BAB V

download BAB V

of 13

description

BAB V

Transcript of BAB V

BAB VPEMBAHASANSeperti telah diuraikan pada bab sebelumnya, kami telah menjabarkan berbagai permasalahan tentang manajemen kperawatan rumah sakit berupa teori yang termuat dalam tinjauan kepustakaan yang diperoleh melalui studi kepustakaan.

Kami menemukan beberapa kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus yang selanjutnya akan dibahas dalam bab ini. Untuk memudahkan dalam memahami kesenjangan yang terjadi seperti yang dimaksudkan di atas, maka kami membahas dengan menggunakan pendekatan fungsi manajemen. Selama kami melaksanakan praktik manajeman keperawatan, kami mengacu pada fungsi-fungsi manajemen meliputi : planning, organizing, directing, dan controlling.

A. Fungsi PerencanaanHasil pengkajian manajemen keperawatan pada fungsi perencanaan di Ruang Anggrek Kelas I belum berjalan optimal. Bagian dari fungsi perencanaan yaitu visi dan misi, SDM (staffing), jenjang karir, pendidikan dan pelatihan, rekruiment dan seleksi, rencana kegiatan, sarana dan prasana, serta sistem reward dan punishment.

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Keperawatan mengatakan bahwa visi dan misi, filosofi serta tujuan sudah ditetapkan dalam bentuk kebijakan rumah sakit dan sudah dijabarkan di tiap-tiap unit perawatan, tetapi untuk visi-misi keperawatan masih berinduk pada visi-misi rumah sakit. Hasil Observasi di ruang Anggrek Kelas I belum ada di pasang di nurse station visi-misi bidang keperawatan dan visi-misi di ruangan yang ada hanya visi-misi Rumah Sakit. Sedangkan hasil kuesioner diperoleh 68% Karu, 73% Katim, dan 83% Perawat Pelaksana belum memahami beberapa pertanyaan terkait visi dan misi Rumah Sakit tertutama visi dan misi Keperawatan, hal ini disebabkan karena belum optimalnya pelaksanaan visi-misi Rumah Sakit akibat dari belum terbentuknya visi-misi Keperawatan dan Ruangan.Hasil identifikasi masalah (fish bone) diperoleh masalah pelaksanaan visi-misi belum optimal terkait Man yaitu kurangnya motivasi untuk membuat visi dan misi Keperawatan dan ruangan metode yaitu belum terbentuknya visi-misi Keperawatan dan Ruangan. Setelah dilakukan alternatif pemecahan masalah dengan merancang visi-misi ruangan, rancangan tersebut belum bisa dipajang di ruangan dikarenakan perlunya persetujuan dari Kabid Keperawatan mengenai visi-misi ruangan perawatan. Selain itu masih direvisinya visi misi rumah sakit menjadi factor penghambat dalam menerapkan visi misi keperawatan di ruang perawatan. Adapun factor pendukung dalam pembuatan visi misi keperawatan diruangan ialah adanya dukungan dari kepala ruangan dan ketua tim di ruang perawatan.Hirarki dalam perencanaan terdiri dari perumusan visi, misi, filosofi, peraturan, kebijakan, dan prosedur (Marquis & Houston, 2010). Visi merupakan pernyataan yang berisi tentang mengapa organisasi pelayanan keperawatan dibentuk sedangkan misi adalah uraian yang berisi pernyataan-pernyataan operasional guna mecapai visi yang telah ditetapkan (Asmuji, 2012).Masih rendahnya pemahaman kepala ruangan dan ketua tim dalam kegiatan perencanaan karena mereka belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan manajemen keperawatan. Menurut Nurachmah (2000) seorang manajer keperawatan harus memiliki beberapa kompetensi agar pelaksanaan pekerjaannya dapat berhasil yaitu : kemampuan menerapkan pengetahuan, ketrampilan kepemimpinan, dan kemampuan melaksanakan fungsi manajemen, dan sejalan dengan pendapat Gibson (1996) dalam teori sifat kepemimpinan ditemukan sejumlah ciri individu yang dapat menjadi pemimpin yang efektif yang berdasarkan riset dapat diidentifikasi adalah adanya ciri-ciri intelektual, emosional, fisik dan ciri pribadi lain, hal ini menunjukan bahwa pemimpin lebih cerdas dari pengikutnya. Belum jelasnya pola manajemen yang diterapkan dapat menjadi faktor penyebab kurang efektifnya fungsi-fungsi manajemen, hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Dharma (2005) untuk mengembangkan manajemen kinerja terdapat faktor-faktor lingkungan yang harus diperhatikan yaitu : budaya organisasi, nilai dasar, gaya manajemen dan struktur organisasi yang ada.Perubahan sistem pengelolaan Rumah Sakit yang terjadi saat ini menuju ke arah konsep manajerialisme, dalam konteks Rumah Sakit peran para manajer (yang tidak langsung melakukan pelayanan medik) semakin meningkat, karena mempunyai peranan yang sangat penting dalam merencanakan, melaksanakan dan mengawasi jalannya kegiatan, hal ini tentunya mempunyai konsekuensi bahwa harus tersedia sumberdaya manusia yang mempunyai dasar keilmuan dan wawasan tentang kesehatan dan perumahsakitan. Secara lengkap konsep manajemen strategis dapat dibagi menjadi beberapa bagian yang berurutan , yang meliputi : analisis perubahan, persiapan penyusunan, diagnosis kelembagaan dan analisis situasi, formulasi strategi, pelaksanaan strategi dan pengendalian strategi Salah satu langkah penting dalam manajemen strategi adalah melakukan diagnosis Rumah Sakit, beberapa hal penting yang harus diperhatikan adalah keterkaitan antara visi, misi, analisis eksternal dan internal serta isu-isu pengembangan.

Keterlibatan sumber daya manusia merupakan hal yang penting dalam mengelola perubahan, semangat untuk melakukan perubahan untuk menyusun rencana strategi dan mengembangkan indikator keberhasilan. Proses penyusunan ini hendaknya bukan hanya untuk kepentingan formalitas dalam penilaian akreditasi, tetapi benar-benar untuk menentukan strategi yang tepat mengelola Rumah Sakit, untuk itu diperlukan budaya organisasi yang kuat. Konsep perubahan budaya ke arah budaya organisasi merupakan hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan, tetapi harus mulai dipersiapkan dengan cara menumbuhkan budaya kerja yang bertumpu pada kompetensi dan kinerja. Dengan kondisi di mana Kepala Ruangan dan Ketua Tim dengan kemampuan yang belum optimal tentang perencanaan Rumah Sakit secara umum maupun perencanaan bangsal , maka partisipasi dan kegiatan perencanaan yang dilakukan bisa menjadi salah arah atau tidak efektif,Inti dari konsep manajemen keparawatan khususnya manajemen ruang rawat inap adalah terbentuknya visi dan misi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Jika tidak, maka akan terjadi ketimpangan yang justru akan menambah ketidakjelasan arah pengembangan manajemen keperawatan yang sedang berlangsung maupun dimasa depan (Nursalam 2009).Berdasarkan hasil pengkajian mengenai sistem jenjang karir, melalui wawancara dengan Kabid Keperawatan mengatakan bahwa sistem jenjang karir baru sebatas maping (rencana akan diberlakukan tahun 2015), karena belum ada asesor sehingga jenjang karir yang selama ini diberlakukan berdasarkan pada kesenioran, pendidikan, dan prestasi. Untuk standar yang jelas mengenai jenjang karir belum ada. Hasil Observasi Perawat di Ruang Anggrek Kelas I dengan tingkat pendidikan yang tinggi, prestasi baik dan lama kerja menduduki jabatan masih melakukan pekerjaan yang berbeda, serta masih terdapat dua orang Perawat dengan tingkat pendidikan SPK. Hasil identifikasi masalah (fish bone) diperoleh masalah belum efektifnya sistem penjenjangan karir terkait Metode yaitu belum adanya asesor penjenjangan yang jelas.Prinsip pengembangan jenjang karir terdiri dari: 1) Kualifikasi, Kualifikasi perawat, dimulai dari lulusan D III Keperawatan. 2) Penjenjangan, Penjenjangan mempunyai makna tingkatan kompetensi untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang akontabel dan etis sesuai dengan batas kewenangan praktik dan kompleksitas masalah pasien/klien, 3) Penerapan asuhan keperawatan, fungsi utama perawat klinik adalah memberikan asuhan keperawatan langsung sesuai standar praktik dan kode etik perawat. 4) Kesempatan yang sama, setiap perawat klinik mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir sampai jenjang karir professional tertinggi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 5) Standar profesi, dalam memberikan asuhan keperawatan mengacu pada standar praktik keperawatan dan kode etik keperawatan, 6)Komitmen pimpinan, pimpinan sarana kesehatan harus mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pengembangan karir perawat, sehingga dapat dijamin kepuasan pasien/klien serta kepuasan perawat dalam pelayanan keperawatan. (Nursalam, 2009).Berdasarkan keadaan tersebut belum bisa menemukan solusi alternatif penyelesaian masalah, karena adanya faktor penghambat seperti penerapan sistem jenjang karir melibatkan penentu kebijakan rumah sakit, berdasarkan rencana bidang keperawatan sistem jenjang karir perawat sesuai standar akan diberlakukan pada tahun 2015, dimana akan dipilih karyawan rumah sakit yang akan mengikuti pelatihan asesor untuk jenjang karir. Salah satu pencapaian keefektifan sistem penjenjangan karir adalah dengan memberikan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga perawat terutama dengan tingkat pendidikan SPK.Langkah awal yang perlu ditempuh oleh perawat profesional adalah mengembangkan pendidikan tinggi keperawatan, dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga diharapkan pada akhir tahun 2015, mayoritas pendidikan perawat yang ada di Rumah Sakit memenuhi kriteria minimal sebagai perawat profesional (Ners) (Nursalam, 2009). Berdasarkan hasil pengkajian melalui wawancara Karu di ruangan sudah membuat rencana harian tetapi belum memiliki bentuk catatan harian yang baku, Observasi diperoleh belum ada buku rencana kegiatan perawat. Perawat melakukan kegiatan berdasarkan tugasnya masing-masing tanpa direncanakan sebelumnya yang dibuat dalam bentuk tertulis.. Identifikasi masalah (fish bone) diperoleh masalah belum efektifnya sistem perencanaan kegiatan harian perawat terkait Man yaitu kurang pemgetahuan tentang manfaat rencana kegiatan harian dan belum mengetahui cara membuat rencana kegiatan, Material yaitu tidak ada buku rencana kegiatan, dan Metode yaitu belum ada standar pembuatan rencana kegiatan. Alternatif pemecahan masalah terkait belum optimalnya rencana kegiatan perawat adalah dengan menyediakan buku catatan kegiatan dan standar catatan kegiatan dengan faktor pendukung adanya support system dari Karu untuk mencangkan kegiatan tersebut sedangkan faktor penghambat yaitu untuk standar catatan kegiatan perlu di konsulkan lagi di Bidang Keperawatan sehingga penerapannya tidak bisa langsung dilakukan bagi perawat.

Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi, misi, filosofi dan kebijakan. Sedangkan untuk jenis perencanaan yang diterapkan adalah perencanaan jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian, bulanan, dan tahunan (Marquis & Houston, 2010). Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya masing-masing, yang dibuat pada setiap shift. Isi kegiatan disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan dan pre conference (Aswaji, 2012).Adapun bagian-bagian dari sistem perencanaan seperti SDM, reward dan punishment, aturan dinas, pendidikan dan pelatihan, rekruiment, seleksi dan orientasi tenaga baru tidak mengalami masalah. Standar ketenagaan dirumah sakit sudah diterapkan menggunakan metode Gillis, setelah diobservasi dengan melakukan perhitungan kebutuhan tenaga perawat berdasarkan jumlah pasien menggunakan metode Gillis diperoleh hasil jumlah perawat sesuai dengan jumlah pasien yaitu 13 orang dan sesuai dengan jumlah tenaga perawat di Ruang Anggrek Kelas I yaitu tersedia 11 Perawat Pelaksana, 1 Katim, dan 1 Karu yang total berjumlah 13 tenaga perawat. Perencanaan ketenagaan perlu ditingkatkan untuk mencapai target pelayanan rumah sakit yang dibutuhkan yang akan membantu pencapaian target kesehatan. Sistem Reward dan punishment sudah diterapkan oleh Karu dan 75% perawat mengatakan sudah ada system reward dan punishment yang jelas, sistem reward ini perlu ditingkatkan karena dengan adanya reward dapat meningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Program pengembangan tenaga keperawatan melalui pendidikan dan pelatihan akan direncanakan tahun 2015 berdasarkan tingkat kebutuhan rumah sakit kemudian disesuaikan dengan kompetensi tenaga yang akan dilatih. Pengembangan tersebut sangat penting dalam melaksanakan keperawatan profesional, melalui pengembangan pendidikan dan pelatihan diharapkan terjadi percepatan proses perubahan atau transisi,yang semula keperawatan merupakan kegiatan okupasional menjadi profesional, yang semula menggunakan pendekatan tradisional beralih menjadi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kepada pemakai jasa dan profesi. Sistem rekruitment dan seleksi sudah diberlakukan, tenaga yang direkrut kemudian diseleksi melalui serangkaian tes yang kemudian setelah terpilih dilakukan orientasi terhadap tenaga baru oleh Karu berdasarkan SK penempatan dari Direktur Rumah Sakit. Proses rekruitment dan seleksi perlu ditingkatkan guna mengkasilkan tenaga perawat yang kompeten untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.B. Pengorganisasian

Hasil pengkajian manajemen keperawatan pada fungsi Pengorganisasian di Ruang Anggrek Kelas I belum berjalan optimal. Bagian dari fungsi pengorganisasian yaitu struktur organisasi, uraian tugas dan jadwal dinas.Berdasarkan wawancara menurut Kabid Keperawatan didapatkan informasi bahwa struktur ketenagaan yang ada sudah dibentuk 2 tim sebagai penerjamaan dari konsep MPKP diruangan sedangkan saat observasi belum adanya struktur organisasi yang dipasang di nurse station diruang Anggrek Kelas I, hasil identifikasi masalah (fish bone) terkait pada Man yaitu belum ada motivasi untuk mengfungsionalkan strutur organisasi di nurse station, Material yaitu belum disediakan atau direncanakan alat dan bahan atau sarana dan prasarana untuk membuat struktur organisasi di nurse station Anggrek Kelas I, dan Money yaitu belum disediakan dana untuk pembuatan dan pemasangan struktur organisasi. Padahal struktur organisasi juga menjadi hal penting dalam mengidentifikasi antara hubungan perawat satu dengan yang lain untuk bekerjasama dalam tim, manfaat pengorganisasian untuk penjabaran secara terinci semua pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan, pembagian beban kerja sesuai dengan kemampuan perorangan/kelompok, dan mengatur mekanisme kerja antar masing-masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi.Pengorganisasin adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkanya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi dengan mengintegrasikan semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh sebuah organisasi. Pengorganisasian sebagai proses membagi kerja ke dalam tugas-tugas itu kepada orang yang sesuai dengan kemampuannya, dan mengalokasikan sumber daya manusia, serta mengkoordinasikannya dalam rangka efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Apabila serangkaian kegiatan telah disusun dalam rangka mencapai tujuan organisasi, maka untuk pelaksanaan kegiatan tersebut harus diorganisasikan atau dibuatkan struktur organisasi. Agar organisasi dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan secara efektif, maka dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas dan tanggung jawab orang-orang atau karyawan yang akan melakukan kegiatan masing-masing (Santosa, 2010).Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan (Suyanto, 2008).Adapun factor penghambat dalam pembuatan struktur organisasi ruangan yaitu belum jelasnya pembagian tugas dan peran dalam organisasi. Selama ini pembagian tugas dilakukan hanya berdasarkan pada pembagian dari kepala ruangan akan tetapi belum adanya persetujuan secara tertulis dan sah dari kepala bidang keperawatan. Sehingga dalam pembuatan struktur organisasi diperlukan konsultasi dan persetujuan bidang keperawatan. Sedangkan factor pendukung dalam pembuatan struktur organisasi ialah adanya dukungan dan persetujuan dari kepala ruanga mengenai pembuatan struktur organisasi ruangan.Struktur organisasi Ruang MPKP menggunakan sistem penugasan Tim-primer keperawatan. Ruang MPKP dipimpin oleh kepala ruang yang membawahi dua atau lebih ketua tim. Ketua tim berperan sebagai perawat primer membawahi beberapa perawat pelaksana yang memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh kepada sekelompok klien.Adapun bagian-bagian dari sistem pengorganisasian seperti uraian tugas dan pengaturan jadwal jadwal dinas tidak terdapat masalah. Uraian tugas perawat sudah dibuat oleh Bidang bagian asuhan keperawatan berdasarkan perannya disesuaikan dengan metode MPKP yang diterapkan yaitu metode tim. Perawat mempunyai tugas yang jelas seseuai dengan jabatan atau perannya, yang perlu ditingkatkan agar lebih optimal adalah dengan menyediakan urian tugas masing-masing tenaga perawat diruangan agar tenaga perawat lebih mengetahui dan memahami tugasnya masing-masing. Adanya penguraian tugas setiap tenaga perawat dapat meningkatkan kinerja perawat dimana perawat lebih berfokus pada tugas-tugas yang diberikan. Pengaturan jadwal dinas dibuat oleh Karu yang disesuaikan dengan metode yang diterapkan di Rumah Sakit. Pengaturan jadwal dinas sudah optimal, tersusunnya jadwal dinas menjadikan perawat lebih disiplin.C. Fungsi Pengarahan Hasil pengkajian manajemen keperawatan pada fungsi Pengarahan di Ruang Anggrek Kelas I belum berjalan optimal. Bagian dari fungsi pengarahan yaitu motivasi, komunikasi / operan, pendelegasian dan supervisi.Berdasarkan wawancara menurut Kabid Keperawatan pola komunikasi antara bidang keperawatan dan dengan staf keperawatan efektif dilaksanakan, pola komunikasi yang digunakan adalah pola komunikasi dari atas ke bawah dan sebaliknya. Sedangkan pada saat observasi serah terima di ruang Anggrek sudah dilakukan tetapi belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan seperti belum dilakukannya preconference, dan postconference setelah timbang terima. Hasil identifikasi masalah (fish bone) terkait pada Man yaitu kurangnya pengetahuan perawat tentang cara operan yang benar, metode dan material yaitu tidak tersedianya SPO operan. Jika sistem operannya baik dapat menjalin hubungan kerja sama dan bertanggung jawab antar perawat, dan perawat dapat melaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien secara berkesinambungan.Adapun kegiatan yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah belum optimalnya kegiatan operan yaitu diadakannya Pembuatan SPO Operan dan role play operan. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan perawat di ruangan. Factor pendukung yang didapatkan selama kegiatan role play operan / serah terima pasien yaitu adanya keikutsertaan serta partisipasi dari perawat di ruangan untuk mengikuti kegiatan percontohan tersebut. Dan adanya perawat memberikan reinforcement positif atas keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Adapun factor penghambat dalam melakukan kegiatan role play serah terima pasien yaitu serah terima yang dilakukan hanya pada satu pergantian sifht kerja yaitu dari dines pagi ke dines sore. Selain itu pasien yang diikursertakan dalam kegiatan hanya mencakup dua pasien.

Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada staff agar mereka mampu bekerja secara optimal dalam melaksnaakan tugas-tugasnya sesuai dengan ketrampilan yang mereka miliki. Pengarahan ini termasuk didalamnya adalah kejelasan komunikasi, pengembangan motivasi yang efektif. Pengarahan diruang perawatan dapat dilakukan dalam beberapa kegiatan yaitu program motivasi, manajemen konflik, pendelegasian, supervisi dan komunikasi efektif atau operan (Nursalam, 2009).Operan merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien atau komunikasi dan serah terima antara shift pagi, sore dan malam. Operan dinas pagi ke dinas sore dipimpin oleh kepala ruangan, sedangkan operan dinas sore ke dinas malam langsung dipimpin oleh penanggung jawab tim sore ke penanggung jawab tim malam. Tujuan operan pasien menurut Taylor (1993) adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat membantu untuk menetapkan rencana perawatan pasien, mengevaluasi intervensi keperawatan, memberi kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan tentang perawatan yang diberikan kepadanya, serta membantu menentukan prioritas diagnosa dan tujuan dari perawatan yang diberikan. Dalam operan diterangkan tentang asuhan keperawatan yang telah diberikan oleh perawat yang telah selesai tugas. Operan ini harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara sinkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan perkembangan klien saat itu.Dari informasi yang diperoleh dapat diketahui bahwa kegiatan operan dilakukan setiap hari akan tetapi belum sesuai dengan standar prosedur operasional operan dan perawat mengatakan banyaknya waktu yang digunakan jika semua masalah keperawatan pasien harus diuraikan. Kurang komitmen untuk melaksanakan tugas-tugas manajerial hal ini terjadi karena kemampuan mengelola waktu yang masih belum efektif. Waktu adalah sumber daya yang tidak dapat disimpan, sehingga harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Teknik yang dapat digunakan oleh Kepala Ruang dalam mengelola waktu antara lain : komitmen pribadi untuk perbaikan, memutuskan apa yang tidak perlu dilakukan, belajar mengatakan tidak, mencatat bagaimana waktu digunakan, merencanakan penggunaan waktu, mengenali waktu utama diri sendiri, membuat program blok waktu, mengatur ruang kerja, membuat memo, menghambat gangguan, mengatur petermuan, membuat agenda, mengatur orang dan menghindari penyita waktu.Hal ini menujukkan bahwa fungsi pengarahan Kepala Ruang belum optimal. Fungsi pengarahan selalu berkaitan dengan perencanaan, yang berarti bahwa Kepala Ruang harus dapat mengarahkan perawat dan staf untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan tujuan pelayanan, yang dapat dilakukan dengan saling memberi motivasi, membantu penyelesaian masalah, melakukan pendelegasian, melakukan komunikasi efektif, kolaborasi dan koordinasi.Selain kegiatan operan/ serah terima pasien untuk melakukan manajemen mutu, kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah menilai keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Apabila fungsi ini tidak dilakukan maka siklus perbaikan mutu tidak akan terjadi, karena tidak ada proses umpan balik dari manajer tingkat tinggi. Jika kegiatan evaluasi ini dilakukan dengan baik maka akan mempunyai manfaat yang besar bagi Kepala Ruang, yaitu menghilangkan kekhawatiran tentang kinerja dan jaminan pekerjaan mereka, membantu para Kepala Ruang untuk berprestasi dan memperbaiki kinerjanya dan dapat memberikan dokumentasi yang sistematis bila terjadi pemecatan (Nursalam, 2009).Adapun bagian-bagian dari sistem pengarahan seperti motivasi, pendelegasian dan supervisi tidak terdapat masalah. Peningkatan motivasi dilakukan oleh rumah sakit baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya Diklat secara rutin mengadakan pelatihan dan pembinaan. Persepsi Perawat Pelaksana mengenai motivasi yang ia dapatkan dari pimpinan dengan katagori baik (82%) dalam memberikan motivasi. Faktor penyebab kepuasan (faktor yang memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan dan tanggung jawab, dan kemajuan berkaitan dengan isi pekaryaan dan imbalan prestasi kerja. Sistem pendelegasian telah dilakukan secara optimal oleh Karu meskipun degan cara lisan, hasil Kuesioner menunjukkan Persepsi Perawat Pelaksana tentang pendelegasian tugas menunjukkan kategori cukup baik (75%). Untuk lebih meningkatkan sistem pendelegasian diperlukan keseimbangan antara tanggung jawab, kemampuan dan wewenang. Supervisi dilakukan oleh staf keperawatan supervisior, kepala ruangan, dan ketua tim, perawat pelaksana mengatakan (80%) sudah dilakukan supervisi. Supaya hasil pengawasan lebih optimal maka sebaiknya disediakan instrumen pengawasan, tindak lanjut dapat berupa penghargaan, penambahan pengetahuan atau keterampilan, promosi untuk tahap kemampuan lanjutan. D. Fungsi pengendalianHasil pengkajian manajemen keperawatan pada fungsi Pengendalian di Ruang Anggrek Kelas I belum berjalan optimal. Bagian dari fungsi pengendalian yaitu program pengendalian mutu, pelaksanaan SPO dan SAK, serta pendokumentasian asuhan keperawaan.Berdasarkan hasil wawancara menurut keterangan Kabid Keperawatan penerapan SPO masih menggunakan SPO yang lama namun ada yang mau diperbaharui, saat observasi di ruang Anggrek Kelas I SPO yang tersedia tidak lengkap tidak mencakup semua tindakan keperawatan. Hasil identifikasi masalah (fish bone) terkait pada Metode yaitu planning pembaharuan baru disusun dan belum diimplementasikan dan Material yaitu belum tersedianya format tertulis SPO yang lengkap. Padahal setiap tindakan harus berdasarkan standar yang telah ditetapkan sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan, mengetahui dengan mudah hambatan-hamabatan dan dapat mengarahkan petugas untuk disiplin.

Menurut Tjipto Atmoko (2013), Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai denga fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.Berdasarkan hasil pengkajian Menurut keterangan KABID Keperawatan penerapan SAK masih menggunakan SAK yang lama namun ada yang mau diperbaharui, saat observasi di ruang Anggrek Kelas I SAK belum tersedia meskipun dalam bentuk format lama, Hasil identifikasi masalah (fish bone) terkait pada Metode yaitu planning pembaharuan baru disusun dan belum diimplementasikan dan Material yaitu belum tersedianya format SAK diruangan. Tersedianya SAK dapat memberikan landasan untuk mengantisipasi suatu hasil yang tidak memenuhi standar asuhan keperawatan atas kelalaian petugas keperawatan.

Standar Asuhan Keperawatan (SAK) telah ditetapkan oleh PPNI (Nursalam, 2002), yang mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Standar Asuhan Keperawatan (SAK) dapat digunakan sebagai target atau ukuran untuk menilai penampilan. Jika standar dipakai sebagai target maka standar merupakan rencana yang akan dicapai. Standar memberikan arah dan panduan langsung pada perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Jika standar dipakai sebagai ukuran maka standar merupakan alat kontrol terhadap penampilan kerja yang ada (Depkes RI, 2005).Adapun kegiatan yang dilakukan dalam mengatasi masalah belum optimalnya pelaksanaan SPO dan SAK di ruangan yaitu dengan pembuatan SPO tindakan keperawatan dan SAK penyakit, adapun SAK penyakit yang dibuat yaitu penyakit sistem neurologi yang berdasarkan diagnosa NANDA dan intervensi NIC-NOC. Adapun faktor penghambat penerapan SPO dan SAK yang telah disusun yaitu masih perlu pertimbangan dan persetujuan dari Kabid Keperawatan serta SAK yang dibuat berdasarkan penyakit neurologi di ruangan tidak semua berdasarkan diagnosa pasien yang pernah dirawat di ruangan sehingga ada SAK sebagian yang belum bisa diterapkan. Sedangkan faktor pendukung yaitu tersedianya format SPO dan SAK yang lama yang selanjutnya akan diperbaharui dan dilengkapi berdasarkan format yang ada.Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2010). Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sumber daya lebih efisien dan staf dapat lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004). Berdasarkan hasil wawancara, menurut Kabid didapatkan informasi bahwa pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai dengan format yang ada yang sudah disepakati bersama antara kepala ruang dan komite keperawatan, tetapi audit secara rutin belum dilakukan, sehingga sampai sekarang belum diketahui tingkat kepatuhan perawat dalam mengisi dokumentasi keperawatan. Pada observasi tersedia lembar penulisan standar asuhan keperawatan. Dalam dokumentasi masih terdapat ketidaksinambungan antara masalah dan tindakan keperawatan: pada pengkajian masih banyak yang tidak diisi lengkap dan diisi dengan benar, diagnosa keperawatan belum mencerminkan kondisi pasien yang seutuhnya, diagnosa dibuat hanya masalah biologis. Tujuan perencanaan sebagian besar ditulis tidak ada kriteria evaluasi, perencanaan tentang pendidikan kesehatan dan keterlibatan keluarga tidak ada. Implementasi untuk observasi hanya sebagian yang tidak mendokumentasikan tetapi untuk tindakan terapi keperawatan dan pendidikan kesehatan yang disertai respon klien setelah tindakan tidak terdokumentasi, perawat hanya mendokumentasikan tindakan kolaboratif dan invasif. evaluasi sudah dibuat setiap hari tetapi evaluasi yang dibuat hanya satu masalah sehingga tidak ada masalah yang teratasi kecuali pasien sudah bisa pulang. Sedangkan pengkajian melalui Kuesioner hasil presentase penilaian dokumentasi asuhan keperawatan sebesar 54% yang berarti kurang optimal. Hasil identifikasi masalah (fish bone) terkait pada Man yaitu kurangnya motivasi untuk mengisi dokumentasi asuhan keperawatan dan kurangnya pengetahuan untuk mengisi dokumentasi asuhan keperawatan, Metode yaitu Cara mengisi dokumentasikan belum sepenuhnya mencerminkan kebutuhan pasien dan Belum pernah dilakukan audit dokumentasi keperawatan secara rutin, sedangkan Material yaitu Format dokumentasi asuhan keperawatan belum lengkap. Alternatif penyelesaian masalah terkait kurang optimalnya pendokumentasian asuhan keperawatan adalah dengan membuat format dokumentasi asuhan keperawatan yang efektif dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya dan tenaga, adapun kegiatan ini belum terealisasi disebabkan faktor penghambat seperti belum diperoleh contoh format tersebut karena harus didasarkan dengan sumber yang jelas dan sudah diuji outputnya diberbagai Rumah Sakit besar.Menurut Kozier (2004), dokumentasi keperawatan adalah laporan baik komunikasi secara lisan, tertulis maupun melalui komputer untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Merupakan informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat.Dokumentasi sangat penting sebagai upaya untuk melindungi pasen terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasen. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasen terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hokum (Nursalam, 2009).

Adapun bagian-bagian dari sistem pengendalian yaitu program pengendalian mutu tidak terdapat masalah. Menurut Kabid sudah ada tim pengendalian mutu, pelaksanaan gugus kendali mutu sudah optimal. Observasi diperoleh ada sistem pelaporan dan pencatatan kegiatan pengendali mutu. Persepsi Perawat Pelaksana dan kepala ruang menunjukkan katagori cukup baik terhadap program pengendalian mutu Rumah Sakit (79%). Adapun faktor yang dominan yang mempengaruhi mutu adalah sumber daya manusia. Untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang efisien dan efektif, dibutuhkan kesesuaian tenaga keperawatan yang mencakup jumlah, jenis dan kualifikasi dengan kebutuhan pelayanan yang diperlukan .90