikian juga proses dari 1 ke 2 yang bersesuaian dengan lengkungan 1 ke c
ke 2.
Gambar 10.7 Kebergantungan kerja pada proses
Dari pembahasan tersebut terlihat bahwa kerja yang dilakukan sistem tidak hanya
tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir saja, tetapi juga tergantung pada
proses selama perubahan. Hal yang sama juga diperoleh jika ditinjau aliran kalor selama
proses. Misalkan keadaan awal 1 dicirikan dengan temperatur T1 dan keadaan akhir 2
dengan temperatur T2. Maka kalor yang hilang atau yang didapat oleh sistem bukan hanya
tergantung pada keadaan awal dan keadaan akhir saja, tetapi juga tergantung pada
proses selama perubahan.
10.5 HUKUM PERTAMA TERMODINAMIKA
Tinjau suatu sistem yang mengalami perubahan dari keadaan setimbang awal 1 ke
keadaan setimbang akhir 2 dengan cara tertentu. Selama proses tersebut sistem menyerap
kalor Q dan kerja yang dilakukan oleh sistem W. Nilai (Q-W) untuk setiap proses yang
mungkin, mempunyai nilai yang sama. Dengan kata lain nilai Q dan W tergantung pada
proses, sedangkan nilai (Q-W) tidak tergantung pada proses, tetapi hanya tergantung pada
keadaan awal dan keadaan akhir sistem tersebut.
Misalkan Q adalah energi yang ditambahkan pada sistem melalui perpindahan kalor
dan W adalah energi yang diserahkan oleh sistem didalam melakukan kerja ( U) dari
sistem tersebut. Sehingga U2–U1 adalah perubahan energi dalam dari sistem, dan kuantitas
ini mempunyai suatu nilai tertentu yang tidak tergantung dari bagaimana proses sistem
tersebut dari keadaan 1 ke keadaan 2, maka dapat dituliskan
U2 – U1 = U
dan
217
U = Q – W (10.17)
Persamaan (10.17) disebut hukum pertama termodinamika (the first law of
termodynamics) yang tidak lain merupakan penjabaran dari hukum kekekalan energi.
Di dalam pemakaiannya perlu diingat bahwa Q adalah positif bila sistem menyerap kalor
dan negatif bila sistem mengeluarkan kalor. Sedangkan W adalah positif bila sistem
melakukan kerja dan negatif bila kepada sistem dilakukan kerja.
Jika sistem hanya mengalami perubahan keadaan yang sangat kecil, maka hanya
sejumlah kecil kalor dQ yang diserap dan hanya sejumlah kecil kerja dW yang dilakukan,
sehingga perubahan energi dalam dU juga sangat kecil. Hukum pertama termodinamika
dapat ditulis.
dU = dQ – dW (10.18)
Q dan W bukanlah fungsi yang sesungguhnya dari keadaan sistem, karena Q dan W
tidak tergantung pada nilai koordinat sistem. Maka dQ dan dW bukanlah diferensial eksak
seperti istilah yang digunakan di dalam matematika. Yang dimaksudkan disini hanyalah
sebuah kuantitas yang sangat kecil. Akan tetapi, dU adalah sebuah diferensial eksak,
karena U adalah sebuah fungsi eksak dari koordinat sistem.
10.6 KAPASITAS KALOR GAS IDEAL
Kapasitas kalor adalah kalor yang diperlukan persatuan perubahan temperatur.
Sedangkan kalor jenis adalah kapasitas kalor persatuan massa dan dinyatakan dengan c
12 TTmcQdTdQ
m1c
(10.19)
Ada dua macam kapasitas kalor yang penting untuk gas, yaitu kapasitas kalor molar pada
volume konstan CV dan kapasitas kalor molar pada tekanan konstan Cp
pV dT
dQdandTdQC p
V
C (10.20)
10.6.1 Kapasitas Kalor Gas Monoatamik
218
Atom-atom gas monoatomik hanya mempunyai gerak translasi terhadap sumbu x, y
dan z (tidak ada struktur dalam di dalam teori kinetik), sehingga nRT23U dan
nR23C v serta nR
25Cp . Perbandingan kapasitas kalor molarnya adalah
1,6735
CC
p
V
10.6.2 Kapasitas Kalor Gas Diatomik
Atomnya dapat diandaikan seperti dua bola yang disambung oleh sebuah tongkat
tegar. Atom seperti ini dapat berotasi terhadap dua dari tiga sumbu yang saling tegak lurus
satu sama lain (seperti Gambar 10.2) tetapi pegas diganti dengan tongkat tegar. Energi
translasinya mempunyai 3 (tiga) suku dan energi rotasinya hanya mempunyai 2 (dua) suku.
Dengan demikian energi dalamnya adalah
nRTnRTnRTU25
212
213
sehingga
nR25
dTdUC v
dan
Cp = Cv + R = 27
nR
Dengan demikian
1,4057
CC
v
p
10.6.3 Kapasitas Kalor Gas Poliatomik
Pada gas poliatomik terdapat tiga atau lebih atom (bola) yang dihubungkan dengan
tongkat tegar, sehingga atom tersebut mampu berotasi terhadap salah satu sumbu dari
energi dan cukup besar. Gas poliatomik atom-atomnya mempunyai gerak translasi dan
gerak rotasi, sehingga energi dalamnya adalah
3nRTnRT213nRT
213U
sehingga
219
nR3dTdUC V
dan
Cp = 4nR , 1,33CC
V
p
a. Kapasitas Kalor Molar Pada Proses Isokhorik
Proses isokhorik adalah proses yang berlangsung dengan volume gas ideal
dipertahankan konstan, sehingga kerja yang dilakukan sistem adalah nol.
dW = pdV = 0 (karena dV = 0)
Bila kepada sistem diberikan kalor sebesar dQ, maka
dQ = dU + dW
dQ = dU
sehingga seluruh kalor yang diterima sistem seluruhnya diubah untuk menaikkan energi
dalam sistem.
Dalam eksperimen sering digunakan kapasitas kalor molar pada volume konstan
melalui rumusan
VVV dT
dUdTdQC
Dari tafsiran energi dalam sistem gas ideal monoatomik diperoleh nRT23U , yaitu
energi dalam gas ideal hanyalah tergantung pada temperatur, karena interaksi antar partikel
diabaikan, sehingga
nR23C v (10.21)
b. Kapasitas Kalor Molar Pada Proses Isobarik
Bila pada sistem gas ideal diberikan kalor dQ dan selama proses berlangsung
tekanan gas ideal dipertahankan konstan, maka proses ini dikenal dengan proses isobarik
kerja yang dilakukan pada perubahan volume gas dari V1 ke V2 adalah
12
V2
V1
VVppdVW
Hukum pertama termodinamika dapat ditulis
dQ = dU + dW = dU + pdV
220
Dengan menggunakan definisi kapasitas kalor molar pada tekanan konstan Cp adalah
pp dT
dQC (10.22)
dan dengan menggunakan definisi kapasitas kalor molar pada volume konstan, maka
diperoleh
Cp dT = dQ = dU + pdV
Cp dT = CV dT + pdV
Dari hubungan persamaan keadaan gas ideal pV=nRT dan utnuk proses isobarik dapat
ditulis pdV=nRdT, sehingga
CpdT = Cv dT + nRdT
atau secara umum dapat dituliskan hubungan
Cp = Cv + nR (10.23)
Persamaan (10.23) berlaku untuk semua gas ideal. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas
kalor molar pada tekanan konstan gas ideal selalu lebih besar dari pada kapasitas kalor
molar pada volume konstan.
c. Kerja Pada Proses Adiabatis
Selama proses adiabatis tidak ada kalor yang masuk maupun yang keluar dari
sistem. Dengan demikian hukum pertama termodinamika untuk gas ideal dapat ditulis
dQ = dU + dW
0 = Cv dT + pdV
Karena pV = nRT maka, p = V
nRT
dVV
nRTdTC V atau V
dVCnR
TdT
v
konstantalnVCnRln
V
T
atau
1CnR
CTV V (10.25)
Dengan menggunakan hubungan Cp = nR + Cv
Jika 1CnR
CC
maka,CC
VV
p
V
p . Sehingga dengan menyatakan 1VC
nR
Persamaan (10.25) dapat ditulis
221
TV -1 = C1 , C1 = konstanta (10.26)
Karena pV = nRT, maka Persa.(10.26) dapat pula ditulis
konstantadenganCpVatauVnRpV
2211 CC (10.27)
Dengan cara yang sama dapat juga diturunkan hubungan p-T.
Bila proses adiabatik dinyatakan dalam diagram p-V kemiringan kurvanya hampir
sama dengan proses isotermis seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 10.9. Dari gambar
tersebut terlihat hubungan pV = C0 (untuk proses isotermik) dan pV = C2 (untuk proses
adiabatis) dengan C0 dan C2 adalah konstanta serta > 1. Dapat dinyatakan bahwa kurva
untuk proses adiabatik lebih curam dibandingkan dengan kurva untuk proses isotermik,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.9
Gambar 10.9 Diagram p-V untuk proses adiabatik dan proses isotermik
Bila pada sistem gas ideal dikenakan proses pengembangan volume dari V1
menjadi V2 secara adiabatik, maka kerja yang diperlukan sebesar W12 dapat dihitung
sebagai berikut 2V
1V12 pdVW
Karena proses dari volume 1 ke volume 2 terjadi secara adiabatik, maka berlaku
2211 pVVpVp , sehingga
11
12
11V
V12
2
2V
1V12 VV
1Vp
V1
dVVVdVpVW 2
1
CC
111222
111211
VpVVp1
1
VpVVp1
1
222
atau
112212 VpVp1
1W (10.28)
Dengan cara yang sama dapat pula ditentukan kerja untuk hubungan P-T.
Contoh 10.5
Seorang anak memompa ban sepedanya pada suatu hari yang temperaturnya 300K.
tentukan temperatur udara dalam pompa sepeda jika tekanan ban mencapai 24,5 lbf/in2 dan
udara dalam pompa diasumsikan termampatkan secara adiabatik. Untuk udara = 1,40.
Penyelesaian
Selama proses adiabatik kuantitas 1
Tp konstan. Dalam langkah terakhir pompa, udara
pada T1 = 300 K dan tekanan atmosfir p1 = 14,7 lbf/in2 adalah diberikan ke dalam pompa
sepeda dan dikompresi secara adiabatik sampai tekanan p2 = 24,5 lbf/in2 dan temperatur T2
adalah 1
22
1
11 ppT
157,1
/inlbf24,5/inlbf14,7
pp
1
2
1,40,4
2
2
1
2
1
2
1
1
2
sehingga
T2 = 1,157T1 = 1,157 x 300K = 347K = 74,1 oC
Contoh 10.6
Suatu gas ideal volumenya 1 lt pada tekanan 1 atm diekspansikan secara isotermal sampai
volumenya menjadi 2 kali semula. Gas ideal selanjutnya dikompresi secara isobarik
menuju volume semula dan secara isotermik sampai tekanan semula. Plot proses diagram
p-V dan hitung kerja total yang dilakukan oleh gas. Jika 50 joule panas dilepaskan selama
proses tekanan konstan berapa perubahan total energi dalam.
223
Penyelesaian
Diagram p-V untuk proses ini adalah
Kerja yang dilakukan oleh gas adalah
2
1
V
V
pdVW
Tanda negatif, karena tekanan gas pada V1 berlawanan dengan perubahan volume. Dari
persamaan keadaan gas ideal pV = nRT diperoleh
W12 = 2
1
2
1
V
V 1
2
VV
lnnRTV
dVnRTVV
nRTV
V
d
=2
111
1
211 p
plnVp
VV
lnVp
i dan f adalah kondisi pada keadaan awal dan keadaan akhir. Jadi kerja yang dilakukan
oleh gas dari (1) ke (2) adalah
W12 = p1V1ln1
2
VV
= (1atm.1,013x106 dyne cm-2 atm-1)(1 lt.103cm3. lt-1)(ln2)
= 7,022 x 108 erg
= 70,22 joule
Selanjutnya volume diduakalikan, dan dengan menggunakan hukum Boyle p1V1 = p2V2
terlihat tekanan p2 menjadi setengah p1
p2 = 112
1 p21p
VV
Kerja yang dilakukan pada gas dalam perubahan kedua (dari 2 ke 3) adalah
W23 = )V2(Vp21)V(Vpdvp 111232
V
V
2
1
224
joule50,65erg10x5,065
)ltcm10lt.)(1atmcmdyne1,013x10atm.(121
Vp21
8
133126
11
kerja yang dilakukan pada gas dari 3 ke 4 adalah
W34 = p31
211
4
33 p
plnVp
21
pp
lnV
joule35,11erg10x3,511
2)nl)(ltcm.10lt)(1atmcmdyne10x1,013.atm(1
2lnVp21
21lnVp
21
8
13312621
1111
Kerja total yang dilakukan oleh gas adalah
W1 + W2 + W3 = 70,22-50,65 – 35,11 = -15,54 J.
Proses pertama dan ketiga temperaturnya konstan, dalam suatu gas ideal energi
dalam hanya tergantung pada temperatur, sehingga tidak ada perubahan energi dalam pada
proses pertama dan ketiga. Beberapa kerja yang dilakukan pada gas dalam perubahan ini
adalah sama dengan perpindahan panas.
Proses ke dua adalah isobarik. Perubahan energi dalam selama proses diberikan
oleh hukum pertama termodinamika U = Q – W, dengan Q adalah energi panas yang
dikeluarkan sistem dan W adalah kerja yang dilakukan oleh sistem, sehingga
U = -50 J - (- 50,65 J) = +0,65 J.
Jadi energi dalamnya bertambah 0,65 J selama proses.
10.7 HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA
Hukum pertama termodinamika menyatakan bahwa energi adalah kekal. Akan
tetapi, banyak proses termodinamika yang mengekalkan energi tetapi sesungguhnya tidak
pernah terjadi. Misalnya, benda panas akan bertambah panas dan benda dingin akan
bertambah dingin. Walaupun demikian tidak satupun dari proses ini yang melanggar
hukum pertama termodinamika. Dengan kata lain, hukum pertama termodinamika tidak
membatasi kemampuan kita untuk mengubah kerja menjadi kalor atau kalor menjadi kerja.
225
Hukum kedua termodinamika membahas pernyataan mengenai proses yang
dianggap konsisten dalam hukum pertama termodinamika, dapat terjadi atau tidak dapat
terjadi di alam.
a. Proses Terbalikkan dan Proses Takterbalikkan
Pengertian proses dapat dijelaskan dengan menggunakan beberapa pembatasan.
Proses terbalikkan (reversible) merupakan proses perubahan dari suatu keadaan awal lagi,
bila tidak dapat kembali ke keadaan awal lagi disebut tak terbalikkan (irreversible).
Suatu proses dikatakan terbalikkan bila memenuhi persyaratan
a. Merupakan proses kuasistatik, yaitu suatu proses pada setiap tahap perubahan sistem
secara berurutan selalu mencapai keadaan kesetimbangan.
b. Selama proses tidak disertai pengaruh lesapan, artinya pengalihan kerja menjadi energi
dalam tidak dipengaruhi oleh pengaruh lesap, seperti viskositas, gesekan, resistansi
listrik, histeris magnetik, dsb.
Pendefinisian di atas hanyalah merupakan idealisasi keadaan, karena pada umumnya
proses alam bersifat tak terbalikkan (irrevesible). Sebagai contoh, kalor tidak dapat
mengalir dari benda yang lebih dingin ke benda yang lebih panas. Walaupun proses
tersebut memenuhi hukum pertama termodinamika, tetapi proses tersebut tidak pernah
dapat terjadi bila tidak ada perubahan lain, misalnya proses pengembangan volume gas
ideal secara isotermal. Dalam hal ini kerja secara keseluruhan dapat diubah menjadi kalor,
namun proses tersebut berlangsung sekali saja. Untuk mengulangi proses tersebut secara
terus menerus diperlukan pembalikan proses, yang tentunya diperlukan sejumlah kerja.
Dalam praktek sering diusahakan agar kerja yang dihasilkan lebih besar dibandingkan
dengan kerja pada proses balik. Suatu proses yang terdiri dari beberapa tahapan dari suatu
keadaan setimbang ke keadaan setimbang yang lain dan kembali ke keadaan setimbang
semula disebut siklus.
b. Siklus Mesin Otto (Motor Bakar)
Siklus mesin Otton (motor bakar) terdiri dari 6 (enam) langkah yaitu :
1. Langkah Hisap. Campuran uap bensin dan udara dihisap ke dalam silinder dengan
penghisapan piston, sehingga tekanan di luar besar daripada tekanan campuran.
2. Langkah Pemampatan. Campuran uap bensin dan udara dimampatkan sehingga
tekanan dan temperaturnya naik. Pada langkah ini terjadi gesekan, percepatan dan
kehilangan kalor karena hambatan.
226
3. Pengapian. Pada campuran terjadi pembakaran yang berlangsung sangat cepat, dan
selama pembakaran piston tidak bergerak, sehingga tekanan dan temperaturnya naik
sangat tinggi.
4. Langkah Kerja. Gas panas yang dihasilkan pada langkah pengapian memuai dan
mendorong piston ke luar, sehingga mengalami penurunan tekanan dan temperatur.
Dalam hal ini, sistem melakukan kerja mekanis.
5. Pembuangan melalui katup. Katup pembuangan terbuka dan gas keluar dari silinder,
sehingga tekanannya turun sampai tekanan atmosfir. Dan piston mendorong hampir
semua sisa hasil pembakaran ke luar silinder.
Pada prinsipnya siklus mesin Otto terdiri dari empat proses utama seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 10.10, yaitu ab dan cd masing-masing adalah proses
pemampatan gas adiabatik reversibel dan pengembangan gas adiabatik reversible.
Sedangkan proses bc dan da masing-masing adalah proses pemanasan gas dan pendinginan
gas dan volume konstan. Kalor yang masuk dan keluar selama proses bc dan da hanya
tergantung pada temperatur awal dan temperatur akhir.
Gambar 10.10 Siklus mesin Otto
Efisiensi satu siklus didefinisikan sebagai kerja total yang dilakukan sistem selama
satu siklus dibagi dengan kalor yang masuk ke dalam sistem.
= masuk
siklussatu
QW
(10.29)
Hubungan efisiensi dengan temperatur atau dengan volume dapat diperoleh dengan
meninjau rumusan untuk setiap tahap. Misalkan temperatur titik a, b, c, dan d berurutan di
sebut Ta, Tb, Tc dan Td , sedangkan volumenya dinyatakan dengan Va, Vb, Vc dan Vd.
masing-masing proses dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. a ke b adalah proses pemampatan adiabatik reversibel, sehingga Qab = 0
227
2. b ke c adalah proses pemanasan isokhorik, sehingga Qbc = Cv (Tc – Tb) dan Wbc = 0
karena Tc > Tb maka Qbc positif. Dengan demikian pada proses b ke c kalor sebesar Qbc
masuk ke dalam sistem.
3. c ke d adalah proses pengembangan adiabatik reversibel, sehingga Qcd = 0
4. d ke a adalah proses pendinginan isokhorik, sehingga berlaku rumusan
Qda = Cv (Ta – Td) dan Wda = 0
Karena Ta < Td maka Qda negatif. Dengan demikian selama proses d ke a, sistem
mengeluarkan kalor sebesar Qda.
Rumusan hukum pertama termodinamika untuk satu siklus abcda adalah
Qsatu siklus = Usatu siklus + Wsatu siklus (10.30)
dengan
Qsatu siklus = Qab + Qbc + Qcd + Qda
= 0 + Cv (Tc – Tb) + 0 + Cv (Ta – Td)
Energi dalam siklus tidak mengalami perubahan, Usatu siklus = 0, sehingga
Qsatu siklus = Wsatu siklus sedangkan Qmasuk = Qbc. Efisiensi satu siklus adalah
%1001
%100)(
)()(
%100
bc
ad
bcv
davbcv
masuk
siklussatu
CCC
QW
Karena dalam prakteknya temperatur tidak dapat diukur, maka efisiensi siklus dapat pula
dinyatakan dalam bentuk volume dengan menggunakan hubungan adiabatik ab dan cd.
1
d
ccd
1
a
bba V
Vdan
VV
Bila kedua persamaan di atas dikurangkan dan karena Vb = Vc, Vd = Va maka diperoleh
Td – Ta = (Tb – Tc) 1
a
b
VV
1
a
b
VV
cb
ad
sehingga efisiensinya menjadi
228
= %10011
a
b
VV
(10.31)
dan a
b
VV
disebut rasio kompresi.
Persamaan (10.13) adalah efisiensi secara teoritis dalam praktek efisiensi
= 100% tidak dapat dicapai, karena hal ini menurut terpenuhinya persyaratan kalor
keluar Qda = 0. Jika nilai = v
p
CC
= 1,4 untuk udara dan rasio kompresi mesin mobil sekitar
10, maka efisiensi teoritis yang dicapai = 60%, akan tetapi pada kenyataannya nilai
efisiensi yang dicapai adalah setengah dari nilai efisiensi ideal.
c. Siklus Mesin Pendingin
Prinsip kerja mesin pendingin adalah memanfaatkan benda yang akan didinginkan
sebagai reservoir dingin, kemudian dipindahkan ke reservoir dengan temperatur yang lebih
tinggi. Analisis sistem pendingin ini dapat didekati dengan diagram p-V seperti yang
terlihat pada Gambar 10.11.
Gambar 10.11 Siklus mesin pendingin Efisiensi mesin pendingin dapat ditinjau dari rumusan masing-masing proses
1. a ke b; proses adiabatik dari tekanan pa ke pb, sehingga Qab = 0
2. b ke c; proses isobarik dari Tb ke Tc, sehingga berlaku rumusan
Qbc = Cp (Tc – Tb) dan Wbc = p(Vc – Vb)
Karena Tc > Tb maka Qbc positif. Dengan demikian Qbc adalah jumlah kalor yang
masuk sistem.
3. C ke d; proses adiabatik dari temperatur Tc ke Td, sehingga Qcd = 0
4. D ke a; proses isobarik dari temperatur Td ke Ta sehingga
Qda = Cp (Ta – Td) dan Wda = p(Va – Vd)
229
Karena Td > Ta maka Qda negatif, sehingga Qda adalah jumlah kalor yang keluar sistem.
Hukum pertama terdinamika untuk satu siklus abcda adalah
Qsatu siklus = Usatu siklus + Wsatu siklus
dengan
Usatu siklus = Uakhir – Uawal = 0
sehingga
Wsatu siklus = Qsatu siklus = Qab + Qbc + Qcd + Qda
= Cp (Tc – Tb) + Cp (Ta – Td)
Efisiensi mesin pendingin adalah
bc
ad
bc
da
bc
dabc
masuk
siklussatu
1
1Q
QQQ
W
(10.33)
Efisiensi dapat pula dinyatakan dalam bentuk tekanan, yaitu
yy1
yy1
yy1
yy1
bbaa
ccdd
PP
PP
Bila kedua persamaan di atas dikurangkan dan karena pb = pc, pd = pa akan diperoleh
(Td – Ta ) Pa yy1
yy1
bP)( bc
atau
y
y
bc
ad
1
a
b
pp
sehingga efisiensi mesin pendingin dapat ditulis
y
y
a
b
pp
1
1 (10.34)
Untuk mesin pendingin orang sering menyatakan dalam bentuk koefisien kinerja ( )
(performance coeficien), yaitu
cH
cc
QQQ
WQ
dengan Qc adalah Panas yang diserap oleh reservoir dingin
QH adalah Panas yang diterima oleh reservoir panas
Koefisien kinerja mesin pendingin ini dapat berharga lebih besar dari satu
230
d. Siklus Mesin Carnot
Sadi Carnot pada tahun 1824 memperkenalkan siklus yang terdiri dari dua proses
isotermik dan dua proses adiabatik, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 10.12
Gambar 10.12 Siklus mesin Carnot Efisiensi siklus mesin Carnot dapat diperoleh dengan meninjau masing-masing proses,
yaitu :
1. a ke b; proses isotermik pada temperatur T1 sehingga Qab = Uab + Wab
dengan Uab = 0 (karena Ta = Tb = T1), sedangkan
a
b1
V
V1
V
Vabab V
VlnnRT
VdVnRTdVpWQ
b
a
b
a
(10.35)
selama proses ab, temperatur sistem adalah konstan T1, Karena Vb > Va maka Qab
positif, sehingga Qab adalah jumlah kalor yang masuk pada sistem.
2. b ke c; proses adiabatik, sehingga Qbc = 0
3. c ke d; proses isotermik pada temperatur T2, sehingga Qcd = Ucd + Wcd
dengan Ucd = 0 (karena Tc = Td = T2), sedangkan
c
d2
V
Vcdcd V
VlnnRTpdVWQ
d
c
karena Vd < Vc, maka Qcd negatif, sehingga Qcd adalah kalor yang keluar selama proses
isotermik dari c ke d.
4. d ke a; proses adiabatik, sehingga Qda = 0
untuk satu siklus abcda berlaku
Qsatu siklus = Usatu siklus + Wsatu siklus
Karena tinjauannya satu siklus, maka Uakhir = Uawal, sehingga Usatu siklus = 0. Hukum
pertama termodinamika dalam satu siklus dapat dinyatakan dengan
Qsatu siklus = Wsatu siklus
231
sedangkan
Qsatu siklus = Qab + Qbc + Qcd + Qda
atau
Wsatu siklus = Qab + Qcd
Efisiensi mesin carnot untuk satu siklus adalah
ab
cd
ab
cdab
masuk
siklussatu
1Q
QQQ
W (10.36)
Efisiensi mesin carnot dapat juga dinyatakan dalam bentuk temperatur, dengan
menggunakan hubungan
a
b1
c
d2
ab
cd
vv
lnnRT
vv
lnnRT
Karena 2
1
c
b
1
b
c
2
1
1
a
d
VV
VV
dand
a
maka
1
2
ab
cd
a
b
c
d
b
a
c
d
b
c
a
d
QQmaka1
vvnl
vvnl
VV
VVatau
VV
VV
(10.37)
Sehingga efisiensi mesin carnot menjadi
211
2 dengan11ab
cd
Catatan : Bila mesin Carnot dilakukan dengan proses kebalikan (adcba) akan diperoleh
mesin pendingin.
Dari tinjauan berbagai siklus di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
(1) Tidak mungkin dibuat suatu mesin yang dapat menyerap kalor dari reservoir
bertemperatur tinggi, kemudian mengubah keseluruhannya menjadi kerja mekanik,
seperti pada mesin kalor yang dirumuskan pertama kali oleh Kelvin dan Planck.
232
(2) Tidak mungkin dibuat suatu meisn yang dapat menyerap kalor dariu reservoir dingin,
kemudian dipindahkan seluruhnya ke reservoir panas, tanpa adanya kerja luar, seperti
pada mesin pendingin yang dirumuskan oleh Clausius.
(3) Tidak ada mesin yang menyerap kalor dari reservor T1, kemudian memindahkannya ke
reservoir T2 yang mempunyai efisiensi lebih besar dari pada mesin Carnot.
Pernyataan (1) Kelvin dan Planck maupun pernyataan (2) dari Clausius merupakan
rumusan hukum kedua termodinamika, sedangkan pernyataan (3) merupakan konsekuensi
penting dari kedua termodinamika.
Contoh 10.8
Suatu mesin Carnot menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk memproduksi uap.
Uap yang dihasilkan dapat memutar daun baling-baling turbin. Berapakah efisiensi mesin
carnot jika temperatur uap akibat putaran daun baling-baling adalah 600K dan temperatur
mesin 373K.
Penyelesaian
Efisiensi mesin panas adalah perbandingan kerja total W yang dilakukan oleh mesin
dalam satu siklus dengan kalor Q yang diserap reservoir temperatur tinggi dalam satu
siklus. Diagram p-V untuk proses ini dapat dilihat pada Gambar 10.12 siklus mesin Carnot.
37,8%0,378600K
373K600KQ
QQQ
W
1
21
1
21
diserap
siklussatu
10.8 ENTROPI
Siklus mesin Carnot telah menjabarkan bahwa pada sistem penyerap kalor sebesar
Q1 dari reservoir bertemperatur T1, kemudian sistem melepas kalor sebesar Q2 ke reservoir
bertemperatur T2 (T1 > T2) berlaku
0atau1
1
2
2
1
2
1
2 QQQQ
Pernyataan di atas dapat diubah ke dalam bentuk yang lebih umum.
01
n
i i
iQ (10.38)
233
dengan i menyatakan tahapan proses mulai proses pertama sampai proses n siklus dalam
satu siklus.
Selanjutnya tinjau proses terbalikkan a-1-b-2-a seperti yang ditunjukkan dalam
Gambar 10.13 yang dilapiskan ke atas sekumpulan isoterm, dan isoterm dihubungkan
dengan garis adiabatik, yang membentuk sekumpulan siklus Carnot.
Gambar 10.13 (a) siklus terbalikkan yang dilapiskan ke atas kumpulan isoterm
(b) siklus Carnot yang dibentuk oleh isoterm yang dihubungkan oleh garis
adiabatik
(c) siklus terbalikkan yang menghubungkan titik a-1-b-2-a
Barisan garis isotermal-adiabatik dalam Gambar 10.13 b untuk perbedaan
temperatur yang sangat kecil dapat ditulis.
0dQ (10.39)
dQ dalam hal ini bukan diferensial eksak, karena Q bukan sebuah fungsi keadaan sistem.
Dalam hal ini menunjukkan bahwa integral tersebut dihitung untuk sebuah lintasan
siklus lengkap, yang diawali dan diakhiri di setiap titik sebarang dari siklus tersebut. dalam
termodinamika besaran T
dQdisebut entropi dengan simbol S. Persamaan (10.39) dapat
ditulis
0dSdandQdS (10.40)
Proses terbalikkan dari a ke b lewat lintasan 1 dan dari b ke a lewat lintasan 2 dapat
ditulis
0)(lintasan2dS)(lintasan1dSa
b
b
a
(10.41)
234
Karena siklus tersebut terbalikkan, maka Pers.(10.41) dapat dituliskan
0)(lintasan2dS)(lintasan1dSb
a
b
a
atau
0)(lintasan2dS)(lintasan1dSb
a
b
a
(10.42)
Persamaan (10.42) menunjukkan bahwa entropi untuk setiap proses adalah
tergantung pada lintasan, namun hasil integral dS untuk setiap lintasan proses yang
terbalikkan tidak tergantung pada lintasan, tetapi hanya tergantung pada keadaan awal dan
keadaan akhir dari proses tersebut. Sehingga entropi untuk proses terbalikkan dari a ke b
pada Gambar 10.13 c dapat dituliskan
Sb – Sa = b
a
b
a
dQdS (proses terbalikkan) (10.43)
Integral ini dihitung melalui setiap lintasan terbalikkan yang menghubungkan kedua
keadaan.
Contoh 10.9
Berapakah perubahan entropi gas jika sejumlah kalor ditambahkan dan volumenya
dipertahankan konstan sehingga berakibat terhadap pertambahan temperatur dari 100K
menjadi 101K.
Penyelesaian
Tinjau suatu sistem yang mengandung jumlah partikel besar. Bilamana kalor ditambahkan
pada sistem ini, energi kinetik rata-rata partikel akan bertambah. Dalam hal ini sistem ini
akan mengalami ketidakteraturan yang tinggi (higher internal disorder) sebagai hasil
pertambahan termal dari penyusunannya).
Entropi suatu sistem adalah ukuran sistem yang berdampak menaikkan
ketidakteraturan. Dalam hal ini, pertambahan kalor dapat menaikkan entropi. Dalam
persoalan ini kenaikan entropi S dapat membuat keseimbangan baru setelah
temperaturnya bertambah dengan T = 1K dan T << T = 100K, sehingga jumlah kalor
yang ditambahkan sangat kecil, dan perubahan entropinya.
QS
235
Pertambahan kalor suatu gas dengan jumlahan kenaikan energi dalam gas dan kerja
yang dibuat pada gas sambil berekspansi. Karena volume dipertahankan konstan, maka
kerja mekanik yang dibuat adalah nol, sehingga
TNk23UQ (gas monoatomik)
maka
11
123123
KmolJ0,125SK100
K1)JK10)(1,38mol10(6,0223Nk
23S
Contoh 10.10
Suatu gas ideal bervolume 4 liter, mula-mula berada pada tekanan 10 atm dan temperatur
500K. Gas ideal dikenai proses pengembangan volume secara isotermik menjadi 8 liter,
dilanjutkan dengan proses penurunan tekanan secara isokhorik menjadi 4 atm dan
selanjutnya proses adiabatik untuk mengembalikan pada keadaan semula. Tentukan :
a. Seluruh proses tersebut dalam diagram p-V
b. Nilai p, V dan T untuk setiap akhir tahapan proses, serta nilai , Cp dan Cv untuk gas
tersebut
c. Kerja total dalam satu siklus
d. Perubahan entropi untuk tiap proses
e. Efisiensi siklus tersebut
Penyelesaian
a. Diagram p-V
1. ke 2 : proses isotermik 2. ke 3 : proses isokhorik 3. ke 1 : proses adiabatik
236
b. Nilai Variabel p, V dan T
Proses isotermik (1 ke 2), dengan T1 = T2 = 500K dan p1 = 10 1tm, V1 = 4 liter,
sehingga berlaku rumusan.
p1V1 = p2V2
p2 = atm5atm10lt8lt4p
VV
12
1
Jadi keadaan 2: p2 = 5 atm, V2 = 8 liter, T2 = 500K
Proses isokhorik (2 ke 3) dengan V2 = V3 = 8 lt dan T1 = T2 = 500K, sehingga berlaku
K400K500atm5atm4T
ppdanT
Tp
Tp
22
33
3
3
2
2
Proses adiabatik (3 ke 1), berlaku rumusan
1,320,50,4lndan
lt8lt4ln
atm10atm4ln
VV
pp
Vp
3
1
1
3
13
untuk gas ideal berlaku : Cp = Cv + nR atau = 1,32CnR1
CC
vv
p
untuk setiap keadaan berlaku pV = nRT
nR = 1
1
11 Katmlt0,08K500
lt4atm10TVp
sehingga CV = 11
K.atm.lt0,250,32
Katmlt0,080,32nR
dan
Cp = CV = 1,32x0,25 lt.atm K-1 = 0,33 lt.atm .K-1
c. Kerja
Proses isotermik (1 ke 2), berlaku rumusan
W12 = 2
1
2
1 1
211 lt4
lt8lnlt4atm10VV
lnVpV
dVnRTpdVV
V
V
V
W12 = 27,7.lt.atm
W12 berharga positif, artinya sistem melakukan kerja.
Proses isokhorik (2 ke 3), dV = 0, sehingga W23 = 0
Proses adiabatik (3 ke 1), berlaku rumusan
237
W31 = 1
1[p1V1 – p3V3]
= 32,11
1 [ lt8atm4lt4atm10 ] = - 25 lt.atm
W31 negatif, berarti sistem menerima kerja dari luar
Kerja total dalam satu siklus
Wtotal = W12 + W23 + W31 = 27,7 + 0 – 25 = 2,7 lt atm
Jadi secara keseluruhan sistem melakukan kerja sebesar 2,7 lt.atm
d. Kalor
Proses isotermik (1 ke 2), dT = 0, sehingga berlaku rumusan
U12 = C vdT = 0
Dari hukum pertama termodinamika Q12 = U12 + W12
Q12 = W12 = 27,7 lt atm
Q12 positif, artinya selama proses isotermik dari 1 ke 2 sistem menyerap kalor
Proses isokhorik (2 ke 3), dV = 0, sehingga berlaku rumusan
W23 = 0pdV
Dari hukum pertama termodinamika Q23 = U23 + W23
Q23 = 3
2
T
T
C V dT = Cv (T3 – T2) = 0,25 lt.atm.K-1 (400 K – 500 K)
Q23 = -25 lt atm
Q23 negatif, berarti selama proses isokhorik dari 2 ke 3 sistem mengeluarkan kalor
Proses adiabatik (3 ke 1), tidak ada perubahan panas, maka Q31 = 0
e. Entropi
Proses isotermik (1 ke 2), dT = 0 hukum pertama termodinamika dapat ditulis
dQ = dU + dW
TdS = CVdT + pdV
TdS = pdV
238
2V
1V 1
212
2
1
2V
1V
VVnRln
VdVnRSS
maka
,VnR
Tpkarena
dVTpdS
= 0,08 lt atm K-1 ln ltlt
48
= 0,055 lt atm K-1
Proses isokhorik (2 ke 3), dV = 0, sehingga dW = 0, maka hukum pertama termodinamika
dapat ditulis
dQ = dU + dW
TdS = CVdT
1123
3
2
3T
2T 2
31V
K.atm.lt0,0558K500K400K.atm.lt0,25SS
TTn1K.atm.lt0,25
TdTCdS
Proses adiabatik (3 ke 1), tidak ada perubahan kalor dQ = 0, sehingga TdS = 0 dan dS = 0
Jadi selama proses adiabatik, sistem tidak mengalami perubahan entropi
f. Efisiensi
Efisiensi mesin yang sesuai dengan proses pada diagram p-V adalah
masuk
satusiklus
QW
Wsatu siklus = W12 + W23 + W31 = 27,7 + 0 – 25 = 2,7 lt.atm
Qmasuk = Q12 = 27,7 lt.atm
9,75%atm.lt27,7atm.lt2,7