Bab+2.Unlocked

24
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori II.1.1 Metabolime Karbohidrat Karbohidrat merupakan salah satu diantara nutrien utama bagi manusia. Glukosa merupakan karbohidrat terpenting di dalam tubuh. Glukosa merupakan sumber energi dalam tubuh. Bentuk karbohidrat lain mengalami perubahan menjadi glukosa sebelum diserap dan digunakan sebagai energi di dalam tubuh. Pencernaan karbohidrat terjadi di dalam saluran pencernaan oleh enzim-enzim. Enzim ini berfungsi untuk memecah bentuk polisakarida dan disakarida menjadi bentuk monosakarida. setelah mengalami rangkaian proses di dalam tubuh sehingga terbentuk hasil akhir berupa glukosa, kemudian tubuh akan menggunakan glukosa untuk diubah menjadi ATP atau menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi (Murray RK et al, 2009). Glukosa masuk ke dalam sel melalui membran sel, masuk ke dalam sitoplasma sel melalui transpor membran, yaitu mekanisme difusi pasif. Sejumlah molekul-molekul protein pembawa akan mengikat molekul glukosa dan membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa akan mengalami fosforilasi oleh enzim glukokinase pada sel hati yang bersifat spesifik terhadap glukosa dan dapat juga dikatalisis oleh enzim heksokinase pada sel-sel lain menjadi glukosa 6 fosfat (Hardjasasmita P, 2006). Di dalam tubuh terdapat beberapa jalur oksidasi karbohidrat. Agar dapat digunakan sebagai energi, glukosa mengalami glikolisis, yaitu proses pemecahan glukosa menjadi 2 molekul asam piruvat. Terdapat juga jalur glikogenesis dan glikogenolisis yang berfungsi untuk menjaga kestabilan glukosa di dalam tubuh. Jalur metabolisme glukosa lainnya adalah jalur glukoronat yang merupakan pembentukan glukuronat yang ,

description

dsdsd

Transcript of Bab+2.Unlocked

Page 1: Bab+2.Unlocked

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

II.1.1 Metabolime Karbohidrat

Karbohidrat merupakan salah satu diantara nutrien utama bagi

manusia. Glukosa merupakan karbohidrat terpenting di dalam tubuh.

Glukosa merupakan sumber energi dalam tubuh. Bentuk karbohidrat lain

mengalami perubahan menjadi glukosa sebelum diserap dan digunakan

sebagai energi di dalam tubuh. Pencernaan karbohidrat terjadi di dalam

saluran pencernaan oleh enzim-enzim. Enzim ini berfungsi untuk memecah

bentuk polisakarida dan disakarida menjadi bentuk monosakarida. setelah

mengalami rangkaian proses di dalam tubuh sehingga terbentuk hasil akhir

berupa glukosa, kemudian tubuh akan menggunakan glukosa untuk diubah

menjadi ATP atau menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sebagai

cadangan energi (Murray RK et al, 2009).

Glukosa masuk ke dalam sel melalui membran sel, masuk ke dalam

sitoplasma sel melalui transpor membran, yaitu mekanisme difusi pasif.

Sejumlah molekul-molekul protein pembawa akan mengikat molekul

glukosa dan membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di dalam sel, glukosa

akan mengalami fosforilasi oleh enzim glukokinase pada sel hati yang

bersifat spesifik terhadap glukosa dan dapat juga dikatalisis oleh enzim

heksokinase pada sel-sel lain menjadi glukosa 6 fosfat (Hardjasasmita P,

2006).

Di dalam tubuh terdapat beberapa jalur oksidasi karbohidrat. Agar

dapat digunakan sebagai energi, glukosa mengalami glikolisis, yaitu

proses pemecahan glukosa menjadi 2 molekul asam piruvat. Terdapat juga

jalur glikogenesis dan glikogenolisis yang berfungsi untuk menjaga

kestabilan glukosa di dalam tubuh. Jalur metabolisme glukosa lainnya

adalah jalur glukoronat yang merupakan pembentukan glukuronat yang ,

Page 2: Bab+2.Unlocked

7

berasal dari glukosa tubuh, jalur HMP-shunt (Hexose Mono Phosphate

shunt), dan jalur glukoneogenesis (Hardjasasmita P, 2006).

Terdapat 2 macam glikolisis, yaitu glikolisis aerob dan glikolisis

anaerob. Glikolisis anaerob sering dikenal dengan jalur Embden

Meyerhof. Jalur ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Sedangkan

glikolisis aerob, atau sering dikenal sebagai siklus Krebs (siklus

Trikarboksilat atau siklus asam sitrat) berlangsung dengan adanya oksigen.

Kedua jalur ini dihubungkan oleh asetil-SKoA, yaitu satu produk reaksi

oksidasi dekarboksilasi asam piruvat (Hardjasasmita P, 2006).

Glikogenesis dan glikogenolisis erat kaitannya dengan kestabilan

kadar glukosa darah di dalam tubuh. Proses pembentukan glikogen disebut

glikogenesis. Glukosa 6 fosfat akan mengalami perubahan menjadi

glukosa 1 fosfat, kemudian menjadi uridin difosfat glukosa (UDPG).

Kemudian dengan dikatalisis oleh enzim glikogen sintase, atom karbon-1

molekul glukosa dari molekul UDPG membentuk ikatan glukosidat

dengan atom karbon-4 residu glukosa terminal dari molekul glkogen

primer (yang sudah tersedia sebelumnya), ini merupakan reaksi awal

pembentukan molekul glikogen yang seutuhnya. Apabila rantai glukosida

tersebut telah mencapai panjang rantai yang minimal terdiri dari 11 residu

glukosa, maka dibentuklah titik percabangan yang dikatalisis oleh

“branching enzyme”. Cabang yang baru akan memperpanjang rantai

glukosida, dan cabang ini akan mengalami percabangan baru setiap

mencapai panjang minimal 11 residu glukosa. Hal ini akan berlangsung

terus menerus sampai akhirnya pohon molekul glikogen terbentuk secara

tuntas. Glikogen merupakan bentuk simpanan glukosa dalam jaringan

tubuh, umumnya pada hati dan otot (Hardjasasmita P, 2006).

Di saat tubuh memerlukan energi dan cadangan glukosa menurun,

maka cadangan glikogen yang disimpan dalam sel dapat digunakan

kembali melalui suatu proses pemecahan, yaitu glikogenolisis. Pemecahan

ikatan glukosida-1,4 yang dimulai dari bagian terminal setiap rantai

cabang yang mengarah ke pangkal percabangan rantai samapi dicapai 4

Page 3: Bab+2.Unlocked

8

residu glukosa tersisa dari titik percabangan rantai. Proses ini dibantu oleh

enzim fosforilase, enzim ini tidak aktif pada keadaan istirahat. Unit

trisakarida dari residu 4 molekul glukosa yang tersisa tadi dipindahkan ke

rantai cabang lainnya. Reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim glukan

transferase, dan menyebabkan titik cabang- 1,6- terbuka. Selanjutnya titik

cabang -1,6- glukosida yang terbuka ini dihidrolisis oleh “debranching

enzyme” yang bersifat spesifik. Gugus fosfat pada atom C-1 dari molekul

glukosa 1 fosfat dimutasi intramolekuler oleh enzim fosfoglukomutase

membentuk glukosa-6P (Hardjasasmita P, 2006).

Gambar 1. Gambaran Umum Metabolisme Karbohidrat (Anonim, 2011)

Selain berasal dari karbohidrat, glukosa dapat pula dibentuk dari

non-karbohidrat, seperti lemak atau protein. Proses perubahan dari

senyawa non-karbohidrat ini menjadi glukosa disebut, glukoneogenesis.

Glukoneogenesis berlangsung pada keadaan tubuh yang mengalami

kekurangan glukosa untuk memenuhi energi yang diperlukan oleh tubuh

(Hardjasasmita P, 2006).

Page 4: Bab+2.Unlocked

9

Bila sel (terutama sel hati dan sel otot) mendekati saturasi glikogen,

glukosa tambahan akan diubah menjadi lemak dalam sel hati dan sel

lemak serta disimpan dalam jaringan adiposa. Di dalam hati, glukosa

diubah menjadi piruvat melalui glikolisis dan kemudian masuk ke dalam

mitokondria. Piruvat kemudian membentuk asetil KoA dengan bantuan

enzim piruvat dehidrogenase dan oksaloasetat dengan bantuan enzim

piruvat karboksilase, kedua komponen ini kemudian bergabung

membentuk sitrat. Sitrat kemudian mengalami transpor menuju sitosol,

untuk kemudian membelah dan kembali menghasilkan asetil KoA dan

oksaloasetat. Asetil KoA kemudian menjadi malonil KoA dengan bantuan

enzim asetil KoA karboksilase. Malonil KoA mendonorkan 2 unit karbon

yang digunakan untuk membentuk rantai asam lemak dalam kompleks

asam lemak sintase kepada palmita. Palmitat kemudian mengalami

pemanjangan dan desaturasi untuk membentuk asam lemak. Reaksi ini

membutuhkan NADPH (Smith, 2005).

Di dalam hepar, gliserol 3 fosfat dihasilkan dari fosforilasi gliserol

oleh gliserolkinase atau dari reaksi DHAP (Dihydroxiacetone phosphate)

yang berasal dari glikolisis. Tetapi jaringan adiposa memiliki sedikit

gliserol kinase, sehingga pembentukan gliserol fosfat hanya melalui

DHAP. Gliserol 3 fosfat kemudian bereaksi dengan fatty acyl CoA dari

asam fosfatidik. Defosforilasi asam fosfatidik menghasilkan diasilgliserol.

Fatty acyl CoA lain kemudian bereaksi dengan diasil gliserol membentuk

triasilgliserol (Smith, 2005).

Dalam keadaan puasa, glikogen hati dipecah menjadi glukosa, dan

dilepaskan ke dalam aliran darah. Kadar glukosa plasma dipengaruhi oleh

asupan makanan, kecepatan pemasukan ke dalam sel otot, jaringan

adiposa, dan organ-organ lain, dan aktivitas glukostatik hati.

(Hardjasasmita P, 2006); (Guyton AC, 2006).

II.1.2 Metabolisme Lipid

Lipid adalah asam lemak dan turunannya, lemak netral (trigliserida),

fosfolipid, dan senyawa terkait, serta sterol. Trigliserida terdiri dari tiga

Page 5: Bab+2.Unlocked

10

asam lemak yang terikat ke gliserol. Asam lemak yang terdapat di alam

mengandung jumlah atom karbon genap, terdapat ikatan jenuh (tidak ada

ikatan rangkap), atau tak jenuh (terdapat ikatan rangkap). Lemak sebagai

bentuk simpanan energi yang utama di dalam tubuh adalah triasil-gliserol

(Hardjasasmita P, 2006); (Guyton AC, 2006).

Gambar 2. Struktur Kimia Gliserol, Trigliserida, Asam Lemak Jenuh, dan

Asam Lemak Tidak Jenuh (Anonim, 2011)

Sebagian besar lipid plasma relatif tidak larut dalam larutan air dan

tidak beredar dalam bentuk bebas. Asam lemak bebas (Free Fatty Acid,

FFA, UFA, NEFA) terikat pada albumin, sedangkan kolesterol, trigliserida,

dan fosfolipid diangkut dalam bentuk kompleks lipoprotein. Kompleks ini

sangat meningkatkan daya larut lemak (Guyton AC, 2006).

Page 6: Bab+2.Unlocked

11

Gambar 3. Pembentukan dan Pemecahan Fosfolipid (Anonim, 2010)

Proses penyerapan lemak terjadi di usus halus oleh membran sel

mikrovili. Di dalam mukosa usus halus, lemak akan mengalami esterifikasi

membentuk kilomikron. Kilomikron kemudian akan dilepaskan ke dalam

sirkulasi melewati saluran limfe (Guyton AC, 2006); (Hardjasasmita, 2006).

Kilomikron merupakan suatu kompleks lipoprotein yang sangat

besar. Lipoprotein terdiri dari suatu inti trigliserida dan ester kolisteril

hidrofobik yang terdiri dari fosfolipid dan protein. Terdapat dua jalur dari

lipoprotein, yaitu jalur eksogen, yang memindahkan lemak dari usus ke hati,

Page 7: Bab+2.Unlocked

12

dan jalur endogen, yang mengatur perpindahan lemak ke jaringan.

Kandungan protein pada lipoprotein disebut apoprotein. Apoprotein utama

terdiri dari APO A, APO B, dan APO C (Guyton AC, 2006).

Gambar 4. Jalur Eksogen dan Endogen Lipoprotein (Gannong, 2005)

Triasilgliserol yang berada dalam bentuk kilomikron atau VLDL

(Very Low Density Lipoprotein) tidak dapat diambil begitu saja dalam

bentuk utuh oleh jaringan tubuh dan darah, tetapi harus mengalami

hidrolisis oleh lipoprotein lipase (LPL). Enzim ini terdapat pada di dalam

lapisan endotel kapiler jaringan ekstra hepatik. Setelah sebagian besar

trigliserida dihidrolisis oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL.

IDL menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja enzim plasma lesitin-

kolesterol asiltransferase (LCAT), mengambil ester kolesterol yang

terbentuk dari kolesterol HDL. Kolesterol HDL disekresikan oleh hepatosit

sebagai partikel kecil rendah kolesterol, kaya protein dan mengandung Apo

A, Apo E, dan Apo CII. Di dalam plasma HDL memindahkan Apo E dan

Apo CII ke kilomikron dan VLDL, di mana Apo CII akan mengaktivasi LPL

yang kemudian akan mendegradasi trigliserida atau triasilgliserol di dalam

komponen kilomikron dan VLDL. Saat HDL menerima kolesterol dari

membran sel, kolesterol bebas mengalami esterifikasi oleh LCAT. Terdapat

dua mekanisme, HDL memindahkan kolesterol bebas dan ester kolesterol ke

Page 8: Bab+2.Unlocked

13

hati, dan melalui CETP (Cholesterol Ester Transfer Protein) kolesterol

bebas dan ester kolesterol dibentuk menjadi VLDL. CETP berguna untuk

memindahkan kolesterol ester dari HDL ke VLDL sebagai ganti dari

triasilgliserol (Smith, 2005). VLDL di dalam plasma kemudian akan

dihidrolisis oleh LPL menjadi IDL. (Murray et al, 2009)

Sebagian IDL diserap oleh hati. IDL sisanya kemudian melepaskan

lebih banyak trigliserida dan protein, di sinusoid hati, dan menjadi LDL.

LDL menyediakan kolesterol bagi jaringan. Kolesterol adalah suatu unsur

pokok membran sel dan digunakan oleh sel kelenjar untuk membentuk

hormon steroid. Di hati dan kebanyakan jaringan ekstrahati, LDL diambil

melalui endositosis dengan berperantara reseptor di coated pits. Reseptor

tersebut mengenali komponen APO B dari LDL tersebut (Sudoyo AW

dkk,2006); (Price SA et al, 2006); (Hardjasasmita P, 2006).

LDL juga diserap oleh sistem yang berafinitas lebih rendah di dalam

makrofag dan beberapa sel lain. Reseptor LDL di makrofag atau sel terkait

disebut scavenger reseptor. Reseptor ini mempunyai afinitas lebih besar

untuk LDL yang telah berubah. Apabila mengandung LDL teroksidasi

dalam jumlah berlebihan, makrofag akan berubah menjadi “sel busa” (foam

cell) yang dijumpai pada lesi aterosklerotik dini (Price SA, 2006).

Setelah mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase,

trasilgliserol mengalami hidrolisis secara bertahap menjadi asam lemak

bebas dan gliserol. Sebagian dari asam lemak bebas dilepaskan ke dalam

darah dan diikat oleh albumin plasma, tetapi sebagian diangkut ke jaringan

masih dalam bentuk asam lemak bebas. Asam lemak bebas di dalam

jaringan tubuh akan mengalami metabolisme berupa reesterifikasi menjadi

triasilgliserol dan mengalami oksidasi untuk menghasilkan energi (Price SA

et al, 2006); (Guyton AC et al, 2006).

II.1.3 Diabetes Melitus

II.1.3.1 Definisi

Diabetes melitus adalah penyakit kronis, yang terjadi

apabila pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin, atau saat

Page 9: Bab+2.Unlocked

14

tubuh tidak dapat menggunakan insulin tersebut secara efektif. Hal

ini akan memicu terjadinya peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) (WHO, 2011).

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002,

diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia

kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama

mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (American

Diabetes Association, 2002).

II.1.3.2 Klasifikasi

Klasifikasi klinis dari PERKENI dalam konsensus

pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 tahun 2006 :

1. Diabetes mellitus tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya terjadi defisiensi insulin absolut

karena autoimun atau idiopatik

2. Diabetes mellitus tipe 2

Dapat terjadi dominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin.

3. Diabetes mellitus akibat penyakit lain

Defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, akibat obat atau zat

kimia, sebab imunologi yang jarang, dan sindroma genetik lain

yang berkaitan dengan diabetes mellitus.

4. Diabetes kehamilan

Diabetes yang timbul selama kehamilan.

II.1.3.3 Epidemiologi

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit dengan angka

prevalensi tinggi. Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk diabetes

Page 10: Bab+2.Unlocked

15

mellitus paling umum diseluruh dunia. Prevalensi DM terus

bertambah secara global. Diperkirakan pada tahun 2000, sebanyak

150 juta orang terkena diabetes melitus, dan akan menjadi dua kali

lebih besar pada tahun 2025 (Hadisaputro dan Setyawan, 2007).

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia

menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di

dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Menurut data

Depkes, jumlah penderita diabetes rawat inap maupun rawat jalan di

rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit

endokrin. secara global WHO memperkirakan PTM (penyakit tidak

menular) telah menyebabkan kematian sekitar 60% dan kesakitan

43% (Depkes, 2005).

Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan

angka prevalensi diabetes mellitus (Price SA et al, 2006);

(Niewoehner MD, 1998) :

1. Genetik

2. Usia

3. Perubahan pola hidup, bisa diakibatkan meningkatnya

pendapatan atau urbanisasi (pengaruh global).

4. Aktivitas fisik yang kurang

5. Pola makan yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan

obesitas

II.1.3.4 Mekanisme kerja hormon insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua

rantai asam amino yang dihubungkan oleh dua jembatan disulfida.

Insulin dibentuk di retikulum endoplasma kasar sel Beta pankreas

(Gardner DG, 2007).

Reseptor insulin adalah suatu tetramer yang terdiri dari dua

subunit glikoprotein α dan β, disintesis pada satu mRNA dan

mengalami pemisahan secara proteolisis lalu berikatan satu sama

lain dengan ikatan-ikatan disulfida. Subunit α mengikat insulin dan

Page 11: Bab+2.Unlocked

16

terletak ekstrasel, sementara subunit β terletak di membran. Bagian

intrasel subunit β memiliki aktivitas tirosin kinase. Subunit α dan β

mengalami glikosilasi, dengan residu glukosa meluas ke dalam

cairan interstitium (Gardner DG, 2007); (Guyton AC, 2006)

(Niewoehner M.D, 1998)

Pengikatan insulin mencetuskan aktivitas tirosin kinase

subunit β, menyebabkan otofosforilasi subunit β pada residu

tirosin. Otofosforilasi memicu fosforilasi pada sebagian protein

sitoplasma dan defosforilasi pada protein lainnya. Substrat reseptor

insulin (IRS-1) memperantarai sebagian dari efek pada manusia.

sewaktu berikatan dengan reseptornya, insulin menggumpal dalam

bercak-bercak dan diambil oleh sel melalui proses endositosis yang

diperantarai reseptor. Kompleks insulin-reseptor masuk ke dalam

lisosom, yang mengakibatkan reseptor terurai atau didaur ulang.

Waktu paruh reseptor insulin adalah sekitar 7 jam (Price SA et al,

2006).

Efek utama insulin bersifat luas dan kompleks. Efek insulin

berdasarkan efek kerja, yaitu (Price SA et al, 2006) :

1. Cepat (detik)

Peningkatan transpor glukosa, asam amino, dan Kalium ke

dalam sel peka-insulin.

2. Menengah (menit)

a. Stimulasi sintesis protein

b. Penghambatan pemecahan protein

c. Pengakitfan enzim glikolitik dan glikogen sintase

d. Penghambatan fosforilase dan enzim glukoneogenik

3. Lambat (jam)

Peningkatan mRNA enzim lipogenik dan enzim lain.

II.1.3.5 Mekanisme transpor glukosa

Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi

terfasilitasi atau, di usus dan di ginjal, melalui transpor aktif

Page 12: Bab+2.Unlocked

17

sekunder dengan Na+. Di otot, jaringan lemak, dan sebagian jaringan

lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan

meningkatkan jumlah transporter (pengangkut) glukosa di membran

sel (Price SA et al, 2006); (Guyton AC, 2006).

Transporter glukosa adalah sekelompok protein yang

berkaitan erat dan 12 kali melintasi membran sel serta memiliki

terminal amino dan karboksil di dalam sel. Molekul-molekul ini

mengandung 492-524 residu asam amino, dan afinitas terhadap

glukosa yang berbeda-beda. Telah diketahui tujuh transporter

glukosa yang berbeda-beda, GLUT 1-7. Tiap-tiap transporter

memiliki tugas khusus. GLUT 4 adalah transporter di jaringan otot

dan adiposa yang dirangsang oleh insulin. Dalam vesikel di

sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat cadangan molekul GLUT 4.

Bila reseptor di sel ini diaktifkan, vesikel tersebut bergerak degan

cepat ke membran sel dan berfusi dengannya, menyelipkan

transporter ke dalam membran sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak

membran yang mengandung transporter mengalami endositosis, dan

vesikel siap untuk pajanan insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor

insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke membran sel dengan

mengaktifkan fosfoinositol 3-kinase (Price SA et al, 2006); (Guyton

AC, 2006).

Hormon pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi

di jaringan tertentu. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa

ke dalam sel hati dengan memicu glukokinase. Hal ini meningkatkan

fosforilasi glukosa sehingga kadar glukosa bebas intrasel tetap

rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel (Price SA et

al, 2006); (Guyton AC, 2006).

II.1.3.6 Patogenesis

Diabetes melitus tipe dua timbul akibat kelainan pada

sekresi insulin dan kerja insulin. Masih terdapat perdebatan, di antara

kedua faktor ini yang muncul terlebih dahulu pada diabetes melitus

Page 13: Bab+2.Unlocked

18

tipe dua. Pada setiap populasi, defek primer pada kelainan insulin

berbeda. Pada beberapa populasi, terjadi defek primer pada sekresi

insulin, yang kemudian mengarah kepada hiperglikemia, dan diakhiri

dengan resistensi insulin. Sedangkan pada populasi lainnya terjadi

defek primer pada resistensi insulin, tetapi tidak berkembang

menjadi hiperglikemia, sampai sel B pankreas mencapai tahap

dimana sel B tidak dapat melakukan mekanisme kompensasi

sehingga tidak dapat menyekresi insulin dalam jumlah normal. Salah

satu varian diabetes melitus tipe dua, Maturity Onset Diabetes of The

Young (MODY) terjadi akibat mutasi pada enzim heksokinase,

sehingga sel B pankreas tidak mengenali sinyal dari glukosa pada

saat makanan masuk. Akibatnya tidak terjadi sekresi insulin.

Kelainan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe dua spesifik

distimulasi oleh glukosa, sekresi insulin oleh faktor lain tidak

mengalami gangguan (Niewoehner MD, 1998); (Braunwald E et al,

2002); (Gardner DG et al, 2007); (Mogensen CE et al, 2000).

Diabetes melitus tipe dua sangat dipengaruhi oleh genetik,

namun pada perkembangannya dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor

lingkungan, seperti obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik yang

dapat menyebabkan meningkatnya resistensi insulin (Sudoyo AW,

2006); (Niewoehner MD, 1998); (Braunwald E et al, 2002);

(Gardner DG et al, 2007); (Mogensen CE et al, 2000).

Resistensi insulin dapat diakibatkan oleh beberapa

mekanisme terkait reseptor, yaitu (Niewoehner MD, 1998) :

1. Defek prereseptor

Pada defek prereseptor kelainan diakibatkan oleh abnormalitas

dari molekul insulin atau terdapat antibodi anti-insulin, yang

menyebabkan insulin tidak dapat berikatan dengan reseptornya.

2. Defek reseptor

Kelainan ini jarang terjadi, yaitu dimana terjadi penurunan

jumlah reseptor insulin. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh

Page 14: Bab+2.Unlocked

19

penyakit autoimun, terdapat antibodi terhadap reseptor insulin

yang menghalangi ikatan antara reseptor dengan insulin dan

proses setelahnya. Kelainan ini dapat disebabkan juga oleh

mutasi pada reseptor insulin.

3. Defek postreseptor

Kelainan ini disebabkan oleh mutasi dari gen reseptor insulin

yang menghalangi transduksi sinyal insulin. Hal ini

mengakibatkan gangguan pada penghantaran sinyal intraselular

sebagai mediasi efek insulin pada sel.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan

sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke

dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa dimetabolisme menjadi

energi. Pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi gangguan pada

mekanisme kerja insulin, sehingga terjadi hambatan dalam

penggunaan glukosa oleh sel dan peningkatan kadar glukosa darah.

Gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor : tidak

adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif, bisa disebabkan oleh

disfungsi sel beta (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan

tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Dua faktor etiologi ini

bersifat genetik (Price SA, 2006).

Melalui mekanisme kompensasi, sel beta pulau Langerhans

pankreas akan berusaha mensekresi lebih banyak insulin untuk

normalisasi kadar glukosa darah. Apabila kondisi ini berlangsung

untuk waktu yang lama, maka akan terjadi tahap dekompensasi,

yaitu suatu keadaan di mana sel beta pankreas kelelahan sehingga

terjadi defisiensi insulin absolut. Dengan berlanjutnya penyakit,

tingkat atau derajat resistensi tubuh terhadap insulin akan semakin

tinggi. Hiperglikemia semakin parah, sehingga dapat terjadi

gangguan metabolisme lemak dan protein. Kerusakan jaringan dapat

terjadi, terutama mikrovaskular. Kerusakan mikrovaskular atau

makrovaskular inilah yang akan menjadi awal dari terjadinya

Page 15: Bab+2.Unlocked

20

komplikasi diabetes mellitus tipe 2 (Sudoyo AW, 2006); (Price SA,

2006); (Braunwald E, 2002).

II.1.3.7 Gejala Klinis

Manifestasi awal dari gejala klinis diabetes mellitus tipe 2

adalah polifagia (sering lapar), polidipsi (rasa haus), dan poliuri

(sering buang air kecil). Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien

bisa berupa, lemah, gangguan saraf tepi (kesemutan pada jari tangan

dan kaki), gatal-gatal, gangguan penglihatan (kabur), infeksi susah

sembuh, cepat mengantuk dan impotensi pada pria (Sudoyo AW,

2006).

Terkadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan

keluhan, sehingga tidak terdiagnosa sejak awal dan meningkatkan

risiko terjadinya komplikasi (Sudoyo AW, 2006).

II.1.3.8 Patofisiologi

Diabetes melitus tipe dua merupakan suatu penyakit

kompleks multifaktor yang melibatkan, baik gangguan pengeluaran

insulin maupun insensitivitas organ sasaran. Akibatnya pasien

diabetes melitus tipe dua tidak dapat mempertahankan kadar glukosa

darah puasa yang normal (Price SA, 2006).

Apabila kadar glukosa plasma meningkat sampai kadar

yang tinggi, menyebabkan muatan glukosa yang difiltrasi melebihi

transpor maksimum (transpor maksimum glukosa = 320 ng/menit)

sehingga terjadi ekskresi glukosa di urin, atau glukosuria. Glukosuria

ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan

pengeluaran urine (poliuria). Hiperosmolaritas plasma

mengakibatkan lebih banyak partikel dalam plasma sehingga

merangsang reseptor rasa haus dan timbul rasa haus (polidipsia)

(Price SA, 2006).

Akibat glukosa yang hilang bersama urine dan insensitivitas

reseptor insulin pada organ sasaran maka terjadi keseimbangan

kalori negatif, di mana kurangnya glukosa yang dapat diubah

Page 16: Bab+2.Unlocked

21

menjadi energi oleh tubuh. Efek dari hal ini akan timbul rasa lapar

yang semakin besar (polifagia) sebagai kompensasi akan kebutuhan

energi yang tidak tercukupi di dalam tubuh. Apabila kekurangan

energi ini tidak teratasi, maka pasien akan merasa cepat lelah dan

mengantuk (Price SA, 2006).

II.1.3.9 Diagnosa

Diagnosa diabetes mellitus harus didasarkan atas

pemeriksaan kadar glukosa darah. Uji diagnostik diabetes mellitus

dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes

mellitus. (Sudoyo AW, 2006).

Tabel 1. Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus (WHO, 1999)

(Braunwald, 2002)

Diabetes Melitus

Glukosa darah puasa

2 jam post prandial

≥ 126 mg/dL

≥ 200 mg/dL

Toleransi Glukosa Terganggu

Glukosa darah puasa

2 jam post prandial

< 126 mg/dL

≥ 140 mg/dL dan < 200 mg/dL

Glikemia Puasa Terganggu

Glukosa darah puasa

2 jam post prandial

≥ 110 mg/dL dan < 126 mg/dL

< 140 mg/dL

II.1.3.10 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi

dua kategori mayor (Schteingart, 2006) :

1. Komplikasi metabolik akut

Ketoasidosis dan hipoglikemia

2. Komplikasi vaskular jangka panjang

Page 17: Bab+2.Unlocked

22

a. Mikrovaskular

Retinopati, nefropati, neuropati.

b. Makrovaskular

Infark miokard, angina, dan penyakit jantung koroner.

II.1.4 Dislipidemia

II.1.4.1 Definisi

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang

ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam darah

atau plasma darah. Kelainan lipid yaitu, kenaikan kolesterol total,

kolesterol low density lipoprotein (LDL), trigliserida, serta

penurunan kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang bersifat

anti aterogenik, anti oksidan, dan anti inflamasi. Keadaan ini akan

mengurangi anti oksidan alamiah (Sudoyo AW, 2006).

II.1.4.2 Klasifikasi

Tabel 2. Klasifikasi Dislipidemia berdasarkan WHO (World

Health Organization) (Braunwald, 2002)

Fredrickson Sinonim Kelainan Serum

Tipe I Familial

Hiperkilomikronemia

Peningkatan

kilomikron

Tipe IIa Familial

hiperkolesterolemia

Peningkatan LDL

Tipe IIb Familial

Hiperkolesterolemia

kombinasi

Peningkatan LDL

dan VLDL

Tipe III Familial

Disbetalipoproteinemia

Peningkatan IDL

Tipe IV Familial Hiperlipemia Peningkatan

VLDL

Tipe V Hipertrigliseridemia

Endogen

Peningkatan

VLDL dan

kilomikron

Page 18: Bab+2.Unlocked

23

II.1.4.3 Metabolisme lemak pada Diabetes melitus tipe dua

Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes melitus

tipe dua adalah percepatan katabolisme lemak, disertai peningkatan

pembentukan benda-benda keton, dan penurunan sintesis asam

lemak dan trigliserida. Kelainan ini terjadi akibat efek insulin

terhadap metabolisme lemak. Insulin mengaktivasi lipoprotein lipase

di dalam kapiler darah, yang berfungsi untuk menghidrolisis

trigliserida. Insulin juga meningkatkan pengangkutan glukosa ke

dalam sel hati, kemudian glukosa akan masuk jalur glikolisis, diubah

menjadi piruvat dan hasil akhir berupa asetil-KoA, yang merupakan

substrat awal sintesis asam lemak. Apabila kadar insulin berkurang,

maka sintesis asam lemak dan trigliserida akan berkurang. Pelepasan

asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah juga

terhambat.(Guyton AC, 2006).

Pada diabetes melitus tipe 2, perubahan glukosa menjadi

asam lemak di depot menurun karena defisiensi glukosa intrasel.

Insulin menghambat lipase peka-hormon di jaringan adiposa

sehingga dengan tidak adanya hormon ini kadar asam lemak bebas

(FFA, NEFA, UFA) dalam plasma menjadi lebih dari dua kali lipat.

Peningkatan glukagon juga berperan dalam mobilisasi FFA. Selain

peningkatan glukoneogenesis dan meningkatnya glukosa dalam

sirkulasi, terjadi gangguan dalam perubahan asetil-KoA menjadi

malonil-KoA yang kemudian diubah menjadi asam lemak. Hal ini

disebabkan defisiensi asetil-KoA karboksilase, enzim yang

mengatalisis perubahan. Kelebihan asetil-KoA diubah menjadi

benda-benda keton (Price SA, 2006); (Mogensen CE, 2002).

Pada diabetes melitus tipe 2 yang tidak terkontrol, kadar

trigliserida dan kilomikron serta FFA plasma meningkat.

Peningkatan konstituen-konstituen ini terutama disebabkan oleh

penurunan pengangkutan trigliserida ke dalam depot lemak.

Page 19: Bab+2.Unlocked

24

Penurunan aktivitas lipoprotein lipase juga berperan dalam

penurunan pengangkutan ini (Niewoehner MD, 1998).

Kadar kolesterol total yang meningkat ini berperan dalam

percepatan timbulnya aterosklerosis. Peningkatan kadar kolesterol

total disebabkan oleh meningkatnya kadar VLDL dan LDL, akibat

peningkatan produksi VLDL oleh hati atau penurunan pengeluaran

VLDL dan LDL dari sirkulasi (Niewoehner MD, 1998); (Price SA et

al, 2006); (Guyton AC, 2006).

II.1.4.4 Patogenesis

Dasar terjadinya peningkatan risiko penyakit jantung

koroner pada pasien diabetes mellitus belum diketahui secara pasti.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa angka kejadian aterosklerosis

lebih tinggi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dibanding populasi

non diabetes mellitus, pasien diabetes mellitus tipe 2 mempunyai

risiko tinggi untuk mengalami trombosis, penurunan fibrinolisis, dan

peningkatan respon inflamasi, pada pasien diabetes mellitus tipe 2

terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi integritas

dinding pembuluh darah (Tedjokusumo P, 1994).

Keadaan resistensi insulin atau sindrom metabolik dan

diabetes mellitus tipe 2 dapat mengakibatkan terjadinya dislipidemia

yang menimbulkan stress oksidatif. Lipoprotein mempunyai fungsi

mengangkut lipid ke seluruh tubuh, di mana LDL terutama berperan

dalam transport apolipoprotein (Apo) B 100; VLDL berperan dalam

transpor trigliserida yang mengandung Apo E, sedangkan HDL

berperan dalam mengangkut kembali kolesterol yang mengandung

anti inflamasi dan anti oksidan alamiah, yaitu Apo A. Molekul

protein dari lipoprotein ini akan mengalami modifikasi karena proses

oksidasi, glikosilasi, dan glikooksidasi dengan hasil akhir terjadi

peningkatan stress oksidatif dan terbentuknya spesies oksigen

radikal. Disamping itu modified lipoprotein akan mengalami retensi

Page 20: Bab+2.Unlocked

25

di dalam tunika intima yang memicu terjadinya aterogenesis

(Niewoehner MD, 1998).

II.1.4.5 Diabetes Melitus sebagai Faktor Risiko Penyakit

Jantung Koroner

Diabetes melitus tipe dua sebagai suatu sindrom metabolik

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada metabolisme tubuh.

Salah satu komplikasi makroangiopati pada penderita diabetes

melitus tipe dua berupa aterosklerosis. Penderita diabetes melitus

tipe dua, cenderung memiliki prevalensi dan keparahan penyakit

jantung koroner yang lebih tinggi. Akibat insufisiensi atau resistensi

insulin, terjadi gangguan biokimia, seperti gangguan pada

metabolisme karbohidrat dan lemak. Hal ini akan menginduksi

dislipidemia pada penderita diabetes melitus tipe dua. Diabetes

melitus juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam

pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida, dan

fosfolipid, peningkatan kadar LDL, dan penurunan kadar HDL. Pada

akhirnya akan terjadi penyumbatan vaskular (Tonkin A, 2004);

(Mittal S, 2005); (Schaefer EJ, 2010).

Gambar 5. Proses Awal Aterosklerosis-Terbentuknya Sel Busa (Anonim,

2009)

Page 21: Bab+2.Unlocked

26

Kelainan lipid dalam darah atau dislipidemia merupakan

salah satu faktor penyakit jantung koroner. Profil lipid dalam darah

dapat menunjukkan faktor risiko seseorang terkena penyakit jantung

koroner. Analisis lipid darah yang dapat digunakan sebagai

parameter dalam pengukuran faktor risiko penyakit jantung koroner,

yaitu perbandingan antara Apoprotein B dan Apoprotein A, kadar

kolesterol total, trigliserida, dan ratio LDL/HDL. Kadar trigliserida >

150 mg/dL dan kadar kolesterol total > 200 mg/dL menunjukkan

risiko tinggi penyakit jantung koroner, (Suryaatmaja M, 2010).

Melalui penghitungan ratio LDL/HDL dapat diketahui risiko

terkena penyakit jantung koroner. Penilaian risiko sebagai berikut

(Suryaatmaja M, 2010):

1. Ratio LDL/HDL kurang dari 3, risiko rendah terkena

penyakit jantung koroner

2. Ratio LDL/HDL 3 – 5, risiko rendah terkena penyakit

jantung koroner

3. Ratio LDL/HDL lebih dari 5, risiko tinggi terkena penyakit

jantung koroner.

Gambar 6. Progresivitas Aterosklerosis (Wikipedia, 2011)

Page 22: Bab+2.Unlocked

27

II.2 Kerangka teori

Berdasarkan teori yang telah disusun di atas dapat disusun kerangka

konsep sebagai berikut :

Gambar 7. Kerangka Teori

Faktor eksternal: gaya hidup

Faktor internal : Genetik dan usia

Resistensi insulin dan/atau gangguan fungsi insulin

Ambilan glukosa pada sel hati, sel otot, sel A langerhans menurun

Peningkatan kadar LDL dalam darah

Peningkatan kadar glukosa plasma

Kelebihan

kapasitas

oksidatif

jaringan

Inhibisi

lipogenesis

di jaringan

adiposa

Reseptor LDL dan protein

dalam partikel LDL

Glikasi atau glikosilasi protein

Glukagon meningkat

Peningkatan pengeluaran

FFA dan gliserol dari

dalam sel adiposa

Reseptor LDL tidak mengenali LDL

VLDL triasilgliserol

Reesterifikasi di sel hati

Aktivasi

intraselular

hormon

sensitif lipase

Inaktivasi

LPL

Peningkatan substrat CETP

Peningkatan kadar trigliserida

dalam darah

Peningkatan perubahan kolesterol partikel

pembentuk HDL VLDL

Penurunan internalisasi LDL ke sel

Faktor risiko penyakit

jantung koroner

Peningkatan kadar kolesterol total

Penurunan kadar

HDL

Insulin menurun

Page 23: Bab+2.Unlocked

28

Keterangan :

: faktor yang diteliti

: faktor yang tidak diteliti

II.3 Kerangka Konsep

Sampel Variabel Variabel

Independent Dependent

Gambar 8. Kerangka Konsep

II.4 Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan sementara dari hasil penelitian. Berdasarkan

masalah yang diajukan dan teori-teori yang diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis

bahwa :

H1 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan profil lipid

kolesterol total pada pasien diabetes melitus tipe dua di Rumah

Sakit Moh. Ridwan Meuraksa periode Juli 2010 – November 2010.

H2 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan trigliserida

pada pasien diabetes melitus tipe dua di Rumah Sakit Moh. Ridwan

Meuraksa periode Juli 2010-November 2010.

Pasien

diabetes

melitus

tipe dua

Kolesterol HDL

Kolesterol LDL

Kolesterol total

Glukosa

darah

puasa Trigliserida Penyakit

jantung

koroner

Page 24: Bab+2.Unlocked

29

H3 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kolesterol

HDL (High Density Lipoprotein) pada pasien diabetes melitus tipe

dua di Rumah Sakit Moh. Ridwan Meuraksa periode Juli 2010-

November 2010.

H4 : Terdapat hubungan antara kadar glukosa darah dengan kolesterol

LDL (Low Density Lipoprotein) pada pasien diabetes melitus tipe

dua di Rumah Sakit Moh. Ridwan Meuraksa periode Juli 2010-

November 2010.