BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...

62
81 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Perkembangan Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dapat diukur melalui pendapatan nasional yang ditunjukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB yang dihasilakn oleh Negara tersebut dalam suatu periode tertentu, untuk mengukur sejauh mana keberhasilan kinerja perekonomian Jawa Barat, maka dibuat indikator makro yang biasa digunakan sebagai penilaian kinerja perekonomian. Indikator makro yang ada salah satunya adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB ini dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tertentu dan juga dapat menggambarkan struktur ekonominya serta dapat pula menggambarkan analisisnya terhadap kinerja sektor perekonomian, dalam mendorong pertumbuhan ekonmi Daerah lebih menekankan pada peningkatan PDRB yang diperoleh dalam jangka panjang dan berbagai sektor produktif yang dimilikinya. PDRB yang semakin tinggi bukan berarti serta merta daerah tersebut telah berhasil melaksanakan pembangunan ekonominya. Selain PDRB yang mengalami peningkatan, jumlah penduduk pun akan terus bertambah seiring jangka waktu

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN...

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

81

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

4.1.1 Perkembangan Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dapat diukur melalui pendapatan

nasional yang ditunjukan dengan menggunakan tingkat pertambahan PDB yang

dihasilakn oleh Negara tersebut dalam suatu periode tertentu, untuk mengukur

sejauh mana keberhasilan kinerja perekonomian Jawa Barat, maka dibuat

indikator makro yang biasa digunakan sebagai penilaian kinerja perekonomian.

Indikator makro yang ada salah satunya adalah Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB).

PDRB ini dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi dalam kurun

waktu tertentu dan juga dapat menggambarkan struktur ekonominya serta dapat

pula menggambarkan analisisnya terhadap kinerja sektor perekonomian, dalam

mendorong pertumbuhan ekonmi Daerah lebih menekankan pada peningkatan

PDRB yang diperoleh dalam jangka panjang dan berbagai sektor produktif yang

dimilikinya.

PDRB yang semakin tinggi bukan berarti serta merta daerah tersebut telah

berhasil melaksanakan pembangunan ekonominya. Selain PDRB yang mengalami

peningkatan, jumlah penduduk pun akan terus bertambah seiring jangka waktu

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

82

tertentu. Sehingga sebagian pertambahan hasil kegiatan ekonomi tersebut harus

digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Pertumbuhan

ekonomi akan sama atau semakin menurun jika pertambahan PDRB sama atau

rendah dari pada tingkat pertambahan penduduk.

Stabilitas indikator ekonomi makro nasional berimplikasi positif bagi

kelanjutan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Secara umum, perekonomian

Jawa Barat mengalami pertumbuhan 6.41% lebih tinggi bila dibandingkan

dengan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6.2%. Untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi daerah tentunya pemerintah terus mengusahakan

peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

Propinsi Jawa Barat dari tahun 1989 sampai 2007 dapat dilihat pada tabel 4.1 :

Tabel 4.1

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%.) di Provinsi Jawa Barat

Tahun LPE

1988 5.5 1989 5.45 1990 6.88 1991 6.89 1992 7.01 1993 6.89 1994 7.04 1995 7.9 1996 9.21 1997 4.87 1998 -19.02 1999 -7.79 2000 4.15 2001 3.89 2002 3.94 2003 4.67 2004 4.77 2005 5.6 2006* 6.02 2007* 6.41

Sumber : BPS , data diolah *)angka sementara

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

83

Di dalam tabel kita dapat melihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa

Barat mengalami fluktuasi setiap tahunya. Tingkat pertumbuhan ekonomi dari

tahun 1989 sampai tahun 1997 perkembangannya cukup stabil walaupun

kenaikanya rendah. Sebaliknya pada tahun 1998 terjadi penurunan yang sangat

drastis yakni -19.02, keadaan ini disebabkan oleh krisis moneter yang diikuti oleh

krisis ekonomi mulai terjadi pada pertenghan tahun. Penurunan ini pun terjadi di

berbagai propinsi yang lain di Indonesia, tetapi salah satunya mengalami

keparahan adalah di Provinsi Jawa Barat yang kebanyakan sebagai kawasan

industri, hal ini berpengaruh karena daerah pertanian sudah sedikit dan daerah

Jawa Barat tidak memiliki sumber daya alam yang memadai untuk di jadikan

bahan baku pada perindustian sehingga menggunakan barang-barang impor.

Dalam periode 2000 sampai sekarang telah dlakukan berbagai upaya

pemulihan ekonomi di Jawa Barat . walaupun upaya pemuliah ekonomi ini

berjalan lambat, namun masih terlihat adanya indikasi perbaikan kondisi ekonomi

daerah yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang telah mencapai 6,41 dan

setidaknya dapat mendekati keadaan sebelum krisis terjadi, walaupun belum dapat

mengembalikan kondisi ekonomi daerah seperti periode sebelum terjadinya krisis.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

84

Gambar 4.1

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (1989-2007) Sumber: Biro Pusat Statistik, data diolah

Jika kita lihat grafik diatas pada tahun 2000 sudah mulai ada perbaikan

kondisi pertumbuhan ekonomi menjadi 4.15, kemudian pada tahun 2001 turun

kembali menjadi 3.89. Dan pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi mencapai

3.94 naik 0.05% dari tahun sebelumnya. Jika kita lihat ada tambahan kenaikan

yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2003 pertumbuhan

ekonomi bergerak di 4.67, maka besarnya kenaikan yaitu 0.7%. pada tahun 2004

pertumbuhan ekonomi mencapai 0.1%, sedangkan pada tahun 2005 mencapai

0.85% kenaikan pada tahun ini adalah yang tertinggi di antara periode setelah

terjadi krisis.

Secara keseluruhan perekonomian berkembang menuju kondisi yang lebih

baik meskipun masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang bersumber

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

85

baik dari sisi global maupun domestik. Dari sisi global atau sisi eksternal, dampak

kenaikan harga minyak dan krisis subprime mortgage di AS dapat diminimalkan

sehingga stabilitas nilai tukar rupiah, inflasi, dan deficit fiskal tetap terjaga.

Terciptanya stabilitas makroekonomi di dalam negeri serta perbaikan daya beli

masyarakat memberikan landasan yang kokoh dan kondusif bagi penguatan

pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya, untuk melengkapi analisis tentang pertumbuhan ekonomi

daerah, dirasakan perlu untuk melihat rincian laju pertumbuhan ekonomi di daerah

Jawa Barat menurut kabupaten dan kota untuk periode 1989-2007. Hal ini perlu

dilakukan untuk dapat melihat struktur pertumbuhan ekonomi daerah Jawa Barat

dalam kaitannya dengan kabupaten dan kota. berikut adalah laju pertumbuhan

ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat dari tahun 1989 sampai 2007

dapat dilihat pada tabel 4.2 :

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

86

Tabel 4.2

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat Periode (1988-2000)

No. Kabupaten/Kota 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 1 Kab. Bogor 10.62 2.33 8.56 9.08 7.97 6.5 9.93 8.63 11.7 4.77 -18 1.6 1,59 2 Kab. Sukabumi 15.9 -3.89 3.56 4.51 7.22 7.82 7.15 7.21 8.67 3.2 -10.8 1.65 12.49 3 Kab. Cianjur 6.03 1.7 4.75 6.74 6.16 7.87 5.53 6.8 6.99 3.67 -6.55 2.14 3.23 4 Kab. Bandung 5.34 6.47 8.36 4.53 5.42 9.41 8.83 9.28 10.53 4.93 -19.6 2.99 5.23 5 Kab. Garut 8.22 10.82 6.52 4.53 8.22 7.25 7.26 7.51 6.82 3.03 -11.6 2.52 3.89 6 Kab. Tasikmalaya 3.62 8.74 3.24 5.67 6.9 5.74 6.06 7.31 7.64 3.62 -13.1 9.35 3.47 7 Kab. Ciamis 6.16 0.12 6.33 3.12 5.02 6.99 5.43 7.71 6.79 3.69 -9.45 2.39 3.32 8 Kab. Kuningan 2.37 5.25 -0.7 5.63 5.88 5.55 5.89 6.49 7.01 3.46 -5.66 -23.5 36.02 9 Kab. Cirebon 1.4 4.68 4.72 6.93 8.63 7.09 7.24 8.05 7.4 3.37 -20.8 3.81 4.38 10 Kab. Majalengka 5.15 4.51 4.7 10.31 6.92 8.21 12.9 7.76 11.29 5.11 -9.16 3.54 4.08 11 Kab. Sumedang 8.64 7.1 4.13 4.87 5.24 5.47 6.33 6.95 7.52 2.88 -11.8 2.22 0.4 12 Kab. Indramayu -2.42 2.75 8.08 2.88 4.46 0.65 -3.79 -0.25 31.35 -6.65 -5.39 -10.7 0.4 13 Kab. Subang 5.99 11.24 0.45 4.09 3.03 4.03 5.46 6.84 7.39 3.28 0.18 0.29 3.71 14 Kab. Purwakarta 5.74 4.6 3.07 9.27 5.89 7.93 12.6 7.53 7.7 2.09 -11.7 115 2.59 15 Kab. Karawang 4.15 3.44 2.23 6.67 6.68 9.51 9.21 8.06 9.11 4.52 -19.8 7.78 10.51 16 Kab. Bekasi 8.33 5.65 9.53 7.17 15.6 16.05 15.5 14.4 5.07 6.93 -21.4 2.34 5.58 17 Kota Bogor 6.22 6.55 3.07 8.29 7.1 7.2 6.86 10.06 11.2 5.09 -16.7 19.6 4.6 18 Kota Sukabumi 15.9 -3.89 3.56 5.2 6.65 6.71 7.64 7.8 7.27 3.86 -17.2 3.2 4.28 19 Kota Bandung 7.24 10.52 9.05 10.77 11.18 12.52 10.1 12.32 9.31 4.47 -19.7 2.8 5.14 20 Kota Cirebon 7.67 8.53 3.26 6.44 6.8 8.02 7.34 8.32 51.92 6.64 -5.28 2.29 3.56

Sumber : BPS {data diolah}

Tabel 4.3

Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat Periode (2001-2007)

No. Kabupaten/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Kab. Bogor 3.94 4.42 4.84 5.58 5.85 5.95 6.04 2 Kab. Sukabumi 10.22 7.97 3.74 3.96 4.35 3.92 4.19 3 Kab. Cianjur 3.69 3.74 3.68 3.97 3.82 3.34 4.22 4 Kab. Bandung 4.78 4.78 4.99 5.61 5.55 5.62 5.92 5 Kab. Garut 3.62 3.96 2.7 4.01 4.16 4.11 4.76 6 Kab. Tasikmalaya 3.14 3.53 3.44 3.52 3.83 4.01 4.33 7 Kab. Ciamis 2.93 4.18 4.08 4.36 4.58 3.84 5.01 8 Kab. Kuningan 4.3 3.58 3.54 4.04 4.08 4.13 4.22 9 Kab. Cirebon 4.88 4.12 4.04 4.67 5.06 5.14 5.37 10 Kab. Majalengka 4.89 3.31 3.24 4.08 4.46 4.18 4.87 11 Kab. Sumedang 3.44 3.98 3.86 4.31 4.52 4.17 4.64 12 Kab. Indramayu -9 0.54 31.35 4.65 -7.82 2.42 2.62 13 Kab. Subang 1.67 12.79 7 7.17 6.97 3.75 5.09 14 Kab. Purwakarta 3.5 4 3.01 3.72 3.51 3.87 3.9 15 Kab. Karawang 15.48 2.46 4.58 10.78 7.87 7.52 7.11 16 Kab. Bekasi 4.75 5.22 4.75 6.11 6.01 5.99 6.14 17 Kota Bogor 5.68 5.79 6.07 6.1 6.12 6.03 6.09 18 Kota Sukabumi 5.08 5.34 5.39 5.77 5.95 6.23 6.51 19 Kota Bandung 7.54 7.13 7.34 7.49 7.53 7.83 8.24 20 Kota Cirebon 3.57 4.17 4.29 4.66 4.89 5.54 6.17

Sumber : BPS {data diolah}

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

87

Secara grafik pergerakannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.2

Laju Pertumbuhan Kabupaten dan Kota dalam Propinsi Jawa Barat periode 1989-2007.

Sumber: Biro Pusat Statistik, data diolah

Kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun dalam PDRB dapat

dikatakan sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. Jika melihat

pertumbuhan ekonomi sebagaimana tergambar dalam Laju Pertumbuhan ekonomi

Kabupaten dan Kota di Jawa Barat periode 1989-2007 mengalami kecenderungan

yang berfluktuasi dan bervariasi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten dan Kota setiap tahunnya,

Seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya

Kabupaten dan Kota di Jawa Barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang

berbeda dengan Kabupaten dan Kota di lainnya . Sumber daya alam yang tinggi

merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan sumber pertumbuhan

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

88

ekonomi.

Sedangkan keadaan terrendah pada Periode 1997 berada di 4.87

peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup mandeg setiap tahunnya. Secara umum

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat mengalami sedikit demi sedikit peningkatan

setelah tahun 2002, meskipun tidak terlalu signifikan pada sebelum krisis, namun

setidaknya mengalami pertumbuhan yang tidak negetif, dibandingkan terjadi yang

di alami seperti pada tahun 1998 yang mencapai PDRB setiap tahunnya tidak

mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tahun, namun apabila

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 9.21. Mengalami

peningkatn tren pada tahun 1999 yakni laju pertumbuhannya sebesar -7.79 persen,

meskipun rendah, namun setidaknya lebih tinggi di bandingkan dengan tahun

sebelumnya.

Setelah krisis pada tahun 1999-2002 pertumbuhan PDRB kembali

mengalami peningkatan secara fluktuatif dan cenderung meningkat. ditemui pula

berbagai masalah dan tantangan yang perlu diselesaikan dalam pembangunan

daerah kedepan, dengan memperhatikan modal dasar yang dimiliki Provinsi Jawa

Barat.

Pada tahun 1997 Kabupaten Bekasi memperoleh pertumbuhan ekonomi

tertinggi di banding kabupaten dan kota .lainnya di Jawa Barat. Laju

Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang dicapai kabupaten Bekasi pada kondisi

terakhir sebesar 6.93 per tahun mengalami peningkatan sebesar 26.84 persen dari

tahun 1996 hal itu dikarenakan kabupaten bekasi memiliki potensi unggulan yang

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

89

berupa daerah industri pengolahan yang di dalammnya mencakup industri migas

dan industri tanpa migas.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak hanya di peroleh oleh Kabupaten

Indramayu, Karawang,Bekasi dan Kota Cirebon yang memiliki sumber daya yang

baik, namun juga dicapai oleh hampir semua kabupaten dan kota, seperti Kota

Bandung tahun 2002 mencapai pertumbuhan yang cukup tinggi yakni sebesar

7.13, tahun 2003 mencapai tren 7.34, tahun 2004 mencapai tren 7.49 dan tahun

2005 mencapai pertumbuhan sebesar 7.53.

Seperti terlihat pada Gambar 4.2, daerah yang mempunyai laju

pertumbuhan relative cepat adalah Kota Bandung dimana pada periode setelah

tahun 1999 yaitu 2.8 % mengalami pergerakan yang tinggi sampai pada tahun

2007 mencapai 8.24 % per tahunnya.

4.1.2 Perkembangan Sumber Daya Alam

Kebijakan Desentralisasi fiskal ini, penyusunan anggaran daerah menjadi

urusan strategis bagi daerah. Hal ini berbeda keadaannya jika dibandingkan pada

masa sebelumnya, dimana otoritas penyusunan anggaran dipegang secara

sentralistik oleh pemerintah pusat. Keadaaan ini memang tidak terlepas dari UU

No. 5 Tahun 1974 yang berlaku saat itu, di mana pemerintah pusat menguasai dan

mengontrol hamper semua sumber pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai

penerimaan Negara, termasuk pendapatan dari hasil sumber daya alam (SDA),

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

90

seperti dari sektor-sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan

perikanan/kelautan. Akibatnya, selama berlakunya sistem sentralistik tersebut

daerah-daerah yang kaya SDA tidak meniknati kekayaan alamnya secara

proporsional, sehingga hasil yang diterima daerah lebih rendah darii ekonominya.

Kekayaan sumber daya alam Jawa Barat yang cukup melimpah merupakan

anugrah yang dapat dijadikan sumber penerimaan pendapatan daerah, sehingga

dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Pada tahun 2006 memiliki

lahan sawah ber-irigasi teknis seluas 380.996 ha, sementara sawah ber irigasi

setengah teknis 116,443 ha, dan sawah ber irigasi non teknis seluas 428.461 ha.

Total saluran irigasi di Jawa Barat sepanjang 9.488.623 km, Sawah-sawah inilah

yang pada 2006 menghasilkan 9.418.882 ton padi, terdiri atas 9,103.800 ton padi

sawah clan 315.082 ton padi ladang.

Di antara tanaman palawija, pada 2006 ketela pohon menempati urutan

pertama. produksi palawija, mencapai 2.044.674 ton dengan produktivitas 179,28

kuintal per ha, Kendati demikian, luas tanam terluas adalah untuk komoditas

jagung yang mencapai 148.505 ha, Jawa Barat juga menghasilkan hortikultura

terdiri dari 2.938.624 ton sayur mayur, 3.193.744 ton buah buahan, dan 159.871

ton tanaman obat/biofarmaka.

Pertanian di Provinsi Jawa Barat secara umum sudah ada dan tumbuh di

masyarakat, memiliki potensi yang besar dan variatif, dan didukung oleh kondisi

agroekosistem yang cocok untuk pengembangan komoditas pertanian dalam arti

luas (tanaman, ternak, ikan, dan hutan). Kondisi tersebut mendukung Jawa Barat

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

91

sebagai produsen terbesar untuk 40 (empatpuluh) komoditas agribisnis di

Indonesia khususnya komoditas padi yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap produksi padi nasional. Sektor pertanian juga memiliki tingkat

penyerapan tenaga kerja yang tinggi yaitu sebesar 29.65 persen dari jumlah

penduduk bekerja. Namun hubungan antar subsistem pertanian belum sepenuhnya

menunjukkan keharmonisan baik pada skala lokal, regional, dan nasional. Cara

pandang sektoral yang belum terintegrasi pada sistem pertanian serta ketidaksiapan

dalam menghadapi persaingan global merupakan kendala yang masih dihadapi

sektor pertanian

Selain itu, di Jawa Barat juga terdapat potensi hutan alam dan hutan

tanaman yang belum dimanfaatkan sepenuhnya, meskipun potensi itu tidak sebesar

daerah Sumatra dan Kalimantan. Hutan di Jawa Barat juga luas, mencapai

764.387,59 ha atau 20,62% dari total luas provinsi, terdiri dari hutan produksi

seluas 362.980.40 ha (9,79%), hutan lindung seluas 228.727,11 ha (6,17%), dan

hutan konservasi seluas 172.680 ha (4,63%). Pemerintah juga menaruh perhatian

serius pada hutan mangrove yang mencapai 40.129,89 ha, tersebar di 10 kabupaten

yang mempunyai pantai. Selain itu semua, ada lagi satu hutan lindung seluas

32.313,59 ha yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit III jawa Barat dan Banten.

Dari hutan produksi yang dimilikinya, pada 2006 Jawa Barat memetik hasil

200.675 m³ kayu, meskipun kebutuhan kayu di provinsi ini setiap tahun sekitar 4

juta m³. Sampai 2006, luas hutan rakyat 214.892 ha dengan produksi kayu sekitar

893.851,75 m³. Jawa Barat juga menghasilkan hasil hutan non kayu cukup

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

92

potensial dikembangkan sebagai aneka usaha kehutanan, antara lain sutera alat

jamur, pinus, gerah damar, kayu putih, rotan, bambu, dan sarang burung walet.

Di sektor perikanan, komoditas unggulan adalah ikan mas, nila, bandeng,

lele, udang windu, kerang hijau, gurame, patin, rumput laut dan udang vaname. Di

tahun 2006, provinsi ini memanen 560,000 ton ikan hasil budidaya perikanan dan

payau, atau 63,63% dari total produksi perikanan Jawa Barat. Budidaya perikanan

di Jawa Barat berupa perikanan laut dan darat yang didukung oleh perikanan air

tawar di waduk Saguling, Jatiluhur, Cirata, dan sungai-sungai serta budi daya

udang sampai sekarang belum sepenuhnya dikembangkan secara optimal. terdapat

perbedaan di antara masing-masing Kabupaten dan Kota terpilih di Jawa Barat, di

mana hampir setiap Kota memiliki sektor unggulan yang lebih banyak

dibandingkan Kabupatennya.

Di bidang peternakan, sapi perah, domba, ayam buras, dan itik adalah

komoditas unggulan di Jawa Barat. Data 2006 menyebutkan kini tersedia 96.796

sapi perah (25% populasi nasional), 4.249.670 domba, 28.652.493 ayam buras

5.596.882 itik (16% populasi nasional). Kini hanya tersedia 245.994 sapi potong di

jawa Barat (3% populasi nasional), Jawa Barat membagi kawasan pengembangan

andalan peternakan ke dalam tiga wilayah, yaitu:

1. Jawa Barat Bagian Utara Untuk Peternakan Itik.

2. Jawa Barat Bagian Tengah Untuk Sapi Perah, Ayam Ras, Dan Domba; Serta

3. Jawa Barat Bagian Selatan untuk domba dan sapi potong,

Provinsi Jawa Barat memiliki banyak objek unggulan di bidang

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

93

perkebunan, antara lain teh, cengkeh, kelapa, karet, kakao, tembakau, kopi, tebu,

dan akar wangi. Dari semua jenis komoditas itu, cengkeh, kelapa, karet, kakao,

tembakau, dan kopi merupakan komoditas unggulan nasional asal Jawa Barat. Dari

sisi lahan, produktivitas terbaiknya, yakni luas areal tanam sama dengan Iuas

tanaman yang menghasilkan, adalah komoditas tembakau dan tebu. Dari sisi

produksi, produktivitas terbanyak adalah kelapa sawit (6,5 ton per ha)dan tebu (5,5

ton per).

Dalam Indonesia Tanah Airku tahun 2007 mengungkapkan Jawa Barat juga

menghasilkan produksi tambang unggulan. Pada 2006, berhasil dieksplorasi 5.284 ton

zeolit, 47.978 ton bentonit, serta pasir besi, semen pozolan, felspar dan barn

permata/gemstone. Potensi pertambangan batu mulia umumnya banyak terdapat di daerah

Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Kuningan, dan Sukabumi. Keanekargaman Flora Di Jawa

Barat terdapat 3 Daerah Jawa Barat mempunyai berbagai potensi bahan tambang dan

galian, seperti minyak dan gas bumi di daerah Cirebon dan Indramayu, tambang emas di

Gunung Pongkor, Gunung Limbung, dan Purwakarta. Kontribusi industri cukup menonjol

bagi perekonomian nasional, termasuk bagi daerah Jawa Barat.

Berikut adalah kondisi provinsi Jawa Barat dalam bentuk gambar yang berupa peta :

Gambar 4.3

Peta Provinsi Jawa Barat

Sumber : BAPPENAS

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

94

Jawa Barat merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang memiliki

alam dan pemandangan yang indah serta memiliki berbagai potensi yang dapat

diberdayakan, antara lain menyangkut Sumber Daya Air, Sumber Daya Alam dan

Pemanfaatan Lahan, Sumber Daya Hutan, Sumber Daya Pesisir dan Laut serta

Sumber Daya Perekonomian.

Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50' - 7°50' LS dan

104°48' - 104°48 BT dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan

dengan Laut Jawa bagian barat dan DKI Jakarta di utara, sebelah timur berbatasan

dengan Propinsi Jawa Tengah, antara Samudra Indonesia di Selatan dan Selat

Sunda di barat. Dengan daratan dan pulau-pulau kecil (48 Pulau di Samudera

Indonesia, 4 Pulau di Laut Jawa, 14 Pulau di Teluk Banten dan 20 Pulau di Selat

Sunda); luas wilayah Jawa Barat 44.354,61 Km2 atau 4.435.461 Ha.

Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah

Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara

merupakan daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit

dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan

tengah.

Dengan ditetapkannya Wilayah Banten menjadi Propinsi Banten, maka

luas wilayah Jawa Barat saat ini menjadi 35.746,26 Km2. Ciri utama daratan Jawa

Barat adalah bagian dari busur kepulauan gunung api (aktif dan tidak aktif) yang

membentang dari ujung utara Pulau Sumatera hingga ujung utara Pulau Sulawesi.

Daratan dapat dibedakan atas wilayah pegunungan curam di selatan dengan

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

95

ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang

landai di tengah ketinggian 100 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara

ketinggian 0 . 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai. Iklim di Jawa Barat adalah

tropis, dengan suhu 9 0 C di Puncak Gunung Pangrango dan 34 0 C di Pantai

Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah

pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

Jawa Barat memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan

perikanan terutama dalam pengembangan usaha perikanan tangkap, usaha

budidaya laut, bioteknologi kelautan, serta berbagai macam jasa lingkungan

kelautan. Sayangnya, kondisi dan potensi sumber daya perikanan dan lautan yang

besar ini tidak diikuti dengan perkembangan bisnis dan usaha perikanan dan

kelautan yang baik. Terbukti dengan masih rendahnya tingkat investasi dan

produksi sumber daya perikanan dan kelautan yang masih jauh dari potensi yang

ada serta lemahnya kondisi pembudidaya dan nelayan sebagai produsen. Iklim

investasi di Jawa Barat

Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran penting dalam

keberlanjutan pembangunan Jawa Barat. Namun demikian, peran penting ini

belum dioptimalkan hingga saat ini. Fenomena yang terjadi justru menunjukkan

bahwa kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup Jawa Barat berada pada

tingkat cukup mengkhawatirkan. Dampak negatif dari fenomena ini diantaranya

adalah semakin berkembangnya penyakit-penyakit berbasis lingkungan dan

munculnya konflik sosial antara pencemar dan yang tercemar, serta konflik

pemanfaat sumber daya alam dan lingkungan di hulu dan hilir. Faktor-faktor

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

96

dominan yang menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan dalam kurun

waktu sepuluh tahun ini antara lain, masih tingginya tingkat alih fungsi lahan

berfungsi lindung menjadi budidaya, kerusakan dan berkurangnya luasan

mangrove dan terumbu karang, pencemaran udara perkotaan, pengrusakan dan

kebakaran hutan, pencemaran dan sedimentasi sungai serta waduk, penambangan

yang merusak lingkungan, dan pengambilan sumber daya air yang kurang

terkendali, di samping meningkatnya frekuensi kejadian bencana alam. Hal

tersebut diperparah dengan perilaku dan budaya yang belum ramah lingkungan,

baik dari sisi perilaku membangun maupun perilaku individu masyarakatnya.

Upaya pengelolaan lingkungan saat ini masih belum mampu menahan laju

kerusakan dan pencemaran yang terjadi.

Daerah Jawa Barat mempunyai berbagai potensi bahan tambang dan

galian, seperti minyak dan gas bumi di daerah Cirebon dan Indramayu, tambang

emas di Gunung Pongkor, Gunung Limbung, dan Purwakarta. Selain itu, Jawa

Barat juga memiliki bahan galian marmer di daerah Tasikmalaya, Bandung, dan

Sukabumi. Batu kwarsa banyak terdapat di Bogor, Sukabumi, Bekasi dan

Cirebon, fosfat banyak terdapat di daerah Ciamis dan Sukabumi, serta bentonit,

zeloit dan gips tersebar di beberapa daerah.Produksi bahan galian golongan C di

Jawa Barat tahun 1997 adalah sebagai berikut: batu kapur 12.650.408 ton, pasir

1.487.630 ton, pasir kuarsa 144.710 ton, sirtu 2.158.126 ton, tanah liat 2.074.489

ton, dan tanah urug 1.623.186 ton; andesit 4.620.641 ton; bentonit 41.591 ton;

fosfat 9.454 ton; kaolin 2.623 ton; trass 768.280 ton; dan zeolit 2.553 ton.Hasil

produksi bahan galian tahun 1998 menunjukkan data berikut: andesit 1.342.321

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

97

ton; batu kapur 3.481.841 ton; bentonit 43.576 ton; diatom 19.361 ton; feldspar

5.457 ton; gipsum 1.648 ton; marmer 103 ton; sirtu 274.474 ton; pasir 48.626 ton;

pasir kuarsa 126.286 ton; tanah liat 85.182 ton; trass 42.936 ton; zeolit 1.452 ton;

dan yarosit 324 ton.

Di era selama otonomi, Kabupaten Bandung unggul pada 3 (tiga) sektor

sedangkan Kota Bandung unggul di 7 (tujuh) sektor ekonomi. Baik di era sebelum

maupun selama otonomi, Kabupaten Bekasi hanya unggul di sektor industri

pengolahan; Kota Bekasi di era sebelum otonomi unggul pada 4 (empat) sektor

dan 6 (enam) sektor di era selama otonomi daerah. Kabupaten Bogor, memiliki 3

(tiga) sektor unggulan di era sebelum dan selama otonomi daerah; Kota Bogor

pada era selama otonomi daerah unggul di 6 (enam) sektor. Berbeda dengan yang

lain, Kabupaten Cirebon memiliki sektor unggulan yang lebih banyak

dibandingkan kotanya, di mana di era sebelum otonomi memiliki 7 (tujuh) sektor

unggulan dan 6 (enam) sektor di era selama otonomi daerah; sedangkan Kota

Cirebon unggul hanya di 3 (tiga) sektor ekonomi pada era sebelum otonomi dan 5

(lima) sektor di era pelaksanaan otonomi daerah. Baik pada era sebelum maupun

selama otonomi daerah, Kabupaten Sukabumi unggul di 4 (empat) sektor;

sedangkan Kota Sukabumi memiliki 5 (lima sektor unggulan baik di era sebelum

maupun selama pelaksanaan otonomi daerah.

Di era sebelum otonomi hanya sektor pertanian yang unggul di Kabupaten

Tasikmalaya, namun pada era selama otonomi daerah terdapat 5 (lima) sektor

unggulan. Di Kota Tasikmalaya era selama otonomi daerah 5 (lima) sektor

menjadi unggulan. dapat melakukan perencanaan pembangunan yang sesuai

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

98

dengan kondisi dan potensi daerah masing-masing dan selanjutnya diharapkan

dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

Demikian pula dalam persoalan dana perimbangan. Pada sisi kebijakan

bagi hasil, pola bagi hasil masih dilakukan basis per basis pajak dan belum

mencakup setiap sumber pendapatan pusat yang ada di daerah. Penekanan lebih

besar pada bagi hasil sumberdaya alam (SDA), dinilai lebih menguntungkan

daerah yang kaya SDA dan tidak menguntungkan daerah yang bukan penghasil

kekayaan alam tersebut (Pratikno, 2002:66).

Data di atas menunjukkan bahwa kapasitas fiskal Jawa Barat masih belum

optimal. Dari sisi potensi pajak, retribusi, dan lain-lain pendapatan daerah yang

sah masih belum optimal karena sejumlah kendala, antara lain belum terdatanya

semua obyek dan wajib pajak daerah, retribusi daerah, serta lain-lain pendapatan

daerah yang sah. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan dan

perkuatan BUMD antara lain belum optimalnya pihak manajemen perusahaan

dalam mengimplementasikan pengelolaan perusahaan yang baik, termasuk

pengembangan aset BUMD. Dalam hal optimalisasi penerimaan dari dana

perimbangan, permasalahan yang dihadapi antara lain masih belum akuratnya data

obyek dan subyek PBB, BPHTB, dan PPh Perseorangan. Dalam kaitannya dengan

departemen terkait, belum tercapai kesepakatan dalam perhitungan data produksi

dan lifting migas. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral belum

sepenuhnya melibatkan daerah penghasil migas. Departemen Energi dan Sumber

Daya Mineral belum sepenuhnya melibatkan daerah penghasil migas dalam

moonitoring produksi migas sebagai dasar perhitungan

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

99

Sedangkan sumberdana alokasi umum, meskipun didasarkan formula yang

lebih obyektif dan transparan, tetapi cenderung lebih mengutamakan pemerataan

dan kurang memperhatikan sisi keadilan. Bahkan cenderung bersifat disinsentif

karena tidak memperhitungkan kontribusi daerah kepada pendapatan pusat.

Demikian pula pendekatan 25% dari pendapatan dalam negeri, belum

dikembangkan untuk mencapai sufficiency pembiayaan daerah (Soekarwo, 2002).

Dengan ketersediaan aksesibilitas terhadap upaya pemberdayaan ekonomi

masyarakat yang terbilang masih terbatas. Akibatnya, potensi alam dan sumber

daya manusia tidak tereksplorasi dengan efektif. Dengan demikian, kawasan Jabar

Selatan tidak saja dihadapkan pada persoalan kemiskinan, melainkan juga

persoalan kelebihan tenaga kerja. Hal ini dapat di atasi dengan optimalisasi

penerimaan bagi hasil migas dan pertambangan umum, peningkatan dana alokasi

umum melalui penyampaian aspirasi dau kepada DPR RI dan DPD asal pemilihan

provinsi jawa Barat.(BAPPENAS)

Pemerintah daerah umumnya melihat adanya hubungan positif antara

peningkatan produksi sumber daya alam dengan penerimaan bagi hasil,

sekurangnya untuk kurun waktu dekat. Peran bagi hasil terutama bagi hasil

sumber daya alam yang akan di bagi-hasilkan adalah penerimaan Negara bukan

pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam.

Penerimaan bagi hasi yang diterima oleh kabupaten/kota penghasil adalah

3.2% dari Net Operating Income [NOI] untuk minyak bumi dan 3.22% dari NOI

untuk gas alam. Yang perlu di perhatikan pada dua operasi penambangan yang

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

100

berbeda, operasi penambangan yang menghasikan +produksi lebih banyak belum

tentu menghasilkan NOI yang lebih besar, arena tergantung dari besarnya biaya

produksi di kedua operasi penambangan tersebut. Ada kemungkinan untuk suatu

penambangan [walaupun sudah di produksi], basarnya NOi sama dengan nol

untuk satu tahun. Hal ini dapat terjadi pada operasi penambangan yang relative

baru atau pada operasi penembangan yang nilai ekonomisnya rendah.

Berbeda dengan migas, penerimaan Negara bukan pajak yang akan dibagi-

hasilkan dengan pemerintah daerah dari sektor pertambangan umum terdiri dari

royalty dan iuran tetap sewa tanah [land rent] . adapun besarnya tariff royalty

berbeda-beda untuk setiap jenis dan kualitas bahan galian antara 2-7%

[BAPPENAS].

Dengan demikian penermaan bagi hasil royalty pertambangan umum yang

akan diterima kabupaten/kota penghasil adalah sekitar 0.64 sampai 2.24% dari

pendapatan kotor di daerahnya.walaupun belum berproduksi, pemerintah sudah

menerima pendapatan dari suatu kegiatan penambangan. Begitu suatu operasi

penambangan mulai berproduksi, maka penerimaan pemerintah akan naik sesuai

dengan naiknya tingkat produksi .

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

101

Untuk mengetahui perkembangan Sumber Daya Alam di Provinsi Jawa

Barat, dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4

Sumber Daya Alam di Jawa Barat periode 2001-2007

[dalam juta rupiah]

Sumber Daya Alam

No Kabupaten

Dan kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1 Kab. Bogor 319,354.67 314,219.48 340,063.42 314,553.30 282,74.39 307,414.98 312,423.76

2 Kab. Sukabumi 445,188.09 469,879.35 372,655.96 342,624.79 362,693.75 365,039.13 378,452.02

3 Kab. Cianjur 6,893.90 7,197.20 7,525.05 7,879.30 8,262.63 8,678.05 9,129.16

4 Kab. Bandung 195,647.68 217,115.22 234,475.15 216,746.78 224,656.93 234,570.64 245,205.26

5 Kab. Garut 10,510.53 10,557.19 10,606.52 10,665.92 10,842,97 11,479.99 12,644.15

6 Kab. Tasikmalaya 6,307.79 6,332.12 7,002.64 10,725.52 10,788.56 11,253.29 11,826.03

7 Kab. Ciamis 18,732.54 19,348.84 20,186.64 20,911.35 21,815.20 22,699.03 23,434.81

8 Kab. Kuningan 24,688.78 25,003.99 25,034.77 25,112.47 25,137.58 25,579.80 26,032.73

9 Kab. Cirebon 21,551.08 22,510.10 23,766.02 24,921.98 26,236.75 27,882.58 30,157.80

10 Kab. Majalengka 115,462.92 129,961.37 142,839.35 141,788.32 146,408.36 150,590.75 159,586.22

11 Kab. Sumedang 3,594.14 3,882.16 4,272.92 4,632.79 5,059.51 5,572.44 5,925.79

12 Kab. Indramayu 13,499,397.37 13,188,253.18 8,163,923.32 5,177,20.11 4,207,725.19 4,182,823.23 4,251,005.51

13 Kab. Subang 893,822.23 1,353,571.88 488,513.42 623,780.35 754,057.21 714,489.38 749,955.13

14 Kab. Purwakarta 8,765.40 9,091.40 8,903.96 9,202.51 9,603.73 10,034.68 10,067.79

15 Kab. Karawang 1,086,075.10 880,312.06 613,876.00 656,627.65 765,288.00 818,156.00 780,931.53

16 Kab. Bekasi 300,607.33 497,863.01 502,348.78 482,680.71 574,372.90 596,695.49 580,274.39

17 Kota Bogor 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

18 Kota Sukabumi 132.47 120.53 120.63 122.83 125.49 122.31 114.36

19 Kota Bandung 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

20 Kota Cirebon 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Sumber : BPS [data diolah]

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

102

Secara grafik pergerakannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.4

Sumber Daya Alam Kabupaten dan Kota dalam Propinsi Jawa Barat periode 2001-2007.

Sumber : BPS [data diolah]

Perkembangan sumber daya alam yang ada di kabupaten dan kota pada

provinsi jawa barat pada dasarnya tidak mengalami perkembangan yang

berfluktuasi, malah mengalami hal yang sebaliknya yaitu hanya bertahan pada

posisi stabil dari tahun ke tahunya dalam periode 2001 sampai 2007.

Jika kita lihat pada gambar diatas kondisi berbeda terjadi pada tahun

Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Bogor yang mengalami

pergerakan berfluktuasi dan lebih banyak pergerakannya dalam keadaan yang

mengarah pada penurunan. Walaupun Kabupaten Indramayu yang mempunyai

sumber daya alam yang ter tinggi diantara kabupaten dan kota lainnya di Jawa

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

103

Barat.

Stagnasi sumber daya alam rata-rata terjadi di kabupaten dan kota pada

Provinsi Jawa Barat, hal ini dapat terjadi karena sumber daya alam berupa hasil

pertambangan yang ada semakin lama akan semakin berkurang dalam hal

eksploitasinya. Berbeda dengan kabupaten yang memiliki sumber daya

sedangkangkan wilayah kota hasil yang ada sebesar nol karena sesungguhnya

wilayah kota tidak memiliki sumber daya alam yang berupa hasil pertambangan.

Jika kita lihat pada gambar, telah tercermin bahwa terdapat tiga lavel

kemampuan suatu kabupaten dan kota di Jawa Barat yaitu level yang pertama

adalah kabupaten yang memiliki banyak hasil sumber daya alam, diantara

kabupaten yng ada pada level ini diantaranya adalah Kabupaten Indramayu, pada

level ke dua yaitu di duduki oleh Kabupaten Karawang, Bekasi,Subang,

Majalengka, Sukaumi, Bogor, Bandung. Sedangkan pada level di bawahnya

adalah baupaten dan kota yang ter sisa, dan yang terrendah adalah wilayah kota

yang tidak mempunyai sumber daya alam dari pertambangan.

Kabupaten Indramayu mengalami penurunan sangat rendah yang terjadi

pada tahun 2004 yaitu sebesar Rp. 4,182,823.23 dibandingkan dengan periode

tahun 2001 sampai 2007. Walaupun demikian Kabupaten Indramayu merupakan

wilayah yang paling tinngi hasil sumber daya yang ada di bandingkan dengan

kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Secara umum pada periode tahun

2001 sampai 2007 rata-rata sumber daya alam di Kabupaten Indramayu

mengalami penurunan, tetapi pada dua tahun terakhir ada kenaikan, walaupun

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

104

sangat sedikit yaitu sebesar 0.068% dari Rp. 4,182,823.23 menjadi Rp.

4,251,005.51.

4.1.3 Perkembangan Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan kewenangan di bidang fiskal

(penerimaan dn pengeluaran) dari level pemerintah yang lebih tinggi kepada level

pemerintah yang lebih rendah.

Dengan diimplementasikannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25

tahun 1999, pada bulan Januari tahun 2001 Indonesia telah melakukan trasformasi

tata pemerintahan dari sentralisasi menuju desentralisasi. Kedua bentuk undang-

undang yang lebih dikenal sebagai undang-undang Otonomi Daerah ini menjadi

pijakan dalam penentuan kebijakan yang berhubungan dengan masalah

desentralisasi fiskal di Indonesia. Dengan ditetapkannya undang-undang No.22

tahun 1999, maka akan terjadi perluasan wewenang pemerintah daerah tingkat II,

dan dengan undang-undang No.25 tahun 1999 akan tercipta peningkatan

kemampuan keuangan daerah. Oleh karena itu, desentralisasi fiskal diharapkan

bisa menjadi formula terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal

melalui formula terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk lokal

melalui berbagai efek multiplier yang diharapkan bisa terwujud.

Undang-undang No. 22 tahun 1999 secara tegas menyerahkan fungsi,

personil, dan asset dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi, kabupaten,

dan kota. Hal ini bermakna bahwa tambahan kekuasaan dan tanggungjawab

diserahkan kepada pemerintah daerah telah melahirkan era desentralisasi yang

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

105

lebih luas dan bertanggung jawab. Pada masa lalu, tata pemerintahan di Indonesia

lebih menitikberatkan pada sistem dekonsentrasi dan koadministrasi.

Undang-undangNo.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah telah

mengubah persepsi, cara pandang, dan pola pikir pemerintah pusat dan

pemerintah daerah serta masyarakat dalam mengembangkan kebijakan

pembangunan di semua bidang, yang sebelumnya lebih bersifat sentralistik dan

demokratis. Pembangunan yang semula seolah-olah menjadi tugas dan wewenang

pemerintah saja, kemudian menjadi milik dan kewajiban bersama pemerintah dan

masyarakat, sehingga harus didiskusikan, dirumuskan, direncanakan,

dilaksanakan, diawasi, dan dievaluasi bersama.

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan

kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab di daerah secara

proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan

sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah

pusat dan daerah. Kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh fungsi

pemerintahan, kecuali kewenangan pemeritahan dalam bidang pertahanan

keamanan, politik luar negeri, yustisi, moneter, dan fiscal nasional serta

agama.dengan pembagian kewenangan atau fungsi tersebut, pelaksanaan

pemerintahan didaerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas

dekonsentrasi, dan tugas pembantua. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam

undang-undang tersebut antara lain sebagai berikut :

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

106

1. Dijelaskan daftar tugas, baik untuk provinsi maupun kabupeten dan kota

2. Memuat daftar urusan wajib untuk provinsi dan kabupaten dan kota

3. Departeman Dalam Negeri menentukan daerah penghasil sumber daya

berdasarkan pada pertimbangan dengan menteri teknis

4. Memuat pembagian hasil sumber daya alam antara provinsi dan

kabupaten dan kota

5. Dearah tidak dapat secara langsung mengajukan pinjaman hutang luar

negeri, tetapi daerah dapat melakukan pinjman dari pemerintah daerah

lain.

6. Mengatur tentang pemilihan langsung kepala daerah dan wakil kepala

daerah.

Secara yuridis formal, desentralisasi fiskal sebenarnya telah diterapkan di

Indonesia sejak tahun 1974 dengan menerapkan UU No.5 tahun 1974 tentang

prinsip dasar administrasi di daerah. UU ini dimunculkan sebagai suatu bentuk

penyesuaian atas UU No.18 tahun 1965, mengenai prinsip dasar administrasi

regional,yang mana sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan

Indonesia pada waktu itu. Menurut Undang-undang No.5 tahun 1974,

desentralisasi adalah suatu perpindahan jasa administrasi dari pemerintah pusat

atau dari suatu pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah

yang lebih rendah untuk menjadi jasa regional.

Implepentasi pada masa rezim orde baru mengembangkan suatu sistem

pemerintahan yang sangat terpusat dimana hampir semua proses pengambilan

keputusan penting pemerintah termasuk kontrol terhadap sumber daya negara

selalu berada di pusat.

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

107

Sejalan dengan keinginan masyarakat, maka kekuatan demokratis yang

baru di Indonesia menurut suatu perubahan pemerintah pusat agar memberikan

kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri

termasuk pembagian keuangan antara pemerintah pusat agar memberikan

kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri

termasuk pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan

keinginan masyarakat agar kehidupannya lebih baik terutama didukung oleh fakta

di masa lalu, banyak praktek kekuasaan yang tidak adil dilakukan oleh pemerintah

pusat, yaitu dalam pembagian kekayaan yang diperoleh pemerintah pusat dari

daerah. Oleh karena itu, pada tahun 1999 lahirlah undang-undang yang

merupakan payung hukum baru bagi proses desentralisasi di Indonesia, yaitu

undang-undang no.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan uandang-undang

N0.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Kemudian dilakukanlah penyempurnaan undang-udang yaitu pada tahun

2004 dengan melahirkan undang-undang no.23 tahun 2004 tentang pemerintah

daerah dan undang-undang no.33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan diterapkannya undang-

undang tersebut daerah diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan seluruh

fungsi pemerintahan, kecuali kewenangan pemerintah dalam bidang pertahaa

keamanan, politik luar negeri, pernahanan, keamanan, kebijakan moneter, fiskal

nasional, dan agama. Dengan pembagian kewenanan tersebut, peaksanaan

pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi, asas

dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

108

Implikasi langsung dari keweangan yang diserahkan kepada daerah sesuai

undang-undang otonomi daerah yang baru adalah kebutuhan dana yang cukup

besar. Untuk itu, perlu diatur hubungan keuagan antara puat dan daerah yang

dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan fungsi yang menjadi kewenangannya.

Dari sisi keuangan Negara kebijakan pelaksanaan desentralisasi fiskal telah

membawa konsekuensi kepada peta pengelolaan fiskal yang cukup mendasar.

Sesuai dengan undang-undang No.23 tahun 2004 bahwa perimbagan

keuangan pusat dan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

mengandung pengertia bahwa kepada daerah diberikan kewenangan untuk

memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan didukung dengan perimbangan

keuangan antara pusat dan daerah. Hubungan keuangan antara pusat dan daerah

perlu diberikan pengaturan agar kebutuhan pembangunan daerah dapat di biayai

dari sumber penerimaan yang ada. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan

berdasarkan asas desentralisasi dilakukan atas beban APBD. Sumber-sumber

pembiayaan daerah yang utama dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal

adalah pendapatan asli daerah (PAD), pinjaman daerah, serta Dana perimbangan

yang diantaranya meliputi dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus

(DAK).

Penjelasan dalam teori-teori yang telah mengemuka bahwa desentralisasi

fiskal dapat menimbulkan efek positif terhadap efisiensi ekonomi sektor public,

pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, hal

tersebut dapat dibuktikan di Jawa Barat. Hal ini menunjukan bahwa efek

desentralisasi fiskal tersebut konsisten dengan teori desentralisasi yang ada.

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

109

Namun dari sisi penerimaan, daerah kabupaten dan kaota di Jawa Barat dalam

kemampuan keuangan daerah dalam menopang pembangunan daerah masih

sangat rendah, walaupun peranan dana perimbangan yang berasal dari pusat

sangat besar.

Pembagian sumber-sumber daya yang seimbang diantara berbagai

tingkatan pemerintahan akan menjamin bahwa daerah-daerah yang kaya akan

sumber daya akan memperoleh pembagian yang adil dari pendapatan yang

dihasilkan.

Melalui undang-undang yang ada pemerintah mencoba untuk mengurangi

ketimpangan dan ketidakadilan dalam alokasi keuangan baru untuk daerah yang

dinamakan dengan dana perimbangan yang terdiri dari tiga bagian untuk daerah

dari hasil pemasukan dari pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), Dana Alokasi

Umum{DAU} dan Dana Alokasi Khusus {DAK}.

4.1.3.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum

Secara faktanya subsidi daerah otonom dan dana inpres yang

biberlakukan dahulu dihapuskan dan diganti dengan DAU, hal ini bertujuan untuk

mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah (horizontal

imbalance). Jumlah DAU yang dibagikan minimal 26% dari penerimaan dalam

negeri dan akan dibagikan kepada seluruh provinsi dan kabupaten dan kota

menurut suatu rumusan. Dalam undang-undang No. Tahun 2004 secara eksplisit

disebutkan bahwa kriteria DAU didasarkan pada dua faktor penting, yakni

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

110

kebutuhan daerah dan kemampuan perekonomian daerah. Kemampuan fiskal

merupakan kemampuan anggaran pemerintah dalam membiayai aktivitas

pemerintahannya. Sedangkan besarnya kebutuhan daerah dilihat dari jumlah

penduduk,luas wilayah, keadaan geografis, dan tingkat kemakmuran masyarakat .

Kebutuhan DAU suatu daerah dapat di tentukan atas konsep fiskal gap, yaitu

selisih antara kapasitas dan kebutuhan daerah dengan kata lain DAU digunakan

untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah lebih besar dari

kemampuan penerimaan daerah yang ada.

Distribusi DAU akan lebih kecil kepada daerah-daerah yang memiliki

kemampuan fiskal relative besar. Sebaliknya, perolehan DAU yang lebih besar

akan diberikan kepadan daerah-daerah dengan kemmpuan fiskal reltif kecil.

Dengan adanya konsep ini, beberapa daerah khususnya daerah yang kaya sumber

daya alam dapat memperoleh DAU yang negetif.

Untuk menghindari adanya penurunan kemampuan daerah dalam

membiayai beban pengeluaran, menggunakan faktor penyeimbang, pertama yang

berasal dari sejumlah proporsi DAU yang akan dibagikan secara merata kepada

seluruh daerah yang besarnya tergantung pada kemampuan keuaangan negara,

kedua transfer pemerintah pusat yang dialokasikan secara proporsional dari

kebutuhan gaji pegawai masing-masing daerah.

Untuk mengetahui perkembangan Dana Alokasi Umum di Provinsi Jawa

Barat setiap Kabupaten dan Kota , dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini:

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

111

Tabel 4.5

Dana Alokasi Umum di Jawa Barat periode 2001-2007

[dalam juta rupiah]

Dana Alokasi Umum

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

kab. Bogor 479,574,013 521,753,720 511,453,507.40 591,852,182.00 627,953,000.00 806,990,000.00 962196000.00

kab. Sukabumi 302,054,930 328,030,000 0 418,183,000.00 446,400.00 684,475,000.00 759683000.00

kab. Cianjur 296,188,193 335,620,000 389,850,000.00 411,220,000.00 443,536,200.00 675,881,000.00 757052000.00

kab. Bandung 734,074,827 659,036,306 726,240,000.00 757,285,000.00 802,830,000.00 1,168,636,000.00 1351912000.00

kab. Garut 370,108,072 401,240,000 468,170,000.00 490,611,000.00 520,630,992.00 830,714,900.00 911801000.00

kab. Tasikmalaya 382,120,225 338,880,000 375,630,000.00 387,801,000.00 411,220,000.00 648,149,000.00 718561000.00

kab. Ciamis 307,370,712 316,760 438,200,000.00 409,150,000.00 432,351,996.00 708,553,000.00 775730000.00

kab. Kuningan 184,986,767 241,430,000 282,600,000.00 293,534,000.00 308,582,000.00 485,246,000.00 550002396.00

kab. Cirebon 296,182,030 324,510,000 384,660,000.00 407,416,000.00 455,088,000.00 653,606,000.00 730885992.00

kab. Majalengka 233,941,752 228,748,729 295,270,000.00 308,162,000.00 328,468,000.00 508,346,000.00 555540000.00

kab. Sumedang 197,085,048 250,270,000 291,220,000.00 301,089,000.00 316,698,000.00 500,020,000.00 551711000.00

kab. Indramayu 230,339,505 275,510,000 320,800,000.00 333,712,000.00 350,810,000.00 548,042,000.00 610890996.00

kab. Subang 232,666,149 258,938,908 331,157,101.00 335,259,147.00 329,954,000.00 502,000,000.00 560645000.00

kab. Purwakarta 123,954,876 163,180,000 0 199,592,822.00 209,379,000.00 311,847,999.00 370015255.00

kab. Karawang 219,926,980 273,316,913 354,509,061.00 331,684,539.75 344,919,600.00 532,137,960.00 622602000.00

kab. Bekasi 198,609,142 230,880,000 231,240,000.00 251,093,753.00 284,953,999.20 284,954,000.00 430417000.00

kota Bogor 145,936,042 165,870,000 0 205,937,147.00 214,806,000.00 302,515,000.00 359576513.60

kota Sukabumi 81,330,556 109,779,572 124,630,000.00 126,824,000.00 134,188,000.00 216,741,000.00 285095000.00

kota Bandung 341,618,150 388,260,000 416,680,000.00 439,689,469.00 458,072,000.00 632,379,000.00 828294700.00

kota Cirebon 92,395,128 128,269,706 0 149,752,243.00 143,039,000.00 259,312,992.00 304470000.00

Sumber : BPS [data diolah]

Secara grafik pergerakannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

112

Sumber : BPS [data diolah]

Gambar 4.5

Dana Alokasi Umum Kabupaten dan Kota dalam Propinsi Jawa Barat periode 2001-2007.

Pergerakan Dana alokasi umum Provinsi Jawa Barat yang terdapat pada

gambar di atas mencerminkan kenaikan yang cukup tinggi pada periode 2001-

2007 di setiap kabupaten dan kota. Khususnya loncatan yang tinggi sebesar

Rp.7,117,928,192.00 pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp.12,997,082,860.00,

artinya terjadi kenaikan 45.2% pada 2007. Dapat di ambil contoh pada Kabupaten

Bandung tahun 2005 dana alokasi umumnya sebesar Rp.802,830,000.00 dan pada

tahun 2007 sebesar 40.6 % menjadi Rp1,351,912,000.00.

Kabupatem Bandung merupakan kabupaten yang tertinggi dalam

pemberian dana alokasi umum di bandingkan dengan kabupaten dan kota lain di

Jawa Barat. Dapat terlihat pada setiap tahunnya menempati posisi tertinggi dalam

penerimaan dana alokasi umum dari pemerintah pusat. Serendah-rendahnya dana

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

113

yang pernah di terima oleh kabupaten bandung adalah pada tahun 2002 sebesar

Rp. 659,036,306.00, jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota liannya pada

tahun yang sama maka terlihat bahwa anggka penerimaan dana alokasi umum

Kabupaten Bandung masih tergolong tinggi. Dan dana alokasi umu tertinggi yang

pernah di terima oleh kabupaten bandung adalah sebesar Rp.1,351,912,000.00

pada tahun 2007.

Berbeda sebaliknnya dengan Kota Sukabumi dan Kota Cirebon. Kedua

wilayah ini memduduki peringkat terrendah dalam penerimaan dana alokasi

umum di Jawa Barat. Tetapi penerimaan terendah di Jawa Barat dari pemerintah

pusat adalah Kota Cirebon, hal ini di indikasikan dengan keadaan tahun 2003

yang tidak sepeserpun dana alokasi umum mengalir ke pemerintah Kota Cirebon.

Dengan demikian Kota Cirebon dapat di artikan pada tahun tersebut telah lakukan

operasional pemerintahan dengan sumber daya lokal yang ada, dan tidak

menggantungkan diri kepada pemerintah pusat dalam menjalankan

pemerintahaannya.

Kota Cirebon jika kita bandingkan penerimaannya dengan Kabupaten

Bandung sangat jauh ketimpangannya, hal ini terlihat pada tahun 2007 Kota

Cirebon menerima dana alokasi umum yaitu sebesar Rp. 304,470,000.00

sedangkan Kabupaten Bandung menerima dana alokasi umum sebesar Rp.

1,351,912,000.00, oleh karena itu jarak perbedaannya sebesar Rp.

10,47,442,000.00.

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

114

4.1.3.2 Perkembangan Dana Alokasi Khusus

DAK dimaksudkan utuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus

di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan

dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong

percepatan pembangunan daerah.

Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah tertentu untuk menandai

kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi priorotas

nasional yang urusannya berada di daerah. Kegiatan khusus yang ditetapkan oleh

pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan dan pengadaan atau

peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat

dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadan sarana fisik penunjang.

Untuk mengetahui perkembangan Dana Alokasi Khusus di Provinsi Jawa

Barat, dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini:

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

115

Tabel 4.6

Dana Alokasi Khusus di Jawa Barat periode 2001-2007

[dalam juta rupiah]

Dana Alokasi Khusus 2001 2002 2003 3004 2005 2006 2007 Kab. Bogor 0 0 999,965.00 4,979,930.00 0 22,710,000.00 10289000.00

Kab. Sukabumi 0 0 0 0 0 38,050,000.00 72215800.00

Kab. Cianjur 0 0 1,000,000.00 0 0 36,390,000.00 67674000.00

Kab. Bandung 0 0 1,000,000.00 0 4,000,000.00 18,080,000.00 11012000.00

Kab. Garut 2,518,230 0 1,000,000.00 2,500,000.00 16,990,000.00 38,749,900.00 71319041.03

Kab. Tasikmalaya 0 0 1,000,000.00 5,000,000.00 0 49,160,000.00 69774000.00

Kab. Ciamis 0 0 9,100,000.00 9,250,000.00 0 52,900,000.00 73344000.00

Kab. Kuningan 0 0 7,800,000.00 7,420,000.00 13,530,000.00 57,518,302.28 49743000.00

Kab. Cirebon 0 0 28,327,425.27 0.00 0.00 40,931,529.00 9964013.01

Kab. Majalengka 0 0 7,300,000.00 9,180,000.00 13,310,000.00 35,020,000.00 49512000.00

Kab. Sumedang 0 0 8,600,000.00 7,210,000.00 13,240,000.00 31,910,000.00 43785000.00

Kab. Indramayu 0 0 11,600,000.00 13,490,000.00 16,460,000.00 38,680,000.00 12396600.00

Kab. Subang 0 0 12,000,000.00 8,500,000.00 0.00 35,380,000.00 63679000.00

Kab. Purwakarta 5,787,225 5,577,623 0 8,950,000.00 0.00 27,504,918.00 32648000.00

Kab. Karawang 0 0 0.00 0.00 0.00 28,370,000.00 9491000.00

Kab. Bekasi 1,398,000 0 1,000,000.00 0.00 0.00 18,280,000.00 8979400.00

Kota Bogor 0 0 0 5,500,000.00 4,000,000.00 7,620,000.00 7587700.00

Kota Sukabumi 0 0 6,100,000.00 5,500,000.00 7,290,000.00 17,270,000.00 21715000.00

Kota Bandung 0 0 0 6,600,000.00 0 148,700,000.00 12491398.16

Kota Cirebon 0 0 0 5,530,000.00 7,210,000.00 17,830,000.00 29207000.00

Sumber : BPS [data diolah]

Secara grafik pergerakannya dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

116

Gambar 4.6

Dana Alokasi Khusus Kabupaten dan Kota dalam Propinsi Jawa Barat periode 2001-2007.

Sumber : BPS [data diolah]

Pada tahun 2001 hanya beberapa kabupaten dan kota di provinsi jawabarat

yang mendapatkan dana aokasi khusus diantaranya adalah Kabupaten Garut,

Kabupaten Purwarkarta, dan Kabupaten Bekasi dengan angka sebagai berikut

untuk masing-masing wilayah Rp.2,518,230.00, Rp.5,787,225.00

Rp.1,398,000.00. Kondisi ini hampir sama dengan tahun 2002 bahkan Kabupaten

Garut dan Kabupaten Bekasi tidak menerima dana alokasi khusus, oleh karena itu

pada tahun 2002 yang menerima dana alokasi khusus adalah Kabupaten

Purwakarta saja.

DAK pada periode 2004 sampai dengan 2007 mengalami perkembangan

yang fluktuatif cenderung meningkat. DAK terbesar diterima oleh Kota Bandung,

pada tahun 2004 perolehan DAK di Kabupaten Indramayu sebesar

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

117

Rp.13,490,000.00. Pada tahun 2005 sebesar Rp. 16,990,000.00. Pada tahun 2006.

Sampai dengan 2005, proporsi alokasi DAK tidak seluruh kabupaten dan

kota di Jawa Barat memperoleh dana alokasi khusus, paling tidak ada wilayah

yang mendapatkan dana alokasi khusus bertambah menjadi sembilan wilayah.

Sedangkan pada tahun 2006 mengalami kemajuan yaitu seluruh kabupaten dan

kota di Jawa Barat menerima dana alokasi khusus dan jumlahnya berfariasi

tergantung kepada kepemtngan pembiayaan prioritas pemerintah daerah dan

pemerinttah pusat. Dalam tahun 2006 dan tahun 2007 Kabupaten Bogor memiliki

dana alokasi khusus sebesar Rp. 7,620,000.00 dan Rp. 7,587,700.00. sedangkan

pada tahun 2006 wilayah yang terbanyak dana alokasi khususnya adalah Kota

Bandung dan pada tahun 2007 di tempati oleh Kabupaten Ciamis.

Pada tahun2005-2006 semuanya kecenderungan naik, tapi pada tahun 2007

bervariasi sebagian kabupaten dan kota naik dan sebagian lagi turun. Yang

mengalami kenaikan adalah Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasik, Kabupaten

Garut, Kabupaten Subang, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Majalengka, Kabupaten

Sumedang, Kabupaten Purwakarta, Kota Cirebon, Kota Sukabumi masing-masing

besarannya yaitu Rp. 73344000.00, Rp. 69774000.00, Rp. 71319041.03, Rp.

63679000.00, Rp. 67674000.00, Rp. 49512000.00, Rp. 43785000.00, Rp.

32648000.00, Rp. 9964013.01, Rp. 72215800.00.

Yang mengalami penurunan adalah Kabupaten Kuningan, Kabupaten

Indramayu, Kabupaten Bagor, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota

Cirebon, Kota Bandung untuk masing-masing besarannya yaitu Rp. 49743000.00,

Rp. 12396600.00, Rp. 10289000.00, Rp. 9491000.00, Rp. 9491000.00, Rp.

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

118

8979400.00, Rp. 9964013.01, Rp, 11012000.00.

Yang beda sendiri yaitu Kota Bandung yang pada tahun 2006 kenaikannya

sangat drastis sebesar Rp.148,700,000.00 dan penurunannya sangat drastis bila

pada tahun setelahnya yaitu tahun 2007 ke posisi Rp. 12491398.16, dapat

dikatakan 91.6% kenaikan yang di milikinya.

4.2 Analisis Data Dan Pengujian Hipotesis

4.2.1 Pengujian Model Penelitian

Analisis data dalam penelitian yang berjudul “Dampak Desentralisasi

Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Periode 1989-

2007”, menggunakan EViews (Econometric Views) 5.1, data yang diperoleh dari

hasil pengujian EViews adalah sebagai berikut:

a) Uji Hausman

Uji hausman merupakan cara Untuk mengetahui teknik estimasi yang tepat

dalam penelitian ini, antara model Fixed Effect dan Random Effect yang akan

dilakukan. Adapun kriterianya, jika nilai statistik Hausman > Nilai Chi-Square

maka model yang tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya jika nilai

statistik Hausman < Nilai Chi-Square maka model yang tepat adalah model

Random Effect. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan alat bantu

program Eviews 5.1 untuk menghitungnya, maka diperoleh hasilnya sebagai

berikut:

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

119

Tabel 4.7 Matriks Uji Hausman

Statistik Hausman Kriteria Chi Squares (5%)

dan (1%) Keputusan

17.502867 > 7, 81473 dan

11,3449 Fixed Effect

Sedangkan nilai kritis chi-squares dengan df sebesar 6 pada %5=α dan

%1=α masing-masing sebesar 4,81473 dan 11,3449. Karena nilai statistic

Hausman lebih kecil dari nilai statistic chi-squares maka model yang tepat untuk

menganalisis Pertumbuhan Ekonomi sebelum dan setelah kebijakan desentralisasi

fiskal adalah Model Fixed Effect.

b) Uji Fixed Effect

Teknik estimasi data untuk menghasilkan analisis dalam Pengujian Fixed

Effect menggunakan EViews (Econometric Views) 5.1, data yang diperoleh dari

hasil pengujian EViews adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Pengujian Model Penelitian dengan Fixed Effect

Dependent Variable: LPE? Method: Pooled Least Squares

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1999.668 2.281835 876.3418 0.0000 SDA? 3.013037 0.44792 6.727038 0.0137 DAU? 5.136782 0.341896 15.02438 0.0285 DAK? 4.097236 0.809789 5.059632 0.0473

DUMMY? 3.262102 1.081881 3.015213 0.0209

R-squared 0.682509 F-statistic 18.06828

Sumber: Pengujian model EViews

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

120

Dengan Pengujian menggunakan pendekatan Fixed Effect diperoleh

persamaan sebagai berikut:

LPE = 1999,668 + 3,013037 SDA + 5,136782 DAU + 4,097236 DAK +

3,262102 DUMMY

t = (876,3418) (6,727038) (15,02438) (5,059632) (3,015213)

R2= 0,682509 F= 18,06828

Berdasarkan hasil pengujian pada model Fixed Effect, nilai koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,682509 atau 68,2509%. Koefisien determinasi dapat

digunakan untuk melihat kualitas model, selain itu dapat digunakan untuk melihat

masalah multikolinearitas. Untuk hasil estimasi di atas diduga model penelitian

tidak terkena multikolinearitas karena nilai R2-nya tidak terlalu tinggi, karena

kolineritas diduga ketika R2 tinggi (misalnya, antara 0.7 dan 1) , sedangkan

seluruh variabel bebas di dalam model berpengaruh secara signifikan . Untuk

menyatakan bahwa model regresi yang dihasilkan adalah baik, salah satunya

dengan menggunakan kriteria ekonometrika (multikolinearitas,

heteroskedastisitas dan autokorelasi). Melalui kriteria ekonomi (uji asumsi klasik

tersebut) dapat terlihat model regresi yang dihasilkan memenuhi persyaratan Best

Linear Unbiased Estimation (BLUE) atau tidak.

4.2.2 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi berguna untuk mengetahui berapa persen perubahan

variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen, nilai

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

121

R2 berada diantara 0 (nol) dan 1 (satu) semakin mendekati 1 berarti model

penelitian semakin baik. Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai Koefisien

determinasi (R2) sebesar 0,682509 atau 68,2509. Nilai R2 sebesar 0,682509

menunjukkan bahwa pengaruh variabel-variabel Sumber Daya Alam terhadap

pertumbuhan ekonomi sebesar nilai R2 hanya 0,682509 atau 68,2509%, dan

sisanya 0,317491% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukan

ke dalam persamaan regresi.

4.2.3 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini yaitu dengan pengujian satu sisi

(one side) atau satu ujung (one tail), hal ini dilakukan karena pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat sudah ditetapkan. Tingkat keyakinan yang

digunakan sebesar 95% atau residu sebesar 5% (α = 5%). Pengujian hipotesis

sebelah kanan dengan kriteria t hitung > t tabel H0 ditolak dan H1 diterima

4.2.3.1 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Pengujian hipotesis secara parsial (uji t) dilakukan untuk mengetahui pengaruh

dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil

pengujian diperoleh nilai t hitung untuk masing-masing variabel bebas adalah

sebagai berikut:

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

122

Tabel 4.9 Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t)

Variabel t hitung t table Keputusan Pengaruh

SDA 6,727038 > 2,015 Menolak

H0 Signifikan

DAU 15,02438 > 2,015 Menolak

H0 Signifikan

DAK 5,059632 > 2,015 Menolak

H0 Signifikan

DUMMY 3,015213 > 2,015 Menolak

H0 Signifikan

Sumber: Hasil pengujian model Eviews

Variabel Sumber daya Alam (SDA) memiliki nilai thitung sebesar 6,727038

dan nilai t tabel = 2,015, maka thitung > ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan

menolak H1 , berarti sumber daya alam berpengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, hal ini terbukti dengan tingkat probabilitasnya sebesar

0,0137 atau tingkat ketidak yakinan sebesar 1%.

Untuk thitung Dana Alokasi Umum ( DAU ) sebesar 15,02438 dan ttabel = 2,015,

maka thitung > ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan menolak H1 yang berarti Dana

Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, terbukti

dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0285 atau tingkat ketidak yakinan sebesar

2%. Untuk nilai thitung Dana Alokasi Khusus ( DAK ) sebesar 5,059632 dan nilai

t tabel = 2,015, maka thitung > ttabel. Hipotesis ini menerima H0 dan menolak H1 ,

berarti Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, hal ini terbukti dengan tingkat probabilitasnya sebesar 0,0473 atau

tingkat ketidak yakinan sebesar 4%. Untuk nilai thitung Dummy Waktu (DUMMY)

sebesar dan nilai 3,015213 dan nilai t tabel = 2,015, maka thitung > ttabel. Hipotesis

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

123

ini menerima H0 dan menolak H1, berarti Dana Alokasi Khusus berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini terbukti dengan tingkat

probabilitasnya sebesar 0,0209 atau tingkat ketidak yakinan sebesar 2%.

4.2.3.2 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

Uji F ini digunakan untuk menguji variabel independen secara keseluruhan

berpengaruh terhadap variabel bebas. Kriteria pengujian uji F adalah jika nilai

Fhitung > Ftabel dengan taraf keyakinan 95%, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang

berarti ada pengaruh secara serempak atau secara bersama-sama dari keseluruhan

variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen; begitupun

sebaliknya jika Fhitung < Ftabel dengan taraf keyakinan 95%, maka H0 diterima dan

H1 ditolak yang berarti tidak ada pengaruh secara serempak atau secara bersama-

sama dari keseluruhan variabel independen berpengruh terhadap variabel

dependen.

Tabel 4.10 Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)

F hitung F tabel Keputusan Pengaruh

18,06828 > 5,19 Menolak H0 Berpengaruh secara

simultan

Sumber: Hasil pengujian model Eviews

Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.18 sebelumnya, diperoleh nilai

Fhitung sebesar 18,06828 dan untuk nilai Ftabel = 5,19 dari df pembilang 4, penyebut

5, dengan tingkat signifikan α = 5%. Dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabel

berarti H0 ditolak dan H1 diterima, yang menunjukan bahwa variabel bebas secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel Pertumbuhan ekonomi.

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

124

4.2.4 Pengujian Asumsi Klasik

4.2.4.1 Uji Multikolinearitas (Multicollinearity Test)

Multikolinaritas berarti adanya hubungan yang sempurna atau pasti,

diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi

Dalam Pengujian multikoliniearitas dilakukan dengan regresi auxiliary yaitu

dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen

dengan satu variabel independen yang lain.

Keputusan ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan membandingkan

nilai F hitung dengan nilai F kritis. Jika nilai hitung F lebih besar dari nilai kritis

F dengan tingkat signifikasi dan derajat kebebasan tertentu maka dapat

disimpulkan model mengandung unsur multikolinearitas. Sebaliknya jika nilai F

hitung lebih kecil dari nilai F kritis maka dapat dipastikan model tidak

mengandung unsur multkolinearitas. Untuk mengetahui model mengandung

unsure multikolinearitas maka dilakukan regresi auxiliary sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan pada regresi auxiliary (terlampir), maka dapat

diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

125

Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas Dengan Regresi Auxiliary Regresi F hitung Kriteria F tabel Keputusan

SDA dengan DAU, DAK DUMMY

2,347547 < 6,00 Tidak terdapat

Multikolinearitas

DAU dengan SDA, DAK DUMMY

5,647469 < 6,00 Tidak terdapat

Multikolinearitas

DAK dengan SDA, DAU, DUMMY

0,894257 < 6,00 Tidak terdapat

Multikolinearitas

DUMMY dengan SDA, DAU, DAK

5,810428 < 6,00

Tidak terdapat Multikolinearitas

Keterangan:

SDA=Sumber Daya Alam (SDA)

DAU=Dana Alokasi Umum (DAU)

DAK= Dana Alokasi Khusus (DAK)

DUMMY = Dummy Waktu

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa dengan regresi auxiliary

model pertumbuhan ekonomi sebelum dan setelah kebijakan desentralisasi fiskal

tidak mengandung unsur multikolinearitas karena Fhitung<Fkritis pada %5=α

dengan df 4,9=6,00, untuk regresi SDA dengan DAU, DAK, dan Dummy adalah

sebesar 2,347547 < 6,00 maka pada regresi SDA dengan DAU, DAK, dan

DUMMY tidak terdapat multikolinearitas.

Untuk DAU dengan SDA,DAK, dan DUMMY sebesar 5,647469 <6,00

maka pada regresi DAU dengan SDA, DAK, dan DUMMY tidak terdapat

multikolinearitas. Untuk DAK dengan SDA, DAU, dan DUMMY adalah sebesar

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

126

0,894257 < 6,00 maka pada regresi DAK dengan SDA, DAU, dan DUMMY

tidak terdapat multikolinearitas.

Untuk DUMMY dengan SDA, DAU, DAK sebesar 5,810428 < 6,00

maka pada regresi DUMMY dengan SDA, DAU, DAK tidak terdapat

multikolinearitas. Setelah dilakukan regresi pada semua variabel independen,

maka dapat dipastikan persamaan tidak mengandung multikolinearitas

4.2.4.2 Uji Heteroskedastisitas

Asumsi penting lain dari model linier Klasik adalah bahwa gangguan

(disturbance) yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah

homoskedastik; yaitu semua gangguan tadi mempunyai varians yang sama.

Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang

mempunyai varians yang tidak sama.

Dalam pendeteksian masalah heteroskedastisitas digunakan metode

GoldFeld-Quandt yaitu dengan membagi dua data dan mengurutkannya sesuai

dengan nilai X, dimulai dari nilai yang paling kecil hingga yang paling besar, serta

melakukan regresi pada setiap kelompok secara terpisah.

Dengan ketentuan apabila Fhitung lebih besar dari Ftabel maka hasil regresi

mengandung heteroskedastisitas, tetapi sebaliknya apabila Fhitung lebih kecil dari

Ftabel maka dapat disimpulkan mahwa data tidak mengandung heteroskedastisitas

(homoskedastisitas) Diketahui RSS (Sum Squared Residual) dari observasi

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

127

pertama yakni sebesar: RSS= 5,64 X 108 dan RSS (Sum Squared Residual) dari

observasi kedua sebesar: RSS2= 1,57X 1010 sehingga dapat diketahui nilai statistic

Fhitung yakni sebagai berikut:

283394.06/1064.5

6/X10 1.578

10

==X

φ

Tabel 4.12 Matrix uji heteroskedastisitas

F hitung Kriteria F kritis Keputusan

0,283394 < 4,95 Tidak mengandung heteroskedastisitas

Sedangkan nilai kritis statistic F dengan df sebanyak 6 untuk numerator

dan 5 untuk denumerator pada %5=α adalah 4,95. maka menerima Hipotesis nol

karena nilai Fhitung (φ ) lebih kecil dari nilai kritis Fstatistic. Maka dapat disimpulkan

bahwa hasil regresi tidak mengandung masalah heteroskedastisitas.

4.2.4.3 Uji AutoKorelasi

Berdasarkan hasil regresi dengan menggunakan model Fixed Effect

diketahui hasil estimasi, angka durbin Watson dalam penelitian ini sebesar 1.248

dengan k= 4 dan n=18 dari tabel statistik Durbin Watson pada tingkat penting

diperoleh dL=0.820 dan dU=1.872. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi

dilakukan uji Durbin-Watson (DW) sebagai berikut:

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

128

Tabel 4.13 Statistik Durbin-Watson (DW)

0 dL du 2 4-du 4-dL

0 0,820 1,248 1,872 2,128 3,180

Berdasarkan uji estimasi angka Durbin Watson sebesar 1.248 berarti nilai

Durbin Watson pada model tersebut terletak di darah keragu-raguan atau tidak

dapat dipastikan ada auotokorelasi positif atau negatif. Karena kriterianya yaitu

dL ≤ d ≤ dU dan 0,820 ≤ 1,248 ≤ 1,872 maka dapat disimpulkan bahwa model

terletak di daerah keragu-raguan positif; tidak ada keputusan.

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dapat diketahui bahwa hasil

regresi fixed effect tidak mengandung unsur multikolinearitas, heteroskedastisitas

dan autokorelasi. Melalui kriteria ekonomi (uji asumsi klasik tersebut) dapat

terlihat model regresi yang dihasilkan memenuhi persyaratan Best Linear

Unbiased Estimation (BLUE).

Tolak H0

berarti ada

autokorelasi

positif

idak dapat

diputuskan

Tidak menolak H0

berarti tidak ada

autokorelasi

Tidak dapat

diputuskan

Tolak H0

berarti ada

autokorelasi

negatif

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

129

4.3 Pembahasan

Berdasarkan pengujian model penelitian dengan menggunakan model regresi

data panel dengan teknik estimasi Fixed Effect diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.14 Pengujian Model Penelitian dengan Fixed Effect

Dependent Variable: LPE? Method: Pooled Least Squares

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1999.668 2.281835 876.3418 0.0000 SDA? 3.013037 0.44792 6.727038 0.0137 DAU? 5.136782 0.341896 15.02438 0.0285 DAK? 4.097236 0.809789 5.059632 0.0473

DUMMY? 3.262102 1.081881 3.015213 0.0209

R-squared 0.682509 F-statistic 18.06828

Sumber: Pengujian model EViews

Dengan Pengujian menggunakan pendekatan Fixed Effect diperoleh

persamaan sebagai berikut:

LPE = 1999,668 + 3,013037 SDA + 5,136782 DAU + 4,097236 DAK +

3,262102 DUMMY

t = (876,3418) (6,727038) (15,02438) (5,059632) (3,015213)

R2= 0,682509 F= 18,06828

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

130

Tabel 4.15 Besarnya Intersep pada 26 Propinsi PROVINSI INTERSEP

_KBBGR--C 0,059071

_KBSKBM--C 1,213757

_KBCNJR--C -0,029789

_KBBNDNG--C 0,622246

_KBGRT--C -0,207255

_KBTSK--C 0,012853

_KBCMS--C 0,545884

_KBKNNGN--C 0,502737

_KBCRBN--C -0,125958

_KBMJLNGK--C -0,249348

_KBSMDNG--C -0,216579

_KBINDRMY--C 0,208059

_KBSBNG--C -0,304395

_KBPRWKRT--C -0,791884

_KBKRWNG--C 0,861925

_KBBKS--C -0,280840

_KTBGR--C 0,463986

_KTSKBM--C -1,036103

_KTBNDNG--C 0,092247

_KTCRBN--C 0,040170

_KBBGR--C 0,059071

_KBSKBM--C 1,213757

_KBCNJR--C -0,029789

_KBBNDNG--C 0,622246

_KBGRT--C -0,207255 Sumber: Pengujian model EViews

Model penelitian diatas menunjukan bahwa seluruh variabel bebas

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, Untuk koefisien Sumber

Daya Alam (SDA) sebesar 3,013037; hal ini menunjukan bahwa jika Sumber

Daya Alam meningkat 1%, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar

3,013037%. untuk koefisien regresi variabel Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar

5,136782; hal ini menunjukan bahwa jika Dana Alokasi Umum naik Rp. 1 juta,

maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 5,136782 % Untuk Dana

Alokasi Khusus sebesar (DAK ) sebesar 4,097236; hal ini menunjukan bahwa

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

131

Dana Alokasi Khusus meningkat RP. 1 juta , maka pertumbuhan ekonomi akan

meningkat sebesar 4,097236%.

Untuk koefisien Dummy Waktu (DUMMY) sebesar 3,262102 Koefisien

tersebut menunjukan bahwa setelah kebijakan desentralisasi fiskal diberlakukan,

maka pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 3,262102 %; Sementara untuk

koefisien 0β (konstanta) menunjukan jika Pertumbuhan ekonomi tidak

dipengaruhi oleh sumber daya alam, dana alokasi umum dan serta dana alokasi

khusus maka nilai pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 1999,668 %.

Dari hasil penelitian ini diperoleh nilai Koefisien determinasi (R2) sebesar

0,682509 atau 68,2509% .

Dengan didukung oleh uji asumsi klasik (multikolinieritas,

heteroskedastis, dan autokorelasi) dan memenuhi unsur BLUE (Best Linier

Unbiased Estimator). Maka dapat diindikasikan bahwa model regresi yang dibuat

sudah baik dan tepat digunakan untuk memprediksikan (forecasting) faktor-faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia . nilai R2 sebesar

0,682509 menunjukkan bahwa pengaruh variabel-variabel Sumber Daya Alam

terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar nilai R2 hanya 0,682509 atau

0,682509%, dan sisanya 0,317491% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang

tidak dimasukan ke dalam persamaan regresi.

Intersep masing-masing Kabupaten dan Kota mengandung arti bahwa jika

tidak ada pengaruh dari Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi

Khusus, dan Desentralisasi Fiskal atau semua variable independen tersebut

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

132

dianggap nol, maka Pertumbuhan PDRB setiap Kabupaten dan Kota adalah

senilai masing-masing intersep daerah tersebut. Apabila dilihat dari dari intersep

masing-masing Propinsi yang memiliki nilai berbeda, dapat kita simpulkan bahwa

setiap propinsi yang dilakukan penelitian memiliki karakteristik yang berbeda satu

sama lain.

4.3.1 Pengaruh Sumber Daya Alam terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan di atas, dapat diketahui

bahwa sumber daya alam memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan

ekonomi. Besarnya nilai koefisien sumber daya alam (SDA) sebesar 3,01337, hal

ini menunjukkan bahwa sumber daya alam meningkat Rp. 1 juta, maka

pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 3,013037 %.

Hal ini sejalan dengan pendapat dari Adam Smith yang menyatakan bahwa

pertumbuhan output total dipengaruhi oleh tuga aspek yang salah satunya adalah

sumber-sumber daya alam yang tersedia seperti faktor produksi tanah dan lain-

lain. Dari perkembangannya sumber daya alam yang dimiliki oleh Kabupaten dan

Kota di Provinsi Jawa Barat mengindikasikan dengan seluruh sumber daya yang

ada mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat.

Sumber daya alam memiliki peranan yang sangat penting menurut Lewis,

karena tersebarnya sumber daya alam yang melimpah di suatu daerah merupakan

suatu daerah yang kekurangan sumber daya alam tidak akan membangun dengan

cepat. Dengan sumber daya alam dapat dipergunakan baik untuk pembangunan

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

133

dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki kekayaan sumber daya alam.

Keunggulan adanya sumber daya alam yang ada di Jawa Barat dapat

menguntungkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena modal yang ada dalam

pembangunan telah ada dan akan menambah kemampuan daerah untuk

melakukan pembangunan sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

suatu daerah, maka pemerintah akan mengoptimalkan sumber daya alam yang

ada dimsing-masing daerahnya sesuai jumlah ketersediaan sumber daya alam

yang ada. Semakin banyak atau besar keunggulan sumber daya alamnya maka

semakin besar pula pertumbuhan ekonomi yang akan terjadi di daerah tersebut.

4.3.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhuan Ekonomi

Berdasarkan data yang telah di perlihatkan pada perkembangan di atas

terlihat bahwa peranan dana alokasi umum dalam mendukung pertumbuhan

ekonomi masih sangat besar, baik sesaat setelah penerapan desentralisasi fiskal,

bahkan setelah beberapa tahun lamanya desentralisasi fiskal dilaksanakan masih

menunjukan nilai yang sangat besar yaitu sebesar 5,137. Jika DAU mengalami

kenaiksn sebesar Rp. 1 Juta, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar

5,137 %.

Semakin besar DAU artinya semakin besar juga pertumbuhan ekonomi

karena menurut Hendrik Van Berg (Nurasyiah:2006) menyatakan bahwa

kesejahteraan tidak ditentukan banyaknya emas dalam tabungan pemerintah atau

besarnya kekuatan tentaranya atau kemajuan industri suatu negara, tetapi lebih

pada berapa banyak barang yang dapat diakses dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

134

Hal ini mengindikasikan konsumsi yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi maka untuk memenuhi konsumsi tersebut atau fiskal gap tersebut DAU

di besarkan dan diberikan oleh karena itu semakin besar DAU semakin besar pula

pertumbuhan ekonomi.

Begitu pula di dukung dari penelitian yang di lakukan oleh Abdullah dan

Halim dalam penelitiaanya yang berjudul pengaruh DAU dan PAD terhadap

belanja pemerintah daerah. Studi kasus di Kabupaten dan Kota di Jawa dan Bali,

memalui penelitiannya dapat di buktikan bahwa pengrauh DAU terhadap belanja

daerah sangat berpengaruh signifikan.

Berdasarkan konsep Fiskal gap, Dana Alokasi Umum digunakan untuk

menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah lebih besar dari penerimaan

daerah yang didapat. Ketika dana alokasi umum diberikan lebih kecil kepada

daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal relatif besar. Begitu sebaliknya

DAU akan lebih besar diberikan kepada daerah-daerah yang kemampuan

fiskalnya relatif kecil.

Oleh karena itu DAU sangat berperan besar dalam terciptanya

pertumbuhan ekonomi daerah terutama di daerah yang mendapatkan Dana

Alokasi Umun yang lebih besar. Contohnya seperti kabupaten bandung dan kota

bandung pada tahun terakhir laju pertumbuhan ekonominya berada di atas rata-

rata kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat, yaitu sebesar 5,92 dan 8,24,

sedangkan dana alokasi umum yang di peroleh pada tahun terakhir masing-masing

adalah Rp.1.351.912.000,- dan Rp.828.294.700,-

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

135

4.3.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dana Alokasi khusus merupakan penerimaan daerah untuk kepentingan

pembangunan suatu daerah yang merupakan program khusus dari pemerintah

pusat, maka ketika semakin besar DAK maka semakin besar pula pertumbuhan

ekonomi yang akan terjadi pada daerah yang mendapatkan kucuran dana alokasi

khusus ini.

Berdasarkan pengujian diketahui bahwa Dana Alokasi Khusus memiliki

pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. besarnya nilai koefisien

Dana Alokasi Khusus sebesar (DAK ) sebesar 4,097236 hal ini menunjukan

bahwa Dana Alokasi Khusus meningkat RP. 1 juta , maka pertumbuhan ekonomi

akan meningkat sebesar 4,097236 %.

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang berasal dari APBN dan

dialokasikan kepada daerah yang dimaksudkan untuk membantu membiayai

kegiatan khusus daerah dan sesuai dengan prioritas

nasional.(Ahmad.E.Yustika:2007)

Dana Alokasi Khusus (DAK) bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan

khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Di

samping itu tujuan pemberian DAK adalah untuk mengurangi permasalahan yang

timbul sebagai akibat dari pelayanan publik (inter-jurisdictional spillovers), dan

meningkatkan penyediaan barang publik di daerah (Mahi, 2002 (c) dalam Joko

Waluyo). Dalam perspektif peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan

DAK sangat penting untuk mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana

diberikan sesuai dengan prioritas nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

136

miskin. Dalam jangka panjang dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan

yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang

digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-

undangan menjadi urusan daerah akan dialihkan menjadi DAK (Pasal 107 UU No.

33 tahun 2000).

Berdasarkan hasil pengujian DAU memiliki pengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi, hal itu menunjukkan jika Pendapatan Daerah dalam hal ini

Dana Alokasi Khusus (DAK) mengalami peningkatan maka pertumbuhan

ekonomi suatu daerah akan mengalami peningkatan. penggunaan DAK (spesific

grants) telah ditentukan oleh pemerintah pusat dengan kewajiban daerah penerima

harus menyediakan 10% dana pendamping. Sehingga tidak memungkinkan suatu

daerah untuk mempergunakan DAK dengan tidak semestinya. (Isdijoso dan

Wibowo, 2002)

4.3.4 Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dalam penelitian ini ternyata desentralisasi fiskal memberikan efek positif

terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat, hal ini dapat dilihat dari hasil

pengujian dengan model fixed effect yaitu setiap kenaikan desentralisasi fiskal

sebesar 1 % , maka Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan naik sebesar

1999,668. Artinya Desentralisai Fiskal memberikan pengaruh yang positif

terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Nobui Akai dan Masayo Sakata (2002) yang melakukan penelitian

di China, dan hasil yang diperolehnya yaitu bahwa desentralisasi fiskal

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

137

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Selain Akai Sakata, penelitian yang menyatakan bahwa desentralisasi

fiskal memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi adalah Davoodi

dan Zhou (1998). Menurut Davoodi dan Zou, pertumbuhan ekonomi meningkat

karena dua alasan, yaitu: (1) Menstimulasi pertumbuhan ekonomi adalah sasaran

dari desentralisasi fiskal. (2) Hal yang penting bagi pemerintah adalah

mengimplementasikan kebijakan yang dapat menjamin peningkatan tetap pada

pendapatan perkapita. Pada konteks ini adalah hal yang penting bagi pemerintah

daerah menunjukkan seberapa besar kontribusi mereka terhadap pertumbuhan

ekonomi. Diharapkan pelayanan publik seperti infrastruktur dan pendidikan akan

lebih efektif jika ditangani oleh pemerintah daerah karena lebih menghayati

keinginan masyarakatnya meliputi pertimbangan geografis. Hal ini diharapkan

efektif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Sebagai hasilnya, ceteris

paribus dalam sistem desentralisasi fiskal dimana pemerintah daerah memainkan

peranan yang predominan dalam pertumbuhan ekonomi.

Beberapa daerah menunjukkan perkembangan perekonomian yang

signifikan dengan pemberlakuan otonomi dan desentralisasi, ditandai dengan

Pertumbuhan ekonomi yang meningkat, Meskipun secara makro kebijakan

desentralisasi fiskal menunjukkan dampak yang positif, namun ada sebagian

daerah tingkat II justru memperoleh dampak negetif dari kebijakan tersebut.

Penurunan atau peningkatan kinerja perekonomian di masing-masing daerah

tingkat II akibat kebijakan desentralisasi disebabkan oleh beberapa variabel

internal masing-masing daerah tingkat II Seperti potensi fiskal, varaibel sumber

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

138

daya manusia, ketersediaan modal, infrastruktur ekonomi, potensi sumber daya

alam dan energy, dan tingkat kegiatan ekonomi di daerah tersebut sebelum

diberlakukannya kebijakan desentralisasi fiskal.

Sejak desentralisasi fiskal di Indonesia, kemampuan anggaran daerah

semakin besar, namun jika tidak dikelola dengan baik justru akan menciptakan

ketidak efisienan dan pemborosan terhadap dana publik tersebut. Walaupun dalam

pelaksanaannya banyak mengalami kendala dan permasalahan di lapangan,

nampaknya terlalu dini mengatakan bahwa desentralisasi fiskal di Indonesia

mengalami kegagalan. Namun, bukan pula berarti mengalami kesuksesan.

Nampaknya masih diperlukan kerja keras dan komitmen semua pihak dalam

mengawal proses desentralisasi di Indonesia.

Oleh karena itu, ada beberapa prinsip-prinsip utama desentralisasi fiskal

yang harus diperhatikan agar berhasil, yaitu: perencanaan pertisipatif, peningkatan

alternatif sumber-sumber keuangan baru, penerapan prinsip keadilan dalam

pembagian dama perimbangan, penentuan prinsip-prinsip pengeluaran, penerapan

good governance dalam pemerintah, penerapan standar pelayanan minimal,

penerapan insentif dalam desain pembagian dana perimbangan, mengumumkan

secara rutin kinerja pelayanan pemerintah daerah.

4.4 Implikasi Pendidikan

Secara teoritis ada salah satu pendekatan yang menerangkan hubungan antara

pendidikan dan pertumbuhan ekonomi yaitu teori modal manusia. Teori modal

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

139

manusia menjelaskan proses dimana pendidikan memiliki pengaruh positif pada

pertumbuhan ekonomi. Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah

manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan

lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik

dibanding yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan

produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi,

semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan bertumbuh lebih

tinggi.

Menurut Romer (1991) dalam Tobing (2010), modal manusia merujuk pada

stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah

satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi

pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi. Hal ini

di dukung oleh Derin, 2009 dalam penelitiannya yaitu yang mengungkapkan

bahwa modal manusia memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi

,maka implikasi pendidikan juga memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan

ekonomi.

Dengan diterimanya dana yang berasal dari pemerintah pusat kepada

kabupaten / kota yang diberikan dalam era desentralisasi fiskal ini, seharusnya

dengan dana yang telah ada dikelola dengan cara yang benar dan profesional tentu

akan memberikan manfaat yang besar bagimasyarakat daerah. Aspek yang

penting dalam pengelolaan tersebut adalah pada penggunaan dana yang

seharusnya di alokasiikan untuk sektor-sektor strategis yang berkaitan langsung

dengan pelayanan publik.

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

140

Di era desentralisasi fiskal ini oleh karena itu pemerintah harus bekerja keras

untuk menyediakan pelayanan publik terhadap kebutuhan dasar masyarakat yaitu

masalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur dasar dan pelayanan administrasi.

pemerintah daerah seharusnya mampu menyediakan fasilitas pendidikan dan

kesehatan yang murah, mudah terjangkau dan merata. indikator keberhasilan lain

adalah kecikupan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sistem

perlindungan kesehatan bagi masyarakat dan ketersediaan serta komitmen

anggaran publik untuk sektor strategis tersebut.

Khususnya pada pemenuhan kebutuhan dalam pendidikan, karena dengan

penyediaan sektor pendidikan yang murah, mudah terjangkau akan semakin

banyak dan tinggi pendidikan masyarakat , sehingga stok modal manusia semakin

tinggi dan akan mengakibatkan hubungan positif pula terhadap pertumbuhan

ekonom.

Litvack et. al dalam Khusaini (2006) yang mengatakan bahwa pelayanan

publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang

memiliki kontrol grafis yang paling rendah tingkat birokrasi (hierarkinya).

Efisiensi tersebut verangkat dari pemikiran di mana dengan desentralisasi fiskal

membuat pemerintah daerah lebih mampu memahami apa yang menjadi

kebutuhan masyarakatnya sehingga akan membuat pemerintah daerah lebih tepat

dalam mengalokasikan sumber daya yang ada. Peningkatan efisiensi ini bisa

didefinisikan sebagai peningkatan kesejahteraan konsumen atas sumber daya yang

ada.

Page 61: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

141

Penyediaan kebutuhan di bidang pendidikan,penelitian dan pengembangan

oleh pemerintah dilakukan setiap tahun pemerintah telah meningkatkan anggaran

sektor pendidikan. tetapi angka na peningkatan ini secara absolut relatif sangat

kecil, sehingga masih jauh bila dibanding negara-negara tetangga yang sangat

serius dalam pengembangan sumberdaya manusia. Tetapi komitmen anggaran

pemerintah daerah terhadap sektor pendidikan masih kecil jika dilihat dari

persentase alokasi anggaran pendidikan sekitar 12 persen dari total anggaran

pemerintah.

Jika dilihat dari rasio alokasi APBD terhadap PDRB menunjukan

kecenderungan yang semakin besar dari waktu-kewaktu. Artinya, dari sisi fiskal

kemampuan daerah (public money) dalam menopang pembangunan yang semakin

baik. Data yang ada menunjukan bahwa rata-rata alokasi anggaran daerah

terhadap sektor pendidikan hanya sebesar Rp. 43,489 trilyun (12 %) dari total

APBD di kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Keadaan ini sangat memprihatinkan,

apalagi menurut undang-undang dasar 1945 hasil amandemen dan undang-undang

No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang secara

tegas menjelaskan bahwa alokasi anggaran untuk sektor pendidikan minimal

sebesar 20% dari APBN dan APBD.

Bahkan di dalam undang-undang Sisdiknas dinyatakan bahwa alokasi

anggaran pendidikan tersebut tidak termasuk gaji guru dan pendidikan kedinasan.

Hal ini tentu sangat bertolak belaksng dengan fakta yang ada. Pemerintah

mempunyai komitmen anggaran minimal 20,1% tersebut akan dipenuhi pada

tahun 2009. Namun demikian, komitmen tersebut rasanya sulit terealisasi . pada

Page 62: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANa-research.upi.edu/operator/upload/s_l0451_043384_chapter4(1).pdf · peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, berikut adalah laju pertumbuhan ekonomi

142

tahun 2006, angaran pendidikan baru mencapai 12% dari APBD.

Jika kita lihat di Amerika Serikat, sekolah dasar dan sekolah menengah

pemerintah merupakan ytanggungjawab utama pemerintah daerah dan negara

bagian. Pemerintah federal hanya membiayai sekitar 6% dari total biaya

penyelenggara sekolah dasar dan menengah dan sebagian besar pengeluaran

pemerintah federal untuk pendidikan dasar dan menengah ditujukan untuk

program peninhkatan keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan.

Disamping itu, pemerintah federal juga membiayai penelitian dan program

pengembangan untuk mendorong reformasi dan pembaharuan sistem pendidikan.

Pengeluaran untuk pendidikan dasar dan menengah mencapai 40% dari total

anggarn pemerintah daerah dan negara bagian. Hal ini merupakan pengeluaran

terbesar dari pemerintah negara bagian dan pemerintah daerah. Di beberapa

negara bagian, tanggung jawab utama terhadap pembiayaan sekolan dasar dan

menengah terletak pada pemerintah daerah yang ditujukan umtuk pendidikan bagi

masyarakat lokal. Sistem penyediaan atas barang publik tersebut mempunyai

dampak yang cukup besar terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan dapat

menjamin pendidikan bagi anak-anak mereka. Peranan pemerintah negara bagian

dalam membiayai pendidikan melalui subsidi kepada pemerintah daerah baru

berkembang pada pertengahan abad ke dua puluh. Sementara, peranan pemerintah

pusat dalam pendidikan sepanjang sejarah selalu sangat kecil.