Bab IV Pembahasan DBD (NATA) 2003

download Bab IV Pembahasan DBD (NATA) 2003

If you can't read please download the document

Transcript of Bab IV Pembahasan DBD (NATA) 2003

BAB IV PEMBAHASAN Bab ini akan dibahas mengenai kasus yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yaitu Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan gangguan sistem hematologi ; demam berdarah dengue (DBD) di ruang penyakit dalam menular (H) RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Dalam kesempatan ini penulis akan membahas dan menguraikan kesenjangan antara tinjauan teori dengan kasus dalam pelaksanaan secara nyata pada asuhan keperawatan yang telah diberikan sesuai dengan tahaptahap proses keperawatan.A. Pengkajian Data pengkajian diperoleh melalui wawancara dengan klien dan keluarga, kemudian diperoleh dari catatan medis, catatan keperawatan, hasil pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik dan juga di dapatkan dari hasil diskusi dengan perawat ruangan terhadap data yang ada atau di dapat di dalam status medik. Sebelum melaksanakan wawancara penulis terlebih dahulu membina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengumpulan data. Selama wawancara penulis tidak mengalami hambatan karena klien dan keluarga sangat kooperatif dan ramah, sehingga mudah di ajak bicara. Pemeriksaan fisik dilakukan secara langsung oleh penulis, sedangkan untuk data dasar sebagian telah penulis dapatkan dari hasil catatan keperawatan dan catatan medis yang terdapat didalam status klien.6869Tahap pengkajian ini penulis mengumpulkan informasi yang sistematis tentang Tn. A dengan menggunakan konsep teoritis yang terkait dengan permasalahan klien sebagai alat bantu dalam arah pengkajian. Hasil pengkajian yang di peroleh dari Tn. A yang sudah dirawat selama 7 hari antara lain seperti keluhan demam 2-7 hari, pendarahan (petekie dan ekimosis pada tangan sebelah kiri klien), klien juga mengatakan pada dua hari yang lalu klien mengalami muntah darah dan buang air besar dengan feses berwarna hitam atau buang air besar berupa feses yang bercampur darah akibat dari peningkatan permeabilitas kafiler pembuluh darah, nyeri kepala, perasaan lelah, rasa haus, bibir dan mukosa mulut tampak kering, dan didalam pemeriksaan klinis laboratorium terdapat leukopenia, dan trombositopenia serta penurunan kadar hemoglobin. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan didalam asuhan keperawatan secara teoritis. Kemudian dari hasil pengkajian tersebut ternyata ada beberapa tanda dan gejala yang dijelaskan pada asuhan keperawatan teoritis yang tidak muncul pada kasus Tn. A antara lain seperti pada pemeriksaan fisik tidak terdapat adanya lidah kotor, asites, hepatomegali, limpadenopati, efusi pleura serta timbulnya gejala renjatan (syok) yang di tandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, serta di jumpai adanya penurunan tekanan darah, nyeri otot serta keluhan kesulitan dalam buang air besar. Penyebab tidak munculnya tanda dan gejala yang terdapat pada konsep teoritis tersebut kemungkinan dikarenakan proses penyakit demam berdarah dengue dalam fase akhir penyembuhan. Selama proses pengkajian pada Tn. A, penulis menemukan adanya faktor70pendukung yang penulis rasakan pada tahap pengkajian adalah sikap klien dan keluarga yang kooperatif sehingga penulis dapat memperoleh data tentang permasalahan yang sedang klien alami. Sedangkan penulis tidak menemukan adanya faktor penghambat yang begitu berarti, hal ini dikarenakan data yang dapat menunjang atau melengkapi hasil pengkajian dapat sepenuhnya diperoleh dari kasus Tn. A.B. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan tujuan teoritis, masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan demam berdarah dengue menurut Nursalam (2005), yaitu; peningkatan suhu tubuh (hipertermi), gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari dan kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF. Hasil penilaian klinik yang ditemukan pada kasus Tn. A diperoleh lima diagnosa keperawatan yaitu ; kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan sekunder terhadap mual muntah serta permeabilitas kafiler yang belum stabil, resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder terhadap mual dan muntah, pemenuhan kebutuhan aktivity daily living (ADL) berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko infeksi berhubungan dengan71prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer dan kurang pengetahuan mengenai proses dan pencegahan penyakit berhubungan dengan tidak adanya paparan informasi. Diagnosa keperawatan yang ada pada askep teoritis tidak muncul di laporan kasus seperti ; peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan trombositopenia, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler. Hal ini kemungkinan dikarenakan penderita barada pada fase penyembuhan pada penyakit DBD sehingga tidak adanya data-data yang mendukung untuk membuktikan adanya masalah peningkatan suhu tubuh, terjadinya pendarahan lebih lanjut serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal ini berarti ada satu diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. A yang berbeda dengan apa yang telah disusun pada asuhan keperawatan teoritis, yaitu ; resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer. Diagnosa ini diangkat karena penulis menganalisa bahwa tempat penusukan atau pemasangan infus bisa menjadi port de entre atau tempat masuknya kuman, serta pada kondisi Tn. A yang terjadi penurunan kadar leukosit yang membuat tidak adekuatnya pertahanan primer untuk melawan infeksi maupun benda asing yang masuk didalam tubuh sehingga sangat perlu untuk dilakukan perawatan pada daerah tempat penusukan atau pemasangan infus dalam rangka mencegah72terjadinya infeksi. Prioritas utama diagnosa keperawatan pada Tn. A, yaitu resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan sekunder terhadap mual muntah ; permeabilitas kapiler yang belum stabil. Penulis mengangkat masalah ini menjadi prioritas utama karena pada saat pengkajian klien mengeluh mual muntah serta minum hanya + 700 cc/hari, bibir dan mukosa mulut klien tampak kering, terdapat ekimosis pada lengan kiri klien, kondisi klien masih pada fase DBD 3 - 7 hari dan ini memungkinkan untuk terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler yang berakibat terjadinya perdarahan dan apabila kondisi ini berlanjut akan mengakibatkan terjadinya syok yang berakibat fatal. Diagnosa ke dua pada Tn. A adalah resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder terhadap mual muntah. Selain data keluhan klien hanya menghabiskan setengah porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit, diagnosa ini juga diperkuat dengan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah yaitu; 8,8 g/dl yang cukup jauh dari batas normal pada laki-laki yaitu; 14 - 18 g/dl, hal ini dapat menghambat transfortasi nutrisi ke jaringan. Jika kondisi ini terus berlanjut maka bisa menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi sehingga mengganggu dalam proses penyembuhan. Diagnosa ke tiga adalah gangguan dalam pemenuhan aktivity daily living (ADL) berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Penulis mengangkat masalah ini73karena klien mengeluh pusing apabila berganti posisi berbaring ke posisi duduk, dan setelah tanda-tanda vital klien diperiksa, ternyata ada peningkatan tekanan darah dari 120/70 mmHg (diperiksa pada saat klien dalam kondisi tenang dan tidak dalam kondisi beraktivitas) menjadi 130/80 mmHg. Hal ini menandakan klien intoleransi terhadap aktivitas yang menyebabkan terganggunya pemenuhan aktivity daily living (ADL) pada klien. Diagnosa ke empat adalah resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer. Pada saat pengkajian, klien terpasang infus dua jalur, pada lengan kanan dan lengan kiri, pada saat infus di pasang pada tanggal 16 juni 2009 sampai dengan penulis melakukan pengkajian pada tanggal 22 Juni 2009, ternyata balutan infus klien belum pernah diganti, hal ini dapat memicu timbulnya mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi sekunder jika masuk melalui port de entre tempat penusukan jarum infus, serta diperkuat dengan adanya penurunan dari jumlah kadar leukosit dalam darah (L : 3000 u/l). Diagnosa ke lima adalah kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan penatalaksanaan pasien DBD dirumah berhubungan dengan tidak adanya paparan informasi. Penulis mengangkat masalah ini karena sesuai dengan hasil pengkajian bahwa klien dan keluarga tidak mengatahui penyebab dari penyakit DBD, penatalaksanaan jika pasien berada dirumah serta bagaimana pencegahan dari penyakit DBD itu sendiri, sehingga dapat menjadi resiko terjadinya kembali penyakit berulang.74Sama halnya pada tahap pengkajian, pada tahap ini penulis merasakan adanya faktor pendukung yang penulis rasakan yaitu sikap klien dan keluarga yang kooperatif sehingga penulis dapat lebih mudah melakukan penilaian klinik untuk mengangkat diagnosa keperawatan. Sedangkan penulis tidak menemukan adanya faktor penghambat yang begitu berarti, hal ini dikarenakan data-data yang diperoleh sudah cukup lengkap untuk menegakkan sebuah diagnosa keperawatan.C. Perencanaan Keperawatan Perencanaan keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu perencanaan yang baik. Kemudian penulis merumuskan tujuan dan kriteria hasil dengan jelas, dapat diukur, dapat dicapai, realistis dan penentuan waktu yang sesuai dengan tujuan sehingga memungkinkan dicapai oleh klien. Kemudian sesuai dengan tujuan penulis mendisain intervensi dengan landasan teoritis yang penulis sesuaikan dengan kondisi dan penyakit klien. Perencanaan yang telah penulis susun untuk diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan sunder terhadap mual muntah; permeabilitas kafiler yang belum stabil dengan tujuan ; masalah tidak menjadi aktual setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil klien mengatakan tidak muntah lagi dan pada klien tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi dan perdarahan, output dan input seimbang serta tandatanda vital (TTV) dalam batas normal.75Rencana intervensi keperawatan yang dibuat untuk diagnosa resiko kekurangan volume cairan diantaranya yaitu monitor keadaan umum klien, kaji ulang intake dan output cairan, observasi TTV setiap 2-3 jam, anjurkan klien untuk banyak minum (1.500-2.500 cc/hari), serta kolaborasi dalam pemasangan infus, pemberian cairan intra vena jika terjadi perdahan serta pemeriksaan darah (hematokrit, leukosit, hemoglobin dan trombosit). Hal ini tidak sesuai dengan perencanaan keperawatan yang ada pada asuhan keperawatan secara teoritis. Tidak terdapatnya diagnosa resiko kekurangan volume cairan pada asuhan keperawatan teoritis membuat penulis menganalisa alternatif pemecahan masalah, penulis merangkum diagnosa keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil serta rencana tindakan yang dibuat berdasarkan keluhan dan kebutuhan klien saat ini. Kemudian perencanaan tujuan dan kriteria hasil yang telah penulis susun untuk diagnosa resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat sekunder terhadap mual muntah dengan tujuan ; masalah tidak menjadi aktual setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil klien mengatakan dapat menghabiskan porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit, klien tampak segar, klien menghabiskan porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit, klien tidak tampak anemis serta tidak terjadi penurunan berat badan. Hal ini hampir sama dengan yang ada pada asuhan keperawatan teoritis yang tidak mencantumkan batas waktu.76Rencana intervensi keperawatan yang dibuat untuk diagnosa resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh antara lain yaitu kaji ulang keluhan adanya mual muntah, berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur serta hidangkan selagi masih hangat, beri makanan sedikit tapi sering, berikan makanan yang klien sukai yang tidak bertentangan dengan diet klien serta kolaborasi dalam pemberian anti mual dan suplemen penambah nafsu makan. Hal ini hampir sesuai dengan rencana intervensi yang di sebutkan didalam asuhan keperawatan teoritis, kerena ada beberapa perencanaan dari perencanaan teoritis yang tidak penulis gunakan yaitu jelaskan manfaat makanan atau nutrisi bagi klien terutama saat sakit dan catat jumlah atau porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Kemudian perencanaan tujuan yang penulis susun untuk dioagnosa gangguan pemenuhan kebutuhan aktivity daily living (ADL) berhubungan dengan intoleransi aktivitas yaitu ADL dapat terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil klien mengatakan kebutahan ADL klien terpanuhi, TTV sebelum dan sesudah aktivitas dalam batas normal. Hal ini hampir sesuai dengan yang ada pada asuhan keperawatan teoritis, karena tujuan dan kriteria hasil pada asuhan keperawatan teoritis tidak mencantumkan batas waktu. Rencana intervensi keperawatan yang dibuat untuk diagnosa gangguan pemenuhan kebutuhan ADL diantaranya yaitu kaji ulang pola aktivitas, anjurkan klien untuk beraktivitas secara bertahap sesuai terapi, bantu klien dalam77pemenuhan kebutuhan, pantau TTV sebelum dan sesudah beraktivitas. Hal ini hampir sesuai dengan rencana intervensi yang disebut dalam asuhan keperawatan teoritis karena ada beberapa perencanaan dari perencanaan teoritis yang tidak penulis gunakan yaitu berikan penjelasan mengenai hal-hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan fisik pasien dan siapkan bel didekat pasien. Perencanaan yang telah penulis susun untuk diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer dengan tujuan yaitu masalah tidak menjadi aktual setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit dengan kriteria hasil tidak terdapat tanda-tanda infeksi serta balutan infus tampak rapi dan bersih. Sedangkan rencana intervensi untuk diagnosa tersebut yaitu kaji ulang adanya tanda-tanda infeksi, pertahankan teknik aseptik dan anti septik, ganti balutan infus serta kolaborasi dalam pemberian antibiotik. Hal ini tidak sesuai dengan yang ada pada asuhan keperawatan teoritis, karena pada konsep asuhan keperawatan secara teoritis tidak muncul diagnosa keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer, sehingga penulis perlu menganalisa dan menyesuaikan pada sarana dan prasarana yang ada di rumah sakit untuk mendukung dalam pemecahan masalah yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien saat ini. Perencanaan tujuan yang penulis susun untuk diagnosa kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan penatalaksanaan pasien DBD dirumah78berhubungan dengan tidak adanya paparan informasi yaitu pengetahuan tentang proses penyakit bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit dengan kriteria hasil klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala dan cara pananganan serta cara pencegahan dari penyakiy DBD dan klien dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat. Hal ini hampir sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang ada pada asuhan keperawatan teoritis, karena pada tujuan dan kriteria hasil yang disebutkan didalam asuhan keperawatan teoritis tidak dicantumkan batas waktu. Rencana intervensi keperawatan yang dibuat untuk diagnosa kurang pengetahuan yaitu kaji ulang pengetahuan klien, kondisikan klien sebelum proses belajar, berikan pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit pananganan dirumah serta cara pencegahan dan evaluasi terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan. Hal ini hampir sesuai dengan rencana intervensi yang disebutkan didalam asuhan keperawatan teoritis, karena ada rencana intervensi keperawatan teoritis yang tidak penulis gunakan yaitu jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya bagi pasien dan keluarga. Adanya kesenjangan di atas dikarenakan beberapa faktor penyebab diantaranya karena rencana keperawatan teoritis yang tidak sesuai dengan kondisi Tn. A ada beberapa tindakan yang pada dasarnya sudah terangkum pada rencana keperawatan yang lain, sarana dan prasarana ruangan tempat klien dirawat yang tidak memungkinkan untuk penulis membuat rencana yang terkait dengan penggunaan media elektronik.79Kesenjangan antara diagnosa teoritis dengan beberapa diagnosa yang ditemukan dilapangan membuat penulis merancang perencanaan yang disesuaikan dengan masalah yang dihadapi klien dengan mengacu kepada perencanaan yang terdapat pada literatur terkait diagnosa yang sama dengan apa yang penulis temukan. Namun persamaan antara beberapa diagnosa yang ditemukan dilapangan dengan yang ada pada konsep teoritis menjadi faktor pendukung bagi penulis, sehingga dalam membuat perencanaan untuk mengatasi masalah tersebut penulis hanya menyesuaikan dengan perencanaan yang ada pada rencana keperawatan secara teoritis dengan ditambah perencanaan yang disesuaikan dengan keadaan klien tersebut.D. Implementasi Keperawatan Pada tahap ini penulis sebagai anggota tim keperawatanmengimplementasikan intervensi keperawatan dengan berlandaskan teori, baik secara mandiri maupun kolaboratif sesuai dengan penyakit yang diderita klien dan kondisi klien saat itu. Tahap implementasi ini ada dua rencana tindakan sempat tertunda yaitu yang pertama membantu klien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygine (mandi), hal ini di karenakan pada saat pengkajian ulang hari ke dua pada pagi harinya didapatkan klien merasa kedinginan sehingga menyebabkan klien enggan untuk mandi meskipun diberikan alternatif yaitu penambahan suhu pada air mandi klien.80Melakukan perawatan infus merupakan hal yang ke dua dari rencana tindakan keperawatan yang juga sempat tertunda, hal ini di karenakan balutan infus telah diganti oleh perawat ruangan lebih awal dari perencanaan yaitu pada sore senin dikarenakan aliran infus klien yang tiba-tiba macet sehingga balutan infus Tn. A terpaksa diganti pada sore itu juga padahal rencana perawatan infus baru akan dilakukan pada hari selasa pagi, akan tetapi pada selasa siang terdapat rembesan darah pada balutan infus klien yang diakibatkan tidak eratnya sambungan antara selang transfusi dengan jarum atau kateter infus. Dengan kondisi tersebut penulis mencoba melakukan perawatan infus pada Tn. A. Faktor pendukung pada tahap ini adalah kerjasama yang baik dengan tim kesehatan lain dan partisipasi dari klien dan keluarga sehingga penulis dapat melaksanakan rencana yang telah penulis buat dengan baik. Sedangkan faktor penghambat tidak begitu dirasakan oleh penulis. Pada tahap ini penulis membuat rencana tindak lanjut yaitu jadwal memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygine (mandi) pada hari rabu hari berikutnya, dan dapat terlaksana karena klien tidak merasa kedinginan lagi. E. Evaluasi Keperawatan Pada tahap ini penulis menilai sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien, yang diberikan pada tanggal 22 Juni 2009 sampai dengan 24 Juni 2009. Penulis menggunakan empat komponen proses evaluasi yaitu mengidentifikasi kriteria hasil, mengumpulkan data perkembangan klien, mengukur dan membandingkan perkembangan klien81dengan kriteria evaluasi guna memutuskan sejauh mana tujuan tercapai dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan serta menggunakan dua metode evaluasi yaitu evaluasi formatif atau evaluasi proses dan evaluasi sumatif atau evaluasi tahap akhir. Berdasarkan hasil evaluasi pada hari pertama terdapat satu diagnosa teratasi sebagian yaitu, resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan sekunder terhadap mual muntah. Diagnosa ini teratasi sebagian dikarenakan klien belum menunjukkan intake cairan yang adekuat, bibir klien tampak kering, dan setiap saat klien bisa saja berada dalam keadaam resiko kekurangan volume cairan. Diagnosa yang belum teratasi berdasarkan evaluasi hari pertama terdapat empat diagnosa antara lain sebagai berkut : 1. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder terhadap mual dan muntah, diagnosa ini belum teratasi di karenakan klien belum dapat menghabiskan porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit, klien tampak lemah, konjungtiva anemis serta kadar Hb : 8,8 g/dl. 2. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivity dayily living (ADL)berhubungan dengan intoleransi aktivitas, diagnosa ini dapat belum teratasi karena klien merasa badannya lemah dan kebutuhannya dibantu oleh perawat dan keluarga, aktivitas klien hanya ditempat82tidur, serta TTV menandakan klien intoleransi terhadap aktivitas. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer. Diagnosa ini belum teratasi sebagian di karenakan belum adanya tindakan perawatan infus yang dilakukan kepada klien dan tangan klien masih terpasang infus dan mempunyai kemungkinan port de entre atau tempat masuknya kuman yang mengakibatkan terjadinya infeksi. 4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan penatalaksanaan dirumah berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi. Diagnosa ini belum teratasi dikarenakan penulis merencanakan pemberian meteri penyuluhan kesehatan dilakukan pada hari ketiga, sehingga klien dan keluarga belum mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit demam berdarah dengue, penyebab dan cara penatalaksanaan penyakit demam berdarah. Hasil evaluasi pada hari ke dua terdapat satu diagnosa yang belum teratasi yaitu, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan penatalaksanaan dirumah berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi. Diagnosa ini belum teratasi dikarenakan klien dan keluarga belum diberikan pendidikan kesehatan mengenai proses penyakit demam berdarah dengue, penyebab dan cara penatalaksanaan penyakit demam berdarah, hal ini dikarenakan penulis merencanakan pendidikan kesehatan dilakukan pada hari ketiga.83Diagnosa yang teratasi sebagian berdasarkan evaluasi hari ke dua terdapat empat diagnosa keperawatan yaitu : 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan sekunder terhadap mual muntah. Diagnosa ini teratasi sebagian dikarenakan klien sudah menunjukkan intake cairan dengan peningkatan + 300 cc, klien juga tidak merasa mual dan tidak muntah, akan tetapi kadar trombosit klien berada dibawah batas normal, hal ini bisa memicu terjadinya perdarahan yang bisa membuat klien berada pada keadaan kurang volume cairan. 2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat sekunder terhadap mual dan muntah, diagnosa ini teratasi sebagian di karenakan klien dapat menghabiskan porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit, akan tapai klien masih lemah serta kadar Hb : 8,9 g/dl. 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivity dayily living (ADL) berhubungan dengan intoleransi aktivitas, diagnosa ini teratasi sebagian karena klien merasa badannya lemah dan kebutuhannya dibantu oleh perawat dan keluarga, aktivitas klien hanya ditempat tidur dan TTV pada saat beraktivitas menunjukkan klien masih toleran terhadap aktivitas, akan tetapi klien merasa tidak pusing apabila berganti posisi dari berbaring ke posisi duduk. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer.84Diagnosa ini teratasi sebagian di karenakan klien tidak merasa gatal pada area penusukkan dan balutan infus klien tampak rapi dan bersih belum namun klien masih terpasang infus itu berarti masih mempunyai kemungkinan port de entre atau tempat masuknya kuman yang mengakibatkan terjadinya infeksi. Evaluasi pada hari ketiga merupakan evaluasi akhir pada proses keperawatan selama tiga hari melakukan asuhan keperawatan, dalam tahap ini penulis menemukan dua diagnosa yang teratasi yaitu : 1. Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivity dayily living (ADL)berhubungan dengan intoleransi aktivitas. Diagnosa ini dapat teratasi karena tujuan dan kriteria hasil dapat di capai oleh klien dengan batas waktu yang di tentukan oleh perawat yaitu; klien tidak merasa lemah lagi, klien tidak merasa pusing apabila bangun dari posisi baring, dan tanda-tanda vital klien setelah beraktivitas dalam batas normal. 2. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan penatalaksanaan dirumah berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi. Diagnosa ini dapat teratasi karena klien dan keluarga mampu menyebutkan apa itu penyakit demam berdarah dengue,menyebutkan penyebab dan cara penatalaksanaan penyakit demam berdarah dan hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah dibuat penulis dengan batasan waktu yang ditentukan.85Hal ini berarti ada tiga diagnosa resiko yang tidak menjadi aktual, antara lain sebagai berikut : 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebihan sekunder terhadap mual muntah; permeabilitas kafiler yang belum stabil. Diagnosa ini tidak menjadi aktual dikarenakan tujuan dan kriteria hasil yang penulis buat dapat dicapai klien dengan batas waktu yang telah ditentukan, hal ini diperkuat dengan data klien tidak mual lagi dan minum + 1.500 cc/hari, tidak tampak adanya tanda-tanda dehidrasi dan perdarahan. 2. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan muntah. Diagnosa ini tidak menjadi aktual di karenakan tidak menunjukkan adanya penurunan berat badan secara signifikan dari klien, klien juga tidak muntah lagi, klien juga dapat menghabiskan porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit. kadar hemoglobin klien juga menunjukkan peninggkatan walaupun masih berada di bawah batas normal, yaitu : 11 g/dl, hal ini sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah di buat dengan baik sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasif (pemasangan infus) sekunder terhadap tidak adekuatnya pertahanan primer. Diagnosa ini tidak menjadi aktual di karenakan balutan infus klien sudah diganti dan tampak rapi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada area penusukkan serta TTV klien dalam matas normal. Hal ini menunjukkan86bahwa tujuan dan kriteria hasil dapat dicapai dalam waktu yang telah ditentukan. Faktor yang mendukung dalam tahap evaluasi ini adalah kerjasama yang baik dari pasien dan keluarga sehingga penulis dapat lebih mudah menilai keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Sedangkan faktor penghambat pada tahap ini tidak dirasakan oleh penulis. Tahap evaluasi merupakan tahap penentuan dari seluruh proses keperawatan yang dilakukan terhadap pasien, akan tetapi proses keperawatan tidak selalu berakhir pada satu siklus, karena apabila evaluasi yang diharapkan dari pasien tidak tercapai maka proses tersebut dapat dilanjutkan dengan membuat modifikasi rencana keperawatan, dengan demikian seorang perawat hendaknya meningkatkan kemampuan dalam dalam menilai faktor penghambat dari tidak tercapainya tujuan dan kriteria hasil yang telah direncanakan sehingga diharapkan dari hasil penilaian tersebut tersebut perawat dapat memodifikasi rencana keperawatan yang lebih spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, ada batas waktu dan sesuai dengan kondisi pasien.