Bab+2.Unlocked
-
Upload
iqbal-adifatiyan-syach -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
description
Transcript of Bab+2.Unlocked
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Metabolime Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu diantara nutrien utama bagi
manusia. Glukosa merupakan karbohidrat terpenting di dalam tubuh.
Glukosa merupakan sumber energi dalam tubuh. Bentuk karbohidrat lain
mengalami perubahan menjadi glukosa sebelum diserap dan digunakan
sebagai energi di dalam tubuh. Pencernaan karbohidrat terjadi di dalam
saluran pencernaan oleh enzim-enzim. Enzim ini berfungsi untuk memecah
bentuk polisakarida dan disakarida menjadi bentuk monosakarida. setelah
mengalami rangkaian proses di dalam tubuh sehingga terbentuk hasil akhir
berupa glukosa, kemudian tubuh akan menggunakan glukosa untuk diubah
menjadi ATP atau menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sebagai
cadangan energi (Murray RK et al, 2009).
Glukosa masuk ke dalam sel melalui membran sel, masuk ke dalam
sitoplasma sel melalui transpor membran, yaitu mekanisme difusi pasif.
Sejumlah molekul-molekul protein pembawa akan mengikat molekul
glukosa dan membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa
akan mengalami fosforilasi oleh enzim glukokinase pada sel hati yang
bersifat spesifik terhadap glukosa dan dapat juga dikatalisis oleh enzim
heksokinase pada sel-sel lain menjadi glukosa 6 fosfat (Hardjasasmita P,
2006).
Di dalam tubuh terdapat beberapa jalur oksidasi karbohidrat. Agar
dapat digunakan sebagai energi, glukosa mengalami glikolisis, yaitu
proses pemecahan glukosa menjadi 2 molekul asam piruvat. Terdapat juga
jalur glikogenesis dan glikogenolisis yang berfungsi untuk menjaga
kestabilan glukosa di dalam tubuh. Jalur metabolisme glukosa lainnya
adalah jalur glukoronat yang merupakan pembentukan glukuronat yang ,
7
berasal dari glukosa tubuh, jalur HMP-shunt (Hexose Mono Phosphate
shunt), dan jalur glukoneogenesis (Hardjasasmita P, 2006).
Terdapat 2 macam glikolisis, yaitu glikolisis aerob dan glikolisis
anaerob. Glikolisis anaerob sering dikenal dengan jalur Embden
Meyerhof. Jalur ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Sedangkan
glikolisis aerob, atau sering dikenal sebagai siklus Krebs (siklus
Trikarboksilat atau siklus asam sitrat) berlangsung dengan adanya oksigen.
Kedua jalur ini dihubungkan oleh asetil-SKoA, yaitu satu produk reaksi
oksidasi dekarboksilasi asam piruvat (Hardjasasmita P, 2006).
Glikogenesis dan glikogenolisis erat kaitannya dengan kestabilan
kadar glukosa darah di dalam tubuh. Proses pembentukan glikogen disebut
glikogenesis. Glukosa 6 fosfat akan mengalami perubahan menjadi
glukosa 1 fosfat, kemudian menjadi uridin difosfat glukosa (UDPG).
Kemudian dengan dikatalisis oleh enzim glikogen sintase, atom karbon-1
molekul glukosa dari molekul UDPG membentuk ikatan glukosidat
dengan atom karbon-4 residu glukosa terminal dari molekul glkogen
primer (yang sudah tersedia sebelumnya), ini merupakan reaksi awal
pembentukan molekul glikogen yang seutuhnya. Apabila rantai glukosida
tersebut telah mencapai panjang rantai yang minimal terdiri dari 11 residu
glukosa, maka dibentuklah titik percabangan yang dikatalisis oleh
“branching enzyme”. Cabang yang baru akan memperpanjang rantai
glukosida, dan cabang ini akan mengalami percabangan baru setiap
mencapai panjang minimal 11 residu glukosa. Hal ini akan berlangsung
terus menerus sampai akhirnya pohon molekul glikogen terbentuk secara
tuntas. Glikogen merupakan bentuk simpanan glukosa dalam jaringan
tubuh, umumnya pada hati dan otot (Hardjasasmita P, 2006).
Di saat tubuh memerlukan energi dan cadangan glukosa menurun,
maka cadangan glikogen yang disimpan dalam sel dapat digunakan
kembali melalui suatu proses pemecahan, yaitu glikogenolisis. Pemecahan
ikatan glukosida-1,4 yang dimulai dari bagian terminal setiap rantai
cabang yang mengarah ke pangkal percabangan rantai samapi dicapai 4
8
residu glukosa tersisa dari titik percabangan rantai. Proses ini dibantu oleh
enzim fosforilase, enzim ini tidak aktif pada keadaan istirahat. Unit
trisakarida dari residu 4 molekul glukosa yang tersisa tadi dipindahkan ke
rantai cabang lainnya. Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim glukan
transferase, dan menyebabkan titik cabang- 1,6- terbuka. Selanjutnya titik
cabang -1,6- glukosida yang terbuka ini dihidrolisis oleh “debranching
enzyme” yang bersifat spesifik. Gugus fosfat pada atom C-1 dari molekul
glukosa 1 fosfat dimutasi intramolekuler oleh enzim fosfoglukomutase
membentuk glukosa-6P (Hardjasasmita P, 2006).
Gambar 1. Gambaran Umum Metabolisme Karbohidrat (Anonim, 2011)
Selain berasal dari karbohidrat, glukosa dapat pula dibentuk dari
non-karbohidrat, seperti lemak atau protein. Proses perubahan dari
senyawa non-karbohidrat ini menjadi glukosa disebut, glukoneogenesis.
Glukoneogenesis berlangsung pada keadaan tubuh yang mengalami
kekurangan glukosa untuk memenuhi energi yang diperlukan oleh tubuh
(Hardjasasmita P, 2006).
9
Bila sel (terutama sel hati dan sel otot) mendekati saturasi glikogen,
glukosa tambahan akan diubah menjadi lemak dalam sel hati dan sel
lemak serta disimpan dalam jaringan adiposa. Di dalam hati, glukosa
diubah menjadi piruvat melalui glikolisis dan kemudian masuk ke dalam
mitokondria. Piruvat kemudian membentuk asetil KoA dengan bantuan
enzim piruvat dehidrogenase dan oksaloasetat dengan bantuan enzim
piruvat karboksilase, kedua komponen ini kemudian bergabung
membentuk sitrat. Sitrat kemudian mengalami transpor menuju sitosol,
untuk kemudian membelah dan kembali menghasilkan asetil KoA dan
oksaloasetat. Asetil KoA kemudian menjadi malonil KoA dengan bantuan
enzim asetil KoA karboksilase. Malonil KoA mendonorkan 2 unit karbon
yang digunakan untuk membentuk rantai asam lemak dalam kompleks
asam lemak sintase kepada palmita. Palmitat kemudian mengalami
pemanjangan dan desaturasi untuk membentuk asam lemak. Reaksi ini
membutuhkan NADPH (Smith, 2005).
Di dalam hepar, gliserol 3 fosfat dihasilkan dari fosforilasi gliserol
oleh gliserolkinase atau dari reaksi DHAP (Dihydroxiacetone phosphate)
yang berasal dari glikolisis. Tetapi jaringan adiposa memiliki sedikit
gliserol kinase, sehingga pembentukan gliserol fosfat hanya melalui
DHAP. Gliserol 3 fosfat kemudian bereaksi dengan fatty acyl CoA dari
asam fosfatidik. Defosforilasi asam fosfatidik menghasilkan diasilgliserol.
Fatty acyl CoA lain kemudian bereaksi dengan diasil gliserol membentuk
triasilgliserol (Smith, 2005).
Dalam keadaan puasa, glikogen hati dipecah menjadi glukosa, dan
dilepaskan ke dalam aliran darah. Kadar glukosa plasma dipengaruhi oleh
asupan makanan, kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan
adiposa, dan organ-organ lain, dan aktivitas glukostatik hati.
(Hardjasasmita P, 2006); (Guyton AC, 2006).
II.1.2 Metabolisme Lipid
Lipid adalah asam lemak dan turunannya, lemak netral (trigliserida),
fosfolipid, dan senyawa terkait, serta sterol. Trigliserida terdiri dari tiga
10
asam lemak yang terikat ke gliserol. Asam lemak yang terdapat di alam
mengandung jumlah atom karbon genap, terdapat ikatan jenuh (tidak ada
ikatan rangkap), atau tak jenuh (terdapat ikatan rangkap). Lemak sebagai
bentuk simpanan energi yang utama di dalam tubuh adalah triasil-gliserol
(Hardjasasmita P, 2006); (Guyton AC, 2006).
Gambar 2. Struktur Kimia Gliserol, Trigliserida, Asam Lemak Jenuh, dan
Asam Lemak Tidak Jenuh (Anonim, 2011)
Sebagian besar lipid plasma relatif tidak larut dalam larutan air dan
tidak beredar dalam bentuk bebas. Asam lemak bebas (Free Fatty Acid,
FFA, UFA, NEFA) terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida,
dan fosfolipid diangkut dalam bentuk kompleks lipoprotein. Kompleks ini
sangat meningkatkan daya larut lemak (Guyton AC, 2006).
11
Gambar 3. Pembentukan dan Pemecahan Fosfolipid (Anonim, 2010)
Proses penyerapan lemak terjadi di usus halus oleh membran sel
mikrovili. Di dalam mukosa usus halus, lemak akan mengalami esterifikasi
membentuk kilomikron. Kilomikron kemudian akan dilepaskan ke dalam
sirkulasi melewati saluran limfe (Guyton AC, 2006); (Hardjasasmita, 2006).
Kilomikron merupakan suatu kompleks lipoprotein yang sangat
besar. Lipoprotein terdiri dari suatu inti trigliserida dan ester kolisteril
hidrofobik yang terdiri dari fosfolipid dan protein. Terdapat dua jalur dari
lipoprotein, yaitu jalur eksogen, yang memindahkan lemak dari usus ke hati,
12
dan jalur endogen, yang mengatur perpindahan lemak ke jaringan.
Kandungan protein pada lipoprotein disebut apoprotein. Apoprotein utama
terdiri dari APO A, APO B, dan APO C (Guyton AC, 2006).
Gambar 4. Jalur Eksogen dan Endogen Lipoprotein (Gannong, 2005)
Triasilgliserol yang berada dalam bentuk kilomikron atau VLDL
(Very Low Density Lipoprotein) tidak dapat diambil begitu saja dalam
bentuk utuh oleh jaringan tubuh dan darah, tetapi harus mengalami
hidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL). Enzim ini terdapat pada di dalam
lapisan endotel kapiler jaringan ekstra hepatik. Setelah sebagian besar
trigliserida dihidrolisis oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL.
IDL menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja enzim plasma lesitin-
kolesterol asiltransferase (LCAT), mengambil ester kolesterol yang
terbentuk dari kolesterol HDL. Kolesterol HDL disekresikan oleh hepatosit
sebagai partikel kecil rendah kolesterol, kaya protein dan mengandung Apo
A, Apo E, dan Apo CII. Di dalam plasma HDL memindahkan Apo E dan
Apo CII ke kilomikron dan VLDL, di mana Apo CII akan mengaktivasi LPL
yang kemudian akan mendegradasi trigliserida atau triasilgliserol di dalam
komponen kilomikron dan VLDL. Saat HDL menerima kolesterol dari
membran sel, kolesterol bebas mengalami esterifikasi oleh LCAT. Terdapat
dua mekanisme, HDL memindahkan kolesterol bebas dan ester kolesterol ke
13
hati, dan melalui CETP (Cholesterol Ester Transfer Protein) kolesterol
bebas dan ester kolesterol dibentuk menjadi VLDL. CETP berguna untuk
memindahkan kolesterol ester dari HDL ke VLDL sebagai ganti dari
triasilgliserol (Smith, 2005). VLDL di dalam plasma kemudian akan
dihidrolisis oleh LPL menjadi IDL. (Murray et al, 2009)
Sebagian IDL diserap oleh hati. IDL sisanya kemudian melepaskan
lebih banyak trigliserida dan protein, di sinusoid hati, dan menjadi LDL.
LDL menyediakan kolesterol bagi jaringan. Kolesterol adalah suatu unsur
pokok membran sel dan digunakan oleh sel kelenjar untuk membentuk
hormon steroid. Di hati dan kebanyakan jaringan ekstrahati, LDL diambil
melalui endositosis dengan berperantara reseptor di coated pits. Reseptor
tersebut mengenali komponen APO B dari LDL tersebut (Sudoyo AW
dkk,2006); (Price SA et al, 2006); (Hardjasasmita P, 2006).
LDL juga diserap oleh sistem yang berafinitas lebih rendah di dalam
makrofag dan beberapa sel lain. Reseptor LDL di makrofag atau sel terkait
disebut scavenger reseptor. Reseptor ini mempunyai afinitas lebih besar
untuk LDL yang telah berubah. Apabila mengandung LDL teroksidasi
dalam jumlah berlebihan, makrofag akan berubah menjadi “sel busa” (foam
cell) yang dijumpai pada lesi aterosklerotik dini (Price SA, 2006).
Setelah mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase,
trasilgliserol mengalami hidrolisis secara bertahap menjadi asam lemak
bebas dan gliserol. Sebagian dari asam lemak bebas dilepaskan ke dalam
darah dan diikat oleh albumin plasma, tetapi sebagian diangkut ke jaringan
masih dalam bentuk asam lemak bebas. Asam lemak bebas di dalam
jaringan tubuh akan mengalami metabolisme berupa reesterifikasi menjadi
triasilgliserol dan mengalami oksidasi untuk menghasilkan energi (Price SA
et al, 2006); (Guyton AC et al, 2006).
II.1.3 Diabetes Melitus
II.1.3.1 Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit kronis, yang terjadi
apabila pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin, atau saat
14
tubuh tidak dapat menggunakan insulin tersebut secara efektif. Hal
ini akan memicu terjadinya peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) (WHO, 2011).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002,
diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (American
Diabetes Association, 2002).
II.1.3.2 Klasifikasi
Klasifikasi klinis dari PERKENI dalam konsensus
pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 tahun 2006 :
1. Diabetes mellitus tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya terjadi defisiensi insulin absolut
karena autoimun atau idiopatik
2. Diabetes mellitus tipe 2
Dapat terjadi dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin.
3. Diabetes mellitus akibat penyakit lain
Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, akibat obat atau zat
kimia, sebab imunologi yang jarang, dan sindroma genetik lain
yang berkaitan dengan diabetes mellitus.
4. Diabetes kehamilan
Diabetes yang timbul selama kehamilan.
II.1.3.3 Epidemiologi
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit dengan angka
prevalensi tinggi. Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes
15
mellitus paling umum diseluruh dunia. Prevalensi DM terus
bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak
150 juta orang terkena diabetes melitus, dan akan menjadi dua kali
lebih besar pada tahun 2025 (Hadisaputro dan Setyawan, 2007).
Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia
menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di
dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Menurut data
Depkes, jumlah penderita diabetes rawat inap maupun rawat jalan di
rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit
endokrin. secara global WHO memperkirakan PTM (penyakit tidak
menular) telah menyebabkan kematian sekitar 60% dan kesakitan
43% (Depkes, 2005).
Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan
angka prevalensi diabetes mellitus (Price SA et al, 2006);
(Niewoehner MD, 1998) :
1. Genetik
2. Usia
3. Perubahan pola hidup, bisa diakibatkan meningkatnya
pendapatan atau urbanisasi (pengaruh global).
4. Aktivitas fisik yang kurang
5. Pola makan yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan
obesitas
II.1.3.4 Mekanisme kerja hormon insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua
rantai asam amino yang dihubungkan oleh dua jembatan disulfida.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma kasar sel Beta pankreas
(Gardner DG, 2007).
Reseptor insulin adalah suatu tetramer yang terdiri dari dua
subunit glikoprotein α dan β, disintesis pada satu mRNA dan
mengalami pemisahan secara proteolisis lalu berikatan satu sama
lain dengan ikatan-ikatan disulfida. Subunit α mengikat insulin dan
16
terletak ekstrasel, sementara subunit β terletak di membran. Bagian
intrasel subunit β memiliki aktivitas tirosin kinase. Subunit α dan β
mengalami glikosilasi, dengan residu glukosa meluas ke dalam
cairan interstitium (Gardner DG, 2007); (Guyton AC, 2006)
(Niewoehner M.D, 1998)
Pengikatan insulin mencetuskan aktivitas tirosin kinase
subunit β, menyebabkan otofosforilasi subunit β pada residu
tirosin. Otofosforilasi memicu fosforilasi pada sebagian protein
sitoplasma dan defosforilasi pada protein lainnya. Substrat reseptor
insulin (IRS-1) memperantarai sebagian dari efek pada manusia.
sewaktu berikatan dengan reseptornya, insulin menggumpal dalam
bercak-bercak dan diambil oleh sel melalui proses endositosis yang
diperantarai reseptor. Kompleks insulin-reseptor masuk ke dalam
lisosom, yang mengakibatkan reseptor terurai atau didaur ulang.
Waktu paruh reseptor insulin adalah sekitar 7 jam (Price SA et al,
2006).
Efek utama insulin bersifat luas dan kompleks. Efek insulin
berdasarkan efek kerja, yaitu (Price SA et al, 2006) :
1. Cepat (detik)
Peningkatan transpor glukosa, asam amino, dan Kalium ke
dalam sel peka-insulin.
2. Menengah (menit)
a. Stimulasi sintesis protein
b. Penghambatan pemecahan protein
c. Pengakitfan enzim glikolitik dan glikogen sintase
d. Penghambatan fosforilase dan enzim glukoneogenik
3. Lambat (jam)
Peningkatan mRNA enzim lipogenik dan enzim lain.
II.1.3.5 Mekanisme transpor glukosa
Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi
terfasilitasi atau, di usus dan di ginjal, melalui transpor aktif
17
sekunder dengan Na+. Di otot, jaringan lemak, dan sebagian jaringan
lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan
meningkatkan jumlah transporter (pengangkut) glukosa di membran
sel (Price SA et al, 2006); (Guyton AC, 2006).
Transporter glukosa adalah sekelompok protein yang
berkaitan erat dan 12 kali melintasi membran sel serta memiliki
terminal amino dan karboksil di dalam sel. Molekul-molekul ini
mengandung 492-524 residu asam amino, dan afinitas terhadap
glukosa yang berbeda-beda. Telah diketahui tujuh transporter
glukosa yang berbeda-beda, GLUT 1-7. Tiap-tiap transporter
memiliki tugas khusus. GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot
dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Dalam vesikel di
sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4.
Bila reseptor di sel ini diaktifkan, vesikel tersebut bergerak degan
cepat ke membran sel dan berfusi dengannya, menyelipkan
transporter ke dalam membran sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak
membran yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan
vesikel siap untuk pajanan insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor
insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membran sel dengan
mengaktifkan fosfoinositol 3-kinase (Price SA et al, 2006); (Guyton
AC, 2006).
Hormon pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi
di jaringan tertentu. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa
ke dalam sel hati dengan memicu glukokinase. Hal ini meningkatkan
fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas intrasel tetap
rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel (Price SA et
al, 2006); (Guyton AC, 2006).
II.1.3.6 Patogenesis
Diabetes melitus tipe dua timbul akibat kelainan pada
sekresi insulin dan kerja insulin. Masih terdapat perdebatan, di antara
kedua faktor ini yang muncul terlebih dahulu pada diabetes melitus
18
tipe dua. Pada setiap populasi, defek primer pada kelainan insulin
berbeda. Pada beberapa populasi, terjadi defek primer pada sekresi
insulin, yang kemudian mengarah kepada hiperglikemia, dan diakhiri
dengan resistensi insulin. Sedangkan pada populasi lainnya terjadi
defek primer pada resistensi insulin, tetapi tidak berkembang
menjadi hiperglikemia, sampai sel B pankreas mencapai tahap
dimana sel B tidak dapat melakukan mekanisme kompensasi
sehingga tidak dapat menyekresi insulin dalam jumlah normal. Salah
satu varian diabetes melitus tipe dua, Maturity Onset Diabetes of The
Young (MODY) terjadi akibat mutasi pada enzim heksokinase,
sehingga sel B pankreas tidak mengenali sinyal dari glukosa pada
saat makanan masuk. Akibatnya tidak terjadi sekresi insulin.
Kelainan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe dua spesifik
distimulasi oleh glukosa, sekresi insulin oleh faktor lain tidak
mengalami gangguan (Niewoehner MD, 1998); (Braunwald E et al,
2002); (Gardner DG et al, 2007); (Mogensen CE et al, 2000).
Diabetes melitus tipe dua sangat dipengaruhi oleh genetik,
namun pada perkembangannya dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, seperti obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik yang
dapat menyebabkan meningkatnya resistensi insulin (Sudoyo AW,
2006); (Niewoehner MD, 1998); (Braunwald E et al, 2002);
(Gardner DG et al, 2007); (Mogensen CE et al, 2000).
Resistensi insulin dapat diakibatkan oleh beberapa
mekanisme terkait reseptor, yaitu (Niewoehner MD, 1998) :
1. Defek prereseptor
Pada defek prereseptor kelainan diakibatkan oleh abnormalitas
dari molekul insulin atau terdapat antibodi anti-insulin, yang
menyebabkan insulin tidak dapat berikatan dengan reseptornya.
2. Defek reseptor
Kelainan ini jarang terjadi, yaitu dimana terjadi penurunan
jumlah reseptor insulin. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh
19
penyakit autoimun, terdapat antibodi terhadap reseptor insulin
yang menghalangi ikatan antara reseptor dengan insulin dan
proses setelahnya. Kelainan ini dapat disebabkan juga oleh
mutasi pada reseptor insulin.
3. Defek postreseptor
Kelainan ini disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor insulin
yang menghalangi transduksi sinyal insulin. Hal ini
mengakibatkan gangguan pada penghantaran sinyal intraselular
sebagai mediasi efek insulin pada sel.
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke
dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa dimetabolisme menjadi
energi. Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi gangguan pada
mekanisme kerja insulin, sehingga terjadi hambatan dalam
penggunaan glukosa oleh sel dan peningkatan kadar glukosa darah.
Gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor : tidak
adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif, bisa disebabkan oleh
disfungsi sel beta (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan
tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Dua faktor etiologi ini
bersifat genetik (Price SA, 2006).
Melalui mekanisme kompensasi, sel beta pulau Langerhans
pankreas akan berusaha mensekresi lebih banyak insulin untuk
normalisasi kadar glukosa darah. Apabila kondisi ini berlangsung
untuk waktu yang lama, maka akan terjadi tahap dekompensasi,
yaitu suatu keadaan di mana sel beta pankreas kelelahan sehingga
terjadi defisiensi insulin absolut. Dengan berlanjutnya penyakit,
tingkat atau derajat resistensi tubuh terhadap insulin akan semakin
tinggi. Hiperglikemia semakin parah, sehingga dapat terjadi
gangguan metabolisme lemak dan protein. Kerusakan jaringan dapat
terjadi, terutama mikrovaskular. Kerusakan mikrovaskular atau
makrovaskular inilah yang akan menjadi awal dari terjadinya
20
komplikasi diabetes mellitus tipe 2 (Sudoyo AW, 2006); (Price SA,
2006); (Braunwald E, 2002).
II.1.3.7 Gejala Klinis
Manifestasi awal dari gejala klinis diabetes mellitus tipe 2
adalah polifagia (sering lapar), polidipsi (rasa haus), dan poliuri
(sering buang air kecil). Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien
bisa berupa, lemah, gangguan saraf tepi (kesemutan pada jari tangan
dan kaki), gatal-gatal, gangguan penglihatan (kabur), infeksi susah
sembuh, cepat mengantuk dan impotensi pada pria (Sudoyo AW,
2006).
Terkadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan
keluhan, sehingga tidak terdiagnosa sejak awal dan meningkatkan
risiko terjadinya komplikasi (Sudoyo AW, 2006).
II.1.3.8 Patofisiologi
Diabetes melitus tipe dua merupakan suatu penyakit
kompleks multifaktor yang melibatkan, baik gangguan pengeluaran
insulin maupun insensitivitas organ sasaran. Akibatnya pasien
diabetes melitus tipe dua tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
darah puasa yang normal (Price SA, 2006).
Apabila kadar glukosa plasma meningkat sampai kadar
yang tinggi, menyebabkan muatan glukosa yang difiltrasi melebihi
transpor maksimum (transpor maksimum glukosa = 320 ng/menit)
sehingga terjadi ekskresi glukosa di urin, atau glukosuria. Glukosuria
ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urine (poliuria). Hiperosmolaritas plasma
mengakibatkan lebih banyak partikel dalam plasma sehingga
merangsang reseptor rasa haus dan timbul rasa haus (polidipsia)
(Price SA, 2006).
Akibat glukosa yang hilang bersama urine dan insensitivitas
reseptor insulin pada organ sasaran maka terjadi keseimbangan
kalori negatif, di mana kurangnya glukosa yang dapat diubah
21
menjadi energi oleh tubuh. Efek dari hal ini akan timbul rasa lapar
yang semakin besar (polifagia) sebagai kompensasi akan kebutuhan
energi yang tidak tercukupi di dalam tubuh. Apabila kekurangan
energi ini tidak teratasi, maka pasien akan merasa cepat lelah dan
mengantuk (Price SA, 2006).
II.1.3.9 Diagnosa
Diagnosa diabetes mellitus harus didasarkan atas
pemeriksaan kadar glukosa darah. Uji diagnostik diabetes mellitus
dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes
mellitus. (Sudoyo AW, 2006).
Tabel 1. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus (WHO, 1999)
(Braunwald, 2002)
Diabetes Melitus
Glukosa darah puasa
2 jam post prandial
≥ 126 mg/dL
≥ 200 mg/dL
Toleransi Glukosa Terganggu
Glukosa darah puasa
2 jam post prandial
< 126 mg/dL
≥ 140 mg/dL dan < 200 mg/dL
Glikemia Puasa Terganggu
Glukosa darah puasa
2 jam post prandial
≥ 110 mg/dL dan < 126 mg/dL
< 140 mg/dL
II.1.3.10 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi
dua kategori mayor (Schteingart, 2006) :
1. Komplikasi metabolik akut
Ketoasidosis dan hipoglikemia
2. Komplikasi vaskular jangka panjang
22
a. Mikrovaskular
Retinopati, nefropati, neuropati.
b. Makrovaskular
Infark miokard, angina, dan penyakit jantung koroner.
II.1.4 Dislipidemia
II.1.4.1 Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam darah
atau plasma darah. Kelainan lipid yaitu, kenaikan kolesterol total,
kolesterol low density lipoprotein (LDL), trigliserida, serta
penurunan kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang bersifat
anti aterogenik, anti oksidan, dan anti inflamasi. Keadaan ini akan
mengurangi anti oksidan alamiah (Sudoyo AW, 2006).
II.1.4.2 Klasifikasi
Tabel 2. Klasifikasi Dislipidemia berdasarkan WHO (World
Health Organization) (Braunwald, 2002)
Fredrickson Sinonim Kelainan Serum
Tipe I Familial
Hiperkilomikronemia
Peningkatan
kilomikron
Tipe IIa Familial
hiperkolesterolemia
Peningkatan LDL
Tipe IIb Familial
Hiperkolesterolemia
kombinasi
Peningkatan LDL
dan VLDL
Tipe III Familial
Disbetalipoproteinemia
Peningkatan IDL
Tipe IV Familial Hiperlipemia Peningkatan
VLDL
Tipe V Hipertrigliseridemia
Endogen
Peningkatan
VLDL dan
kilomikron
23
II.1.4.3 Metabolisme lemak pada Diabetes melitus tipe dua
Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes melitus
tipe dua adalah percepatan katabolisme lemak, disertai peningkatan
pembentukan benda-benda keton, dan penurunan sintesis asam
lemak dan trigliserida. Kelainan ini terjadi akibat efek insulin
terhadap metabolisme lemak. Insulin mengaktivasi lipoprotein lipase
di dalam kapiler darah, yang berfungsi untuk menghidrolisis
trigliserida. Insulin juga meningkatkan pengangkutan glukosa ke
dalam sel hati, kemudian glukosa akan masuk jalur glikolisis, diubah
menjadi piruvat dan hasil akhir berupa asetil-KoA, yang merupakan
substrat awal sintesis asam lemak. Apabila kadar insulin berkurang,
maka sintesis asam lemak dan trigliserida akan berkurang. Pelepasan
asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah juga
terhambat.(Guyton AC, 2006).
Pada diabetes melitus tipe 2, perubahan glukosa menjadi
asam lemak di depot menurun karena defisiensi glukosa intrasel.
Insulin menghambat lipase peka-hormon di jaringan adiposa
sehingga dengan tidak adanya hormon ini kadar asam lemak bebas
(FFA, NEFA, UFA) dalam plasma menjadi lebih dari dua kali lipat.
Peningkatan glukagon juga berperan dalam mobilisasi FFA. Selain
peningkatan glukoneogenesis dan meningkatnya glukosa dalam
sirkulasi, terjadi gangguan dalam perubahan asetil-KoA menjadi
malonil-KoA yang kemudian diubah menjadi asam lemak. Hal ini
disebabkan defisiensi asetil-KoA karboksilase, enzim yang
mengatalisis perubahan. Kelebihan asetil-KoA diubah menjadi
benda-benda keton (Price SA, 2006); (Mogensen CE, 2002).
Pada diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol, kadar
trigliserida dan kilomikron serta FFA plasma meningkat.
Peningkatan konstituen-konstituen ini terutama disebabkan oleh
penurunan pengangkutan trigliserida ke dalam depot lemak.
24
Penurunan aktivitas lipoprotein lipase juga berperan dalam
penurunan pengangkutan ini (Niewoehner MD, 1998).
Kadar kolesterol total yang meningkat ini berperan dalam
percepatan timbulnya aterosklerosis. Peningkatan kadar kolesterol
total disebabkan oleh meningkatnya kadar VLDL dan LDL, akibat
peningkatan produksi VLDL oleh hati atau penurunan pengeluaran
VLDL dan LDL dari sirkulasi (Niewoehner MD, 1998); (Price SA et
al, 2006); (Guyton AC, 2006).
II.1.4.4 Patogenesis
Dasar terjadinya peningkatan risiko penyakit jantung
koroner pada pasien diabetes mellitus belum diketahui secara pasti.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa angka kejadian aterosklerosis
lebih tinggi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dibanding populasi
non diabetes mellitus, pasien diabetes mellitus tipe 2 mempunyai
risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis, dan
peningkatan respon inflamasi, pada pasien diabetes mellitus tipe 2
terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas
dinding pembuluh darah (Tedjokusumo P, 1994).
Keadaan resistensi insulin atau sindrom metabolik dan
diabetes mellitus tipe 2 dapat mengakibatkan terjadinya dislipidemia
yang menimbulkan stress oksidatif. Lipoprotein mempunyai fungsi
mengangkut lipid ke seluruh tubuh, di mana LDL terutama berperan
dalam transport apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam
transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan HDL
berperan dalam mengangkut kembali kolesterol yang mengandung
anti inflamasi dan anti oksidan alamiah, yaitu Apo A. Molekul
protein dari lipoprotein ini akan mengalami modifikasi karena proses
oksidasi, glikosilasi, dan glikooksidasi dengan hasil akhir terjadi
peningkatan stress oksidatif dan terbentuknya spesies oksigen
radikal. Disamping itu modified lipoprotein akan mengalami retensi
25
di dalam tunika intima yang memicu terjadinya aterogenesis
(Niewoehner MD, 1998).
II.1.4.5 Diabetes Melitus sebagai Faktor Risiko Penyakit
Jantung Koroner
Diabetes melitus tipe dua sebagai suatu sindrom metabolik
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada metabolisme tubuh.
Salah satu komplikasi makroangiopati pada penderita diabetes
melitus tipe dua berupa aterosklerosis. Penderita diabetes melitus
tipe dua, cenderung memiliki prevalensi dan keparahan penyakit
jantung koroner yang lebih tinggi. Akibat insufisiensi atau resistensi
insulin, terjadi gangguan biokimia, seperti gangguan pada
metabolisme karbohidrat dan lemak. Hal ini akan menginduksi
dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe dua. Diabetes
melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam
pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan
fosfolipid, peningkatan kadar LDL, dan penurunan kadar HDL. Pada
akhirnya akan terjadi penyumbatan vaskular (Tonkin A, 2004);
(Mittal S, 2005); (Schaefer EJ, 2010).
Gambar 5. Proses Awal Aterosklerosis-Terbentuknya Sel Busa (Anonim,
2009)
26
Kelainan lipid dalam darah atau dislipidemia merupakan
salah satu faktor penyakit jantung koroner. Profil lipid dalam darah
dapat menunjukkan faktor risiko seseorang terkena penyakit jantung
koroner. Analisis lipid darah yang dapat digunakan sebagai
parameter dalam pengukuran faktor risiko penyakit jantung koroner,
yaitu perbandingan antara Apoprotein B dan Apoprotein A, kadar
kolesterol total, trigliserida, dan ratio LDL/HDL. Kadar trigliserida >
150 mg/dL dan kadar kolesterol total > 200 mg/dL menunjukkan
risiko tinggi penyakit jantung koroner, (Suryaatmaja M, 2010).
Melalui penghitungan ratio LDL/HDL dapat diketahui risiko
terkena penyakit jantung koroner. Penilaian risiko sebagai berikut
(Suryaatmaja M, 2010):
1. Ratio LDL/HDL kurang dari 3, risiko rendah terkena
penyakit jantung koroner
2. Ratio LDL/HDL 3 – 5, risiko rendah terkena penyakit
jantung koroner
3. Ratio LDL/HDL lebih dari 5, risiko tinggi terkena penyakit
jantung koroner.
Gambar 6. Progresivitas Aterosklerosis (Wikipedia, 2011)
27
II.2 Kerangka teori
Berdasarkan teori yang telah disusun di atas dapat disusun kerangka
konsep sebagai berikut :
Gambar 7. Kerangka Teori
Faktor eksternal: gaya hidup
Faktor internal : Genetik dan usia
Resistensi insulin dan/atau gangguan fungsi insulin
Ambilan glukosa pada sel hati, sel otot, sel A langerhans menurun
Peningkatan kadar LDL dalam darah
Peningkatan kadar glukosa plasma
Kelebihan
kapasitas
oksidatif
jaringan
Inhibisi
lipogenesis
di jaringan
adiposa
Reseptor LDL dan protein
dalam partikel LDL
Glikasi atau glikosilasi protein
Glukagon meningkat
Peningkatan pengeluaran
FFA dan gliserol dari
dalam sel adiposa
Reseptor LDL tidak mengenali LDL
VLDL triasilgliserol
Reesterifikasi di sel hati
Aktivasi
intraselular
hormon
sensitif lipase
Inaktivasi
LPL
Peningkatan substrat CETP
Peningkatan kadar trigliserida
dalam darah
Peningkatan perubahan kolesterol partikel
pembentuk HDL VLDL
Penurunan internalisasi LDL ke sel
Faktor risiko penyakit
jantung koroner
Peningkatan kadar kolesterol total
Penurunan kadar
HDL
Insulin menurun
28
Keterangan :
: faktor yang diteliti
: faktor yang tidak diteliti
II.3 Kerangka Konsep
Sampel Variabel Variabel
Independent Dependent
Gambar 8. Kerangka Konsep
II.4 Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian. Berdasarkan
masalah yang diajukan dan teori-teori yang diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis
bahwa :
H1 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan profil lipid
kolesterol total pada pasien diabetes melitus tipe dua di Rumah
Sakit Moh. Ridwan Meuraksa periode Juli 2010 – November 2010.
H2 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan trigliserida
pada pasien diabetes melitus tipe dua di Rumah Sakit Moh. Ridwan
Meuraksa periode Juli 2010-November 2010.
Pasien
diabetes
melitus
tipe dua
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL
Kolesterol total
Glukosa
darah
puasa Trigliserida Penyakit
jantung
koroner
29
H3 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kolesterol
HDL (High Density Lipoprotein) pada pasien diabetes melitus tipe
dua di Rumah Sakit Moh. Ridwan Meuraksa periode Juli 2010-
November 2010.
H4 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) pada pasien diabetes melitus tipe
dua di Rumah Sakit Moh. Ridwan Meuraksa periode Juli 2010-
November 2010.