BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN -...

111
STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN Laporan Akhir V - 1 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan beserta studi literatur terhadap ke-10 kriteria yang dibahas dalam studi ini, maka selanjutnya diuraikan mengenai hasil analisis dan pembahasan dari 10 (sepuluh) kriteria yang dibahas dalam studi ini. A. KRITERIA PELABUHAN YANG DAPAT DIUSAHAKAN SECARA KOMERSIAL DAN NON KOMERSIAL 1. Pelabuhan yang dapat diusahakan secara komersial Dalam pasal 5 PP No. 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan dijelaskan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan. Dalam hal pengusahaan atau sudut jasa yang diberikan, pelabuhan dibagi menjadi pelabuhan yang dapat dikomersialkan dan non komersial. Komersial berarti pelabuhan merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi penyedia jasa di pelabuhan. Pelabuhan yang diusahakan adalah pelabuhan dalam binaan Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan pengembangan potensinya, diusahakan menurut azas hukum perusahaan. Pelabuhan yang diusahakan harus didukung oleh fasilitas bangunan pelabuhan yang merupakan seluruh bangunan atau konstruksi yang berada dalam daerah kerja pelabuhan, baik itu di darat maupun di laut yang merupakan sarana pendukung guna memperlancar jalannya kegiatan yang ada dalam pelabuhan. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas pokok dan fasilitas penunjang sebagaimana yang diatur dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 22 ayat 2. Fasilitas pokok meliputi: a. dermaga; b. gudang lini 1; c. lapangan penumpukan lini 1; d. terminal penumpang; e. terminal peti kemas; f. terminal ro-ro; g. fasilitas penampungan dan pengolahan limbah; h. fasilitas bunker;

Transcript of BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN -...

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 1

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan beserta studi literatur terhadap ke-10 kriteria yang dibahas dalam studi ini, maka selanjutnya diuraikan mengenai hasil analisis dan pembahasan dari 10 (sepuluh) kriteria yang dibahas dalam studi ini.

A. KRITERIA PELABUHAN YANG DAPAT DIUSAHAKAN SECARA KOMERSIAL DAN NON KOMERSIAL 1. Pelabuhan yang dapat diusahakan secara komersial

Dalam pasal 5 PP No. 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan dijelaskan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan. Dalam hal pengusahaan atau sudut jasa yang diberikan, pelabuhan dibagi menjadi pelabuhan yang dapat dikomersialkan dan non komersial. Komersial berarti pelabuhan merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi penyedia jasa di pelabuhan. Pelabuhan yang diusahakan adalah pelabuhan dalam binaan Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan pengembangan potensinya, diusahakan menurut azas hukum perusahaan.

Pelabuhan yang diusahakan harus didukung oleh fasilitas bangunan pelabuhan yang merupakan seluruh bangunan atau konstruksi yang berada dalam daerah kerja pelabuhan, baik itu di darat maupun di laut yang merupakan sarana pendukung guna memperlancar jalannya kegiatan yang ada dalam pelabuhan. Fasilitas tersebut dapat berupa fasilitas pokok dan fasilitas penunjang sebagaimana yang diatur dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 22 ayat 2.

Fasilitas pokok meliputi: a. dermaga; b. gudang lini 1; c. lapangan penumpukan lini 1; d. terminal penumpang; e. terminal peti kemas; f. terminal ro-ro; g. fasilitas penampungan dan pengolahan limbah; h. fasilitas bunker;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 2

i. fasilitas pemadam kebakaran; j. fasilitas gudang untuk Bahan/Barang Berbahaya dan

Beracun (B3); dan k. fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana

Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP).

Fasilitas tambat atau yang biasa disebut dermaga merupakan salah satu fasilitas di pelabuhan sebagai sarana tambatan bagi kapal yang sandar untuk bongkar muat barang atau naik turun penumpang. Untuk pelabuhan yang diusahan secara komersial, tentunya akan dipungut biaya sandar, biaya bongkar muat, biaya pandu dan sebagainya.

Gudang merupakan tempat menyimpan barang-barang. Gudang terminal merupakan tempat penimbunan barang-barang yang dibongkar dari kapal menunggu dikeluarkan dari pelabuhan. Di pelabuhan dikenal gudang lini I dan gudang lini II. Gudang lini II merupakan gudang yang lokasinya di daerah terminal pelabuhan, yang terdiri dari gudang tertutup dan gudang terbuka. Gudang laut dikenal dengan gudang lini I, yaitu gudang yang lokasinya di terminal laut (shipping terminal) terdiri dari gudang tertutup dan gudang terbuka. Gudang laut berada di bawah pengawasan Bea Cukai, digunakan gudang transit bagi lalu lintas barang dan lokasinya berhadapan langsung dengan dermaga.

Selain dermaga dan gudang, lapangan penumpukan merupakan bagian terpenting dalam memperlancar arus kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan. Lapangan penumpukan merupakan tempat penyimpanan sementara peti kemas sebelum dimuat maupun yang sudah dibongkar. Pelabuhan menyediakan beberapa terminal sebagai tempat kegiatan bongkar muat barang maupun tempat naik turun penumpang seperti terminal peti kemas, terminal curah cair/curah kering, terminal penumpang dan terminal Ro Ro. Pelabuhan yang diusahakan memiliki beberapa jenis terminal yang penggunaannya tentunya akan dipungut biaya.

Selain fasilitas pokok, pelabuhan juga harus didukung oleh fasilitas penunjang sebagaiman dijelaskan dalam pasal 22 ayat 3 PP No. 61Tahun 2009, yaitu: a. kawasan perkantoran; b. fasilitas pos dan telekomunikasi; c. fasilitas pariwisata dan perhotelan; d. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; e. jaringan jalan dan rel kereta api;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 3

f. jaringan air limbah, drainase, dan sampah; g. areal pengembangan pelabuhan; h. tempat tunggu kendaraan bermotor; i. kawasan perdagangan; j. kawasan industri; dan k. fasilitas umum lainnya.

Selain fasilitas pokok dan penunjang yang menjadi kriteria pelabuhan yang diusahakan, terdapat beberapa aspek lain yang dinilai menjadi kriteria juga, yaitu: a. Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki

kompetensi di bidang kepelabuhanan Pelabuhan yang diusahakan sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2008 dikelola oleh badan usaha untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan. Dalam pasal 91 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Badan Usaha Jasa Pelabuhan sesuai dengan jenis izin usaha yang dimilikinya.

b. Memiliki fasilitas telekomunikasi Fasilitas telekomunikasi harus dimiliki oleh pelabuhan yang diusahakan secara komersial untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 178 ayat 3, bahwa pengadaan telekomunikasi pelayaran dapat dilakukan oleh badan usaha. Fasilitas telekomunikasi merupakan salah satu fasilitas penunjang yang harus dimiliki oleh pelabuhan yang diusahakan secraa komersial.

c. Didukung oleh SDM di bidang kepelabuhanan yang bersertifikat Kegiatan penyediaan dan/atau jasa kepelabuhanan dapat dilakukan oelh badan usaha yang didukung oleh SDM yang kompeten di bidang kepelabuhanan agar dapat memebrikan pelayanan yang prima kepada pengguna jasa pelabuhan.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria pelabuhan yan dapat diusahakan secara komersil yang dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 4

.

Keselamatan dan

keamanan pelayaran

Pengelola

Dan SDM

Kesiapan Fasilitas

pokok

Fasilitas

Pendukung

Troughput

Terminal

Penumpang

Bunker Service

Water Supply

Listrik Kriteria

pelabuhan yang

diusahakan

secara komersil

Fasilitas

telekomunikasi

Alur

Instansi lain di

pelabuhan , seperti BC,

karantina, imigrasi

Perbankan

Dermaga

Dukungan

sektor lain

Aksesibilitas ke

pelabuhan

Gudang/ lapangan

Penumpukan

Pelayanan

Meteorologi

Sarana/transportasi

darat (truk, KA)

Ketersediaan

akses jalan/KA

SDM

operasional

TKBM

Petugas keamanan Pelayanan

Pemanduan

Arus kapal

Arus penumpang

Arus barang

Fasilitas SBNP Pemadam

Kebakaran

Badan Usaha

Pelabuhan

Keselamatan dan

keamanan pelayaran

Pengelola

Dan SDM

Kesiapan Fasilitas

pokok

Fasilitas

Pendukung

Gambar 5.1. Diagram Fishbone Kriteria Pelabuhan yang

Dapat Diusahakan Secara Komersil

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari pelabuhan yang dapat dikomersilkan yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. di bawah ini.

Tabel 5.1. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial

No. Kriteria Pelabuhan Komersial Bobot (%)

1 Memiliki fasilitas dermaga 7,979

2 Memiliki gudang 7,979

3 Memiliki lapangan penumpukan 7,100

4 Memiliki terminal penumpang 7,979

5 Memiliki fasilitas pemadam kebakaran 7,979

6 Memiliki fasilitas bunker 6,037

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 5

No. Kriteria Pelabuhan Komersial Bobot (%)

7 Memiliki fasilitas gudang untuk barang berbahaya dan beracun

5,940

8 Memiliki fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan SBNP

5,424

9 Memiliki kawasan perkantoran 5,256

10 Memiliki instalasi air bersih, listrik, dan perhotelan 5,256

11 Memiliki fasilitas umum lainnya 4,294

12 Memiliki kolam pelabuhan untuk sandar dan olah gerak kapal

7,979

13 Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki kompetensi di bidang kepelabuhanan

6,379

14 Memiliki fasilitas telekomunikasi 7,649

15 Didukung oleh SDM di bidang kepelabuhanan yang bersertifikat

6,769

Total 100,000 Sumber : Data primer (diolah)

Dari 15 (lima belas) aspek yang dinilai, masing-masing memiliki bobot yang nilainya hampir sama, dan aspek yang memiliki bobot terbesar adalah memiliki fasilitas dermaga, gudang, terminal penumpang, fasilitas pemadam kebakaran dan kolam pelabuhan. Posisi kedua dan ketiga adalah memiliki fasilitas telekomunikasi dan fasilitas lapangan penumpukan.

Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut ini.

Tabel 5.2. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial

No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial

Bobot (%)

Memiliki fasilitas dermaga 7,979

a. Ukuran lebih besar dari yang eksisting 1,571

b. Alat bongkar muat dengan kapasitas besar 1,421

c. memiliki peralatan bongkar muat sesuai dengan jenis muatan kapal

1,571

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 6

No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial

Bobot (%)

d. Memiliki jalan untuk lalulintas kendaraan pengangkut dan penumpang sangat lebar

1,571

e. Sistem pengamanan yang ketat 1,844

2 Memiliki gudang 7,979

a. Memiliki gudang yang khusus untuk setiap jenis muatan 1,955

b. Memiliki gudang terbuka 1,769

c. Memiliki gudang tertutup 1,854

d. Pengamanan gudang 2,401

3 Memiliki lapangan penumpukan 7,100

a. Memiliki ukuran minimal untuk lapangan penumpukan curah

1,131

b. Memiliki ukuran minimal untuk lapangan penumpukan kontainer

1,122

c. Fasilitas lampu penerangan 1,183

d. Pengamanan 1,305

e. Pemagaran 1,175

f. Memiliki pos jaga 1,183

4 Memiliki terminal penumpang 7,979

a. Memiliki tempat tunggu yang nyaman dan ber-AC 1,541

b. Memiliki tempat masuk dan keluar yang tertata rapih dan teratur untuk masuk-keluar penumpang

1,814

c. Memiliki tempat tunggu khusus (Lounge) 1,541

d. Memiliki tempat pembelian tiket 1,541

e. Memiliki pengamanan yang baik 1,541

5 Memiliki fasilitas pemadam kebakaran 7,979

a. Memiliki kendaraan pemadam kebakaran dengan ukuran paling besar

1,541

b. Memiliki kendaraan pemadam kebakaran ukuran kecil 1,333

c. Memiliki ambulance 1,596

d. Mempunyai personil pemadam kebakaran yang terlatih 1,755

e. Sistem komunikasi keadaan darurat apabila terjadi

kebakaran 1,755

6 Memiliki fasilitas bunker 6,037

a. Memiliki bunker yang terpisah antara kepentingan umum dengan kepentingan khusus

1,400

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 7

No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial

Bobot (%)

b. Memiliki ukuran yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan, termasuk cadangan dalam jangka waktu 1 bulan

1,400

c. Sistem pengamanan pada bunker 1,529

d. Pengaturan pelayanan bongkar muat 1,708

7 Memiliki fasilitas gudang untuk barang berbahaya dan beracun

5,940

a. Lokasi tersendiri dan khusus 1,490

b. Jarak kurang lebih 3 Mil dari tepi pantai 1,410

c. Sistem pengamanan daerah B3 1,550

d. Monitoring daerah B3 1,490

8 Memiliki fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan SBNP

5,424

a. Memiliki workshop khusus dan lengkap 1,742

b. Memiliki lapangan tempat peletakan SBNP 1,941

c. Berada di dalam pelabuhan 1,742

9 Memiliki kawasan perkantoran 5,256

a. kawasan perkantoran satu atap 1,018

b. Berada di dalam kawasan pelabuhan 0,949

c. Ukuran kantor besar 0,984

d. Memiliki taman dan pepohonan 1,052

e. Keamanan terpadu 1,252

10 Memiliki instalasi air bersih, listrik, dan perhotelan 5,256

a. Memiliki instalasi pembangkit air tawar (jenis Reverse Osmosis)

1,026

b. Memiliki instalasi pembangkit air tawar (jenis Fresh Water Generator)

0,922

c. mempunyai gardu listrik PLN khusus pelabuhan 1,101

d. Memiliki gardu listrik kapasitas besar untuk seluruh kawasan pelabuhan

1,285

e. Memiliki hotel yang dikelola oleh pelabuhan 0,922

11 Memiliki fasilitas umum lainnya 4,294

a. Food court 0,888

b. Rumah sakit 1,139

c. Tempat ibadah 1,233

d. Taman 1,034

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 8

No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Komersial

Bobot (%)

12 Memiliki kolam pelabuhan untuk sandar dan olah gerak kapal

7,979

a. Ukuran kolam pelabuhan minimal 2 X LOA kapal yang diijinkan

1,927

b. Memiliki kedalaman (draft) minimal sesuai kapal yang diijinkan

1,927

c. Ukuran tempat sandar minimal 2X LOA kapal yang bersandar

1,927

d. Memiliki kedalaman (draft) tempat sandar minimal sesuai kapal yang diijinkan

2,197

13 Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki kompetensi di bidang kepelabuhanan

6,379

a. Badan usaha adalah perusahaan minimal dan perusahaan terbatas (PT)

1,589

b. memiliki SDM yang bersertifikat untuk melakukan kegiatan pelabuhan

1,701

c. Memiliki pengalaman pengaturan kepelabuhanan sekurang-kurangnya 5 tahun, minimal pada pelabuhan yang setara dengan dengan pelabuhan yang dikelola

1,544

d. Memiliki ijin badan usaha yang sesuai dengan kegiatan usahanya dan berhubungan dengan kegiatan yang dikelolanya

1,544

14 Memiliki fasilitas telekomunikasi 7,649

a. telepon umum dan kemampuannya untuk interlokal dan internasional

2,322

b. Pelayanan faxcimile umum 2,322

c. Pelayanan internet (Hot Spot) 3,005

15 Didukung oleh SDM di bidang kepelabuhanan yang bersertifikat

6,769

a. Minimal dari pendidikan sekolah pelayaran yang terakreditasi

1,577

b. Memiliki sertifikat dengan pendidikan training yang diselenggarakan oleh badan pelatihan yang terakreditasi

1,698

c. Memiliki senior expert minimal 1 orang dan junior yang jumlahnya sesuai kebutuhan dalam mengelola setiap kegiatan

1,918

d. Setiap 2 tahun melakukan training, drilling, dan exercise, dengan bidang yang dimiliki oleh SDM tersebut

1,577

Sumber : Data primer (diolah)

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 9

Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria pelabuhan yang dapat diusahakan secara komersil dengan urutan sebagai berikut: a. Terdapat fasilitas dermaga dan fasilitas pendukungnya di

dermaga termasuk alat bongkar muat yang sesuai dengan peruntukannya;

b. Fasilitas darat yang dimiliki pelabuhan dapat mendukung operasional pelabuhan, antara lain gudang terbuka dan tertutup, lapangan penumpukan untuk kontainer, curah, cair dan terminal penumpang;

c. Fasilitas perairan yang dimiliki pelabuhan dapat mendukung operasional pelabuhan, antara lain kapal pandu/ tug boat, perambuan dan SBNP, alur laut, kolam pelabuhan dan fasilitas lainnya yang diperlukan pelabuhan;

d. Fasilitas pencegahan dan penanggulangan bencana, seperti pemadam kebakaran, ambulan, pengelolaan tumpahan minyak dan sistim komunikasi dalam keadaan bahaya;

e. Fasilitas bunker, air, dan ketersediaan listrik yang dapat digunakan untuk kebutuhan operasional pelabuhan maupun pelayanan kepada kapal;

f. Memiliki fasilitas pendukung perkantoran, rumah ibadah, kantin dan dukungan instansi lain yang terkait, seperti perbankan, bea dan cukai, imigrasi, karantina dan forwaders untuk mendukung operasional pelabuhan;

g. Memiliki SDM yang mempunyai kompetensi pengelolaan pelabuhan yang memadai dan diberikan pelatihan secara periodik;

h. Dikelola oleh badan usaha pelabuhan yang memiliki izin dibidang pelabuhan dari instansi yang berwenang.

2. Pelabuhan yang dapat diusahakan secara non komersial

Pelabuhan yang tidak diusahakan adalah pelabuhan dalam pembinaan Pemerintah yang sesuai kondisi, kemampuan dan perkembangan potensinya masih lebih menonjol sifat "overheidszorg" dan atau yang belum ditetapkan sebagai pelabuhan yang diusahakan. Rencana lokasi dan hierarki pelabuhan yang tidak diusahakan adalah sebagai kebijakan pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan nasional, pembukaan wilayah yang terisolir/terpencil dan pertumbuhan wilyah disekitar pelabuhan tersebut berada.

Dalam Pasal 14 Ayat 1, PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan menjelaskan bahwa dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 10

digunakan untuk melayani angkutan laut harus berpedoman pada: a. Tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta

peningkatan pembangunan kabupaten/kota; b. Pusat pertumbuhan ekonomi daerah; c. Jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya; d. Luas daratan dan perairan; e. Pelayanan penumpang dan barang antar kabupaten/kota

dan/atau antar kecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; f. Kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal

Dalam Ayat 2 Pasal 14 menjelaskan bahwa untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan memperhatikan aksesabilitas jalan darat dan kereta api yang terdapat dalam kabupaten/kota

Penyelenggaraan pelabuhan yang diusahakan dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) sebagaimana diatur dalam Pasal 44 PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, menyatakan bahwa: a. Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dibentuk pada

pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial; b. Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dibentuk dan

bertanggung jawab kepada: 1) Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP)

Pemerintah; dan 2) Gubernur atau bupati/walikota untuk Unit

Penyelenggara Pelabuhan (UPP) pemerintah daerah. c. Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) dalam melaksanakan

fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab: 1) Menyediakan dan memelihara penahan gelombang,

kolam pelabuhan dan alur pelayaran; 2) Menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi

Pelayaran; 3) Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; 4) Menyusun rencana induk pelabuhan serta daerah

lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan;

5) Menjamin kelancaran arus barang; dan 6) Menyediakan fasilitas pelabuhan

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 11

Pelayanan angkutan

barang dan penumpang

daerah terpencil

Rute non reguler/

perintis

Kriteria pelabuhan

yang diusahakan

secara non

komersil

Fasilitas

telekomunikasi

Alur

Dermaga

Keselamatan dan keamanan

pelayaran

SDM

Fungsi Pelayanan

Pelabuhan

Aksesibilitas ke

pelabuhan

Fasilitas pokok

Gudang / lapangan

Penumpukan

SBNP

Sarana/transportasi

darat (truk, KA)

Ketersediaan akses

jalan/KA

SDM operasional

pelabuhan rintah

SDM Bongkar Muat

Petugas keamanan Pelayanan

Pemanduan

Troughput/Volume

skala kecil

Arus kapal

Arus penumpang

Arus barang

Breakwater

Transportasi antar

kota/ kabupaten

d. Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi.

Sedangkan dalam Pasal 45 PP 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan mengatur bahwa: a. Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa

kepelabuhanan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP);

b. Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan dapat juga dilaksanakan oleh Badan Isaha Pelabuhan setelah mendapat konsesi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP).

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuatkan diagram tulang ikan/fishbone untuk kriteria pelabuhan yang diusahakan secara non komersil dapat dilihat pada Gambar 5.2. di bawah ini. Gambar 5.2. Diagram Fishbone Kriteria Pelabuhan yang

Diusahakan Secara Non Komersil

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 12

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari pelabuhan yang diusahakan secara non komersil yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.3. di bawah ini.

Tabel 5.3. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Non Komersial

No. Kriteria Pelabuhan Non Komersial Bobot (%)

1 Memiliki fasilitas tambat 16,790

2 Berfungsi melayani penumpang dan barang antar kecamatan dalam kabupaten/kota

13,933

3 Memiliki kondisi perairan yang terlindung dari gelombang 16,342

4 Volume kegiatan bongkar muat berskala kecil 14,214

5 Tidak dilalui jalur pelayaran transportasi laut reguler 12,253

6 Kedalaman minimal pelabuhan - 1,5 mLWS 12,253

7 Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas

14,214

Total 100,000 Sumber : Data primer (diolah)

Dari 7 (tujuh) aspek yang dinilai, masing-masing memiliki bobot yang nilainya hampir sama, dan aspek yang memiliki bobot terbesar adalah memiliki fasilitas tambat termasuk didalamnya fasilitas area perairan dan alat bongkar muat yang sesuai. Posisi kedua dan ketiga adalah memiliki fasilitas kolam pelabuhan yang terlindungi dan berperan sebagai tempat pelayanan penumpang dan angkutan barang di daerah terpencil dan daerah terbatas.

Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.4. berikut ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 13

Tabel 5.4. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Non Komersial

No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Non Komersial

Bobot (%)

1 Memiliki fasilitas tambat 16,790

a. Untuk ukuran kapal sesuai dengan ukuran pelabuhan 3,884

b. Fasilitas tambat selalu dalam kondisi terawat 4,339

c. Mudah untuk melakukan penambatan 3,884

d. Perlengkapan tambat sesuai spesifikasi standar keselamatan kapal

4,682

2 Berfungsi melayani penumpang dan barang antar kecamatan dalam kabupaten/kota

13,933

a. Memiliki prosedur pengangkutan penumpang dan barang 2,790

b. Melayani rute kecamatan dalam kabupaten/kota 2,790

c. Fasilitas pusat informasi untuk pelayanan tiket penumpang dan barang

3,015

d. Memiliki tempat khusus naik turun penumpang dan barang untuk tujuan antar kecamatan dan kabupaten/kota

2,790

e. Melayani penumpang cacat 2,548

3 Memiliki kondisi perairan yang terlindung dari gelombang 16,342

a. Memiliki breakwater 3,385

b. Ketinggian breakwater minimal 2 kali dari gelombang 2,805

c. Konstruksi penahan gelombang sesuai dengan keadaan pelabuhan

3,771

d. Memiliki fasilitas lego jangkar 3,191

e. Memiliki perangkat pemantauan gelombang 3,191

4 Volume kegiatan bongkar muat berskala kecil 14,214

a. Memiliki pelayanan bongkar muat dengan ukuran kecil 3,443

b. Memiliki sarana dan prasarana bongkar muat 3,443

c. Memiliki SDM khusus menangani kegiatan ini 3,886

d. Memiliki prosedur bongkar muat berskala kecil 3,443

5 Tidak dilalui jalur pelayaran transportasi laut reguler 12,253

a. Mempunyai jalur pelayaran transportasi tersendiri 3,150

b. Mempunyai tanda SBNP tersendiri 2,962

c. Memiliki Pandu khusus 3,071

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 14

No. Aspek dan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Secara Non Komersial

Bobot (%)

d. Adanya pengawasan lalulintas pelayaran yang khusus 3,071

6 Kedalaman minimal pelabuhan - 1,5 mLWS 12,253

a. Tidak memiliki gelombang yang melebihi syarat kapal saat berada pada kolam pelabuhan maupun daerah sandar

3,132

b. Pemberian tanda kedalaman pada daerah pelabuhan 2,857

c. Arus laut yang direduksi kecepatannya melalui konstruksi tertentu

3,132

d. Monitoring terhadap sedimentasi 3,132

7 Berperan sebagai tempat pelayanan penumpang di daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, daerah terbatas yang hanya didukung oleh moda transportasi

14,214

a. Ketersediaan alur menuju ke daerah terpencil, terisolasi, perbatasan, dan daerah terbatas

2,501

b. Ketersediaan olah gerak kapal 3,071

c. Area pelabuhan untuk naik turun penumpang dan bongkar muat barang

3,071

d. Ketersediaan SBNP 2,786

e. Ketersediaan telekomunikasi 2,786

Sumber : Data primer (diolah) Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria pelabuhan yan diusahakan secara non komersil dengan urutan sebagai berikut: a. Memiliki fasilitas tambat, termasuk didalamnya dermaga dan

sarana alat bongkar yang sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan;

b. Pelabuhan yang diusahakan secara non komersil ditujukan untuk melayani angkutan barang dan penumpang pada daerah terpencil dan terbatas;

c. Melakukan kegiatan pelayanan angkutan barang dan penumpang dengan volume relatif kecil dibandingkan pelabuhan yang diusahakan secara komersil;

d. Pelabuhan umumnya melayani kegiatan angkutan barang dan penumpang dengan jadwal kapal yang tidak reguler atau pelayanan terhadap kapal-kapal perintis dalam rangka public service obligation (PSO) dari pemerintah;

e. Memiliki fasilitas perairan yang terlindung dari gelombang, mempunyai alur pelayaran yang aman didukung oleh SBNP yang memadai dan mempunyai kedalaman kolam pelabuhan yang sesuai dengan tujuan operasional pelabuhan;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 15

f. Memiliki SDM yang cukup dan memadai dalam mendukung kegiatan operasional pelabuhan.

Berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku bahwa Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhann, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

B. KRITERIA TRAYEK ANGKUTAN LAUT DAN LINTAS

PENYEBERANGAN

Trayek angkutan laut ditetapkan berdasarkan kebutuhan daerah akan pentingnya angkutan laut dan lintas penyeberangan untuk melaksanakan proses pemindahan barang dan penumpang antar pulau. Dengan telah diketahuinya beberapa akses pelabuhan yang dapat disinggahi kapal-kapal pengangkut akan terlihat kebutuhan sarana angkutan laut dari kegiatan kunjungan kapal ke masing-masing pelabuhan. Didalam UU No. 17 Tahun 2008 dijelaskan mengenai definisi trayek yang menyatakan bahwa rute atau lintasan pelayanan angkutan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Dijelaskan pula dalam pasal 2 dan pasal 9 mengenai keterpaduan dalam pelayaran yang disusun secara terpadu intra-maupun antarmoda dengan berdasarkan trayek tetap dan teratur (liner) serta dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper) yang semuanya dilakukan dalam jaringan trayek.

Penyusunan jaringan trayek dilandasi pada pengembangan pusat industri, perdagangan dan pariwisata. Selanjutnya untuk memperhatikan pengembangan wilayah serta rencana umum tata ruang untuk menunjang keterpaduan inta-dan antarmoda transportasi guna perwujudan Wawasan Nusantara.

Pengoperasian kapal pada jaringan trayek tetap dan teratur harus mempertimbangkan kelaiklautan kapal, berbendera Indonesia serta diawaki oleh warga negara Indonesia. Selanjutntya permintaan dan tersedianya ruangan menjadi bagian dalam pengoperasian kapal. Kondisi alur dan fasilitas pelabuhan perlu diperhatikan untuk proses bongkar muat penumpang atau barang berdasarkan tipe dan ukuran kapal yang akan berlabuh. Setiap aktifitas pengoperasian yang dilakukan pada trayek harus dilaporkan kepada pemerintah. Oleh karena luasnya pelayanan untuk trayek maka perlu dipisahkan untuk penyusunan kriteria angkutan laut dan lintas penyeberangan.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 16

Seperti dikatakan dala pasal 22 ayat 2 mengenai lintas angkutan penyeberangan harus mempertimbangkan jaringan trayek angkutan laut, sehingga mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan antar dan intramoda. Penetapan lintas penyeberangan sesuai PP 20 Tahun 2010 pasal 62 dinyatakan bahwa untuk lintas penyeberangan antarprovinsi dilakukan oleh Menteri, untuk lintas penyebrangan antar kabupaten/kota dilakukan oleh Gubernur, sedangkan untuk lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuatkan diagram tulang ikan/fishbone untuk Kriteria trayek angkutan laut dan lintas penyeberangan pada Gambar 5.3. di bawah ini. 1. Kriteria Trayek Angkutan Laut

Gambar 5.3. Diagram Fishbone Kriteria Trayek Angkutan Laut

Gambar 5.3 diatas menunjukkan bahwa kriteria trayek angkutan laut harus dimonitor oleh pemerintah yang memberikan persetujuan dan pelaporan yang dilakukan dari daerah yang melakukan aktifitas terselenggaranya trayek ke Pemerintah, termasuk rute dan idak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual serta tidak

Kriteria Trayek

Angkutan Laut

Kelaiklautan

Kapal

Alur

Pelaporan setiap 3 bulan

ke menteri

Menteri

Dermaga

Pengoperasian Kapal

SDM

Pemerintah Aksesibilitas ke

pelabuhan

Kesiapan Fasilitas

pokok

Gudang dan lapangan

Penumpukan

Ketersediaan

ruangan

Sarana/transportasi

darat (truk, KA)

Ketersediaan

akses jalan/KA

Berbendera

Indonesia dan

diawaki oleh

WNI

Tipe dan

Ukuran Kapal

Troughput

Arus kapal

Arus penumpang

Arus barang

Jembatan bergerak

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 17

mengangkut penumpang. Yang dimaksud dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur adalah mengangkut curah kering dan curah cair, barang sejenis atau barang tidak sejenis. Selanjutnya wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengakutan yang bersifat tetap dan berlaku umum.

Berdasarkan data dari opini responden, maka hasil pengolahan bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria trayek angkutan laut dapat dilihat pada Tabel 5.5 di bawah ini.

Tabel 5.5. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan Yang Diusahakan Non Komersial

No. Kriteria Trayek Angkutan Laut dan Lintas Penyeberangan

Bobot (%)

1 Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu 12.445

2 Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang 13.487

3 Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional 17.801

4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 16.801

5 Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual 7.403

6 Tidak mengangkut penumpang 8.267

7 Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau barang tidak sejenis

8.267

8 Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang bersifat tetap dan berlaku umum

15.528

Total 100.000

Sumber : Data primer (diolah) Tabel 5.5 diatas menunjukkan bahwa 8 aspek memiliki bobot cukup bervariasi, dan terdapat 8 (delapan) aspek yang memiliki bobot yang cukup besar dilanjutkan melalui beberapa peringkat , yakni: a. Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional b. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan c. Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib

dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengankutan yang bersifat tetap dan berlaku umum

d. Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang e. Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu f. Tidak mengangkut penumpang

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 18

g. Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau barang tidak sejenis

h. Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual

Tahap berikut dari setiap kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan nilai pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.6. dibawah ini

Tabel 5.6 Bobot Hasil subkriteria pembobotan Trayek Angkutan Laut

No. Kriteria Trayek Angkutan laut Bobot (%)

1 Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu 12.45 a. Memiliki trayek tersendiri 3.00 b. Memiliki standar minimal pelayanan 3.00 a. Memiliki pengaturan waktu keberangkatan dan tiba 3.36 b. Memiliki penataan trayek untuk tujuan tertentu 3.09

2 Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang 13.49 a. Mempunyai pelayanan rute pengiriman barang dengan tujuan

yang dapat dipilih 2.37

b. Pelayanan 24 jam 3.57 c. Ketepatan waktu 4.06 d. Penyediaan pelayanan pengangkutan barang setiap waktu

pengiriman sesuai permintaan 3.49

3 Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional 17.80 a. Memiliki ruang lingkup usaha sesuai dengan kebutuhan

pekerjaan ini 4.99

b. Mempunyai pengalaman pekerjaan oleh perusahaan minimal 5 tahun

3.92

c. Lokasi perusahaan berada di daerah pelabuhan 3.91 d. Kinerja perusahaan dalam kondisi baik 4.99

4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 16.80 a. Adanya database untuk setiap laporan 3.84 b. Format laporan yang seragam dan informatif 4.04 c . Selalu online dalam update data 5.08 d. Komunikasi teratur dari penyelenggara kegiatan dengan

penghubung yang akan membawa data ke Menteri 3.84

5 Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual 7.40 a. Mempunyai kebebasan berlabuh yang tidak secara teratur

dan tidak berjadual 1.36

b. Kemampuan menyelenggarakan trayek sesuai permintaan 3.01 6 Tidak mengangkut penumpang 8.27 a. Khusus pengangkutan barang 1.60 b. Kecepatan bongkar muat 2.33 c. Memiliki area penumpukan barang 2.33 c. Pengawasan barang yang diangkut dan terhadap non barang 2.67

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 19

No. Kriteria Trayek Angkutan laut Bobot (%)

7 Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau barang tidak sejenis tetapi untuk menunjang kegiatan tertentu. Ke tentuan ini tidak berlaku untuk pelayaran rakyat.

8.27

a. Pengelompokan jenis muatan 2.08 b. Kemampuan menangani jenis muatan 2.25 c. Memiliki sistem prosedur penanganan muatan 2.25 d. Dapat menentukan pelabuhan yang dapat disinggahi dari

jenis muatan tertentu 1.70

8 Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang bersifat tetap dan berlaku umum

15.53

a. Memiliki format syarat-syarat perjanjian pengangkutan yang bersifat tetap dan berlaku umum secara seragam

4.98

b. Kemampuan mendata barang yang diangkut dan dituangkan secara cepat ke dalam surat perjanjian

5.57

c. Mempunyai informasi tertulis mengenai proses keluarnya perjanjian pengangkutan

4.98

Sumber : Data primer (diolah)

Dari uraian diatas dapat ditetapkan kriteria trayek angkutan laut sebagai berikut : a. Dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional yang

memiliki ruang lingkup usaha pengalaman serta lokasi dekat dengan pelabuhan dan berkinerja baik

b. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan melalui sarana internet dan selalu dibuatkan data base, serta format laporan yang seragam Muatan pada trayek tidak tetap dan tidak teratur wajib dilengkapi dengan syarat-syarat perjanjian pengankutan yang bersifat tetap dan berlaku umum

c. Rute dilakukan berdasarkan permintaan pengirim barang dengan memperhatikan dengan tujuan yang dapat dipilih, beroperasi selama 24 jam dan tepat waktu serta penyediaan pelayanan angkutan barang.

d. Tidak dilakukan dalam jaringan trayek tertentu dengan dimilikinya trayek tersendiri, mempunyai standar minimal pelayanan, pengaturan keberangakatan dan tiba serta memiliki penataan trayek untuk tujuan tertentu.

e. Tidak mengangkut penumpang dimaksudkan adalah khusus pengangkutan barang, memiliki bongkar muat dan area penumpukan barang yang disertai dengan pengawasan barang yang diangkut terhadap non barang

f. Trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut muatan barang curah kering dan curah cair, barang sejenis, atau

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 20

Kriteria lintas

penyeberangan

Kelaiklautan

Kapal

Alur

Pelaporan setiap 3 bulan

ke menteri

Menteri

Dermaga

Pengoperasian Kapal

SDM

Pemerintah Aksesibilitas ke

pelabuhan

Kesiapan Fasilitas

pokok

Gudang dan lapangan

Penumpukan

Ketersediaan

ruangan

Sarana/transportasi

darat (truk, KA)

Ketersediaan

akses jalan/KA

Berbendera

Indonesia dan

diawaki oleh

WNI

Tipe dan

Ukuran Kapal

Troughput

Arus kapal

Arus penumpang

Arus barang

Jembatan bergerak

barang tidak sejenis melalui pengelompokan jenis muatan, kemampuan menangani jenis muatan dan memiliki sistem prosedur penanganan serta dapat menentukan pelabuhan yang dapat disinggahi.

g. Tidak menyinggahi pelabuhan secara teratur dan berjadual yang member pengertian tentang kebebasan berlabuh yang tidak secara teratur dan tidak berjadual serta kemampuan menyelenggarakan trayek sesuai permintaan.

Gambar 5.4. Diagram Fishbone Kriteria Lintas Penyeberangan

Gambar 5.4. diatas menunjukkan bahwa lintas penyeberangan harus benar-benar menyiapkan menetapkan jaringan trayek serta kewenangan dan laporan ke pemerintah, disamping itu pula fasilitas moda lintas penyeberangan harus menjadi perhatian.

Berdasarkan data dari opini responden, maka hasil pengolahan bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria lintas penyeberangan dapat dilihat pada Tabel 5.7. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 21

Tabel 5.7. Hasil pembobotan Kriteria Lintas Penyeberangan

No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot (%)

1 Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur 19.123 2 Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur 16.753 3 Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani

dan mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan 21.825

4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 20.543 5 Fasilitas moda lintas penyeberangan 21.756

Total 100.00 Sumber : Data primer (diolah)

Tabel 5.7. diatas menunjukkan bahwa 5 (lima) aspek memiliki bobot cukup bervariasi, dan beberapa aspek yang memiliki bobot yang cukup besar dilanjutkan melalui beberapa peringkat , yakni: a. Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani dan

mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan

b. Fasilitas moda lintas penyeberangan c. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan d. Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur e. Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur

Tahap berikut dari setiap kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan nilai pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.8 dibawah ini

Tabel 5.8 Hasil Pembobotan Sub Kriteria Lintas Penyeberangan

No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot

(%)

1 Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur 19.12 a. Memiliki trayek tersendiri 4.54 b Memiliki standar minimal pelayanan 4.54 c. Memiliki pengaturan waktu keberangkatan dan tiba 5.19 d. Memiliki penataan trayek untuk tujuan tertentu 4.85 e. Menetapkan trayek tetap dan teratur 4.85

2 Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur 16.75 a Untuk lintas penyeberangan antarprovinsi yang ditetapkan

oleh Menteri 2.96

b. Untuk lintas penyeberangan antarkabupaten/kota yang ditetapkan oleh gubernur

4.42

c. Untuk lintas penyeberangan dalam kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota

5.05

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 22

No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot

(%)

e. Mempunyai pelayanan rute dengan jarak tertentu dan memiliki peta lintas

4.32

f. Memiliki database lintas lewat inventarisasi 2.96 g. Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan

pengangkutnya 4.79

h. Pelayanan 24 jam 4.32 i. Ketepatan waktu 3.87

3 Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani dan mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan

21.83

a. Pengembangan jaringan jalan dan/ atau jaringan jalur kereta api

6.15

b. Fungsi sebagai jembatan 4.77 c. Menentukan dan menetapkan daerah pelabuhan yang akan

dijadikan tempat untuk melayani angkutan pelabuhan 4.75

d. Memiliki dan menyesuaikan dengan tata ruang wilayah dan menyesuaikan dengan rencana induk pelabuhan nasional

6.15

e. Memiliki perencanaan dan penerapan keterpaduan angkutan intra dan antarmoda

6.15

4 Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan 20.54 a. Adanya data base untuk setiap laporan 4.72 b. Format laporan yang seragam dan informatif 4.97 c. Selalu online dalam update data 6.13 d. Komunikasi teratur dari penyelenggara kegiatan dengan

penghubung yang akan membawa data ke Menteri 4.72

5. Fasilitas moda lintas penyeberangan 21.76 a. Menyediakan kapal dengan spesifikasi teknis kapal sesuai

pelabuhan 9.59

b. Kapal yang dapat digunakan memiliki kelaikan dan kelayakan laut

3.49

c. Memiliki kenyamanan dalam ruang penumpang 8.68 d. Memiliki perangkat keselamatan 10.15 e. Kecepatan kapal yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan 9.56 f. Proses bongkar muat kendaraan dan penumpang yang

memadai 7.39

g. Ketersediaan terminal penyeberangan atau pelabuhan 8.35 h. Ketersediaan fasilitas terminal penyeberangan atau

pelabuhan seperti untuk bongkar muat kendaraaan dan penumpang, ruang tunggu, tempat pembelian tiket yang nyaman dan teratur serta bersih

10.82

i. Memiliki perangkat informasi keberangkatan dan kedatangan yang memudahkan para penumpang untuk memantau

10.15

j. Pengamanan atas kapal dan terminal yang memenuhi standar minimal keamanan

7.37

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 23

No. Kriteria Lintas Penyeberangan Bobot

(%)

k. Tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan, prinsip angkutan penyeberangan yang tidak mengangkut barang lepas.

8.68

l. Menjadi jaringan trayek angkutan laut untuk mencapai optimalisasi keterpaduan angkutan antar dan intermoda

10.82

Sumber : Data primer (diolah)

Pembobotan terbesar tetap diprioritaskan pada aspek lintas penyeberangan, yakni ketersediaan dan kesiapan pemerintah dalam mengadakan dan memfasilitasi dan juga penetapan trayek serta sarana pendukung berjalannya trayek yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria lintas penyeberangan berdasarkan urutannya sebagai berikut: a. Kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani dan

mendukung terselenggaranya lintas penyebrangan Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan yang merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasi dari pengembangan, fungsi, penyesuaian tata ruang wilayah dan perencanaan dan penerapan keterpaduan angkutan.

b. Fasilitas moda lintas penyeberangan, menunjukan menyediakan sarana tranportasi penyeberangan yang aman dan bongkar muat penumpang dan kendaraan dengan fasilitas kapal dan terminal yang memadai guna mencapai keterpaduan angkutan antar dan intermodal.

c. Kegiatan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 bulan melalui sarana internet dan selalu dibuatkan data base, serta format laporan yang seragam .

d. Memiliki jaringan trayek tetap dan teratur dengan dilengkapi standar minimal pelayanan. Pengaturan waktu keberangkatan dan tiba yang selalu tercatat dalam perencanaan serta penetapannya.

e. Kewenangan dalam menetapkan trayek tetap dan teratur yang telah ditetapkan yang dilengkapi dengan kesesuaian dengan perencanaan dan penerapan keterpaduan angkutan intra dan antarmoda

C. KRITERIA PELABUHAN YANG DAPAT DIOPERASIKAN 24

JAM DALAM SEHARI DAN 7 HARI DALAM SEMINGGU

Dalam Pasal 97 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan dijelaskan bahwa pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 24

Selanjutnya pada pasal (2) dijelaskan pula bahwa pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan.

Peningkatan pengoperasian pelabuhan menjadi pelabuhan yang beroperasi selama 24 jam dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat

barang, dan naik turun penumpang; 2. Tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan,

dan lalu lintas angkutan laut.

Pada Pasal 98 ayat (3) disebutkan bahwa pengajuan izin pengoperasian pelabuhan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 97 ayat (2) harus memenuhi persyaratansebagai berikut : 1. Kesiapan kondisi alur; 2. Kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan pelabuhan yang

sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu; 3. Kesiapan fasilitas pelabuhan; 4. Kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar pelabuhan; 5. Kesiapan keamanan dan ketertiban; 6. Kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan; 7. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang

atau kendaraan; 8. Kesiapan sarana transportasi darat; 9. Rekomendasi dari syahbandar pada pelabuhan setempat.

Berdasarkan pasal 98 ayat 3 PP No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, bahwa jika pelabuhan dioperasikan selama 24 jam dalam 7 hari, maka kesiapan fasilitas dan SDM di pelabuhan juga harus 24 jam dalam memberikan pelayanan di pelabuhan.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 504/PMK.04/2009 Tentang Pelayanan Kepabeanan 24 (Dua Puluh Empat) Jam Sehari Dan 7 (Tujuh) Hari Seminggu Pada Kantor Pabean Di Pelabuhan Tertentu, menetapkan pelayanan kepabeanan selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu pada 4 (empat) kantor pabean di pelabuhan tertentu, yaitu : 1. Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok; 2. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya

Pabean Belawan; 3. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya

Pabean Tanjung Perak; 4. Kantor pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2

Makassar.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 25

Selain menetapkan 4 (empat) lokasi kantor pelayanan bea dan cukai yang beroperasi selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, Surat Keputusan ini juga menetapkan beberapa hal, yaitu : 1. Jam kerja kantor pabean di pelabuhan tertentu dalam rangka

pelayanan kepabeanan; 2. Penugasan pejabat/pegawai dengan giliran kerja (shift) dan/atau

kerja lembur; 3. Pelimpahan tugas dan wewenang kepala kantor pabean; 4. Pelimpahan penyelesaian pelayanan kepabeanan yang belum

dapat diselesaikan.

Beberapa aspek yang dinilai menjadi kriteria pelabuhan yang dapat dioperasikan 24 jam dan 7 hari dalam seminggu diantaranya adalah kesiapan fasilitas pokok dan penunjang selama 24 jam, kesiapan SDM di pelabuhan selama 24 jam, kesiapan instansi terkait seperti Pabean, KSOP, Karantina, Imigrasi selama 24 jam serta dukungan dari instansi lain seperti perbankan. Dalam PP 61/2009 pasal 97 ayat 1 bahwa pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Ayat selanjutnya menyebutkan bahwa pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan. Pengoperasian pelabuhan selama 24 jam dalam sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan: 1. adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat

barang, dan naik turun penumpang; 2. tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan

lalu lintas angkutan laut. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dibuatkan diagram tulang ikan/fishbone untuk kriteria pelabuhan yang dapat dioperasikan 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu dapat dilihat pada Gambar 5.5. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 26

Gambar 5.5 Diagram Fishbone Kriteria Pelabuhan yang Dapat Dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu

Gambar 5.5. diatas menunjukkan bahwa pelabuhan yang akan dioperasikan selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu harus benar-benar menyiapkan fasilitas pokok dan penunjang selama 24 jam serta didukung oleh sektor lain selama 24 jam juga (bea cukai, karantina, imigrasi, perbankan). Aksesibilitas menuju pelabuhan 24 jam juga harus siap dan tersedia moda jalan/kereta api menuju pelabuhan selama 24 jam juga.

Berdasarkan data dari opini responden, maka hasil pengolahan bobot dari setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria pelabuhan 24 per 7 dapat dilihat pada Tabel 5.9. di bawah ini.

Kriteria

pelabuhan 24

jam dalam

sehari dan 7

hari dalam

seminggu

Fasilitas

telekomunikasi

Alur

Instansi lain di pelabuhan

, seperti BC, karantina,

imigrasi

Perbankan

Dermaga

Keselamatan dan

keamanan pelayaran SDM

Dukungan

sektor lain

Aksesibilitas ke

pelabuhan

Kesiapan Fasilitas

pokok

Gudang dan lapangan

Penumpukan

Pelayanan

Meteorologi

Sarana/transportasi

darat (truk, KA)

Ketersediaan

akses jalan/KA

SDM

operasional

pelabuhan

rintah TKBM

Petugas keamanan Pelayanan

Pemanduan

Troughput

Arus kapal

Arus penumpang

Arus barang

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 27

Tabel 5.9. Hasil Pembobotan Kriteria Pelabuhan yang Dapat dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu

No Kriteria Pelabuhan yang Dapat Dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu Bobot (%)

1 Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24/7 7,09

2 Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama 24/7

7,09

3 Ketersediaan SBNP selama 24/7 7,09

4 Ketersediaan telekomunikasi pelayaran selama 24/7 6,71

5 Ketersediaan pelayanan meteorology selama 24/7 6,02

6 Ketersediaan pelayanan bea dan cukai, imigrasi, dan karantina, selama 24/7

6,71

7 Ketersediaan fasilitas tambat petikemas yang dioperasikan selama 24/7

7,09

8 Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang dioperasikan selama 24/7

6,71

9 Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan selama 24/7

6,71

10 Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7 6,71

11 Ketersediaan sarana transportasi darat untuk menunjang kegiatan kepelabuhanan selama 24/7

6,33

12 ketersediaan fasilitas perbankan di pelabuhan selama 24/7 6,02

13 Kesiapan petugas keamanan dan ketertiban selama 24/7 6,33

14 Peningkatan arus kapal dan barang di pelabuhan 6,71

15 Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka selama 24/7

6,71

Total 100,00 Sumber : Data primer (diolah)

Tabel 5.9. menunjukkan bahwa 15 (lima belas) aspek memiliki bobot cukup bervariasi, dan terdapat 10 (sepuluh) aspek yang memiliki bobot yang cukup besar , yakni: 1. Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24/7 2. Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama 24/7 3. Ketersediaan SBNP selama 24/7 4. Ketersediaan telekomunikasi pelayaran selama 24/7

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 28

5. Ketersediaan pelayanan bea dan cukai, imigrasi, dan karantina, selama 24/7

6. Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang dioperasikan selama 24/7

7. Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan selama 24/7

8. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7 9. Peningkatan arus kapal dan barang di pelabuhan 10. Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka

selama 24/7

Selanjutnya dari setiap kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan nilai pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Pelabuhan yang Dapat Dioperasikan 24 Jam dalam Sehari dan 7 Hari dalam Seminggu

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

1 Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24/7 7,09

a.

Harus memiliki alur eksisting yang mampu menangani arus lalulintas pada alur masuk dan keluar

1,42

b.

Memiliki kedalaman alur yang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelabuhan menerima kapal yang masuk

1,42

c. Memiliki sarana bantu navigasi yang memadai 1,42

d.

Monitoring sepanjang alur terhadap sedimentasi dan kerangka kapal akibat kandas, adanhya konstruksi bawah laut, serta sampah-sampah

1,42

e. Pelayanan pandu 1,42

2 Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama 24/7

7,09

a. Jumlah personil pandu untuk pelayanan 24 Jam 1,18

b.

Setiap Pandu memiliki sertifikat keahlian di bidang pandu yang terakreditasi

1,18

c. Sarana telekomunikasi untuk pelayanan pemanduan 1,18

d.

tersedianya shift jaga Pandu untuk pelayanan pemanduan

1,18

e.

Pengaturan terhadap kapal yang datang dan yang sedang sandar untuk bongkar muat penumpang atau barang

1,18

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 29

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

f.

Memiliki kantor pengawasan pelayanan Pandu di pelabuhan

1,18

3 Ketersediaan SBNP selama 24/7 7,09

a. Merupakan perlengkapan standar pelabuhan 1,03

b. SBNP dalam keadaan baik dan beroperasi 1,03

c.

Penempatan sesuai titik koordinat pada rencana induk pelabuhan yang sudah disetujui oleh Distrik Navigasi (Disnav)

1,03

d. Perawatan sarana bantu navigasi 1,03

e. Memiliki bengkel perbaikan SBNP di pelabuhan 0,98

f.

Kemampuan beroperasi SBNP dengan kegiatan rutinitasnya selama 24/7

1,03

g. Memiliki kantor pengawasan SBNP di pelabuhan 0,97

4 Ketersediaan telekomunikasi pelayaran selama 24/7 6,71

a.

Memiliki pembangkit listrik yang mampu menangani perangkat telekomunikasi pada saat digunakan dalam kegiatan rutinitasnya

0,97

b.

radio telekomunikasi memiliki kehandalan yang tinggi dalam penggunaannya

0,97

c. Memiliki cadangan radio telekomunikasi 0,92

d. Melakukan perawatan terhadap radio komunikasi 0,92

e. Operator radio yang memiliki sertifikat radio 1,02

f. Memiliki chanel khusus untuk telekomunikasi 1,02

g. Lokasi pusat radio telekomunikasi berada di pelabuhan 0,88

5 Ketersediaan pelayanan meteorology selama 24/7 6,02

a.

Memiliki pembangkit listrik yang mampu menangani perangkat jaringan pada saat digunakan dalam kegiatan rutinitasnya

0,89

b. Memiliki jaringan radio untuk pelayanan meteorology 0,85

c.

Memiliki jaringan faxcimile untuk pelayanan meteorology

0,85

d.

Memiliki jaringan telepon untuk pelayanan meteorology

0,90

e.

Memiliki jaringan internet untuk pelayanan meteorology

0,85

f. Memiliki jaringan satelit untuk pelayanan meteorology 0,81

g. Memiliki kantor pelayanan meteorology di pelabuhan

0,85

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 30

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

6 Ketersediaan pelayanan bea dan cukai, imigrasi, dan karantina, selama 24/7

6,71

a.

Jumlah personil bea dan cukai, imigrasi, dan karantina, yang memadai selama pelayanan 24/7

1,16

b.

Memiliki shift jaga waktu operasi dalam selang beberapa jam

1,16

c.

Koordinasi dengan pelabuhan saat kedatangan maupun keberangkatan kapal dari pelabuhan

1,16

d. Memiliki kantor di pelabuhan 1,16

e.

Penyediaan perangkat pindai seperti X-Ray Scanner, metal detector, dan lain-lain

1,09

f.

memiliki kapal patroli dan pelayanan di laut untuk kondisi tertentu

0,98

7 Ketersediaan fasilitas tambat petikemas yang dioperasikan selama 24/7

7,09

a. Memiliki area bongkar muat di dermaga selama 24/7 1,77

b.

Kemampuan pengaturan sandar kapal untuk bongkar muat, apabila dermaga tersebut melayani segala jenis bongkar muat muatan barang selama 24/7

1,77

c. Ketersediaan alat bongkar muat container seperti crane khusus yang fix selama 24/7

1,77

d.

Ketersediaan alat bongkar muat container mobile selama 24/7

1,77

8 Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang dioperasikan selama 24/7

6,71

a.

Luasan tersedia eksisting sesuai rencana induk pelabuhan

0,63

b. daya tampung yang besar 0,66

c. Lampu penerangan yang memadai 0,70

d. Sistem penataan letak barang 0,70

e. Ventilasi udara yang baik bagi gudang dan penerangan 0,63

f. Penerangan bagi gudang yang memadai 0,63

g. Pengamanan yang ketat 0,70

h. Penerangan bagi lapangan penumpukan 0,70

i. Pagar keliling 0,70

j. Pos penjagaan 0,70

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 31

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

9 Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan selama 24/7

6,71

a. Jumlah personil yang diperlukan selama operasi 0,93

b.

Tersedianya shift jaga pada saat operasi kegiatan berlangsung

0,93

c.

Koordinasi yang baik antar pimpinan dan bawahan yang bertugas

0,93

d.

Memiliki laporan kegiatan, baik kedatangan dan keberangkatan kapal

0,98

e. Pengamanan pelabuhan yang ketat 1,03

f. Monitoring kendaraan yang keluar masuk ke pelabuhan 0,93

g. Monitoring orang yang keluar masuk pelabuhan 0,98

10 Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7 6,71

a.

Jumlah personil yang dibutuhkan untuk pelaksanaan bongkar muat selama 24/7

1,66

b. Shift jaga tenaga kerja bongkar muat 1,66

c. Operator kendaraan untuk bongkar muat 1,80

d. Kantor tenaga kerja bongkar muat 1,58

11 Ketersediaan sarana transportasi darat untuk menunjang kegiatan kepelabuhanan selama 24/7

6,33

a.

Disesuaikan dengan kondisi besar kecilnya dan berat muatan

1,62

b.

Disesuaikan dengan kapasitas penumpang yang dapat diangkut di dalam pelabuhan

1,62

c.

Untuk barang digunakan truk container, truk bak, truk box, dan lain-lain

1,62

d. Untuk penumpang, digunakan bus 1,46

12 Ketersediaan fasilitas perbankan di pelabuhan selama 24/7

6,02

a.

Memiliki penunjuk arah menuju ke bank di suatu pelabuhan

0,83

b. Minimal pelayanan ATM dari beberapa bank 0,88

c. Keamanan di ruang ATM yang terjamin 0,93

d. Kantor cabang bank tertentu 0,83

e.

Kantor cabang bank tertentu melayani pengambilan, pemasukan, pengiriman, dan penukaran uang

0,83

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 32

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

f.

Kantor cabang bank tertentu memiliki pelayanan ke customer disesuaikan dengan tingkat kesibukan kunjunganke bank suatu pelabuhan, termasuk ruang tunggu yang nyaman

0,83

g. Keamanan proses transaksi di kantor cabang tersebut 0,88

13 Kesiapan petugas keamanan dan ketertiban selama 24/7 6,33

a. Jumlah personil pengamanan yang mencukupi 1,05

b. Memiliki penggantian shift penjagaan 1,05

c.

Setiap personilnyatelah mengikuti latihan PAM dan bersertifikat

1,05

d. Paham pada proses pengamanan pelabuhan 1,05

e. Memiliki SOP pengamanan 1,05

f. Memiliki PFSP untuk pelabuhan internasional 1,05

14 Peningkatan arus kapal dan barang di pelabuhan 6,71

15 Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka selama 24/7

6,71

Sumber : Data primer (diolah)

Pembobotan terbesar tetap diprioritaskan pada aspek keselamatan dan keamanan pelayaran, yakni ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama 24 jam, pelayanan pemanduan dan ketersediaan sarana bantu navigasi pelayaran. Fasilitas dermaga yang dapat beroperasi selama 24 jam juga menjadi aspek yang penting untuk pelabuhan 24 per 7 hari. Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria pelabuhan yang dapat dioperasikan selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu berdasarkan urutannya sebagai berikut: 1. Ketersediaan dan kesiapan kondisi alur selama selama 24/7

dengan senantiasa memantau kedalaman alur dan dengan kapasitas yang mampu menangani arus keluar masuk kapal;

2. Ketersediaan dan kesiapan pelayanan pemanduan selama 24/7, baik petugas maupun kapal pandu serta fasilitas telekomunikasi selama pemanduan yang senantiasa siap 24 jam;

3. Ketersediaan SBNP yang andal yang ditempatkan pada koordinat sesuai dengan persetujuan Disnav dan terus dirawat agar tetap dapat beroperasi dengan baik;

4. Ketersediaan fasilitas tambat peti kemas yang dioperasikan selama 24 jam dengan kapasitas yang memadai dan didukung oleh peralatan bongkar muat peti kemas yang memadai;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 33

5. Ketersediaan pelayanan bea cukai, imigrasi, dan karantina, selama 24 jam di pelabuhan dengan jumlah petugas yang memadai dan senantiasa berkoordinasi dalam memberikan pelayanan di pelabuhan;

6. Ketersediaan gudang dan lapangan penumpukan yang dioperasikan selama 24/7 yang memadai dan senantiasa dijaga keamanannya;

7. Kesiapan SDM operasional di pelabuhan sesuai kebutuhan selama 24/7 untuk kegiatan pengamanan di pelabuhan;

8. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat selama 24/7dari operator bongkar muat dengan jumlah dan peralatan yang memadai;

9. Adanya peningkatan arus kapal, arus barang dan arus penumpang setiap tahunnya;

10. Penyediaan Gudang / depo diluar pelabuhan yang dibuka selama 24 jam untuk menampung barang-barang yang akan siap bongkar muat selama 24 jam di pelabuhan.

D. KRITERIA TERMINAL YANG DAPAT MELAYANI

ANGKUTAN PETI KEMAS, ANGKUTAN CURAH CAIR/CURAH KERING, KAPAL PENUMPANG DAN KAPAL RO-RO Analisis dan pembahasan pada kriteria ini akan dibagi menjadi 4 (empat) bahasan yang diuraikan sebagai berikut. 1. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Peti

Kemas

Peti kemas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah peti besar dan kuat yang memuat barang dagangan sehingga barang itu dapat sekaligus diangkut. Menurut Capt. R.P. Suyono (Shipping Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, Jakarta, PPM, 2003, halaman 179), peti kemas adalah satu kemasan yang dirancang secara khusus dengan ukuran tertentu, dapat dipakai berulangkali, dipergunakan untuk menyimpan dan sekaligus untuk mengangkut muatan yang ada didalamnya.

Menurut pasal 1 ayat 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2002 tentang perkapalan, peti kemas adalah bagian dari alat angkut yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang memenuhi syarat, bersifat permanen dan dapat dipakai berulang-ulang, yang memiliki pasangan sudut dan dirancang secara khusus untuk memudahkan angkuatan barang dengan satu atau lebih moda transportasi, tanpa harus dilakukan muatan kembali.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 34

Menurut Kramadibrata (2002), peti kemas adalah suatu bentuk kemasan satuan muatan yang terbaru yang mulai diperkenalkan pada tahun 1960 dan diawali dengan ukuran 20 kaki (twenty feet container). Peti kemas merupakan suatu kotak besar yang terbuat dari bahan campuran baja dan tembaga anti karat dengan pintu yang dapat terkunci dan pada tiap sisi-sisi dipasang suatu “pitting sudut dan kunci putar (corner fitting and twist lock)”, sehingga antara satu peti kemas dengan peti kemas lainnya dapat dengan mudah disatukan atau dilepas.

Amir (1997) menyebutkan bahwa keuntungan penggunaan peti kemas dalam pengangkutan barang melalui laut adalah bongkar muat dapat dilakukan dengan cepat, prosentase kerusakan dan kehilangan barang kecil serta pengawasan oleh pemilik barang (shipper) lebih mudah. Selain keuntungan yang diperoleh dari pengggunaan peti kemas, sesungguhnya peti kemas juga menimbulkan masalah-masalah yang rumit, diantaranya peti kemas yang berkapasitas rata-rata 15-20 ton memerlukan peralatan bongkar muat di darat maupun di atas kapal dengan kapasitas yang sesuai, memerlukan dermaga untuk pelaksanaan bongkar muat serta lapangan penumpukan peti kemas yang luas di wilayah pelabuhan. Peti kemas dengan kapasitas 20 ton memerlukan alat angkut darat pelabuhan seperti trailer dengan kapasitas di atas 20 ton sehingga memerlukan perombakan struktur dan daya tahan jalan raya yang sesuai.

Menurut Triatmodjo (2003), proses bongkar muat peti kemas membutuhkan beberapa fasilitas sebagai berikut: a. Dermaga, yaitu tambatan yang diperlukan untuk sandar

kapal. Mengingat kapal peti kemas berukuran besar, maka dermaga harus cukup panjang dan dalam dengan panjang antara 250 – 350 meter, sedangkan kedalamannya berukuran 12-15 meter, tergantung dari tipe kapal.

b. Apron Yaitu daerah diantara tempat penyandaran kapal dengan Marshaling Yard, dengan lebar sekitar 30-50 meter. Pada apron ini ditempatkan berbagai peralatan bongkar muat peti kemas seperti gantry crane, rel-rel kereta api dan jalan truk/trailer.

c. Marshaling yard (lapangan penumpukan sementara) digunakan untuk menempatkan secara sementara peti kemas yang akan dimuat ke kapal.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 35

d. Container yard adalah lapangan penumpukan peti kemas yang berisi muatan Full Container Load (FCL) dan peti kemas kosong yang akan dikapalkan. Cara penumpukan dapat mengurangi luas container yard.

e. Container Freight Station (CFS) adalah gudang yang disediakan untuk barang-barang yang diangkut secara less than container load (LCL).

f. Menara pengawas digunakan untuk melakukan pengawasan di semua tempat dan mengatur serta mengarahkan semua kegiatan di terminal.

g. Bengkel pemeliharaan digunakan untuk memperbaiki peti kemas kosong yang akan dikembalikan.

h. Fasilitas lain seperti sumber tenaga listrik untuk peti kemas khusus berpendingin, suplai bahan bakar, suplai air tawar, penerangan untuk pekerjaan pada malam hari dan keamanan, peralatan untuk membersihkan peti kemas kosong serta listrik tegangan tinggi untuk mengoperasikan kran.

Pelabuhan (2000) menjelaskan beberapa peralatan bongkar muat peti kemas sebagai berikut: a. Gantry crane yaitu kran peti kemas yang berada di

dermaga untuk bongkar muat peti kemas dari dan ke kapal container, yang dipasang di atas rel di sepanjang dermaga. Gantry crane juga disebut dengan container crane.

b. Forklift adalah peralatan penunjang pada terminal peti kemas untuk melakukan bongkar muat dalam tonase kecil, biasanya banyak digunakan pada CFS serta kegiatan delivery atau interchange.

c. Head truck atau chasis adalah trailer yang digunakan untuk mengangkut peti kemas dari dermaga ke lapangan penumpulan atau sebaliknya serta dari lapangan penumpukan peti kemas ke gudang CFS atau sebaliknya.

d. Straddle carrier, digunakan untuk bongkar muat peti kemas ke/dari chasis dan dapat menumpuk sampai 3 tingkat.

e. Side loader, digunakan untuk mengangkat peti kemas dan menumpuknya sampai tiga tingkat

f. Transtainer, yaitu kran peti kemas yang berbentuk portal dan dapat berjalan pada rel atau mempunyai ban karet. Alat ini dapat menumpuk peti kemas sampai empat tingkat dan menempatkannya di atas gerbong kereta api atau chasis truk.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 36

Terminal peti kemas adalah terminal dimana dilakukan pengumpulan peti kemas dari hinterland ataupun pelabuhan lainnya untuk selanjutnya diangkut ke tempat tujuan ataupun terminal peti kemas (Unit Terminal Container disingkat secara umum "UTC") yang lebih besar lagi. (Wikipedia)

Pasal 90 ayat 3 butir d UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran bahwa salah satu penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang adalah penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas.

Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan dalam pasal 99, bahwa pelabuhan laut dapat ditingkatkan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan dari fasilitas untuk melayani barang umum (general cargo) menjadi fasilitas untuk melayani angkutan peti kemas dan/atau angkutan curah cair atau curah kering.

Dalam pasal 100 ayat 2 PP 61 Tahun 2009 disebutkan bahwa persyaratan untuk melayani angkutan peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; b. memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan

kualitas yang memadai; c. kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal generasi

pertama; d. tersedianya peralatan penanganan bongkar muat peti

kemas yang terpasang dan yang bergerak (container crane);

e. lapangan penumpukan (container yard) dan gudang container freight station sesuai kebutuhan;

f. keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi on line baik internal maupun eksternal;

g. volume cargo yang memadai.

Dalam peraturan sebelumnya, yakni KM 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, khususnya pasal 22 disebutkan bahwa pelabuhan laut dapat ditingkatkan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan dari fasilitas melayani barang secara konvensional menjadi fasilitas pelabuhan untuk melayani peti kemas dan angkutan curah cair maupun curah kering.

Pasal 23 ayat 2 KM 54 Tahun 2002 menjelaskan kriteria fasilitas pelabuhan dari fasilitas melayani barang secara

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 37

Kriteria

Terminal Yang

Dapat

Melayani

Angkutan Peti

Kemas

Kantor pelayanan

peti kemas

Dermaga

Ketersediaan informasi

mengenai sispro

pelayanan dalam bentuk

manual book

Sispro ditempel kantor

pelayanan peti kemas

Lapangan Penumpukan

Fasilitas penunjang Peralatan B/M

Sistem dan Prosedur

pelayanan

Dukungan IT

Ketersediaan Fasilitas

Gudang CFS

Jaringan informasi

online

Pembayaran

online

Sistem B/M

Jumlah dan Jenis Alat

Kpaasitas alat B/M

SDM

SDM di pelayanan

adminitrasi

Operator B/M peti

kemas

konvensional menjadi fasilitas pelabuhan untuk melayani peti kemas: a. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan; b. memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan

kualitas yang memadai; c. Kesiapan fasilitas tambat permanen dengan panjang

minimal 100 meter dan kedalaman minimal -5 mLWS; d. Tersedianya peralatan penanganan bongkar muat peti

kemas yang terpasang dan yang bergerak antara lain 1 (satu) unit gantry crane dan peralatan penunjang yang memadai;

e. Lapangan penumpukan minimal seluas 2 Ha dan gudang CFS sesuai kebutuhan;

f. Kehandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi on line baik internal maupun eksternal;

g. Pelabuhan telah dioperasikan 24 jam; h. Volume cargo sekurang-kurangnya telah mencapai

50.000 TEU’s.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat dilakukan analisis fishbone untuk menentukan aspek yang menjadi kriteria terminal yang dapat melayani angkutan peti kemas yang dapat dilihat pada Gambar 5.6. di bawah ini.

Gambar 5.6. Diagram Fishbone Kriteria Terminal Yang Dapat

Melayani Angkutan Peti Kemas

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 38

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria terminal yang dapat melayani angkutan peti kemas. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.11. di bawah ini.

Tabel 5. 11 Hasil Pembobotan Kriteria Terminal yang Dapat Melayani Angkutan Peti kemas

No. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Peti kemas

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 15,81

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 13,95

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal petikemas

13,27

4 Memiliki peralatan penanganan bongkar muat petikemas yang terpasang dan bergerak

13,95

5 Memiliki lapangan penumpukan dan gudang CFS sesuai kebutuhan

13,95

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal

15,13

7 Memiliki volume penampungan petikemas yang memadai 13,95

Total 100,00 Sumber : Hasil data primer (diolah)

Dari Tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat 2 (dua) aspek yang memiliki bobot yang besar yakni ketersediaan sistem dan prosedur pelayanan serta keandalan sistem operasi menggunakan jaringan online. Ini berarti pengguna jasa terminal peti kemas memerlukan informasi yang jelas dan dapat dilihat secara online mengenai posisi setiap box peti kemas yang dimilikinya sudah sampai proses apa. Sedangkan kelima aspek lainnya juga dinilai penting dengan bobot yang cukup besar juga, yakni fasilitas dermaga, lapangan penumpukan, gudang CFS, peralatan bongkar muat serta SDM yang memadai. Selanjutnya dari ketujuh kriteria dapat dijabarkan lagi menjadi sub kriteria dengan nilai bobot dapat dilihat pada Tabel 5.12. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 39

Tabel 5.12. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Terminal yang Dapat Melayani Angkutan Peti kemas

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Peti kemas

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 15,81

Bentuk sistem dan prosedur pelayanan dalam bentuk dokumen tertulis

3,13

Untuk setiap bagian pelayanan memiliki prosedur pelayanan dalam bentuk dokumen tertulis

3,44

Memiliki buku saku dari sistem dan prosedur yang merupakan ringkasan dari dokumen tertulis

3,13

Sosialisasi sistem dan prosedur pelayanan 2,99

Simulasi sistem dan prosedur pelayanan 3,13

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 13,95

Jumlah personil yang diperlukan dapat dipenuhi 3,58

Kualitas personil dalam menangani angkutan petikemas berupa sertifikat keahlian

3,58

Memiliki shift pergantian petugas jaga untuk melayani angkutan petikemas

3,40

Memiliki kantor personil pelayanan angkutan petikemas 3,40

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal petikemas

13,27

Memiliki tempat sandar khusus kapal petikemas 3,26

Alat bongkar muat yang permanen 3,12

Operator bongkar muat kontainer yang terlatih dan bersertifikat

3,64

Memiliki peralatan tambat yang sesuai dengan jenis kapal petikemas

3,26

4 Memiliki peralatan penanganan bongkar muat petikemas yang terpasang dan bergerak

13,95

Sistem peralatan yang handal dalam masalah bongkar muat 3,32

Kapasitas alat bongkar muat petikemas yang memadai 3,65

Peralatan penanganan bongkar muat selalu dilakukan perawatan

3,32

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 40

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Peti kemas

Bobot (%)

Memiliki operator yang terlatih dan bersertifikat 3,65

5 Memiliki lapangan penumpukan dan gudang CFS sesuai kebutuhan

13,95

Berada di area pelabuhan 2,28

Memiliki luas yang sesuai dengan rencana induk pelabuhan 2,28

Tersedianya fasilitas penerangan pada malam hari 2,28

Pemagaran sekeliling lapangan penumpukan 2,55

Pengamanan lapangan penumpukan 2,28

mempunyai pos penjagaan 2,28

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal

15,13

7 Memiliki volume penampungan petikemas yang memadai 13,95

8 Tersedianya alur masuk kapal dengan kedalaman tertentu

13,2

Monitoring kegiatan lalu lintas kapal didaerah tersebut

6,2

Menjadwalkan waktu inspeksi kedalam air dalam jangka waktu tertentu

6

Total

100,00

Sumber : Hasil data primer (diolah)

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat ditentukan kriteria terminal yang dapat melayani angkutan peti kemas sebagai berikut: a. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan yang dibuat

secara tertulis dan dibukukan serta disosialisasikan kepada pengguna jasa pelabuhan;

b. Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal;

c. Memiliki SDM dengan jumlah yang memadai dan memiliki sertifikat keahlian;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 41

d. Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal petikemas yang dilengkapi dengan alat bongkar muat yang permanen dan dioperasikan oleh SDM yang memiliki sertifikat keahlian;

e. Memiliki peralatan penanganan bongkar muat petikemas yang terpasang dan bergerak dengan jumlah dan kapasitas yang memadai dan dioperasikan oleh operator yang bersertifikat;

f. Memiliki lapangan penumpukan dan gudang CFS sesuai kebutuhan yang senantiasa dijaga keamanannnya

g. Tersedianya alur masuk kapal dengan kedalaman tertentu sesuai kapasitas pelayanan terminal yang dimilikinya dengan selalu dilakukan monitoring terhadap kedalaman alur tersebut dalam jangka waktu inspeksi yang ditetapkan.

2. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Curah

Cair/Curah Kering Terus meningkatnya volume angkutan non kemasan seperti curah kering atau cair dari dan menuju pelabuhan di Indonesia seakan menjadikan kapasitas pelabuhan untuk menampung produk curah kering semakin terbatas. Padahal, potensi ekspor dan impor untuk produk sejenis ini sangat besar, sehingga pemerintah turut bertanggungjawab dalam penyediaan terminal curah kering sebagai pendukung pelayanan pelabuhan internasional. Kegiatan importasi produk curah kering masih mendominasi lalu lintas barang yang dilayani melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Pelindo juga sudah memiliki terminal curah kering di Pelabuhan Cirebon yang berada di atas lahan seluas 5,9 ha. Didalam areal pelabuhan ini tersedia lapangan penumpukan dengan daya tampung kurang lebih 60.000 ton.Terminal ini digunakan untuk pelayanan bongkar muat dan konsolidasi batu bara untuk kebutuhan industri di Jawa Barat. Dalam PP No. 61 Tahun 2009 tentang kepelabuhanan, pasal 99 menyebutkan bahwa pelabuhan laut dapat ditingkatkan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan dari fasilitas untuk melayani barang umum (general cargo) menjadi untuk melayani angkutan peti kemas dan/atau angkutan curah cair atau curah kering. Pasal 100 ayat 1 menjelaskan bahwa penetapan peningkatan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan untuk melayani

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 42

peti kemas dan/atau angkutan curah atau curah kering sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan untuk melayani angkutan curah cair dan/atau curah kering yang dituangkan dalam pasal 99 ayat 3 PP No. 61 Tahun 2009 adalah sebagai berikut: a. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; b. memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan

kualitas yang memadai; c. kesiapan fasilitas tambat permanen sesuai denganjenis

kapal; d. tersedianya peralatan penanganan bongkar muat curah; e. kedalaman perairan yang memadai; dan f. keandalan sistem operasi menggunakan jaringan

informasi on line baik internal maupun eksternal; g. volume kargo yang memadai

Dermaga curah, adalah dermaga yang kusus digunakan untuk bongkar muat barang curah yang biasanya menggunakan ban berjalan (conveyor belt). Barang curah terdiri dari barang lepas dan tidak dibungkus/kemas, yang dapat dituangkan atau dipompa ke dalam kapal. Barang ini dapat berupa bahan pokok makanan (beras, jagung, gandum, dsb.) dan batu bara. Karena angkutan barang curah dapat dilakukan lebih cepat dan biaya lebih murah daripada dalam bentuk kemasan, maka beberapa barang yang dulunya dalam bentuk kemasan sekarang diangkut dalam bentuk lepas. Sebagai contoh adalah pengangkutan semen, gula, beras, dan sebagainya Muatan curah dapat dibedakan menjadi dua macam: a. Muatan lepas yang berupa hasil tambang seperti batu bara,

biji besi, bauxite, dan hasil pertanian seperti beras, gula, jagung, dan sebagainya.

b. Muatan cair yang diangkut dalam kapal tangki seperti minyak bumi, minyak kepala sawit, bahan kimia cair, dan sebagainya.

Terminal muatan curah harus dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan muatan. Jenis fasilitas penyimpanannya tergantung pada jenis muatannya, yang dapat berupa lapangan untuk mengangkut muatan, tangki – tangki untuk minyak, silo atau gudang untuk material yang memerlukan perlindungan terhadap cuaca, atau lapangan terbuka untuk menimbun batu bara, bijih besi, dan bauxit. Barang curah dapat ditangani secara ekonomis dengan menggunakan belt conveyor atau bucket elevator atau

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 43

Kondisi perairan Ketersediaan Fasilitas

Kriteria

Terminal Yang

Dapat

Melayani

Angkutan

Curah

Cair/Curah

Kering

Kedalaman

perairan yang

memaadai

Dermaga

Ketersediaan informasi

mengenai sispro

pelayanan dalam bentuk

manual book

Lapangan, baik terbuka

atau tertutup

Peralatan B/M

Sistem dan Prosedur

pelayanan

Dukungan IT

Gudang atau tanki minyak

Jaringan informasi

online (website)

Jaringan

network

komputer

Sistem B/M

Jumlah dan Jenis Alat

(belt conveyor, bucket

elevator dsb)

Kapasitas alat B/M

SDM

SDM di pelayanan

adminitrasi

Operator B/M

barang curah

kombinasi dari keduanya. Barang cair dapat diangkut dengan pompa. Untuk barang berupa bubuk, material berbutir halus seperti semen serta butiran/material yang ringan dapat diangkut dengan alat penghisap (alat pneumatic). Belt conveyor adalah alat yang paling serbaguna untuk mengangkut berbagai macam barang berbentuk bubuk, butiran, dan kental. Alat tersebut dapat mengangkut material dalam jumlah besar untuk jarak jauh, baik secara horizontal maupun naik turun dengan kemiringan 150 – 200. Alat ini digunakan untuk memindahkan material dari tempat penimbunan ke dalam kapal dan sebaliknya. Bucket elevator mengangkut material secara vertikal atau yang mempunyai kemiringan besar. Kapasitasnya lebih rendah daripada kapasitas belt conveyor. Alat ini digunakan untuk mengisis silo. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria terminal yang dapat melayani angkutan curah cair/curah kering yang dapat dilihat pada Gambar 5.7. di bawah ini.

Gambar 5.7. Diagram Fishbone Kriteria Terminal Yang Dapat

Melayani Angkutan Curah Cair/Curah Kering

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 44

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria terminal yang dapat melayani angkutan curah cair/curah kering. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.13. di bawah ini.

Tabel 5.13. Hasil Pembobotan Kriteria Terminal yang

Dapat Melayani Angkutan Curah Cair/Curah Kering

No. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Angkutan Curah Cair / Curah Kering

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 18,20

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 16,09

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen yang sesuai untuk jenis kapal yang mengangkut curah cair / curah kering

16,09

4 Memiliki peralatan penanganan bongkar muat curah 16,09

5 Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk sandar kapal

18,20

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online

15,32

a. tersedianya jaringan network komputer internal 4,02

b. mempunyai jaringan network komputer eksternal berupa

saluran internet dari salah satu operator 3,64

c. memiliki website pada internet sebagai pusat informasi

dan komunikasi 4,02

d. teruji keandalan sistem operasi jaringan 3,64

Total 100,00 Sumber : Hasil data primer (diolah)

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat disusun kriteria terminal yang dapat melayani angkutan curah cair/curah kering dengan urutan sebagai berikut: a. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan; b. Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk

sandar kapal;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 45

c. Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen yang sesuai untuk jenis kapal yang mengangkut curah cair / curah kering;

d. Memiliki peralatan penanganan bongkar muat curah; e. Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang

memadai; f. Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan

jaringan informasi online baik dengan membuat website tersendiri dan sistem jaringan network.

3. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal Penumpang

Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan barang. Pada pelabuhan barang di belakang dermaga terdapat gudang – gudang sedangkan untuk pelabuhan penumpang dibangun stasiun penumpang yang melayani segala kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang yang berpergian. Untuk kelancaran masuk keluarnya penumpang dan barang, biasanya pada pelabuhan penumpang jalan masuk dipisahkan terhadap jalan keluar. Selain itu pada pelabuhan penumpang, penumpang melalui lantai atas dengan menggunakan jembatan langsung ke kapal, sedangkan barang – barang melalui dermaga. Fungsi terminal bagi penumpang adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi. Pelabuhan yang menyediakan fasilitas terminal untuk sandar kapal penumpang juga memerlukan kriteria tertentu. Tidak jauh berbeda dengan kriteria sebelumnya, kriteria terminal untuk kapal penumpang ini juga terdiri dari beberapa aspek seperti fasilitas, sarana untuk naik turun penumpang, SDM yang memadai serta kondisi perairan di pelabuhan. Fasilitas yang terdapat di terminal penumpang secara pokok dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: a. Fasilitas pelayanan dan penumpang kapal

1) Daerah kedatangan atau keberangkatan untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.

2) Fasilitas parkir untuk mobil, sepeda motor (roda 2), dan pejalan kaki.

3) Fasilitas untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, misal halte dan taxi area

4) Loket penjualan tiket dan cek bagasi 5) Loket kesehatan (karantina) 6) Fasilitas pengambilan bagasi 7) Ruang untuk pergerakan penumpang

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 46

8) Ruang tunggu dan istirahat 9) Fasilitas penunjang pelayanan, seperti telepon umum

dan restoran. 10) Fasilitas informasi jadwal dan rute perjalanan 11) Fasilitas untuk pengantar dan penjemput 12) Fasilitas penumpang keberangkatan seperti fasilitas

penghubung (mobil, ban berjalan).

b. Fasilitas pengelola terminal 1) Kantor untuk personil pengelola 2) Kantor untuk personil imigrasi dan bea cukai 3) Kantor untuk personil kesehatan dan karantina 4) Kantor untuk personil keamanan.

Hasil pembobotan untuk setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria terminal yang dapat melayani kapal penumpang dapat dilihat pada Tabel 5.14. dibawah ini: Tabel 5.14. Hasil Pembobotan Kriteria Terminal yang

Dapat Melayani Kapal Penumpang

No. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal Penumpang

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 14,69

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 14,13

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal penumpang

14,06

4 Memiliki peralatan penanganan turun naik penumpang 14,69

5 Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk sandar kapal

15,61

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal

11,13

7 Memiliki fasilitas ruang tunggu, keberangkatan dan kedatangan, yang memadai

15,68

Total 100,00 Sumber : Hasil data primer (diolah)

Selanjutnya dari kriteria diatas dapat dijabarkan menjadi beberapa sub kriteria dengan hasil pembobotan sebagai berikut:

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 47

Tabel 5.15. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Terminal yang Dapat Melayani Kapal Penumpang

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal Penumpang

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 14,69

Bentuk sistem dan prosedur pelayanan dalam bentuk dokumen tertulis

3,06

Untuk setiap bagian pelayanan memiliki prosedur pelayanan dalam bentuk dokumen tertulis

3,06

Memiliki buku saku dari sistem dan prosedur yang merupakan ringkasan dari dokumen tertulis

2,20

Sosialisasi sistem dan prosedur pelayanan 3,32

Simulasi sistem dan prosedur pelayanan 3,06

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 14,13

Jumlah personil yang diperlukan dapat dipenuhi 3,51

Kualitas personil dalam menangani angkutan petikemas berupa sertifikat keahlian

3,07

Memiliki shift pergantian petugas jaga untuk melayani angkutan petikemas

4,05

Memiliki kantor personil pelayanan angkutan petikemas 3,51

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal penumpang

14,06

Memiliki tempat sandar khusus kapal penumpang 3,85

Alat bongkar muat yang permanen 3,15

Operator yang terlatih dan bersertifikat 3,50

Memiliki peralatan tambat yang sesuai dengan jenis kapal penumpang

3,55

4 Memiliki peralatan penanganan turun naik penumpang 14,69

Sistem peralatan yang handal dalam masalah bongkar muat 3,58

Kapasitas untuk naik turun penumpang yang memadai 3,58

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 48

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal Penumpang

Bobot (%)

Peralatan penanganan naik turun penumpang selalu dilakukan perawatan

3,58

Memiliki operator yang terlatih dan bersertifikat 3,94

5 Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk sandar kapal

15,61

Memiliki Layout data kedalaman air untuk sandar kapal

4,89

Monitoring kedalaman berkala, untuk mengetahui perlu atau tidak pengerukan apabila terjadi sedimentasi 5,76

Pelayanan ukuran kapal yang masuk berdasarkan kedalaman sandar pelabuhan 4,96

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal

11,13

a. sistem operasi yang digunakan dibuat oleh perusahaan

yang terkenal dan mempunyai kinerja yang baik 1,17

b. Dapat melakukan operasi sepanjang proses pekerjaan dengan pekerjaan input dan output data yang mempunyai akses cepat

1,27

c. Dapat menangani kegiatan input maupun output proses

data secara bersamaan dalam jaringan 1,27

d. Mampu menyimpan data untuk kegiatan 5 tahun 1,17

e. Sistem jaringan dapat melakukan update sistem secara

otomatis melalui jaringan internet 1,27

f. Memiliki struktur pelayanan informasi yang dapat

dimodifikasi melalui sistem operasi yang digunakan 1,27

g. Sanggup melakukan tindakan keputusan pada saat

operator memasukkan data untuk suatu kasus tertentu 1,22

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 49

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal Penumpang

Bobot (%)

h. Dapat menampilkan sistem prosedur semua kegiatan dan mampu mengingatkan dengan alarm pada komputer apabila terjadi perubahan yang ekstrem dari suatu data input atau data yang sudah expire

1,17

i. Melakukan penjualan tiket dengan bantuan sistem operasi 1,33

7 Memiliki fasilitas ruang tunggu, keberangkatan dan kedatangan yang memadai

15,68

a. Ruangan memiliki ukuran standar untuk dapat menunggu

dengan nyaman 2,50

b. Dilengkapi dengan informasi kedatangan dan keberangkatan, berupa display monitor komputer atau televisi

2,61

c. Memiliki mini kantin 2,39

d. Pelayanan pembelian tiket dan tempat transit yang memadai

2,51

e. Memiliki toilet tersendiri 3,05

f. Mempunyai ruangan ibadah 2,61

Total

100,00

Sumber : Hasil data primer (diolah) Berdasarkan hasil pembobotan, maka dapat disusun kriteria terminal yang dapat melayani kapal penumpang dengan urutan sebagai berikut: a. Memiliki fasilitas ruang tunggu, keberangkatan dan

kedatangan, yang memadai yang dilengkapi dengan toilet fasilitas hiburan, kantin, dan musholla;

b. Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk sandar kapal penumpang yang harus dimonitoring secara berkala;

c. Memiliki peralatan penanganan turun naik penumpang; d. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan dalam bentuk

dokumen tertulis dan diinformasikan kepada penumpang; e. Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang

memadai yang dapat dibagi menjadi beberapa shift; f. Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen yang khusus

untuk kapal penumpang.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 50

Penumpang membutuhkan kenyamanan dalam pelayanannya, terutama pada saat menunggu kedatangan dan keberangkatan kapal. Oleh sebab itu terminal penumpang harus menyediakan fasilitas ruang tunggu penumpang yang nyaman yang harus dilengkapi dengan toilet yang memadai, fasilitas hiburan, kantin dan musholla.

4. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Terminal merupakan titik dimana penumpang dan barang masuk dan keluar dari system merupakan komponen penting dalam system transportasi. Selain kapal penumpang, pelabuhan juga dapat melayani kapal Ro Ro yang merupakan jenis kapal untuk mengangkut penumpang, barang dan kendaraan sekaligus. Kapal Ro-Ro adalah kapal yang bisa memuat kendaraan yang berjalan masuk ke dalam kapal dengan penggeraknya sendiri dan bisa keluar dengan sendiri juga, sehingga disebut sebagai kapal Roll on - Roll off atau disingkat Ro-Ro. Oleh karena itu, kapal ini dilengkapi dengan pintu rampa yang dihubungkan dengan moveable bridge atau dermaga apung ke dermaga. Jadi terminal yang melayani kapal roro harus dilengkapi dengan fasilitas moveable bridge atau dermaga apung, karena kapal Ro Ro dilengkapi dengan ramp door untuk bongkar muat kendaraan. Dermaga dengan moveable bridges adalah jenis dermaga yang paling modern. Dermaga ini menggunakan jembatan beton yang digerakkan secara elektronis-hidraulis disesuaikan dengan ketinggian dasar penutup akses muatan yang telah dibuka. Proses loading dan unloading dengan menggunakan moveable bridge dapat dilakukan dengan cepat.

Dilihat dari sudut sistem lingkup pelabuhan, terminal penumpang kapal Ro Ro adalah sebagai suatu komponen sub system pelabuhan yang berfungsi mewadahi kegiatan pelayanan bagi penumpang antar pulau dengan sarana kapal Ro Ro. Kapal Ro Ro selain digunakan untuk angkutan truk juga digunakan untuk mengangkut mobil penumpang, sepeda motor serta penumpang jalan kaki. Ro/Ro (Roll On/Roll Off), yaitu kapal dengan pemindahan muatan secara horisontal.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria terminal yang dapat melayani kapal Ro Ro yang dapat dilihat pada Gambar 5.8. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 51

Kondisi perairan Ketersediaan Fasilitas

Pelayanan

Kriteria

Terminal

Yang

Dapat

Melayani

Angkutan

Kapal RoRo

Kedalaman

perairan yang

memaadai

Dermaga

Ketersediaan informasi

mengenai sispro

pelayanan dalam bentuk

manual book

Ruang Tunggu

Penumpang

Peralatan B/M

Sistem dan Prosedur

pelayanan

Dukungan IT

Tempat parkir dan tempat

antrian kendaraan yang

akan masuk ke kapal

Jaringan informasi

online

Online ticketing

Sistem B/M

Jumlah dan Jenis Alat

B/M dan sarana naik

turun penumpang

Kapasitas sarana B/M

SDM

SDM melayani

penumpang

SDM melayani

barang dan

kendaraan

Sistem data base

Gambar 5.8. Diagram Fishbone Kriteria Terminal Yang

Dapat Melayani Kapal RoRo

Hasil pembobotan untuk setiap aspek yang dinilai menjadi kriteria terminal yang dapat melayani kapal Ro Ro dapat dilihat pada Tabel 5.16. dibawah ini:

Tabel 5.16. Hasil Pembobotan Kriteria Terminal yang Dapat Melayani Kapal RoRo

No. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 13,65

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 11,91

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal Ro-Ro

11,88

4 Memiliki peralatan penanganan turun naik penumpang dan kendaraan

12,41

5 Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk sandar kapal

11,96

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal

10,83

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 52

No. Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Bobot (%)

7 Memiliki fasilitas ruang tunggu, keberangkatan dan kedatangan, yang memadai

14,22

8 Memiliki fasilitas parkir dan tempat antrian kendaraan saat akan masuk atau keluar kapal

13,14

Sumber : Hasil Data Primer (diolah)

Tabel diatas menunjukkan bahwa terminal yang dapat melayani kapal RoRo harus memiliki fasilitas ruang tunggu, keberangkatan dan kedatangan yang memadai dengan bobot yang paling besar yaitu 14,22%. Disamping itu terminal kapal roro harus memiliki sistem dan prosedur pelayanan, memiliki fasilitas parkir untuk kednaraan yang akan antri ke kapal serta dilengkapi dengan peralatan penanganan penumpang dan kendaraan.

Dari kriteria diatas dapat dijabarkan lagi menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan yang disajikan pada Tabel 5.17. berikut ini.

Tabel 5.17. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Terminal yang Dapat Melayani Kapal RoRo

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Bobot (%)

1 Memiliki sistem dan prosedur pelayanan 13,65

a. Bentuk sistem dan prosedur pelayanan dalam bentuk

dokumen tertulis 2,75

b. Untuk setiap bagian pelayanan memiliki prosedur pelayanan

dalam bentuk dokumen tertulis 2,62

c. Memiliki buku saku dari sistem dan prosedur yang

merupakan ringkasan dari dokumen tertulis 2,81

d. Sosialisasi sistem dan prosedur pelayanan 2,73

e. Simulasi sistem dan prosedur pelayanan 2,75

2 Memiliki SDM dengan jumlah dan kualitas yang memadai 11,91

a. Jumlah personil yang diperlukan dapat dipenuhi 3,20

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 53

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Bobot (%)

b. Kualitas personil dalam menangani angkutan kendaraan dan

penumpang berupa sertifikat keahlian 2,74

c. Memiliki shift pergantian petugas jaga untuk melayani

angkutan kendaraan dan penumpang 3,06

d. Memiliki kantor personil pelayanan angkutan kendaraan

dan penumpang 2,90

3 Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal RoRo 11,88

a. Memiliki tempat sandar khusus kapal RoRo 2,93

b. Alat bongkar muat yang permanen 2,76

c. Operator bongkat muat RoRo yang terlatih dan bersertifikat 2,93

d. Memiliki peralatan tambat yang sesuai dengan jenis kapal

RoRo 3,27

4 Memiliki peralatan penanganan turun naik penumpang dan kendaraan

12,41

a. Sistem peralatan yang handal dalam masalah naik tuurn

penumpang dan kendaraan 3,21

b. Kapasitas alat bongkar muat untuk naik turun penumpang

yang memadai 2,91

c. Peralatan penanganan bongkar muat dan naik turun

penumpang selalu dilakukan perawatan 3,08

d. Memiliki operator yang terlatih dan bersertifikat 3,21

5 Memiliki kedalaman perairan yang memadai untuk sandar kapal 11,96

a. Memiliki Layout data kedalaman air untuk sandar kapal 3,99

b. Monitoring kedalaman berkala, untuk mengetahui perlu atau

tidak pengerukan apabila terjadi sedimentasi 3,99

c. Pelayanan ukuran kapal yang masuk berdasarkan

kedalaman sandar pelabuhan 3,99

6 Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik internal maupun eksternal

10,83

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 54

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Bobot (%)

a. sistem operasi yang digunakan dibuat oleh perusahaan yang

terkenal dan mempunyai kinerja yang baik 1,15

b. Dapat melakukan operasi sepanjang proses pekerjaan dengan pekerjaan input dan output data yang mempunyai akses cepat

1,21

c. Dapat menangani kegiatan input maupun output proses data

secara bersamaan dalam jaringan 1,17

d. Mampu menyimpan data untuk kegiatan 5 tahun 1,09

e. Sistem jaringan dapat melakukan update sistem secara

otomatis melalui jaringan internet 1,40

f. Memiliki struktur pelayanan informasi yang dapat

dimodifikasi melalui sistem operasi yang digunakan 1,22

g. Sanggup melakukan tindakan keputusan pada saat operator

memasukkan data untuk suatu kasus tertentu 1,22

h. Dapat menampilkan sistem prosedur semua kegiatan dan mampu mengingatkan dengan alarm pada komputer apabila terjadi perubahan yang ekstrem dari suatu data input atau data yang sudah expire

1,14

i. Melakukan penjualan tiket dengan bantuan sistem operasi 1,23

7 Memiliki fasilitas ruang tunggu, keberangkatan dan kedatangan yang memadai

14,22

a. Ruangan memiliki ukuran standar untuk dapat menunggu

dengan nyaman 2,43

b. Dilengkapi dengan informasi kedatangan dan keberangkatan, berupa display monitor komputer atau televisi

2,43

c. Memiliki mini kantin 2,14

d. Pelayanan pembelian tiket dan tempat transit yang memadai 2,34

e. Memiliki toilet tersendiri 2,43

f. Mempunyai ruangan ibadah 2,43

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 55

No. Sub Kriteria Terminal Yang Dapat Melayani Kapal RoRo

Bobot (%)

8 Memiliki fasilitas parkir dan tempat antrian kendaraan saat akan masuk atau keluar kapal

13,14

a. Ketersediaan area parkir dan tempat antrian kendaraan

dengan ukuran yang memadai 3,29

b. Memiliki rencana induk untuk pengembangan ketersediaan area parkir dan tempat antrian yang diukur berdasarkan lonjakan penumpang

3,29

c. Ketahanan beban jalan terhadap berbagai macam kendaraan, terutama kendaraan besar yang mengangkut beban yang sangat berat

3,29

d. mempunyai tempat istirahat berupa ruangan beratap dan

sederhana untuk penumpang atau para pengemudi 3,29

Total 100,00

Sumber : Hasil data primer (diolah) Setelah dijabarkan menjadi beberapa sub kriteria dan diketahui besaran bobotnya, maka dapat disusun kriteria terminal yang dapat melayani kapal RoRo sebagai berikut: a. Terminal harus memiliki fasilitas ruang tunggu yang

memadai , baik untuk keberangkatan maupun kedatangan, yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk kenyamanan penumpang, seperti fasilitas hiburan, mini kantin, toilet dan ruang ibadah;

b. Memiliki sistem dan prosedur pelayanan yang dibukukan atau ditempel di ruang tunggu dan disosialisasikan kepada pengguna terminal RoRo;

c. Memiliki fasilitas parkir dan tempat antrian kendaraan saat akan masuk atau keluar kapal dengan kapasitas yang memadai dan memiliki ketahanan beban jalan serta tersedia tempat istirahat bagi penumpang dan para pengemudi;

d. Memiliki peralatan penanganan untuk naik turun penumpang dan kendaraan dengan kapasitas yang memadai dan dioperasikan dengan sistem yang handal oleh operator yang terlatih;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 56

e. Memiliki kedalaman air yang cukup untuk sandar kapal RoRo yang terus dilakukan pemantauan untuk mengetahui ada tidaknya sedimentasi;

f. Memiliki SDM denga jumlah dan kualitas yang memadai untuk melayani penumpang, barang dan kendaraan;

g. Memiliki kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal RoRo yang dilengkapi dengan peralatan bongkar muat untuk kapal RoRo;

h. Memiliki keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi online, baik untuk penyimpanan data base arus barang, penumpang dan kendaraan, serta penjualan tiket secara online.

E. KRITERA WILAYAH TERTENTU DI DARATAN (DRY PORT)

YANG DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI PELABUHAN

Dry port merupakan pelabuhan yang terletak di daratan dengan tiga karakteristik mendasar, yaitu: 1. Sebuah terminal intermodal, baik untuk rel atau tongkang yang

telah dibangun atau diperluas 2. Memiliki koneksi dengan terminal pelabuhan dengan layanan

kereta api, tongkang atau truk 3. Merupakan sentra kegiatan logistik yang mendukung dan

mengatur angkutan transhipment dan berfungis seperti terminal antar moda.

Munculnya pelabuhan di daratan berawal dari semakin tingginya aktivitas logistik dan adanya penciptaan zona logistik yang baru, dimana pelabuhan di daratan dapat dibangun di kawasan industri agar dapat terkoneksi secara langsung dengan pelabuhan laut. Pembangunan pelabuhan di daratan tetap harus mempertimbangkan kondisi geografis dan sarana transportasi yang berkaitan dengan ketersediaan moda dan tingkat efisiensinya, serta memperhatikan pasar industri.Pelabuhan di daratan diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dari pusat industri atau hinterland pelabuhan itu sendiri menuju pelabuhan laut, menjadi tempat penampungan barang-barang sementara (gudang sementara) atau depo kontainer.

Container dry port merupakan salah satu jenis dari multimoda. Pada konsep container dry port, pengangkutan container dari dari daerah pengiriman (kawasan industri, pabrik, depo container) ke pelabuhan yang semula diangkut menggunakan truk container, digantikan oleh kereta api khusus pengangkut container. Dengan system container dry port, semua proses pengepakan (stuffing), penyelesaian dokumen, dan pembayaran dipusatkan. Hasilnya adalah percepatan proses dan juga

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 57

kemudahan birokrasi. Manfaat dari semua itu tentunya adalah pengurangan biaya transportasi. Keuntungan dry port adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan produktivitas pelabuhan

Dry port memungkinkan arus keluar – masuk container dari dan ke dalam pelabuhanmenjadi lebih lancer. Hal tersebut tentunya akan membuat port time kapal menjad ilebih berkurang. Port time kapal yang berkurang tentunya akan membuat proses bongkar muat kapal menjadi lebih cepat dan efisien. Itu artinya kapasitas dan produktivitas pelabuhan juga meningkat.

2. Mengurangi kongesti di pelabuhan Seringkali terjadi kongesti di pelabuhan karena banyaknya container yang tertumpuk di pelabuhan. Kongesti ini biasanya terjadi karena container tidak bisa keluar dari pelabuhan, misalnya karena jalan banjir. Karena banjir tersebut, jalan raya menjadi macet, sehingga proses keluar – masuk container ke pelabuhan terhambat. Bahkan seperti yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok, warga sekitar pelabuhan menutup akses jalan keluar – masuk pelabuhan karena jalan tersebut terendam banjir. Hal tersebut tentunya menyebabkan arus keluar – masuk container dari dan ke dalam pelabuhan menjadi terhambat.

3. Mengurangi kemacetan di jalan raya Truk – truk container yang melintasi jalan raya seringkali membuat kemacetan,karena memang truk – truk tersebut berjalan dengan kecepatan rendah. Belum lagi bila terjadi banjir. Dengan konsep dry port, pengangkutan container dialihkan ke kereta api. Hal tersebut tentunya membuat volume kendaraan di jalan raya juga berkurang.

4. Mengurangi resiko kecelakaan di jalan raya Truk – truk container juga merupakan salah satu penyebab kecelakaan di jalan raya.Tidak tersedianya jalan atau jalur khusus truk container menyebabkan truk container harus berbagi jalan dengan kendaraan – kendaraan kecil lainnya, seperti mobil,sepeda motor, becak, dan lain-lain.

5. Mengurangi biaya perbaikan jalan raya Biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan jalan sangatlah besar, terutama untuk jalan – jalan yang setiap harinya dilewati truk – truk container bermuatan puluhan ton.

6. Mengurangi polusi udara Apabila kita dapat menggantikan 30 truk container dengan 1 rangkaian kereta api container tentunya polusi udara yang dapat dikurangi sangatlah banyak. Konsep dryport dapat mengurangi emisi gas buang (CO2) sampai 25 % . Hal ini sekaligus menjawab kebutuhan transportasi yang ramah lingkungan.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 58

Berbicara tentang sebuah terminal barang berskala besar, sebuah pelabuhan darat, ada beberapa nama yang di kenal selain Dry Port, yaitu Inland Container Depots, Inland Port, Inland Cargo Centre. Secara singkat, dry port adalah “ inland terminal connected by dry modes (i.e road or rail) to a sea port; yaitu terminal di daratan yang dihubungkan oleh moda darat (seperti jalan atau rel) ke pelabuhan laut. Dimana terdapatnya pelayanan kepabeanan yang lengkap di kawasan dry port, yang menjadikan pergerakan barang/kargo menjadi efisien. Dari berbagai istilah tersebut diatas, Dry Port lebih khusus, yaitu yang terletak pada negara-negara yang tidak mempunyai akses ke lautan (landlocked countries). Proses dokumentasi dan pemeriksaan terkait Bea Cukai, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan diselesaikan di dalam Dry Port. Didukung dengan INSW, tentunya layanan dan fasilitas yang terpadu ini akan memberi kemudahan, kepastian pelayanan, dan meningkatkan produktifitas. Lokasi dry port yang baik terletak di kawasan strategis industri dan memiliki luas lahan kurang lebih 200 hektar yang mudah diakses untuk jalan raya dan kereta api. Adanya kereta api itu membuat waktu tempuh pengiriman barang bisa lebih cepat karena tidak terjebak oleh kemacetan. Selain itu, adanya jalur kereta api untuk angkutan kontainer jelas akan mengurai tingkat kepadatan lalu lintas. Di dalam dry port juga harus tersedia jasa logistik yang terintegrasi dengan puluhan perusahaan logistik dan supply chain; seperti eksportir, importir, pengangkut, operator terminal, stasiun kontainer, gudang, transportasi, logistik pihak ketiga (3PL), depo kontainer kosong, serta bank dan fasilitas pendukung lainnya. Pelayanan satu atap kepelabuhanan dapat untuk penanganan kargo dapat dilaksanakan di dry port, sehingga proses dokumentasi dan pemeriksaan terkait Bea Cukai, Karantina Hewan dan Karantina Tumbuhan diselesaikan di sini. Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria wilayah di daratan yang dapat berfungsi sebagai pelabuhan yang dapat dilihat pada Gambar 5.9. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 59

Perijinan Ketersediaan tanah

untuk DLKr dan DLKp

Kriteria

Wilayah di

Daratan Yang

Dapat

Berfungsi

Sebagai

Pelabuhan

Rekomendasi

Gubernur

RTRW Provinsi /

kabupaten / Kota

Gudang

Feasibility Studi

Pertimbangan

peraturan/dokumen yang lain

Dukungan

hinterland

Lapangan

Pusat industri

Pusat

perdagangan

Kelayakan ekonomi

Kelayakan Teknis dan

Lingkungan

Aksesibilitas

Jaringan jalan

Jaringan rel/KA

Rekomendasi

Bupati/Walikota

Rencana Induk

Pelabuhan Nasional

Gambar 5.9 Diagram Fishbone Kriteria Wilayah di Daratan

Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria wilayah tertentu di daratan yang dapat berfungsi sebagai pelabuhan. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.18. di bawah ini.

Tabel 5.18. Hasil Pembobotan Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan (Dry Port)

No. Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan (Dry Port)

Bobot (%)

1 Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

10,483

2 Memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan 9,553

3 Memperhatikan rencana induk pelabuhan nasional 10,483

4 Memiliki tanah sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan

10,483

5 Memenuhi persyaratan kelayakan ekonomi 10,483

6 Mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat

9,995

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 60

No. Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan (Dry Port)

Bobot (%)

7 Memiliki aksesibilitas terhadap hinterland pelabuhan 10,483

8 Didukung oleh keterpaduan intra dan antar moda 9,995

9 Mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota 8,044

10 Daerah hinterlandnya merupakan wilayah di bidang produksi dan perdagangan yang telah dikembangkan

9,995

Total 100

Sumber : Hasil data primer (diolah)

Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.19. berikut ini:

Tabel 4.19. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Wilayah Tertentu di Daratan Yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelabuhan

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

1 Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

10,48

a. Memiliki Layout Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota update

2,21

b. Memiliki rencana induk pengembangan 2,21

c. Memiliki dokumen tertanahan, status tanah merupakan hak milik

1,72

d. Memiliki dokumen perijinan 2,11

e. Memiliki koordinat lokasi di daratan 2,23

2 Memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan 9,55

a. Memiliki dokumen UKP/UPL atau AMDAL 2,34

b. Teruji dan terukur secara visual 2,34

c. Penataan area dry port dan dampaknya terhadap lingkungan

2,34

d. Memiliki saluran pembuangan air yang lancar 2,53

3 Memperhatikan rencana induk pelabuhan nasional 10,48

a. Memiliki Layout rencana induk pelabuhan nasional 2,75

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 61

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

b. Memiliki rencana induk dry port 2,75

c. Memahami rencana induk pelabuhan nasional 2,62

d. Monitoring setiap perubahan tahun dan informasi perubahan fasilitas prasarana maupun sarana sesuai rencana induk nasional

2,36

4 Memiliki tanah sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan

10,48

a. Memiliki rencana induk pelabuhan 3,49

b. Mempunyai koordinat lokasi pelabuhan dan zonasi daerah lingkungan kerja serta daerah lingkungan kepentingan pelabuhan

3,49

c. Memiliki luasan daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan yang memadai sesuai peruntukannya

3,49

5 Memenuhi persyaratan kelayakan ekonomi 10,48

a. Lokasi merupakan tempat dilakukan kegiatan perekonomian

2,75

b. Keteraturan pemasukan dan pengeluaran keuangan dari sistem yang ada di dalam area kegiatan

2,36

c. Lokasi pelabuhan atau dry port selalu dalam keadaan aktif dengan kegiatan perekonomian

2,62

d. Keamanan yang memadai 2,75

6 Mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat

10,00

a. Lokasi merupakan tempat dilakukan kegiatan perekonomian

2,40

b. Memiliki aktivitas dalam dan luar pelabuhan ataupun dry port

2,53

c. selalu memiliki dampak pertumbuhan ekonomi dan perkembangansosial daerah setempat

2,53

d. Prospek yang sebelumnya sudah diadakan studi kelayakan memiliki kesesuaian dengan perkembangan yang ada

2,53

7 Memiliki aksesibilitas terhadap hinterland pelabuhan 10,48

a. Dukungan Jaringan Jalan 3,49

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 62

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

b. Jaringan rel/kereta api 3,49

c. Tersedia moda transportasi darat dan kereta api 3,49

8 Didukung oleh keterpaduan intra dan antar moda 10,00

a. Memiliki jaringan intra dan antar moda 1,67

b. Keterpaduan jaringan intra dan antar moda berkelanjutan 1,67

c. Informasi pergerakan intra dan antar moda yang aktif 1,67

d. Memiliki klasifikasi jenis, type intra dan antar moda 1,67

e. Intra dan antar moda diusahakan oleh perusahaan yang bergerak di salah satu moda

1,67

f. Manajemen keterpaduan intra dan antar moda yang terstruktur

1,67

9 Mendapat rekomendasi dari Gubernur dan Bupati/Walikota

8,04

a. Memiliki ijin usaha yang dasarnya adalah dari rekomendasi Gubernur dan Bupati/Walikota

2,01

b. Dokumen yang memiliki data online, sehingga mudah dilihat dari segi legalitasnya

2,01

c. Memiliki dasar dan tujuan penggunaan dry port 2,01

d. Memiliki studi kelayakan yang menjadikan diperolehnya rekomendasi dari Gubernur

2,01

10 Daerah hinterlandnya merupakan wilayah di bidang produksi dan perdagangan yang telah dikembangkan

10,00

a. Dasar perencanaan awal dari dry port didasarkan pada daerah hinterland yang merupakan wilayah di bidang produksi dan perdagangan

2,50

b. Wilayah di bidang produksi dan perdagangan meliputi barang-barang yang memiliki kebutuhan akan angkutan untuk distribusi nasional dan ekspor

2,50

c. Produksi dan perdagangan memiliki tingkat aktivitas pergerakan moda yang aktif

2,50

d. Ketergantungan menggunakan pergerakan intra dan antar moda 2,50

Sumber : Hasil data primer (diolah)

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 63

Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria wilayah di daratan yang dapat berfungsi sebagai pelabuhan: 1. Pembangunan dry port sesuai dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;

2. Memperhatikan rencana induk pelabuhan nasional untuk mengetahui perubahan setiap tahun dari fasilitas prasarana maupun sarana transportasi;

3. Memiliki tanah sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan dengan luasan yang memadai dan sesuai peruntukannya;

4. Memenuhi persyaratan kelayakan ekonomi, dimana lokasi merupakan tempat kegiatan ekonomi yang selalu dalam keadaan aktif;

5. Memiliki aksesibilitas terhadap hinterland pelabuhan, baik untuk jaringan jalan, rel maupun ketersediaan moda transportasi darat/KA;

6. Mendukung pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;

7. Daerah hinterlandnya merupakan wilayah di bidang produksi dan perdagangan yang telah dikembangkan;

8. Memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan lingkungan yang dibuktikan dengan dokumen UKP/UPL atau AMDAL;

9. Mendapat rekomendasi dari kepala daerah stempat (Gubernur/Bupati/Walikota).

F. KRITERIA TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA UNTUK PERDAGANGAN LUAR NEGERI Dalam PP Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya. Pengoperasian terminal khusus dilakukan untuk menunjang kegiatan tertentu di luar DLKr dan DLKp, khusus unutk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatn usaha pokoknya. Dalam pasal 2 ayat 2 PP Nomor PM 51 Tahun 2011, terminal khusus ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat, wajib memiliki DLKr dan DLKp dan ditempatkan instansi pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan. Dalam ayat selanjutnya, DLKr dan DLKP digunakan untuk lapangan penumpukan, tempat kegiatan bongkar muat, alur

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 64

pelayaran dan perlintasan kapal, keperluan darurat dan tempat labuh kapal. Kegiatan usaha pokok yang dapat dilakukan di terminal khsuus antara lain pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal. Pasal 19 PP No. 51 Tahun 2011 menyebutkan bahwa terminal khusus hanya dapat dioperasikan untuk : 1. kegiatan lalu lintas kapal atau turun naik penumpang atau

bongkar muat barang berupa bahan baku, hasil produksi dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri;

2. kegiatan pemerintahan, penelitian, pendidikan dan pelatihan serta sosial.

Pasal 33 PP 51/2011 menyebutkan bahwa untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri, terminal khusus yang dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan usaha yang hasil produksinya untuk diekspor dapat ditetapkan sebagai terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.

Pasal 33 ayat 2 PP NO. PM 51 Tahun 2011, bahwa penetapan terminal khusus yang terbuka untuk perdagangan luar negeri dilakukan atas pertimbangan: a. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional; b. kepentingan perdagangan internasional; c. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut

nasional; d. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran

internasional; e. Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan dalam

Rencana Induk Pelabuhan Nasional; f. fasilitas terminal khusus; g. keamanan dan kedaulatan negara; dan h. kepentingan nasional lainnya.

Selanjutnya dalam pasal 34 ayat 2 dijelaskan persyaratan terminal khusus yang terbuka untuk perdagangan luar negeri adalah sebagai berikut 1. aspek administrasi:

a. rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota; dan b. rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan

pelayaran di pelabuhan. 2. aspek ekonomi:

a. menunjang industri tertentu; b. arus barang minimal 10.000 ton/tahun; dan c. arus barang ekspor minimal 50.000 ton/tahun.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 65

3. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran: a. kedalaman perairan minimal -6 meter L WS; b. luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) unit

kapal; c. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; d. stasiun radio operasi pantai; e. prasarana, sarana dan sumber daya manusia pandu bagi

terminal khusus yang perairannya telah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu; dan

f. kapal patroli apabila dibutuhkan. 4. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan:

a. dermaga beton permanen minimal l(satu) tambatan; b. gudang tertutup; c. peralatan bongkar muat; d. PMK1 (satu) unit; e. fasilitas bunker, dan f. fasilitas pencegahan pencemaran.

5. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan

6. jenis komoditas khusus.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disusun diagram fishbone untuk menentukan kriteria terminal khusus yang terbuka untuk perdagangan luar negeri yang dapat dilihat pada Gambar 5.10. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 66

Aspek Administrasi Aspek Teknis

Kepelabuhanan

Kriteria

Terminal

Khusus Yang

Terbuka Untuk

Perdagangan

Luar Negeri

Rekomendasi

Gubernur

Mendukung

pertumbuhan

perekonomian nasional

Gudang, lapangan,

bunker, fasilitas untuk B3

Aspek Keselamatan

dan Kemanan

Pelayaran

Aspek Ekonomi Aspek Lainnya

Dermaga yang memadai

Ada instansi pemegang

fungsi kepelabuhanan

Menangani Jenis

Komoditi khusus

Memiliki sarpras

pemaduan

Ketersediaan SBNP dan

SROP serta comply ISPS

Kantor penunjang

Rekomendasi

Bupati/Walikota

Pelayanan lintas batas

provinsi dan internasional

Kapasitas melayani

arus barang

Kedalaman kolam yang memadai

dan luasan untuk olah gerak kapal

yang

Peralatan B/M yang

memadai

Gambar 5.10. Diagram Fishbone Kriteria Terminal Khusus

Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari Terminal Khusus Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri yang mengacu kepada peraturan yang ada. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.20. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 67

Tabel 5.20 Hasil Pembobotan Kriteria Terminal Khusus Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

ASPEK ADMINISTRASI 21,23

1 Memperoleh rekomendasi dari Gubernur atau Bupati/Walikota

8,83

a. Memiliki ijin usaha yang dasarnya adalah dari rekomendasi Gubernur dan Bupati/Walikota

1,57

b. Dokumen yang memiliki data online, sehingga mudah untuk dilihat dari segi legalitasnya

1,34

c. Memiliki dasar dan tujuan dry port 1,34

d. Memiliki studi kelayakan yang menjadikan diperolehnya rekomendasi Gubernur

1,57

e. Memiliki AMDAL dalam usaha perlindungan lingkungan

1,57

f. Memiliki kesesuaian dengan peruntukan lahan 1,45

2 Memperoleh rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran di pelabuhan

12,41

a.

Memiliki dokumen pengajuan dan kelengkapannya guna memperoleh rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan pelayaran di pelabuhan

3,43

b. Mempunyai bukti fisik sarana dan prasarana pelabuhan

3,43

c. Dokumen rekomendasi ditampilkan dalam website sebagai informasi legalitas

3,06

d. Dokumen rekomendasi ditampilkan di ruang tamu, kantor, dan pertemuan

2,48

ASPEK EKONOMI 17,51

1 Menunjang industri tertentu 2,91

a. Fasilitator akses perdagangan ke dalam dan luar negeri

0,73

b. Meningkatkan pertumbuhan industri utama dan penunjang

0,73

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 68

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

c. Meningkatkan daya saing industri dalam hal distribusi hasil industri

0,73

d. Meningkatkan efisiensi induatri dalam hal pengadaan barang

0,73

2 Mendukung pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional

3,67

a. Sebagai rantai transportasi distribusi barang nasional dan internasional

1,06

b. mampu mendistribusikan barang dalam skala besar 0,856

c. Penunjang peningkatan efisiensi distribusi barang nasional

0,92

d. Penggerak ekonomi nasional dalam hal distribusi barang

0,85

3 Melayani kegiatan lintas batas provinsi dan internasional

2,91

a. Terkait dengan sistem transportasi lokal dalam distribusi barang

0,76

b. mampu mengakomodir distribusi jenis barang hasil industri dan alam

0,76

c. Mempunyai kesesuaian terminal khusus dengan hasil industri/barang antar provinsi dan internasional

0,69

d. lokasi terminal khusus terletak pada posisi yang strategis

0,70

4 Mampu melayani arus barang di terminal khusus minimal 10.000 ton/Tahun

2,69

a. Ketersediaan dan kehandalan fasilitas untuk pelayanan terhadap kapal

0,65

b. Terminal khusus yang dapat mengakomodir type dan besaran kapal

0,65

c. Pelayanan pelabuhan dapat beroperasi selama 24 Jam 0,69

d. Pelabuhan mempunyai kemampuan untuk melakukan keselamatan dan keamanan terhadap kapal

0,69

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 69

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

5 Melayani arus barang ekspor minimal 50.000 Ton/Tahun

2,69

a. Ketersediaan dan kehandalan fasilitas untuk pelayanan terhadap kapal

0,63

b. Terminal khusus yang dapat mengakomodir type dan besaran kapal

0,53

c. Pelayanan pelabuhan dapat beroperasi selama 24 Jam 0,51

d. Pelabuhan mempunyai kemampuan untuk melakukan keselamatan dan keamanan terhadap kapal

0,50

6 Posisi terminal khusus secara geografis terletak pada lintasan pelayaran internasional

2,63

a. Perencanaan lokasi pelabuhan pada daerah yang geografis

0,58

b. Perencanaan type dan besaran pelabuhan terkait dengan lintasan pelayaran

0,67

c. Perencanaan fasilitas pelabuhan dalam mendukung operasional pelabuhan

0,67

d. Perencanaan SDM dan SOP pelayanan terhadap kapal dan barang

0,71

ASPEK KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN

18,79

1 Memiliki kedalaman dermaga minimal - 6 mLWS 2,67

a. Memiliki dermaga tidak dalam lokasi yang memiliki sedimentasi tinggi

0,69

b. Memiliki perencanaan untuk menjaga kedalaman perairan di dermaga

0,69

c. Memiliki fasilitas dan peralatan untuk menjaga kedalaman perairan

0,60

d. Memiliki SDM dan SOP dalam menjaga kedalaman perairan

0,69

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 70

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

2 Memiliki kolam pelabuhan uang cukup untuk olah gerak kapal minimal 3 unit kapal

2,36

a. Pelabuhan memiliki perencanaan DLKr yang cukup untuk olah gerak kapal

0,59

b. Pelabuhan memiliki sarana dan fasilitas yang baik untuk olah gerak kapal

0,59

c. Memiliki kedalaman yang cukup untuk olah gerak kapal

0,59

d. Memiliki SDM, SOP, dan standar, terkait kolam pelabuhan

0,59

3 Ketersediaan SBNP dan SROP 2,51

a. Memiliki kecukupan, kehandalan, dan jenis SBNP dan SROP

0,62

b. Memiliki SDM, SOP, dan standar, terkait SBNP dan SROP

0,65

c. Memiliki perencanaan penggunaan dan penggantian SBNP dan SROP

0,62

d. Memiliki perencanaan perawatan SBNP dan SROP 0,62

4 Memiliki prasarana, sarana, dan SDM Pandu, bagi terminal khusus yang perairannya telah ditetapkan sebagai perairan wajib Pandu

2,67

a. Memiliki kecukupan, kehandalan, dan besar HP kapal Pandu

0,69

b. Memiliki SDM, SOP, dan standar, terkait kapal Pandu

0,69

c. Memiliki perencanaan penggunaan dan penggantian kapal Pandu

0,64

d. Memiliki perencanaan perawatan kapal Pandu 0,65

5 Mampu melayani bobot kapal 3000 DWT atau lebih 2,24

a. Memiliki dermaga yang mampu melayani kapal 3000 DWT atau lebih

0,52

b. Memiliki sarana pelabuhan (gudang, alat B/M, dan lain-lain)

0,61

c. Memiliki SDM dan SOP untuk pelayanan kapal 3000 DWT atau lebih

0,55

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 71

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

d. memiliki fasilitas keselamatan dan keamanan untuk kapal 3000DWT atau lebih

0,55

6 Memiliki kapal patroli 1,997

a. Memiliki kecukupan, kehandalan, dan jenis kapal patroli

0,399

b. Memiliki SDM terlatih untuk kapal patroli 0,399

c. Memiliki perencanaan pengadaan, perawatan, dan penggantian kapal patroli

0,399

d. SOP dan standar kapal patroli 0,399

e. Memiliki sistem pengamanan yang tercukupi dari arah alut dengan kapal patroli

0,399

7 Memiliki SOP kapal patroli 1,997

a. SOP pengamanan dibuat sesuai standar internasional 0,42

b. SOP pengamanan mencakup seluruh kegiatan pengamanan pelabuhan

0,42

c. SOP pengamanan mencakup hanya kegiatan utama pengamanan pelabuhan

0,39

d. SOP pengamanan perlu dilakukan masukan dari seluruh pihak terkait dan memperhatikan kearifan lokal

0,42

e. SOP pengamanan perlu dilakukan peninjauan secara berkala

0,35

8 Comply ISPS Code 2,355

a. Memiliki sarana dan prasarana pelabuhan sesuai dengan ISPS Code

0,59

b. Memiliki SDM yang mencukupi dan terlatih sesuai dengan ISPS Code

0,59

c. Memiliki SOP pengamanan sesuai dengan ISPS Code

0,59

d. Melakukan pembaharuan dan pelatihan SDM secara kontinyu sesuai ISPS Code

0,59

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 72

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

ASPEK TEKNIS FASILITAS KEPELABUHANAN 21,234

1 Memiliki dermaga beton permanen minimal satu tambatan dengan panjang minimal 70 Meter

3,55

a. Panjang dermaga dirancang untuk mampu melayani kapal sesuai standar pelayanan

0,596

b. Jumlah tambatan yang ada, dapat melayani kapal tambat pada pelabuhan

0,596

c. Kolam dermaga harus dapat mengakomodir olah gerak kapal

0,596

d. Kedalaman kolam dermaga dapat dimasuki oleh kapal dengan ukuran minimal 3000 DWT

0,596

e. Fasilitas dermaga harus dapat sesuai dengan jenis muatan kapal

0,568

f. Fasilitas keselamatan pelayaran terdapat pada dermaga tersebut

0,596

2 Mampu menangani barang-barang berbahaya dan beracun (B3)

3,76

a. Pelabuhan memiliki fasilitas dan sarana penanganan barang berbahaya dan beracun

0,898

b. Pelabuhan memiliki SDM yang gterlatih dan mencukupi dalam penanganan barang berbahaya dan beracun

0,955

c. Pelabuhan memiliki SOP dan standar dalam penanganan barang berbahaya dan beracun

0,955

d. Pelabuhan memiliki fasilitas penampungan barang berbahaya dan beracun

0,955

3 Memiliki peralatan bongkar muat 3,76

a. Jumlah peralatan bongkar muat harus memenuhi standar pelayanan

0,75

b. Jenis peralatan bongkar muat harus memenuhi standar pelayanan

0,75

c. Kesesuaian peralatan bongkar muat dengan jenis muatan

0,75

d. Memiliki SDM yang bersertifikasi 0,75

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 73

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

e. Memiliki SOP dalam operasional peralatan bongkar muat

0,75

4 Memiliki fasilitas pencegahan pencemaran 3,76

a. Fasilitas pencegahan pencemaran harus sesuai dengan jenis pencemaran dari muatan dan kapal

0,778

b. Jumlah fasilitas pencegahan pencemaran mampu menangani pencemaran yang terjadi

0,78

c. Lokasi fasilitas pencegahan pencemaran dirancang strategis

0,69

d. Memiliki SOP penanggulangan pencemaran di pelabuhan

0,73

e. Memiliki SDM yang bersertifikasi 0,78

5 Memiliki fasilitas gudang tertutup 3,76

a. Kapasitas gudang tertutup dapat menampung seluruh muatan

0,61

b. Lokasi gudang tertutup dapat diakses mudah oleh alat transportasi

0,61

c. Fasilitas gudang tertutup dilengkapi dengan fasilitas pemadam kebakaran dan dilengkapi fasilitas keamanan

0,65

d. Memiliki SOP dalam operasionalnya 0,65

e. Jenis gudang tertutup di pelabuhan sesuai dengan jenis muatan

0,65

f. Fasilitas gudang tertutup harus dimiliki oleh pelabuhan

0,61

6 Memiliki fasilitas bunker 2,63

a. Fasilitas bunker wajib dimiliki oleh pelabuhan 0,45

b. Fasilitas bunker dapat ditangani oleh pihak lain di luar pelabuhan

0,45

c. Kapasitas bunker dapat melayani kebutuhan kapal 0,41

d. Jenis BBM disediakan untuk seluruh kebutuhan 0,41

e. Memiliki SDM sesuai kompetensinya 0,41

f. Memiliki SOP fasilitas bunker di pelabuhan

0,49

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 74

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

ASPEK LAIN 21,234

1

Memiliki fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea dan cukai, imigrasi, dan karantina

10,95

a. tersedia kantor dan penunjang pelayanan pelabuhan 2,74

b. Memiliki SDM yang memiliki kompetensi untuk setiap pelayanan

2,74

c. Tersedia fasilitas penunjang pelayanan pelabuhan 2,74

d. Memiliki SOP untuk setiap pelayanan pelabuhan 2,74

2 Menangani jenis komoditi khusus 10,28

a. terminal khusus dirancang dan dapat mengakomodir jenis muatan khusus

2,53

b. Memiliki fasilitas dan peralatan untuk pelayanan kapal dan komoditi khusus

2,53

c. Memiliki lokasi/area untuk penyimpanan komoditi khusus

2,53

d. Memiliki SDM dan SOP untuk penanganan komoditi khusus

2,69

Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa Terminal Khusus Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang sudah diatur dalam PP Nomor PM 51 Tahun 2011, baik persyaratan administrasi, ekonomi, keselamatan dan keamanan pelayaran, persyaratan teknis fasilitas kepelabuhanan dan aspek lainnya.

Untuk lebih detilnya, persyaratan tersebut diuraikan lagi menjadi sub kriteria dengan bobot yang cukup bervariasi. Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria Terminal Khusus Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri sebagai berikut: 1. Memenuhi persyaratan administrasi, yaitu rekomendasi dari

pejabat fungsi keselamatan pelayaran di pelabuhan dan rekomendasi dari Gubernur atau Bupati/Walikota;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 75

2. Menangani jenis komoditi khusus yang dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan untuk pelayanan kapal dan pelayanan komoditi khusus serta SOP penanganan komoditi khusus;

3. Menyediakan fasilitas kepelabuhanan dan peralatan bongkar muat sesuai dengan standar yang ada dan dioperasikan oleh operator yang memiliki keahlian: a. Menyediakan dermaga beton permanen dengan panjang

minimal 70 meter sesuai standar yang ada b. Menyediakan fasilitas pencegahan pencemaran yang

dilengkapi dengan SOP penanggulangan pencemaran di pelabuhan

c. Memiliki fasilitas gudang tertutup dengan kapasitas yang memadai dan sesuai dengan jenis muatan yang ditangani

d. Memiliki peralatan bongkar muat sesuai dengan jenis komoditi yang ditangani dalam jumlah dan kapasitas yang memadai dan dioperasikan oleh SDM yang ahli

e. Memiliki fasilitas bunker untuk menyediakan BBM sesuai kebutuhan

4. Memenuhi aspek keselamatan dan keamanan pelayaran sebagai berikut: a. Kedalaman kolam minimal -6mLWS dan cukup untuk

olah gerak kapal minimal 3 unit serta mampu melayani kapal dengan bobot minimal 3000 DWT

b. Memiliki prasarana, sarana, dan SDM Pandu, bagi terminal khusus yang perairannya telah ditetapkan sebagai perairan wajib Pandu dan pelayanan diberikan sesuai dengan standar yang ada

c. Terminal dilengkapi dengan fasilitas SBNP dan SROP yang cukup dan andal

d. Terminal harus comply terhadap ISPS Code, sehingga pengamanan di terminal harus sesuai dengan standar yanag ada baik dari sisi sarana, prasarana maupun SDM-nya

e. Memiliki kapal patroli yang dilengkapi dengan SOP 5. Memenuhi aspek ekonomi, bahwa terminal tersebut mampu

mendukung pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional, melayani kegiatan lintas provinsi dan internasional, mampu melayani arus barang ekspor minimal 50.000 ton/tahun serta terletak pada jalur pelayaran internasional.

Berdasarkan analisis diatas, maka dapat diketahui bahwa apa yang sudah dipersyaratkan menjadi Kriteria Terminal Khusus Yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri dalam peraturan yang sudah ada sudah sesuai dan tidak ada perubahan.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 76

G. KRITERIA ALUR PELAYARAN YANG DAPAT DIKOMERSIALKAN Pada saat ini, alur pelayaran yang dapat dikomersilkan belum diatur dalam peraturan dan perundangan yang berlaku. Pengaturan tentang alur pelayaran menjadi satu kesatuan dalam terminal khusus dan diatur dalam daerah lingkungan kepentingan tertentu sebagaimana termuat dalam Pasal 115 PP 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Sedangkan Pasal 116 menyatakan bahwa pengelola terminal khusus wajib menyediakan dan memelihara sarana bantu navigasi pelayaran, kolam pelabuhan, alur pelayaran, fasilitas tambat dan fasilitas pelabuhan lainnya serta fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan pemerintahan di terminal khusus. Pasal 42 PP 61 Tahun 2009 terkait dengan alur pelayaran mengatur bahwa Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelengara Pelabuhan (UPP) dalam kondisi tertentu pemeliharaan gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran, dan jaringan jalan dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau penelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi. Fasilitas pokok dan fasilias penunjang wilayah perairan dijelaskan dalam pasal 23 PP No. 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan terkait dengan fasilitas pokok wilayah perairan meliputi: 1. alur-pelayaran; 2. perairan tempat labuh; 3. kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal; 4. perairan tempat alih muat kapal; 5. perairan untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya

dan Beracun (B3); 6. perairan untuk kegiatan karantina; 7. perairan alur penghubung intrapelabuhan; 8. perairan pandu; dan 9. perairan untuk kapal pemerintah

Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 53Tahun 2011 tentang Pemanduan Dalam pasal 3 ayat 4 : Kriteria faktor di luar kapal yang mempengaruhi keselamatan berlayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: 1. kedalaman perairan; 2. panjang alur perairan; 3. banyaknya tikungan; 4. lebar alur perairan; 5. rintangan/bahaya navigasi di alur perairan; 6. kecepatan arus; 7. kecepatan angin;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 77

8. tinggi ombak; 9. ketebalan/kepekatan kabut; 10. jenis tambatan kapal; dan 11. keadaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran.

a. Perencanaan dan Perawatan Alur Pelayaran 1) Pengerukan a) Untuk pekerjaan pengerukan awal, harus didahului dengan

penyelidikan tanah, setidak-tidaknya meliputi test Spesific gravity dan Standard Penetration Test (SPT) dan kadar garam (Salinity). Keadaan tanah dasar diperiksa untuk dua keperluan, pertama kemudahannya untuk di keruk (Excavability) dan kedua pengangkutannya (Transportability).

b) Penentuan/penetapan posisi alur pelayaran/kolam pelabuhan pada peta Sounding.

c) Profil/potongan melintang, memanjang alur/kolam pelabuhan dengan perhitungan volume keruk.

d) Jenis dan tipe serta kapasitas kapal keruk. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan jenis alat keruk berdasarkan jenis material tanah dasar adalah sebagai berikut : (1). Pengerukan di daerah sekitarnya. (2). Alinyement alur pelayaran, lengkungan pada alur

sedapat mungkin dihindari bila lengkungan harus ada diusahakan bentuk geometris alur yang melengkung tersebut membentuk sudut tidak lebih dari 300, sedangkan jari-jari kurva lengkungan minimal empat kali dari anjang kapal.

(3). Lebar Alur dihitung berdasarkan lebar kapal atau panjang kapal. Lebar alur ideal untuk satu arah adalah dihitung dua kali lebar kapal ditambah 30 meter dan lebar alur untuk dua arah sebagaimana tabel 5.21. di bawah ini :

Tabel 5.21. Lebar Alur

NO. JENIS ALUR LEBAR ALUR PELAYARAN

KETERANGAN

1. Satu arah L = 2 x B + 30 meter L = Lebar (Alur dalam Meter)

B = Lebar (Kapal dalam

meter)

2. Dua arah a. Kapal sering

berpapasan b. Kapal jarang

berpapasan

L = 4 x B + 30 meter L = 3 x B + 30 meter

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 78

NO. JENIS ALUR LEBAR ALUR PELAYARAN

KETERANGAN

3. Dua arah tikungan a. Kapal sering

berpapasan b. Kapal jarang

berpapasan

L = 6 x B + 30 meter L = 4 x B + 30 meter

Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan

(4). Kedalaman Alur ditentukan berdasakan draft kapal dengan memperhatikan adanya gerakan goncangan kapal akibat kondisi alam seperti gelombang, angin, pasang surut dan olengan kapal yaitu : rolling, pitching, squal dan kondisi material dasar laut.

(a) Alur di dalam Pelabuhan

Kecepatan kapal kurang dari 6 knot dapat ditentukan dengan rumus, sebagai berikut :

d ≥ 1,1 D

Dimana : d = Kedalaman alur D = Full draft kapal

(b) Alur di luar pelabuhan

Kedalaman alur dapat diperoleh dengan rumus, sebagai berikut :

H = D + Σt

= D + ( t1 + t2 + t3 + t4 + t5 )

Dimana : h = Kedalaman perairan D = Full draft kapal t1 = Angka keamanan navigasi di

bawah lunas kapal yang diakibatkan oleh keadaan tanah dasar

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 79

Tabel 5.22. Klasifikasi Panjang Kapal (LOA)

Klasifikasi LOA Ukuran (Meter)

I >185

II 185 – 125

III 125 – 86

IV < 86

Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan

Tabel 5.23. Klasifikasi Jenis Tanah

JENIS TANAH KLASIFIKASI

I II III

Campuran Pasir

0,20 0,20 0,20

Pasir 0,30 0,25 0,20

Padat 0,45 0,30 0,20

Padas 0,60 0,45 0,20 Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan

t2 = Angka keamanan yang disebabkan adanya gelombang.

= 0,3 H - t1 H = Tinggi gelombang Jika t2 = Negatif, maka t2 dianggap nol t3 = Angka keamanan yang disebabkan oleh

gerakan kapal = k . v k = Koefisien yang tergantung dari keadaan tanah

dasar.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 80

Tabel 5.24. Klasifikasi Kapal dan Koefesien

KLASIFIKASI KAPAL

I II III IV

Koefisien 0,033 0,027 0,022 0,017

Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan

V = Kecepatan kapal (10-25 km/jam)

t4 = Angka keamanan dari priode pengerukannya

= berkisar ± 0,40

t5 = Angka keamanan yang tergantung dari type kapalkeruk

= k . v

(c) Slope Alur

Slope alur ditentukan berdasarkan jenis material/nilai N (kekerasan tanah)

Tabel 5.25. Klasifikasi Jenis Tanah

Klasifikasi Nilai N Jenis Tanah Slope

Tanah lempung

< 4 Lumpur 1 : 3–5

4 – 8 Lunak 1 : 2–3

8 – 20 Sedang 1 : 1,5–2

20 – 40 Keras 1 : 1–1,5

Pasir

< 10 Lunak 1 : 2–3

10 –30 Sedang 1 : 1,5–2

30 – 50 Keras 1 : 1–1,5

Kerikil 1 : 1–1,5

Batu 1 : 1 Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan

2) Lokasi / Area Pekerjaan Pengerukan

a) Pekerjaan pengerukan dapat dilaksanakan di perairan yang meliputi : alur laut bebas, alur angkutan perairan, alur pelayaran, alur masuk pelabuhan,anjir atau terusan, kanal dan lokasi-lokasi lain.

b) Pekerjaan pengerukan dan atau penambangan harus memperhatikan lokasi keruk dan atau tambang dengan

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 81

memperhatikan zona-zona yang ada antara lain zona keselamatan (Zafety zone), zona TSS (Trafficseparation Scheme), zona STS (Ship to ship transfer) dan zona tempat labuh jangkar (anchorage area), zona kabel laut, zona pipa instalasi bawah air, zona pengeboran lepas pantai (Off shore drilling), zona pengambilan barang-barang berharga, zona keamanan sarana bantu navigasi (SBNP), maupun zona-zona lainnya yang diatur oleh ketentuan Internasional maupun instalasi Pemerintah terkait.

c) Bagi pelaksana pekerjaan pengerukan/penambangan di zona traffic separation sheme atau lokasi lainnya yang merupakan alur pelayaran yang ditentukan oleh pemerintah aupun IMO harus mematuhi segala ketentuan antara lain yang telah diatur dalam Convention on Regulation for Preventing Collition at Sea 1972 (colreg 1972).

d) Setiap pekerjaan pengerukan/penambangan harus mencantumkan volume sistem kerja dan jangka waktu pelaksanaan secara jelas, sedang lokasinya ditetapkan dalam bentuk koordinat geografis agar dapat diinformasikan melalui Berita Maritim ke semua kapal yang akan melintas di area pekerjaan oleh Syahbandar.

e) Area keruk/tambang di zona traffic separation scheme yang merupakan zona lintas batas yang terdiri dari beberapa negara harus mendapat rekomendasi dari Negara Anggota Tripartiate Technical Group (TTEG) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

3) Lokasi Pembuangan Hasil Pengerukan a) Tempat pembuangan material keruk yang lokasinya di

perairan, idealnya dibuang pada jarak 12 mil dari daratan danatau pada kedalaman lebih dari 20 m ataulokasi lainnya setelah mendapat rekomendasi atau izin dari Direktorat Jenderal perhubungan Laut,melalui ADPEL atau KAKANPEL setempat.

b) Tempat pembuangan material keruk di darat harus mendapat persetujuan dari PEMDA setempat yang berkaitan dengan penguasaan lahan yang sesuai RUTR.

4) Kegiatan Pemeruman Dan Perhitungan Volume Keruk a) Kegiatan pemeruman yaitu pemeruman yang meliputi tiga

tahap yakni pemeruman awal (predredge sounding) untuk mengetahui kondisi awal perairan yang akan dikeruk dan membuat desain atau perencanaan pekerjaan pengerukan dan untuk memperhitungkan volume keruk, pemeruman pelaksanaan pekerjaan pengerukan (progress sounding) untuk

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 82

memantau pelaksanaan pekerjaan pengerukan yang pemerumannya dilaksanakan berkala dan pemeruman akhir (final sounding) untuk memperhitungkan volume keruk yang telah dikerjakan.

b) Pelaksana pekerjaan pengerukan wajib mengirimkan hasil pemeruman final pada DITJEN HUBLA untuk diteruskan/disiarkan pada Berita Maritim (Noticeto Marine)

c) Sebagai dasar pembuatan desain alur pelayaran/kolam pelabuhan dan atau pekerjaan pengerukan lainnya, perhitungan volume keruk harus menggunakan hasil pemeruman awal yang dilakukan dalam kurun waktu maksimum 2 (dua) bulan setelah pelaksanaan pemeruman.

d) Pemeruman (Sounding) menggunakan Echo Sounder dengan frekuensi antara 200 KHz sampai 210 KHz.

e) Perhitungan volume keruk didasarkan pada luas penampang dikalikan panjang pias ditambah volume pengendapan selama pekerjaan berlangsung dan atau volume toleransi vertikal.

f) Besaran pengendapan atau tingkat pengendapan dan toleransi vertical sebagaimana ditentukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk masing-masing alur pelayaran dan atau kolam pelabuhan.

5) Kedalaman Perairan Keruk

Pendalaman alur pelayaran atau kolam pelabuhan ditentukan berdasarkan permukaan air, draft rencana angkutan perairan, pergerakan vertikal angkutan perairan,ruang bebas lunas kapal, pasang surut dan kemudahan atau kelancaran masuknya angkutan perairan atau lebar alur dalam 1(satu) lajur atau 2 (dua) lajur.

Diagram Fishbone untuk kriteria alur pelayaran yang dapat dikomersilkan seperti terlihat dalam Gambar 5.11. dibawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 83

Kedalaman dan lebar

alur pelayaran

Rekomendasi dari KLH

tentang alur pelayaran

Izin Usaha

Penataan Jalur Perawatan alur

Monitoring

alur pelayaran

Tenaga pengelola

berpengalaman

Tenaga ahli

yang bersertifikasi

Pengerukan

Memahami AMDAL

Putaran/ belokan alur

Daaerah olah gerak,

daerah bahaya

Peralatan yang

memadai

Perawatan SBNP

Pelatihan berkala

Finansial

SOP dan perlengkapan

Konsesi alur pelayaran

Lalu lintas pelayaran

Jenis dan kapasitas

muatan

Aspek lingkungan

hidup Badan Usaha

Penyelenggara

Kriteria alur

pelayaran

yang dapat

dikomersilkan

SDM

Izin operasional

Gambar 5.11. Kriteria alur pelayaran yang dapat dikomersialkan Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari alur pelayaran yang dapat dikomersilkan yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.26. di bawah ini. Tabel 5.26. Kriteria alur pelayaran yang dapat dikomersialkan

No. Kriteria Alur Pelayaran yang Dapat Dikomersialkan

Bobot (%)

1 Penataan Jalur-jalur Sempit 10,48 2 Daerah olah gerak kapal 9,16 3 Penyediaan jalur darurat ke luar alur 8,52 4 Pemeriksaan kedalaman alur 9,86 5 Pengadaan pengerukan alur 8,52 6 Pemeliharaan rambu-rambu navigasi 9,16

7 Pengadaan pembersihan alur laut akibat kapal karam atau bangunan laut lainnya

9,22

8 Penyediaan alat monitoring perubahan kedalaman alur dan penyelam

9,86

9 Memiliki koordinat lokasi 8,52 10 Finansial Penyelenggaraan alur pelayaran 8,56 11 Lalulintas kapal pada alur pelayaran 8,14

Total 100,00 Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 84

Dari 11 (sebelas) aspek yang dinilai, masing-masing memiliki bobot yang nilainya hampir sama, dan aspek yang memiliki bobot terbesar adalah penataan jalur-jalur sempit. Posisi kedua dan ketiga adalah pemeriksaan kedalaman alur dan penyediaan alat monitoring perubahan kedalaman alur dan penyelam.

Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.27. berikut ini.

Tabel 5.27. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Alur Pelayaran Yang Dapat Dikomersialkan

No. Kriteria Alur Pelayaran yang Dapat Dikomersialkan

Bobot (%)

1 Penataan Jalur-jalur Sempit 10,48

a. Memiliki potensi pergerakan moda transportasi laut 1,03

b.

Lokasi pelabuhan memiliki akses untuk dilakukan pergerakan moda transportasi laut

1,03

c.

Lokasi pelabuhan mempunyai akses sebagai tempat pergerakan roda ekonomi

1,03

d.

Lokasi pelabuhan sebagai tempat utama pemindahan barang cair atau curah

0,85

e.

Dilengkapi dengan sarana bantu navigasi dan telekomunikasi pelayaran

1,23

f. Perlindungan lingkungan maritim 1,23

g.

Pemahaman kondisi jalur dan penyesuaian terhadap belokan-belokan alur

1,03

h.

Memenuhi syarat kedalaman, lebar, bebas hambatan, dan selamat untuk dilayari

1,03

i. Memiliki ijin operasional 1,03

j. Memiliki Pandu

1,03

2 Daerah olah gerak kapal 9,16

a.

Memenuhi syarat kedalaman, lebar, bebas hambatan, dan selamat untuk dilayari

2,38

b.

Ukuran dan lokasi mengikuti perencanaan pelabuhan pada rencana induk

2,20

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 85

No. Kriteria Alur Pelayaran yang Dapat Dikomersialkan

Bobot (%)

c.

Monitoring kedalaman terhadap sedimentasi dan adanya kerangka kapal

2,38

d. Gelompang dan arus perairan pelabuhan yang tenang 2,20

3 Penyediaan jalur darurat ke luar alur 8,52

a.

Memenuhi syarat kedalaman, lebar, bebas hambatan, dan selamat untuk jalur darurat ke luar alur

2,20

b.

Ukuran dan lokasi mengikuti perencanaan pelabuhan pada rencana induk

2,20

c.

Monitoring kedalaman terhadap sedimentasi dan adanya kerangka kapal

2,20

d. Gelompang dan arus perairan pelabuhan yang tenang 1,91

4 Pemeriksaan kedalaman alur 9,86

a. Memiliki prosedur pemeriksaan kedalaman alur 2,63

b.

Mempunyai peralatan untuk mengukur kedalaman yang akurat

2,29

c. SDM yang terlatih dan memiliki sertifikat 2,29

d. Memiliki Layout kedalaman existing 2,63

5 Pengadaan pengerukan alur 8,52

a. Memiliki prosedur pemeriksaan kedalaman alur 2,43

b. Memiliki peralatan untuk pengerukan alur 2,03

c. SDM yang terlatih dan memiliki sertifikat 2,03

d. Memiliki keandalan peralatan keruk untuk alur 2,03

6 Pemeliharaan rambu-rambu navigasi 9,16

a.

Memiliki Layout dan koordinat peletakan sarana bantu navigasi

1,84

b. Mempunyai bentuk standar sarana rambu navigasi 1,69

c.

Memiliki jumlah sarana bantu navigasi sesuai ketentuan untuk kondisi suatu pelabuhan

1,69

d. Monitoring sarana bantu navigasi dan perawatannya 1,97

e.

Memiliki bengkel untuk perbaikan sarana bantu navigasi

1,97

7 Pengadaan pembersihan alur laut akibat kapal karam atau bangunan laut lainnya

9,22

a. Memiliki Layout pelabuhan 1,96

b. Monitoring keadaan alur 1,96

c.

Mempunyai perangkat untuk melakukan pembersihan alur

1,87

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 86

No. Kriteria Alur Pelayaran yang Dapat Dikomersialkan

Bobot (%)

d. SDM yang mampu mengatasi keadaan alur 1,64

e. Memiliki prosedur pembersihan alur 1,79

8 Penyediaan alat monitoring perubahan kedalaman alur dan penyelam

9,86

a. Selalu tersedia dan siap digunakan saat operasi 2,54

b.

Perangkat dikategorikan handal dan memiliki keakuratan pengukuran

2,54

c.

SDM yang terlatih dan memiliki sertifikat untuk mengoperasikan perangkat

2,24

d.

SDM penyelam merupakan orang yang terlatih dan bersertifikat menangani segala kondisi di daerah alur

2,54

9 Memiliki koordinat lokasi 8,52

a. Memiliki Layout alur 2,13

b. Koordinat yang digunakan adalah koordinat geografis 2,13

c.

Memiliki toleransi koordinat yang tergantung dari jenis GPS yang digunakan

2,13

d.

Data keberadaan alur ditampilkan dalam website sebagai legalitas keberadaan lokasi

2,13

10 Finansial Penyelenggaraan Alur Pelayaran 8,56

a. Pendapatan dari penyelenggaraan alur pelayaran 2,27

b. Aksesabilitas dan kecepatan muatan 2,06

c. Operasional penyelenggaraan alur pelayaran 1,96

d. Konsesi kepemilikan alur pelayaran 2,27

11. Lalu lintas kapal pada alur pelayaran 8,14

a. Jumlah kapal yang menggunakan alur pelayaran 3,60

b.

Besarnya Kapasitas kapal yang menggunakan alur pelayaran

3,55

c. Jenis kapal yang menggunakan alur pelayaran 1,00

Total Bobot 100

Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 87

Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria alur pelayaran yang dapat dikomersilkan dengan urutan sebagai berikut: a. Alur pelayaran harus dapat memenuhi unsur keselamatan

pelayaran, sehingga alur pelayaran harus diatur dalam perencanaan dan perawatan terkait dengan kedalaman, lebar dan putaran dalam rangka keselamatan pelayaran

b. Memiliki layout dan data mengenai alur pelayaran sebagai acuan dalam perencanaan monitoring dan perawatan alur pelayaran;

c. Alur pelayaran harus dilengkapi dengan sarana bantu navigasi pelayaran, rambu-rambu, pemanduan dan telekomunikasi serta didukung oleh perlindungan maritim sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku;

d. Alur pelayaran harus selalu dilakukan pemeriksaan secara berkala, baik dari sisi kedalaman dan pembersihan alur akibat kapal karam atau hal lainnya yang dapat mengganggu keselamatan pelayaran

e. Penetapan izin untuk alur pelayaran yang dikomersilkan dengan memperhatikan faktor teknis, keselamatan pelayaran, finansial dan hinterland;

f. Memiliki izin dari instansi yang berwenang dengan didukung oleh SDM yang mempunyai kompetensi dan pengalaman dalam pengelolaan alur pelayaran yang dapat dikomersilkan;

g. Badan usaha penyelenggara alur pelayaran harus mempunyai kompetensi dan pengalaman serta mempunyai perizinan dari instansi terkait dalam hal penyelenggaraan alur pelayaran;

h. Penyelenggaraan alur pelayaran dengan memperhitungkan konsesi kepemilikan, aksesabilitas dan kecepatan, jumlah dan kapasitas kapal yang menggunakan alur, jenis kapal dan operasional penyelenggaraan alur pelayaran.

Sesuai dengan peraturan yang ada, operator yang dapat bergerak di bidang penyelenggaraan alur pelayaran harus merupakan badan usaha yang mendapatkan izin dari intansi terkait, memiliki izin penoperasian alur pelayaran, memiliki SDM yang kompeten, dan memiliki dan/atau menguasai peralatan pendukung penyelenggaraan alur pelayaran sesuai denngan SOP dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Secara adminitratif, badan usaha tersebut harus membuat laporan tahunan kegiatan penyelenggaraan alur pelayaran kepada pejabat yang berwewenang.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 88

H. KRITERIA BADAN USAHA YANG DAPAT BERGERAK DI BIDANG PENCUCIAN TANGKI KAPAL

Menurut PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, Tangki Kapal adalah ruangan tertutup yang merupakan bagian dari konstruksi tetap kapal yang dipergunakan untuk menempatkan atau mengangkut cairan dalam bentuk curah termasuk tangki samping (wing tank), tangki bahan bakar (fuel tank), tangki tengah (centre tank), tangki air balas (water ballast tank) atau tangki dasar ganda (double bottom tank), tangki endap (slop tank), tangki minyak kotor (sludge tank), tangki dalam (deep tank), tangki bilga (bilge tank) serta tangki yang dipergunakan untuk memuat bahan cair beracun secara curah.

Dalam pasal 16 ayat 1 PP No. 21 Tahun 2010 disebutkan bahwa pencucian tangki kapal dapat dilakukan oleh awak kapal atau badan usaha yang bergerak di bidang pencucian tangki kapal. Dengan demikian badan usaha juga dapat melakukan kegiatan pencucian tangki kapal sesuai dengan bidang usahanya. Badan usaha tersebut harus memiliki izin usaha dan izin kerja dalam melakukan kegiatan pencucian tangki kapal.

Pasal 16 ayat 4 PP No. 20 Tahun 2010 menyebutkan bahwa izin usaha badan usaha yang bergerak di bidang pencucian tangki kapal harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi mencakup akte pendirian perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, surat keterangan domisili dan rekomendasi peralatan tank cleaning dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.

Persyaratan teknis badan usaha di bidang pencucian tangki kapal sebagaimana dalam pasal 16 ayat 4 butir b PP No. 21 Tahun 2010 adalah sebagai berikut: 1. memiliki tenaga pencuci tangki kapal yang berpengalaman

paling sedikit 2 (dua) orang; 2. memiliki atau menguasai peralatan dan perlengkapan pencucian

tangki kapal yang terdiri atas: a. pompa cairan; b. blower; c. kompresor udara; d. detektor gas; e. pakaian tahan api dan perlengkapannya; f. masker gas; g. lampu pengaman; h. sepatu karet; i. peralatan pemadam kebakaran jinjing;

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 89

Memenuhi Aspek

lingkungan hidup Administrasi / Surat

Izin

Kriteria Badan

Usaha Yang

Dapat

Bergerak di

Bidang

Pencucian

Tangki Kapal

Rekomendasi dari

Menteri Lingkungan

Hidup tentang

peralatan cuci tanki

kapal

Peralatan dan

perlengkapan

pembersihan tangki

Izin Usaha

SDM

Teknis/ Peralatan Aspek Lainnya

Izin Kerja

Lokasi pencucian

tangki kapal

Tenaga pembersih tanki

berpengalaman

Tenaga ahli yang

bersertifikasi

Memiliki Kapal

Memahami

AMDAL

Perlengkapan ukur limbah

Peralatan penanggulangan

pencemaran

Peralatan B/M yang

memadai

j. alat pelokalisir minyak; k. bahan penyerap; l. cairan pengurai minyak; dan m. kapal kerja.

Kriteria badan usaha yang bergerak di bidang pencucian tangki kapal sudah cukup jelas diatur dalam PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim.

Diagram Fishbone untuk kriteria badan usaha yang dapat bergerak di bidang pencucian tangki kapal dapat dilihat pada Gambar 5.12. dibawah ini.

Gambar 5.12. Diagram Fishbone Kriteria Badan Usaha Yang

Dapat Bergerak di Bidang Pencucian Tangki Kapal

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari Badan Usaha Yang Dapat Bergerak di Bidang Pencucian Tangki Kapal yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.28 di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 90

Tabel 5.28 Hasil Pembobotan Kriteria Badan Usaha Yang Dapat Bergerak di Bidang Pencucian Tangki Kapal

No. Kriteria Badan Usaha yang Dapat Bergerak Di Bidang Pencucian Tangki Kapal

Bobot (%)

1 Memiliki Surat Ijin Usaha Pendirian Perusahaan (SIUP) dari instansi terkait

11,064

2 Mendapat rekomendasi peralatan tanki cleaning dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup

8,569

3 Mendapat rekomendasi peralatan tanki cleaning dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup

8,194

4 Memiliki dan/atau menguasai perlengkapan pembersihan tanki, minimal:

9,136

5 Memiliki dan/atau menguasai peralatan penanggulangan pencemaran, yakni oilboom, dispersant, dan absorbent

10,087

6 Memiliki dan/atau menguasai satu unit kapal Tunda 7,436

7 Memiliki dan/atau menguasai satu unit tongkang penampung (sarana penampung limbah)

8,613

8 Memahami AMDAL dan pencegahan penggunaan bahan pencucian yang berbahaya

10,479

9 Memiliki sertifikasi ahli pencucian tanki kapal dan K3 8,168

10 Memahami lokasi pencucian tanki kapal yang direkomendasikan

9,127

11 Memahami dan mengetahui cara pembuangan kerak dan lumpur

9,127

Total 100,000 Sumber : Hasil Data Primer (Diolah)

Tabel 5.28. diatas menunjukkan bahwa persyaratan administrasi memiliki bobot yang terbesar sebagai kriteria badan usaha yang dapat bergerak di bidang pencucian tangki kapal. Kriteria yang kedua adalah bahwa pengoperasian usaha pencucian tangki kapal harus memeuhi persyaratan lingkungan, yakni badan usaha tersebut harus memahami AMDAL untuk melindungi lingkungan dari akibat yang mungkin ditimbulkan dari usaha pencucian tangki kapal. Selanjutnya, bahwa badan usaha tersebut harus memiliki dan menguasai peralatan penanggulangan pencemaran.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 91

Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.29. berikut ini:

Tabel 5.29. Hasil Pembobotan Sub Kriteria Badan Usaha Yang Dapat Bergerak di Bidang Pencucian Tangki Kapal

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

1. Memiliki Surat Ijin Usaha Pendirian Perusahaan (SIUP) dari instansi terkait

11,064

a. Memenuhi persyaratan tenaga kerja yang bersertifikat dan terlatih

1,866

b. Perusahaan nasional, NPWP, dan mempunyai kantor 1,866

c. Memenuhi persyaratan peralatan pencucian tank 1,797

d. Memenuhi persyaratan memiliki penyimpanan sementara 1,873

e. Memenuhi persyaratan memiliki SOP pencucian tank 1,866

f. Memenuhi persyaratan memiliki SOP dan peralatan penanggulangan bencana

1,797

2. Mendapat rekomendasi peralatan tanki cleaning dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup

8,569

a. Memenuhi persyaratan memiliki AMDAL 1,875

b. Memenuhi persyaratan pengolahan limbah 1,680

c. Memenuhi persyaratan kompetensi tenaga kerja 1,523

d. Memenuhi persyaratan peralatan pencucian tanki 1,745

e. Memenuhi persyaratan memiliki SOP pencucian tanki 1,745

3. Memiliki tenaga pembersih tanki yang berpengalaman sebanyak 2 orang

8,194

a. Tenaga pembersih tanki memiliki sertifikasi kompetensi dari lembaga yang berwenang

1,009

b. Jumlah tenaga kerja harus sesuai dengan volume pekerjaan yang dilakukan

1,133

c. Tenaga pembersih dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai dalam proses pencucian tanki

1,277

d. Secara periodik, pekerja melakukan drilling terhadap kecelakaan pekerjaan

1,142

e. Seluruh pekerja memahami resiko pekerjaan yang terjadi 1,277

f. Dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja 1,139

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 92

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

g. Tata cara pekerjaan diatur dalam SOP 1,217

4. Memiliki dan/atau menguasai perlengkapan pembersihan tanki, minimal:

9,136

a. Perlengkapan keselamatan pekerja tersedia dalam jumlah cukup dan gtersedia dengan kondisi baik

1,391

b. Perlengkapan pembersihan tanki tersedia dalam jumlah yang cukup dan tersedia dengan aik

1,395

c. Perlengkapan pembersihan tanki harus sesuai dengan jenis limbah yang terdapat pada tanki

1,340

d. Limbah harus dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke laut

1,344

e. Lokasi pembuangan limbah mengikuti aturan yang telah ditetapkan instansi berwenang

1,340

f. Penggunaan peralatan mengikuti SOP yang dibuat 1,157

g. Perlengkapan ukur limbah mempunyai sertifikasi kelaikan dan keakuratan dalam pengukuran

1,169

5. Memiliki dan/atau menguasai peralatan penanggulangan pencemaran, yakni oilboom, dispersant, dan absorbent

10,087

a. Perusahaan pencucian tanki kapal memiliki atau sewa peralatan penanggulangan bencana dibuktikan dengan dokumen resmi

1,654

b. Memiliki tempat penampungan limbah, baik milik sendiri maupun sewa dibuktikan dengan dokumen resmi

1,849

c. Memiliki peralatan pendukung untuk penanggulangan bencana

1,778

d. Peralatan dilengkapi dengan manual SOP dan manual 1,493

e. Memiliki SDM yang mempunyai kualifikasi dalam penanganan penanggulangan bencana

1,708

f. Memiliki SDM yang mempunyai kualifikasi penggunaan peralatan dan bahan penanggulangan bencana

1,605

6. Memiliki dan/atau menguasai satu unit kapal Tunda 7,436

a. Perusahaan pencucian tanki kapal memiliki atau sewa berupa kapal tunda untuk penanggulangan bencana dibuktikan dengan dokumen resmi

0,954

b. Memiliki kapal tunda dengan daya mesin yang sesuai dengan kebutuhan

0,954

c. kapal tunda harus dalam keadaan laik laut 1,070

d. Memiliki SDM yang mempunyai kualifikasi dalam penanganan kapal tunda

0,933

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 93

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

e. Penggunaan kapal tunda dilengkapi dengan SOP dan manual book

1,034

f. kapal tunda dilengkapi dengan peralatan keselamatan dan keamanan untuk penanggulangan bencana

1,270

g. memiliki SDM untuk menangani/operator kapal tunda 1,221

7. Memiliki dan/atau menguasai satu unit tongkang penampung (sarana penampung limbah)

8,613

a. Penguasaan tongkang dibuktikan dengan surat kepemilikan atau penyewaan

1,435

b. Kapasitas tongkang harus dapat menampung limbah yang dihasilkan

1,544

c. Tongkang yang digunakan harus dalam keadaan laik laut 1,631

d. Tongkang yang digunakan dilengkapi dengan peralatan pengolahan limbah

1,117

e. Tongkang dilengkapi dengan SOP untuk tata cara pekerjaan

1,253

f. Tongkang diawaki oleh awak yang mempunyai kompetensi dan bersertifikasi

1,631

8. Memahami AMDAL dan pencegahan penggunaan bahan pencucian yang berbahaya

10,479

a. Memiliki tenaga ahli dengan sertifikasi AMDAL/ penanganan limbah dari instansi berwenang

2,100

b. Memiliki tenaga ahli dengan sertifikasimenguasai peralatan dan bahan untuk pencucian tanki

2,150

c. Dilakukan safety induction dan drilling secara periodik terhadap karyawan perusahaan pencucian tanki kapal

1,963

d. Memiliki SOP dalam melakukan pekerjaan pencucian tanki kapal

2,213

e. Karyawan memiliki pengetahuan mengenai pekerjaan, bahaya yang terjadi, dan penggunaan peralatan dan bahan pencucian tanki kapal

2,052

9. Memiliki sertifikasi ahli pencucian tanki kapal dan K3 8,168

a. memiliki tenaga ahli dengan sertifikasi K3 dari instansi yang berwenang

1,616

b. Memiliki tenaga ahli dengan sertifikasi pencucian tanki kapal dari instansi yang berwenang

1,455

c. Memiliki tenaga ahli dengan sertifikasi AMDAL/ penanganan limbah dari instansi yang berwenang

1,616

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 94

No. Aspek dan Kriteria Bobot (%)

d. Memiliki tenaga ahli dengan sertifikasi menguasai peralatan dan bahan untuk pencucian tanki

1,616

e. Perusahaan jasa pencucian tanki kapal harus dilengkapi dengan tenaga ahli yang mempunyai sertifikasi

1,866

10. Memahami lokasi pencucian tanki kapal yang direkomendasikan

9,127

a. Lokasi pencucian tanki kapal ditentukan dengan ijin dari instansi berwenang

1,261

b. Lokasi pencucian tanki kapal tidak mengganggu alur pelayaran

1,261

c. Lokasi pencucian tanki kapal tidak mengganggu lingkungan alam sekitarnya

1,261

d. Lokasi pencucian tanki kapal mempunyai tinggi gelombang dan kekuatan angin yang kecil

1,067

e. Lokasi pencucian tanki kapal dilengkapi dengan fasilitas penyimpan limbah

1,261

f. Lokasi pencucian tanki kapal dilengkapi dengan peralatan pengolah limbah

0,948

g. Lokasi pencucian tanki kapal dilengkapi dengan tanda-tanda khusus

1,008

h. Lokasi pencucian tanki kapal dilengkapi dengan SOP 1,062

11. Memahami dan mengetahui cara pembuangan kerak dan lumpur

9,127

a. Lokasi pembuangan kerak atau lumpur sesuai dengan lokasi yang ditentukan instansi yang berwenang

1,630

b. Memiliki AMDAL untuk pembuangan kerak atau lumpur untuk volume tertentu

1,519

c. Mendapat ijin dari instansi berwenang untuk pembuangan kerak atau lumpur

1,596

d. Mempunyai SOP untuk tata cara pembuangan kerak atau lumpur

1,519

e. Membuat laporan untuk pembuangan kerak atau lumpur 1,442

f. Memiliki tenaga kerja yang cukup dan mempunyai keahlian yang bersertifikasi

1,422

Sumber : Hasil Data Primer (diolah)

Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria badan usaha yang dapat bergerak di bidang pencucian tangki kapal dengan urutan sebagai berikut:

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 95

a. Badan usaha harus memiliki surat ijin usaha pendirian perusahaan dari instansi terkait dan memiliki SOP pencucian tangki kapal;

b. Badan Usaha harus memiliki tenaga ahli yang memahami AMDAL dan mencegah penggunaan bahan pencucian tangki yang berbahaya yang dituangkan dalam SOP;

c. Badan usaha tersebut memiliki peralatan penanggulangan pencemaran ( seperti oilboom, dispersant, dan absorbent) yang dilengkapi dengan manual book dan dioperasikan oleh SDM yang memiliki keahlian pencucian tangki kapal dan K3;

d. Memahami lokasi pencucian tangki kapal yang direkomendasikan, yakni tidak mengganggu alur pelayaran, tidak merusak lingkungan, lokasi memiliki tinggi gelombang dan kekuatan angin yang kecil serta mendapat ijin dari instansi yang berwewenang;

e. Memahami dan mengetahui cara pembuangan kerak dan lumpur sesuai SOP dan AMDAL di lokasi yang sudah ditentukan;

f. Memiliki perlengkapan pembersihan tangki kapal dalam jumlah yang memadai dan mendapat rekomendasi dari Menteri Lingkungan Hidup, termasuk perlengkapan keselamatan kerja dan perlengkapan ukur limbah;

g. Memiliki minimal satu tongkang/sarana penampung limbah yang memadai dan diawaki oleh awak yang kompeten dan bersertifikasi;

h. Memiliki tenaga pembersih tangki yang berpengalaman minimal 2 orang dan diberikan pelatihan secara periodik.

Sesuai dengan peraturan yang ada, operator yang dapat bergerak di bidang pencucian tangki kapal harus merupakan badan usaha yang mendapatkan izin dari intansi terkait, memiliki iain penoperasian peralatan pembersiahan tangki kapal, memiliki SDM yang kompeten, dan memiliki dan/atau menguasai peralatan pemebrsiahan tangki kapal sesuai denngan SOP dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Secara adminitratif, badan suaha tersebut harus membuat laporan tahunan kegiatan pencucian tangki kapal kepada pejabat yang berwewenang.

I. KRITERIA LOKASI PERAIRAN YANG DAPAT DITETAPKAN SEBAGAI PEMBUANGAN LIMBAH DARI KAPAL DI LAUT

Sesuai dengan UU No 17 tahun 2008 pasal 226 dijelaskan bahwa perlindungan lingkungan maritime juga dilakukan terhadap pembuangan limbah di perairan dan penutuhan kapal. Dengan demikian Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritim dilakukan melalui pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 96

pengoperasian kapal; serta pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan kepelabuhanan

Pasal 236 menjelaskan bahwa Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan,dan pengelola terminal khusus wajib menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh pengoperasian pelabuhan.

Pasal 237 ayat 1 menyebutkan bahwa untuk menampung limbah yang berasal dari kapal di pelabuhan, Otoritas Pelabuhan, Unit Penyelenggara Pelabuhan, Badan Usaha Pelabuhan, dan Pengelola Terminal Khusus wajib dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas penampungan limbah.

Pasal 239 ayat 1 disebutkan bahwa pembuangan limbah di perairan hanya dapat dilakukan pada loksi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan memenuhi persyaratan tertentu. Didalam PP No. 61 Tahun 2009 disebutkan tentang kepelabuhan dalam Pasal 59 , bahwa untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan serta Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan. DidalamPasal 59PP No. 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan MaritimLokasi pembuangan hasil keruk (dumping area) tidak diperbolehkan pada alur pelayaran, kawasan lindung, kawasan suaka alam, taman nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, sempadan pantai, kawasan terumbu karang, kawasan mangrove, kawasan perikanan dan budidaya, kawasan pemukiman dan daerah yang sensitive terhadap pencemaran.Lokasi pembuangan dengan kedalaman 20 meter Lws dan jarak dari garis pantai lebih dari 12 mil. Dalam peraturan Internasional seperti MARPOl Convention 73/78 Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Selanjutnya Protocol of 1978 menetapkan peraturan tambahan “Tanker Safety and PollutionPrevention (TSPP)” bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan pencegahan pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 97

Aspek lingkungan

hidup

Kriteria Lokasi

Perairan yang

dapat

ditetapkan

sebagai

pembuangan

limbah dari

kapal di laut

Tidak di alur

pelayaran

Koordinat pembuangan

Persyaratan

Lokasi Aspek Lainnya

Tidak berada

gelombang, arus yang

ekstrim

Kedalaman lebih dari -

20 mLWS

Jarak dari garis pantai

lebih dari 12 mil laut

Memiliki tanda lokasi

pembuangan limbah

Tidak berada

di kawasan

lindung

Koodinat lokasi

area

Memiliki Area lego

jangkar

Gambar 5.13. Diagram Fishbone Kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.30. di bawah ini.

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 98

Tabel 5.30. Hasil Pembobotan Kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan Limbah dari Kapal di Laut

Sumber : Hasil Data Primer (diolah)

Berdasarkan tabel pengumpulan data dan pengolahan data dalam kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal laut dalam peringkat pertama yaitu tidak berada di kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, kemudian peringkat kedua adalah tidak berada di alur pelayaran dan memiliki tanda lokasi pembuangan limbah. Selanjutnya adalah peringkat ketiga tidak berada di sempadan pantai, tidak berada di kawasan mangrove, tidak berada di kawasan perikanan dan budidaya , kedalaman lebih dari -20 mLWS, jarak dari garis pantai lebih dari 12 Mil laut, memiliki koordinat lokasi area pembuangan limbah.Pada peringkat keempat tidak berada di kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

No. Kriteria Lokasi Perairan yang Dapat Ditetapkan sebagai Pembuangan Limbah dari Kapal Di Laut

Bobot (%)

1 Tid Tidak berada di alur pelayaran 7.02

2 Tidak berada di kawasan lindung 6.75

3 Tidak berada di kawasan suaka alam atau taman nasional 7.14

4 Tidak berada di taman wisata alam 6.62

5 Tidak berada di kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan 6.09

6 Tidak berada di sempadan pantai 6.62

7 Tidak berada di kawasan terumbu karang 6.36

8 Tidak berada di kawasan mangrove 6.62

9 Tidak berada di kawasan perikanan dan budidaya 6.62

10 Kedalaman lebih dari -20 mLWS 6.62

11 Jarak dari garis pantai lebih dari 12 Mil laut 6.62

12 Memiliki koordinat lokasi area pembuangan limbah 6.62

13 Tidak berada pada gelombang dan arus laut yang ekstrim 6.62

14 Memiliki area lego jangkar kapal saat membuang limbah 6.62

15 Memiliki tanda lokasi pembuangan limbah 7.02

Total 100.0

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 99

Tabel 5.31. Hasil pembobotan Subkriteria Kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) 1 Tidak berada di alur pelayaran 7.02 a. Lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.84

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.84

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.84 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.84

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.73

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.77

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.76 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.73 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.67

2 Tidak berada di kawasan lindung 6.77 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.80

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.80

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.80 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.80

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.73

a. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.77

b. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.73 c. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.70 d. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.65

3 Tidak berada di kawasan suaka alam atau taman nasional

7.14

a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah ditentukan

0.82

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.87

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.80 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan

0.80

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 100

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan

limbah 0.83

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.75

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.78 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.75 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.73

4 Tidak berada di taman wisata alam 6.62 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.79

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.75

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.75 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.66

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.75

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.72

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.75 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.72 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.72

5 Tidak berada di kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan

6.09

a. Lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah ditentukan

0.73

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.73

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.69 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.65

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.69

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.63

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.65 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.66 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.66

6 Tidak berada di sempadan pantai 6.62 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.84

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.84

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.84

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 101

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.81

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.81

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.81

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.78 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.81 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.81

7 Tidak berada di kawasan terumbu karang 6.36 a. Lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.73

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.73

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.70 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.67

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.73

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.71

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.70 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.67 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.70

8 Tidak berada di kawasan mangrove 6.62 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.78

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.75

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.75 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.75

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.75

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.72

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.75 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.72 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.68

9 Tidak berada di kawasan perikanan dan budidaya 6.62 a. Lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.78

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.78

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 102

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan

0.74

d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan

0.74

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.74

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.71

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.74 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.71 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.68

10 Kedalaman lebih dari -20 mLWS 6.62 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.76

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.76

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.76 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.76

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.76

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.76

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.73 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.70 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.66

11 Jarak dari garis pantai lebih dari 12 Mil laut 6.62 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.77

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.74

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.74 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.74

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.77

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.74

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.74 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.71 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.68

12 Memiliki koordinat lokasi area pembuangan limbah 6.62 a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.75

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 103

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran,

manusia, dan kerusakan alam 0.72

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.72 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.72

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.75

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.72

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.75 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.75 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.72

13 Tidak berada pada gelombang dan arus laut yang ekstrim

6.62

a. lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah ditentukan

0.78

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.74

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.74 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.74

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.74

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.78

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.71 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.74 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.65

14 Memiliki area lego jangkar kapal saat membuang limbah

6.62

a. Lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah ditentukan

0.73

b. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.76

c. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.73 d. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.76

e. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.76

f. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.73

g. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.73 h. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.76 i. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.64

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 104

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) 15 Memiliki tanda lokasi pembuangan limbah 7.02 a. Tidak berada pada gelombang dan arus laut yang ekstrim 0.72 b. Lokasi pembuangan diatur dalam lokasi yang telah

ditentukan 0.69

c. Lokasi pembuangan aman bagi keselamatan pelayaran, manusia, dan kerusakan alam

0.69

d. Jenis limbah yang dapat dibuang diatur dengan peraturan 0.72 e. Banyaknya limbah yang dapat dibuang diatur dengan

peraturan 0.72

f. Perijinan dan pelaporan diperlukan untuk pembuangan limbah

0.72

g. Pengawasan lokasi pembuangan limbah diatur dengan SOP

0.72

h. Penetapan instansi pengawas dan wewenangnya 0.72 i. Penetapan ambang mutu lingkungan di lokasi pembuangan 0.69 j. Penyediaan fasilitas dan SDM dalam penanggulangan

kerusakan lingkungan 0.64

Sumber : Hasil Data Primer (diolah) Tabel 5.31. diatas menunjukkan bahwa persyaratan memiliki bobot yang terbesar sebagai kriteria lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut adalah bahwa lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut tidak berada berada sepanjang alur pelayaran yang meliputi jenis limbah, jumlah dan pengawasan yang dilengkapi dengan SOP dan fasilitas serta SDM. Tidak berada pada daerah yang merupakan daerah budi daya, daerah yang dilindungi. Memiliki batasan daerah lokasi untuk lokasi pembuangan limbah diatas, maka dapat disusun lokasi perairan yang dapat ditetapkan sebagai pembuangan limbah dari kapal di laut dengan urutan sebagai berikut: a. Tidak berada di kawasan suaka alam atau taman nasional yang

meliputi lokasi, keselamatan pelayaran, jenis limbah yang dibuang, SOP, instasi pengawasan serta fasilitas dan SDM untuk penanggulangan kerusakan.

b. Tidak berada di alur pelayaran yang meliputi lokasi, keselamatan pelayaran, jenis limbah yang dibuang, SOP, instasi pengawasan serta fasilitas dan SDM untuk penanggulangan kerusakan .

c. Tidak berada di kawasan lindung meliputi lokasi, keselamatan pelayaran, jenis limbah yang dibuang, SOP, instasi pengawasan serta fasilitas dan SDM untuk penanggulangan kerusakan .

d. Tidak berada di taman wisata alam, meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 105

e. Tidak berada di sempadan pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

f. Tidak berada di kawasan mangrove pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

g. Tidak berada di kawasan perikanan dan budidaya pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

h. Kedalaman lebih dari -20 mLWS pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

i. Jarak dari garis pantai lebih dari 12 Mil laut pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

j. Memiliki koordinat lokasi area pembuangan limbah pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

k. Tidak berada pada gelombang dan arus laut yang ekstrim pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

l. Memiliki area lego jangkar kapal saat membuang limbah pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

m. Tidak berada di kawasan terumbu karang pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

n. Tidak berada di kawasan terumbu karang pantai meliputi lokasi pembuangan, jenis limbah, perijinan, SOP, instansi pengawas, ambang mutu dan fasilitas serta SDM

J. KRITERIA LOKASI PERAIRAN YANG DAPAT DIMANFAATKAN UNTUK BANGUNAN ATAU INSTALASI DI LAUT

Kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air termasuk ke dalam aspek kenavigasian untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran. Dasar hukum penyusunan kriteria badan usaha yang dapat melakukan kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air dapat diuraikan sebagai berikut.

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2008pasal 1 butir 55 UU No. 17 tahun 2008 disebutkan bahwa salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka kapal atau rintangan bawah air atau benda

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 106

lainnya. Sedangkan pasal 1 butir 51 menyebutkan bahwa pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air.

Sesuai dengan UU No. 17 tahun 2008 tentang pelayaran pasal 204 ayat 1 bahwa kegiatan salvage dilakukan terhadap kerangka kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan atau tenggelam. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa setiap kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air harus memperoleh izin dan memenuhi persyaratan teknis keselamatan dan keamanan pelayaran dari Menteri. Oleh sebab itu diperlukan kriteria badan usaha yang dapat melakukan kegiatan salvage dan pekerjaan bawah air, karena menyangkut masalah perlindungan lingkungan maritim. Dalam PP No. 5 Tahun 2010 tentang KenavigasianPasal 1 butir 25 Salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka atau rintangan bawah air atau benda lainnya. Sedangkan butir 26: Pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan instalasi, konstruksi, atau kapal yang dilakukan di bawah air dan/atau pekerjaan di bawah air yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari permukaan air. Bangunan atau instalasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) paling sedikit harus memenuhi persyaratan:penempatan, pemendaman, dan penandaan;tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan fasilitas Telekomunikasi-Pelayaran;memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan;memperhatikan koridor pemasangan kabel laut danpipa bawah laut; dan berada di luar perairan wajib pandu. Kemudian persyaratan bangunan atau instalasi wajib menempatkan sejumlah uang di bank Pemerintah sebagai jaminan untuk menggantikan biaya pembongkaran bangunan atau instalasi yang tidak digunakan lagi oleh pemilik yang besarannya ditetapkan oleh Menteri. Selanjutnya membangun, memindahkan, dan/atau membongkar bangunan atau instalasi yang berada di perairan harus mendapat izin dari Menteri. Bangunan atau instalasi yang tidak memenuhi ketentuan yang tidak digunakan wajib dibongkar.Pembongkaran sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pemilik bangunan atau instalasi paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dinyatakan tidak memenuhi syarat atau tidak digunakan lagi. Beberapa peraturan yang berlaku adalah Permenhub No. 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi Pasal 1 butir 7 didefinsikan bangunan atau isntalasi adalah setiap konstruksi baik berada di atas dan/atau di bawah permukaan perairan dan Permenhub No. PM 68 Tahun 2011 tentang Alur Pelayarn di Laut. Bangunan atau instalasi meliputi jembatan, pipa, kabel.Bangunan atau

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 107

Aspek lingkungan

hidup

Kriteria Lokasi

Perairan Untuk

Bangunan/

Instalasi di Laut

Tidak didaerah

terumbu karang

Koordinat pembangunan

Persyaratan

Lokasi Aspek Lainnya

Ruang bebas dalam

pembangunan

jembatan

Penempatan,pemenda

man dan pendandaan

Tidak merusak SBNP

Dan fasilitas telkompel

Memperhatikan koridor

pemasangan kabel dan pipa

Bawah laut

Tidak

Dilingkungan

pelabuhan

Tidak berada pada Alur

Tidak berada pada arus,

gelombang yang ekstrim

Diluar perairan

wajib pandu

Tidak di pelabuhan

paling sedikit wajib memenuhi persyaratan:penempatan, pemendaman, dan penandaan, tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan fasilitas Telekomunikasi-Pelayaran, memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan, memperhatikan koridor pemasangan kabel laut dan pipa bawah laut dan berada di luar perairan wajib pandu.

Selanjutnya didalam MARPOL Convention 73/78 Consolidated Edition 1997 yang memuat peraturan :Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh Negara anggotanya seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi bagian dari peraturan dan perundang-undangan Nasional. Kemudian Protocol of 1978 yang merupakan peraturan tambahan “Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP)” bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan pencegahan pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi.

Gambar 5.14. Diagram Fishbone Kriteria Lokasi Perairan Untuk Bangunan/Instalasi di Laut

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 108

Berdasarkan diagram fishbone tersebut, selanjutnya dijabarkan aspek yang dinilai menjadi kriteria dan sub kriteria dari Lokasi Perairan Untuk Bangunan/ Instalasi di Laut yang mengacu kepada peraturan yang ada dan literatur lainnya. Hasil pengolahan opini responden didapatkan bobot masing-masing aspek yang dapat dilihat pada Tabel 5.32. di bawah ini.

Tabel 5.32. Hasil Pembobotan Kriteria Lokasi Perairan Untuk Bangunan/Instalasi di Laut

No. Kriteria Lokasi Perairan Untuk Bangunan/Instalasi di Laut

Bobot (%)

1 Memenuhi persyaratan penempatan, pemendaman, dan penandaan

11.158

2 Tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi SBNP dan fasilitas telkompel

11.158

3 Memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan 9.876

4 Memperhatikan koridor pemasangan kabel laut dan pipa bawah laut

11.158

5 Berada di luar perairan wajib Pandu 8.592

6 Tidak berada dalam alur pelayaran 10.500

7 Tidak berada dalam lingkungan perairan pelabuhan 7.967

8 Tidak berada pada daerah rawan gelombang dan arus laut yang ekstrim

9.842

9 Tidak berada pada daerah terumbu karang yang dilestarikan 9.235

10 Memiliki koordinat pembangunan 10.517

Total 100 Sumber : Hasil Data Primer (diolah)

Tabel 5.32. diatas menunjukkan bahwa ada pada pemenuhan syarat penempatan, pemendaman dan penandaan, kemudian yang mepunyai peringkat yang sama pentingnya tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi SBNP dan fasilitas tekompel, kemudian koridor pemasangan kabel laut dan pipa bawah laut merupakan hal yang mempunyai kepentingan peringkat pertama. Kriteria yang memiliki peringkat kedua adalah bahwa tidak berada dalam alur pelayaran serta memiliki koordinat pembangunan. Selanjutnya, memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan, tidak berada pada daerah rawan gelombang dan arus laut yang ekstrim. Kemudian tidak berada pada daerah terumbu karang.

Dari setiap aspek yang menjadi kriteria dijabarkan menjadi sub kriteria dengan hasil pembobotan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.33. berikut ini:

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 109

Tabel 5.33. Hasil pembobotan sub kriteria Kriteria lokasi perairan yang dapat dimanfaatkan untuk bangunan atau instalasi di laut

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) 1 Memenuhi persyaratan penempatan, pemendaman, dan

penandaan 11.158

a. Memiliki Layout pelabuhan 2.441 b. Memiliki koordinat lokasi yang telah ditetapkan 2.441 c. Memiliki bentuk peta kontur dasar laut 2.092 d. Mempunyai struktur lapisan dasar laut yang sesuai dengan

standar konstruksi yang diijinkan 2.092

e. Mempunyai gelombang dan arus yang memenuhi syarat untuk bangunan anatu isntalasi di laut

2.092

2 Tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi SBNP dan fasilitas telekomunikasi pelayaran

11.158

a. Bangunan dan instalasi di laut pada saat peletakannya harus dilakukan survei dan kajian

2.050

b. Memperhatikan kondisi perairan, baik gelombang dan arus laut yang terjadi

1.671

c. Bentuk konstruksi yang kuat dan tidak mengganggu bangunan, instalasi SBNP, dan fasilitas telekomunikasi

2.050

d. Memiliki pengaman, apabila terjadi pergeseran karena gelombang atau arus

2.050

e. Memiliki jadual dan pelaksanaan perawatan 1.543 f. Mempunyai tanda signal pada bangunan atau instalasi bawah

air 1.794

3 Memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan 9.876 a.Memiliki studi kelayakan 2.828 b.Mempunyai Layout daerah yang akan dibangun jembatan 2.599 c.Mempunyai alternatif peletakan jembatan 2.023 d.Memiliki gambar kontur 2.426 4 Memperhatikan koridor pemasangan kabel laut dan pipa

bawah laut 11.158

a. Mempunyai Layout pemasangan kabel laut dan pipa bawah laut

2.492

b. Mempunyai gambar konstruksi 2.151 c. Spesifikasi material dan perilaku material 2.151 d. Penahan pergerakan kabel dan pipa bawah laut 2.211 Penandaan letak koridor maupun kabel laut dan pipa bawah

laut 2.151

5 Berada di luar perairan wajib Pandu 8.592 a. Memiliki Layout pelabuhan 2.864 b. Mempunyai koridor lokasi 2.864 c. Mempunyai koordinat lokasi

2.864

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 110

No.

Aspek dan Kriteria Bobot

(%) 6 Tidak berada dalam alur pelayaran 10.500 a. Memiliki Layout pelabuhan 3.500 b. Mempunyai koridor lokasi 3.500 c. Secara visual, dapat terlihat posisi kabel dan pipa, lewat tanda

peletakan 3.500

7 Tidak berada dalam lingkungan perairan pelabuhan 7.967 a. Memiliki Layout pelabuhan 2.656 b. Mempunyai koordinat lokasi 2.656 c. Secara visual, dapat terlihat posisi kabel dan pipa, lewat tanda

peletakan 2.656

8 Tidak berada pada daerah rawan gelombang dan arus laut yang ekstrim

9.842

a. Memiliki Layout pelabuhan 3.281 b. Mempunyai koordinat lokasi 3.281 c. Secara visual, dapat terlihat posisi kabel dan pipa, lewat tanda

peletakan 3.281

9 Tidak berada pada daerah terumbu karang yang dilestarikan 9.235 a. Memiliki Layout pelabuhan 3.040 b. Mempunyai koordinat lokasi 3.040 c. Secara visual, dapat terlihat posisi kabel dan pipa, lewat tanda

peletakan 3.154

10 Memiliki koordinat pembangunan 10.517 a. Memiliki Layout pelabuhan 3.506 b. Mempunyai koordinat lokasi 3.506 c. Secara visual, dapat terlihat posisi kabel dan pipa, lewat tanda

peletakan 3.506

Sumber : Hasil Data Primer (diolah) Berdasarkan hasil pembobotan diatas, maka dapat disusun kriteria lokasi perairan yang dapat dimanfaatkan untuk bangunan atau instalasi di laut adalah : a. Memenuhi persyaratan penempatan, pemendaman, dan penandaan b. Tidak menimbulkan kerusakan terhadap bangunan atau instalasi

SBNP dan fasilitas telekomunikasi pelayaran c. Memperhatikan ruang bebas dalam pembangunan jembatan d. Berada di luar perairan wajib Pandu e. Tidak berada dalam alur pelayaran f. Tidak berada dalam lingkungan perairan pelabuhan g. Tidak berada pada daerah rawan gelombang dan arus laut yang

ekstrim h. Tidak berada pada daerah terumbu karang yang dilestarikan i. Memiliki koordinat pembangunan

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN

Laporan Akhir V - 111

Berdasarkan peraturan yang ada untuk lokasi perairan yang dapat dimanfaatkan untuk bangunan atau instalasi dilaut harus memenuhi persyaratan penempatan, pemendaman dan penandaan yang didasarkan pada keadaan lokasi dari koordinat sampai pada kontur dasar laut yang didokumentasikan melalui layout pelabuhan, sehingga dapat terlihat lokasi alur dan juga kabel, pipa bawah laut secara visual. Lay out pelabuhan dibuat sudah meliputi koordinat dan fasilitas pelabuhan serta telah diperhitungkan arus dan gelombang laut.