BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur...

10
33 BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu (Pirajno, 1992). Proses ini bisa berupa penggantian (replacement), pencucian (leaching), dan pengendapan mineral langsung (direct deposition) dari larutannya yang mengisi urat atau rongga. Proses hidrotermal merupakan suatu proses perubahan dalam batuan yang diakibatkan naiknya H 2 O panas ke permukaan, dan gas adalah salah satu medium pengubah batuan tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan yang terjadi pada batuan akibat naiknya fluida hidrotermal (Browne, 1991), yaitu: Temperatur Sifat kimia larutan hidrotermal Konsentrasi larutan hidrotermal Komposisi batuan samping Durasi aktivitas hidrotermal Permeabilitas. Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, dua faktor yang paling berpengaruh pada proses alterasi hidrotermal yaitu sifat kimia larutan hidrotermal tersebut dan temperatur yang berlaku pada kondisi tersebut (Corbett dan Leach, 1996). Browne (1991) juga menjabarkan bahwa mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelemparan akibat arus turbulen dari zona didih Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut sebagai himpunan mineral (Guilbert dan Park, 1986). Sehingga dengan munculnya mineral alterasi tertentu akan menunjukkan komposisi pH larutan dan temperatur fluida (Reyes, 1990 op. cit Corbett dan Leach, 1998).

Transcript of BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur...

Page 1: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

33

BAB IV

UBAHAN HIDROTERMAL

4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal

Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara

mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan

batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu (Pirajno, 1992). Proses ini bisa

berupa penggantian (replacement), pencucian (leaching), dan pengendapan mineral langsung

(direct deposition) dari larutannya yang mengisi urat atau rongga. Proses hidrotermal

merupakan suatu proses perubahan dalam batuan yang diakibatkan naiknya H2O panas ke

permukaan, dan gas adalah salah satu medium pengubah batuan tersebut. Terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi perubahan yang terjadi pada batuan akibat naiknya fluida

hidrotermal (Browne, 1991), yaitu:

• Temperatur

• Sifat kimia larutan hidrotermal

• Konsentrasi larutan hidrotermal

• Komposisi batuan samping

• Durasi aktivitas hidrotermal

• Permeabilitas.

Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, dua faktor yang paling berpengaruh pada proses

alterasi hidrotermal yaitu sifat kimia larutan hidrotermal tersebut dan temperatur yang berlaku

pada kondisi tersebut (Corbett dan Leach, 1996). Browne (1991) juga menjabarkan bahwa

mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal terjadi melalui empat

cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat;

penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada kondisi dan

lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelemparan akibat arus

turbulen dari zona didih

Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu

tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut sebagai himpunan mineral (Guilbert dan

Park, 1986). Sehingga dengan munculnya mineral alterasi tertentu akan menunjukkan

komposisi pH larutan dan temperatur fluida (Reyes, 1990 op. cit Corbett dan Leach, 1998).

Page 2: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

34

Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral alterasi

disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Berdasarkan hubungan antara

temperatur dan pH larutan, Corbett dan Leach (1998) telah membuat zona alterasi yang

ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Kumpulan mineral alterasi dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1998).

Beberapa mineral hidrotermal dapat dijadikan sebagai petunjuk temperatur. Mineral-

mineral tersebut merupakan mineral dasar yang terbentuk dari hasil alterasi batuan pada

kondisi asam – pH netral. Hal ini dijabarkan oleh Lawless dkk., (1998) seperti pada Tabel 4.1

berikut ini:

Page 3: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

35

Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998)

Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

sama, secara umum dapat menunjukkan tipe ubahan tertentu. Corbett dan Leach (1998)

membagi zona alterasi hidrotermal ke dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan dan

asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH

(Gambar 4.2), sebagai berikut:

• Zona alterasi argilik lanjut (advanced argillic), meliputi fasa mineral yang terbentuk

pada kondisi pH rendah (≤ 4) yaitu kelompok mineral silika dan alunit. Meyer dan

Hemley (1967), op.cit Corbett dan Leach (1998), menambahkan kelompok mineral

kaolin yang terbentuk pada fasa temperatur tinggi seperti diktit dan pirofilit.

• Zona Alterasi argilik, terdiri dari kumpulan mineral ubahan yang terbentuk pada

temperatur relatif rendah (<2200 – 2500C) dan pH larutan antara 4-5. Pada temperatur

rendah zona ubahan ini didominasi oleh kaolinit dan smektit.

• Zona alterasi filik, terbentuk pada kondisi pH mirip dengan ubahan argilik. Hanya

ubahan ini terbentuk pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik

dan dicirikan dengan kehadiran mineral serisit atau muskovit. Pada zona ini dapat juga

hadir mineral klorit dan kelompok mineral temperatur tinggi yaitu pirofilit dan

andalusit.

Page 4: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

36

• Zona alterasi propilitik, terbentuk pada temperatur (>2500-3000C) dan kondisi pH

mendekati netral, dicirikan oleh kehadiran mineral epidot dan juga klorit (Meyer dan

Hemley, 1967 op.cit Corbett dan Leach, 1998). Mineral K-felspar dan albit sekunder

dapat juga ditemukan dalam zona ubahan propilitik. Pada temperatur yang relatif

rendah (<2000-2500C) terbentuk zona ubahan yang dicirikan oleh ketidakhadiran

epidot. Zona ini dikenal sebagai zona subpropilitik.

• Zona Alterasi potasik, terbentuk pada temperatur tinggi dan kondisi netral, dicirikan

oleh adanya biotit sekunder dan/atau k-feldspar + magnetit ± aktinolit ± klinopiroksen.

Apabila batuan samping adalah sedimen karbonat, maka mineral yang akan terbentuk

pada kondisi temperatur yang sama dengan zona potasik, terdiri dari himpunan

mineral kalk-silikat seperti Ca-garnet, klinopiroksen dan tremolit.

Gambar 4.2 Zona Ubahan berdasarkan Model Lowell-Gilbert pada Endapan Porfiri Cu

4.2 Metode dan Pendekatan

Proses ubahan hidrotermal yang terjadi di daerah penelitian khususnya pada batuan

samping maupun batuan induk, secara megaskopis dicirikan dengan perubahan warna, tekstur

dan kekerasan. Untuk lebih mengetahui pengelompokkan atau himpunan mineral yang dibagi

menjadi beberapa zona ubahan, maka penulis dalam mengidentifikasi mineral ubahan pada

batuan melakukan analisis secara megaskopis dan mikroskopis yaitu analisis petrografi dan

analisis XRD. Berdasarkan metode di atas, diharapkan dapat memperjelas interpretasi

pengelompokkan mineral ubahan yang ada di daerah penelitian.

Page 5: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

37

4.2.1 Analisis Petrografi

Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui variasi mineral ubahan berdasarkan

sifat optiknya dan intensitas ubahan. Variasi jenis ubahan diperlukan untuk menentukan zona

ubahan yang dicirikan oleh keberadaan kumpulan mineral ubahan penciri zona ubahan.

Intensitas ubahan yang terjadi pada suatu batuan dapat diketahui melalui persentase

kandungan mineral ubahan yang hadir, semakin banyak mineral ubahan pada suatu batuan

maka semakin intensif proses ubahan terjadi begitu pula sebaliknya.

Analisis petrografi dilakukan terhadap 11 sayatan yang terdiri dari 5 conto tuf kristal,

3 conto diorit, 1 conto tonalit, 2 conto tonalit porfir.

Intensitas ubahan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkat ubahan berdasarkan

persentase kandungan mineralisasi ubahan baik yang terjadi pada masadasar maupun fenokris

tersebut (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Klasifikasi Intensitas Ubahan (Browne, 1989)

Intensitas Ubahan Kondisi Batuan

0,01 – 0,25

(lemah)

Masadasar / matriks atau fenokris / butiran

sebagian kecil (≤ 25 % luas permukaan) telah

terubah.

0,26 – 0,50

(sedang)

Masadasar / matriks dan fenokris / butiran

sebagian (26 – 50 % luas permukaan) telah

terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

0,51 – 0,75

(kuat)

Masadasar / matriks dan fenokris / butiran

hamper terubah seluruhnya (51 – 75 % luas

permukaan) tetapi tekstur asal dan bentuk

kristalnya masih dapat terlihat.

0,76 – 1,00

(sangat kuat)

Masadasar / matriks dan fenokris / butiran

sebagian besar atau seluruhnya ( > 75 % luas

permukaan) telah terubah sehingga mineral

asalnya sulit untuk ditentukan

Page 6: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

38

4.2.2 Analisis XRD

Analisis X – Ray Difraction yang dilakukan pada 2 conto batuan tuf kritasl bertujuan

untuk menganalisis kandungan mineral ubahan khususnya mineral lempung yang memiliki

ikatan CO2 dan OH- karena tidak dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisis

petrografi. Mineral lempung ini diidentifikasi melalui pengukuran nilai reflektan sinar infra

merah yang ditembakkan pada mineral tersebut, karena setiap mineral lempung memiliki

harga reflektan terhadap sinar infra merah yang berbeda-beda. Metoda ini memiliki

kelemahan dalam analisis yaitu adanya kesulitan dalam mengidentifikasi apakah mineral ini

hasil ubahan karena hasil pelapukan biasa atau akibat dari proses ubahan hidrotermal yang

terjadi. Setelah diketahui mineral lempung yang hadir, maka dapat dikelompokkan dalam

zona-zona ubahan hidrotermal. Hasil analisis XRD jenis mineral lempung yang teridentifikasi

adalah kaolinit dan ilit. Mineral lain yang teridentifikasi adalah mika. Dari kumpulan mineral

yang diidentiikasi dengan analisis XRD dapat dikaetahui bahwa terdapat zona alterasi argilik

di daerah penelitian.

4.3 Zona Ubahan Hidrotermal Daerah Batu Hijau

Pembagian zonasi ubahan hidrotermal di daerah penelitian dibuat berdasarkan data

pengamatan lapangan, analisis petrografi, dan analisis XRD.

Nama tiap zona ubahan mencirikian himpunan dan asosiasi mineral tertentu yang

selali muncul Karen stabil pada kondisi kimia dan fisika yang sama. Di daerah penelitian

ubahan hidrotermal dicirikan oleh mineral kalsit, klorit, epidot, serisit, biotit sekunder,

kaolinit dan ilit. Berdasarkan himpunan mineral tersebut maka daerah penelitian dapat

dikelompokan menjadi empat empat zona ubahan yaitu zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit,

zona kuarsa-serisit-klorit, zona klorit-epidot-kalsit dan zona kuarsa-kaolinit-ilit. Ubahan

hidrotermal di daerah penelitian memiliki tingkat intensitas ubahan sedang-kuat.

Kisaran temperatur zona ubahan pada daerah penelitian mengacu pada kisaran

temperatur yang disusun oleh Lawless (1998).

Page 7: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

4.3.1 Zona kuarsa-biotit-klorit

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, biotit, klorit, dan magnetit. Mineral

ubahan lain yang sering muncul adalah epidot dan kalsit. Zona ini umumnya hadir pada

batuan tonalit dan tonalit porfir. Kisaran temperatur asosiasi kuarsa

antara 300 - 360ºC (Tabel 4.3)

dengan tipe ubahan potasik dengan kisaran pH 7

Tabel 4.3 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa

4.3.2 Zona klorit-epidot-kalsit

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran klorit, epidot, dan kalsit sebagai mineral

penciri. Mineral ubahan lain

sedang – kuat. Zona ini umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Kisaran temperatur

asosiasi klorit-epidot-kalsit antara 290

disebandingkan dengan tipe ubahan propilitik dengan kisaran pH 5

1997).

Tabel 4.4 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona klorit

klorit-magnetit

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, biotit, klorit, dan magnetit. Mineral

ubahan lain yang sering muncul adalah epidot dan kalsit. Zona ini umumnya hadir pada

tonalit porfir. Kisaran temperatur asosiasi kuarsa-biotit

(Tabel 4.3). Zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit dapat disebandingkan

dengan tipe ubahan potasik dengan kisaran pH 7 – 8 (Corbett & Leach, 1997).

temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit adalah

(Lawless dkk., 1998)

kalsit

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran klorit, epidot, dan kalsit sebagai mineral

yang sering muncul adalah serisit. Intensitas ubahan zona ini

kuat. Zona ini umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Kisaran temperatur

kalsit antara 290 - 340ºC (Tabel 4.4). Zona klorit-epidot

ndingkan dengan tipe ubahan propilitik dengan kisaran pH 5 – 6 (Corbett & Leach,

Tabel 4.4 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona klorit-epidot-kalsit adalah 290

(Lawless dkk., 1998)

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, biotit, klorit, dan magnetit. Mineral

ubahan lain yang sering muncul adalah epidot dan kalsit. Zona ini umumnya hadir pada

biotit-klorit-magnetit

magnetit dapat disebandingkan

8 (Corbett & Leach, 1997).

adalah 300 - 360ºC

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran klorit, epidot, dan kalsit sebagai mineral

yang sering muncul adalah serisit. Intensitas ubahan zona ini

kuat. Zona ini umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Kisaran temperatur

epidot-kalsit dapat

6 (Corbett & Leach,

290 - 340ºC

Page 8: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

4.3.3 Zona kuarsa-serisit-klorit

Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, serisit, dan klorit. Mineral ubahan

lain yang sering muncul adalah epidot. Zona ini umumnya hadir pada tonalit, tuf kristal dan

diorit kuarsa. Kisaran temperatur asosiasi kuarsa

Zona kuarsa-serisit-klorit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan filik dengan kisaran pH 4

– 6 (Corbett & Leach, 1997).

Tabel 4.5 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa

4.3.4 Zona kuarsa-kaolinit-ilit

Kenampakan zona ini pada daerah penelitian sangat jelas terlihat yang dicirikan oelh

kandungan mineral lempung yang tinggi dan sedikit mengandung silika (kuarsa). Zona ini

umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Secar

memperlihatkan warna putih abu

secara mikroskopis memperlihatkan himpunan mineral ubahan yang terdirit dari lempung dan

kuarsa. Identifikasi mineral lempung dalam zona i

temperatur asosiasi kuarsa-kaolinit

ilit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan argilik dengan kisaran pH 4

Leach, 1997).

Tabel 4.6 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona

klorit

ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, serisit, dan klorit. Mineral ubahan

lain yang sering muncul adalah epidot. Zona ini umumnya hadir pada tonalit, tuf kristal dan

diorit kuarsa. Kisaran temperatur asosiasi kuarsa-serisit-klorit antara 280 - 320ºC

klorit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan filik dengan kisaran pH 4

Tabel 4.5 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa-serisit-klorit adalah 280

(Lawless dkk., 1998)

ilit

Kenampakan zona ini pada daerah penelitian sangat jelas terlihat yang dicirikan oelh

kandungan mineral lempung yang tinggi dan sedikit mengandung silika (kuarsa). Zona ini

umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Secara megaskopis batuan pada zona ini

memperlihatkan warna putih abu-abu kecoklatan, lunak, getas dan lengket. Pengamatan

secara mikroskopis memperlihatkan himpunan mineral ubahan yang terdirit dari lempung dan

kuarsa. Identifikasi mineral lempung dalam zona ini menggunakan analisis XRD. Kisaran

kaolinit-ilit antara 130 - 210ºC (Tabel 4.6). Zona kuarsa

ilit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan argilik dengan kisaran pH 4

eratur mineral ubahan pada zona kuarsa-kaolinit-ilit adalah

(Lawless dkk., 1998)

ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, serisit, dan klorit. Mineral ubahan

lain yang sering muncul adalah epidot. Zona ini umumnya hadir pada tonalit, tuf kristal dan

320ºC (Tabel 4.5).

klorit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan filik dengan kisaran pH 4

280 - 320ºC

Kenampakan zona ini pada daerah penelitian sangat jelas terlihat yang dicirikan oelh

kandungan mineral lempung yang tinggi dan sedikit mengandung silika (kuarsa). Zona ini

a megaskopis batuan pada zona ini

abu kecoklatan, lunak, getas dan lengket. Pengamatan

secara mikroskopis memperlihatkan himpunan mineral ubahan yang terdirit dari lempung dan

ni menggunakan analisis XRD. Kisaran

. Zona kuarsa-kaolinit-

ilit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan argilik dengan kisaran pH 4 – 6 (Corbett &

adalah 130 - 210ºC

Page 9: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

41

4.4 Tahapan Alterasi

Empat zona alterasi pada daerah penelitian yaitu zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit

(disebandingkan dengan zona potasik), zona kuarsa-serisit-klorit (disebandingkan dengan

zona filik), zona klorit-epidot-kalsit (disebandingkan dengan zona propilitik) dan zona kuarsa-

kaolinit-ilit (disebandingkan dengan zona argilik) menunjukkan adanya perubahan temperatur

dan pH dari larutan hidrotermal. Berdasarkan pengelompokan mineral alterasi hidrotermal

menurut Corbett dan Leach (1996) dapat diketahui perkiraan tahapan zona alterasi. Tahapan

zona alterasi pada daerah penelitian diawali dengan terbentuknya zona kuarsa-biotit-klorit-

magnetit yang terbentuk pada temperatur tinggi sekitar 300 - 360ºC, dan pada pH 7 – 8.

Tahapan ini kemudian diikuti oleh pembentukkan zona klorit-epidot-kalsit pada bagian luar

dari zona potasik, pada kisaran temperatur 290 - 340ºC dan pada pH 5 – 6, yang menandakan

adanya proses pendinginan sistem hidrotermal. Tahap selanjutnya yaitu pembentukkan zona

kuarsa-serisit-klorit yang terbentuk pada kisaran temperatur 280 - 320ºC dan pada pH 4 – 6.

Lalu, akibat semakin banyaknya influks fluida meteorik yang masuk ke dalam rekahan yang

terbentuk akibat aktivitas sesar, terbentuklah zona kuarsa-kaolinit-ilit yang mempunyai

kisaran temperatur 130 - 210ºC dan pH 4 – 6. Keempat zona alterasi ini menunjukkan adanya

perubahan secara mineralogi akibat perubahan temperatur dan pH lautan hidrotermal (Tabel

4.7). perubahan pH yang semakin asam kemungkinan disebabkan akibat fluida magmatis

yang semakin asam akibat munculnya intrusi baru. Kemungkinan keterdapatan Cu-Au yang

dominan adalah di zona filik dan potasik.

Page 10: BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL - · PDF file35 Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998) Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan

42

Tabel 4.7 Tahapan alterasi hidrotermal di daerah penelitian.

.