Nata de Leri

25
PEMANFAATAN LIMBAH AIR CUCIAN BERAS SEBAGAI SUBSTRAT PEMBUATAN NATA DE LERI DENGAN PENAMBAHAN KADAR GULA PASIR DAN STARTER BERBEDA RESUME SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Biologi Disusun oleh : 07640036 RAHMAD HIDAYATULLAH PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2012

description

pemanfaatan air cucian beras sebagai substrat pembuatan nata dengan variable Carbon

Transcript of Nata de Leri

PEMANFAATAN LIMBAH AIR CUCIAN BERAS SEBAGAI SUBSTRAT PEMBUATAN NATA DE LERI DENGAN PENAMBAHAN

KADAR GULA PASIR DAN STARTER BERBEDA

RESUME SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat sarjana S-1

Program Studi Biologi

Disusun oleh :

07640036 RAHMAD HIDAYATULLAH

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2012

2

THE EFFECT OF THE ADDITION SOME SUGAR AND A. xylinum STARTER TO PRODUCE NATA DE LERI FROM LERI SUBSTRATE

RAHMAD HIDAYATULLAH

NIM. 07640036

ABSTRACT

Pembimbing: Arifah Khusnuryani, M.Si., Dian Noviar, M.Pd.Si.

The leri (javanesse) or the rice washing water known has a high level contain of nutrient such as carbohydrate, proteins, and vitamins. Hence it can be used as substrate to produce Nata de Leri. the aimed of this research was to investigate the effect of addition some sugar and A. xylinum starter on physical and chemical characteristics of nata. The thickness and weight of nata were determined as physical properties. The cemical properties such as fiber and total sugar level were analysed base on Sudarmadji method. The A. xylinum starter (v/v) and sugar (w/v) concenteration employed in the experiment were 5%, 10%, 15% and 10%, 15%, 20% respectly. The result showed that a good physical and chemical properties of nata could be produced by administering 10% and 15% concentration of sugar and 15% of A. xylinum starter. The produced with the above treatment had a good total weight of 120.50 g and 120.90 g, thickness of 9.44 mm and 10.00, total sugar of 0.87% and 0.67%, and crude fiber 1.98% and 2.71%. Based on hedinic test to 20 respondents, it can be concluded that 100% of them showed a preference to Nata de Leri.

Keywords: Rice washing water, Acetobacter xylinum, sugar, nata.

3

A. PENDAHULUAN

Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi dan digunakan sebagai

sumber karbohidrat terpenting bukan hanya di Indonesia tapi juga warga dunia. Beras

merupakan makanan pokok yang dikonsumsi hampir oleh seluruh masyarakat Indonesia

(> 90%), selain itu beras juga berkaitan erat dengan segala aspek budaya (Anonim,

2004). Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati

sekitar 80-85%. Pada proses pengolahan beras menjadi nasi, beras biasanya akan dicuci

berulang kali hingga dianggap bersih. Air cucian tersebut biasanya akan langsung

dibuang karena dianggap tidak memiliki nilai apapun, namun sebenarnya air cucian

yang biasa dikenal dengan istilah leri (leri) tersebut masih mengandung karbohidrat,

protein dan vitamin B yang sebagian besar terdapat pada pericarpus dan aleuron yang

ikut terkikis; serta vitamin B1 atau thiamin (Moehyi, 1992; Rachmat & Agustina. 2007).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriah (2007) membuktikan bahwa

besarnya kandungan karbohidrat dan zat-zat lain di dalam air cucian beras membuatnya

berpotensi sebagai substrat untuk pembentukan selulosa (nata). Dari penelitian yang

dilakukan oleh Rachmat & Agustina (2007) dapat dijelaskan bahwa limbah air cucian

beras dapat pula dijadikan sebagai bahan tambahan (fortifikator) dalam fermentasi nata

de coco. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa fermentasi air kelapa dan air limbah

cucian beras menghasilkan nata de coco yang lebih tebal dibandingkan yang terbuat

dari air kelapa saja. Hal ini disebabkan, air cucian beras mengandung vitamin dan gizi

4

yang diperlukan dalam metabolisme sel mikrobia. Thiamin yang dikandung leri

membantu mikrobia dalam pelepasan energi, asam aminonya membantu regulasi

metabolit, sedangkan lisin berperan dalam β oksidasi asam lemak rantai panjang dan

merupakan zat yang essensial bagi semua makhluk hidup.

Nata adalah bahan pangan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum yang

menghasilkan lembaran gel di permukaan substrat yang berupa selulosa (Arviyanti &

Yulimartani, 2009). Hasil fermentasi nata dipengaruhi oleh waktu inkubasi, suhu, kadar

glukosa dalam larutan fermentasi dan jumlah bakteri yang diinokulasikan, sumber

nitrogen, keasaman media dan umur kultur. Oleh karena itu penambahan sumber

karbon dan nitrogen sering dilakukan untuk memperoleh jumlah nata yang lebih banyak

(Sulistyo, 2007; Alaban, 1962; Lapuz, 1967).

Biomassa nata merupakan produk sintesis oleh A. xylinum selama proses

fermentasi pada media yang mengandung gula dan asam. Dalam prosesnya komponen

gula (sukrosa) akan dipecah oleh A. xylinum sehingga terbentuk polisakarida, yakni

selulosa. Selulosa tersebut membentuk membran yang terus menebal dan membentuk

jaringan yang kuat yang disebut pelikel nata (Stainer dan Deudroft, 1957 cit Rifki,

2004). Menurut Huda (2009), media yang digunakan sebagai substrat pembentukan

selulosa (nata) harus memiliki kadar gula yang tinggi, sebab hasil fermentasi berupa

selulosa terbentuk dari bahan glukosa yang diubah oleh bakteri A. xylinum. Hal ini

disebabkan mikrobia memiliki kondisi optimum tertentu dimana pertumbuhannya akan

5

lebih cepat dan produksi membran selulosa (nata) akan semakin besar. Hasil penelitian

Choirun et al., 1997 melaporkan bahwa kadar gula pasir paling optimal untuk

pembentukan nata adalah 10% dengan karakter fisik nata yang tebal, kenyal, dan enak.

(Fardiaz, 1987).

Jumlah inokulum yang ditanamkan pada media fermentasi berpengaruh besar

terhadap ketebalan nata yang dihasilkan. Volume starter yang semakin tinggi dalam

cairan fermentasi nata menyebabkan meningkatnya kerapatan sel bakteri sehingga

ketersediaan oksigen dalam cairan fermentasi menjadi rendah. Hal ini juga dapat

menyebabkan turunnya aktivitas metabolik bakteri sehingga menyebabkan berat basah

dan ketebalan nata (Purwoko, 2009; Fardiaz, 1987; Lapuz, 1967).

Nata dari limbah cucian beras ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif

produk pangan yang baik, mengingat dalam limbah cair tersebut masih mengandung

karbohidrat dan vitamin yang tinggi. Selain itu hasil pengolahan limbah air cucian beras

ini dapat menjadi produk yang bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Air Cucian Beras Sebagai substrat

Pembuatan Nata De Leri dengan Penambahan Kadar Gula Pasir dan Starter

Berbeda”

6

B. METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2012 di Laboratorium

Mikrobiologi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

2. Prosedur Kerja

a) Preparasi Sampel

1) Limbah air cucian beras diambil pada pencucian pertama hingga ke-3

dengan perbandingan beras dan air pencuci 1:2 (b/v)

2) Air cucian beras yang telah ditampung selanjutnya disaring

menggunakan kain kasa

3) Hasil penyaringan diambil sebanyak 5,4 liter.

b) Peparasi alat

1) Peralatan gelas disterilisasi dengan menggunakan autoklaf 121°C

selama 20 menit.

2) Kertas koran disterilisasi menggunakan oven 100°C selama 1 jam.

3) Toples dicuci bersih dengan sabun lalu dikeringkan di bawah terik

matahari ± 30 menit. Saat akan digunakan toples disemprot terlebih

dahulu dengan alkohol 96%.

7

c) Pembuatan nata

1) Air cucian beras sebanyak 5,4 liter dipanaskan dan diaduk hingga

mendidih.

2) Air cucian beras dibagi menjadi 3 bagian; masing-masing 1,8 liter; lalu

ditambahkan gula pasir sesuai perlakuan sebanyak 10% (b/v), 15%

(b/v), dan 20%(b/v), kemudian dipanaskan selama 15 menit.

3) Setelah hangat (± 40°C), semua media dengan berbagai perlakuan

ditambah ZA sebanyak 0,2% (b/v), kemudian diaduk hingga ZA larut.

4) Setelah dingin, ditambahkan asam asetat glasial hingga mencapai pH

4-5.

5) Masing-masing media perlakuan dituangkan ke dalam 9 buah toples

dan dibagi menjadi 3 kelompok. Setiap kelompok ditambah starter

sebanyak 5% (v/v), 10% (v/v) dan 15% (v/v).Toples ditutup dan

dibungkus dengan kertas koran dan diikat karet (starter yang

digunakan merupakan starter siap pakai).

6) Media fermentasi diinkubasikan pada suhu kamar selama 12 hari atau

hingga tampak pembentukan nata

d) Pemanenan Nata

1) Nata de leri yang telah terbentuk, dipanen dan dibersihkan dari selaput

yang menempel pada permukaan bawah nata.

8

2) Nata dipotong dadu dengan ukuran sesuai selera.

3) Nata yang telah dipotong, direndam air selama 3 hari dan selalu

mengganti air rendaman setiap harinya untuk menghilangkan asam

asetat yang tersisa pada nata.

e) Penentuan Karakteristik Fisik Nata de leri

Uji karaktristik fisik meliputi pengukuran ketebalan dan berat basah

nata.

a. Pengukuran ketebalan nata

i. Nata yang telah dipanen kemudin dicuci bersih

ii. Nata yang telah dicuci kemudian diukur ketebalannya dengan

menggunakan jangka sorong

iii. Hasil pengukuran ketebalan nata dicatat.

b. Pengukuran berat basah nata

i. Nata yang dipanen kemudian dicuci bersih

ii. Berat basah nata ditimbang menggunakan timbangan analitik

(Ohaus-adventurer)

iii. Hasil pengukuran berat basah nata dicatat.

f) Penentuan Kualitas Kimiawi Nata de Leri

Pengukuran karakteristik kimiawi nata de leri dilakukan di

Laboratorium Bioteknologi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

9

Gadjah Mada, Yogyakarta. Karakteristik kimiawi meliputi pengukuran uji

kadar serat dan kadar gula total yang mengacu pada metode analisa

Sudarmadji, et al (2007). Cara kerja pengukuran karakteristik kimiawi

ditampilkan pada lampiran halaman 54 – 57.

g) Uji organoleptik dan hedonik nata de leri

Uji ini dilakukan terhadap 20 orang responden. Responden dipilih

secara acak pada mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Uji

organoleptik meliputi aroma, kekenyalan, dan warna. Aroma meliputi harum

dan tidak harum; kekenyalan meliputi kenyal dan tidak kenyal (alot);

sedangkan penampakan warna meliputi putih bening dan putih susu. Uji

hedonik dilakukan guna mengetahui tingkat kesukaan responden terhadap

nata de leri dengan kategori suka dan tidak suka.

h) Analisis Data

Data karakter fisik dan kimia yang diperoleh dari hasil pengamatan

diujikan melalui analisis anova 2 jalur (two ways), jika terdapat perbedaan

yang signifikan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan uji LSD (Least

Significant Difference). Data uji organoleptik dan hedonik yang diperoleh

dianalisis secara deskriptif kualitatif.

10

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL PENELITIAN

Tabel 4. Data karakteristik fisik Nata de Leri dengan perlakuan variasi kadar gula pasir dan volume starter.

Ket.: P1 : gula 10% (b/v), starter 5% (v/v); P2 : gula 10% (b/v), starter 10% (v/v); P3 : gula 10% (b/v), starter 15% (v/v); P4 : gula 15% (b/v), starter 5% (v/v); P5 : gula 10% (b/v), starter 10% (v/v); P6 : gula 15% (b/v), starter 15% (v/v); P7: gula 20% (b/v), starter 5% (v/v); P8: gula 20% (b/v), starter 10% (v/v); P9 : gula 20% (b/v), starter 15% (v/v);

Hasil uji anova berat basah Nata de Leri menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata antar perlakuan, sedangkan hasil uji anova untuk ketebalan

tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukan dengan

nilai F hitung yang lebih kecil dari pada nilai F table.

Perlakuan Karakterisik Nata de Leri Berat Basah (gr) Ketebalan (mm)

P1 49,50 4,07 P2 87,80 7,27 P3 120,50 9,44 P4 43,00 4,00 P5 93,00 8,10 P6 120,90 10,00 P7 57,00 4,77 P8 88,80 7,80 P9 109,70 5,54

11

Tabel 5. Data karakteristik kimiawi Nata de Leri dengan perlakuan variasi kadar gula pasir dan volume starter.

Perlakuan Karakterisik Nata de Leri

Kadar Serat (%) Kadar Gula Total (%) P1 0,69 1,67 P2 0,83 1,85 P3 0,87 1,98 P4 0,93 2,38 P5 0,84 2,49 P6 0,67 2,71 P7 0,94 2,89 P8 0,77 3,09 P9 0,67 3,21

Ket.: P1 : gula 10% (b/v), starter 5% (v/v); P2 : gula 10% (b/v), starter 10% (v/v); P3 : gula 10% (b/v), starter 15% (v/v); P4 : gula 15% (b/v), starter 5% (v/v); P5 : gula 10% (b/v), starter 10% (v/v); P6 : gula 15% (b/v), starter 15% (v/v); P7: gula 20% (b/v), starter 5% (v/v); P8: gula 20% (b/v), starter 10% (v/v); P9 : gula 20% (b/v), starter 15% (v/v);

Hasil uji anova kadar serat Nata de Leri dengan tingkat kepercayaan

99% menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan, sedangkan

hasil uji anova untuk kadar gula total tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan F hitung kadar serat dan gula total secara berturut-turut adalah 14,675

dan 0,844 sedangkan F tabel adalah 4,58.

Tabel 6. Hasil uji organoleptik dan hedonik Nata de Leri.

Parameter Uji Respon (%) Warna Putih Transparan (20) Putih Susu (80) Rasa Manis (50) Netral (50)

Aroma Enak (Harum) (100) Tidak Enak (Busuk) (0) Tekstur Kenyal (100) Alot (0)

12

2. PEMBAHASAN

Nata adalah bahan pangan hasil fermentasi bakteri A. xylinum yang

menghasilkan lembaran gel di permukaan substrat yang berupa selulosa. Starter

bakteri diperlukan dalam pembentukan nata sebagai agen pelaku fermentasi.

Dalam proses fermentasi pembuatan nata, starter akan mensekresikan enzim

invertase untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Nata akan

terbentuk dari glukosa yang berasal dari pemecahan sukrosa (gula pasir) maupun

yang berasal dari media tumbuh starter.

1. Karakteristik fisik Nata de Leri

a. Ketebalan Nata de Leri

Ketebalan nata merupakan akumulasi serabut selulosa yang

dihasilkan oleh bakteri A. xylinum sebagai hasil metabolisme. Ketebalan

nata menunjukkan massa selulosa yang dihasilkan sebagai produk

metabolisme bakteri A. xylinum, semakin tebal nata yang dihasilkan

semakin banyak pula selulosa yang terbentuk (Lestari, 2011; Fardiaz,

1987).

Ketersediaan unsur karbon dalam medium fermentasi seringkali

masih dibawah jumlah kebutuhan karbon yang diperlukan oleh mikrobia,

sehingga seringkali dilakukan penambahan sumber karbon dari luar

(Alaban, 1962). Penelitian ini menggunakan gula pasir sebagai tambahan

13

sumber unsur karbon untuk pertumbuhan bakteri. Penggunaan gula pasir

ini dikarenakan kandungan unsur C dalam gula pasir tinggi dan mudah

didapat. Selain itu, secara kimiawi gula pasir tidak memiliki potensi

bahaya bagi sebagian mikrobia, termasuk A. xylinum (Bakti, 1974 cit

Lestari, 2011).

Hasil uji fisik Nata de Leri menunjukan adanya perbedaan

ketebalan nata yang dihasilkan dari kombinasi penambahan kadar gula

dan volume starter. Penambahan kadar gula pasir sebanyak 15 % dengan

volume starter 15 % menghasilkan Nata de Leri dengan karakter fisik

yang paling baik dengan ketebalan rata-rata 10,00 mm. Perlakuan

penambahan kadar gula pasir 15% dan volume starter 5% menghasilkan

nata paling tipis (4,00 mm) jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Pembentukan nata yang tipis diduga disebabkan oleh terhambatnya

pertumbuhan bakteri A. xylinum, akibat rendahnya kandungan nutrien

dalam substrat yang tersedia selama masa fermentasi. Selain itu karakter

nata yang tipis disebabkan pula oleh sedikitnya jumlah bakteri yang

berperan sebagai agen pembentuk selulosa.

14

b. Berat basah Nata de Leri

Perbedaan berat basah nata dipengaruhi oleh jumlah serabut

selulosa yang diproduksi oleh A. xylinum dan jumlah cairan substrat yang

terperangkap mengisi rongga-rongga selulosa saat proses pembentukan

nata (Brown, 1994). Penambahan kadar gula (sumber C) yang terlalu

tinggi dapat menyebabkan kepekatan dalam cairan substrat menjadi

tinggi, sehingga ketersediaan oksigen menjadi rendah dan

mengakibatkanturunnya aktivitas metabolik bakteri sehingga

menyebabkan penurunan berat basah dan ketebalan nata (Lapuz et al.,

1967).

Penambahan kadar gula dan volume starter yang tepat dapat

mengoptimalkan pembentukan nata, namun penambahan kadar gula dan

volume starter yang terlalu tinggi dapat menyebabkan berat basah dan

ketebalan nata menurun (perlakuan gula 20% dan starter 15%). Hal ini

disebabkan penambahan volume starter yang terlalu tinggi akan

menambah kerapatan sel dalam cairan fermentasi, sehingga kebutuhan

akan nutrien dan oksigen menjadi lebih tinggi, sementara dengan

penggunaan kadar gula yang tinggi akan membuat kadar oksigen terlarut

menjadi semakin rendah. A. xylinum merupakan bakteri obligat aerob

15

sehingga keberlangsungan hidupnya akan sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan oksigen (Lapuz et al., 1967; Misgiyarta, 2007).

Semakin besar penambahan volume starter, maka jumlah bakteri

yang akan ikut berperan saat proses fermentasi juga akan semakin besar.

Hal ini mengakibatkan kebutuhan akan nutrien dan oksigen juga akan

meningkat. Bakteri A. xylinum akan memanfaatkan glukosa yang berasal

dari penambahan gula pasir sebagai sumber karbon dan mengubahnya

menjadi selulosa. Jika glukosa yang berasal dari gula pasir telah habis,

bakteri A. xylinum akan memanfaatkan energi dari limbah air cucian beras

(Lapuz et al., 1967; Taohidah, 2012; Misgiyarta, 2007).

2. Karakter kimia Nata de Leri

a. Kedar serat kasar Nata de Leri

Penambahan kadar gula yang tepat akan meningkatkan

pembentukan sel dan ATP. Semakin banyak sel A. xylinum yang tumbuh,

jika disertai dengan ketersedian nutrien dan kecukupan oksigen akan

memungkinkan sintesis selulosa yang semakin banyak. Ketersedian ATP

akan menyediakan lebih banyak energi untuk berbagai keperluan seperti

pembentukan selulosa dan pembelahan sel (Lestari, 2011).

Selulosa merupakan bagian dari serat makanan yang bersifat

tidak larut dalam air. Komponen serat makanan banyak ditemukan pada

16

dinding sel tanaman. Selulosa merupakan salah satu komponen penting

pada bahan berserat alami disamping hemiselulosa dan lignin, akan tetapi

selulosa yang dihasilkan A. xylinum tidak mengandung zat pektin, lignin,

dan sejumlah kecil nitrogen. Konsumsi serat dapat mengurangi resiko

gangguan pencernaan, serangan jantung, dan kanker usus. Secara umum

nata mengandung 35-36% selulosa (Rainbow & Rose cit Taohidah, 2011;

Enny, 1982)

Serat kasar merupakan senyawa yang tidak dapat dicerna dalam

organ pencernaan manusia maupun hewan. Serat kasar mengandung 97%

selulosa, lignin, dan zat lain yang belum diketahui secara pasti. Kadar

serat kasar sering digunakan dalam analisis bahan pangan karena

merupakan indeks yang menentukan nilai gizi bahan makanan

(Sudamadji, et al. 1989).

Berdasarkan Tabel 5 tampak bahwa kadar serat tertingi (0,94%)

diperoleh dari perlakuan penambahan kadar gula 20% dengan volume

starter 5%, sedangkan kadar serat terendah (0,67%) diperoleh dari

penambahan kadar gula 15% dan 20% serta volume starter 15%. Secara

umum, hal ini berbanding terbalik dengan rata-rata tebal nata yang

diperoleh, yakni semakin tebal nata yang diperoleh maka kadar serat akan

semakin rendah. Hal ini berkaitan dengan kecepatan pembentukan

17

selulosa yang dilakukan oleh bakteri A. xylinum, yang berarti berkaitan

pula dengan fase-fase pertumbuhan sel bakteri. Adapun fase-fase

pertumbuhan bakteri dalam pembentukan selulosa diantaranya: 1) Fase

adaptasi, 2) Fase pertumbuhan awal, 3) Fase eksponensial, 4) Fase

pertumbuhan lambat, dan 5) Fase kematian.

b. Kadar gula total nata

Gula total nata merupakan keseluruhan senyawa gula yang

terkandung dalam nata. Senyawa gula merupakan senyawa yang memiliki

rasa manis karena mengandung gugus hidroksil pada molekulnya.

Senyawa gula ada 2 golongan, yakni: 1) Monosakarida, terdiri dari

glukosa, fruktosa dan galaktosa; 2) Disakarida, terdiri dari sukrosa laktosa

dan maltosa (Gaman, 1981; Sudarmadji, et al. 1989).

Bakteri A. xylinum menggunakan gula sebagai bahan untuk

membentuk selulosa. Selain itu gula juga akan dikonversi menjadi

komponen-komponen lain yang dibutuhkan oleh sel. Selama fermentasi

berlangsung, terjadi perombakan gula non reduksi (sukrosa) menjadi gula

reduksi yang kemudian akan dioksidasi menjadi asam organik untuk

mencukupi kebutuhan energi serta digunakan untuk keperluan konversi

sintesa selulosa oleh bakteri A. xylinum (Pederson, 1971).

18

Hasil analaisis kadar gula total menunjukan bahwa semakin

tinggi kadar gula pasir (sukrosa) yang ditambahkan maka akan semakin

tinggi pula kadar gula total yang dihasilkan. Penambahan kadar gula pasir

20% dengan variasi starter 15% menghasilkan kadar gula total tertinggi,

sedangkan kadar gula total terendah diperoleh dari perlakuan penambahan

kadar gula 10% dengan penambahan volume starter 5%. Pembentukan

nata akan melalui proses gelitanisasi fibril-fibril yang dihasilkan oleh sel-

sel A. xylinum yang saling terikat dan tidak beraturan memerangkap

cairan fermentasi dalam jumlah besar.

Dengan penambahan kadar gula pasir yang semakin tinggi,

cairan fermentasi akan semakin kaya akan gula. Ketebalan pelikel nata

biasanya diikuti dengan kenaikan kadar gula total. Penambahan volume

starter yang tepat akan mengakibatkan ketebalan nata juga semakin tinggi

sehingga cairan fermentasi yang terperangkap akan semakin banyak.

Dengan semakin banyaknya cairan yang terperangkap pada rongga-

rongga nata maka penambahan kadar gula pasir yang semakin banyak

akan menghasilkan kadar gula total yang semakin tinggi.

Kadar gula total cenderung mengalami penurunan selama

penyimpanan karena selama proses fermentasi berlangsung, gula habis

dipecah dan digunakan untuk memproduksi asam asetat dan selulosa. Hal

19

ini mungkin juga disebabkan oleh karena perubahan total gula menjadi

asam. Selain proses fermentasi terjadi peningkatan kadar air produk dan

juga peningkatan total mikrobia, sehingga mulai terjadi perombakan

kadar gula menjadi asam (Barlina, et al., 2007).

3. Hasil Uji Organoleptik dan Hedonik Nata de Leri

a. Penampakan Warna Nata de Leri

Hasil uji organoleptik yang dilakukan terhadap 20 orang

responden menunjukan bahwa 80% responden menyatakan Nata de Leri

memiliki warna putih susu, dan 20% responden menyatakan Nata de Leri

memiliki warna putih transparan. Warna nata dipengaruhi oleh warna

substrat yang digunakan sebagai media fermentasi. Warna air cucian

beras yang digunakan adalah putih susu sehingga nata yang dihasilkan

pun akan berwarna putih susu.

Sebagian kecil responden (20%) menyatakan bahwa Nata de

Leri memiliki warna transparan. Hal ini dapat terjadi karena pada

dasarnya warna serabut selulosa yang dihasilkan memang berwarna

transparan. Pada saat pemanenan nata terjadi pemotongan nata yang

membuat sebagian cairan yang terperangkap juga ikut keluar, sehingga

pada bagian samping hasil pemotongan akan miskin cairan fermentasi dan

20

membuatnya kembali berwarna transparan. Selain itu proses pencucian,

perendaman, dan perebusan juga akan mempegaruhi warna nata.

b. Rasa Nata de Leri

Rasa selulosa pembentuk nata yang dihasilkan oleh bakteri A.

xylinum pada dasarnya adalah netral. Hasil uji organoleptik Nata de Leri

menunjukan 50% responden menyatakan bahwa Nata de Leri memiliki

rasa yang netral dan 50% lainnya menyatakan Nata de Leri memiliki rasa

manis. Perbedaan ini dimungkinkan disebabkan oleh perbedaan

sensitifitas lidah responden dalam mengecap, sehingga memiliki

perbedaan dalam pendeskripsian rasa nata yang di ujikan.

Rasa manis yang dirasakan oleh responden mungkin

dipengaruhi oleh kadar gula terlarut dalam cairan fermentasi yang ikut

terperangkap dalam jalinan selulosa nata, sehingga semakin besar jumlah

gula terlarut dalam cairan fermentasi maka akan semakin manis rasanya.

Selain itu, rasa manis juga dipengaruhi oleh penambahan perasa yang

digunakan pada penyajian nata.

c. Aroma Nata de Leri

Aroma berbagai jenis makanan sebagian besar merupakan

kombinasi dari indra penciuman dan pengecapan. Hasil uji aroma Nata de

Leri menunjukan 100% responden menyatakan bahwa Nata de Leri

21

memiliki aroma yang baik (harum/enak). Pada proses pembentukan nata,

A. xylinum akan memproduksi asam-asam organik sehingga nata yang

dihasilkanpun akan beraroma sedikit asam. Namun hal ini dapat diatasi

dengan pencucian dan perendaman berkali-kali sehingga asam-asam yang

masih menempel akan hilang bersama air pencucian dan perendaman.

d. Tekstur Nata de Leri

Perbedaan kekenyalan nata akan dipengaruhi oleh besarnya

jumlah cairan yang terperangkap dalam serabut fibril selulosa nata,

semakin besar jumlah cairan yang diikat oleh nata maka akan semakin

mudah nata untuk dicerna secara fisik dengan menggunakan gigi. Dengan

demikian semakin tebal nata, maka akan semakin kenyal nata yang

dihasilkan sebab semakin tebal nata maka akan semakin banyak cairan

yang yang ikut terpengkap didalamnya. Hasil uji kekenyalan Nata de Leri

menunjukkan 100 % responden menyatakan Nata de Leri memiliki

memiliki tekstur yang kenyal.

e. Tingkat kesukaan responden terhadap produk Nata de Leri.

Adapun berdasarkan hasil uji hedonik, mayoritas responden

menyatakan menyukai Nata de Leri. Hal ini mungkin dikarenakan Nata

de Leri memiliki aroma yang harum, penampakan warna dan rasa yang

memenuhi standar NACIDA, serta teksturnya yang kenyal. Selain itu jika

22

ditinjau dari segi kandungan kimianya, Nata de Leri memiliki kadar serat

yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai makanan dalam

program diet serat dan memiliki kadar gula total yang cukup sebagai

sumber C untuk proses metabolisme manusia.

Dengan demikian variasi perlakuan yang paling baik adalah

penambahan gula pasir 10% dan 15% serta penambahan volume starter

15%. Kombinasi ini menghasilkan Nata de Leri dengan ketebalan secara

berturut turut adalah 9,44 mm dan 10,00 mm. Ketebalan tersebut tidak

berbeda jauh dengan nata yang ada di pasaran yakni ± 10,00 mm

(Tahohidah, 2011) . Kombinasi ini juga menghasilkan karakteristik nata

yang memenuhi syarat mutu lembaga standarisasi Indonesia (SNI) yakni

kadar gula total yang sebesar 2,71%. Kadar gula total tersebut lebih besar

bila dibandingkan dengan ketentuan Standar Nasional Indonesia (01-

4317-1996) yaitu minimal sebesar 0,15 % (Hartanto, 2012). Kadar serat

kasar Nata de Leri dari perlakuan ini secara berturut-turut adalah sebesar

0,87% dan 0,67%. Hal ini menunjukan perlakuan tersebut masih berada

dalam kisaran syarat mutu nata berdasarkan SNI, yaitu maksimal sebesar

4,5 %.

23

D. KESIMPULAN

1. Nata de Leri dengan berat basah dan ketebalan yang paling tinggi (120 gr dan

10 mm) diperoleh dari kombinasi perlakuan gula pasir 15% dan volume starter

15%. Berat basah dan ketebalan nata terendah diperoleh dari kombinasi

perlakuan gula pasir 15% dan volume starter 5%.

2. Hasil analisis kimia Nata de Leri menunjukkan kadar serat kasar tertinggi

(0,93%) diperoleh dari kombinasi perlakuan gula pasir 15% dan volume starter

5%. Kadar gula total tertinggi (3,21%) diperoleh dari kombinasi perlakuan gula

pasir 20% dan volume starter 15%.

3. Kombinasi yang perlakuan yang paling baik dengan kriteria ketebalan yang

sesuai dengan nata yang ada di pasaran; kadar gula total, dan kadar serat yang

memenuhi SNI adalah penambahan kadar gula 10% dan 15% serta volume

starter 15%.

24

E. DAFTAR PUSTAKA

Alaban, C.A. 1962. Studies of The Optimum Condition for “Nata De Coco” Bacterium or “Nata” Formation in Coconut Water. The Philipine Agriculture. 45:490-515

Anonim. 2004. Inovasi Teknologi untuk Peningkatan Produksi Padi dan Kesejahteraan Petani. Balai Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian: Sukamandi

Barus, P. 2005. Studi Penentuan Kandungan Karbohidrat, Protein dan Mineral dalam Air Rebusan Beras sebagai Minuman Pengganti Susu. Jurnal Sains Kimia Vol 9, No.3, 2005: 15-16

Brown, Jr. 1994. http://www.botany.Utexas.edu./facstaff.facfage.Mbrown. (diakses tanggal 7 November 2010).

Choirun, F.N., Rina, H.H., Baskoro, B., Wastono, T., Moestijanto. 1997. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu (Whey) sebagai Bahan Pembuatan Nata. Buletin Penalaran Mahasiswa UGM. Vol. 3. No. 2. 1997: 39-44.

Enny, I. 1982. Pembuatan Nata dari Beberapa Macam Sari Buah. (Skripsi) Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas THP UGM: Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi IPB: Bogor.

Fitriah, L. 2009. Pemanfaatan Air Cucian Beras sebagai Bahan Pembuat Nata. (Seminar Kimia) Fakultas PMIPA Ilmu Kegutuan dan Ilmu Pendidikan Mataram.

Gaman, P. M., dan Sherrington, K. B. 1981. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi (Edisi kedua). UGM: Yogyakarta.

Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. 1967. The Organism and Culture Requirements, Characteristics and Identity. The Philippine J. Science. 98:191 – 109.

Lestari, D. 2011. Kualitas Nata de Cassava Dari Limbah Cair Tapioca Dengan Penambahan Pupuk Urea Sebagai Sumber Nitrogen Dan Lama Fermentasi Berbeda. (Skripsi) Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

25

Lie, H. 1999. Optimalisasi Ukuran Wadah Fermentasi Nata de Soya Melalui Pendekatan Perbandingan Kedalaman Cairan Fermentasi dengan Luas Permukaan untuk Memperoleh Nata dengan Sisa Cairan Fermentasi Minimal serta Karakteristik Parameter Limbah Sisa Cairan Fermentasi. (Skripsi) THP UGM: Yogyakarta

Misgiyarta. 2007. Teknologi pembuatan Nata de Coco. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Moehyi, Sjahmien. 1992. Makanan Institusi dan Jasa Boga. Bhratara : Jakarta.

Pederson, C. S. 1971. Microbiology of Food Fermentations. The Avi Publishing Co. Inc, Westport connecticut.

Purwoko, T. 2009. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara: Jakarta

Rachmat, A. dan Agustina, F. 2009. Pembuatan Nata De Coco Dengan Fortifikasi Limbah Cucian Beras Menggunakan Acetobacter Xylinum. Universitas Diponogoro: Semarang.

Sudarmadji, S., Bambang, H., Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.

Sulistyo, Rachmawati.D.A., Nur, A. 2007. Pembuatan Nata dari Limbah Cair Tahu dengan Menggunakan Molasses Sebagai Sumber Karbon Acetobacter xylinum. universitas sebeles maret: Surakarta.

Taohidah, S. T. 2011. Pembuatan Nata De Cassava Dari Limbah Cair Tapioca Dengan Variasi Volume Starter. (Skripsi) Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.