BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

34
39 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan PT. Malindo Intitama Raya adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur yang memproduksi furniture dengan berbahan baku biji plastik dan masterbacth. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT. Cahaya Buana Group (CBG) yang beralamatkan di Jalan Cahaya Raya Blok M Kawasan Industri, Sentul Bogor. Seiring berkembangnya usaha PT. Cahaya Buana Group perusahaan tersebut memasarkan usahanya lintas nasional dan akhirnya PT. Cahaya Buana Group membagi 3 wilayah untuk pemasarannya yaitu: A. Wilayah 1 : Provinsi Sumatera B. Wilayah 2 : Jabodetabek, Kalimantan C. Wilayah 3 : Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lombok, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Papua. Perusahaan sendiri memiliki komitmen bahwasannya standar mutu adalah hal yang paling utama dalam menghasilkan suatu produk barang maupun jasa dengan mengacu pada sistem manajemen mutu. Adapun jumlah karyawan yang telah dimiliki perusahaan adalah 318 karyawan yang terdiri dari 43 staff, 54 operator, 52 kayawan harian, 169 kayawan kontrak. Untuk jam kerja karyawan: a. Staff: Senin Jumaat (08.00 16.30) Sabtu (08.00 11.30) b. Operator: Shift 1: (06.00 14.00) Shift 2: (14.00 22.00) Shift 3: (22.00 06.00)

Transcript of BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

Page 1: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

39

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Tinjauan Perusahaan

PT. Malindo Intitama Raya adalah sebuah perusahaan yang bergerak di

bidang manufaktur yang memproduksi furniture dengan berbahan baku biji plastik

dan masterbacth. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT. Cahaya

Buana Group (CBG) yang beralamatkan di Jalan Cahaya Raya Blok M Kawasan

Industri, Sentul Bogor. Seiring berkembangnya usaha PT. Cahaya Buana Group

perusahaan tersebut memasarkan usahanya lintas nasional dan akhirnya PT. Cahaya

Buana Group membagi 3 wilayah untuk pemasarannya yaitu:

A. Wilayah 1 : Provinsi Sumatera

B. Wilayah 2 : Jabodetabek, Kalimantan

C. Wilayah 3 : Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Lombok, NTT, Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Papua.

Perusahaan sendiri memiliki komitmen bahwasannya standar mutu adalah hal yang

paling utama dalam menghasilkan suatu produk barang maupun jasa dengan

mengacu pada sistem manajemen mutu. Adapun jumlah karyawan yang telah

dimiliki perusahaan adalah 318 karyawan yang terdiri dari 43 staff, 54 operator, 52

kayawan harian, 169 kayawan kontrak. Untuk jam kerja karyawan:

a. Staff: Senin – Jumaat (08.00 – 16.30)

Sabtu (08.00 – 11.30)

b. Operator: Shift 1: (06.00 – 14.00)

Shift 2: (14.00 – 22.00)

Shift 3: (22.00 – 06.00)

Page 2: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

40

Berikut ini merupakan profil perusahaan.

Nama Perusahaan : PT. MALINDO INTITAMA RAYA

Jenis Badan Hukum : Perseroan Terbatas

Tahun Berdiri : 2000

Pendiri : Simarba Atong

Alamat Perusahaan : Jalan Yos Sudarso No 32 A, Bedali

Kabupaten Lawang – Malang.

Bidang Usaha : Industri Furniture

Produk Dihasilkan : NAPOLLY, BIGLAND, BIGPANEL

Standar Mutu : ISO 9001:2008 / ISO 9001:2015

Email : [email protected]

Gambar 4.1 Lemari Stockcase SRS-5 AK-1

Page 3: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

41

4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan

Visi PT. Malindo Intitama Raya adalah bertekad menjadi perusahaan

furniture yang mempunyai pasar dan memiliki citra positif serta kondusif bagi

semua pihak sehingga diakui sebagai asset nasional.

Misi PT. Malindo Intitama Raya adalah perusahaan furniture yang berkarya

unggul dalam aspek untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan, karyawan,

pemegang saham, negara dan masyarakat.

Page 4: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

42

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Perusahaan

FACTORY MANAGER(ADW)

ADMIN FM(BASKARA)

LEAD SPV F&A(VACANT)

LEAD SPV SPRING BED

(VACANT)

LEAD SPV MARKETING &

GUDANG EKSPEDISI(VACANT)

LEAD SPV PERSONALIA & GA

(VACANT)

LEAD SPV PRODUKSI INJECTION(VACANT)

LEAD SPV PEMBELIAN(VACANT)

SPV. PEMBELIAN(ADW)

SPV. TU(YUDI.S)

SPV. ACCSPV. S.BED(RURY K)

SPV. BUSA SPV. GUDANG

DISTRIBUSI

(SUPRIYANTO)

SPV. MARKETING

SPRING BED

(MAJID)

SPV.MARKETING

PLASTIK(ANDRY K.)

SPV. MARKETING

BUSA & UMUM

(DANANG)

SPV. MARKETING

PANEL(HADI S)

SPV. PERSONALIA

& GA(ADW)

SPV. PRODUKSI

MESIN INJECTION

(ADI R)

SPV. MAINTENANCE

INJECTION &

MOLIDNG(IWAN Z)

SPV. BAHAN BAKU &

ASSEMBLING

INJECTION(ADI R)

SPV. BAHAN BAKU &

PPIC(ARIF)

3 STAFF1. PEMBELIAN INJECTION2. PEMBELIAN UMUM3. PEMBELIAN EXTRUDER

6 STAFF1. KASIR2. ADMIN PENAGIHAN3. FAKTURIS4. CENTRAL STOCK5. GENERAL LEDGER6. ADMIN PERPAJAKAN7. ADMIN HUTANG DAGANG

3 STAFF1. STAFF SPRING BED2. STAFF BUSA3. PPIC UMUM (BUSA & SPRING BED)

OPERATOR (28 ORANG)

1. OPR. BUSA2. OPR. S. BED3. OPR. COILING4. OPR. QUILTING

10 STAFF1. SALES2. SALESMAN

4 STAFF1. Didik HP (GA)2. Ruud Ayu (Personalia)3. Ida Wahyu (Personalia)4. Rudi AG (Maintenance)

9 STAFF1. FOREMAN GRUP2. INSPEKTOR QC3. ADMIN

OPERATOR (15 ORANG

1. SATPAM (10)2. MAINTENACE (2)

3. DESIGNER (1)4. OB (3)

7 STAFF

4 STAFF1. FOREMAN BAHAN BAKU2. FOREMAN KOMPONEN3. FOREMAN ASSEMBLING4. ADMIN

1 STAFF1. ADMIN PPIC

OPERATOR 4 GRUP (68 ORANG)

OPERATOR MESIN

22 STAFF MAINTENANCE

1. OPR. PACKING NACASE2. OPR. SUB ASSY NACASE3. OPR. PACKING BCBC4. OPR. PACKING SFC

5 STAFF1. ADM GUDANG UMUM & PENGIRIMAN2. ADM SPRING BED3. ADM STOCK MANUAL4. ADM GUDANG PANEL & SERVICE RETUR5. ADM BUSA & CENTIAN

OPERATOR (36 ORANG)

1. HELPER2. DRIVER

STRUKTUR ORGANISASI

PT. MALINDO INTITAMA RAYA

Page 5: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

43

4.1.3 Proses Produksi

Persiapan Bahan Baku

Setting Mesin Mixing

Packaging

Assembly

Pengecekan Komponen

Mixing Bahan Baku

Setting Mesin Hoper

Penuangan Komponen Ke

Mesin Hoper

Setting Mesin Injection

Pelelehan & Pencetakan

Komponen

Proses Mixing

Proses Injection Molding

Proses Assembly

Gambar 4.3 Flow Chart Proses Produksi

Berikut merupakan penjelasan proses produksi:

1. Proses Mixing

Proses mixing merupakan tahapan awal dalam proses pembuatan

stockcase SRS-5 AK-1. Pada tahap ini bahan baku utamanya adalah biji

plastik (PolyPropylene) dan biji pewarna (Masterbacth) kemudian

Page 6: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

44

kedua bahan tersebut di mixing menggunakan mesin mixer kurang lebih

± 5 menit. Untuk bahan baku biji pewarna (Masterbacth) ini tidak di

produksi sendiri oleh PT. Malindo Intitama Raya, akan tetapi

perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lainnya yaitu PT. Bukit

Surya Mas dan PT. DIC Astra Chemicals. Setelah di mixing kedua

bahan baku tersebut outputnya diberi nama compound.

Gambar 4.4 Mesin Mixing

Page 7: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

45

Tabel 4.1 Komposisi Bahan Baku

KOMPOSISI BAHAN BAKU PRODUK STOCKCASE SRS-5 AK-1

PT. MALINDO INTITAMA RAYA

NO BAHAN BAKU KOMPOSISI JUMLAH %

1 CKMN - 01 (Coklat

Maroon)

PP Merah 35%

PP Biru 15%

PP Hijau 35%

MB Red 10%

MB Brown 5%

2 CKRS - 01 (Jati)

PP Merah 50%

PP Hijau 25%

MB Brown 20%

MB Yellow 5%

3 HT007 (Hitam)

PP Hitam 75%

PP Mountea 15%

MB Black 10%

(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)

2. Proses Injection Molding

Proses injection molding merupakan tahapan kedua dalam proses

produksi stockcase SRS-5 AK-1. Sesudah bahan baku biji plastik dan

pewarna di campur dan outputnya menjadi compound. Mesin injection

molding bertanggung jawab melakukan proses injection molding bahan

baku compound, bahan baku yang sudah menjadi compound akan

dimasukan dan di tampung ke dalam sebuah hopper setelah itu turun ke

dalam barrel secara otomatis compound tersebut di lelehkan oleh

pemanas yang terdapat di dinding barrel dan gesekan yang diakibatkan

oleh perputaran sekrup injeksi. Compound yang sudah meleleh dan

diinjeksi oleh sekrup injeksi melalui nozzle ke dalam cetakan yang

didinginkan oleh air. Untuk setiap kali melakukan injection suatu

komponen membutuhkan waktu injeksi ±3 detik. Produk yang sudah

mengeras dan dingin kemudian akan dikeluarkan dari cetakan oleh

pendorong dengan bantuan angina atau hidraulik yang ada di dalam

rumah cetakan dan kemudian akan diambil oleh operator. Pada saat

Page 8: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

46

pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses

pelelehan plastik sehingga ketika produk dikeluarkan dari cetakan dan

cetakan tersebut menutup kemudian palstik yang sudah leleh bias

langsung diinjeksi.

Gambar 4.5 Mesin Injection Molding

Penjelasan secara detail proses pada mesin injection molding:

a. Proses Menutup Cetakan (Close Mold)

Gambar 4.6 Proses Close Mold

Bahan baku yang telah dicampur dan menjadi sebuah

compound, kemudian compound akan dimasukkan ke dalam hopper

yang merupakan bagian dari mesin injection molding. Adapun

kapasitas hopper untuk tipe mesin besar 150kg, untuk mesin sedang

100kg dan untuk mesin kecil 50kg.

Page 9: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

47

Diawali dengan proses menutup cetakan. Mold terdiri dari 2

bagian besar yaitu sisi Core dan sisi Cavity. Sisi Cavity diikat pada

Stationery Platen mesin injeksi. sedangkan sisi Core diikat pada

Moving Platen mesin, bagian inilah yang bergerak membuka dan

menutup. Pada proses menutup terbagi menjadi 3 urutan proses,

yaitu :

1. Gerakan menutup pada kecepatan perlahan dengan tekanan

rendah. (Low Mold Close Velocity & Low Mold Close Pressure).

Sebelum cetakan menutup dengan rapat, maka cetakan harus

bergerak perlahan dengan tekanan yang rendah untuk

menghindari tumbukan. Hal inipun bertujuan untuk menjaga

kondisi cetakan dan juga kondisi mesin agar selalu dalam

performa yang baik dan dapat ber-produksi dengan lancar.

2. Gerakan menutup pada kecepatan tinggi dengan tekanan rendah.

(High Mold Close Velocity & Low Mold Close Pressure).

Memulai gerakan ini pada posisi yang tidak jauh dari posisi

“terbuka penuh”, dimana untuk gerakan lebih cepat sangat

memungkinkan. Hal ini bertujuan untuk menghemat waktu

proses secara keseluruhan.

3. Gerakan menghimpit Cetakan dengan Tekanan Tinggi (High

Mold Clamp). Posisi pada proses ini harus dibuat se-limit

mungkin pada posisi menutup rapat setelah gerakan sebelumnya.

Hal ini juga untuk menghindari tumbukan karena tekanan

hidrolik yang relatif tinggi untuk menghimpit cetakan. Tekanan

tinggi ini (Minimal 100 kg/cm²) dibutuhkan untuk menahan

proses injeksi atau apa yang disebut “Cavity Force During

Injection”.

Page 10: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

48

b. Injeksi Pengisian (Fill Injection)

Gambar 4.7 Proses Fill Injection

Unit injeksi yang terdiri dari Nozzle, Barrel, dan Screw dan

seterusnya. Bergerak mendekati Mold hingga Nozzle bersentuhan

dengan Mold, juga dengan tekanan tinggi (Hingga 100 kg/cm²).

Gambar di atas menunjukkan Nozzle sudah bersentuhan dengan

Mold. Bagian Mold yang bersentuhan langsung dengan Nozzle

disebut “Sprue Bush”. Kemudian mesin melakukan proses injeksi

pengisian, yaitu menyuntikkan plastik cair ke dalam Mold. Pada

proses ini melibatkan beberapa parameter yang bisa kita atur

sedemikian rupa mengikuti tingkat kesulitan produk yang akan kita

buat, yaitu :

1. Tekanan Pengisian (Fill Pressure). Besarnya Tekanan Pengisian

(Filling Pressure) yang diatur sekedar lebih tinggi dari Tekanan

Pengisian sesungguhnya, atau sekitar 30%. Tekanan ini untuk

menghadapi fluktuasi tekanan ketika Proses Pengisian

berlangsung dengan memperhatikan “Pressure Gauge” (alat

ukur tekanan Hidrolik) yang tersedia pada bagian unit injeksi,

atau yang ditunjukkan pada layar monitor bagi yang sudah

digital. Fluktuasi tekanan ini akibat adanya hambatan-hambatan

aliran plastik cair di saat mengalir atau memasuki ruang-ruang

di dalam Mold, dan Tekanan Pengisian tidak boleh dikalahkan

oleh hambatan ini.

2. Kecepatan Pengisian (Fill Velocity). Terdapat variasi tingkat

kecepatan yang bisa kita atur dan dibutuhkan untuk menghindari

adanya kondisi hasil produk yang tidak diinginkan. Posisi-posisi

Page 11: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

49

tingkat kecepatan ini pun bisa kita atur disesuaikan dengan posisi

aliran plastik ketika membentuk produk. Hasil produk dari

proses ini masih belum sempurna dengan menyisakan sedikit,

dan akan disempurnakan pada proses selanjutnya. Jaminan

terhadap kestabilan proses berkelanjutan berada di bagian ini,

sehingga juga menentukan kestabilan hasil produk yang dibuat.

c. Proses Holding

Gambar 4.8 Proses Holding

Penyempurnaan hasil produk berada pada bagian proses

Holding. Pada proses ini tidak lagi melibatkan kecepatan di dalam

setting parameternya, hanya besaran tekanan yang diatur beserta

waktu yang butuhkan untuk itu

d. Proses Pengisian Ulang dan Pendinginan (Charging & Cooling)

Gambar 4.9 Proses Charging & Cooling

Isi ulang (Charging) plastik cair siap disuntikkan pada siklus

selanjutnya, bersamaan waktunya perhitungan waktu

Pendinginan(Cooling) dimulai. Parameter yang direkomendasikan

adalah waktu pendinginan (Cooling Time) harus lebih lama dari

waktu isi Ulang (Charging Time). Bila waktu Charging yang lebih

lama, maka yang terjadi adalah tumpahan material plastik dari

nozzle ketika Mold Terbuka pada proses berikutnya. Proses

Page 12: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

50

Charging sendiri adalah berputarnya Screw dengan bantuan Motor

Hidrolik ke arah putaran yang telah ditentukan, sehingga compound

masuk ke dalam Barrel, digiling oleh Screw, dan sampai di depan

torpedo sudah dalam keadaan cair dan siap untuk disuntikkan ke

dalam Mold. Tentu saja dengan bantuan suhu Barrel yang dapat kita

atur sesuai spesifikasi jenis plastik yang digunakan, yaitu pada suhu

titik cair nya “Check Valve” yang terbuka, seperti pada gambar di

atas. Dengan kondisi adanya aliran dari belakang torpedo menuju

bagian depan torpedo, dan tertutup ketika ada usaha aliran plastic

cair dari depan ke belakang torpedo. Jadi alat ini berfungsi sebagai

katup satu arah.

e. Membuka cetakan (Mold Open)

Gambar 4.10 Proses Mold Open

3. Proses Assembly

Proses assembly merupakan tahapan terakhir dalam proses produksi

stockcase SRS-5 AK-1. Pada tahap sebelum assembly ada proses yang

dinamakan proses finishing jadi, stockcase yang sudah di cetak

menggunakan mesin injection molding kemudian akan diambil oleh

operator dan operator akan membersihkan sisa-sisa scrap yang

membuat sisi permukaan menjadi tajam, sisi tersebut akan dibersihkan

menggunakan pisau tajam secara manual pada proses pembersihan ini

akan dilakukan pemilihan komponen yang baik dan komponen yang

cacat setelah itu akan diambil beberapa sampel untuk dilakukan uji

kualitas komponen apakah sudah sesuai cetakan dan dicek apakah antar

komponen bisa dirakit satu sama lain. Kemudian setelah itu masuk ke

tahap assembly yang merupakan proses perakitan/pengemasan sebuah

Page 13: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

51

produk dan akan dimasukan ke dalam dus yang terdiri dari komponen,

label dus dan form perakitan yang dikerjakan secara manual oleh

operator.

Gambar 4.11 Proses Assembly

4.2 Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara

terhadap staff yang terkait dan melakukan pegamatan langsung di perusahaan.

Adapun tujuan dari pengumpulan data ini adalah agar memudahkan dalam mencari

faktor penyebab terjadinya suatu kecacatan.

Page 14: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

52

Table 4.2 Jenis Kecacatan

(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data hasil produksi dari

bulan September 2018 – November 2018. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan

selama di PT. Malindo Intitama Raya diperoleh data jumlah cacat yang akan

digunakan dalam penentuan Critical to Quality. Data dapat dilihat pada tabel 4.3

dibawah ini.

No Jenis Cacat Gambar Cause

1 Short Shot

Terjadi karena proses

injeksi yang tidak

sempurna, dimana

material cair tidak

mampu memenuhi ruang

yang disediakan oleh

Mold.

2 Pecah /Kejepit

Terjadi karena

kurangnya pemberian

silicone spray pada

Mold.

3 Flow Warna

Terjadi karena kesalahan

dalam mensetting suhu

mesin injeksi dan terjadi

karena kualitas bahan

baku tidak sesuai

standar.

Page 15: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

53

Tabel 4.3 Data Defect Stockcase SRS-5 AK-1

TABEL REKAPITULASI DEFECT STOCKCASE

PERIODE SEPTEMBER - NOVEMBER 2018

PT. MALINDO INTITAMA RAYA MALANG

Bulan Produk Jumlah

Produksi Proses Mixing

Proses

Injection

Proses

Assembly Jumlah

September

SRS-5 AK-1

2782 0 512 7 519

Oktober 3834 0 681 5 686

November 1680 0 408 8 416

Grand Total 8296 0 1601 20 1621

Presentase Defect 0% 99% 1% 100%

(Sumber: PT. Malindo Intitama Raya)

Dari tabel 4.3 di dapatkan bahwa jumlah cacat pada produk stockcase SRS-

5 AK-1 ini adalah 1621 dengan jenis kecacatan pada proses mixing 0%, proses

injection 99% dan proses assembly 1%.

4.3 Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data

tersebut dengan menggunakan prinsip Six Sigma, dijelaskan sebagai berikut:

4.3.1 Tahap Define

Tahap define adalah tahapan pertama dalam six sigma. Define adalah tahapan

dimana mendeskripsikan masalah secara keseluruhan dan menjelaskan secara

detail.

4.3.1.1 Identifikasi Permasalahan

Pada penelitian di PT. Malindo Intitama Raya objek yang diamati adalah

produk stockcase SRS-5 AK-1, produk ini merupakan produk baru dari perusahaan

yang banyak diminati oleh customer. PT. Malindo Intitama Raya memproduksi

stockcase SRS-5 AK-1 pada bulan September – November sekitar 1600 – 3900

produk, dengan angka kecacatan sekitar 400 – 680 produk. Dengan adanya

Page 16: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

54

permasalahan tersebut dibutuhkan upaya pebaikan untuk mengurangi jumlah defect

pada produksi stockcase SRS-5 AK-1.

4.3.1.2 Peta Proses Operasi (OPC)

Pada tahap ini melakukan pendefinisian prosesnya dengan menggambarkan

langkah-langkah proses pengerjaan material, mulai dari bahan baku (material)

hingga menjadi produk jadi. OPC ini bertujuan untuk mengetahui aliran proses

yang dialami oleh bahan untuk tiap jenis komponennya. OPC dapat dilihat pada

gambar 4.12 dibawah ini.

Page 17: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

55

4.12 Gambar OPC (Operation Process Chart)

O-1O-6 O-5O-11

O-7

O-9

O-8 O-2

O-4

O-12

4X 20X 5X 5X 5X

I-1

I-2

I-3I-4I-5

I-6

O-10

1-7

Badan LaciTutup LaciLandasan SRSKaki KokohRumahRodaTutup Atas

32" 32" 35" 35" 32" 32"

STORAGE

Subassembly Kaki

dengan landasan

srs

Subassembly roda

dengan landasan srs

Produk

RINGKASAN

Kegiatan

Operasi

Pemeriksaan

Total

Jumlah

12

7

19

O-3

Sub assemmbly

landasan srs &

sub assembly

badan laci

Sub assembly

Badan laci

dengan tutup

laci

Sub assembly tutup

laci dengan Kunci +

Sekrup + Handle

11"

Kunci (1)

29"

12"

11"13"11"

11"

23"

Handle (5)

Sekrup 6 x 1/2 (4)

30"29"

30"

29"

Injection

MoldingInjection

Molding

Injection

Molding

Injection

Molding

Injection

MoldingInjection

Molding

PETA PROSES OPERASI

NAMA OBJEK : Stock Case SRS-5 AK-1

NOMOR PETA : 1

DIPETAKAN OLEH : Muhammad Herlambang Rusmawan

TANGGAL DIPETAKAN : 16 Desember 2018

Page 18: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

56

Tabel 4.4 Keterangan Proses Operasi

NO SIMBOL KETERANGAN

1 O-1

Proses peleburan compound dan pencetakan

komponen badan laci

2 O-2

Proses peleburan compound dan pencetakan

komponen tutup laci

3 O-3

Proses perakitan tutup laci dengan kunci, sekerup dan

handle

4 O-4

Proses perakitan tutup laci sub assembly dengan

badan laci

5 O-5

Proses peleburan compound dan pencetakan

komponen landasan srs

6 O-6

Proses peleburan compound dan pencetakan

komponen kaki kokoh

7 O-7

Proses perakitan kaki sedang dengan landasan srs

dengan posisi landasan srs berada di atas kaki kokoh

8 O-8

Proses peleburan compound dan pencetakan rumah

roda

9 O-9

Proses perakitan roda sub assembly kaki kokoh dan

landasan srs

10 O-10

Proses perakitan sub assembly landasan srs dan

rumah roda dengan sub assemblybadan laci dan tutup

laci

11 O-11

Proses peleburan compound dan pencetakan

komponen tutup atas

12 O-12 Assembly seluruh part dengan tutup atas

13 STORAGE Penyimpanan produk jadi ke gudang

Page 19: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

57

Tabel 4.5 Keterangan Proses Inspeksi

NO SIMBOL KETERANGAN

1 I-1 Inspeksi Badan Laci

2 I-2 Inspeksi Tutup Laci

3 I-3 Inspeksi Landasan O Full

4 I-4 Inspeksi Kaki Kokoh

5 I-5 Inspeksi Rumah Roda

6 I-6 Inspeksi Tutup Atas

7 I-7 Inspeksi Assembly keseluruhan Part

4.3.1.3 Identifikasi CTQ (Critical to Quality)

CTQ adalah merupakan atribut yang perlu diperhatikan karena berkaitan

langsung dengan kebutuhan pelanggan dan kepuasan pelanggan. Pada proses

produksinya terdapat proses yang mengakibatkan defect produk seperti short shot,

pecah/ketarik/kejepit dan flow warna. Data jumlah defect dari setiap proses

produksi stockcase SRS-5 AK-1 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6 Jumlah Defect Tiap Proses Stockcase SRS-5 AK-1

TABEL REKAPITULASI DEFECT STOCKCASE

PERIODE SEPTEMBER - NOVEMBER 2018

PT. MALINDO INTITAMA RAYA MALANG

Bulan Produk Jumlah

Produksi

Proses

Mixing

Proses Injection Proses

Assembly Jumlah Short

Shot Pecah/Kejepit

Flow

Warna

September SRS-5

AK-1

2782 0 267 124 121 7 519

Oktober 3834 0 245 234 202 5 686

November 1680 0 124 157 127 8 416

Grand Total 8296 0 636 515 450 20 1621

Presentase Defect % 0 39% 32% 28% 1% 100%

Berdasarkan rekapan data produksi pada periode September 2018 – November

2018 diketahui bahwa total jumlah defect produk stockcase pada proses injection

adalah 1.601 produk dari total jumlah produksi sebanyak 8.296 produk. Persentase

Page 20: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

58

defect pada proses mixing sebesar 0%, proses injection untuk defect short shot 39%,

untuk defect pecah/kejepit 32% dan defect flow warna 28%, pada proses assembly

sebesar 1% dari total produk defect sebesar 1.621 produk.

Critical to Qualitiy pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan proses yang

menghasilkan defect produk yang paling dominan. Dan dari hasil pengamatan yang

dilakukan yang merupakan CTQ adalah proses injection.

4.3.2 Tahap Measure

Tahap measure adalah merupakan tahapan kedua dalam six sigma setelah

tahapan define. Pada tahap sebelumnya melakukan identifikasi critical to quality

dan penentuan critical to quality yang dominan. Pada tahapan ini dilakukan

perhitungan DPMO (defect per million opportunity) dan level sigma yang bertujuan

sebagai bahan dasar penelitian dalam metode six sigma.

4.3.2.1 Perhitungan Nilai DPMO dan Sigma Level

Tahapan perhitungan DPMO dan sigma level merupakan dasar dalam penelitian

dengan menggunakan metode six sigma. DPMO (defect per million opportunity)

adalah merupakan jumlah cacat/defect per satu juta dari produk yang diproduksi.

Data yang diperoleh dari level sigma dan DPMO akan digunakan sebagai baseline

kinerja awal perbaikan. Adapun perhitungan DPMO dirumuskan sebagai berikut

(Stamatis, 2004).

DPMO = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 1.000.000

Untuk menghitung nilai DPMO dan sigma level data yang dibutuhkan adalah data

jumlah produk defect dari tiap proses.

Tabel 4.7 Data Jumlah Defect Produk Pada Setiap Proses

Proses Total

Mixing 0

Injection 1601

Assembly 20

Jumlah Produksi 8296

Page 21: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

59

Berikut hasil perhitungan nilai DPMO dan Sigma Level di setiap proses. Pada tahap

perhitungan ini proses mixing tidak dicari nilai DPMO dan Sigma Level karena

proses mixing tidak memiliki defect.

Tabel 4.8 Hasil Perhitungan DPMO dan Sigma Level

Proses Total Nilai DPMO Level Sigma

Injection 1601 192.984,571 2,37

Assembly 12 1.446,4802 4,48

Jumlah Produksi 8296

Contoh perhitungan pada proses injection:

Nilai DPMO dan sigma level:

DPMO = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑎𝑐𝑎𝑡

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑖𝑛𝑠𝑝𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑥 1.000.000

DPMO = 1601

8.296 𝑥 1.000.000

DPMO = 192.984,571

Sigma level dihitung dengan Microsoft excel yang ditunjukan pada rumus dibawah

ini:

= NORMSINV (1000000−𝐷𝑃𝑀𝑂

1000000) + 1,5

= NORMSINV (1000000−192.984,5709

1000000) + 1,5

= 2.37

Setelah dilakukan perhitungan diatas, diketahui bahwa pada proses injection

diperoleh nilai DPMO sebesar 192.984,571 dan sigma level sebesar 2,37.

Selanjutnya pada proses assembly diperoleh nilai DPMO sebesar 1.446,4802 dan

sigma level sebesar 4.48. Bedasarkan nilai DPMO dan sigma level yang diperoleh,

didapati pada proses injection nilai DPMO dan sigma level masih jauh dari standart

yang dikehendaki oleh six sigma dengan nilai DPMO sebesar 3,4 dan sigma level

sebesar 6 dengan persentase produk bebas cacat sebesar 99,99998%. Artinya pada

proses injection lebih dahulu untuk ditangani dengan mencari faktor-faktor yang

menyebabkan kecacatan pada proses injection.

Page 22: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

60

4.3.3 Tahap Analyze

Tahap ini melakukan penentuan dari faktor yang berpengaruh terhadap

penyebab kecacatan atau kegagalan berdasarkan data-data yang telah didapat pada

tahap define dan measure. Pada tahap ini menggunakan root cause analyze (RCA)

untuk mengatasi suatu permasalahan. Penjelasan jenis defect pada proses injection

diperoleh dari tabel 4.6 yaitu defect short shot, pecah/ketarik/kejepit dan flow

warna.

4.3.3.1 Pembuatan RCA (Root Cause Analyze)

Pada tahap ini menggunakan root cause analyze (RCA) untuk mengatasi suatu

permasalahan.

Defect Short Shot

Mesin Man Material

Pada nozzle

terdapat sisa

material proses

sebelumnya

Kurangnya

Maintenance

terhadap mesin

Jari-jari antara

sprue bush dan

nozzle tidak sama

Bahan baku tidak

turun ke mesin

Compound tidak

memenuhi standart

Bahan baku lembab

Dry compound pada

hopper tidak

maksimal

Tidak ada inspeksi

mesin sebelum

melanjutkan proses

selanjutnya dan

kurang bagusnya

kualitas bahan baku

Waktu Shot Size

terlalu cepat/lama

Setting mesin tidak

memenuhi standar

Kurangnya Skill

foreman

Settingan

pada saat

maintenance

tidak sesuai

SOP

Kurang

memahami

SOP yang ada

Compound

tercampur dengan

material lain

Gambar 4.13 Root Cause Analyze Defect Short Shot

Pada defect short shot ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor

mesin, faktor man dan faktor material. Untuk faktor mesin yang mempengaruhi

yaitu karena pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya. Hal ini terjadi

karena tidak adanya proses inspeksi mesin sebelum melanjutkan proses dan terjadi

Page 23: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

61

karena kualitas bahan baku yang tidak bagus. Faktor selanjutnya karena jari-jari

antara sprue bush dan nozzle tidak center hal ini disebabkan karena setinggan dari

foreman yang tidak pas. Prosedurnya ketika salah satu part mesin tersebut (sprue

bush dan nozzle) mengalami kerusakan maka keduanya harus diganti, akan tetapi

aktualnya dilapangan tidak diganti oleh foreman tersebut maka terjadilah kejadian

sprue bush dan nozzle tidak center.

Faktor yang kedua yaitu faktor man, setting mesin tidak memenuhi standar hal

ini sangat mempengaruhi terjadinya kesalahan dan yang terjadi dilapangan adalah

setiap foreman memiliki setting mesin secara berbeda-beda yang seharusnya

foreman tersebut mengikuti SOP mesin yang sudah ditetapkan oleh perusahaan.

Faktor ketiga yaitu material, faktor material memliki 2 penyebab yang

mempengaruhi. Pertama karena bahan baku tidak turun ke mesin hal ini disebabkan

karena adanya serabut atau material lainnya yang terhenti di mesin hopper sehingga

mesin tidak dapat melakukan injeksi secara maksimal. Seharusnya ada pengecekan

atau inspeksi pada compound agar tidak terdapat serabut atau material lainnya.

Kedua karena compound lembab, ketika compound lembab sebenarnya bisa

dilakukan injeksi akan tetapi hasilnya akan tidak maksimal dikarenakan compound

tersebut terdapat kandungan air. Seharusnya pada saat proses dry compound

dilakukan inspeksi secara intensif agar compound tersebut benar-benar kering dan

tidak terdapat kandungan airnya.

Page 24: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

62

Gambar 4.14 Root Cause Analyze Defect Flow Warna

Pada defect flow warna ini terdapat 3 faktor yang mempengaruhi yaitu faktor

mesin, faktor man dan faktor material. Untuk faktor mesin yang mempengaruhi

yaitu karena adanya gap antara screw dan barrel. Hal ini terjadi karena benturan

yang terjadi berulang kali pada mesin dan mesin tersebut mengalami aus, dan

foreman kurang melakukan maintenance terhadap mesin.

Faktor yang kedua yaitu faktor man, kurangnya skill foreman sehingga

settingan temperature suhu tidak sesuai dengan standart, hal ini mempengaruhi

terjadinya kesalahan seharusnya foreman tersebut mengikuti SOP mesin yang

sudah ditetapkan oleh perusahaan dan aktualnya foreman tersebut tidak mengikuti

prosedur yang ada.

Faktor ketiga yaitu material, faktor material memliki 2 penyebab yang

mempengaruhi. Pertama karena terdapat serabut pada compound, serabut yang

Defect Flow Warna

Material Man Mesin

Terdapat serabut

pada compound

Potongan dari

extruder tidak

maksimal

Terjadi penumpukan

compound pada

hopper sehingga

mesin tidak berjalan

sempurna

Kurangnya skill

foreman

Settingan

temperatur suhu

tidak sesuai standart

Kurang pahamnya

foreman dengan

SOP

Benturan yang

terjadi setiap proses

injection

berlangsung

Kualitas Biji Plastik

tidak memenuhi

standar

Warna asli Biji

plastik tidak

seragam/ada

material lain

Biji plastik

tercampur kotoran Supplier berbeda

Adanya Gap antara

Screw & Barel

Kurang ketatnya

pada saat inspeksi

bahan baku

Mesin mengalami

aus

Kurangnya

maintenance pada

mesin

Page 25: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

63

dimaksud disini adalah potongan biji plastik yang tidak sesuai standar. Sehingga

terjadi penumpukan compound pada hopper yang mengakibatkan compound

tersebut tidak bisa maksimal ketika di injection. Kedua karena kualitas biji plastic

yang tidak memenuhi standart, kualitas biji plastik ini sangat mempengaruhi untuk

hasil akhir produk. Disini masih terdapat biji plastik yang warnanya beberapa tidak

seragam dikarenakan supplier yang berbeda dan ada yang tercampur dengan

kotoran sehingga hasil produknya tidak maksimal dan mengalami defect.

Man

Kurang pahamnya

foreman ketika

memberi spray

silicone

Foreman

mengobrol/main hp

ketika bekerja

Dilakukan secara

manual

Mesin

Defect Pecah/Kejepit

Kurangnya suhu

pendinginan pada

saat cooling time

Settingan mesin

oleh foreman tidak

sesuai SOP

Foreman tidak

mengerti secara

keseluruhan SOP

Method

Pemberian spray

silicone tidak

standart

Foreman kurang

fokus

Foreman

kurang

berpengalaman

Kurangnya skill

foreman

Gambar 4.15 Root Cause Analyze Defect Pecah/Ketarik/Kejepit

Pada defect pecah/kejepit ada 3 faktor yang mempengaruhi yaitu fakor man,

faktor mesin dan faktor metode. Faktor man terjadi karena foreman kurang fokus

pada saat bekerja dikarenakan foreman mengobrol atau main hp ketika waktu jam

kerja.

Page 26: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

64

Faktor yang kedua adalah mesin disebabkan karena kurangnya suhu

pendinginan pada saat cooling time sehingga akan mengakibatkan produk cacat

pada hasil akhirnya.

Penyebabnya adalah settingan mesin foreman tidak sesuai dengan SOP yang sudah

ditetapkan oleh peusahaan dan foreman tidak mengerti mesin secara keseluruhan.

Faktor yang ketiga adalah metode, hal ini disebabkan karena metode

pemberian spray silicone oleh foreman tidak memenuhi standart SOP yang ada

sehingga bisa mempengaruhi defect pada produk.

4.3.3.2 Pembuatan C&E Matrix

Cause and Effect Matrix biasanya disebut dengan C&E Matrix. C&E Matrix

ini memberi cara untuk menilai mapping dari masukan faktor X dan Y. Dengan

hubungan ini di dapat pengukuran yang nantinya dengan mudah menemukan faktor

mana yang paling berpengaruh dan memberikan nilai kontribusi. Metode yang

digunakan dalam C&E Matrix terlihat aktab yaitu peringkat dan pengambilan

keputusan. Metode ini dimulai dari input faktor X dan output faktor Y. Hal pertama

yang dibutuhkan untuk memahami adalah dari keinginan konsumen. Mengenai

masalah yang dikerjakan, apa saja yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen.

Berikut adalah diagram C&E Matrix yang di dapatkan dari analisa akar penyebab

masalah produk cacat :

Page 27: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

65

Tabel 4.9 Cause and Effect Matrix

CTQ

Weight By Importance 9 8 6

Cause Short Shot Pecah/Kejepit Flow

Warna Jumlah

Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya 1 9 0 0 9 54 63

Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 9 81 1 8 0 0 89

Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 9 81 9 72 1 6 159

Bahan baku lembab 9 81 1 8 1 6 95

Bahan baku tidak turun ke mesin 9 81 3 24 1 6 111

Terdapat serabut pada compound 9 81 0 0 9 54 135

Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 1 9 1 8 9 54 71

Kurangnya inspeksi mesin 3 27 3 24 3 18 69

Adanya gap dan screw barrel 3 27 0 0 9 54 81

Kurangnya skill foreman 9 81 9 72 9 54 207

Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 0 0 9 72 0 0 72

Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 0 0 9 72 0 0 72

Kurang fokusnya foreman dan terburu-buru 3 27 3 24 1 6 57

Proses pemberian silicone secara manual 0 0 3 24 0 0 24

Skill foreman yang tidak merata 3 27 3 24 3 18 69

Biji plastik tercampur kotoran 3 27 3 24 9 54 105

Supplier berbeda 1 9 0 0 9 54 63

Pada Tabel 4.9 diketahui ada tiga jenis cacat yang mana setiap cacat telah

ditentukan skor prioritas. Untuk niai skor priyoritas berkisar antara 1 hingga 10,

dimana 1 menggambarkan nilai yang paling tidak penting dan nilai 10 merupakan

nilai yang paling penting. Untuk bobot korelasi antara penyebab dan hasil cacat

terdapat tiga jenis cacat yang pertama bobot 0 merupakan tidak memiliki hubungan

dan yang ke dua bobot 1 memiliki sedikit hubungan, ketiga bobot 3 adalah rata-rata

Page 28: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

66

serta yang terakhir 9 merupakan korelasi yang memiliki hubungan secara langsung.

Dari hasil C&E Matrix didapatkan total dari perhitungan input dengan output atau

perhitungan antara CTQ dan Cause, kemudian diurutkan berdasarkan total tertinggi

Notasi Cause Jumlah

A Kurangnya skill foreman 207

B Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 159

C Terdapat serabut pada compound 135

D Bahan baku tidak turun ke mesin 111

E Biji plastik tercampur kotoran 105

F Bahan baku lembab 95

G Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 89

H Adanya gap dan screw barrel 81

I Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 72

J Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 72

K Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 71

L Kurangnya inspeksi mesin 69

M Skill foreman yang tidak merata 69

N Pada nozzle terdapat sisa material proses sebelumnya 63

O Supplier berbeda 63

P Kurang fokusnya foreman dan terburu-buru 57

Q Proses pemberian silicone secara manual 24

Setelah diurutkan dari nilai total tertinggi ke terendah, maka dapat dilihat

prioritas mana yang akan dibuat usulan, untuk memudahkan dalam memilih sebab

mana saja yang diperbaiki dan diberi usulan dibuatlah diagram pareto.

Page 29: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

67

Gambar 4.16 Diagram Pareto hasil C&E Matrix

Dari Diagram Pareto di atas dapat dilihat jenis cacat dengan persentase

terbesar yaitu A-K adalah kurang pelatihannya foreman, sampai dengan kurang

pemberian spray silicone. Persentase kumulatif untuk jenis cacat tersebut mencapai

77 %. Nilai tersebut sesuai dengan prinsip Pareto 80-20, dimana 80% produk cacat

disebabkan oleh 20% jenis kecacatan.

4.3.4 Tahap Improve

Tahap improve adalah merupakan proses terakhir yang dilakukan dalam

penelitian. Pada tahap ini adalah melakukan rencana tindakan untuk

peningkatan kualitas produk. Setelah mengetahui semua penyebab-

penyebab kegagalan maka selanjutnya membuat usulan perbaikan. Dengan

usulan perbaikan ini diharapkan dapat membantu perusahaan mengurangi

persentase produk cacat. Perbaikan ini menggunakan prinsip 5W1H, prinsip

5W1H merupakan rencana tindakan perbaikan dalam proses produksi.

4.3.4.1 Usulan Perbaikan

Setelah semua penyebab kecacatan dianlisa, dicari akar penyebab

masalahnya dan prioritasnya, maka selanjutnya dibuat usulan perbaikan,

usulan perbaikan yang diprioritaskan hanya dilakukan terhadap penyebab

kegagalan proses yang memiliki notasi A-K.

A B C D E F G H I J K L M N O P Q

Series1 13.42 10.31 8.75% 7.20% 6.81% 6.16% 5.77% 5.25% 4.67% 4.67% 4.60% 4.47% 4.47% 4.09% 4.09% 3.70% 1.56%

Series2 13.42 23.74 32.49 39.69 46.50 52.66 58.43 63.68 68.35 73.02 77.63 82.10 86.58 90.66 94.75 98.44 100.0

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

120.00%

Pareto Chart Of C&E Matrix

Page 30: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

68

Tabel 4.9 Penyebab Kegagalan Proses Notasi A-K

Notasi Cause Jumlah

A Kurangnya skill foreman 207

B Setting mesin tidak sesuai dengan SOP 159

C Terdapat serabut pada compound 135

D Bahan baku tidak turun ke mesin 111

E Biji plastik tercampur kotoran 105

F Bahan baku lembab 95

G Jari-jari antara sprue bush dan nozzle tidak sama 89

H Adanya gap antara screw dan barrel 81

I Kurangnya suhu pendinginan pada saat cooling time 72

J Pemberian spray silicone tidak memenuhi standart 72

K Kualitas biji plastik yang tidak memenuhi standar 71

Page 31: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

69

Tabel 4.10 Rencana Perbaikan dengan 5W1H

Akar Masalah Dimana Mengapa Kapan Bagaimana cara

memperbaiki

Siapa yang

bertanggung jawab

Kurangnya skill

foreman Proses Injection

Karena minimnya

pelatihan di

perusahaan

Pada saat

foreman

melakukan

jobdesknya

Memberikan pelatihan

secara detail terhadap

foreman pada saat sebelum

turun ke lapangan

SPV Produksi Mesin

Injection

Setting mesin

tidak sesuai

dengan SOP

Proses Injection

Karena kurang

pahamnya foreman

dengan SOP yang ada

Pada saat

memulai proses

produksi

Memberikan penjelasan

secara detail terkait SOP

pada proses injection

SPV Produksi Mesin

Injection

Terdapat serabut

pada compound Proses Injection

Karena potongan biji

plastik dari dept

extruder tidak

memenuhi standar

Pada saat bahan

baku

dimasukkan ke

mesin injection

Memberikan standarisasi

ukuran biji plastik dan

melakukan preventive

maintenance mesin potong

extruder

Foreman Extruder

Page 32: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

70

Bahan baku tidak

turun ke mesin Proses Injection

Karena terdapat

material selain bahan

baku sehingga bahan

baku tidak turun ke

mesin injection

Ketika bahan

baku berada

didalam hopper

Melakukan inspeksi ketika

bahan baku sebelum masuk

ke dalam dept mixing dan

setelah di mixing bahan

baku di inspeksi agar

memastikan tidak ada

material lain yang tercampur

bahan baku

SPV Bahan Baku

Biji plastik

tercampur

kotoran

Proses Mixing

Karena kualitas bahan

baku tidak bagus dan

masih terdapat

banyak kotoran

Pada saat proses

pencampuran

material bahan

baku

Perlu adanya pengecekan

kualitas bahan baku sebelum

bahan baku di mixing

SPV Bahan Baku

Page 33: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

71

Tabel 4.11 Lanjutan 5W1H

Bahan baku

lembab Proses Drying

Karena kurangnya

waktu pada saat

proses dry bahan baku

Pada saat

melakukan

pengeringan

bahan baku

Perlu waktu yang lebih lama

pada saat dry bahan baku

dan melakukan inspeksi

SPV Bahan Baku

Jari-jari antara

sprue bush dan

nozzle tidak

sama

Proses

Maintenance

Karena tidak pasnya

pada saat mensetting

sprue bush dan nozzle

Pada saat

foreman

melakukan

Maintenance

Perlu adanya pelatihan mesin

kepada foreman maintenance SPV Maintenance Injection

Adanya Gap

antara screw dan

barrel

Proses Injection

Karena terjadi

benturan setiap kali

proses dan mesin

mengalami aus

Pada saat proses

produksi berjalan

Perlu adanya preventive

maintenance secara periodik SPV Maintenance Injection

Kurangnya suhu

pendinginan pada

saat cooling time

Proses Injection

Karena kurangnya

pengecekan rutin dan

kesalahan foreman

pada saat mensetting

mesin

Pada saat proses

Injection di

tahapan akhir

Melakukan pengecekan

secara rutin terhadap mesin

dan memberikan pelaihan

kepada foreman sebelum

turun ke lapangan

SPV Produksi Mesin Injection

Page 34: BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Perusahaan

72

Pemberian spray

silicone tidak

memenuhi

standart

Proses Injection

Karena kurang

pahamnya foreman

pada saat

penyemprotan spray

silicone

Pada saat

foreman

melakukan

penyemprotan

pada mold

Membuat SOP terkait

penyemprotan spray silicone

pada cetakan/mold dan

kemudian memberikan

penjelasan kepada foreman

SPV Produksi Mesin Injection

Kualitas biji

plastik yang tidak

memenuhi

standart

Proses Injection

Karena kesalahan

supplier dalam

standarisasi bahan

baku

Pada saat

inspeksi bahan

baku

Melakukan pemilihan

supplier dengan tepat dan

melakukan inspeksi pada

bahan baku sebelum masuk

ke gudang

SPV Bahan Baku