bab1.docs.pdf

27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berakhirnya perang dingin telah membuka peluang yang lebih besar bagi perluasan dan peningkatan peran negara-negara besar yang dapat menyebabkan munculnya kekuatan baru regional yang sangat berpengaruh. Republik Rakyat Cina (RRC) merupakan salah satu negara dengan kemajuan perekonomian yang tumbuh pesat dan diperkirakan dapat muncul sebagai kekuatan perimbangan di kawasan Asia Pasifik. 1 Cina memiliki ikatan sejarah, politik dan ekonomi yang cukup penting dengan Myanmar karena Myanmar adalah negara non-komunis pertama yang mendukung kemerdekaan Cina pada tahun 1949. Cina merupakan negara yang mendukung setiap junta militer yang berkuasa dengan menyediakan persenjataan, dukungan politik di PBB dan pembangunan infrastruktur dan proyek untuk meningkatkan perdagangan lintas batas. 2 Myanmar sendiri sebenarnya merdeka pada tahun 1948 sebagai sebuah republik independen dengan nama Burma dan U Nu sebagai perdana menteri pertama. Pada tahun 1962 saat Jenderal Ne Win melakukan kudeta dan menerapkan model Maois RRC, menasionalisasi semua tanah, industri, dan 1 Sejak lama Cina mempunyai kepentingan di kawasan Asia Pasifik di bidang politik, ekonomi serta strategi. Karena kepentingan ini, Cina selalu memasukkan pekembangan-perkembangan yang terjadi di kawasan Asia ke dalam perhitungan-perhitungan luar negerinya. Selanjutnya agar lebih memudahkan dalam membaca penelitian ini maka penulisan Republik Rakyat Cina (RRC) akan ditulis dengan menggunakan kata Cina. 2 Peter Carey, Burma: The Challenge of Change in a Divided Society (ed.), Macmillan Press, London, St Martin’s Press Inc., New York, 1997.

description

enjoy it

Transcript of bab1.docs.pdf

Page 1: bab1.docs.pdf

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berakhirnya perang dingin telah membuka peluang yang lebih besar bagi

perluasan dan peningkatan peran negara-negara besar yang dapat menyebabkan

munculnya kekuatan baru regional yang sangat berpengaruh. Republik Rakyat

Cina (RRC) merupakan salah satu negara dengan kemajuan perekonomian yang

tumbuh pesat dan diperkirakan dapat muncul sebagai kekuatan perimbangan di

kawasan Asia Pasifik.1

Cina memiliki ikatan sejarah, politik dan ekonomi yang cukup penting dengan

Myanmar karena Myanmar adalah negara non-komunis pertama yang mendukung

kemerdekaan Cina pada tahun 1949. Cina merupakan negara yang mendukung

setiap junta militer yang berkuasa dengan menyediakan persenjataan, dukungan

politik di PBB dan pembangunan infrastruktur dan proyek untuk meningkatkan

perdagangan lintas batas.2

Myanmar sendiri sebenarnya merdeka pada tahun 1948 sebagai sebuah

republik independen dengan nama Burma dan U Nu sebagai perdana menteri

pertama. Pada tahun 1962 saat Jenderal Ne Win melakukan kudeta dan

menerapkan model Maois RRC, menasionalisasi semua tanah, industri, dan

1 Sejak lama Cina mempunyai kepentingan di kawasan Asia Pasifik di bidang politik, ekonomi

serta strategi. Karena kepentingan ini, Cina selalu memasukkan pekembangan-perkembangan yang terjadi di kawasan Asia ke dalam perhitungan-perhitungan luar negerinya. Selanjutnya agar lebih memudahkan dalam membaca penelitian ini maka penulisan Republik Rakyat Cina (RRC) akan ditulis dengan menggunakan kata Cina.

2 Peter Carey, Burma: The Challenge of Change in a Divided Society (ed.), Macmillan Press, London, St Martin’s Press Inc., New York, 1997.

Page 2: bab1.docs.pdf

perdagangan, dan membentuk rejim satu-partai yang totaliter.3 Kemudian pada

tahun 1988 terjadi kudeta oleh Jenderal Saw Maung dengan nama SLORC (State

Law and Order Restoration Council) yang kemudian menjadi nama rejim

pemerintahan junta militer Myanmar dan pada tahun 1989 SLORC merubah nama

negara Burma menjadi Myanmar.4

Hubungan bilateral Cina-Myanmar dapat dikatakan berjalan stabil, hal ini

karena perjanjian kedua negara pada tahun 1954 mengenai ” Five Principles of

Peaceful Coexistence”. Yang berisikan mengenai, pertama, saling menghormati

kedaulatan wilayah; kedua, saling tidak mengagresi; ketiga, saling tidak

mengintervensi urusan dalam negeri; keempat, sama derajat dan saling

menguntungkan; dan kelima, hidup berdampingan secara damai.5

Pada tahun 1988 telah banyak terjadi aksi protes yang telah dilakukan oleh

berbagai macam lapisan masyarakat di Myanmar dari mulai mahasiswa hingga

para biksu. Hal ini, membuat pemimpin Junta Militer membuat peraturan

pelarangan jam malam bagi setiap warganya dan pelarangan menggunakan akses

internet.6

3

Anak Agung Banyu Perwita, Kapasitas ASEAN dalam Penyelesaian Konflik di Myanmar. CSIS. Vol.35. No. 2, 2006, hlm. 155.

4 Perubahan nama negara dari Burma menjadi Myanmar terjadi karena pada tahun 1989 setelah SLORC (State Law and Order Restoration Council / nama rejim junta militer) mengambil alih pemerintahan, terjadi aksi protes atas perekonomian yang tidak stabil dan dilarangnya kebebasan berpolitik. Sehingga jenderal Saw maung mendeklarasikan hukum darurat militer setelah aksi protes semakin meluas pada tahun 1989. Pada tahun yang sama dirubahlah nama negara Burma menjadi Myanmar secara sepihak oleh jenderal Saw Maung. Perubahan nama tersebut tidak diakui oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan dalam sidang PBB karena dinilai perubahan nama tersebut tidak dilakukan secara demokratis dan bukan pemerintahan yang sah. Namun dalam Skripsi ini penulis akan menggunakan nama Myanmar karena, nama Myanmar adalah nama yang digunakan oleh negara tersebut sampai sekarang.

5 ” Five Principles of Peaceful Coexistence”, antara Cina dan Myanmar ditanda tangani pada tanggal 29 juni 1954 dengan pernyataan bersama antara PM Cina Zhou Enlai dan PM Myanmar U Nu, ”Proses Lahirnya Lima Prinsip Hidup Berdampingan secara damai, seperti dalam laporan EarthRights International “China in Burma : The Increasing Investment of Chinese Multinational Corporations in Burma Hidropower, Oil and Natural Gas, and mining sectors”, September 2008, hlm. 3.

6 Pak K. Lee, Gerald Chan & Lai-Ha Chan, China’s “Realpolitik” Engagement with Myanmar, China Security, Vol. 5 No. 1, 2008, World Security Institute, hlm. 104.

Page 3: bab1.docs.pdf

Pemerintahan junta militer di Myanmar hingga saat ini, tidak memberikan

ruang gerak bagi rakyatnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat. Segala

bentuk media cetak maupun elektronik, termasuk buku-buku dan film lokal,

disensor oleh pemerintahan junta militer agar tidak menimbulkan gejolak dalam

masyarakatnya. Pembatasan gerak juga diberlakukan kepada para akedemisi

dengan latar pendidikan yang tinggi, pegawai pemerintah, ataupun pihak yang

menyelenggarakan pertemuan dengan pejabat luar negeri untuk mengkritik

pemerintahan junta militer. Hal-hal tersebut jelas mencerminkan adanya

kemunduran demokrasi di Myanmar (decline of democracy).7

Tabel 1.1. Tingkat Kebebasan di Negara-negara Asia Tenggara

Freedom ScoreSoutheastAsia 1994 1996 1998

Singapore 5 4 5Malaysia 4.5 4 5Brunei 6.5 6

Indonesia 6.5 6 6Thailand 4 3 2.5Myanmar 7 7 7Vietnam 7 7 7

Cambodia 4.5 6 6Laos 6.5

Philippines 3.5 2.5 2.5

Sources: Freedom scores are from Freedom in the World: The Annual Survey of Political Rights and Civil Liberties (1994), (1997) and (1999): Freedom House Survey Team. The figures given for the scores are the mean of the combination of political rights and civil liberties score. The scale proceeds from 1.0 (most free) to 7.0 (least free).

7 Kenneth Christie dan Denny Roy, The Politics of Human Rigths in East Asia, England: Pluto

Press, 2001, hlm. 89.

Page 4: bab1.docs.pdf

Berdasarkan tabel diatas, tingkat kebebasan di Myanmar tidak mengalami

penurunan ataupun peningkatan, yakni tetap berada pada posisi tertinggi (skala

dalam angka 1 berarti mempunyai kebebasan yang tinggi bagi warga negaranya

namun bila dalam skala angka diatas 1 berarti memiliki tingkat kebebasan yang

rendah). Dengan kata lain, tidak ada kebebasan yang diberikan pemerintaha junta

militer Myanmar bagi rakyatnya dari pemerintahan yang berkuasa dalam kurun

waktu lima tahun, termasuk di Vietnam.

Aung San Suu Kyi, peraih hadiah nobel perdamaian pada tahun 1991 yang

juga sebagai opisisi dari pemerintahan junta militer, ditetapkan menjadi tahanan

rumah karena gerakannya yang pro demokrasi. Suu Kyi dianggap menjadi batu

sandungan bagi rezim junta karena ia mendukung pihak internasional untuk

menjatuhkan sanksi terhadap junta militer Myanmar guna memperbaiki tingkat

demokratisasi dan nilai-nilai HAM.8

Bahkan, partai NLD (National League for Democracy) pimpinan Aung San

Suu Kyi ditolak kemenangannya ketika diadakannya pemilihan umum pada tahun

1990 oleh junta militer. Junta militer beralasan bahwa Suu Kyi tidak mempunyai

pengalaman militer dan menikah dengan warga asing. Aung San Suu Kyi

kemudian dijatuhi hukuman kembali oleh junta militer dengan hukuman tahanan

rumah.9 Inilah yang membuat pemerintahan junta militer di Myanmar dinilai oleh

masyarakat internasional sebagai rejim yang tidak menghormati nilai – nilai hak

asasi manusia dan sebagai rejim pemerintahan yang diktator.

8 Kenneth Christie dan Denny Roy, Ibid, hlm. 89.9“Bangkit Kembali, Gerakan Pro-Demokrasi”, seperti yang dikutip dalam,

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Bangkit+Kembali%2C+Gerakan+Pro+Demokrasi+Birma&dn=20070927043237, diakses pada pukul 21.07 WIB, tanggal 15 Mei 2010.

Page 5: bab1.docs.pdf

Berdasarkan data ini, tidak terlalu mengejutkan ketika melihat respon awal

Cina terhadap aksi protes rakyat Myanmar sangat hati-hati. Juru bicara Menteri

Luar Negeri Jiang Yu mengatakan :

“Telah lama Cina mendukung sikap tidak ikut campur urusan dalam negeri negara lain…kami berharap dan percaya bahwa pemerintah dan rakyat Burma dapat menyelesaikan masalah ini”. 10

Sikap Cina ini menimbulkan kemarahan dunia internasional. Cina selalu

menghalangi pembuatan sanksi PBB atas Myanmar. Mengenai peristiwa

kekerasan terakhir, Cina berpendapat perundingan lebih efektif dibandingkan

penjatuhan sanksi. Tapi sebenarnya Cina juga menandatangani pernyataan Dewan

hak asasi Manusia PBB yang mengkritik keras apa yang disebut kekerasan yang

berlanjut pada peserta demontransi damai di Myanmar.11

Aksi protes yang telah terjadi di Myanmar pada tanggal 23 September 2007

ketika, unjuk rasa dari kalangan masyarakat memprotes kenaikan harga bahan

bakar dan perekonomian yang tidak stabil membuat masyarakat ragu akan

pemerintahan junta militer dan membawanya dalam aksi protes tersebut.12

Periodesasi inilah yang dibuat acuan dalam penelitian ini karena perhatian

internasional terhadap penegakan HAM dan kebebasan yang terlalu ketat oleh

pemerintahan junta militer Myanmar.

10

Elise Potaka, “China’s Business Interests in Burma, seperti dikutip dalam, http://www.asiacalling.org/index.php/in/berita/index.php?option=com_content&view=article&id=1171:Cinas-business-interests-in-burma&catid=3:Cina&Itemid=204&lang=in. diakses pada pukul 21.03 WIB, tanggal 01 April 2010.

11 China and Russia Veto US/UK Backed Security Council Draft resolution on Myanmar”, dikutip dari http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=21228&Cr=myanmar&Cr1, diakses pada pukul 23.07 WIB, tanggal 03 Juni 2010.

12“Bangkit Kembali, Gerakan Pro-Demokrasi”, seperti yang dikutip dalam, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Bangkit+Kembali%2C+Gerakan+Pro+Demokrasi+Birma&dn=20070927043237. diakses pada pukul 19.33. WIB, tanggal 16 Mei 2010.

Page 6: bab1.docs.pdf

Aksi tersebut kemudian didukung oleh kalangan pro demokrasi

(NLD/National League for Democracy)13 dan diikuti oleh para biksu Budha.

Namun, respon pemerintahan junta militer pimpinan Jenderal Than Shwe14

terhadap aksi unjuk rasa dilakukan dengan represif tidak terlalu dihiraukan.

Setidaknya terdapat 31 orang tewas dan ribuan orang lainnya ditahan pada aksi

demonstrasi yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat di Myanmar.

Aksi protes besar – besaran juga sebelumnya pernah terjadi di Myanmar untuk

menolak rejim yang berkuasa pada 8 Agustus 1988.15 Aksi tersebut merupakan

aksi protes berdarah yang terjadi di Myanmar pertama kalinya karena rejim yang

berkuasa ketika itu menembakkan senjata ke arah pengunjuk rasa untuk

mengakhiri aksi protes tersebut yang mengakibatkan banyaknya korban yang

tewas.

Tindakan yang represif dari junta militer dalam menangani aksi unjuk rasa

dinilai sangat berlebihan karena, sampai menewaskan para pengunjuk rasa. Hal

ini, membuat dunia internasional menjatuhkan sanksi yang diawali oleh, Uni

Eropa yang menyetujui sanksi baru terhadap Myanmar pada 15 Oktober 2007. Di

antara sanksi tersebut adalah embargo ekspor kayu, barang tambang dan logam

kecuali minyak. Serta sanksi-sanksi lain berupa penerapan larangan bepergian

bagi politisi dan pemimpin militer Myanmar serta pembekuan asset-aset mereka di

Eropa.

13 Kalangan pro demokrasi yang menamakan diri National League for Democracy (NLD)

pimpinan Aung San Suu Kyi yang kini telah berganti nama menjadi National Coalition Government(NCG). Dimana NCG saat ini mempunyai agenda tunggal yaitu mengganti dengan segera rezim militer pimpinan Jenderal Than Shwe. “Aksi destabilisasi di Myanmar”, seperti dikutip dalam, http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=93&type=3. Diakses pada pukul 19.18. WIB, tanggal 2 April 2010.

14 Nama rejim pemerintahan junta Myanmar yang dipimpin ole Jenderal Than Shwe adalah The State Peace and Development Council (SPDC), Jenderal than shwe sendiri menggantikan rejim yang sebelumnya yaitu jendeal Saw Maung (dengan nama rejim SLORC) sejak 23 April 1992.

15 “Myanmar Kenang Demonstrasi 1988”, seperti dalam http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/08/08/08513757/Myanmar.Kenang.Demonstrasi.1988, yang diakses pada pukul 22.05 WIB, tanggal 15 Mei 2010.

Page 7: bab1.docs.pdf

Ketidakterbukaan Myanmar atas masalah domestiknya, mendorong Uni Eropa

dan Amerika Serikat mempersoalkan dan membawa kasus ini ke dalam forum

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Alasan untuk bersikap lebih keras ini

disebabkan gejolak di Myanmar yang berlarut-larut karena, jika hal ini terus

terjadi maka akan memunculkan masalah pengungsi yang pada gilirannya dapat

mengancam stabilitas regional.

Situasi dan kondisi di Myanmar hingga saat ini belum mendapatkan jalan

keluar, khususnya mengenai penghormatan dan perlindungan HAM yang tidak

berjalan dengan semestinya. Pemerintahan junta militer Myanmar yang tetap

mempertahankan status quo nya, menunjukkan bahwa pemerintahan junta militer

begitu otoriter hingga tidak memberikan ruang gerak pada kelompok masyarakat

untuk menyuarakan aspirasinya

Namun Cina memiliki kepentingan untuk tetap menyokong Pemerintahan

Junta Myanmar karena Cina bergantung banyak terhadap pasokan energi dari

Myanmar khususnya dalam bentuk gas alam dan keterlibatan Cina dalam proyek-

proyek besar pembangunan infrastruktur.16 Perusahaan-perusahan Cina sekarang

ini terlibat dalam sekitar 40 proyek-proyek hydropower dan sedikitnya 17 proyek

minyak dan gas daratan dan lepas pantai. Cina juga telah mengumumkan

rencananya untuk membangun jalur pipa dan gas sepanjang 2.400 km dari Arakan

di sebelah barat Myanmar ke provinsi Yunnan di Cina.17

Begitu pula sebaliknya, Myanmar merupakan salah satu negara yang

mengimpor persenjataannya dari Rusia dan Cina, termasuk diantaranya adalah

16 Anak Agung Banyu Perwita, Kapasitas ASEAN dalam Penyelesaian Konflik di Myanmar.

(Analisis CSIS. Vol.35. No. 2, 2006), hlm. 153-155.17 Mark Beeson, Sovereignty Under Siege: Globalization and the State in Southeast Asia.

Third World Quarterly. (Vol 42. No.2. 2003), hlm. 357-374.

Page 8: bab1.docs.pdf

peluncur multiple-rocket, pesawat tempur, dan pesawat tempur dengan peluru

kendali yang digunakan untuk kebutuhan militer Myanmar.18

Maka tidak mengherankan jika Cina menentang keputusan Dewan Keamanan

PBB untuk membawa permasalahan Myanmar dalam agenda DK PBB. Cina

secara diplomatis berpendapat bahwa permasalahan Myanmar merupakan urusan

dalam negeri yang dapat diselesaikan secara internal. Cina memiliki pengaruh

sangat signifikan di DK PBB karena memiliki hak veto seperti yang dimiliki

empat negara lainnya yaitu AS, Perancis, Rusia, dan Inggris.19

Bahkan, Cina mengutuskan utusan khusus untuk datang ke Myanmar

membicarakan krisis politik yang melanda Myanmar, untuk mendesak agar

pemerintahan junta Myanmar segera menyelesaikan krisis politik melalui dialog

dan segera mencapai stabilitas politik.20 Hal ini, membuktikan bahwa Cina sangat

serius terhadap kestabilan politik di Myanmar.

Pada Januari tahun 2008, Cina membantu memfasilitasi utusan khusus PBB

Ibrahim Ghambari untuk mengunjungi Myanmar. Utusan khusus PBB

mengunjungi Myanmar untuk melihat situasi dan keadaan di Myanmar setelah

terjadinya aksi unjuk rasa dan bentrokan antara militer dan pengunjuk rasa hingga

adanya korban yang tewas.21 Hal ini dilakukan Cina untuk mengurangi desakan

dari internasional yang menilai Cina tidak serius dalam membantu menyelesaikan

permasalahan politik yang terjadi di Myanmar dan terkesan membiarkan

pemerintahan junta militer Myanmar melakukan tindakan yang melanggar nilai-

18 Mark Beeson, Ibid, hlm. 154.19 Permasalahan Myanmar yang dibawa ke Dewan Keamanan (DK) PBB pada Januari 2007

oleh Amerika Serikat dan Inggris karena penahanan para aktivis pro demokrasi dan penahanan Aung San Suu Kyi agar menjadi agenda DK PBB yang kemudian di veto oleh Cina dan Rusia. Cina beralasan bahwa permasalahan Myanmar adalah permasalahan internal negara tersebut dan dapat diselesaikan oleh pemerintahnya sendiri tanpa adanya campur tangan dari dunia internasional (PBB).

20 Jason Qian dan Anne Wu : Cina’s foerign Policy in Myanmar. http://www.koreatimes.co.kr /www/news//2008/02/137_19046.html. diakses pada pukul 21.09 WIB, tanggal 09 April 2010.

21“Utusan PBB temui junta Militer”, seperti dalam http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4434804,00.html, yang diakses pada pukul 18.04 WIB, tanggal 15 Mei 2010

Page 9: bab1.docs.pdf

nilai hak asasi manusia karena menindak para demonstran dengan tindakan yang

represif dan berlebihan.

1.2. Rumusan Permasalahan

Dengan melihat latar belakang yang penulis tulis diatas, maka penulis

beranggapan bahwa permasalahan politik internal di Myanmar sangat serius

sehingga, penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan teori kebijakan

luar negeri Cina dalam menanggapi permasalahan di Myanmar serta faktor –

faktor yang mempengaruhi kebijakan Cina di Myanmar.

Permasalahan politik internal Myanmar disebabkan karena, pemerintahan

junta milter terlalu mengekang rakyatnya dengan membuat perarturan-peraturan

yang otoriter sehingga, membuat rakyat Myanmar tidak dapat mengeluarkan

aspirasi mereka terhadap pemerintahan yang membuat kalangan Pro demokrasi

dan para biksu melakukan demonstrasi pada tahun 2007. Namun junta militer

menanggapi aksi tersebut dengan cara represif sehingga membuat para

demonstran ditahan dan tewas ketika aksi pembubaran oleh junta militer

Myanmar.

Hal tersebut, membuat dunia internasional mengecam dan memberikan sanksi

terhadap pemerintahan junta militer. Bahkan Uni Eropa dan Amerika Serikat

membawanya dalam forum PBB dan diajukan kedalam agenda sidang DK-PBB.

Dalam sidang agenda DK-PBB Cina dan Rusia memveto hal tersebut menjadi

agenda PBB. Kebijakan Cina dalam PBB tersebut membuat permasalahan

Myanmar tidak dapat diselesaikan di PBB.

Dari tulisan tersebut diatas, serta untuk membantu dalam mempelajari,

menganalisis, membatasi dan membahas kasus tersebut, maka penulis mengangkat

Page 10: bab1.docs.pdf

suatu pertanyaan, yaitu : ”Apa faktor – faktor yang melatar belakangi

kebijakan luar negeri Cina terkait dinamika politik internal Myanmar

periode 2007-2009?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan-kebijakan Cina

terkait dinamika politik internal yang terjadi di Myanmar serta faktor – faktor apa

saja yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri Cina terhadap Myanmar.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Mengetahui permasalahan yang terjadi di Myanmar dan kebijakan-

kebijakan Cina yang terkait dinamika politik internal di Myanmar serta

faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan Cina di Myanmar.

b. Dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan mengenai

kebijakan luar negeri Cina dan faktor – faktor yang mempengaruhi

kebijakan tersebut

c. Secara akademis, manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini adalah

membantu program studi Hubungan Internasional dalam memberikan

informasi dan data yang terkait permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini. Seperti halnya, dinamika politik internal yang terjadi di

Myanmar sehingga mendapat perhatian dunia internasional, kebijakan-

kebijakan Cina dan faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri

Cina.

Page 11: bab1.docs.pdf

1.5. Tinjauan pustaka

Terdapat beberapa tulisan yang terkait dengan permasalahan menegenai

kebijakan Cina di Myanmar. Seperti dalam tulisan Hak Li Yin yang berjudul,

”Journal of Contemporary China : re-interpret China’s non-intervention policy

towards Myanmar”, yang berisikan secara garis besar mengenai kritikan terhadap

kebijakan non – intervensi Cina, dalam hal ini terhadap Myanmar. Menjelaskan

mengenai berbagai usaha Cina untuk campur tangan dalam pemerintahan

Myanmar, ini menunjukkan bagaimana Cina berusaha untuk mencari kebijakan

intervensi baru dalam berurusan dengan negara seperti Myanmar. Cina juga

mempunyai kepentingan dengan menggunakan cara – cara yang lebih lunak yang

kontras dengan intervensi tradisional Barat, seperti sanksi ekonomi dan campur

tangan militer.22 Hal tersebut membuat masyarakat internasional kecewa atas

sikap Cina, yang dinilai tidak serius dalam meredakan konflik di Myanmar.

Tulisan selanjutnya, ditulis oleh Lye Liang Fook yang berjudul, ”Cina: An

International Journal : Cina's Policies towards Myanmar”, yang berisikan

mengenai kebijakan – kebijakan Cina di Myanmar. Terdapat enam tujuan

kebijakan dasar Cina di Myanmar seperti,23 mengamankan laut Cina selatan

sampai ke samudera Hindia yang bertujuan pengamanan akses kapal Cina yang

melewati rute tersebut, mempertahankan keamanan dan stabilitas daerah

perbatasan agar daerah perbatasan tidak ikut bergolak karena masalah politik

internal yang terjadi di Myanmar, meningkatkan keamanan energi karena terdapat

investasi berupa proyek – proyek sumber daya alam Cina yang sedang berjalan

22 Hak Li Yin, “Journal of Contemporary Cina” : : re-interpret Cina's non-intervention policy

toward Myanmar, vol. XVIII, 2009, hlm. 21.23 Lye Liang Fook, “Cina: An International Journal” : Cina's Policies towards Myanmar,

September 1, 2009, hlm. 15.

Page 12: bab1.docs.pdf

dengan pemerintah junta militer Myanmar yang berkuasa, meningkatkan

kerjasama ekonomi antara Cina – Myanmar, membatasi pengaruh India dalam

bidang ekonomi dan perdagangan, memelihara hubungan persaudaraan dengan

Myanmar yang selama ini telah berjalan baik agar tidak terganggu dengan

permasalahan internal Myanmar.

Dalam tulisan Bantarto Bandoro yang berjudul, ” Myanmar dan Negara -

negara Ekstra Regional”, yang menjelaskan mengenai kepentingan negara –

negara besar di dekat Myanmar seperti, Cina dan India.24 Bagi India Myanmar

bertindak sebagai “jembatan antara Asia Selatan dan Asia Tenggara” dan bagi

Cina memberikan akses ke Teluk Benggal, dan pada akhirnya ke Selat Malaka.

Jadi perdamaian dan stabilitas di Myanmar tidak hanya penting bagi bangsa

Myanmar, melainkan juga bagi kawasan maupun dunia internasional, dan

seberapapun kuatnya tekanan negara - negara Barat terhadap Myanmar, pemimpin

junta akan tetap aman selama ada proteksi politik yang diberikan oleh Cina dan

India. Karena kedua negara mempunyai kepntingan yang cukup besar di

Myanmar.

Dalam tulisan DS. Rajan yang berjudul, ”Cina’s Policy Towards

Myanmar”,25 yang menjelaskan mengenai kebijakan Cina berhubungan dengan

ekonomi, politik, keamanan dan kebutuhan energi. Selanjutnya juga dijelaskan

mengenai tiga faktor pendorong yang melatar belakangi kebijakan Cina di

Myanmar. Pertama, Cina memandang bahwa stabilitas di Myanmar sangat penting

bagi pembangunan dan bahwa hal itu juga berkontribusi terhadap keamanan

perbatasannya dengan Myanmar di mana hidup penduduk etnis Cina yang cukup

24 Bantarto Bandoro, Myanmar dan Negara-negara Ekstra Regional, Analisis CSIS, 2006,

Vol. 35, No. 2, hlm. 14525

D. S. Rajan, Cina’s Policy Towards Myanmar, Chennai Centre for China Studies, The Center for Asia Studies, Chennai, 2009.

Page 13: bab1.docs.pdf

besar. Kedua, kebutuhan akan sumber daya energi, Cina sedang membangun

jaringan pipa dari Myanmar ke perbatasan propinsi Yunnan, Cina sebagai

alternatif dari pengiriman sumber daya melalui Selat Malaka yang rawan

pembajakan. Ketiga, strategisnya Myanmar sebagai sebuah jalur komunikasi

untuk melindungi kapal – kapal pengangkut energi Cina.

Selanjutnya, tulisan Fan Hongwei, yang berjudul “Sino–Burmese relations

1949-1954”,26 yang menjelaskan mengenai hubungan antara Cina dan Myanmar

pada masa awal kemerdekaan dimana Myanmar merupakan negara non-sosialis

pertama yang mendukung kemerdekaan Cina yang kemudian diikuti dengan

perjanjian saling tidak ikut campur masalah dalam negeri salah satu negara.

Dimana sebelum perjanjian tersebut pemimpin kedua negara saling mengunjungi

hingga tercapainya perjanjian yang ditandatangani di Myanmar pada bulan juni

1954. Dengan adanya perjanjian tersebut Myanmar tidak perlu khawatir akan

ancaman Cina di masa depan. Hal ini, terbukti dengan tidak ikut campurnya Cina

dalam permasalahan politik yang menimpa Myanmar bahkan Cina menolak

permasalahan internal Myanmar di intervensi oleh negara-negara luar.

1.6. Kerangka Teori

Untuk menganalisa suatu permasalahan dalam ilmu hubungan internasional

membutuhkan teori, yang merupakan penjelasan paling umum mengapa sesuatu

itu terjadi dan kapan peristiwa tersebut akan terjadi lagi. Dengan kata lain, teori

26 Fan Hongwei, Sino-Burmese Relations 1949-1954, Institute of China Studies University of

Malaya, 2008.

Page 14: bab1.docs.pdf

dapat dipergunakan sebagai alat eksplanasi dan alat prediksi.27 Atau lebih jelasnya

dipaparkan bahwa teori berfungsi untuk memahami, memberikan kerangka

hipotesis secara logis, disamping menjelaskan maksud terhadap berbagai

fenomena-fenomena yang ada.

Tanpa menggunakan teori, maka fenomena-fenomena serta data-data yang ada

akan sulit dimengerti. Dan disisi lain teori juga dapat berupa sebuah bentuk

pernyataan yang menghubungkan beberapa konsep secara logis dan sistematis.28

Teori yang penulis pakai untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang ada

pada rumusan masalah yaitu teori kebijakan luar negeri dan konsep kepentingan

nasional.

1.6.1. Teori Kebijakan Luar Negeri

Dalam perspektif Realis, tujuan nasional dalam kebijakan luar negeri

suatu negara dipengaruhi oleh perilaku internasional, seperti keamanan,

kapabilitas militer, aliansi negara, dan balance of power.29 Sementara itu

Christopher Hill dan Margot Light menyatakan bahwa kebijakan luar negeri

sama halnya dengan bola billiard, dimana kebijakan luar negeri berada pada

posisi sebagai determinan utama.30

Kebijakan luar negeri dalam Interdepedency Theorists lebih

ditekankan pada ekonomi politik internasional, politik domestik dan

fluctuations kepentingan nasional dan strategi diplomasi. Dimana dinamika

27 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta,

1990, hlm. 217.28 Jack C. Plano and Roy Olton, The International Relations. California Press, 1992, hlm. 7.29 Morghentau, Hans, dan Kenneth Thompson, Politics Among Nations, 6th ed, New York :

Alfred Knopf.30 Hill, Christoper, dan Margot light, Foreign Policy Analysis, dalam Margot Light dan A. J.

R. Groom (eds), International Relations: A Handbook of Current Theory, London: Frances Pinter; and Boulder, Colorado, Lynne Rienner, hlm. 157.

Page 15: bab1.docs.pdf

politik domestik merupakan masalah dalam proses pengambilan keputusan

kebijakan luar negeri.31

Definisi kebijakan luar negeri menurut Holsti (1992), adalah :

”Gagasan atau tindakan yang dirancang oleh pembuat keputusan suatu negara untuk menyelesaikan permasalahan maupun mempromosikan sejumlah perubahan, pada perilaku sebuah atau beberapa aktor negara lain maupun non negara; ataupun juga mengubah atau mempertahankan sebuah objek, kondisi atau praktik di lingkungan eksternal (Holsti, 1992: 82, 269). 32

Maka bila dijabarkan, substansi kebijakan luar negeri suatu negara

dipengaruhi oleh (i) faktor-faktor konteks eksternal yang meliputi: struktur

sistem internasional; struktur ekonomi dunia; tujuan dan kebijakan negara

lain; masalah-masalah global dan regional yang ditimbulkan oleh aktivitas

perorangan; serta hukum internasional dan opini dunia,33 (ii) faktor-faktor

politik domestik, yang meliputi berbagai kebutuhan atau kepentingan sosio-

ekonomi dan keamanan; karakter geografis; atribut nasional; struktur

pemerintahan; opini publik; birokrasi; serta pertimbangan etis,34 (iii) pengaruh

persepsi dan perilaku para aktor pembuat kebijakan meliputi, citra, perilaku,

nilai, doktrin, ideologi, analogi dan bahkan kepribadian.

James N. Rosenau mengemukakan bahwa situasi dan kondisi

lingkungan (internal dan eksternal) saling berinteraksi dalam proses

pembentukan kebijakan luar negeri sebuah negara. Keterkaitan antara aspek

nasional dan internasional (internal dan eksternal) digunakan sebagai variabel

bebas. Sedangkan, kebijakan luar negeri suatu negara digunakan sebagai

31 George, Alexande L., Presidential Decisionmaking in Foreign Policy, Boulder, Colorado:

Westview Press, hlm. 114.32 Kalevi J. Holsti, International Poltics : A Framework for Analysis, 6th ed, New Jersey:

Prentice Hall Internaional, 1992.33 Ibid. hlm. 271-30234 Ibid. hlm. 271-274

Page 16: bab1.docs.pdf

variabel terikat.35 Selajutnya, Rosenau juga mengemukakan bahwa keterkaitan

antara aspek internal dan eksternal memberikan input dalam kebijakan luar

negeri suatu negara.36

Sejalan dengan pendekatan Rosenau dan Holsti diatas, Samuel S. Kim

secara garis besar mengemukakan bahwa ada tiga pendekatan utama yang

menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar

negeri Cina. Pertama, pendekatan internal (domestic/societal), kedua, adalah

pendekatan eksternal (external/systemic), dan yang ketiga, adalah keterkaitan

antara faktor internal dan eksternal (domestic and external linkages).37

Dalam pendekatan internal dikemukankan bahwa kebijakan luar negeri

Cina hanya ditentukan oleh faktor internal seperti, warisan sejarah,

kepemimpinan, politik dalam negeri, kepentingan nasional, ideologi dan

kemampuan. Sedangkan, pendekatan eksternal mengemukakan bahwa tingkah

laku Cina di dunia internasional kedudukannya ditentukan dalam sistem

internasional dan kebijakan luar negeri Cina lebih karena reaksi tehadap

lingkungan internasional.38

Dalam pendekatan ketiga, yang merupakan keterkaitan antara faktor

internal dan eksternal. Dimaksudkan bahwa kebijakan luar negeri Cina

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal secara bersamaan. Dimana,

kedua faktor tersebut saling berinteraksi selama proses pembuatan keputusan.

35 James N. Rosenau, “Introduction : New Directions and Recurrent Questions in the

Comparative Study of Foreign Policy”, New Directions in the Study of Foreign policy, eds. Charles F. Hermann, Charles W. Kegley, Jr, James N. Rosenau , Boston : Allen & Unwia, 1987, hlm. 1.

36 James N. Rosenau, Lingkage Politics : Essays on the Convergence of National and International Systems, New York : The Free Press, 1969, hlm. 1-16

37 Samuel S. kim, “Cina and the World in Theory and Practice, “Cina and the World : Chinese Foreign Relations in the post-Cold War Era, eds. Samuel S. Kim Boulder : Westview Press, Inc, 1994, hlm. 21.

38 Ibid

Page 17: bab1.docs.pdf

Pendekatan yang digunakan dalam tulisan penelitian ini adalah

keterkaitan faktor internal dan eksternal. Untuk memperoleh gambaran yang

lebih jelas mengenai pendekatan tersebut, penulis akan menggunakan model

sistem kebijakan luar negeri Cina yang diajukan Samuel S. Kim sebagai

berikut

Bagan 1.1. Model Sistem Kebijakan Luar Negeri Cina

INPUTS PROSES OUTPUTS

(Varibel Bebas) (Variabel Mediasi) (VariabelTerikat)

Faktor Internal

Pembuatan keputusan

Sumber : Bagan diatas merupakan penyederhanaan dari bagan yang dibuat oleh Samuel S. Kim. Lihat dalam, Samuel S. Kim, ”Chinese Foreign Policy Behavior, ”China and the World : Chinese Foreign Policy in the Post-Mao Era, ed. Samuel S. Kim (Boulder : Westview Press, Inc, 1984), hlm. 6.

Selanjutnya, Samuel S. Kim menjelaskan bahwa pola keterkaitan

antara faktor internal dan eksternal berada dalam variabel mediasi, yaitu dalam

Pernyataan kebijakan

Faktor Eksternal

Pelaksanaankebijakan

Umpan balik kebijakan(policy feedback)

Lingkungan internal

Lingkungan eksternal

Page 18: bab1.docs.pdf

tahap pembuatan keputusan, dimana dalam tahap tersebut elite pembuat

keputusan di Cina mendefinisikan situasi dan menentukan tujuan dan strategi

kebijakan luar negerinya. Seperti yang terlihat diatas, variabel mediasi berada

diantara variabel bebas dan terikat. Hal ini untuk meletakkan dasar

pengetahuan analitis mengenai pendefinisian situasi serta perumusan tujuan

dan strategi kebijakan luar negeri oleh para pembuat keputusan di Cina.

Pada tahap kebijakan, Samuel Kim mengemukakan bahwa retorika

kebijakan luar negeri Cina atau proyeksi pemikiran Cina secara ideal

mengenai kebijakan luar negerinya ”selalu” didasarkan pada politik luar

negeri bebas dan lima prinsip hidup berdampingan secara damai, serta ”tidak

pernah” didasarkan pada ambisi hegemoni. Namun menurut Samuel Kim,

realita menunjukkan bahwa dalam kasus tertentu, pelaksanaan kebijakan luar

negeri yang dilakukan Cina tidak konsisten atau berseberangan dengan

retorikanya.39

Selanjutnya Samuel S. Kim menyatakan bahwa umpan balik kebijakan

mungkin penting untuk menentukan apakah kebijakan luar negeri Cina dapat

menyesuaikan diri atau tidak. Umpan balik tersebut akan menjadi masukan

bagi para elite dalam proses pembuatan keputusan.40

Selain Samuel Kim dan Rosenau, Robert Putnam menjelaskan

mengenai ketekaitan antara faktor internal dan eksternal dalam kebijakan luar

negeri yang saling bergantung dan tumpang tindih dalam tujuan nasional dan

sistem nasional. Putnam juga mengatakan bahwa proses kebijakan luar negeri

dapat lebih baik untuk dipahami dalam dua level, yaitu faktor internasional

39 Samuel S. Kim, Chinese Foreign policy Behavior, “Cina and the world : Chinese Foreign

Policy in the Post-Mao Era, ed. Samuel S. Kim, Boulder : Westview Press, Inc, 1984, hlm. 8.40 Samuel S. Kim, Cina and the World in theory and Practice, Op cit, hlm. 30-31.

Page 19: bab1.docs.pdf

(eksternal) dan faktor dometik (internal).41 Dalam kebijakan luar negeri

terdapat single-level analysis dan multi-level analysis.

Namun, dalam penelitian ini akan digunakan single-level analysis

karena melihatnya dalam sudut pandang negara atau level tertinggi, bukan

pada level analisis lingkungan para pembuat kebijakan luar negeri (multi-level

analysis).42 Dalam single-level analysis terdapat macro level yang

menjelaskan mengenai internasional (Struktur dan sistem) dan determinan

domestik (institusi dalam proses kebijakan luar negeri).43

Tabel 2.1. The International-Domestic Linkage

Input OutputExternal factors

PlusInternal factors

Foreign Policy

Source: Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 19.

Dari tabel diatas terlihat bahwa faktor eksternal dan internal tergabungkan dan

menjadi nilai tambah bagi kebijakan luar negeri Cina. Kedua faktor tersebut saling

memiliki ketergantungan sehingga kebijakan luar negeri Cina memiliki kepentingan

nasional dan diiringi dengan pengaruh internasional. Kemudian, dalam turunan dari

keterkaitan eksternal dan internal

Tabel 3.1. Single-Level Analysis Approaches

Type Input OutputType A International Constraints

(structure and system)Foreign Policy

Type B Domestic Determinants (society and institutions)

Foreign Policy

Type C Decision-makers’ Influence (psychological

Foreign Policy

41 Robert Putnam, Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Games, dalam

Evans, Peter, Harold Jacobson, and Robert Putnam (eds), Double-Edged Diplomacy: International Bargaining and Domestic Politics, Berkeley: University of California Press, 1993.

42 Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 9-15.

43 Quangsheng Zhao, Ibid, hlm. 19-23.

Page 20: bab1.docs.pdf

and ideological factors)

Source: Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 10.

Tabel 4.1. The Micro-Macro Linkage Approach

Input OutputMacro-level: International Constraints Domestic determinants

(structure and system) (society and institutions) Foreign policy

Micro-level: Decision-makers

Source: Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 23.

Pada tabel 3.1. mengenai single-level analysis, penelitian ini akan menggunakan

tipe A dan B karena tipe A dan B sebagai macro analysis dalam single-level

analysis.44 Tipe A merupakan permulaan yang harus diperhatikan dalam kebijakan

luar negeri Cina seperti struktur dan sistem internasional. Sementara itu, tipe B lebih

difokuskan pada faktor internal atau kepentingan nasional Cina. Dalam penelitian ini

akan digunakan tipe macro-level analysis seperti pada tabel diatas (4.1.) mengenai

kedudukan macro-level. Dimana internal dan eksternal saling berkaian untuk

terjadinya kebijakan luar negeri Cina.

1.7. Model Analisis

1.7.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri

Cina

Variabel Bebas Variabel Terikat

44Lebih jelas lagi, perbedaan makro dan mikro analisis dalam kebijakan luar negeri Cina dapat

dilihat dalam Robert Putnam, Ibid, hlm. 18.

Page 21: bab1.docs.pdf

Faktor Internal

Stabilitas politik,

ekonomi dan keamanan

energi

1.7.2. Proses pengambilan keputusan Republik Rakyat Cina

Input Proses Pengambilan Keputusan Input (Decision Making Process (DMP))

Proses

pembuatan

keputusan

Kebijakan luar negeri

Cina terkait dinamika

politik internal Myanmar

Faktor Eksternal

Desakan PBB

Kebijakan Amerika Serikat

dan Uni Eropa

Faktor Eksternal

Faktor Internal

Page 22: bab1.docs.pdf

Lingkungan Lingkungan Eksternal Internal

Feedback

Kebijakan Luar Negeri Feedback

Operasionalisasi Kebijakan Tujuan Nasional Output

Keterangan : garis Feedback, (garis lingkungan eksternal dan internal), (garis DMP). Faktor eksternal dan internal saling mempengaruhi DMP di Cina. Dalam bagan diatas dibuat secara hirarki dimana Kongres Partai Komunis Cina mengusulkan rancangan kebijakan luar negeri (KLN) yang kemudian diserahkan kepada NPC. NPC kemudian meminta persetujuan kepada Komite Partai Komunis. Setelah disetujui oleh Komite Partai Komunis di serahkan kembali ke NPC untuk ditinjau, NPC kemudian menyerahkannya kepada Dewan Negara untuk di pertimbangkan. Dewan Negara kemudian mengembalikan lagi kepada NPC yang kemudian menyetujui (KLN) tersebut bersama dengan Presiden. Setelah menjadi KLN, kebijakan tersebut akan mengacu pada faktor eksternal (tempat dimana kebijakan tersebut diterapkan dan faktor internal yang menjadi tujuan nasional.

1.8. Alur Pemikiran

Permasalahan dinamika politik di Myanmar (hubungan

antara pemerintahan junta militer Myanmar dengan

gerakan pro demokrasi)

Kongres Partai Komunis Cina

National People’s Congress (NPC)

Presiden dan National People’s Congress(NPC)

Dewan Negara (Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri, Gubernur Bank

Sentral, Menteri-Menteri)

Komite Partai komunis Cina

(Sekretaris Jenderal, Anggota

Tetap, Komisi Militer Pusat)

Fokus

Analisa

Fokus

Analisa

Page 23: bab1.docs.pdf

1.9. Operasionalisasi Konsep

Konsep Variabel Dimensi Indikator

Kebijakan luar

negeri dan Linkage

Theory

(keterkaitan faktor

eksternal dan

Kebijakan luar

negeri Cina terkait

dinamika politik

internal Myanmar

Mendukung

pemerintahan

junta militer

Myanmar

Faktor internal

Veto Cina di

DK-PBB

Referendum

Rancangan

konstitusi

Myanmar

Stabilitas

keamanan

Kebijakan luar negeri Cina

terhadap Myanmar 2007-2009

Faktor eksternal yang

mempengaruhi

kebijakan luar negeri

Cina

Faktor internal yang

mempengaruhi

kebijakan luar negeri

Cina

Page 24: bab1.docs.pdf

faktor internal)

Faktor – faktor

yang

mempengaruhi

kebijakakan

Faktor

eksternal

wilayah

perbatasan Cina-

Myanmar dan

keamanan energi

Desakan PBB

dalam

penanganan

HAM dan

peradilan Aung

San Suu Kyi

Sanksi ekonomi

Amerika Serikat

dan Uni Eropa

1.10. Asumsi

Dalam permasalahan dinamika politik internal Myanmar yang ditinjau dari

kebijakan luar negeri Cina, penulis berasumsi bahwa :

a. Cina selalu mendukung dan mempunyai pengaruh yang besar dalam

pemerintahan junta militer Myanmar

b. Kebijakan Cina di Myanmar untuk mencapai tujuan nasional Cina

seperti, stabilitas di daerah pebatasan dan keamanan energi

c. Kebijakan Cina juga untuk melindungi Myanmar agar Amerika

Serikat, Uni Eropa dan PBB tidak turut campur dalam permasalahan

politik yang terjadi di Myanmar

1.11. Metode Penelitian

a. Jenis penelitian

Page 25: bab1.docs.pdf

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

eksplanatif, yaitu penulis memberikan suatu gambaran secara jelas dan

konkret mengenai kebijakan luar negeri Cina terkait dinamika politik

Myanmar serta faktor – faktor kebijakan luar negeri Cina.

b. Jenis Data

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder yang berasal dari literatur-literatur yang didapatkan dari

berbagai sumber seperti perpustakaan dan internet.

c. Data Penelitian

Data penelitian untuk menganalisa digunakan teknik analisa kualitatif

dengan menghubungkan data yang ada dengan data yang memiliki

hubungan saling keterkaitan yang dapat mendukung permasalahan

yang sedang diteliti.

d. Model Penelitian

Model penelitian dalam skripsi ini adalah model penelitian studi kasus

dengan menggunakan teori untuk menganalisa dan menjawab

permasalahan.

e. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis lebih banyak melakukan penelitian

kepustakaan (library research) dengan mencari dan mengumpulkan data

- data sekunder berupa buku-buku, jurnal dan referensi dari tulisan

penelitian lain yang sejenis.

f. Metode Analisis

Page 26: bab1.docs.pdf

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

konsektual dan kategorial yaitu dengan cara mencocokkan model

analisis dengan operasionalisasi konsep.

g. Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

negara, dalam hal ini kebijakan luar negeri Cina dengan menggunakan

Macro Analysis dalam single-level analysis.

1.12. Sistematika Pembabakan

Dalam penelitian ini, penulis menjabarkannya sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Berisikan mengenai penjelasan dari pendahuluan seperti, latar

belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, model analisis,

operasionalisasi konsep dan metode penelitian.

Bab II : Kebijakan Luar Negeri Cina Terkait Dinamika Politik Internal

Myanmar 2007-2009

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai apa saja landasan

dasar dan bentuk kebijakan luar negeri Cina sebelum dan setelah aksi

protes yang terjadi di Myanmar hingga penjatuhan sanksi dari dunia

internasional terhadap Myanmar

Bab III : Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri

Cina Terhadap Myanmar

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai faktor internal

dan faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina

terhadap Myanmar.

Page 27: bab1.docs.pdf

Bab IV : Penutup

Dalam bab ini berisikan kesimpulan terkait kebijakan Cina di

Myanmar dari penulis.