BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA · PDF file30 BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA...
Transcript of BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA · PDF file30 BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA...
30
BAB IV
PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan
resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga dapat di
interpretasi sistem panasbumi dari daerah penelitian.
4.1 Metode Gravitasi
Secara teoritis, pengukuran nilai gaya berat dilakukan untuk mengetahui besar
gaya gravitasi pada titik-titik pengamatan. Metode gravitasi ini merupakan usaha dalam
menggambarkan bentuk struktur geologi bawah permukaan berdasarkan variasi medan
gravitasi yang ditampilkan oleh perbedaan densitas antar batuan. Variasi densitas dalam
lapangan panasbumi dapat digunakan untuk menginterpretasi adanya struktur geologi dan
adanya sumber panas yang mempunyai kedalaman relatif dangkal (Lawless, 1996).
Dengan asumsi, nilai mutlak hasil pengukuran tidak terlalu penting, yang terpenting
adalah adanya suatu kontras nilai densitas pada suatu daerah. Apabila terdapat anomali
positif pada daerah penelitian ini, maka dapat diperkirakan bahwa anomali positif tersebut
adalah batuan dengan nilai densitas yang besar, kemungkinan besar adalah batuan beku.
Namun, metode ini tidak dapat menentukan litologi dari sumber panas tersebut secara
pasti. Apabila dilihat posisinya secara regional, daerah penelitian terletak disepanjang
zona subduksi sehingga sumber panasbumi dapat diasumsikan sebagai batuan beku.
Apabila batuan beku pada daerah penelitian tersebut berada dalam tahap pendinginan,
maka batuan beku tersebut dapat menjadi sumber panas pada daerah Jaboi ini. Interpretasi
sumber panas pada daerah jaboi ini dilakukan pada peta anomali residual/sisa.
31
4.1.1 Anomali Bouguer
Peta penyebaran anomali Bouguer lengkap (Gambar 4.1) pada daerah
penelitian Jaboi ini merupakan tampilan hasil pengolahan data reduksi dengan
koreksi densitas Bouguer atau densitas rata-rata 2.5 mGal. Peta penyebaran anomali
Bouguer ini menggambarkan gabungan keadaan struktur bawah permukaan dangkal
maupun dalam.
Dapat dilihat pada peta (gambar 4.1), nilai Peta penyebaran anomali Bouguer
ini berkisar antara 64 hingga 90 mGal. anomali yang bernilai lebih rendah (berwarna
biru) secara umum terletak di bagian selatan, yang menunjukkan bahwa kontras
densitas bawah permukaan pada zona ini kecil. Nilai kontras densitas yang lebih
tinggi pada peta penyebaran anomali Bouguer lengkap tampak pada daerah timur
laut dan sebagian kecil di daerah tengah daerah penelitian. Nilai anomali pada
bagian timur laut menunjukan nilai yang sangat tinggi (hingga 90 mGal). Nilai
anomali yang tinggi tersebut digunakan sebagai asumsi awal keberadaan sumber
panas daerah penelitian.
32
Gam
bar
4.1.
Pet
a an
omal
i Bou
guer
pad
a da
erah
pan
asbu
mi J
aboi
33
4.1.2 Anomali Regional
Peta ini merupakan tampilan peta anomali regional orde 2 dengan densitas
2,5 mGal. merupakan menunjukkan efek atau respon anomali gravitasi dalam,
sehingga pada peta anomali regional ini dapat diamati anomali gravitasi daerah
Jaboi secara umum/regional. Secara umum penyebaran nilai anomali regional
daerah penelitian berbentuk circular dimana nilai anomali regional ini semakin
tinggi dari barat daya ke timur laut. Nilai terbesar ditunjukkan dengan warna merah,
terpusat di sebelah timur laut daerah jaboi, nilainya mencapai 86 mGal. Sedangkan
semakin ke arah barat daya, nilainya mengecil hingga 65 mGal yang ditandai
dengan warna biru.
34
Gam
bar
4.2.
Pet
a an
omal
i reg
iona
l pad
a da
erah
pan
asbu
mi J
aboi
35
4.1.3 Anomali Residual
Peta penyebaran anomali residual daerah Jaboi merupakan tampilan data
hasil pengurangan data anomali Bouguer lengkap yang merupakan gabungan respon
anomali gravitasi dangkal dan dalam dengan data anomali regional respon anomali
gravitasi dalam, sehingga pada peta penyebaran anomali residual ini dapat diamati
efek atau respon anomali gravitasi dangkal. Peta penyebaran anomali residual
menggunakan koreksi densitas atau densitas rata-rata sebesar 2,5 mGal.
Anomali residual mencerminkan distribusi gravitasi secara lokal pada suatu
daerah. Dari nilai anomali residual ini kita dapat melakukan interpretasi terhadap
kondisi geologi di bawah permukaan, seperti adanya struktur geologi serta
keberadaan sumber panas dari suatu sistem panasbumi.
Pada bagian timur laut peta dapat diamati batas penyebaran anomali positif
dan negatif memiliki orientasi arah yang cenderung sama dengan struktur sesar
yang ada. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh atau kontrol struktur terhadap
penyebaran nilai anomali residual di daerah Jaboi. Berdasarkan peta geologi, sesar-
sesar pada daerah penelitian juga membatasi penyebaran batuan vulkanik seperti
Sesar Sabang dan Sesar Balohan di sebelah timur laut serta Sesar Leumo Matee,
Sesar Ceunohot, Sesar Bangga, dan Sesar Pria Lhaot bagian tengah peta. Hal ini
memberikan informasi bahwa penyebaran sumber panas di daerah penelitian
dikontrol oleh sesar-sesar.
36
Gam
bar
4.3.
Pet
a an
omal
i res
idua
l pa
da d
aera
h pa
nasb
umi J
aboi
37
Dari hasil peta anomali sisa/residual daerah panasbumi Jaboi dapat diamati bahwa
penyebaran anomali positif menempati 3 zona pada peta, dengan nilai lebih dari 3 mGal.
Yaitu di bagian timur laut, di bagian tengah, dan sebagian kecil di bagian tenggara.
Ketiga zona ini bisa diestimasikan sebagai sumber panasbumi.
Gambar 4.4. interpretasi sumber panas berdasarkan peta anomali sisa/residual
38
4.1.4 Penampang Gravitasi 2D
Dari interpretasi zona potensi sumber panas berdasarkan peta anomali
residual, dibuat pemodelan penyebaran kontras gravitasi sepanjang penampang A-
B-C (Gambar 4.4). Pemodelan ini dibuat menggunakan program GM-SYS
berdasarkan data gravitasi yang ada dan disesuaikan dengan data geologi yang ada
pada daerah panasbumi Jaboi. Untuk memodelkan bawah permukaan daerah
penelitian, perlu di ketahui satuan batuan yang ada di daerah penelitian dan berat
jenis/densitas relatif masing-masing satuan batuan. Berdasarkan peta geologi detail
(Dirasutisna dan Hasan, 2005) daerah penelitian memiliki 15 satuan batuan yang
tersingkap, sedangkan satuan batuan yang dilewati oleh garis penampang berjumlah
6 satuan batuan. Penentuan berat jenis relatif dengan cara mengambil sampel batuan
pada setiap satuan batuan dan dibandingkan nilainya dengan nilai umum densitas
batuan berdasarkan literatur.
Litologi di daerah penelitian didominasi oleh produk-produk hasil aktivitas
gunungapi yang mempunyai nilai densitas lebih tinggi dibanding jenis batuan yang
lain. Nilai densitas ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain komposisi batuan
dan pembentukannya. Batuan beku intrusif mempunyai nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lava maupun piroklastik, dan batuan beku dengan komposisi
basa mempunyai nilai densitas lebih besar dibanding dengan batuan beku asam
(Telford et al., 1978)
Seperti yang telah dijelaskan pada tatanan geologi daerah penelitian (bab 3),
proses pensesaran pada Pulau Sumatera terjadi di Geantiklin Barisan, yang
kemudian diikuti terbentuknya zona depresi atau graben semangko yang berlanjut
kesebelah timur hingga ke utara, sehingga mengakibatkan daratan pulau Weh ikut
mengalami depresi tektonik ( Katili & Hehuwat, 1967 op cit., Dirasutisna dan
Hasan, 2005). Berdasarkan profil penampang A-B-C yang berarah barat laut –
tenggara pada daerah Jaboi terlihat adanya 2 struktur depresi (graben) yang pertama
adalah struktur depresi (graben) yang dibatasi oleh Sesar Sabang dan Sesar Balohan
di bagian barat laut dan struktur depresi yang berada diantara Sesar Leumo Matee
dan Sesar Ceunohot di bagian tenggara. Struktur-struktur tersebut sangat
mempengaruhi sirkulasi fluida panasbumi di daerah penelitian.
39
Berdasarkan nilai anomali positif pada peta anomali residual, dapat di
identifikasi adanya sumber panas, yang pada model geologi berada pada kedalaman
di bawah 1800 m. Dengan asumsi batuan hasil erupsi mencerminkan batuan yang
ada di bawah permukaan, maka disimpulkan bahwa batuan sumber panas di daerah
Jaboi adalah batuan beku plutonik dengan komposisi batuan intermedier.
Keterbatasan data gravitasi yang diperoleh dan adanya faktor ambiguitas
pada metode ini menyebabkan tingkat akurasi pemodelan tidak begitu tinggi, tetapi
pemodelan ini dapat dipakai untuk estimasi atau sebagai pedoman dalam eksplorasi
lebih lanjut.
40
Gam
bar
4.5.
Pro
fil a
nom
ali g
ravi
tasi
lint
asan
A-B
-C p
ada
daer
ah Ja
boi,
NA
D
Gam
bar
4.6.
Mod
el g
ravi
tasi
lint
asan
A-B
-C p
ada
daer
ah Ja
boi,
NA
D
41
Gam
bar
4.7.
Mod
el g
eolo
gi li
ntas
an A
-B-C
pad
a da
erah
Jabo
i, N
AD
42
4.2 Resistivitas
Seperti yang tertulis pada bab 2 (Teori Dasar), metode resistivitas atau disebut
juga dengan metode Geolistrik merupakan metode geofisika yang digunakan untuk
mengetahui karakter fisik batuan di bawah permukaan berupa penyebaran resistivitas
batuan. Metode ini menangkap arus yang dikirimkan ke tanah, dan menghitung beda
potensial yang ada. Dengan mengetahui kuat arus dan beda potensial, maka resistivitas
semu yang mewakili nilai resistivitas sebenarnya akan diperoleh.
Nilai resistivitas batuan mencerminkan kondisi fisik dari batuan yang diamati.
Nilai resistivitas batuan berbanding terbalik dengan nilai konduktivitas batuan, semakin
konduktif suatu batuan maka nilai resistivitasnya akan semakin kecil. Dari sudut pandang
geologi, nilai konduktivitas batuan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
porositas, permeabilitas, keberadaan dan jenis fluida, serta indikasi kandungan logam.
Porositas dan permeabilitas pada batuan memberikan ruang untuk di isi oleh
fluida. Karena fluida memiliki konduktivitas yang lebih tinggi dari konduktivitas batuan
sekitarnya maka keberadaan porositas dan permeabilitas yang diikuti oleh kehadiran
fluida akan memberikan nilai resistivitas yang lebih kecil dari batuan sekitarnya. Jenis
fluida juga mempengaruhi harga konduktivitas, sebagai contoh fluida pada sistem
panasbumi umumnya banyak mengandung ion-ion seperti CO3, HCO3, SO4, Cl, dan
lainnya yang berkontribusi meningkatkan harga konduktivitas batuan. metode resistivitas
pada penelitian ini menggunakan konfigurasi Schlumberger yang titik pengukurannya
berupa garis lurus dan memiliki jarak antar titik pengukuran yang relatif sama (Gambar
4.9).
Pada umumnya nilai resistivitas tinggi terdapat pada zona yang dingin dari suatu
sistem panasbumi (pada zona di atas batuan penutup) dimana memiliki temperatur kurang
dari 70°C, hal ini diakibatkan karena pada zona ini saturasi air jelek sehingga alterasi
hidrotermal sangat sedikit. Sedangkan nilai resistivitas yang lebih kecil, antara 1-10 Ωm
ditemukan pada selang temperatur 70-200°C. Resistivitas rendah dapat berasosiasi
dengan zona yang memiliki fluida panas dan saline dari suatu sistem panasbumi dan
umumnya resistivitas rendah dihubungkan dengan lempung hasil alterasi hidrotermal
yang hadir pada temperatur 70-200°C (Ussher et al.,2000). Sedangkan zona yang
43
memiliki temperatur lebih dari 200°C, biasanya memiliki nilai resistivitas yang lebih
besar apabila berisi uap panas (Rahardjo, 1994) dan munculnya nilai resistivitas yang
lebih besar di bawah zona batuan penutup diinterpretasikan sebagai munculnya zona
reservoar panasbumi.
Pada eksplorasi atau penyelidikan potensi panasbumi metode resistivitas
digunakan untuk mengetahui zona batuan penutup. Berdasarkan penjelasan di atas,
penentuan zona penutup adalah daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah (1-10 Ωm)
yang diasosiasikan sebagai munculnya lempung hasil alterasi hidrotermal.
Data resistivitas batuan pada penelitian ini diolah menjadi 2 bagian, yaitu
pembuatan penampang resistivitas (sounding) dan pemetaan resistivitas batuan
(mapping). Data pemetaan resistivitas (mapping) menunjukkan penyebaran lateral dari
resistivitas batuan pada kedalaman tertentu yang ditampilkan dalam bentuk peta kontur
dengan program Surfer 8 dan Global Mapper (Gambar 4.10, Gambar 4.11, Gambar 4.12
dan Gambar 4.13). untuk pemetaan resistivitas (mapping) dengan menggunakan
konfigurasi Schlumberger maksimal kedalaman penyebaran resistivitas lateral batuan
hanya 1/2 dari panjang jarak elektroda terjauh. Sebagai contoh, misalkan AB/2=1000 m
maka maksimal akurasi atau tingkat kepercayaan dari data resistivitas yang diperoleh
hanya 1/2 dari 1000 m yaitu maksimal pada kedalaman 500 m, lebih dalam dari itu
tingkat kepercayaannya diragukan.
Sedangkan data penampang resistivitas semu mencerminkan total resistivitas yang
terbaca di setiap titik penelitian dan memperlihatkan penyebaran nilai resistivitas secara
vertikal yang sangat berguna untuk identifikasi batuan penutup dan reservoir panasbumi.
Data-data tersebut diolah dengan program IPI2win. Pada penelitian ini, dari data yang
ada dan berdasarkan daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah, maka dibuat 3 buah
penampang resistivitas semu, yaitu: penampang line B 4000-B 4500-B 5000-B 5500
(Gambar 4.13), penampang line C 4000-C 4500-C 5000-C 5500 (Gambar 4.14), dan
penampang line B 4500-C 4500-D 4000 (Gambar 4.15)
44
Gambar 4.8. Lokasi pengukuran resistivitas
(modifikasi dari Dirasutisna & Hasan, 2005)
4.2.1 Pemetaan (Mapping) Resistivitas
Pada pemetaan (mapping) resistivitas ini, dilakukan pengolahan data dari
nilai resistivitas hasil pengukuran bentangan elektroda AB/2 = 250 m, AB/2 = 500
m, AB/2 = 750 m, dan AB/2 = 1000 m.
45
Gam
bar
4.9.
Pem
etaa
n (m
appi
ng) r
esis
tivita
s ben
tang
an A
B/2
= 2
50 m
46
Gam
ba
Gam
bar
4.10
. Pem
etaa
n (m
appi
ng) r
esis
tivita
s ben
tang
an A
B/2
= 5
00 m
47
Gam
bar
4.11
. Pem
etaa
n (m
appi
ng) r
esis
tivita
s ben
tang
an A
B/2
= 7
50 m
48
Gam
bar
4.12
. Pem
etaa
n (m
appi
ng) r
esis
tivita
s ben
tang
an A
B/2
= 1
000
m
49
4.2.2 Penampang (Sounding) Resistivitas
Pada penelitian ini dibuat 3 buah penampang resistivitas semu, yaitu:
penampang line B 4000-B 4500-B 5000-B 5500 (Gambar 4.13), penampang line
C 4000-C 4500-C 5000-C 5500 (Gambar 4.14), dan penampang line B 4500-C
4500-D 4000 (Gambar 4.15)
Gambar 4.13. Penampang resistivitas semu line B4000-B4500-B5000-B5500
50
Gambar 4.14. Penampang resistivitas semu line C4000-C4500-C5000-C5500
51
Gambar 4.15. Penampang resistivitas semu line B4500-C4500-D4000
52
4.2.3 Analisa Pengolahan Data Resistivitas
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa nilai resistivitas yang dijadikan
target adalah yang memiliki nilai resisitivitas rendah, kemudian mendelineasi
daerah-daerah yang memiliki nilai resistivitas rendah, baik dari pemetaan
resistivitas maupun penampang resistivitas. Dari hasil pemetaan dan penampang
resistivitas dapat diamati adanya daerah-daerah dengan nilai resistivitas yang
kecil.
Hasil dari pemetaan resistivitas AB/2=250 m, 500 m,750 m,dan 1000 m
(Gambar 4.9, Gambar 4.10, Gambar 4.11 dan Gambar 4.12) terlihat penyebaran
resistivitas rendah secara umum terletak di sekitar graben yang dibatasi oleh Sesar
Leumo Matee di utara dan Sesar Ceunohot di bagian selatan. Pada daerah tersebut
juga terdapat manifestasi air panas Jaboi 1 dan Jaboi 2, serta gas fumarol Jaboi 1
dan Jaboi 2. Penyebaran resistivitas rendah ini sangat dipengaruhi oleh struktur
geologi berupa sesar, karena struktur sesar memungkinkan fluida hidrotermal naik
dan fluida panas tersebut menyebabkan batuan yang dilalui berubah menjadi
lempung hidrotermal yang dapat bertindak sebagai batuan penutup sistem
panasbumi.
Berdasarkan pemetaan resistivitas bentangan AB/2=250 m, penyebaran
nilai resistivitas rendah berada dekat dengan manifestasi air panas dan gas fumarol
Jaboi 1, yaitu di sebelah utara Gunung Semeureugeuh dan sebelah timur Gunung
Leumo Matee. Sedangkan nilai resistivitas yang tinggi (>200 Ωm) pada bentangan
AB/2=250 m ini terletak di bagian barat dan barat laut peta resistivitas. Pada
pemetaan resistivitas bentangan AB/2=500 m, daerah dengan resistivitas rendah
makin meluas ke bagian utara dan timur, serta memanjang ke arah barat daya.
Pada bagian barat daya, batas nilai resistivitas rendah ini dibatasi oleh Sesar
Bangga. Sedangkan nilai resistivitas yang tinggi pada bentangan ini (>100 Ωm)
berada di barat laut dan tenggara peta resistivitas. Pada pemetaan resistivitas
bentangan AB/2=750 m, nilai resistivitas rendah bertambah luas ke arah timur.
Namun karena keterbatasan data, daerah di sebelah timur yang dekat dengan
manifestasi Air Panas Pasi Jaboi dan Air Panas Batetamon tidak bisa didapatkan
batas nilai resistivitas rendah. Nilai resistivitas rendah di sebelah barat daya masih
dibatasi oleh sesar Bangga dan nilai resistivitas tinggi (>100 Ωm) tidak dijumpai
lagi, nilai resistivitas tertinggi pada bentangan ini adalah 55 Ωm. Pada pemetaan
resistivitas bentangan AB/2=1000 m, daerah resistivitas rendah agak lebih kecil
53
daripada daerah resistivitas rendah pada pemetaan resistivitas bentangan AB/2=
750 m pada bagian barat daya.
Dari pemetaan resistivitas daerah panasbumi Jaboi, dapat dilihat bahwa
ada beberapa struktur geologi yang membatasi nilai resistivitas. Seperti pada Sesar
Bangga yang membatasi nilai resistivitas rendah di bagian barat daya peta. Dari
sini dapat diinterpretasikan bahwa struktur geologi berupa sesar di daerah Jaboi
peran penting dalam penyebaran nilai resistivitas batuan.
Sedangkan Penampang resistivitas lapangan panasbumi Jaboi dapat
menujukkan penyebaran nilai resistivitas secara vertikal dan sudah menunjukkan
nilai kedalaman. Pada penampang B 4000-B 4500-B 5000-B 5500 (Gambar 4.13)
zona resistivitas rendah (<10 Ωmeter) berada pada kedalaman lebih dari 250 m.
Sedangkan pada penampang line C 4000-C 4500-C 5000-C 5500 (Gambar 4.14)
terlihat nilai resistivitas di bawah 10 Ω meter yang berada di dekat permukaan.
Pada penampang diagonal B 4500-C 4500-D 4000 (Gambar 4.15) zona resistivitas
rendah berada pada kedalaman lebih dari 300 m. Dengan pemetaan resistivitas
yang didukung dengan akurasi vertikal dari penampang resistivitas, maka
kedalaman zona resistivitas rendah yang dianggap sebagai zona batuan penutup
muncul pada kedalaman 100 m hingga 500 m. Berdasarkan penampang geologi
Pulau Weh (Dirasutisna & Hasan, 2005) pada kedalaman tersebut terdapat Satuan
Aliran Lava Pulau Weh (QTvw) dan Satuan Aliran Piroklastik Pulau Weh
(QTapw)
Sedangkan zona reservoar diestimasi berdasarkan kemunculan nilai
resistivitas yang lebih tinggi di bawah zona batuan penutup. Berdasarkan
penampang resistivitas, nilai tersebut mulai muncul pada kedalaman ± 500 m dan
karena keterbatasan data pada penelitian ini, ketebalan reservoar panasbumi
daerah Jaboi ini tidak bisa ditentukan. Berdasarkan penampang geologi Pulau
Weh (Dirasutisna & Hasan, 2005) pada kedalaman 500 m tersebut terdapat satuan
aliran lava Pulau Weh (QTvw) yang diasumsikan sebagai zona reservoar dengan
media fluidanya adalah rekahan. Terbentuknya rekahan–rekahan sebagai media
fluida ini diperkirakan akibat rezim tektonik yang sama yang membentuk Sistem
Sesar Sumatera
54
Gambar 4.16. Peta potensi panasbumi daerah Jaboi, Kota Sabang, NAD
(modifikasi dari Dirasutisna & Hasan, 2005)