BAB IV.doc Tugas Kita

download BAB IV.doc Tugas Kita

of 26

Transcript of BAB IV.doc Tugas Kita

BAB I PENDAHULANA. LATAR BELAKANG Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi antar individual melalui sistem simbol, tanda atau tingkah laku yang umum. Dengan kata lain, dapat dikataan bahwa tidak ada suatu kelompok sosial tanpa adanya komunikasi. Seseorang tidak dapat berkomunikasi dengan anggota kelompok sosial yang lain akan merasa asing dengan kelompok sosial tersebut (Chaer dan Agustina, 1995:22). Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat utama dalam suatu kelompok sosial. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan perasaan, pikiran, dan kemampuannya kepada orang lain. Dengan bahasa pula seseorang dapat menunjukan peranan dan keberadaan dalam lingkungannya. Karena kedudukan bahasa dapat dijumpai dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Komunikasi adalah penyampaian keinginan untuk terjadinya situasi. Chaedar (1993:25). Selain itu komunikasi merupakan proses dimana seorang menyampaikan rangsangan-rangsanga (biasanya lambing-lambang dalam bentuk kata) untuk merubah tingkah laku orang lain. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan berita atau pesan antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud, baik itu ditujukan keapada orang lain maupun kepada diri sendiri, dengan begitu ia sudah melakukan komunikasi. Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, melainkan juga sebagai alat pemersatu sosial. Tidak mungkin jika dalam suatu masyarakat para anggotanya bisa berinteraksi lingual tanpa menggunakan bahasa. Sehingga bahasa dan masyarakat merupakan dua hal yang saling berkaitan dan keduanya berhubungan erat. Bahasa sangat berperan untuk mengekspresi apa yang ada dalam pikiran manusia dalam usahanya berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam konteks sosial eksistensi bahasa tidak dapat diabaikan begitu saja. Karena bahasa, manusia dapat mengungkapkan

aspek-aspek sosial yang dijumpai ketika berinteraksi sosial dan interaksi sosial akan hidup berkat adanya aktivitas bicara pada manusi atau anggota pemakai bahasa (Pateda, 1992:11). Sejalan dengan pendapat tersebut, (Suwito, 1993:23) juga menyatakan bahwa pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang ada di dalam bahasa tersebut (faktor linguistik), melainkan juga faktor-faktor di luar bahasa, antara lain faktor sosial dan situasional. Ilmu yang mempelajari masalahmasalah kebahasaan dalam hubungannya dengan masalah sosial budaya disebut sosiolinguistik. (Suwito, 1993:1). Penaruh faktor non linguistic tersebut selalu ada dalam setiap komunikasi di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dalam setiap.disebabkan oleh adanya perbedaan situasi ini, menurut (Pateda, 1992:70) menyatakan bahwa bahasa terbagi atas bahasa dalam situasi resmi dan bahasa yang tidak dalam situasi resmi. Timbulnyha variasi-variasi bahasa dikarenakan adanya fakytor-faktor sosial dan situasionel yang mempengaruhi pemakaian bahasa. Sejalan dengan pernyataan diatas, (Suwito, 1985: 3) juga menyatakan bahwa adanya berbagai variasi bahasa menunjukkan bahwa bahasa atau lebih tepatnya pemakaian bahasa itu bersifat aneka ragam (heterogen). Keanekaragaman bahasa nampak dalam pemakaiannya baik secara individu maupun kelompok. Secara individu peristiwa itu dapat kita amati pemakaian bahasa orang seorangg. Setiap orang berbeda cara pemakaian bahasanya. Perbedaan itu dapat kita lihat dari segi lagu atau intonasinya, pilihan kata-katanya, susunan kalimatnya, cara mangamukakan idenya dan sebagainya. Berhubungan dengan adanya perbedaan variasi bahasa tersebut dalam penggunaanya sebagai alat komunikasi, maka wajarlah apabila para pemakai bahasa tidak selalu menggunakan satu variasi bahasa saja dalam kehidupan seharihari. Sering kita sadari bahwa pemakai bahasa mengubah gaya bahasa yang dipakai bila berada dalam situasi tertentu. Jumlah variasi bahasa seseorang ditentukan oleh situasi-situasi dan peranannya sebagai angggota masyarakat.

Bahasa Jawa yang hidup selama ini tampil dengan tugas ganda terdapat pembeda karena luasnya wilayah pemakaian bahasa (Sudaryanto, 1991:3). Beragamnya susunan masyarakat Jawa dalam pilihan bahasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, (1) latar (waktu), tempat, dam situasi, (2) partisipan dalam interaksi, (3) topik percakapan, dan (4) fungsi interaksi. Tingkat pendidikan masyarakat juga dapat mempengaruhi penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari. Masyarakat yang tingkat pendidikannya tinggi akan menggunakan bahasa yang lebih baik, daripada yang tingkat pendidikannya rendah. Pada tingkat usia, yang tua menggunakan bahasa yang lebih halus daripada yang lebih muda. Tingkat sosial sekeluarga yang berbedabeda dalam penggunaan bahasa juga menunjukkan perbedaan pula. Dalam keragaman atau variasi tidak terlepas dari berbagai hal yang mempengaruhi antara lain tempat atau setting. Antara tempat yang satu dengan tempat yang lain terjadi bermacan-macam komunikasi yang berbeda. Di pasar misalnya yang sangat kompleks dan beragam bahasanya nampak adanya keragaman bahasa penjual dan pembeli. Pasar yang berisi personal yang beragam itu sangat memungkinkan terjadinya ragam bahasa. Masyarakat yang terdiri dari tingkatan sosial yang berbeda maka dalam komunikasi akan menunjukkan ciri khas sendiri-sendiri. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam pasar banyak menggunakan peristiwa kebahasaa seperti kedwibahasaan, alih kode, campur kode yang digunakan sebagai alat untuk mempromosikan dan menawarkan barang, maupun alat komunikasi antara penjual dan pembeli sehingga terjadi proses jual beli. Dengan dilandasi alasan di atas kami bermaksud mengadakan penelitian tentang variasi bahasa yang digunakan masyarakat pedagang dalam ranah pasar. Adapun pasar yang dijadikan objek penelitian adalah Pasar Krempyeng Kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang.

B. RUMUSAN MASALAH Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat pedagang dalam ranah Pasar Krempyeng Kel. Sekaran, Kec. Gunungpati, Kota Semarang? 2. Apakah faktor yang mempengaruhi pemakaian variasi bahasa tersebut? 3. Bagaimana karakteristik bahasa masyarakat pedagang dalam ranah Pasar Krempyeng Kel. Sekaran, Kec. Gunungpati, Kota Semarang? C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi variasi atau pilihan bahasa yang digunakan oleh masyarakat pedagang dalam ranah Pasar Krempyeng Kel. Sekaran, Kec. Gunungpati, Kota Semarang. 2. Memaparkan faktor yang mempengaruhi pemakaian variasi atau pilihan bahasa tersebut. 3. Mengidentifikasi karakteristik bahasa masyarakat pedagang dalam ranah Pasar Krempyeng Kel. Sekaran, Kec. Gunungpati, Kota Semarang. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian yang kami lakukan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi pelaksanaan tugas akhir semester mata kuliah sosiolinguistik. Namun lebih dari itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siapa saja tidak hanya bagi peneliti, melainkan juga bermanfaat bagi orang lain yang mempelajarinya sebagai bahan pembelajaran khususnya kajian sosiolinguistik.

Manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat praktis dan manfat teoritis: 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat berguna bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan bagaimana cara penggunaan bahasa dan memberikan pedoman dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa bila berbicara dengan orang-orang tertentu, dan juga mengembangkan ilmu pengetahuan tentang penggunaan variasi bahasa masyarakat pedagang dalam ranah pasar ditinjau dari segi sosiolinguistik. 2. Manfaat Teoretis Dalam bidang bahasa hasil penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga khalayak umum sebagai pengetahuan bahasa dan berbahasa terhadap masyarakat tutur, dan terhadap semua ranah khususnya pada ranah pasar. Melalui pengetahuan tentang pilihan bahasa dipengaruhi masyarakat tuturnya. penjual yang

BAB II LANDASAN TEORIA. BAHASA DAN PEMAKAIAN Bahasa dapat disebut sebagai intisari fenomena sosial, bahkan merupakan media atau merupakan medium yang sangat penting bagi semua kegiatan manusia. Dalam banyak hal, bahasa adalah alat komunikasi yang paling produktif dan canggih. Tanpa bahasa tidak akan mungkin terbentuk masyarakat dan tidak akan ada kegiatan dalam masyarakat selain dari kegiatan yang didorong oleh nalurinya saja. Bahasa merupakan satu pranata sosial yang setiap orang harus menguasainya agar dapat berfungsi di dalam daerah yang bersifat kelembagaan dari kehidupan sosial. Bahasa dan pemakai bahasa merupakan dua bidang yang terpadu satu sama lain. Bahasa tidak dapat dipahami tanpa pemakai bahasa, begitu juga sebaliknya tidak ada pemakai bahasa tanpa bahasa. Jadi bahasa dan pemakai bahasa sangat erat hubungannya dalam komunikasi. Hal diatas merupakan pembedaan dari bahasa dan pemakai bahasa (Ekowardono, 1988:43). Didalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Oleh karena itu, bahasa dan pemakain bahasanya tidak diamati secara individual. Akan tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya didalam masyarakat bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual tetapi juga merupakan gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa dalam pemakaian tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistis tetapi juga oleh faktor-faktor nonlinguistik. Faktor-faktor nonlinguistic yang berpengaruh terhadap pemakaian bahasa antara lain adalah faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa misalnya setatus sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin sedangkan faktor situasional yang berpengaruh yaitu siapa, kapan, dimana, dan mengenai apa (Suwito, 1983:3).

2. VARIASI BAHASA Variasi bahasa adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakaian bahasa. Variasi itu timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dan konteks sosialnya (Suwito, 1993:104). Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa timbulnya keanekaragaman pemakaian bahasa diakibatkan oleh adanya kecenderungan kearah ketidaktentuan bahasa sebagai sistem. Setiap penutur seakan-akan dapat menciptakan sistem bahasa menurut kemauannya. Oleh karena itu, untuk menjaga terpeliharanya bahasa sebagai sistem yang utuh dan mantap, maka perlu menetapkan salah satu variasi yang terdapat dalam bahasa itu sendiri ragam bakunya. Dengan ragam baku dimungkinkan komunikasi dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien. Faktor-faktor penyebab timbulnya variasi selain disebabkan oleh faktor kebahasaan juga disebabkan oleh faktor diluar kebahasaan (nonlinguistis). Faktor nonlinguistik bisa berupa faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial dapat berupa setatus sosial, tingkat pendidikan, umur, tingkat ekonomi, jenis kelamin dan sebagainya. Sedangkan factor situiasional menjelaskan siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, masalah apa, kapan, dan dimana (Suwito, 1983:3). Faktor situasional dapat berupa nada suasana misalnya: santai, resmi, dan sebagainya. Hal yang paling penting dalam berbahasa adalah komunikasi dapat diterima dengan baik apa maksudnya. Namun demikian dalam berbahasa, orang harus menyesuaikan bahasa sesuai dengan fungsi dan situasinya dengan memperhatikan faktor linguistic dan faktor nonlinguistic. Berikut ini variasi-variasi bahasa dimulai dari dialek dilanjutkan dengan ragam. a. Dialek Menurut (Soepomo, 1979:23) dialek adalah variasi bahasa yang memiliki bentuk dan penggunaan yang khas karena variasi bahasa penuturnya yang khas puladapat pula dilihat dari berbagai sisi, antara lain: berdasar penutur yang berbeda umur, jenis kelamin, kelas sosial, dan sebagainya. Jenis dialek dibeakan

menjadi tiga macam, yaitu dialek geografis, dialek sosial, dan dialek usia. Dialek geografis Dialek geografis adalah dialek yang dilihat berdasarkan asal daerah penuturnya dengan daerah penutur yang lain. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur yang lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Dialek sosial Dialek sosial adalah dialek (variasi bahasa) yang ditandai oleh perbedaan latar belakang tingkat sosial penuturnya. Jadi perbedaan tingkat sosial penutur menimbulkan perbedaan variasi bahasa yang dipergunakan. Dialek sosial disebut juga dialek vertikal, karena varian itu disebabkan oleh perbedaan kelas sosial, yaitu kelas tinggi, menengah, dan rendah. Perbedaan tingkat sosial ini disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam masyarakat Indonesia, faktor penentu tingkat sosial itu diantaranya adalah kebangsawanan, kepangkatan, dan kekayaan (Suprapti, 1989:19). Dialek usia Dialek usia adalah varian bahasa yang ditandai oleh latar belakang umur penuturnya. Dengan demikian dapat dibedakan menjadi tiga macam dialek usia, yaitu dialek anak, dialek (kaum) muda, dialek (kaum) tua. Sebagai ciri penanda dialek usia yang paling menonjol adalah pemilihan kata-kata. Kata-kata yang terpilih tentu saja yang mengandung masalah-masalah yang menarik minat usia tertentu. Selain itu dapat dilihat juga dari struktur kalimat-kalimatnya (Suprapti, 1989:20).

b. Ragam

Ragam adalah variasi bahasa yang perbedaan-perbedaannya ditentukan oleh adanya situasi yang berbeda (Soepomo, 1979:6). Selanjutnya Soepomo mengatakan bahwa ragam bahasa terbagi kedalam tiga buah ragam, yaitu ragam suasana, ragam komunikasi, dan register. Ragam suasana Ragam-ragam suasana saling berbeda karena adanya suasana yang berbedabeda pula. Ragam suasana dibedakan menjadi dua macam, yaitu ragam resmi dan ragam santai (Suwito, 1993:104-105). Ragam resmi pemakaiannya dalam suasana yang formal dan bahasa yang dipakai biasanya penuh dan runtut, sesuai dengan tuntutan-tuntutan kaidah tata bahasa. Ragam santai dipakai dalam suasana santai (informal) biasanya mempunyai kelainan-kelainan tertentu jika dibandingkan dengan bahasa yang dipakai dalam suasana resmi (formal). Ragam bahasa santai biasanya tidak terdapat dalam tulisan-tulisan, karenanya banyaklah orang menamakan ragam ini sebagai ragam lisan. Ragam komunikasi Ragam komunikasi yang satu berbeda dengan ragam komunikasi yang lain karena intim dan tidaknya relasi si penutur dengan lawan bicara berbeda-beda, yang termasuk dalam ragam komunikasi, meliputi ragam lengkap dan ragam ringkas. (Soepomo, 1979:13-14). Ragam lengkap bila kalimat-kalimatnya lengkap, sesuai dengan tuntutantuntutan kaidah-kaidah sintaksis yang ada. Ungkapan-ungkapan dinyatakan jelas. Perpindahan dari kalimat yang satu ke kalimat yang lain terasa runtut dan logis. Ragam ringkas digunakan daalm suasana nonformal, peserta tutur sering menggunakan kalimat-kalimat pendek, kata-kata dan ungkapan-ungkapan biasa yang maknanya hanya dimengerti oleh para peserta percakapan itu. Register

Tuturan seseorang akan berfariasi tergatung dari penggunaannya. Penjual obat di tengah pasar akan lain dengan tukang lelang. Macam tuturan penjual obat ataupun tukang lelang itu lain pula dengan tuturan orang yang sedang tawarmenawar, bertengkar, berdebat, bersendagurau, dan sebagainya. 3. Kontak Bahasa Kontak bahasa adalah suatu peristiwa dimana dua bahasa atau lebih digunakan penutur secara bergantian oleh penutur yang sama (Suwito, 1993:39). Kontak bahasa sebagai pengaruh bahasa yang satu terhadap bahasa yang lain, baik secara langsung maupun secara tidak langsung menimbulkan perubahan bahasa. Kontak bahasa terjadi pada penutur secara individual, dan individu tersebut disebut dwibahasawan. a. Bilingualisme dan Diglosa Bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang penutur. Ada beberapa ahli yang berpendapat mengenai hal ini, salah satunya adalah Bloom yang menyebut dengan Native-control of Tablanguage (dalam Suwito, 1993:40) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh penutur. Halliday (Suwito, 1993:40) Ambilingualisme, Oksaar menyebutnya Equuilingualisme, Haugen menyebutnya dengan tahu dua bahasa (Knowledge of two languages) dalam (Suwito, 1993:41). Diglosia mirip dengan dwibahasa, sama-sama memakai dua bahasa atau lebih, tetapi masing-masing mempunyai peranan sendiri-sendiri dalam konteksnya. Diglosia di Indonesia misalnya antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah dipakai untuk percakapan sehari-hari oleh angggota masyarakat pemakainya. Bahasa Indonesia dipakai untuk seminar, pidato kenegaraan, dan acara lainnya Ferguso (dalam Nababan, 1993:28) memakai istilah diglosia untuk praktek atau pola berdwibahasa. b. Kode, Alih Kode, dan Campur Kode

Kode Pateda (1992:83) menyebutkan bahwa kode ialah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang ada. Alih kode Alih kode adalah peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain (Suwito, 19993:68). Peralihan kode itu biasa dalam berbagai varian, ragam, gaya, atau register Appel (dalam Chaer dan Agustina, 1995:14) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Campur kode Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 1995:152) menyatakan bahwa kalau seseorang menggunakan satu kata atau frasa dalam satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. 4. Tingkat Tutur dalam Bahasa Jawa Tingkat tutur merupakan variasi bahasa yang perbedaan-perbedaannya ditentukan oleh anggapan penutur akan relasi yang dibicarakan. Relasi tersebut dapat bersifat akrab, sedang, jauh, menarik, mendatar (Soepomo dalam dwiharjo, 1992:363) Pembagian tingkat tutur dalam bahasa Jawa yang kita ketahui antara lain krama yang terdiri dari (1). Mudha Karma, (2). Kramantara, (3). Wredha Karma, (4). Krama Dasa. Kemudian ngoko yang terbagi menjadi (1). Ngoko Lugu, (2). Ngoko Andhap. Pada zaman sekarang sudah terjadi sebuah pergeseran dari tingkat tuturan diatas menjadi yang masa kini, yaitu ngoko, ngoko alus, krama inggil.

5. Ranah Pasar

Ranah adalah konteks-konteks sosial yang melembaga dalam penggunaan bahasa, yang lebih cocok menggunakan ragam atau bahasa lain. Ranah merupakan konstelasi anatara lokasi, topik, dan peristiwa (Fishman dalam Sumarsono, 1993:4). Parasher menyatakan bahwa ranah ada beberapa macam, yaitu ranah keluarga, kekerabatan, transaksi, pemerintahan, dan kerja (dalam Sumarsono, 1993:14). Pasar merupakan salah satu bagian dari ranah yang ada. 6. Kajian Sosiolinguistik Sosiolinguistik berasal dari kata sosio dan lingustik. Sosio seakar dengan kata sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat. Linguitik adalah ilmu yangt mempelajari dan membicarakan bahasa khususnya unsur-unsur bahasa dan antar unsur-unsur itu. Jadi sosiolinguistik adalah kajian interdisipliner yang menggeluti dan menyusun teori-teori tentang hubungan masyarakat dan bahasa.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN1. PENDEKATAN PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis. Pertama pendekatan teoretis, yaitu dengan pendekatan sosiolongustik merupakan pendekatan yang digunakan untuk meneliti kondisi objek yang diamati dilihat dari segi sosial masyarakat pemakai bahasa. Sosiolinguistik menelaah bahasa yang digunakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari ketika ia berbicara dengan teman, keluarga, orang-orang yang bekerja, dan siapa saja yang perlu diajak bicara. Selain itu juga menelaah hal-hal kecil yang dipergunakan seseorang berupa kata-kata maupunn isyarat yang menyatakan bahwa ia sedang mendengarkan dengan baik, setuju atau tidak setuju, bahkan termasuk menyadari posisinya ketika berbicara dengan mitranya bicaranya. Pendekatan ini digunakan karena data yang didapat berupa tuturan atau percakapan yang tidak mudah dikerjakan dengan prosedur perhitungan angka atau statistik. Dengan pendekatan ini, pengumpulan data dilakukan melalui kontak terus menerus dengan orang-orang di dalam konteks yang dialami dalam waktu yang lama (Azhar Umar, 1993:4). Pendekatan yang kedua dalam penelitian ini adalah pendekatan secara metodologis, yaitu menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif, sehingga data yang dianalisis dengan metode ini berbentuk deskripsi fenomena (Arikunto, 1999:245).

2. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah Pasar Krempyeng, Kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Lokasi ini dipilih karena masyarakatnya sudah multilingual serta bervariasi. Selain itu, letak pasar tersebut dekat dengan lingkungan kampus dimana bayak orang dari berbagi daerah yang berbeda berinteraksi di sana. Adapun penelitian ini tidak terlepas dari bahasa para penjual dan pembeli berdasarkan faktor sosial dalam masyarakat. 3. SUMBER DATA PENELITIAN Sumber data penelitian ini diambil dari sebuah pasar yang berada di Kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang dan diperoleh dari masyarakat tutur, yaitu penjual serta pembeli. Selain itu juga diperlukan sumber yang berupa data fisik, yaitu dokumen (perekaman), foto, dan tentunya buku-buku referensi yang relevan dengan masalah penelitian ini. . 4. DATA DAN KORPUS DATA Data penelitian ini berupa tuturan para penjual dan pembeli ketika sedang mengadakan transaksi jual belil. Tuturan-tuturan tersebut berupa kalimat-kalimat baik bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia. Korpus data penelitian ini berupa wacana percakapan penjual penjual dan pembeli. 5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA a. Teknik observasi atau pengamatan Teknik observasi atau pengamatan penelitian secara langsung dilakukan denagn cara mengamati kemudian mencatat data yang diperoleh. Hal-hal yang dicatat meliputi nama informan, usia penutur, dan butir-butir tentang bahasa yang dipilih oleh penutur di pasar. b. Teknik perekaman

Teknik observasi di atas perlu dilengkapi dengan teknik perekaman yang kemudian dilanjutkan dengan mencatat data yang diperoleh. Perekaman diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu proses kerja tuturan yang sedang berlangsung sebagai data natural dan terjamin aslinya. 6. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik pisah atau pilah, yaitu dengan memisahkan atau memilahkan data pilihan bahasa yang digunakan oleh pemakai bahasa, beserta sebab-sebab yang melatar belakangi pilihan bahasa tersebut (Sudaryanto, 1992:33-34). 7. TEKNIK PENYAJIAN HASIL DATA Langkah berikutnya yang ditempuh adalah penyajian hasil analisis data. Penyajian hasil analisis data ini berisi paparan tentang segala hal yang ditemukan di lapangan kemudian dipaparkan denagn metode formal karena disesuaikan dengan karakter data yang memerlukan adanya tanda-tanda atau lambanglambang. Selain penyajian data dengan menggunakan metode formal juga menggunakan metode informal karena disesuaikan dengan hasil analisis data yang berupa deskripsi atau paparan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASANPada bagian ini akan disajikan pembahasan dari hasil penelitian akan dibahas sesuai data yang diperoleh. Sesuai dengan hasiil penelitian dari rumusan masalah, pembahasan ini mempunyai urutan. Variasi bahasa yang digunakan oleh masyarakat pedagang dalam ranah pasar Krempyeng, kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, kota Semarang. Factor yang mempengaruhi pemakaian variasi bahasa dan karakteristik variasi pemakaian bahasa masyarakat pedagang dalam ranah pasar Krempyeng. Variasi Bahasa yang digunakan Oleh Masyarakat Pedagang dalam Ranah Pasar Krempyeng Kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Pasar merupakan salah satu tempat terjadinya interaksi sosial. Disanalah tempat antara penjual dengan pembeli berkomunikasi. Setiap penutur akan menggunakan bahasa sesuai dengan kemauannya. Oleh karena itu, untuk menjaga terpeliharanya bahasa sebagai system komunikasi yang utuh, maka perlua adanya variasi bahasa sebagai ragam bahasa baku. Dengan adanya ragam bahasa baku dimungkinkan adanya komunikasi lebih efektif dan efisien. Jual beli di pasar Krempyeng biasanya menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa dengan segala macam variasi-variasinya dalam proses komunikasi. Namun yang sering dipekai ialah bahasa Jawa, hal ini dikarenakan bahasa Jawa merupakan bahasa keseharian yang paling sering dipakai dibandingkan bahasa Indeonesia. Bahasa Jawa yang dipakai biasanya ialah bahasa Jawa ngoko, karena bahasa Jawa ngoko merupakan bahasa yang akrab, santai atau non formal (Poedjasudarmo, 1997:41).

Berikut ini contoh pemakaian ragam ngoko yang umum dipakai dalam proses transaksi. Antara penjual dengan pembeli tidak ada jarak lagi karena

kedekatan, pelanggan atau karena sudah akrab. Contoh: (1). Pbl : Mas, gulane sekilo pira? Mas, gulanya satu kilo berapa Mas, gulanya satu kilo berapa? Pjl : Enem ewu. Enam ribu Enam ribu Pbl : Gak oleh kurang mas? Tidak boleh kurang mas? Tidak boleh kurang mas? Pjl : Mbake arep jupuk pira? Mbaknya mau ambil berapa? Mbaknya mau anmbil berapa? Pbl : Yen oleh kurang, aku jupuk limang kilo. Kalau boleh kurang, saya ambil lima kilo Kalau boleh kurang, saya ambil lima kilo? Pjl : ya wis mbak, aku kurangi rong atus perak, iki padha wae nyempilke. Ya sudah mbak, saya kurangi dua ratus rupiah, ini sama saja impas. Ya sudah mbak, saya kurangi dua ratus rupiah, ini sama saja impas? Pbl : tulung bungkuske limang kilo mas. Tolong bungkuskan lima kilo mas Tolong bungkuskan lima kilo Pjl : ya wis kene! Ya sudah sini! Ya sudah sini!

(2). Pbl : Mbak, iki sangalikur ewu. Mbak, ini dua puluh Sembilan ribu rupiah.

Mbak, ini dua puluh Sembilan ribu rupiah Pjl : Matur Nuwun mbake. Terima kasih mbaknya Terima kasih mbaknya Pbl : Padha-padha mas. Sama-sama Sama-sama Berikut ini contoh-contoh terjadinya alih kode dan campur kode yang terjadi selama proses transaksi antara penjual dan pembeli: A. Ngoko-Krama Alih kode dalam ngoko dengan karma ini seringkali terjadi. Hal ini terjadi jika pembelinya merupakan orang yang kaya atau berpendidikan atau mengerti bahasa Jawa. Alih kode ini dipakai untuk menawarkan harga. Contoh: Seorang mahasiswi berumur kurang lebih dua puluhan tahun. Jawa, hendak membeli gudangan. Penjualnya seorang ibu berumur lima puluhan tahun dan bersuku Jawa. (3). Pbl : Gudangane isih, bu? Gudangane masih ada, bu? Gudangannya masih ada, bu? Pjl : Isih mbak. Masih mbak Masih ada mbak Pbl : Gudangane sabungkus pira bu? Gudangannya satu bungkus berapa? Gudangane satu bungkus berapa? Pjl : Sewu limangatus. Seribu limaratus

Seribu limaratus Pbl : Gudangan kaliyan pecelipun kalih, mboten ngangge sambel terasi? Gudangan dan pecelnya dua. Jangan dikasih sambal terasi ya? Gudangan dan pecelnya dua. Jangan dikasih sambal terasi ya? Pjl : Iki wae, mbak? Ini saja, mbak? Ini saja, mbak? Pbl : Bu, menika mboten ngangge sambel? Bu yang ini tidak pakai sambal? Bu. Yang ini tidak pakai sambal? Pjl : Ya. Iki pecel sing bungkus kertas. Ya. Ini pecel yang bungkus kertas. Ya. Ini pecel yang bungkus kertas Pbl : Inggih bu, gudangane ingkang setunggal mboten ngangge sambel abrit. Ya bu, gudangannya yang satu tidak memakai sambal merah. Ya bu, gudangannya yang satu tidak memakai sambal merah. Pjl : Iki ya, mbak ya, pecele. Malih? Ini ya, mbak ya, pecelnya. Lagi? Ini ya, mbak ya, pecelnya. Lagi? Pbl : Sampun. Maeme sekawan gorengane sekawan. Sudah. Nasinya empat, gorengannya empat. Sudah. Nasinya empat, gorengannya empat. Pjl : Iki pecele ya mbak ya. Iki sing ora nganggo sambel. Ini pecelnya ya mbak ya. Ini yang tidak memakai sambel. Ini pecelnya ya mbak ya. Ini yang tidak memakai sambel.

Pbl : Pinten, bu? Berapa, bu?

Berapa, bu? Pjl : Wolung ewu Delapan ribu Delapan ribu B. Ngoko Bahasa Indonesia Alih kode antara ngoko dengan bahasa Indonesia biasanya dialami oleh para pendatang yang tidak menguasai bahasa karma dan baru bisa berbahasa Jawa sebatas ngoko saja. Kebanyakan pemakainya biasanya anak kos yang berasal dari luar daerah dan tidak menguasai bahasa krama secara baik. Oleh karena itulah mereka menggunakan bahasa campuran ngoko dan bahasa Indonesia dalam melakukan transaksi jual beli dengan pedagang. Alih kode ini fungsinya masih tetap sama yaitu untuk bertransaksi. (4). Pbl : Tumbas pukis Beli pukis Beli pukis Pjl : Pinten? Berapa? Berapa? Pbl : Lima ribu coklat, dua ribu sukade. Lima ribu coklat, dua ribu sukade. Lima ribu coklat, dua ribu sukade. Pjl : Ttunggu ya, sukadenya belum ada. Tunggu ya, sukadenya belum ada. Tunggu ya, sukadenya belum ada.

Pbl : Iya, gak papa. Yang coklatnya lima ribu. Iya, tidak apa-apa. Yang coklat lima ribu.

Iya, tidak apa-apa. Yang coklat lima ribu.

(5). Pbl : Pecel setunggal kalih nasi gudangan. Pecel satu sama nasi gudangan. Pecel satu sama nasi gudangan. Pjl : Mbake nasi gudangan? Pinten? Mbaknya nasi gudangan? Berapa? Mbaknya nasi gudangan? Berapa? Pbl : Kalih, terus sing gak pake nasi tiga. Dua, terus yang tidak pakai nasi tiga. Dua, terus yang tidak pakai nasi tiga. Pjl : Mbake, ngersake napa? Mbake nyuwun sewu mbake. Mbaknya, mau beli apa? Permisi mbak. Mbaknya, mau beli apa? Permisi mbak. Pbl : Mi tok satu, bu Mi saja saja satu, bu. Mi saja satu, bu. Pjl : he? Apa? Apa? Pbl : Mi tok pakai bumbu kacang. Gorengannya seribuan tiga. Mi saja pakai bumbu kacang. Gorengannya seribuan tiga. MI saja pakai bumbu kacang. Gorengannya seribuan tiga.

Pjl : Yen gerehnya tok, nasinya masih banyak. Pie lima ratusan tiga ya? Kalau ikan asinnya saja, nasinya masih banyak. Bagaimana lima ratusan

tiga ya?. Kalau ikan asinnya saja, nasinya masih banyak. Bagaimana lima ratusan tiga ya? Pbl : Ya udah lima ratusan, empat juga g pa-pa Ya sudah lima ratusan, empat juga tidak apa-apa. Ya sudah lima ratusan, empat juga tidak apa-apa. Pjl : Tiga aja ya? Tiga saja ya? Tiga saja ya? Pbl : Heeh, tiga Ya, tiga. Ya, tiga. Pjl : Ya, tiga aja Ya, tiga saja. Ya, tiga saja. Pbl : Bu, yang pakai nasi tiga Bu, yang pakai nasi tiga . Bu, yang pakai nasi tiga. Pjl : he eh Ya. Ya. Pbl : Yang g pakai nasi tiga. Yang tidak pakai nasi tiga. Yang tidak pakai nasi tiga. Pjl : Ya, berarti empat lima tambah dua lima. Ya, berarti empat lima tambah dua lima. Ya, berarti empat lima tambah dua lima.

Pbl : Terus gorengannya tiga Terus gorengannya tiga.

Terus gorengannya tiga. Pjl : Sembilan ribu Sembilan ribu. Sembilan ribu. Pbl : Gerehnya tiga Ikan asinnya tiga. Ikan asinnya tiga. Pjl : Sepuluh lima ratus Sepuluh lima ratus. Sepuluh lima ratus. Pbl : Mi nya satu Mie-nya satu. Mie-nya satu. Pjl : Sebelas lima, ya. ( sambil menyodorkan uang Rp 50.000 ) Sebelas lima, ya. Sebelas lima, ya. Pbl : Mbake punya uang seribu lima ratus? Mbaknya punya uang seribu lima ratus? Mbaknya punya uang seribu lima ratus? Pbl : Gak punya bu Tidak punya bu Tidak punya bu Pjl : Gak ada yo wis. Kembalinya tiga delapan lima ratus. Tidak ada ya sudah. Kembalinya tiga puluh delapan lima ratus Tidak ada ya sudah. Kembalinya tiga puluh delapan lima ratus Pbl : Makasih bu Terima kasih bu Terima kasih bu Pjl : Ya Ya

Ya Pbl : Gudangan, mbak. Gudangane empat, tiga pake sambel terasi yang satu gak pake. Gudangan, mbak. Gudangannya empat, tiga pakai sambal terasi, yang satu tidak pakai. Gudangan, mbak. Gudangannya empat, tiga pakai sambal terasi, yang satu tidak pakai Pjl : Yang tiga pake sambel terasi ? Yang tiga pakai sambal terasi? Yang tiga pakai sambal terasi? Pbl : Yang tiga pakai sambel terasi yang satu tidak. Yang satu gak usah apa? Yang tiga pakai sambel terasi yang satu tidak. Yang satu tidak usah apa? Yang tiga pakai sambel terasi yang satu tidak. Yang satu tidak usah apa? Pjl : Sambele ini thok ? Sambalnya ini saja? Sambalnya ini saja? Pb l: He eh. Ya Ya Pjl : Ini yang gak sambel terasi ya. Ini yang tidak pakai sambal terasi ya Ini yang tidak pakai sambal terasi ya Pbl : Ya. Ya Ya Pjl : Yang tiga campur ya? Yang tiga campur ya? Yang tiga campur ya? Pbl : Ya, yang tiga campur. Pecel bu gangsal.

Ya, yang yiga campur. Pecel bu, boleh. Ya, yang tiga campur. Pecel bu, boleh. Pjl : Mpun ? Sudah Sudah Pbl : Mpun, pinten mbak ? Sudah, berapa mbak? Sudah, berap mbak? Pjl : Pecel gangsal, gudangan sekawan. Pecel lima, gudangan empat. Pecel lima, gudangan empat Pbl : Ya. Sama gorengan sembilan Ya. Sama gorengan sembilan Ya. Sama gorengan sembilan Pjl : Delapan belas ribu mbak. Delapan belas ribu mbak Delapan belas ribu mbak

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar A. 1993. Sosiologi Bahasa. Bandung; Angkasa. Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 1995. Sosiolunguistik Suatu Pengantar. Jakarta:Rineka Cipta. Ekowardono. 1993. Kaidah Penggunaan Ragam Krama. Nababan, P.W.J. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Pateda, Mansur. 1992. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa. Soepomo, Poedjasoedarmo. 1975. Kode dan Alih Kode. Stansilin. Soepomo, Poedjasoedarmo. 1979. Kode Tutur Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisi Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sudaryanto, dkk. 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa., Yogyakarta: Duta Wacan University Press. Suprapti. 1989. Pengantar Sosiolinguistik. Semarang: IKIP Semarang Press. Suwito. 1993. Pengantar Awal Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset: Solo.