BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1...

27
59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Gambar 4.1.1 Peta letak demografi RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga Kondisi geografis daerah Ngawen Salatiga yang memiliki ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 29 C. Kondisi tersebut dianggap sangat ideal sebagai tempat petirahan bagi masyarakat Belanda yang terganggu kesehatan parunya oleh karena wilayah Salatiga, Ambarawa dan sekitarnya banyak ditinggali oleh warga negara Belanda, mengingat kota Salatiga dan sekitarnya merupakan daerah konsentrasi militer/tentara

Transcript of BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1...

59

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Gambar 4.1.1 Peta letak demografi RS Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kondisi geografis daerah Ngawen Salatiga yang

memiliki ketinggian kurang lebih 800 meter dari

permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18

– 29 C. Kondisi tersebut dianggap sangat ideal sebagai

tempat petirahan bagi masyarakat Belanda yang

terganggu kesehatan parunya oleh karena wilayah

Salatiga, Ambarawa dan sekitarnya banyak ditinggali oleh

warga negara Belanda, mengingat kota Salatiga dan

sekitarnya merupakan daerah konsentrasi militer/tentara

60

Belanda dengan status sebagai daerah gemeente/kota

praja.

4.1.2 Profil Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga

Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan didirikan pada

tahun 1934 dengan nama RSTP Ngawen Salatiga. Saat itu

RSP dr. Ario Wirawan berfungsi sebagai tempat

petirahan/sanatorium yaitu sebagai fasilitas medis untuk

penyakit jangka panjang, terutama tuberkulosis. Pendirian

Sanatorium ini tidak lain dilatar belakangi oleh kondisi

geografis daerah Ngawen Salatiga yang memiliki

ketinggian kurang lebih 800 meter dari permukaan air laut

dengan suhu udara berkisar antara 18 – 29 C.

Pada tahun 1978, dengan dikeluarkannya SK

Menteri Kesehatan RI, maka ditetapkan Struktur

Organisasi yang lebih jelas, tugas pokok dan fungsi dari

rumah sakit ini yaitu sebagai rumah sakit khusus yang

menyelenggarakan pelayanan terhadap penderita penyakit

TB paru, dengan sebutan RSTP.Kemudian pada tanggal

26 September 2002, dengan dikeluarkanny6a SK Menteri

Kesehatan RI, nomor 1208/Menkes/SK/IX/2002, akhirnya

RSTP “Ngawen” Salatiga berubah nama menjadi Rumah

Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga, dan merupakan satu-

satunya rumah sakit paru di Provinsi Jawa Tengah.

61

Dengan ini diharapkan Rumah Sakit Paru dr. Ario

Wirawan Salatiga mampu berkembang menjadi rumah

sakit, dengan cakupan wilayah yang lebih luas yaitu

wilayah Jawa Tengah dan Provinsi lain yang tidak memiliki

RSTP.

4.1 Gambaran Responden dan Partisipan Penelitian

Responden dalam penelitian kuantitatif ini adalah

perawat yang sedang atau pernah merawat dan

memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada

pasien PPOK di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan

Salatiga. Jumlah seluruh responden dalam penelitian ini

yaitu 45 orang. Responden yang diteliti memiliki

karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur/usia, tingkat

pendidikan/pendidikan terakhir.

62

Tabel dibawah ini mendeskripsikan karakteristik

responden.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur,

Serta Tingkat Pendidikan (N=45)

Karakteristik Partisipan

Jumlah (n:45)

Presentase (%)

Jenis Kelamin :

Pria 16 36

Wanita 29 64

Umur :

21-30 thn 27 60

31-40 thn 18 40

Tingkat Pendidikan :

SPK 2 4,4

D3 39 86,7

S1 4 8,9

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis kelamin

mayoritas responden yaitu wanita dengan presentase 64%

sedangkan pria 36%. Mayoritas usia responden berada

pada usia 21-30 tahun dengan presentase 60%. Tingkat

pendidikan responden mayoritas D3 dengan presentase

86,7%, disusul S1 yaitu 18,67% dan Spk 4,4%.

63

Sedangkan partisipan dalam penelitian kualitatif ini

adalah kepala/atasan perawat, pasien PPOK dan keluarga

pasien.

Adapun karakteristik partisipan adalah sebagai

berikut :

Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan

Partisipan Inisial Umur Pendidikan

Terakhir

P1 N 32 S1

P2 K 64 SMP

P3 S 56 SMA

P4 M 36 SMP

Keterangan :

P1 : Partisipan 1 (Kepala perawat)

P2-P3 : Partisipan 2 dan 3 (Pasien PPOK)

P4 : Partisipan 4 (keluarga pasien)

S1 : Strata 1 (Satu)

64

4.2 Hasil Penelitian Statistik

Berikut adalah tabel distribusi dan grafik peran

perawat sebagai care giver yang meliputi pengkajian

keperawatan, penetapan diagnosa, perencanaan

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi

pada pasien PPOK selama dirawat di Rumah Sakit dr.

Ario Wirawan Salatiga pada 45 responden.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat Dalam Melakukan Pengkajian Pada Pasien PPOK di Rumah

Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 41 91,1

Cukup 4 8,9

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden mayoritas

mempunyai tingkat pengkajian tentang PPOK dengan

kategori baik sebesar 91,1%.

65

Data di interpretasi dalam grafik 4.1 sebagai berikut:

Grafik 4.1 Peran Perawat Dalam Melakukan Pengkajian

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran

Perawat Dalam Menetapkan Diagnosa Pada Pasien PPOK di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden mayoritas

mempunyai tingkat dalam penetapan diagnosa tentang

PPOK dengan kategori baik sebesar 86,7%.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Kurang Cukup Baik

Fre

kue

nsi

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 39 86,7

Cukup 5 11,1

Kurang 1 2,2

Jumlah 45 100

66

Data di interpretasi dalam grafik 4.2 sebagai berikut :

Grafik 4.2 Peran Perawat Dalam Melakukan Diagnosa

Keperawatan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran

Perawat Dalam Perencanaaan Keperawatan Pasien PPOK di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 36 80

Cukup 9 20

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden mayoritas

mempunyai tingkat dalam perencanaan keperawatan pada

pasien PPOK dengan kategori baik sebesar 80%.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Kurang Cukup Baik

Fre

kue

nsi

67

Data di interpretasi dalam grafik 4.3 sebagai berikut :

Grafik 4.3 Peran Perawat Dalam Melakukan Perancanaan

keperawatan

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Perawat

Dalam Implementasi Pasien PPOK Keperawatan di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 19 42,2

Cukup 26 57,8

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden mayoritas

mempunyai tingkat dalam implementasi keperawatan pada

pasien PPOK dengan kategori baik sebesar 42,2%

kemudian cukup sebesar 57,8%.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Kurang Cukup Baik

Fre

kue

nsi

68

Data di interpretasi dalam grafik 4.4 sebagai berikut :

Grafik 4.4 Peran Perawat Dalam Melakukan Implementasi

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran

Perawat Dalam Mengevaluasi Pasien PPOK di Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan Salatiga

Kategori Frekuensi Presentase

Baik 39 86,7

Cukup 6 13,3

Kurang 0 0

Jumlah 45 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden mayoritas

mempunyai tingkat evaluasi keperawatan pada pasien

PPOK dengan kategori baik sebesar 86,7%.

0

5

10

15

20

25

30

Kurang Cukup Baik

Fre

kue

nsi

69

Data di interpretasi dalam grafik 4.5 sebagai berikut :

Grafik 4.5 Peran Perawat Dalam Melakukan Evaluasi

4.3 Deskripsi Analisa Hasil Wawancara

4.3.1 Peran perawat sebagai care giver dalam melakukan

pengkajian pada pasien PPOK

Dalam melakukan pengkajian, perawat menjalankan

tugasnya dengan mengumpulkan data atau informasi

mengenai masalah kesehatan pasien. Dimana perawat

dapat melakukan pengamatan visual, pemeriksaan fisik

TTV, palpasi, perkusi dan auskultasi dengan baik. Dalam

penelitian ini, dapat dipahami dari pernyataan partisipan.

“yaaa itu,,, awal pertama masuk ruang dahlia, perawatnya ramah, senyum (pasien batuk)...nanya-nanya sesak ga, saya jawab sesak, batuk juga. Dipakaikan alat mbak supaya nda sesak” (P3)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Kurang Cukup Baik

Fre

kue

nsi

70

“Perawatnya baik, kalo datang pasti ngukur tekanan darah, nadi juga, suhu juga mba. Tidak mungkin alpa mereka kalo datang periksa itu” (P4)

Selain itu, perawat dapat menjalankan perannya

dalam pengkajian, diperkuat dengan adanya pernyataan

partisipan.

“Menurut saya, pasien baru itu harus dilakukan pengkajian dari awal. Meskipun sudah dikaji saat di UGD. Pasien di anamnesa, kalau bukan pasien ya keluarganya. Dan data awal ini yang nantinya digunakan untuk membuat suatu diagnosa. Sebagai atasan perawat disini, saya menjamin bahwa perawat diruangan ini melakukan pengkajian sesuai dengan SOP yang ada” (P1)

Ungkapan diatas menggambarkan bahwa, perawat

dapat menjalankan perannya dalam melakukan pengkajian

dengan baik. Dan dijalankan sesuai dengan standar

operational yang ada.

4.3.2 Peran perawat sebagai care giver dalam menetapkan

diagnosa keperawatan pada pasien PPOK

Diagnosa keperawatan ditentukan setelah

pengkajian dilakukan. Data awal dari pengkajian tersebut

digunakan untuk membuat suatu diagnosa dengan

memprioritaskan masalah terlebih dahulu. Peran perawat

disini ialah dimana perawat dapat menentukan prioritas

masalah yang dirasakan oleh pasien PPOK. Hal ini dapat

dilihat dalam pernyataan partisipan.

71

“Perawat mampu menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah” (P1)

4.3.3 Peran perawat sebagai care giver dalam menyusun

rencana tindakan keperawatan pada pasien PPOK

Suatu rencana keperawatan disusun berdasarkan

data pengkajian yang telah didokumentasi dan masalah-

masalah pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang

diharapkan. Pada tahap penyusunan rencana keperawatan

ini, dilakukan dengan melibatkan tim kesehatan serta pasien

dan keluarga. Dalam penelitian ini, peran perawat tersebut

tergambar dalam pernyataan partisipan.

“Pada rencana keperawatan yang telah dibuat berdasarkan pasien PPOK yang sudah dikaji. Misalkan, atur posisi pasien, ajarkan teknik relaksasi dengan melibatkan keluarga, karena keluarga merupakan pendamping pasien” (P1)

“hhmm...kolaborasi yang kita lakukan terutama dengan terapis, dokter. Kebanyakan kita berkolaborasi dengan dokter, misalnya kita melakukan tindakan medis sesuai advis dokter ” (P1)

Ungkapan diatas menggambarkan bahwa, dalam

menyusun rencana keperawatan, perawat memiliki peran

mandiri dalam hal tindakan-tindakan keperawatan. Namun

perawat juga memiliki peran kolaboratif dalam artian

perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dan

melibatkan keluarga dalam menjalani perannya.

72

4.3.4 Peran perawat sebagai care giver dalam implementasi

keperawatan pada pasien PPOK

Pada tahap implementasi ini, peran perawat dapat

dilihat dari tindakan-tindakan yang diberikan kepada pasien

PPOK. Dilihat dari kemampuan yang dimiliki perawat dalam

tahap implementasi ini dalam memberikan pendidikan

kesehatan kepada pasien PPOK. Menurut partisipan,

perawat tidak menberikan edukasi ataupun informasi

mengenai penyakitnya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan

partisipan.

“Belum dikasih tau mba, aku orangnya manut aja, ora ngerti mba” (P2)

“Saya taunya aja penyakit ini penyakit paru-paru. Soalnya udah pernah dirawat sebelumnya” (P3)

Hal lain yang perlu dilihat dalam implementasi ini,

menurut partisipan bahwa jarangnya perawat dalam

menjelaskan cara minum obat, tujuan pemberian obat.

“Biasanya ne dibilang perawat, ini diminum sebelum makan ya atau sesudahnya. Tapi, obat untuk apa ya saya ga tau mba ga ngerti mba” (P4)

“biasanya saya taunya saya sakit paru pastinya itu obat paru mba (P3).

Selain itu, ada hal lain yang dikemukakan oleh

partisipan dalam menangani implementasi pada pasien

73

PPOK. Dalam hal ini, partisipan dilihat dari pernyataan

perawat.

“Untuk pelaksanaannya, apa yang sudah direncanakan

kita tindaklanjuti untuk dilakukan. Untuk implementasinya

kadang ada kelalaian yang dilakukan perawat walaupun

cuman sedikit. Hal ini, dikarenakan jumlah pasien yang

terlalu banyak dan SDM perawat yang kurang” (P1)

4.3.5 Peran perawat sebagai care giver dalam melakukan

evaluasi keperawatan pada pasien PPOK

Pada tahap evaluasi ini terkait dengan peran

perawat dalam melakukan evaluasi sumatif. Dalam artian

bahwa perawat melakukan wawancara pada akhir layanan

dengan menanyakan respon pasien PPOK dan keluarga

terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada

akhir layanan. Peran ini diungkapkan oleh beberapa

partisipan.

“ohh ya... Pernah dirawat mba, sebelumnya sekitar 2 bulan yang lalu. Kalau soal itu kayaknya belum pernah mba” (P3)

“Sudah berobat untuk yang ketiga kalinya disni. Kalau diwawancara perawat belum pernah mba” (P4)

Pernyataan dari partisipan lain menyatakan bahwa

memang jarang dilakukan evaluasi dikarenakan jadwal kerja

74

perawat yang padat serta kebanyakan pasien dan keluarga

berasal dari desa yang tempatnya jauh.

“Ada yang sempat dievaluasi ada juga yang tidak. Nah, kan kebanyakan pasiennya lanjut usia, dari desa dan rumahnya jauh. Perawat juga kerjanya padat, sehingga mungkin untuk evaluasi memang agak jarang juga” (P1)

4.4 Pembahasan Data Kuantitatif

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 dari 45

responden menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

memiliki peran yang baik sebesar 91,1% dalam melakukan

pengkajian keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit

dr. Ario Wirawan Salatiga.

Asumsi hasil analisa dari data terkait tingginya peran

perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien PPOK

dengan kategori baik, hal ini karena seringnya perawat

mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan pasien

PPOK serta melakukan pengkajian fisik yang meliputi:

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta pemeriksaan

diagnostik. Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari

pengkajian fisik pada saat sedang melakukan pemeriksaan

atau pada akhir pemeriksaan. Sebagian besar institusi

memiliki format khusus yang mempermudah pencatatan data

pemeriksaan begitu juga dengan Rumah Sakit dr. Ario

Wirawan Salatiga. Perawat meninjau semua hasil pengkajian

75

fisik sebelum membantu pasien berpakaian, untuk berjaga-

jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau

mendapatkan data tambahan. Setelah itu, melihat hasil dari

pengkajian fisik tersebut perawat menetapkan diagnosa

keperawatan. Hal ini serupa dengan pendapat Gordon (1994)

dalam Potter & Perry (2005), keakuratan pengkajian

mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima pasien dan

penentuan respon terhadap terapi tersebut. Agar

pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat

harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna

dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan,

sistematis dan dilakukan dengan prosedur yang benar.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 dari 45

responden menunjukkan bahwa sebagian besar perawat

memiliki peran yang baik sebesar 86,7% dalam menetapkan

diagnosa keperawatan pada pasien PPOK di Rumah Sakit

dr. Ario Wirawan Salatiga.

Menurut peneliti, hal ini dikarenakan oleh perawat

yang mampu menjalankan tugas dan perannya dengan baik

dalam menetapkan diagnosa keperawatan dimulai dari

mengidentifikasi masalah kesehatan sampai dapat

merumuskan diagnosa keperawatan. Setelah dilakukan

pengkajian awal, perawat dapat merumuskan beberapa

76

masalah kesehatan pasien dan menentukan prioritas

masalah yang menjadi kebutuhan utama pasien.

Selanjutnya, disusunlah Diagnosis Keperawatan sesuai

dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Prioritas

masalah yang biasanya menjadi keluhan utama pasien

PPOK adalah sesak. Sesak yang dialami selama bertahun-

tahun dan ditambah adanya riwayat merokok. Hal yang

seupa dikemukakan oleh Gordon (1994) dalam Potter &

Perry (2005), diagnosa keperawatan dirumuskan secara

spesifik, perawat menggunakan kemampuan berfikir kritis

untuk segera menetapkan prioritas diagnosa keperawatan

sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.

Hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa

sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar

80% dalam menyusun rencana tindakan keperawatan pada

pasien PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

Menurut peneliti, hasil tersebut membuktikan bahwa

perawat dapat meyusun rencana tindakan keperawatan

beserta tujuan dan kriteria hasil dengan baik yang akan

digunakan dalam menerapkan tindakan/implementasi

keperawatan.

Alasan pentingnya disusun rencana tindakan

keperawatan ialah karena berisi data atau informasi penting

77

dan jelas mengenai masalah kesehatan pasien yang dapat

digunakan sebagai pedoman intervensi keperawatan. Selain

itu, dapat digunakan sebagai alat komunikasi antar perawat

dan tim kesehatan lainnya sehingga memudahkan proses

keperawatan yang berkelanjutan dalam melakukan

intervensi. Dalam perencanaan keperawatan, perawat

menetapkannya berdasarkan hasil pengumpulan data

melalui pengkajian awal pasien dan rumusan diagnosa

keperawatan sebagai petunjuk dalam membuat tujuan dan

asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan atau

mengeliminasi masalah kesehatan pasien. Pendapat yang

serupa dinyatakan oleh (Iyer, 1996), perencanaan meliputi

pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang

diidentifikasi pada diagnosa keperawatan.

Hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa

sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar

42,2% sedangkan kategori cukup sebesar 57,8% dalam

implementasi keperawatan pada pasien PPOK di Rumah

Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

Asumsi peneliti, berdasarkan hasil penelitian diatas

menunjukkan bahwa peran perawat pada tahap

implementasi ini terlihat dengan kategori cukup sehingga

78

peran perawat sebagai care giver dalam memberikan

tindakan/implementasi keperawatan perlu untuk ditingkatkan

lagi. Misalkan dengan melakukan implementasi sesuai

dengan standar keperawatan yang ada. Selain itu, dapat

dilakukan kerjasama dan kolaborasi dengan tim kesehatan

lain. Perawat perlu melakukan intervensi keperawatan yang

diberikan kepada pasien terkait dengan dukungan,

pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,

pendidikan untuk pasien-keluarga, atau tindakan untuk

mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian

hari. Menurut Kozier (1995), untuk kesuksesan pelaksanaan

implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana

keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan

kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan

interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan.

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada

kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan, dan kegiatan komunikasi.

Hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa

sebagian besar perawat memiliki peran yang baik sebesar

86,7% sedangkan dalam evaluasi keperawatan pada pasien

PPOK di Rumah Sakit dr. Ario Wirawan Salatiga.

79

Dalam tahap evalusi ini, membuktikan bahwa

perawat dapat melakukan perannya dalam mengevaluasi

pasien dengan baik. Misalkan, dengan mengevaluasi

tercapainya tujuan dari rencana keperawatan dan

terpenuhinya kebutuhan keperawatan pasien.

Menurut peneliti, tahap evaluasi merupakan tahap

perawat melakukan penilaian secara sistematik dan

terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Kemudian dilakukan secara

berkesinambungan atau berkelanjutan dengan melibatkan

pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya. Penilaian

keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana

dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan

dalam memenuhi kebutuhan pasien. Implementasi yang

telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat

keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, perlu

disusun rencana baru yang sesuai. Hal serupa dikemukakan

oleh Craven and Hirnle (2002), evaluasi dilakukan untuk

melengkapi proses keperawatan yang menandakan

seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan

perawat untuk memonitor “kealpaan yang terjadi” selama

80

tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan

tindakan.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Noor Faizah

(2010), di RS Roemani Muhammadiyah Semarang. Perawat

dalam melakukan pengkajian mendalam pada pasien dapat

menyusun diagnosis yang optimal, rencana tindakan 91,7%

dan tindakan keperawatan 75% dengan kategori cukup.

Masih ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam

melakukan rencana tindakan dan implementasi pelaksanaan

asuhan keperawatan. evaluasi dan dokumentasi 91,7% baik.

Perawat telah memperhatikan hasil tindakan yang telah

dilakukan, dengan peran perawat yang professional sesuai

standar asuhan keperawatan yang baik dan mampu

membawa perubahan pada pasien.

Menurut Aisiah (2004), perawat dalam menerapkan

asuhan keperawatan pada individu sehat maupun sakit

dimana segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk

pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di

miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk

mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin dalam

bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap

pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa keperawatan),

rencana tindakan, implementasi dan evaluasi keperawatan

81

Selain itu, perlu adanya penyegaran secara berkala

yang diberikan kepada perawat di Rumah Sakit tentang

materi asuhan keperawatan, agar perawat dapat memenuhi

kebutuhan pasien secara berkesinambungan mulai dari

pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi, serta melakukan

pendokumentasian dalam catatan keperawatan.

4.5 Pembahasan Data Kualitatif

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

peran perawat sebagai care giver dalam perawatan pasien

PPOK di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.

Peran ini dijelaskan menggunakan proses keperawatan.

Menurut Praptianingsih (2006), peran ini dimulai dari

pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan,

implementasi dan evaluasi.

Dari hasil analisis data dapat dilihat dan diketahui

bahwa peran perawat dalam melakukan pengkajian pada

pasien PPOK yang didapatkan dari partisipan1 adalah

dengan melakukan pengkajian awal kepada tiap pasien

PPOK tanpa menggunakan data yang diterima dari UGD.

Dari pengkajian tersebut akan ditentukan suatu diagnosa

dengan prioritas masalah. Menurutnya, perawat sudah

82

melakukan pengkajian sesuai dengan SOP. Dari dua

partisipan lainnya yaitu partisipan 3 dan 4 mengemukakan

bahwa, perawat sudah melakukan perannya dengan baik.

Hal tersebut dapat dilihat melalui pemeriksaan TTV, palpasi,

perkusi dan auskultasi yang dijalankan perawat dengan

ramah, memberikan senyuman dan berkomunikasi dengan

baik. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Potter &

Perry (2005), menyatakan bahwa pengkajian meliputi

kegiatan awal perawat seperti mengumpulkan data pasien

yang akan mendapatkan perawatan, mengidentifikasi

masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya dengan

menganalisa data yang terkumpul dan urutan prioritas

masalah kesehatan yang dihadapinya. Tujuannya, agar

permasalahan yang mendesak dapat didahulukan.

Selanjutnya, diketahui juga dalam diagnosa

keperawatan, partisipan 1 mengatakan bahwa, perawat

mampu menjalankan perannya sebagai care giver dalam

menetapkan diagnosa keperawatan sesuai dengan standar

dan prosedur yang ditetapkan. Pernyataan ini, sehubungan

dengan pendapat Gordon (2000) dalam Carpenito (2002),

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan diagnosa secara pasti dan akurat untuk status

kesehatan pasien.

83

Selain itu, ketika diagnosa keperawatan telah

ditentukan, maka disusunlah rencana keperawatan.

Rencana keperawatan ini, disusun berdasarkan masalah-

masalah yang telah dikaji sebelumnya. Partisipan 1

menyatakan bahwa perawat menyusun rencana

keperawatan yang dibuat berdasarkan data awal yang

didapat dari pengkajian pada pasien PPOK. Rencana

tersebut disusun dengan tujuan dan kriteria hasil yang ingin

dicapai. Misalkan, dalam pengkajian pasien terlihat tidak

nyaman. Susun rencana keperawatan untuk teknik relaksasi

pada pasien PPOK dengan cara buat posisi nyaman, posisi

semi fowler. Selain itu juga disusun tindakan kolaboratif

yang akan dilakukan dengan melibatkan keluarga dan

tenaga kesehatan lainnya. Menurut Bulecheck dan

McCloskey (1989) intervensi keperawatan merupakan suatu

tindakan langsung kepada pasien yang dilaksanakan oleh

perawat. Definisi tersebut berhubungan dengan semua

intrervensi keperawatan dengan diagnosa keperawatan dan

masalah kolaboratif.

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun,

maka dimplementasikan pada pasien PPOK. Peran perawat

pada tahap implementasi ini, tergambar dalam pernyataan

partisipan 2 dan 3 bahwa, perawat tidak memberikan

84

edukasi atau informasi pendidikan selama pasien dirawat.

Hal lain, dikemukakan oleh partisipan 3 dan 4. Menyatakan

bahwa, jarangnya perawat menjelaskan tujuan diberikan

obat tersebut. Menurut Craven dan Hirnle (2000),

pendidikan kesehatan merupakan usaha atau kegiatan

perawat untuk membantu individu, kelompok atau

masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik

pengetahuan, sikap maupun keterampilan untuk mencapai

hidup sehat secara optimal.

Selanjutnya, tahap akhir dalam asuhan keperawatan

ini ialah evaluasi. Pada evaluasi yang dilihat ialah respon

pasien dan keluarga pada akhir layanan. Evaluasi tersebut

dilakukan dengan wawancara kepada pasien atau keluarga

untuk menilai respon pasien dan keluarga diakhir layanan.

Menurut pernyataan partisipan 3 dan 4, sebelumnya

partisipan maupun keluarga partisipan menjelaskan pernah

dirawat dirumah sakit ini dengan kasus yang sama.

Dinyatakan bahwa, perawat belum pernah melakukan

evaluasi saat pasien hendak pulang. Pernyataan lain

disampaikan oleh partisipan 1, hal ini dikarenakan jadwal

perawat yang padat sehingga tidak ada waktu atau

kesempatan perawat dalam melakukan evaluasi pada

pasien PPOK dan keluarga. Menurut Craven dan Hirnle

85

(2000), evalusi merupakan hal penting bagi perawat untuk

menilai kemampuannya. Evaluasi harus mencakup

pertimbangan semua factor : waktu, strategi, jumlah

informasi dan apakah evaluasi cukup berguna.

4.6 Keterbatasan Penelitian

Peneliti mengakui masih banyak terdapat kekurangan dalam

penelitian ini. Keterbatasan atau kelemahan dalam

penelitian ini terletak pada hal-hal sebagai berikut:.

1. Waktu penelitian yang masih kurang efesien dalam

wawancara. Diharapkan penelitian selanjutnya, dapat

meggunakan waktu yang lebih lama dalam melakukan

wawancara.

2. Jumlah paritisipan sangat kurang dan minim.

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya, dapat

menggunakan partisipan dalam jumlah yang lebih

banyak.